Analisis Yuridis Pengurusan Harta Kekayaan Anak Angkat Dibawah Umur pada WNI Keturunan Tionghoa (Studi Kasus Putusan Mahkamah Agung Nomor : 2161 K/PDT/2011)

(1)

TESIS

Oleh

POSAN

117011148/M.Kn

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(2)

TESIS

Diajukan Untuk Memperoleh Gelar Magister Kenotariatan Pada Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum

Universitas Sumatera Utara

Oleh

POSAN

117011148/M.Kn

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(3)

Nama Mahasiswa : POSAN Nomor Pokok : 117011148 Program Studi : Kenotariatan

Menyetujui Komisi Pembimbing

(Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN)

Pembimbing Pembimbing

(Prof. Dr. Runtung, SH, MHum) (Dr. T. Keizerina Devi A, SH, CN, MHum)

Ketua Program Studi, Dekan,

(Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN) (Prof. Dr. Runtung, SH, MHum)


(4)

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN Anggota : 1. Prof. Dr. Runtung, SH, MHum

2. Dr. T. Keizerina Devi A, SH, CN, MHum 3. Dr. Dedi Harianto, SH, MHum


(5)

Nama : POSAN

Nim : 117011148

Program Studi : Magister Kenotariatan FH USU

Judul Tesis : ANALISIS YURIDIS PENGURUSAN HARTA

KEKAYAAN ANAK ANGKAT DIBAWAH UMUR PADA WNI KETURUNAN TIONGHOA (STUDI KASUS

PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG NOMOR: 2161

K/PDT/2011)

Dengan ini menyatakan bahwa Tesis yang saya buat adalah asli karya saya sendiri bukan Plagiat, apabila dikemudian hari diketahui Tesis saya tersebut Plagiat karena kesalahan saya sendiri, maka saya bersedia diberi sanksi apapun oleh Program Studi Magister Kenotariatan FH USU dan saya tidak akan menuntut pihak manapun atas perbuatan saya tersebut.

Demikianlah surat pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya dan dalam keadaan sehat.

Medan,

Yang membuat Pernyataan

Nama :POSAN


(6)

pendidikan dan membesarkan anak tersebut, kedalam lingkungan kekuasaan keluarga orang tua angkat berdasarkan putusan/penetapan Pengadilan Negeri. Akibat hukum pengangkatan anak terhadap orangtua angkatnya adalah bahwa anak angkat tersebut memiliki hubungan keperdataan terhadap orangtua angkatnya, dalam arti anak angkat tersebut memiliki hak yang sama dengan anak kandung dari orangtua yang mengangkatnya dalam hal pembagian harta warisan orangtua angkatnya. Akibat hukum pengangkatan anak tersebut adalah memutuskan hubungan keperdataan dengan orangtua kandungnya.

Jenis penelitian tesis ini menggunakan penelitian yuridis normatif, yang bersifat deskriptif analitis, dimana pendekatan terhadap permasalahan dilakukan dengan mengkaji ketentuan perundang-undangan yang berlaku mengenai hukum pengangkatan anak (adopsi), ketentuan hak pewarisan terhadap anak angkat, dan ketentuan tentang perwalian terhadap anak angkat tersebut apabila kedua orang tua angkatnya telah meninggal dunia.

Penelitian ini mengangkat permasalahan mengenai penguasaan dan pengurusan harta kekayaan milik anak angkat di bawah umur menurut ketentuan yang terdapat di dalam KUH Perdata, dan penerapan hak terhadap pengurusan harta kekayaan anak angkat di bawah umur sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan Perdata yang berlaku untuk golongan Timur Asing Tionghoa

Dari hasil penelitian diketahui bahwa perwalian terhadap anak angkat di bawah umur yang kedua orangtuanya telah meninggal dunia menurut Pasal 359 KUH Perdata adalah wali yang ditunjuk oleh pengadilan. Bahwa hak kepengurusan harta kekayaan di bawah umur atas anak-anak bernama Viviani, Vincent dan Vernia Everlim diberikan kepada wali yang sah yakni Nyonya Amini Nurdin sesuai dengan penetapan pengadilan sebagaimana tersebut di atas, dan hal ini dikuatkan dengan Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia yang memerintahkan, mengembalikan 3 (tiga) batang emas murni milik anak-anak tersebut kepada wali yang sah. Mahkamah Agung juga membatalkan putusan Pengadilan Negeri dan Pengadilan Tinggi Pekanbaru dan menyatakan tergugat I Lim Agek alias Agek dan tergugat II Lim Asiong alias Asiong telah melakukan perbuatan ingkar janji atau wanprestasi.

Kata Kunci: Pengurusan Harta, Anak Angkat Dibawah Umur, Perwalian Bagi Golongan Tionghoa


(7)

consequence on a child adoption is that the adopted child will have civil law relationship with his adopting parents. In this case, he will have the same right as his adopting parents’ biological children, particularly in inheritance. Another legal consequence is that the relationship with his biological parents will be broken off.

The type of the research was judicial normative with descriptive analytical approach in which the problems of the research were studied by analyzing the prevailing legal provisions on adopting a child, inheritance given to an adopted child, and the guardianship for an adopted child if his adopting parents die.

The problem of the research was about the control and the taking care of an under-aged child, according to the civil law on the Chinese ethnic group.

The result of the research showed that guardianship for an under-aged adopted child whose parents had died according to Article 359 of the Civil Code was the person who was appointed by the Court. It was found that a legitimate ‘wali’ (guardian) who was appointed by the Court in having control over and taking care of the property of an under-aged adopted child was Amininurdin under the Decree No. 371/Pdt.P/2005/PN.Mdn on October 20, 2005. It was also found that the legitimate guardian appointed by the Court was Amininurdin who filed a complaint to the defendant I, Lim Agek alias Agek and the defendant II, Lim Asiong alias Asiong because both defendants still have control over the under-aged adopted child’s property which consisted of three ingots of pure gold. The Rulings of Pakanbaru District Court and of Pakanbaru Appellate Court dismissed the lawsuit of Amininurdin by the grounds of a law suit that the object of the suit was vague. The Supreme Court of the Republic of Indonesia vacated the Rulings of Pakanbaru District Court and of Pakanbaru Appellate Court and stated that the defendant I, Lim Agek alias Agek and the Defendant II, Lim Asiong alias Asiong had performed breach of contract or default and required both of them to return the three ingots of pure gold owned by the three under-aged adopted children to their legitimate guardian, Amininurdin, based of the Court’s Ruling.

Keywords: Taking Care of Property, Under-Aged Child, Guardianship for the Chinese Ethnic Group


(8)

ANALISIS YURIDIS PENGURUSAN HARTA KEKAYAAN ANAK ANGKAT DIBAWAH UMUR PADA WNI KETURUNAN TIONGHOA (STUDI KASUS PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG NOMOR : 2161 K/PDT/2011)”, yang disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Kenotariatan pada Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum.

Selanjutnya Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada :

1. Bapak Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H, MSc (CTM), Sp.A (K), selaku Rektor Universitas Sumatera Utara atas kesempatan dan fasilitas yang diberikan kepada kami untuk mengikuti dan menyelesaikan pendidikan Program Studi Magister Kenotariatan pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara. 2. Bapak Prof. Runtung, SH, M.Hum, selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas

Sumatera Utara dan selaku Dosen Pembimbing Kedua yang telah meluangkan waktu dalam membimbing saya dan atas masukan dan arahan serta membekali penulis dengan ilmu yang bermanfaat dalam penyelesaian studi.

3. Bapak Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN, selaku Ketua Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara dan selaku Dosen Pembimbing Pertama yang telah membimbing dan membina Penulis dalam penyelesaian tesis ini serta membekali penulis dengan ilmu yang


(9)

Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara dan selaku Dosen Pembimbing Ketiga yang telah memberikan semangat kepada penulis dan banyak memberikan ilmu tanpa pamrih kepada penulis. 5. Bapak Notaris Dr. H. Syahril Sofyan, SH, MKn dan Dr. Dedi Harianto, SH,

MHum, selaku Dosen Penguji yang telah memberikan arahan dan masukan yang konstruktif dalam penulisan tesis ini.

6. Seluruh Bapak dan Ibu Dosen Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara khususnya Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara Medan yang telah memberikan ilmu pengetahuan, jasa dan budi yang tidak terbalaskan oleh penulis.

7. Para pegawai/staf pada Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara yang banyak membantu penulis dalam menyelesaikan studi.

8. Teman-teman seangkatanku, antara lain : Pak Budi Sugiyarso, Pak Kimun Kuara, Pak Khusdjono, Pak Herianto Sinaga, serta teman-teman yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu tanpa kalian perkuliahan ini akan sepi dan terasa berat untuk dijalani, serta tawa canda kita akan kurindukan, terima kasih untuk semuanya.


(10)

Chandra Lim, Clara Claresta Angelim yang telah memberikan doa, perhatian, dan kasih sayang serta dukungannya kepada penulis sedemikian sehingga penulisan tesis ini dapat selesai.

Penulis berharap semoga perhatian dan bantuan yang telah diberikan mendapatkan balasan yang sebaik-baiknya dari Tuhan Yang Maha Esa.

Penulis menyadari bahwa penulisan tesis ini jauh dari sempurna. Walaupun demikian, Penulis mengharapkan semoga tesis ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Medan, Juli 2014 Penulis,


(11)

Tempat / Tgl. Lahir : Panjang Bidang / 3 Desember 1977

Alamat : Jl. Kaharudin Nasution No. 78 Pekan Baru

Status : Menikah

Agama : Budha

II. PENDIDIKAN FORMAL

1. SD Negeri 115476 Ranto Selamat Kec. Kualuh Hulu 1983-1989

2. SMP Swasta Nasional Aek Kanopan 1989-1992

3. SMA Swasta Nasional Aek Kanopan 1992-1995

4. S1 Universitas Islam Riau (UIR) Fakultas Hukum 2007-2011 5. S2 Program Magister Kenotariatan Fakultas Hukum USU 2011-2014


(12)

ABSTRAK ... i

ABSTRACT... ii

KATA PENGANTAR... iii

DAFTAR RIWAYAT HIDUP ... vi

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR SINGKATAN / ISTILAH ASING ... ix

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang... 1

B. Perumusan Masalah ... 7

C. Tujuan Penelitian ... 7

D. Manfaat Penelitian ... 8

E. Keaslian Penelitian ... 8

F. Kerangka Teori dan Konsepsi ... 9

G. Metode Penelitian ... 15

BAB II PENGURUSAN HARTA KEKAYAAN MILIK ANAK ANGKAT DI BAWAH UMUR MENURUT HUKUM PERDATA ... 19

A. Status dan Kedudukan Anak Angkat Menurut KUH Perdata .... 19

B. Perwalian Anak Di bawah umur ... 25

C. Pengurusan Terhadap Harta Milik Anak Di bawah umur ... 36

BAB III PENERAPAN HAK TERHADAP PENGURUSAN HARTA KEKAYAAN ANAK ANGKAT DI BAWAH UMUR DALAM PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG NOMOR 2161 K/PDT/2011 ... 42

A. Kasus Posisi ... 42


(13)

Angkat Di Bawah Umur ... 77

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN ... 105

A. Kesimpulan ... 105

B. Saran ... 106

DAFTAR PUSTAKA ... 109 LAMPIRAN


(14)

SEMA : Surat Edaran Mahkamah Agung

HIR : HerzieneIndonesische Reglemen

RBG : Reglement voor debuiten gewesten

Aangehuwden : Semenda atau periparan

Ab intestato : Menurut undang-undang

Adoptan : Yang mengangkat anak

Algemeene Regels : Ketentuan umum

A priori : Berdasarkan pendapat sendiri yang belum

terbukti kebenarannya

Aquo : Kondisi tidak berubah

Aantreanennimes : Asas peran serta hakim dalam pemeriksaan

perkara di pengadilan

Beherlijk : Perjanjian yang dilaksanakan secara wajar

Belegen : Menyimpan

Beslissend : Menentukan

Beslissende bewijs kracht : Nilai kekuatan pembuktian yang melekat pada alat bukti bersifat menentukan

Beslissende eed : Sumpah pemutus

Bewaargever : Orang yang menyerahkan barang untuk disimpan Bewaarnemer : Orang yang menerima barang untuk disimpan. Bezit geldtals volkomen titel : Titel yang sempurna

Bijstand : Pendamping

Billijkheidstheorie : Teori kepatutan

Bloedvermanten : sedarah

Burjerlijke Wetboek : Kitab Undang-Undang Hukum Perdata


(15)

