Perhitungan Kuat Medan Listrik Di Bawah Saluran Transmisi Studi Kasus : Perencanaan Transmisi 275 kV Galang-Binjai

(1)

TUGAS AKHIR

PERHITUNGAN KUAT MEDAN LISTRIK DI BAWAH SALURAN

TRANSMISI

Studi Kasus : Perencanaan Transmisi 275 kV Galang-Binjai

Diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan dalam menyelesaikan pendidikan sarjana ( S-1 ) pada Departemen Teknik Elektro

Oleh : ANDRY NIM : 050402069

DEPARTEMEN TEKNIK ELEKTRO

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(2)

PERHITUNGAN KUAT MEDAN LISTRIK DI BAWAH SALURAN TRANSMISI

Studi Kasus : Perencanaan Transmisi 275 kV Galang-Binjai

Oleh : Andry NIM : 050402069

Tugas Akhir ini diajukan untuk melengkapi salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana Teknik Elektro

Disetujui oleh : Dosen Pembimbing,

Ir. Bonggas L. Tobing NIP : 130 520 619

Diketahui oleh :

Ketua Departemen Teknik Elektro FT USU,

Ir. Nasrul Abdi, MT NIP: 131 459 554

DEPARTEMEN TEKNIK ELEKTRO FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(3)

ABSTRAK

Pemakaian tegangan tinggi pada transmisi daya listrik selain dapat mengurangi rugi-rugi daya, juga menghasilkan kuat medan listrik yang tinggi di sekitar konduktor bertegangan. Kuat medan listrik dipengaruhi oleh jarak titik uji dari konduktor fasa. Semakin dekat jarak antara titik uji dengan konduktor fasa, maka kuat medan yang timbul juga semakin besar. Sebaliknya, semakin jauh titik uji dari konduktor fasa, maka medan listrik yang timbul akan berkurang.

Dalam Tugas Akhir ini, penulis menghitung kuat medan listrik di bawah saluran transmisi untuk perencanaan transmisi 275 kV Galang-Binjai. Hasil perhitungan memperlihatkan bahwa ketinggian maksimum dari bangunan-bangunan yang berada di bawah saluran transmisi adalah 27 m, dan ruang bebas (clearance) saluran transmisi adalah 8,05 m.


(4)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala berkat dan rahmat yang telah diberikan-Nya kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan Tugas Akhir yang berjudul “Perhitungan Kuat Medan Listrik Di Bawah Saluran Transmisi Studi Kasus: Perencanaan Transmisi 275 kV Galang-Binjai”. Penulisan Tugas Akhir ini merupakan salah satu persyaratan untuk menyelesaikan studi dan memperoleh gelar Sarjana Teknik di Departemen Teknik Elektro, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara.

Tugas Akhir ini penulis persembahkan untuk kedua orangtua yang telah membesarkan penulis dengan kasih sayang yang tidak terhingga yaitu Herry Winartha dan Susiaty Roesli, kedua adik penulis Jenny dan Lenny, tante Suaity, dan Cek Antok Handoko di Surabaya atas dukungannya hingga penulis dapat menyelesaikan Tugas Akhir ini dengan baik.

Selama masa kuliah sampai masa penyelesaian Tugas Akhir ini, penulis mendapat dukungan, bimbingan, dan bantuan dari berbagai pihak. Untuk itu, dengan setulus hati penulis hendak menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Bapak Ir. Bonggas L. Tobing selaku Dosen Pembimbing Tugas Akhir sekaligus Kepala Laboratorium Teknik Tegangan Tinggi yang telah banyak meluangkan waktu dan pikirannya untuk memberikan bantuan, bimbingan, dan pengarahan kepada penulis selama perkuliahan dan penyusunan Tugas Akhir ini. Terima kasih sebesar-besarnya penulis ucapkan untuk Beliau,

2. Bapak Ir. Nasrul Abdi, MT dan Bapak Rahmat Fauzi, MT selaku Ketua sekaligus Dosen Wali penulis dan Sekretaris Departemen Teknik Elektro FT USU,