Force majeur : Keadaan memaksa

Formeel waarheid : Kebenaran formil

General regulation : Peraturan umum

General rule : ketentuan Umum

Gezinj Voogd : Wali soma

Good faith : Itikad baik

Het minst wordt bezwaard : untuk membuktikan

Illegal : Tidak sah

Immateriil. : Sesuatu yang tidak dapat dihitung dengan uang Ingebrekestelling : Debitur dinyatakan dalam keadaan lalai

Innatura : Tidak memperoleh imbalan atas pekerjaan yang

dilakukannya

Inkracht van gewijse : Berkekuatan hukum tetap

Invalid : Dinyatakan cacat hukum

Judex Factie : Fakta hukum

Judex juris. : Penilaian hakim atas penerapan hukum

Juridicto contentiosa : Mengadili suatu sengketa di muka pengadilan Juridicto voluntair : Perkara yang memohon suatu penetapan di

pengadilan

Materiil : Sesuatu yang dapat dihitung dengan uang

Meerderjarig : telah menjadi dewasa

Minderjarige : Anak dibawah umur

Negatief wettelijk stelsel : Sistem pembuktian yang bersifat stelsel negatif

Negligence : karena kelalaian

Objectief rechtelijke theorie : Teori Hukum Obyektif Ondeelbaarheid : Asas tak dapat dibagi-bagi


(16)

Bersangkutan

Testamentair : Menurut surat wasiat

Titel : Gelar / Nama

To enforce the truth an justice : Tujuan dan fungsi peradilan menegakkan kebenaran dan keadilan

Safety box : kotak pengaman pada bank

Subjectiefrechtelijke theorie : Teori Hak

Ultra petitum partium : Putusan tidak boleh mengabulkan melebihi tuntutan yang dikemukakan dalam gugatan Uit voerbaar bij voorraad : Secara serta merta

Ultra vires : Batas kewenangan

Volleding : sempurna

Voogdij : Perwalian

Volledig bewijskracht : Nilai kekuatan sempurna Vrijbewijs kracht : Nilai kekuatan bebas

Weeskamer : Wali Pengawas

Weeskamer : Wali pengawas


(17)

pendidikan dan membesarkan anak tersebut, kedalam lingkungan kekuasaan keluarga orang tua angkat berdasarkan putusan/penetapan Pengadilan Negeri. Akibat hukum pengangkatan anak terhadap orangtua angkatnya adalah bahwa anak angkat tersebut memiliki hubungan keperdataan terhadap orangtua angkatnya, dalam arti anak angkat tersebut memiliki hak yang sama dengan anak kandung dari orangtua yang mengangkatnya dalam hal pembagian harta warisan orangtua angkatnya. Akibat hukum pengangkatan anak tersebut adalah memutuskan hubungan keperdataan dengan orangtua kandungnya.

Jenis penelitian tesis ini menggunakan penelitian yuridis normatif, yang bersifat deskriptif analitis, dimana pendekatan terhadap permasalahan dilakukan dengan mengkaji ketentuan perundang-undangan yang berlaku mengenai hukum pengangkatan anak (adopsi), ketentuan hak pewarisan terhadap anak angkat, dan ketentuan tentang perwalian terhadap anak angkat tersebut apabila kedua orang tua angkatnya telah meninggal dunia.

Penelitian ini mengangkat permasalahan mengenai penguasaan dan pengurusan harta kekayaan milik anak angkat di bawah umur menurut ketentuan yang terdapat di dalam KUH Perdata, dan penerapan hak terhadap pengurusan harta kekayaan anak angkat di bawah umur sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan Perdata yang berlaku untuk golongan Timur Asing Tionghoa

Dari hasil penelitian diketahui bahwa perwalian terhadap anak angkat di bawah umur yang kedua orangtuanya telah meninggal dunia menurut Pasal 359 KUH Perdata adalah wali yang ditunjuk oleh pengadilan. Bahwa hak kepengurusan harta kekayaan di bawah umur atas anak-anak bernama Viviani, Vincent dan Vernia Everlim diberikan kepada wali yang sah yakni Nyonya Amini Nurdin sesuai dengan penetapan pengadilan sebagaimana tersebut di atas, dan hal ini dikuatkan dengan Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia yang memerintahkan, mengembalikan 3 (tiga) batang emas murni milik anak-anak tersebut kepada wali yang sah. Mahkamah Agung juga membatalkan putusan Pengadilan Negeri dan Pengadilan Tinggi Pekanbaru dan menyatakan tergugat I Lim Agek alias Agek dan tergugat II Lim Asiong alias Asiong telah melakukan perbuatan ingkar janji atau wanprestasi.

Kata Kunci: Pengurusan Harta, Anak Angkat Dibawah Umur, Perwalian Bagi Golongan Tionghoa


(18)

consequence on a child adoption is that the adopted child will have civil law relationship with his adopting parents. In this case, he will have the same right as his adopting parents’ biological children, particularly in inheritance. Another legal consequence is that the relationship with his biological parents will be broken off.

The type of the research was judicial normative with descriptive analytical approach in which the problems of the research were studied by analyzing the prevailing legal provisions on adopting a child, inheritance given to an adopted child, and the guardianship for an adopted child if his adopting parents die.

The problem of the research was about the control and the taking care of an under-aged child, according to the civil law on the Chinese ethnic group.

The result of the research showed that guardianship for an under-aged adopted child whose parents had died according to Article 359 of the Civil Code was the person who was appointed by the Court. It was found that a legitimate ‘wali’ (guardian) who was appointed by the Court in having control over and taking care of the property of an under-aged adopted child was Amininurdin under the Decree No. 371/Pdt.P/2005/PN.Mdn on October 20, 2005. It was also found that the legitimate guardian appointed by the Court was Amininurdin who filed a complaint to the defendant I, Lim Agek alias Agek and the defendant II, Lim Asiong alias Asiong because both defendants still have control over the under-aged adopted child’s property which consisted of three ingots of pure gold. The Rulings of Pakanbaru District Court and of Pakanbaru Appellate Court dismissed the lawsuit of Amininurdin by the grounds of a law suit that the object of the suit was vague. The Supreme Court of the Republic of Indonesia vacated the Rulings of Pakanbaru District Court and of Pakanbaru Appellate Court and stated that the defendant I, Lim Agek alias Agek and the Defendant II, Lim Asiong alias Asiong had performed breach of contract or default and required both of them to return the three ingots of pure gold owned by the three under-aged adopted children to their legitimate guardian, Amininurdin, based of the Court’s Ruling.

Keywords: Taking Care of Property, Under-Aged Child, Guardianship for the Chinese Ethnic Group


(19)

A. Latar Belakang

Perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.1

Memiliki keturunan di dalam suatu perkawinan merupakan hal yang didambakan oleh setiap keluarga untuk meneruskan keturunan dan menambah kebahagiaan keluarga. Akan tetapi terkadang keinginan tersebut tidak dapat terwujud karena terbentur pada takdir Ilahi sehingga terdapat kekurangan dan hambatan di antara pasangan tersebut.

Anak merupakan amanah dan karunia Tuhan Yang Maha Esa, serta tumpuan harapan baik bagi orang tua, masyarakat maupun negara. Anak sebagai generasi penerus bangsa mempunyai hak dan kewajiban untuk membangun negara dan bangsa Indonesia. Anak yang dilahirkan dalam keadaan apapun juga, jika ia dilahirkan hidup maka ia sebagai subjek hukum yang perlu dilindungi kepentingannya.

Apabila dalam suatu keluarga itu tidak dilahirkan seorang anak maka untuk melengkapi unsur keluarga itu atau untuk melanjutkan keturunannya dapat dilakukan suatu perbuatan hukum yaitu dengan mengangkat anak (adopsi).2 Perbuatan

1Pasal 1 Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan.

2Bushar Muhammad, Pokok-pokok Hukum Adat, PT. Pradnya Paramita, Jakarta, 2004,


(20)

pengangkatan anak bukanlah merupakan perbuatan yang terjadi pada suatu saat, seperti halnya dengan penyerahan barang, melainkan merupakan suatu rangkaian kejadian hubungan kekeluargaan yang menunjukkan adanya cinta kasih, kesadaran yang penuh dan segala akibat yang ditimbulkan dari pengangkatan anak tersebut.

Tujuan awal pengangkatan anak adalah untuk meneruskan keturunan meskipun dalam perkembangannya tujuan pengangkatan anak berubah menjadi untuk kesejahteraan anak, hal ini tercantum pula dalam Pasal 12 ayat (1) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 1979 Tentang Kesejahteraan Anak yang menyebutkan bahwa, “pengangkatan anak (adopsi) dilaksanakan dengan mengutamakan kepentingan kesejahteraan anak. Kepastian hukum pengangkatan anak diperoleh dari suatu keputusan pengadilan”.3

Pengangkatan anak dapat diartikan sebagai perbuatan hukum yang mengalihkan seorang anak dari lingkungan kekuasaan keluarga orang tua yang sah/walinya yang sah, pada orang lain yang bertanggung jawab atas perawatan, pendidikan dan membesarkan anak tersebut, kedalam lingkungan kekuasaan keluarga orang tua angkat berdasarkan putusan/penetapan Pengadilan Negeri.4

Peraturan Pemerintah Nomor 54 Tahun 2007 Tentang Pelaksanaan Pengangkatan Anak yang dikeluarkan pada tanggal 3 Oktober 2007 merupakan tindak lanjut dari pelaksanaan ketentuan mengenai pengangkatan anak sebagaimana

3Rika Saraswati, Hukum Perlindungan Anak di Indonesia,PT. Citra Aditya Bakti, Bandung,

2009, hal.37.

4

Erna Sofyan Sjukrie,Aspek - Aspek Hukum Perlindangan Anak dalam Rangka Menyongsong Undang -Undang Peradilan Anak, Proyek Pembinaan Tehnis Yustisia MA RI, Jakarta, 1995, hal.17.


(21)

diatur dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak yang diundangkan pada tanggal 22 Oktober 2002 adalah untuk memberikan perlindungan terhadap anak.

Pemberian perlindungan kepada anak terutama yang masih di bawah umur di dalam hukum perdata sangatlah penting. Pada hakekatnya perlindungan anak dalam bidang hukum perdata meliputi banyak aspek hukum, diantaranya : kedudukan anak, pengakuan anak, pengangkatan anak (adopsi), kuasa asuh (hak dan kewajiban) orang tua terhadap anak, pencabutan dan pemulihan kuasa asuh orang tua, perwalian (termasuk Balai Harta Peninggalan), tindakan untuk mengatur yang dapat di ambil guna perlindungan anak serta biaya hidup anak yang ditanggung orang tua akibat perceraian (alimentasi).5

Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak telah menegaskan bahwa pertanggungjawaban orangtua, keluarga, masyarakat, pemerintah dan negara merupakan rangkaian kegiatan yang dilaksanakan secara terus menerus demi terlindunginya hak-hak anak.6 Rangkaian kegiatan tersebut harus terus berkelanjutan dan terarah guna menjamin pertumbuhan dan perkembangan anak, baik fisik, mental, spiritual maupun sosial. Tindakan ini dimaksudkan untuk mewujudkan kehidupan terbaik bagi anak yang diharapkan sebagai penerus bangsa.

5Sholeh Soeaidy, & Zulkhair, Dasar Hukum Perlindungan Anak, CV. Novindo Pustaka

Mandiri, Jakarta, 2001, hal.17.

6

Ahmad Kamil dan M.Fauzan,Hukum Perlindungan dan Pengangkatan Anak di Indonesia, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2008, hal 58.


(22)

Undang-undang perlindungan anak juga meletakkan kewajiban memberikan perlindungan kepada anak berdasarkan asas-asas non diskriminatif, kepentingan yang terbaik bagi anak, hak untuk hidup, kelangsungan hidup dan perkembangan serta penghargaan terhadap pendapat anak.7

Dalam pelaksanaan pembagian harta warisan yang menjadi bagian dari anak angkat seringkali keluarga kandung (sedarah) pewaris mengabaikan perlindungan hukum atas hak-hak anak angkat sehingga berusaha menguasai harta warisan yang menjadi hak anak angkat secara tidak sah. Pengurusan harta warisan anak angkat tersebut merupakan perbuatan wan prestasi yang mengakibatkan kerugian bagi anak angkat.

Salah satu kasus yang terjadi adalah terkait dengan perlindungan harta warisan milik anak angkat yang masih di bawah umur masing-masing bernama : Viviani, Vincent dan Vernia Everlim, yang menjadi sengketa di Pengadilan Negeri Pekanbaru dengan Perkara Nomor 79/Pdt/G/2009/PN.PBR.

Viviani, Vincent dan Vernia Everlim adalah anak angkat dari Sui Liong alias A Hok alias Suryadi Suwandi dengan Kartini. Pada tanggal 5 September 2005 Sui Liong alias A Hok alias Suryadi Suwandi dan Kartini meninggal dunia dalam

kecelakaan pesawat terbang Mandala di Medan.

Setelah kedua orangtua angkat tersebut meninggal dunia, melalui penetapan Nomor : 371/Pdt.P/2005/PN.Mdn tertanggal 20 Oktober 2005, Amini Nurdin yang


(23)

merupakan nenek dari Viviani, Vincent dan Vernia Everlim menjadi wali bagi ketiga anak angkat tersebut.

Dari peninggalan orangtuanya (Kartini dan Sui Liong alias A Hok alias Suryadi Suwandi), ketiga anak angkat tersebut yaitu Viviani, Vincent dan Vernia Everlim memperoleh bagian dari harta orangtua angkatnya masing-masing 1 (satu) potong emas murni batangan yang dipesan di toko mas Gemar yang beralamat di Jalan Hasyim Ashari Nomor 12 A Pekanbaru.

Viviani memiliki 1 potong emas murni batangan seberat 185 gram, Vincent memiliki 1 potong emas murni batangan seberat 179 gram dan Vernia Everlim memiliki 1 potong emas murni batangan seberat 179 gram sebagaimana termuat di dalam Nota tertanggal 21 Maret 2006.

Selanjutnya dalam pengurusan harta-harta peninggalan milik ketiga cucunya tersebut Nyonya Amini Nurdin selaku wali telah mengajukan perkara perdata di Pengadilan Negeri Medan Nomor 446/Pdt.G/2007/PN.Mdn kepada pihak-pihak yang menguasai harta-harta peninggalan dari orangtua ketiga cucunya dan perkara perdata dimaksud telah berkekuatan hukum tetap, sebagaimana Salinan Putusan perkara perdata Nomor : 446/Pdt.G/2007/PN.Mdn tertanggal 10 Juli 2008.

Kemudian sebagian dari harta peninggalan berupa 1 (satu) potong emas murni batangan seberat 185 gram atas nama Viviani beserta surat aslinya, 1 (satu) potong emas murni batangan seberat 179 gram atas nama Vincent beserta surat aslinya dan 1 (satu) potong emas murni batangan seberat 179 gram atas nama Vernia Everlim beserta surat aslinya, yang berada di Pekanbaru tidak mungkin dibawa ke Medan


(24)

pada saat itu oleh Penggugat dititipkan kepada Tergugat I, Lim A Gek alias Agek, pada tanggal 18 Juli 2008 dan akan dikembalikan kepada Penggugat sebulan kemudian, sesuai dengan Surat Tanda Penitipan Barang tertanggal 18 Juli 2008.

Setelah lewat waktu dari penitipan, Penggugat telah berulang kali meminta kepada Tergugat I Lim A Gek alias Agek secara baik-baik untuk mengembalikan emas-emas murni batangan dimaksud, namun Tergugat I Lim A Gek tidak mempunyai itikad baik untuk mengembalikannya kepada Penggugat dan bahkan menurut Tergugat I telah diberikannya kepada Tergugat II Lim A Asiong alias Asiong tanpa sepengetahuan dari Penggugat.

Setelah dikonfirmasi kepada Tergugat II, Tergugat II menerangkan memang benar emas batangan dimaksud ada padanya dan hingga gugatan diajukan, Tergugat II tidak juga menyerahkan emas murni batangan tersebut kepada Penggugat.

Dari uraian-uraian tersebut jelaslah bahwa Tergugat-tergugat telah melakukan perbuatan wanprestasi karena menguasai benda yang merupakan milik ketiga anak angkat (selaku penggugat yang dalam hal ini diwakili oleh wali mereka) secara tidak sah karena telah dilakukan penitipan secara sah kepada para tergugat, sehingga menimbulkan kerugian bagi ketiga anak tersebut.

Pengadilan Negeri Pekanbaru memutus perkara tersebut dengan menyatakan bahwa gugatan Penggugat tidak dapat diterima. Selanjutnya Penggugat mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi Pekanbaru.

Pengadilan Tinggi Pekanbaru Nomor : 76/PDT/2010/PTR juga memutuskan hal yang sama atau menguatkan putusan Pengadilan Negeri Pekanbaru sehingga


(25)

Penggugat/Pembanding mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung dengan perkara Nomor : 2161 K/Pdt/2011.

Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka perlu suatu penelitian dengan judul “Analisis Yuridis Pengurusan Harta Kekayaan Anak Angkat Di bawah umur Pada Wni Keturunan Tionghoa (Studi Kasus Putusan Mahkamah Agung Nomor 2161 K/Pdt/2011).

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang tersebut di atas, merumuskan beberapa masalah yang akan dibahas dalam penelitian ini sebagai berikut :

1. Bagaimana pengurusan harta kekayaan milik anak angkat di bawah umur menurut ketentuan yang terdapat di dalam KUH Perdata?

2. Bagaimana penerapan hak terhadap pengurusan harta kekayaan anak angkat di bawah umur dalam putusan Mahkamah Agung Nomor 2161 K/PDT/2011?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah tersebut di atas, maka tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Untuk mengetahui pengurusan harta kekayaan milik anak angkat di bawah umur menurut ketentuan yang terdapat di dalam KUH Perdata.

2. Untuk mengetahui Penerapan hak terhadap pengurusan harta kekayaan anak angkat di bawah umur dalam putusan Mahkamah Agung Nomor 2161 K/PDT/2011.


(26)

D. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat yang didapat serta diperoleh dari hasil penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Secara Teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan hukum bidang keperdataan khususnya yang berkaitan dengan perlindungan terhadap harta warisan milik anak angkat yang masih di bawah umur.

2. Secara Praktis

Penelitian ini diharapkan dapat mengungkapkan berbagai permasalahan yang timbul dalam kasus pengurusan harta warisan milik anak angkat yang masih di bawah umur.

E. Keaslian Penelitian

Berdasarkan pemeriksaan dan informasi serta penelusuran yang dilakukan di kepustakaan Universitas Sumatera Utara, maka penelitian dengan judul Analisis Yuridis Analisis Yuridis Pengurusan Harta Kekayaan Anak Angkat Di bawah umur Pada Wni Keturunan Tionghoa (Studi Kasus Putusan Mahkamah Agung Nomor 2161 K/Pdt/2011) belum pernah dilakukan oleh peneliti lainnya terutama dalam topik dan permasalahan yang sama, sehingga dengan demikian penelitian ini adalah asli dan dapat dipertanggung jawabkan kebenarannya secara ilmiah.


(27)

Judul tesis lain yang berkaitan dengan masalah harta warisan yang pernah ditulis sebelumnya, adalah :

Penelitian dengan judul “Kedudukan anak terhadap harta warisan dari orangtuanya yang perkawinannya tidak dicatatkan di Dinas Kependudukan : Pada Masyarakat Tionghoa Kota Medan” oleh Rehbana, Mahasiswa Magister Kenotariatan, Nomor Induk 017011052. Rumusan permasalahan yang dibahas adalah:

1. Mengapa etnis Tionghoa di Kota Medan tidak mencatatkan perkawinannya di Dinas Kependudukan?

2. Bagaimana tanggungjawab orangtua terhadap nafkah anak yang lahir dari perkawinan yang tidak dicatatkan di Dinas Kependudukan?

3. Bagaimana hak anak yang lahir dari perkawinan yang tidak dicatatkan di Dinas Kependudukan terhadap harta peninggalan dari orangtua biologisnya?

F. Kerangka Teori dan Konsepsi 1. Kerangka Teori

Kerangka teori merupakan ”kerangka pemikiran atau butir-butir pendapat, teori, thesis mengenai suatu kasus atau permasalahan(problem), yang menjadi bahan perbandingan, pegangan teoritis yang mungkin disetujui ataupun tidak disetujui.8

Kerangka teori adalah penentuan tujuan dan arah penelitian dalam memilih konsep-konsep yang tepat guna pembentukan hipotesa-hipotesanya.9 Teori itu


(28)

bukanlah pengetahuan yang sudah pasti tetapi harus dianggap sebagai petunjuk analisis dari hasil penelitian yang dilakukan sehingga merupakan masukan eksternal bagi penelitian ini.

Teori-teori tersebut berfungsi untuk menerangkan atau menjelaskan mengapa gejala spesifik atau proses tertentu terjadi dan suatu teori harus diuji dengan menghadapkannya pada fakta-fakta yang dapat menunjukkan ketidakbenaran.10

Berdasarkan pengertian teori dan kegunaan serta daya kerja teori tersebutdi atas dihubungkan dengan judul penelitian ini tentang “Analisis Yuridis Analisis Yuridis Pengurusan Harta Kekayaan Anak Angkat Di bawah umur Pada WNI Keturunan Tionghoa (Studi Kasus Putusan Mahkamah Agung Nomor 2161 K/Pdt/2011), maka dipergunakan teori keadilan dan teori kepastian hukum.

Keadilan dikonsepkan sebagai hasil-hasil konkrit yang bisa diberikan kepada masyarakat. Menurut Roscoe Pound, bahwa hasil yang diperoleh itu hendaknya berupa pemuasan kebutuhan manusia sebanyak-banyaknya dengan pengorbanan sekecil-kecilnya. Dengan kata lain semakin meluas/banyak pemuasan kebutuhan manusia tersebut, maka akan semakin efektif menghindari pembenturan antara manusia.11

Tujuan dari hukum adalah menghendaki keadilan semata-mata dan isi dari hukum ditentukan oleh kesadaran etis mengenai apa yang di katakan adil dan apa

9Soerjono Soekanto, Beberapa Aspek Sosial Yuridis dan Masyarakat, Alumni, Bandung,

1983, hal 129.

10Ibid,hal.129. 11

Lexy J. Moleong. Metodologi Penelitian Kualitatif ,Remaja Rosdakarya, Bandung, 2002, hal.34.


(29)

yang dikatakan tidak adil. Menurut teori yang dikemukakan oleh Roscoe Pound tersebut, tugas suci dan luhur dari hukum ialah keadilan dengan cara memberikan kepada tiap-tiap orang apa yang berhak ia terima sehingga diperlukan peraturan tersendiri bagi tiap-tiap kasus. Untuk terlaksananya hal tersebut, maka menurut teori ini hukum harus membuat apa yang dinamakan peraturan/ ketentuan umum (Algemeene Regels).12

Kepastian hukum sangat diperlukan untuk menjamin ketentraman dan ketertiban dalam masyarakat karena kepastian hukum (peraturan/ketentuan umum) mempunyai sifat sebagai berikut :

a. Adanya paksaan dari luar (sanksi) dari penguasa yang bertugas mempertahankan dan membina tata tertib masyarakat dengan perantara alat-alatnya (aparatur negara).

b. Sifat undang- undang yang berlaku bagi siapa saja.

Kepastian hukum ditujukan pada sikap lahir manusia, ia tidak mempersoalkan apakah sikap batin seseorang itu baik atau buruk, yang diperhatikan adalah bagaimana perbuatan lahiriahnya. Kepastian hukum tidak memberi sanksi kepada seseorang yang mempunyai sikap batin yang buruk, akan tetapi yang diberi sanksi adalah perwujudan dari sikap batin yang buruk tersebut atau menjadikannya perbuatan yang nyata atau konkrit.

Namun demikian dalam prakteknya apabila kepastian hukum dikaitkan dengan keadilan sering sekali tidak sejalan satu sama lain. Hal ini dikarenakan di satu


(30)

sisi tidak jarang kepastian hukum mengabaikan prinsip- prinsip keadilan dan sebaliknya tidak jarang pula keadilan mengabaikan prinsip-prinsip kepastian hukum. Kemudian apabila dalam prakteknya terjadi pertentangan antara kepastian hukum dan keadilan, maka keadilanlah yang harus diutamakan. Alasannya adalah bahwa keadilan pada umumnya lahir dari hati nurani pemberi keadilan sedangkan kepastian hukum lahir dari sesuatu yang konkrit.

Perlindungan hukum terhadap hak-hak anak diatur dalam Pasal 22 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak, didalamnya diatur bahwa negara dan pemerintah berkewajiban dan bertanggung jawab memberikan dukungan dan prasarana dalam menyelenggarakan perlindungan anak. Pasal 23 ayat (1) menyebutkan negara dan pemerintah mengawasi penyelenggaraan perlindungan anak.13

Negara dan pemerintah menjamin anak untuk mempergunakan haknya dalam menyampaikan pendapat sesuai dengan usia dan tingkat kecerdasan anak.14 Kewajiban dan tanggung jawab masyarakat terhadap perlindungan anak dilaksanakan melalui peran masyarakat dalam menyelenggarakan perlindungan anak15.