3. Bapak Ir. Syahrawardi dan Bapak Ir. Hendra Zulkarnaen, selaku staf pengajar di Laboratorium Teknik Tegangan Tinggi,

4. Seluruh staf pengajar dan administrasi Departemen Teknik Elektro, Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara,

5. Staf di PT PLN (PERSERO) Proyek Induk Pembangkit dan Jaringan Sumatera Utara, Aceh, dan Riau (PIKITRING SUAR) yang sangat kooperatif kepada


(5)

penulis selama proses pengambilan data: Bu Suyatma, Kak Ira, Mas Imam, dan Mas Oki,

6. Teman-teman di Laboratorium Teknik Tegangan Tinggi: Bang Adi dan Bang Jimmy yang sudah sarjana, Herman, Lamringan, dan Angga,

7. Teman-teman stambuk 2005: Dedi, Irpan, Prindi, Julius, Fritz, Megi, Frendy, Joni, Florence, Taci, Apri, Ferry, Edison, Ellis, Eko, Collin, Roy, Budi, Windy, Marhon, dan segenap pengurus IMTE: Rainhard, Alex, Muti, dan teman-teman 2005 lain yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu,

8. Teman-teman junior: Budiman, Andi, Sugi, Hendrik, Salman, Rozi,

9. Abang-abang yang telah banyak membantu: Bang Ade, Ai, Zuki, Kurniadi (Lab. Konversi), Bang Fahmi dan Emil (Lab. ST), Bang Muhfi dan Hans (Labkom), Bang Weldi, Uyak, Olo, dan Kak Pipin,

10. Kak Wesy dan Kak Ita di NIIT,

11. Semua orang yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu, penulis ucapkan terima kasih banyak.

Penulis menyadari bahwa Tugas Akhir ini tidak luput dari kesalahan-kesalahan, baik dari segi tata bahasa maupun dari segi ilmiah. Untuk itu, penulis akan menerima dengan terbuka, segala saran dan kritik yang ditujukan untuk memperbaiki Tugas Akhir ini. Akhir kata, semoga Tugas Akhir ini bermanfaat bagi semua pihak.

Medan, Maret 2009

Penulis,


(6)

DAFTAR ISI

Abstrak...i

Kata Pengantar...ii

Daftar Isi...iv

Daftar Gambar...vi

BAB I PENDAHULUAN I. 1 Latar Belakang...1

I. 2 Tujuan dan Manfaat Penulisan...1

I. 3 Batasan Masalah...2

I. 4 Metode Penulisan...2

I. 5 Sistematika Penulisan...3

BAB II MEDAN LISTRIK DI SEKITAR KONDUKTOR SILINDER II. 1 Hukum Coulomb...5

II. 2 Intensitas Medan Listrik...6

II. 3 Prinsip Superposisi Medan Listrik...8

II. 4 Potensial Listrik...9

II. 5 Perhitungan Kuat Medan Listrik Di Sekitar Konduktor Silinder...12

BAB III MEDAN LISTRIK DI BAWAH SALURAN TRANSMISI III. 1 Tegangan Transmisi dan Rugi-Rugi Daya...16

III. 2 Masalah Penerapan Tegangan Tinggi pada Transmisi...17

III. 3 Kuat Medan Listrik di Bawah Saluran Transmisi...18

BAB IV PERHITUNGAN KUAT MEDAN LISTRIK DI TITIK KRITIS PADA PERENCANAAN TRANSMISI 275 KV GALANG-BINJAI IV. 1 Umum...26

IV. 2 Perhitungan Kuat Medan Listrik...26

IV. 3 Analisa Data...36

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN V. 1 Kesimpulan...39

V. 2 Saran...39

Daftar Pustaka...40


(7)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2. 1 Gaya pada muatan uji akibat muatan titik...5

Gambar 2. 2 Vektor medan gaya suatu muatan titik...7

Gambar 2. 3 Prinsip superposisi pada medan listrik...8

Gambar 2.4 Jalur linear pada medan listrik yang uniform...9

Gambar 2. 5 Jalur linear pada medan listrik uniform E dengan sudut ...10

Gambar 2. 6 Jalur perpindahan berbentuk kurva dalam medan listrik yang unifor..11