Di Indonesia pandangan modern tentang peranan hukum sebagai sarana pembangunan digambarkan oleh Mochtar Kusumaatmadja dengan mengatakan bahwa hukum itu mempunyai dua fungsi yakni sebagai sarana ketertiban masyarakat (menjamin adanya ketertiban dan kepastian) dan sarana perubahan masyarakat.

13Rika, Saraswati,Opcit,hal.211

14Pasal 24 Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak 15Pasal 25 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak


(31)

Dalam keterkaitannya dengan kasus ini diharapkan Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 2161 K/PDT/2011 dapat memberikan suatu keadilan dan kepastian hukum bagi kedua belah pihak.

2. Kerangka Konsepsi

Konsep diartikan sebagai kata yang menyatakan abstrak yang digeneralisasikan dari hal-hal yang khusus, yang disebut dengan defenisi operasional.16 Kegunaan dari adanya konsepsi agar supaya ada pegangan dalam melakukan penelitian atau penguraian, sehingga memudahkan bagi orang lain untuk memahami batasan-batasan atau pengertian-pengertian yang dikemukakan.17

Kerangka konsepsi pada hakekatnya merupakan suatu pengarah atau pedoman yang lebih konkrit dari kerangka teoritis yang seringkali bersifat abstrak, sehingga diperlukan defenisi-defenisi operasional yang menjadi pegangan konkrit dalam proses penelitian.18

Agar terdapat persamaan persepsi dalam memahami penulisan di dalam penelitian ini, maka dipandang perlu untuk menjelaskan beberapa konseptual sebagaimana terdapat di bawah ini:

Pengurusan : proses, cara, perbuatan menguasai sesuatu. Bentuk pengurusan secara khusus dihasilkan dari pengurusan terhadap harta yang belum dimiliki oleh seseorang atau badan hukum, seperti : mengambil air di sungai, pengurusan melalui

16Sumadi Suryabarata, Metodologi Penelitian, Raja Grafindo, Jakarta, 1998, hal.3 17Hilman Hadikusuma,Hukum Waris Adat,Citra Aditya Bakti, Bandung, 1999, hal.5 18Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji,Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat,


(32)

transaksi seperti jual beli, pengurusan melalui peninggalan seperti harta warisan atau pengurusan dari harta yang dimiliki seperti buah dari pohon.

Harta Warisan adalah kekayaan yang berupa keseluruhan aktiva dan pasiva yang ditinggalkan pewaris dan berpindah kepada ahli waris (hak dan kewajiban yang dapat dinilai dengan uang).19

Ahli Waris adalah orang yang menggantikan kedudukan pewaris di dalam kedudukannya terhadap warisan, baik untuk seluruhnya, maupun untuk sebagian tertentu.20

Anak adalah amanah sekaligus karunia Tuhan Yang Maha Esa yang senantiasa harus dijaga karena dalam dirinya melekat harkat, martabat dan hak-hak sebagai manusia yang harus dijunjung tinggi. Hak asasi anak merupakan bagian dari hak asasi manusia yang termuat dalam Undang-Undang Dasar 1945 dan Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Hak-Hak Anak. Dari sisi kehidupan berbangsa dan bernegara, anak adalah masa depan bangsa dan generasi penerus cita-cita bangsa, sehingga setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh dan berkembang, berpartisipasi serta berhak atas perlindungan dari tindak kekerasan dan diskriminasi serta hak sipil dan kebebasan.

Anak angkat adalah anak yang diambil dan dijadikan anak oleh orang lain sebagai anaknya. Anak angkat itu mungkin seorang laki-laki, mungkin pula seorang

19Surini Ahlan Sjarif, dkk, Hukum Kewarisan Perdata Barat Pewarisan Menurut Undang-Undang, Kencana, Jakarta, 2006, hal.10

20

Ali Afandi,Hukum Waris, Hukum Keluarga dan Hukum Pembuktian, PT. Bina Aksara, Jakarta, 1986, hal. 7


(33)

anak perempuan.21 Anak Di bawah umur adalah setiap anak yang belum berusia 21 tahun dan tidak lebih dahulu telah kawin.22

Peraturan Pemerintah tentang Pengangkatan Anak memberikan defenisi anak angkat adalah anak yang haknya dialihkan dari lingkungan kekuasaan keluarga orang tua, wali yang sah atau orang lain yang bertanggung jawab atas perawatan, pendidikan dan membesarkan anak tersebut kedalam lingkungan keluarga orang tua angkatnya berdasarkan keputusan atau penetapan pengadilan.23

G. Metode Penelitian

Kata metode berasal dari bahasa Yunani yaitu ”method” yang berarti jalan atau cara untuk memikirkan dan memeriksa sesuatu menurut rencana tertentu, menyangkut cara kerja untuk memahami objek yang menjadi sasaran ilmu yang bersangkutan24.

1. Sifat dan Jenis Penelitian

Penelitian ini bersifat deskriptif yaitu penelitian yang hanya menggambarkan fakta-fakta tentang objek penelitian baik dalam kerangka sistematisasi maupun sinkronisasi berdasarkan aspek yuridis, dengan tujuan menjawab permasalahan yang menjadi objek penelitian.25 Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini

21B. Bastian Tafal, Pengangkatan Anak Menurut Hukum Adat Serta Akibat Hukumnya di Kemudian Hari, Rajawali, Jakarta 1983, hal.39

22Ibid,hal 7.

23Pasal 1 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 54 Tahun 2007 Tentang Pelaksanaan

Pengangkatan Anak

24M.Marwan dan Jimmy P,Kamus Hukum,Reality Publisher, Surabaya, 2009, hal.434 25

Bambang Sunggono, Metodologi Penelitian Hukum, Cetakan Ketiga, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2001, hal. 116-117.


(34)

adalah penelitian yuridis normatif atau penelitian hukum normatif yaitu suatu penelitian yang didasarkan kepada ketentuan yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai anak angkat (adopsi), perwalian, dan penguasaan dan pengurusan harta kekayaan anak angkat di bawah umur yang kedua orangtuanya telah meninggal dunia serta peraturan perundang-undangan yang terkait dengan penguasaan dan pengurusan harta kekayaan anak angkat di bawah umur tersebut.26 Penelitian hukum normatif dilakukan dengan cara menganalisa ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku sebagaimana tersebut di atas sebagai bahan acuan dan rujukan untuk menjawab permasalahan yang ada dalam penelitian ini dan mencari solusi yang tepat atas permasalahan tersebut.

2. Sumber Data

Data yang dibutuhkan dalam penelitian ini adalah data sekunder yaitu data yang dikumpulkan melalui studi dokumen terhadap bahan kepustakaan atau library research27yang terdiri dari:

a. Bahan hukum primer yakni bahan hukum yang terdiri dari peraturan perundang-undangan, yang meliputi Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, Peraturan Pemerintah Nomor 54 Tahun 2007 Tentang Pelaksanaan Pengangkatan Anak, dan Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor : 2161/ K/Pdt/2011.

26Johny Ibrahim,Teori dan Metodologi Penelitian Hukum Normatif, Bayu Media Publishing,

Surabaya, 2005, hal. 57.


(35)

b. Bahan hukum sekunder adalah hasil penelitian para ahli hukum yang termuat dalam literatur, jurnal maupun artikel, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang pasal-pasalnya mengatur dan berhubungan dengan penelitian ini.

c. Bahan hukum tersier yakni bahan hukum yang memberikan petunjuk atau penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder seperti kamus hukum, kamus umum, ensiklopedia hukum yang berhubungan dengan materi penelitian ini.

3. Alat Pengumpulan Data

Alat pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini dilakukan dengan mengadakan studi dokumen yaitu dengan melakukan inventarisasi dan sistematisasi literatur yang berkaitan dengan penerapan peraturan perundang-undangan tentang hak warisan anak angkat yang masih di bawah umur.

Data sekunder yang dikumpulkan dalam penelitian ini dilakukan untuk mendapatkan konsepsi teori atau doktrin, pemikiran konseptual dan penelitian yang dilakukan oleh pihak lain yang relevan dengan penelitian ini dengan cara menelaah dan menginventarisasi pemikiran atau pendapat juga sejarah atau latar belakang pemikiran tentang perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh pihak-pihak dalam pengurusan dan pengelolaan harta warisan milik anak angkat.

4. Analisis Data

Dalam suatu penelitian sangat diperlukan suatu analisis data yang berguna untuk memberikan jawaban terhadap permasalahan yang diteliti. Analisis data adalah


(36)

proses mengatur urutan data, mengorganisasikannya ke dalam suatu pola, kategori dan satuan uraian dasar.28 Analisis data dalam penelitian ini menggunakan analisa kualitatif yaitu penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis yang bertolak dari asumsi tentang realitas atau fenomena sosial yang bersifat unik dan kompleks karena terdapat regularitas atau pola tertentu, namun penuh dengan variasi (keragaman).29 Dengan demikian kegiatan analisis data ini dilakukan dengan pendekatan kualitatif yang diharapkan dapat memberikan kesimpulan solusi yang baik dan benar yang dilakukan dengan menggunakan metode analisa dedukatif yaitu cara berpikir yang dimulai dari hal yang umum untuk selanjutnya mengambil hal-hal yang khusus sebagai kesimpulan sekaligus jawaban dari permasalahan dan tujuan penelitian ini.30

28Lexy J. Moleong, Opcit, hal. 103 29

Burhan Bungin, Analisa Data Penelitian Kualitatif, Pemahaman Filosofis dan Metodologis Kearah Pengurusan Modal Aplikasi, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2003, hal. 53


(37)

BAB II

PENGURUSAN HARTA KEKAYAAN MILIK ANAK ANGKAT DI BAWAH UMUR MENURUT HUKUM PERDATA

A. Status dan Kedudukan Anak Angkat Menurut KUH Perdata

Sejak diundangkannya Staatblad. 1917 Nomor 129 tanggal 29 Maret 1917 juncto Staatblad. 1924-557 yang diundangkan pada tanggal 1 Maret 1975 dinyatakan bahwa seluruh ketentuan dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata (KUH Perdata) yang berlaku bagi golongan Eropa termasuk hukum keluarganya juga memuat ketentuan-ketentuan tentang pengangkatan anak berlaku juga bagi golongan Timur Asing Tionghoa31.

Kitab Undang-undang Hukum Perdata (KUH Perdata) tidak mengatur secara tegas dan jelas tentang pengangkatan anak. Pengangkatan anak di kalangan Warga Negara Indonesia keturunan Tionghoa merupakan suatu perbuatan hukum yang lazim dilakukan karena menurut tradisi, seorang laki-laki harus mempunyai anak laki-laki untuk melanjutkan garis keturunannya.32

Pengangkatan atas 3 (tiga) orang anak di bawah umur yang berada di bawah perwalian Nyonya Amini Nurdin masing-masing bernama Viviani, Vincent dan Vernia Everlim menggambarkan bahwa pengangkatan bagi Warga Negara Indonesia keturunan Tionghoa tidak lagi mengharuskan mengangkat anak laki-laki.

31

Soedaryo Soimin, Himpunan Dasar Hukum Pengangkatan Anak, Sinar Grafika, Jakarta, 2004, hal. 78.


(38)

Semula pengangkatan anak bagi Warga Negara Indonesia keturunan Tionghoa diharuskan mengangkat anak laki-laki. Namun dalam perkembangannya dimungkinkan pengangkatan anak perempuan yaitu berdasarkan Putusan Pengadilan Negeri Istimewa Jakarta Nomor 907/1963 tertanggal 29 Mei 1963 yang menetapkan tentang pengangkatan anak perempuan, dalam hal ini secara otomatis kedudukan anak angkat perempuan ini dipersamakan dengan anak angkat laki-laki.

Pengangkatan anak mengakibatkan putusnya hubungan keperdataan antara anak yang diangkat dengan orang tua kandung,33 dan kedudukan anak angkat dipersamakan dengan anak kandung oleh orang tua yang mengangkat, sehingga apabila orangtua angkat meninggal dunia maka anak angkat berhak mewaris harta kekayaan dari orang tua angkatnya tersebut.

Akibat hukum yang timbul dengan terjadinya peristiwa hukum kematian orangtua angkat adalah masalah bagaimana pengurusan dan kelanjutan hak-hak dan kewajiban-kewajiban orangtua angkat yang meninggal dunia tersebut. Penyelesaian hak dan kewajiban tersebut diatur oleh hukum kewarisan.34

Hukum kewarisan memuat ketentuan yang mengatur cara penerusan dan peralihan harta kekayaan (berwujud atau tidak berwujud) dari pewaris kepada para ahli warisnya.35

33Tamakiran S, Asas-Asas Hukum Waris Menurut Tiga Sistem Hukum, CV. Pionir Jaya,

Bandung,1992, hal. 52.

34Eman Suparman,Hukum Waris Indonesia, Refika Aditama, Jakarta, 1995, hal. 1 35Hilman Hadikusuma,Hukum Waris Adat, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2003, hal. 8


(39)

Ahli waris menurut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata terdiri dari dua jenis, yaitu ahli waris ab intestato (menurut undang-undang) dan ahli waris testamentair (menurut surat wasiat).36 Mengenai ahli waris, dalam KUH Perdata digolongkan menjadi 4 (empat) golongan, yaitu :

1. Anak atau keturunannya dan isteri (suami) yang masih hidup;37 2. Orang tua (bapak dan ibu) dan saudara pewaris;38

3. Kakek dan nenek, atau leluhur lainnya dalam garis lurus ke atas.39 4. Sanak keluarga dalam garis kesamping sampai derajat ke enam.40

Sebagaimana diketahui bahwa masalah pengangkatan anak (adopsi) tidak diatur dalam KUH Perdata. Di dalam KUH Perdata yang diatur hanyalah pengakuan anak luar kawin, yaitu sebagaimana termuat pada BUKU I Bab XII bagian III Pasal 280 sampai dengan Pasal 289 KUH Perdata. Pengakuan anak sebagaimana terjadi dalam praktek di masyarakat dan dunia peradilan saat ini, tidak hanya terbatas pada pengakuan anak luar kawin, tetapi sudah mencakup pengakuan anak dalam arti luas.41

Pengangkatan anak dalam hukum perdata barat dikenal dengan istilah adopsi yang diatur dalamStaatsblad Tahun 1917 Nomor 129 tanggal 29 Maret 1917, yang merupakan satu-satunya pelengkap bagi KUH Perdata yang memang tidak mengatur

36Syahril Sofyan,Beberapa Dasar Teknik Pembuatan Akta (Khusus Warisan, Medan Pustaka

Bangsa Press, 2010, hal. 23.

37Pasal 852 KUH Perdata

38Pasal 854, 856 dan 857 KUH Perdata 39Pasal 853 KUH Perdata

40Pasal 861 ayat 1 KUH Perdata


(40)

masalah adopsi. Adopsi yang termuat dalamStaatsblad 1917 Nomor 129 tersebut di atas hanya berlaku untuk golongan Timur Asing Tionghoa. Pasal 5 huruf a Ketentuan tentang pengangkatan anak sebagaimana diatur dalam Staatsblad 1917 Nomor 129 tersebut menyebutkan,

“Suami, istri atau duda yang tidak mempunyai anak laki-laki yang sah dalam garis keturunan laki-laki, baik keturunan dari kelahiran atau keturunan karena pengangkatan. Orang demikian diperbolehkan mengangkat anak laki-laki sebagai anaknya dari seorang janda (cerai mati) yang tidak mempunyai anak laki-laki dan tidak dilarang oleh bekas suaminya dengan suatu wasiat”.

Pasal 6 Staatsblad 1917 Nomor 129 menyebutkan, “Yang boleh diangkat adalah anak tionghoa laki-laki yang tidak beristri dan tidak beranak serta tidak sedang dalam status diangkat oleh orang lain”. Pasal 7 ayat (1) Staatsblad1917 Nomor 129 menyebutkan, “ Usia anak laki-laki yang diangkat harus 18 (delapanbelas) tahun lebih muda dari suami dan 15 (limabelas) tahun lebih muda dari istri. Pasal 10 Staatsblad1917 Nomor 129 menyebutkan bahwa, “Adopsi harus dilakukan atas dasar kata sepakat, dan pengangkatan anak harus dilakukan dengan akta notaris”. Pasal 15 ayat (1) Staatsblad 1917 Nomor 129 menyebutkan, “Suatu adopsi tidak dapat dibatalkan dengan kesepakatan para pihak”. Pasal tersebut merupakan penyimpangan dari ketentuan Pasal 1338 ayat (2) KUH Perdata yang menyebutkan bahwa, “Suatu perjanjian yang dibuat secara sah dapat dibatalkan dengan sepakat para pihak yang membuat perjanjian yang bersangkutan”. Secara yuridis formal, motif pengangkatan anak tidak ada ketentuannya, akan tetapi secara kultural motif pengangkatan anak dalam sistem adat tionghoa adalah agar dapat meneruskan keturunan, agar dapat menerima abu leluhur, dan sebagai pancingan agar dapat memperoleh keturunan


(41)

laki-laki. “Selanjutnya Pasal 15 ayat (2) Staatsblad 1917 Nomor 129 menyebutkan, “Pengangkatan terhadap anak perempuan dan pengangkatan dengan cara tidak membuat akta otentik batal demi hukum. Disamping itu adopsi atas tuntutan oleh pihak yang berkepentingan juga dapat dinyatakan batal demi hukum”.

Akibat hukum pengangkatan anak adalah bahwa anak angkat tersebut mempunyai kedudukan yang sama dan sederajat seperti anak yang lahir dari perkawinan suami-istri yang mengangkatnya dan hubungannya dengan keluarga asal menjadi putus. Penerimaan anak angkat sebagai keluargaadoptandatang tidak hanya dari keluargaadoptan,tetapi juga dari masyarakat lingkungannya.42

Ada 3 (tiga) akibat hukum dari pengangkatan anak yaitu:43

a. Memberikan ketentuan bahwa adopsi menyebabkan anak angkat tersebut berkedudukan sama dengan anak sah dari perkawinan orang tua yang mengangkatnya

b. Adopsi menghapus semua hubungan kekeluargaan dengan keluarga asal, kecuali dalam hal, penderajatan keluarga sedarah dan semenda dalam bidang hukum perkawinan, Ketentuan pidana didasarkan atas keturunan, perhitungan biaya perkaradan penyanderaan, mengenai pembuktian dengan saksi, mengenai saksi dalam pembuatan akta otentik. Oleh karena akibat hukum adopsi menyebabkan hubungan kekeluargaan dengan keluarga asalnya menjadi terputus, maka hal ini berakibat pula pada hukum waris, yaitu anak angkat tersebut tidak lagi mewaris

42J.Satrio,Hukum Keluarga Tentang Kedudukan Anak Angkat Dalam Undang-Undang, Citra

Aditya Bakti, Bandung, 2000, hal.192-193


(42)

dari keluarga sedarah asalnya, sebaliknya sekarang mewaris dari keluarga ayah dan ibu yang mengadopsi dirinya. Pasal 11 Staatsblad 1917 Nomor 129 menyebutkan bahwa akibat hukum dari perbuatan pengangkatan anak adalah, “Anak adopsi secara hukum mempunyai nama keturunan dari orang yang mengadopsi”. Selanjutnya Pasal 12 ayat (1) Staatsblad 1917 Nomor 129 menyebutkan bahwa, “Anak adopsi dijadikan sebagai anak yang dilahirkan dari orang yang mengadopsi. Konsekuensinya anak adopsi menjadi ahli waris dari orang yang mengadopsinya”. Anak adopsi dipersamakan kedudukan dan derajatnya dengan anak sah yang lahir dari perkawinan suami-istri yang mengadopsi anak tersebut dengan segala konsekuensi hukumnya, khususnya di bidang hukum waris, dimana anak adopsi tersebut berhak mewarisi harta kekayaan orang tua yang mengadopsinya bersama-sama dengan anak sah yang dilahirkan dari perkawinan suami-istri yang mengadopsinya.44

Dalam kasus ini Viviani, Vincent dan Vernia Everlim selaku Anak Angkat yang sah diangkat berdasarkan Putusan Pengadilan Negeri memiliki status dan kedudukan yang sama dengan anak kandung sehingga merupakan ahli waris golongan pertama. Artinya mereka akan menutup atau menghalangi hak anggota keluarga lainnya dalam garis lurus ke atas maupun ke samping. Demikian pula golongan yang lebih tinggi derajatnya menutup yang lebih rendah derajatnya.

44 Herwando Pramanto,Hak Mewaris Anak Angkat Menurut KUH Perdata, Pustaka Ilmu,


(43)

Golongan ahli waris ditetapkan secara berurutan tetapi tidak membedakan ahli waris laki-laki dan perempuan, juga tidak membedakan urutan kelahiran, hanya ada ketentuan jika terdapat orang-orang dari golongan pertama, mereka itulah yang bersama-sama berhak mewaris semua harta peninggalan pewaris. Jika tidak terdapat anggota keluarga dari golongan pertama, maka orang-orang yang termasuk dalam golongan kedualah yang berhak sebagai ahli waris. Jika tidak terdapat anggota keluarga dari golongan kedua, maka orang-orang yang termasuk dalam golongan ketigalah yang berhak mewaris. Jika semua golongan ini tidak ada barulah mereka yang termasuk dalam golongan ke empat secara bertingkat berhak mewaris. Jika semua golongan ini sudah tidak ada, maka negaralah yang mewaris semua harta peninggalan pewaris.45

B. Perwalian Anak Di Bawah Umur

Menurut ketentuan hukum yang berlaku di Indonesia setiap orang dapat menjadi subyek hukum, akan tetapi ada subyek hukum yang tidak sempurna artinya bahwa subyek hukum itu hanya mempunyai kehendak tetapi tidak mampu untuk menuangkan kehendaknya di dalam perbuatan hukum. Subyek hukum yang tidak sempurna tersebut diantaranya adalah :

a. Orang-orang yang belum dewasa/anak di bawah umur; b. Mereka yang ditaruh di bawah pengampuan;

45

Abdulkadir Muhammad,Hukum Perdata Indonesia, PT. Citra Aditya Bakti, 2000, Bandung, hal. 266.


(44)

c. Orang-orang perempuan (wanita dalam perkawinan).46

Mengenai subyek hukum yang tidak sempurna, yaitu orang-orang yang belum dewasa, menurut Pasal 330 KUH Perdata adalah mereka yang belum mencapai umur 21 tahun dan belum pernah kawin sebelumnya,47 sedangkan wanita dalam perkawinan sejak dikeluarkannya SEMA Nomor 03 Tahun 1963, maka kedudukan wanita dalam perkawinan dianggap cakap menurut hukum, hal ini sesuai dengan ketentuan Pasal 31 Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.

Dalam hal anak angkat masih di bawah umur, maka ketika orangtua angkat meninggal dunia negara berkewajiban dan bertanggungjawab untuk menjamin kepentingan anak-anak di bawah umur tersebut. Tanggungjawab negara terhadap anak-anak di bawah umur diwujudkan dengan menetapkan wali (perwalian) bagi anak-anak tersebut melalui penetapan Hakim. Perwalian(voogdij)adalah pengawasan terhadap anak yang di bawah umur, yang tidak berada di bawah kekuasaan orangtua sehingga pengurusan benda atau kekayaan anak tersebut diatur oleh Undang-undang.48

Perwalian adalah pengawasan anak di bawah umur.49 Perwalian merupakan suatu perbuatan hukum yang melahirkan akibat hukum berupa hak dan kewajiban sehingga dalam pelaksanaannya dituntut harus sesuai dengan aturan-aturan hukum yang berlaku. Bahwa mereka yang belum dewasa dan tidak berada dibawah

46R. Subekti,Pokok-Pokok Hukum Perdata,PT. Internusa, Bandung, 1994, hal. 341.

47R. Subekti dan R.Tjitrosudibyo, Kitab Undang-undang Hukum Perdata, PT.Pradnya

Paramita, Jakarta, 2004, hal. 90

48R.Subekti,Pokok-pokok Hukum Perdata, Intermasa, Jakarta, 2003, hal.42 49Ibid,hal.53


(45)

kekuasaan orang tua, berada dibawah perwalian atas dasar dan cara sebagaimana diatur dalam bagian ketiga, keempat, kelima dan keenam bab kelimabelas.50 Sistem perwalian menurut KUH Perdata dikenal beberapa asas, yakni :

1. Asas tak dapat dibagi-bagi(Ondeelbaarheid)

Pada tiap-tiap perwalian hanya ada satu wali.51Ini tercantum dalam Pasal 331 KUH Perdata yang menyebutkan bahwa, “Dalam setiap perwalian, hanya ada seorang wali, kecuali yang ditentukan dalam Pasal 351 dan Pasal 361 KUH Perdata”. Selanjutnya Pasal 351 KUH Perdata menyebutkan bahwa :

“Bila wali ibu kawin, maka suaminya, kecuali jika ia dikecualikan atau dipecat dari perwalian, selama dalam perkawinan antara suami dan istri tidak ada pisah meja dan ranjang atau tidak ada memisah harta benda, demi hukum menjadi wali peserta dan disamping istrinya bertanggung jawab secara tanggung menanggung sepenuhnya atas segala perbuatan yang dilakukan setelah perkawinan berlangsung. Perwalian peserta suami berakhir bila ia dipecat dari perwalian atau si ibu berhenti menjadi wali”.