Gambar 2. 7 Muatan garis sepanjang 2a...12

Gambar 2. 8 Medan listrik pada konduktor silinder...14

Gambar 3. 1 Kurva hubungan biaya dan tegangan transmisi...18

Gambar 3. 2 Menghitung kuat medan listrik di titik P1...19

Gambar 4.1 Menghitung E di bawah perencanaan saluran transmisi 275 kV Galang-Binjai...27

Gambar 4. 2 Tampilan program penghitung kuat medan listrik di bawah saluran transmisi (ketinggian titik uji = 1m)...35

Gambar 4. 3 Grafik kuat medan listrik pada ketinggian titik uji 1m...35

Gambar 4. 4 Grafik kuat medan listrik maksimum di bawah saluran transmisi untuk berbagai ketinggian titik uji...37


(8)

BAB I

PENDAHULUAN

I. 1 Latar Belakang

Fungsi utama suatu saluran transmisi adalah untuk menyalurkan energi listrik dari pusat pembangkit ke pusat-pusat beban. Untuk mengurangi rugi-rugi daya di sepanjang saluran transmisi, maka dipakailah tegangan tinggi. Pemakaian tegangan tinggi ini selain mengurangi rugi-rugi daya, juga menghasilkan medan listrik yang tinggi di sekitar kawat penghantar.

Medan listrik yang tinggi di sekitar kawat penghantar menimbulkan dampak merugikan bagi penduduk yang bertempat tinggal di dekat saluran transmisi. Misalnya: terinduksinya tegangan pada permukaan benda-benda logam, gangguan penerimaan siaran televisi maupun radio, maupun dampak pada kesehatan.

Seiring dengan semakin meningkatnya permintaan akan pasokan daya listrik, maka pihak PLN mulai membangun beberapa pusat pembangkit untuk melayani permintaan tersebut. Selain membangun pusat-pusat pembangkit baru, PLN juga akan membangun saluran transmisi untuk menyalurkan daya listrik ke pusat beban. Pembangunan ini seringkali menimbulkan konflik antara pihak pemerintah, dalam hal ini PLN, dengan masyarakat yang tinggal di dekat saluran transmisi terkait dampak merugikan yang ditimbulkannya. Oleh sebab itu, diperlukan pihak ketiga, yaitu Perguruan Tinggi, untuk melakukan suatu perhitungan kuat medan listrik di bawah saluran transmisi.

I. 2 Tujuan dan Manfaat Penulisan

Adapun tujuan utama penulisan Tugas Akhir ini adalah :

1. Membuat suatu program yang dapat digunakan untuk menghitung kuat medan listrik di bawah penghantar saluran transmisi.

2. Menentukan batas ketinggian maksimum dari bangunan-bangunan yang dibangun di bawah saluran transmisi serta ruang bebas vertikal dari saluran transmisi tersebut.


(9)

Manfaat dari penulisan Tugas Akhir ini adalah dengan mengetahui kuat medan listrik di bawah saluran transmisi, maka dapat dimanfaatkan sebagai dasar pertanggungjawaban bila kelak timbul protes dari penduduk yang bertempat tinggal di dekat saluran transmisi terkait dampak merugikan dari medan listrik.

I. 3 Batasan Masalah

Mengingat perhitungan untuk mendapatkan kuat medan listrik di bawah saluran transmisi sangat rumit, maka perlu dibuat beberapa batasan agar pembahasan tidak terlalu luas. Adapun batasan masalah dalam Tugas Akhir ini adalah :

1. Saluran transmisi yang diamati dalam Tugas Akhir ini adalah saluran transmisi arus bolak-balik.

2. Perhitungan kuat medan listrik hanya dilakukan untuk satu konstruksi menara, yaitu yang dipakai pada perencanaan saluran transmisi 275 KV Galang-Binjai. Perhitungan secara manual hanya dilakukan untuk satu titik contoh saja. Sedangkan, perhitungan secara lengkap dilakukan dengan bantuan program Matlab.