Pasal 361 KUH Perdata menyebutkan bahwa,

“Bila seorang anak belum dewasa yang berdiam di Indonesia mempunyai harta kekayaan di negeri Belanda atau di daerah jajahanya diluar Indonesia maka atas permintaan seorang pengurus di negeri Belanda dan didaerah jajahan tersebut. Dalam hal ibu wali tidak bertanggung jawab atas tindakan-tindakan pengurus itu. Pengurus dipilih dengan cara yang sama seperti wali.” Dari uraian tersebut di atas dapat dikatakan bahwa perwalian yang tidak dapat dibagi-bagi mengandung arti bahwa hanya ada 1 (satu) wali yang dapat ditunjuk untuk menjadi wali bagi anak-anak di bawah umur yang dimintakan yang ditunjuk

50Pasal 330 ayat 3 KUH Perdata 51Pasal 331 KUH Perdata


(46)

sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku. Wali untuk anak-anak di bawah umur yang sama tidak boleh dibagi kepada 2 (dua) wali sekaligus.

2. Asas persetujuan dari keluarga

Keluarga harus dimintai persetujuan tentang perwalian. Dalam hal keluarga tidak ada maka tidak diperlukan persetujuan pihak keluarga itu, sedangkan apabila pihak keluarga tidak datang meskipun telah diadakan panggilan dapat dituntut berdasarkan pasal 524 KUH Pidana.

Pengangkatan wali menurut KUH Perdata adalah:

a. Perwalian oleh suami atau isteri yang hidup lebih lama.52

Pasal 345 KUH Perdata menyatakan “apabila salah satu dari kedua orang tua meninggal dunia, maka perwalian terhadap anak-anak kawin yang belum dewasa, demi hukum dipangku oleh orang tua yang hidup terlama, sekedar ini tidak telah dibebaskan atau dipecat dari kekuasaan orang tuanya”.

Pada pasal ini tidak dibuat pengecualian bagi suami istri yang hidup terpisah disebabkan perkawinan putus karena perceraian atau pisah meja dan ranjang. Apabila ayah setelah perceraian menjadi wali maka dengan meninggalnya ayah maka si ibu dengan sendirinya (demi hukum) menjadi wali atas anak-anak tersebut.

b. Perwalian yang ditunjuk oleh bapak atau ibu dengan surat wasiat atau akta tersendiri

Pasal 355 ayat (1) KUH Perdata menyatakan bahwa masing-masing orang tua, melakukan kekuasaan orang tua atau perwalian bagi seorang anaknya atau lebih


(47)

berhak mengangkat seorang wali bagi anak-anak itu, jika kiranya perwalian itu setelah ia meninggal dunia demi hukum ataupun karena penetapan Hakim menurut Pasal 353, tidak harus dilakukan oleh orang tua yang lain.

Dengan kata lain, masing-masing orang tua yang menjadi wali atau memegang kekuasaan orang tua berhak mengangkat wali kalau perwalian tersebut memang masih terbuka.

c. Perwalian yang diangkat oleh Hakim

Pasal 359 KUH Perdata menentukan bahwa bagi sekalian anak belum dewasa, yang tidak bernaung di bawah kekuasaan orang tua dan yang perwaliannya tidak telah diatur dengan cara yang sah, Pengadilan Negeri harus mengangkat seorang wali, setelah mendengar atau memanggil dengan sah para keluarga sedarah dan semenda.

Macam–macam perwalian di dalam Kitab Undang–Undang Hukum Perdata.

1. Wali demi hukum.53

Perwalian ini muncul jika salah satu orang tua sudah meninggal, dan orang tua yang hidup terlama demi hukum akan menjadi wali bagi anak tersebut. Hal itu dimuat dalam Pasal 345 KUH Perdata yang menyebutkan bahwa, “Apabila salah satu dari kedua orang tua meninggal dunia, maka perwalian terhadap anak-anak kawin yang belum dewasa, demi hukum dipangku oleh orang tua yang hidup terlama, sekadar ini tidak telah dibebaskan atau dipecat dari kekuasaan orang tuanya”.

Namun pada pasal ini tidak dibuat pengecualian bagi suami istri yang hidup terpisah disebabkan perkawinan putus karena perceraian atau pisah meja dan ranjang.


(48)

Jadi, bila ayah setelah perceraian menjadi wali maka dengan meninggalnya ayah maka si ibu dengan sendirinya (demi hukum) menjadi wali atas anak-anak tersebut.

2. Wali dengan penetapan pengadilan54

Perwalian ini muncul dikarenakan kedua orang tua meninggal dunia atau ada pemecatan terhadap orang tua. Maka dari itu oleh hakim untuk anak yang belum dewasa tersebut ditetapkan wali. Pasal 359 KUH Perdata menentukan bahwa semua minderjarige yang tidak berada dibawah kekuasaan orang tua dan yang diatur perwaliannya secara sah akan ditunjuk seorang wali oleh Pengadilan.

Dalam kasus penelitian ini Nyonya Amini Nurdin selaku nenek dari ketiga anak angkat dari Almarhumah Kartini dan Almarhum Sui Liong alias Ahok alias Suryadi Suwandi adalah sebagai wali yang ditetapkan melalui suatu penetapan pengadilan dalam hal ini adalah penetapan Pengadilan Negeri Medan Nomor 371/Pdt/P/2005/PN Medan tertanggal 20 Oktober 2005. Maka sesuai dengan Pasal 359 KUH Perdata maka Nyonya Amini Nurdin adalah sah sesuai hukum yang berlaku menjadi wali dari anak-anak angkat yang bernama Viviani, Vincent dan Verenia Everlim. Dalam Pasal 359 KUH Perdata tersebut menyebutkan bahwa bagi kalian anak belum dewasa yang tidak bernaung di bawah kekuasaan orangtua dan yang perwaliannya tidak telah diatur dengan cara yang sah, pengadilan negeri harus mengangkat seorang wali, setelah mendengar atau menganggil dengan sah para keluarga sedarah dan semenda.


(49)

3. Wali dengan surat wasiat55

Perwalian ini muncul berdasarkan surat wasiat yang ditulis oleh orang tua si anak. Pasal 355 ayat (1) KUH Perdata menyatakan bahwa masing-masing orang tua, yang melakukan kekuasaan orang tua atau perwalian bagi seorang anaknya atau lebih berhak mengangkat seorang wali bagi anak-anak itu, jika kiranya perwalian itu setelah ia meninggal dunia demi hukum ataupun karena penetapan Hakim menurut ayat terakhir Pasal 353, tidak harus dilakukan oleh orang tua yang lain. Dengan kata lain, orang tua masing-masing yang menjadi wali atau memegang kekuasaan orang tua berhak mengangkat wali kalau perwalian tersebut memang masih terbuka.

4. Wali soma (Gezinj Voogd).

Perwalian ini muncul jika terjadi pemecatan atau pencabutan dari kekuasaan orang tua.Tugas dari wali soma adalah mengawasi satu keluarga.Wali soma ini terjadi jika orang tua dari si anak dipecat namun si anak masih kecil dan tidak dimungkinkan untuk dipisahkan dari orang tua mereka. Maka dari itu si anak masih tetap dalam asuhan orang tua mereka walaupun orang tua si anak sudah dipecat, akan tetapi wali soma ini harus mengawasi anak tersebut.

5. Wali Pengawas (Weeskamer).

Wali pengawas tidak mengawasi anak seperti wali–wali yang lain tetapi ia mengawasi wali–wali yang ada. Yang ditugasi menjadi wali adalah Balai Harta Peninggalan.


(50)

Dari defenisi tersebut terlihat perbedaan antara kekuasaan orang tua dengan perwalian, artinya terdapat perbedaan pokok antara kekuasaan orang tua dengan perwalian yaitu kekuasaan orang tua harus diberikan oleh kedua orang tua (ayah dan ibu). Jika perwalian diberikan pada salah satu orang tuanya saja atau orang lain.

Apabila harus terjadi pengangkatan seorang wali, maka oleh balai harta peninggalan, baik sebelum maupun setelah pengangkatan itu harus diadakan tindakan-tindakan seperlunya guna pengurusan diri dan harta kekayaan si belum dewasa sampai perwalian itu mulai berlaku.

Penetapan mengenai wali harus memenuhi ketentuan sebagai berikut:

a. Dalam hal orangtua anak tidak cakap melakukan perbuatan hukum, atau tidak diketahui tempat tinggal atau keberadaannya, maka seseorang atau badan hukum yang memenuhi persyaratan dapat ditunjuk sebagai wali dari anak yang bersangkutan.

b. Untuk menjadi wali anak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan melalui penetapan Pengadilan.

c. Untuk menjadi wali anak sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) agamanya harus sama dengan agama yang dianut anak.

d. Untuk kepentingan anak, wali sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) wajib mengelola harta milik anak yang bersangkutan.


(51)

e. Ketentuan mengenai syarat dan tata cara penunjukan wali sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.56 Wali yang ditunjuk berdasarkan penetapan Pengadilan dapat mewakili anak untuk melakukan perbuatan hukum, baik di dalam maupun diluar pengadilan untuk kepentingan yang terbaik bagi anak yang berada di bawah perwaliannya.57

Apabila seorang anak belum mendapat penetapan Pengadilan mengenai wali, maka harta kekayaan anak tersebut dapat diurus oleh Balai Harta Peninggalan atau Lembaga lain yang mempunyai kewenangan untuk itu yang bertindak sebagai wali pengawas terhadap harta kekayaan anak tersebut untuk kepentingan si anak tersebut yang harus dilakukan melalui Penetapan Pengadilan.58

Wali yang telah ditunjuk oleh Pengadilan sebagaimana yang dimuat di dalam Pasal 33 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002, dapat mewakili anak untuk melakukan perbuatan hukum baik di dalam maupun di luar pengadilan untuk kepentingan anak yang terbaik untuk anak.59 Dalam hal wali yang ditunjuk tersebut ternyata tidak cakap untuk melakukan perbuatan hukum atau menyalahgunakan kekuasaan sebagai wali, atau wali yang ditunjuk tersebut meninggal dunia, maka status perwaliannya akan dicabut dan ditunjuk orang lain sebagai wali melalui penetapan Pengadilan.

56Pasal 33 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak 57Ibid

58Ibid 59Ibid


(52)

Mengenai perwalian KUH Perdata mengatur bahwa perempuan bersuami tidak boleh menerima perwalian itu tanpa bantuan atau izin tertulis dari suaminya”.60Akan tetapi jika suami tidak memberikan izin maka bantuan dari pendamping(bijstand)dapat digantikan dengan kekuasaan dari hakim.61 Pasal 332 b ayat 2 KUH Perdata tersebut menyatakan :

“Apabila si suami telah memberikan bantuan atau izin itu atau apabila ia kawin dengan perempuan itu setelah perwalian bermula, sepertipun apabila si perempuan tadi menurut Pasal 112 atau Pasal 114 dengan kuasa dari hakim telah menerima perwalian tersebut, maka si wali perempuan bersuami atau tidak bersuami, berhak melakukan segala tindakan-tindakan perdata berkenaan dengan perwalian itu tanpa pemberian kuasa atau bantuan ataupun juga dan atau tindakan-tindakan itupun bertanggung jawab pula.”

Dalam KUH-Perdata diatur beberapa kewajiban seorang wali sebagai berikut:

1. Memberitahukan kepada Balai Harta Peninggalan.62 Apabila kewajiban ini tidak dilaksanakan wali maka ia dipecat dan diharuskan membayar biaya-biaya dan ongkos-ongkos.

2. Mengadakan inventarisasi mengenai harta si anak yang diperwalikannya.63

3. Mengadakan jaminan.64

60Pasal 332 b ayat (1) KUH Perdata 61Pasal 332 b ayat (2) KUH Perdata 62Pasal 368 KUH Perdata

63Pasal 368 ayat (1) KUHPerdata 64Pasal 335 KUH Perdata


(53)

4. Menentukan jumlah yang dapat dipergunakan tiap-tiap tahun oleh anak tersebut dan biaya pengurusan.65

5. Menjual perabotan rumah tangga minderjarigen dan semua barang bergerak yang tidak memberikan hasil atau keuntungan kecuali barang-barang yang diperbolehkan disimpaninnaturadengan izin wali pengawas(Weeskamer).66

6. Mendaftarkan surat-surat piutang negara jika ternyata dalam harta kekayaan minderjarigen ada surat piutang negara.67

7. Menanam (belegen) sisa uang milik menderjarigen setelah dikurangi biaya penghidupan tersebut.

d. Berakhirnya Perwalian

Berakhirnya perwalian dapat ditinjau dari 2 (dua) keadaan yaitu :68

1) Dalam hubungan dengan keadaan si anak, dalam hal ini perwalian berakhir karena :

a. Si anak telah menjadi dewasa(meerderjarig) b. Matinya si anak

c. Timbulnya kembali kekuasaan orangtuanya

d. Pengesahan seorang anak di luar kawin yang diakui

2) Dalam hubungan dan tugas wali, dalam hal ini perwalian dapat berakhir karena: a. Ada pemecahan atau pembebasan atas diri si wali

65Pasal 338 KUH Perdata 66Pasal 389 KUH Perdata 67Pasal 392 KUH Perdata

68 Rusman Ali, Perwalian Menurut Hukum Perdata Indonesia, Media Ilmu, Jakarta, 2010,


(54)

b. Ada alasan pembebasan dan pemecatan dari perwalian (Pasal 380 KUH Perdata)

Syarat utama untuk pemecatan wali adalah karena lebih mementingkan kepentingan anak minderjarig itu sendiri. Alasan lain yang dapat dimintakan untuk pemecatan atas wali didalam Pasal 382 KUH Perdata menyatakan :

a. Jika wali berkelakuan buruk

b. Jika dalam melaksanakan tugasnya wali tidak cakap atau menyalahgunakan kecakapannya

c. Jika wali dalam keadaan pailit

d. Jika wali untuk dirinya sendiri atau keluarganya melakukan perlawanan terhadap si anak tersebut

e. Jika wali dijatuhi hukuman pidana yang telah berkekuatan hukum tetap

f. Jika wali alpa memberitahukan terjadinya perwalian kepada Balai Harta Peninggalan (Pasal 368 KUH Perdata)

g. Jika wali tidak memberikan pertanggungjawaban kepada Balai Harta Peninggalan (Pasal 372 KUH Perdata).

C. Pengurusan Terhadap Harta Milik Anak Di bawah Umur

Salah satu jenis pewalian yang sah dikenal secara hukum dalam KUH Perdata adalah perwalian yang diangkat oleh hakim sebagaimana diatur di dalam Pasal 359 KUH Perdata yang menyebutkan bahwa, “semua anak yang belum dewasa yang tidak berada dibawah kekuasaan orangtua dan yang diatur dalam perwalian yang sah akan


(55)

ditunjuk seorang wali oleh pengadilan.” Hakim akan mengangkat seorang wali setelah mendengar atau memanggil keluarga sedarah(bloedvermanten)atau semenda atau periparan(aangehuwden).

Jika seorang wali diangkat oleh hakim, dimulai dari saat pengangkatan jika ia hadir dalam pengangkatan itu. Bila ia tidak hadir maka perwalian itu dimulai saat pengangkatan itu diberitahukan kepadanya. Jika seorang wali diangkat oleh salah satu orangtua, dimulai dari saat orangtua itu meninggal dunia dan sesudah wali dinyatakan menerima pengangkatan tersebut.

Bagi wali menurut undang-undang dimulai dari saat terjadinya peristiwa yang menimbulkan perwalian itu, misalnya kematian salah seorang orang tua. Berdasarkan Pasal 362 KUH Perdata maka setiap wali yang diangkat kecuali badan hukum harus mengangkat sumpah dimuka balai harta peninggalan.

Adapun kewajiban wali adalah :

Kewajiban memberitahukan kepada Balai Harat Peninggalan. Pasal 368 KUH Perdata apabila kewajiban ini tidak dilaksanakan wali maka ia dapat dikenakan sanksi berupa wali dapat dipecat dan dapat diharuskan membayar biaya-biaya dan ongkos-ongkos.

1. Kewajiban mengadakan inventarisasi mengenai harta si anak yang diperwalikannya (Pasal 386 ayat 1 KUH Perdata)

2. Kewajiban-kewajiban untuk mengadakan jaminan (Pasal 335 KUH Perdata) 3. Kewajiban menentukan jumlah yang dapat digunakan tiap-tiap tahun oleh


(56)

4. Kewajiban wali untuk menjual perabotan rumah tangga minderjarigen dan semua barang bergerak dan tidak memberikan buah atau hasil atau keuntungan kecuali barang-barang yang diperbolehkan disimpan innatura dengan izinWeeskamer(Pasal 389 KUH Perdata).

5. Kewajiban untuk mendaftarkan surat-surat piutang Negara jika ternyata dalam harta kekayaan minderjarigen ada surat piutang negara (Pasal 392 KUH Perdata).

6. Kewajiban untuk menanam (belegen) sisa uang milik menderjarigen setelah dikurangi biaya penghidupan tersebut.

Pengawasan atas diri siapapun (orang yang menentukan perwalian) Dalam Pasal 383 ayat (1) KUH Perdata menyebutkan

“Setiap wali harus menyelenggarakan pemeliharaan dan pendidikan terhadap pribadi si belum dewasa sesuai dengan harta kekayaannya dan ia harus mewakilinya dalam segala tindakan-tindakan”.

Pasal 383 ayat (1) KUH Perdata menyebutkan “…pun ia harus mewakilinya dalam segala tindakan-tindakan perdata”. Namun demikian pada keadaan tertentu pun ia dapat bertindak sendiri atau didampingi oleh walinya, misalnya dalam hal pun ia itu akan menikah”.

Pasal 385 ayat (2) KUH Perdata menyebutkan bahwa, “barang-barang yang termasuk dalam pengawasan wali adalah berupa barang-barang yang dihadiahkan atau diwariskan kepada siapapun dengan ketentuan barang tersebut akan diurus oleh seorang pengurus atau beberapa pengurus”.


(57)

Berakhirnya perwalian dapat ditinjau dari dua keadaan, yaitu :

1. Dalam hubungan dengan keadaan si anak, dalam hal ini perwalian berakhir karena :

a. Si anak telah menjadi dewasa(meerderjarig) b. Matinya si anak

c. Timbulnya kembali kekuasaan orangtuanya

d. Pengesahan seorang anak di luar kawin yang diakui

2. Dalam hubungan dan tugas wali, dalam hal ini perwalian dapat berakhir karena :

a. Ada pemecatan atau pembebasan atas diri si wali

b. Ada alasan pembebasan atau pemecatan dari perwalian (Pasal 380 KUH Perdata)

Dari uraian di atas maka dalam kasus penelitian ini pihak yang berwenang dan berhak mengurus harta kekayaan anak angkat di bawah umur tersebut adalah Amini Nurdin yang merupakan nenek dari cucunya Viviani, Vincent dan Vernia Everlim, karena Amini Nurdin telah ditetapkan oleh Pengadilan Negeri Medan sebagai wali dari ketiga anak angkat tersebut melalui penetapan pengadilan Nomor 371/Pdt/P/2005/PN Medan tertanggal 20 Oktober 2005. Dengan demikian seharusnya harta warisan yang ditinggalkan oleh orangtua angkatnya bernama Kartini dan Sui Liong alias A Hok alias Suryadi yang meninggal dunia karena kecelakaan pesawat terbang Mandala Air Line pada tanggal 05 September 2005 yang lalu. Namun pada kenyataanya sebagian dari harta peninggalan berupa 1 (satu) potong emas muri


(58)

batangan seberat 185 (seratus delapan puluh lima) gram atas nama Viviani beserta surat aslinya, 1 (satu) potong emas murni batangan seberat 179 (seratus tujuh puluh sembilan) gram atas nama Vincent beserta surat aslinya dan 1 (satu) potong emas murni batangan seberat 179 (seratus tujuh puluh sembilan) gram atas nama Vernia Everlim beserta surat aslinya berada ditangan Lim A Gek alias Agek. Ketiga emas batangan tersebut tidak dikembalikan kepada ahli waris yang sah yaitu ketiga anak angkat dari Kartini dan Sui Liong alias A Hok alias Suryadi, sehingga Amini Nurdin selaku nenek dari ketiga anak angkat tersebut mengajukan gugatan ke Pengadilan Negeri Pekanbaru pada tanggal 31 Juli 2009 yang didaftarkan di Kepaniteraan Pengadilan Negeri Pekanbaru pada tanggal 3 Agustus 2009 dengan register perkara perdata Nomor 79/Pdt/G/2009/PN.PBR.

Pengajuan gugatan oleh Amini Nurdin terhadap para tergugat yang menguasai harta dari anak-anak angkat tersebut berupa 3 (tiga) potong emas murni batangan seberat total 543 (lima ratus empat puluh tiga) gram diakibatkan karena tidak adanya niat baik dari pada tergugat untuk mengembalikan harta berupa emas murni batangan tersebut. Pihak tergugat secara KUH Perdata bukanlah merupakan pihak yang ditetapkan oleh pengadilan sebagai wali yang sah dari ketiga anak angkat tersebut, sehingga para tergugat yakni Lim A Gek alias Agek dan Lim A Siong alias Asiong tidak berhak untuk menguasai harta berupa emas murni batangan dari ketiga anak angkat tersebut. Oleh karena itu, Amini Nurdin sebagai nenek dari ketiga anak angkat tersebut berusaha untuk mengembalikan harta warisan yang merupakan hak milik


(59)

dari ketiga anak angkat tersebut melalui jalur hukum yakni dengan mengajukan gugatan ke pengadilan.

Meskipun para tergugat khususnya para tergugat II yakni Lim Asiong alias Asiong menyatakan dirinya juga ikut bertanggung jawab atas semua harta dan urusan keluarga termasuk ketiga orang yang masih di bawah umur sesuai dengan akta keterangan ahli waris Nomor 32 yang dibuat dihadapan Notaris H. Asman Yunus pada tanggal 20 Oktober 2005, namun bukan berarti tergugat II Lim Asiong alias Asiong berhak menguasai harta warisan yang ditinggalkan oleh Almarhum Kartini dan Almarhum Sui Liong alias Ahok alias Suryadi Suwandi. Tergugat II Liem Asiong alias Asiong bukan merupakan wali dari ketiga anak angkat tersebut, karena itu Liem Asiong tidak memiliki kewenangan untuk mengurus harta kekayaan dari ketiga anak angkat tersebut, apalagi menguasai harta kekayaannya. Kewenangan dari pengurusan harta kekayaan dari ketiga anak angkat tersebut berdasarkan surat penetapan pengadilan Nomor 371/Pdt/P/2005/PN Medan tertanggal 20 Oktober 2005 adalah Amini Nurdin selaku nenek dari ketiga anak angkat tersebut.


(60)

BAB III

PENERAPAN HAK TERHADAP PENGURUSAN HARTA KEKAYAAN ANAK ANGKAT DI BAWAH UMUR DALAM PUTUSAN

MAHKAMAH AGUNG NOMOR 2161 K/PDT/2011

A. Kasus Posisi

Gugatan diajukan oleh Nyonya Amini Nurdin, bertempat tinggal di Jalan Besi Gang Damai II Nomor 22 – Medan (selaku wali sehingga berhak dan sah bertindak untuk kepentingan dari 3 (tiga) orang anak angkat yang masih di bawah umur yang berada dalam kekuasaannya) masing-masing bernama : Viviani (pr), Vincent (lk) dan Vernia Everlim (pr), selanjutnya disebut Penggugat/Pemohon Kasasi.

Selaku Tergugat I adalah Nyonya Lim A Gek Alias Agek (saudari kandung pewaris), bertempat tinggal di Jalan Jenderal Sudirman Nomor 98 Pekanbaru. Sedangkan sebagai Tergugat II adalah Tuan Lim A Siong alias Asiong (saudara kandung pewaris), bertempat tinggal di Pekanbaru.

Pemohon Kasasi telah mengajukan gugatan ke Pengadilan Negeri Pekanbaru berikut dengan dalil-dalilnya.

Viviani memiliki 1 potong emas murni batangan seberat 185 gram, Vincent memiliki 1 potong emas murni batangan seberat 179 gram dan Vernia Everlim memiliki 1 potong emas murni batangan seberat 179 gram yang masing-masing masih di bawah umur sebagaimana Nota masing-masing tertanggal 21 Maret 2006.