3. Tugas Akhir ini mengabaikan faktor-faktor yang menyebabkan perubahan pada distribusi medan listrik di bawah penghantar saluran transmisi.

4. Frekuensi sistem yang ditinjau adalah 50 Hz,

5. Mengingat panjangnya saluran transmisi dalam kasus ini, maka dipilih satu gawang untuk dianalisa, yaitu antara menara tujuh dan delapan.

I. 4 Metode Penulisan

Langkah-langkah yang dilakukan dalam penulisan Tugas Akhir ini adalah : 1. Mengumpulkan data-data yang diperlukan mengenai konstruksi menara yang

dipakai untuk perencanaan transmisi 275 KV Galang-Binjai, nilai andongan terbesar, ukuran dan konfigurasi kawat penghantar, dan lain-lain dari pihak PLN. 2. Membuat perhitungan manual untuk satu titik contoh sehingga dapat diperoleh


(10)

3. Dari hasil perhitungan manual, dapat dilihat bahwa untuk menghitung kuat medan listrik di bawah saluran transmisi memerlukan proses yang rumit. Karena rumitnya perhitungan, maka disusunlah suatu bahasa pemrograman menggunakan

Matlab untuk menghitung kuat medan listrik di berbagai titik di bawah saluran transmisi.

4. Setelah diperoleh grafik kuat medan listrik untuk berbagai titik di bawah kawat penghantar, maka dianalisa apakah sudah melewati batas aman atau belum.

5. Hasil yang diperoleh selanjutnya didiskusikan dengan Dosen Pembimbing dan pihak PLN untuk kemudian direvisi/ diperbaiki.

I. 5 Sistematika Penulisan

Tugas Akhir ini disusun berdasarkan sistematika pembahasan sebagai berikut :

BAB I PENDAHULUAN

Bagian ini berisikan latar belakang, tujuan dan manfaat penulisan, batasan masalah, metode penulisan, dan sistematika penulisan.

BAB II MEDAN LISTRIK DI SEKITAR KONDUKTOR SILINDER

Bagian ini memberikan gambaran singkat mengenai prinsip-prinsip dasar elektrostatika yang berkaitan dengan intensitas medan listrik, prinsip superposisi, dan potensial listrik. Kemudian dari prinsip-prinsip dasar tersebut diturunkan suatu persamaan untuk menghitung kuat medan listrik di sekitar konduktor silinder

BAB III MEDAN LISTRIK DI BAWAH SALURAN TRANSMISI

Bagian ini menjelaskan tentang pemakaian tegangan tinggi dan rugi-rugi daya, masalah akibat penerapan tegangan tinggi pada saluran transmisi, serta penjelasan proses menghitung kuat medan listrik di bawah saluran transmisi. Proses inilah yang akan digunakan sebagai dasar untuk menyusun bahasa pemrograman dengan menggunakan bahasa Matlab.


(11)

BAB IV PERHITUNGAN KUAT MEDAN LISTRIK DI TITIK KRITIS PADA PERENCANAAN TRANSMISI 275 KV GALANG-BINJAI Bagian ini memaparkan tentang perhitungan kuat medan listrik di titik kritis pada transmisi 275 KV Galang-Binjai. Pada bagian ini, perhitungan manual hanya dilakukan untuk satu titik contoh, sedangkan untuk sejumlah titik di sekitar penghantar transmisi, dilakukan dengan program.

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

Bagian ini berisikan beberapa kesimpulan dan saran dari penulisan Tugas Akhir ini.


(12)

BAB II

MEDAN LISTRIK DI SEKITAR KONDUKTOR SILINDER

II. 1 Hukum Coulomb

Eksperimen elektrostatis dasar pertama sekali dilaporkan oleh Charles Augustin Coulomb (1736-1806) pada tahun 1785, menggunakan bola-bola kecil bermuatan yang dapat dianggap sebagai muatan titik. Hasil dari percobaan ini diberikan dalam Hukum Coulomb, yang menyatakan bahwa gaya F antara dua buah muatan titik Q1 dan Q2 besarnya sebanding dengan hasil kali kedua muatan dan

berbanding terbalik dengan kuadrat jarak diantara kedua muatan tersebut.