Adapun emas-emas murni batangan dimaksud diperoleh Viviani, Vincent dan Vernia Everlim dari peninggalan orangtuanya (Kartini dan Sui Liong alias A Hok


(1)

KUH Perdata tidak lagi berkekuatan sebagai undang-undang dengan keluarnya Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) Nomor 3 Tahun 1963 yang menyatakan bahwa, “KUH Perdata tidak lagi dipandang sebagai suatu undang-undang, melainkan hanya sebagai dokumen hukum yang fungsinya sebagai pedoman saja bagi para hakim dalam memutus suatu perkara perdata”. Hal ini penting agar dalam pelaksanaan putusan pengadilan tersebut penguasaan dan pengurusan harta kekayaan anak-anak angkat di bawah umur tersebut benar-benar mencerminkan suatu kepastian hukum terhadap para pihak yang berhak menerima harta warisan, dan berwenang melakukan penguasaan dan pengurusan harta kekayaan anak-anak angkat di bawah umur tersebut sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Hal ini juga bertujuan untuk menghindari penyalahgunaan penguasaan dan pengurusan harta kekayaan milik anak-anak angkat di bawah umur tersebut oleh orang-orang yang tidak berhak dan berwenang.

2. Hendaknya Putusan Mahkamah Agung Nomor 2161 K/PDT/2011 yang mendasarkan putusannya pada Pasal 359 KUH Perdata, dalam memutuskan suatu perkara mengenai penguasaan dan pengurusan harta kekayaan anak angkat di bawah umur bagi golongan Timur Asing Tionghoa diikuti oleh lembaga peradilan yang berada dibawahnya yakni Pengadilan Negeri dan Pengadilan Tinggi. Dengan demikian akan tercipta suatu kepastian hukum bagi para pihak yang berpekara dalam hal menetapkan hak dan kewenangan penguasaan dan pengurusan harta kekayaan anak angkat di bawah umur yang kedua orangtua


(2)

angkatnya telah meninggal dunia. Sehingga diharapkan tidak terjadi lagi putusan pengadilan negeri maupun pengadilan tinggi yang tidak menerima gugatan (NO) atas perkara penguasaan dan pengurusan harta kekayaan anak angkat di bawah umur bagi golongan Timur Asing Tionghoa. Ketentuan yang mengatur mengenai anak angkat, kedudukan anak angkat, perwalian bagi anak angkat yang masih di bawah umur yang kedua orangtua angkatnya telah meninggal dunia bagi golongan Timur Asing Tionghoa hanya terdapat di dalam KUH Perdata dan Staatblad 1917 Nomor 129 mengenai pengangkatan anak (adopsi) yang merupakan kelengkapan dari KUH Perdata.


(3)

DAFTAR PUSTAKA

A. Buku-Buku

Amirudin dan Asikin, Zainal, 2004, Pengantar Metode Penelitian Hukum, PT.Raja Grafindo Persada, Jakarta.

Badrulzaman, Mariam Darus, 2011, KUH-Perdata Buku Ketiga Hukum Perikatan dengan Penjelasannya, Alumni, Bandung.

Burham, Bungin, 2003,Analisa Data Penelitian Kualiatif, Pemahaman Filosofis dan Methodologis Kearah Pengurusan Modal Aplikasi, PT.Raja Grafindo Persada, Jakarta.

Bushar, Muhammad, 2004, Pokok-pokok Hukum Adat Cetakan Kesembilan, PT. Pradnya Paramita, Jakarta.

Gosita, Arif, 2004,Masalah Perlindungan Anak, PT. Bhuana Ilmu Populer, Jakarta Hadikusuma, Hilman, 1987,Perkawinan Adat, Alumni, Bandung.

---,1999,Hukum Waris Adat, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung.

Hasan, Djumaendah, 1996/1997, Istilah dan Pengertian Perbuatan Melawan Hukum dalam Laporan Akhir Kompendium Bidang Perbuatan melawan Hukum, Badan Pembinaan Hukum Nasional Departemen Kehakiman RI, Jakarta. Ibrahim, Jhony, 2005, Teori dan Metodologi Penelitian Hukum Normatif, Bayu

Media Publishing, Surabaya.

J. Satrio, 1999,Hukum Perikatan pada Umumnya, Alumni, Bandung.

Kamil, Ahmad dan Fauzan, 2008, Hukum Perlindungan dan Pengangkatan Anak di IndonesiaPT. Raja Grafindo Persada, Jakarta.

---, 2008,Kaidah-kaidah Hukum Yurisprudensi, Kencana, Jakarta.

Kartohadiprodjo, Soedirman, 1993, Pengantar Tata Hukum Indonesia, Pembangunan, Jakarta.

Kartini Mulyadi Gunawan Widjaja, 2002, Perikatan yang lahir dari perjanjian, Jakarta,


(4)

Krisnawati, Emiliana, 2005,Aspek Hukum Perlindungan Anak, Bina Cipta, Bandung. Lubis, M, Solly, 1994,Filsafat Ilmu dan Penelitian, Bandung.

Meliala, Djaja S, 1996, Adopsi (Pengangkatan Anak) dalam Jurisprudensi, Tarsito, Bandung.

Pandika, Rusli, 2012,Hukum Pengangkatan Anak, PT. Sinar Grafika, Jakarta.

Purwahid Patrik, 1994, Dasar-dasar Hukum Perikatan (Perikatan yang Lahir dari Perjanjian dan dari Undang-Undang),Mandar Maju, Bandung.

Print, Darman, 1987,Hukum Anak Indonesia, Citra Aditya Bakti, Bandung.

Ramulyo, M.Idris, 1993,Beberapa Masalah Pelaksanaan Hukum Kewarisan Perdata Barat (Burgerlijke Wetboek), Sinar Grafika, Jakarta.

---,1994, Perbandingan Hukum Kewarisan Islam Dengan Kewarisan Kitab Undang Perdata, Sinar Grafika, jakarta.

Ridwan Khairandi, 2003, Itikad Baik Dalam Kebebasan Berkontrak, Program pasca sarjana, Universitas Indonesia, Jakarta

Saleh, K.Wantik, 1980,Hukum Perkawinan Indonesia, Ghalia indonesia, Jakarta. Salim HS, 2010, Hukum Kontrak, Teori dan Teknik Penyusunan Kontrak, Sinar

Grafika, Jakarta

Saraswati, Rika, 2009, Hukum Perlindungan Anak di Indonesia, PT.Citra Aditya Bakti, Bandung.

Sjarif, Surini Ahlan, dkk, 2006,Hukum Kewarisan Perdata Barat Pewarisan menurut Undang-undang, Kencana, Jakarta.

Sjukri, Erna, Sofyan, 1992,Lembaga Pengangkat anak, (adopsi), Mahkamah Agung RI, Jakarta.

Soeady, Sholeh & Zulfikar, 2001, Dasar Hukum Perlindungan Anak, CV. Novindo Pustaka Mandiri, Jakarta.

Soemitro, Irma Setyawati, 1990, Aspek Hukum Perlindungan Anak, Bumi Aksara, Jakarta.


(5)

Soimin, Soedharyo, 2004, Himpunan Dasar Hukum Pengangkatan Anak, PT. Sinar Grafika, Jakarta.

Subekti, R,Hukum Perjanjian, 1998, Intermasa, Jakarta

Subekti, R dan Tjitrosudibyo, R, 2003, Pokok-pokok Hukum Perdata, Intermesa, Jakarta.

Sumiriani, MG, Endang dan Halim, Chandra, 2000, Perlindungan Hukum Terhadap Anak, di Bidang Kesejahteraan Anak, Universitas Atmajaya, Yogyakarta. Sunggono, Bambang, 2001, Metodologi Penelitian Hukum, Catatan Ketiga, Raja

Grafindo Persada. Jakarta.

Suparman, Eman, 2005,Hukum Waris Indonesia Dalam Perspektif Islam, Adat, Dan Kitab Undang- Undang hukum Perdata,Refika Aditama, Bandung.

Soerjono, Soekanto, dan Mamudji, Sri, 2004, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat, PT.Raja Grafindo Persada, Jakarta.

Suryadinata, Leo, 2002, Negara dan Etnis Tionghoa : Kasus Indonesia, Pustaka LP3ES Indonesia, Jakarta.

Tamakiran S, 1992, Asas-Asas Hukum Waris Menurut Tiga Sistem Hukum, CV. Pionir Jaya, Bandung.

Tanya Bernard L.M, , Penegakan Hukum Dalam Terang Etika, Genta Publishing, Jakarta, 2011

Usman, Rachmadi, 2006, Aspek-Aspek Hukum Perorangan dan Keluarga di Indonesia, Sinar grafika, Jakarta.

Van Mourik, M.J.A, 1993,Studi Kasus Hukum Waris, PT. Eresco, Bandung.

Wadong, Maulana Hasan, 2000,Advokasi dan Hukum Perlindungan Anak, Grasindo, Widya Sarana Indoonesia, Jakarta.

WirjonoPradjodikoro, 1986,Asas-Asas Hukum Perjanjian, Bale Bandung, Bandung, Zaini, Muderis, 2007, Adopsi Suatu Tujuan Dari Sistem Hukum, PT.Sinar Grafika,


(6)

C. Peraturan Perundang-Undangan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

Undang- Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1979 Tentang Kesejahteraan anak.

Peraturan Pemerintah Nomor 54 Tahun 200 Tentang Pelaksanaan Pengangkatan Anak.

C. Sumber Hukum Lainnya a. Kamus Hukum

M. Marwan, 2009,Dictionary of law complete edition, Reality Publisher, Surabaya. Subekti, 2008,KamusHukum, PradnyaParamita, Jakarta.

b. Artikel

Pramono, Widia, Hary, 2013,Varia Peradilan Majalah Hukum Tahun XXVII Nomor 333, IKAHI, Jakarta

Sidabalok, Hisianna, 2013, Varia Peradilan Majalah Hukum Tahun XXVII Nomor 334, IKAHI, Jakarta.

Tumpa, A, Arifin, 2012, Kontraversi Putusan Hakim, Varia Peradilan Majalah Hukum tahun XXVII Nomor 323, IKAHI, Jakarta.

Witanto, DY, 2012, Varia Peradilan Majalah Hukum tahun XXVII Nomor 325, IKAHI, 2012.

c. Putusan Pengadilan

Putusan Pengadilan Negeri Pekanbaru Nomor. 79/Pdt/G/2009/PN.PBR Putusan Pengadilan Tinggi Pekanbaru Nomor. 76/Pdt/2010/PTR Putusan Mahkamah Agung Nomor. 2161.K/Pdt/2011


Dokumen yang terkait

Hak Asuh Anak Dibawah Umur Akibat Perceraian Orangtua(Studi Kasus 4 (empat) Putusan Pengadilan di Indonesia)

18 243 107

Analisis Putusan Mahkamah Agung Nomor 101/K.Pdt.Sus/Bpsk/2013 Tentang Penolakan Klaim Asuransi Kendaraan Bermotor

22 248 119

Analisis Putusan Mahkamah Agung Mengenai Putusan yang Dijatuhkan Diluar Pasal yang Didakwakan dalam Perkaran Tindak Pidana Narkotika Kajian Terhadap Putusan Mahkamah Agung Nomor 238 K/Pid.Sus/2012 dan Putusan Mahkamah Agung Nomor 2497 K/Pid.Sus/2011)

18 146 155

Penetapan Luas Tanah Pertanian (Studi Kasus : Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 11/Puu-V/2007 Mengenai Pengujian Undang-Undang No: 56 Prp Tahun 1960 Terhadap Undang-Undang Dasar 1945)

4 98 140

Sikap Masyarakat Batak-Karo Terhadap Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia (MA-RI) No.179/K/SIP/1961 Dalam Persamaan Kedudukan Anak Laki-Laki Dan Anak Perempuan Mengenai Hukum Waris (Studi Pada Masyarakat Batak Karo Desa Lingga Kecamatan Simpang...

1 34 150

Efektifitas Penyelesaian Perselisihan Hasil Pemilukada oleh Mahkamah Agung dan Mahkamah Konstitusi

3 55 122

Hak asuh anak dibawah umur akibat perceraian menurut undang-undang no.23 th.2002 tentang perlindungan anak : ( analisis putusan perkara mahkamah agung no.349 K/AG/2006 )

0 12 88

BAB II PENGURUSAN HARTA KEKAYAAN MILIK ANAK ANGKAT DI BAWAH UMUR MENURUT HUKUM PERDATA A. Status dan Kedudukan Anak Angkat Menurut KUH Perdata - Analisis Yuridis Pengurusan Harta Kekayaan Anak Angkat Dibawah Umur pada WNI Keturunan Tionghoa (Studi Kasus P

0 0 23

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Analisis Yuridis Pengurusan Harta Kekayaan Anak Angkat Dibawah Umur pada WNI Keturunan Tionghoa (Studi Kasus Putusan Mahkamah Agung Nomor : 2161 K/PDT/2011)

0 0 18

Analisis Yuridis Pengurusan Harta Kekayaan Anak Angkat Dibawah Umur pada WNI Keturunan Tionghoa (Studi Kasus Putusan Mahkamah Agung Nomor : 2161 K/PDT/2011)

0 0 16