Nilai k pada persamaan di atas merupakan suatu konstanta. Gaya yang timbul mengikuti arah garis yang menghubungkan kedua muatan tersebut. Seperti yang tergambar pada Gambar 2. 1 (a), gaya mengarah ke luar (gaya tolak) jika kedua muatan sejenis (tandanya sama), tetapi, seperti yang tergambar pada Gambar 2. 1 (b), gaya mengarah ke dalam (gaya tarik), jika kedua muatan berbeda jenis (berlawanan tanda).

Gambar 2. 1 Gaya pada muatan uji akibat muatan titik


(13)

dimana merupakan permitivitas medium di sekitar muatan. Satuan SI untuk permitivitas adalah Farad per meter (Fm-1). Permitivitas ruang hampa adalah:

Permitivitas udara nilainya mendekati permitivitas ruang hampa.

Gaya merupakan besaran vektor, oleh sebab itu, gaya memiliki besar dan arah. Jika Persamaan (2. 1) ditulis sebagai persamaan vektor dengan mensubstitusikan nilai k, maka diperoleh:

Dimana : = gaya (N)

= vektor satuan yang searah dengan garis yang menghubungkan kedua muatan

Q1 = muatan 1 (C)

Q2 = muatan 2 (C)

= permitivitas medium di sekitar muatan (Fm-1) r = jarak di antara kedua muatan (m)

Rumus di atas merupakan ekspresi vektoris Hukum Coulomb secara lengkap dalam satuan SI.

II. 2 Intensitas Medan Listrik

Misalkan terdapat sebuah muatan titik positif Q1 dalam kedudukan tetap.

Kemudian terdapat muatan lainnya, misalkan Q2, yang mengelilingi muatan Q1

tersebut. Ternyata, dimanapun posisi muatan Q2, selalu ada gaya yang bereaksi pada

muatan tersebut. Dengan kata lain, menunjukkan adanya suatu medan gaya di sekitar muatan Q1. Sifat medan gaya ini ditunjukkan oleh gambar di bawah:


(14)

Gambar 2. 2 Vektor medan gaya suatu muatan titik

Besarnya gaya yang dialami oleh muatan Q2 akibat Q1, diberikan oleh Persamaan (2.

3), yaitu:

Dari persamaan di atas, diperoleh gaya per satuan muatan yang didefinisikan sebagai intensitas medan listrik, yaitu:

Dimana Q2 merupakan muatan uji positif.

Satuan SI untuk intensitas medan listrik adalah Newton per Coulomb (NC-1). Satuan lain yang sering digunakan untuk menyatakan intensitas medan listrik adalah Volt per meter (Vm-1).

Berdasarkan Persamaan (2. 4), muatan titik Q1 dikelilingi oleh suatu medan

listrik dengan intensitas sebesar E yang sebanding dengan besar Q1 dan berbanding

terbalik terhadap kuadrat jarak (r2). Intensitas medan listrik E merupakan sebuah vektor yang memiliki arah yang sama dengan arah gaya F tetapi berbeda dimensi dan besarnya (magnitude).

II. 3 Prinsip Superposisi Medan Listrik

Untuk mencari intensitas medan listrik E yang dihasilkan oleh sekumpulan muatan titik: (a) Hitunglah En yang dihasilkan oleh setiap muatan pada titik yang

diberikan dengan menganggap seakan-akan tiap muatan tersebut adalah satu-satunya muatan yang hadir. (b) Tambahkanlah secara vektor medan-medan yang dihitung


(15)

secara terpisah ini untuk mencari resultan medan E pada titik tersebut. Di dalam bentuk persamaan:

Dimana n = 1, 2, 3, ...

Persamaan di atas merupakan rumusan aplikasi prinsip superposisi dalam medan listrik yang dapat dinyatakan sebagai berikut: total atau resultan medan pada suatu titik adalah penjumlahan vektoris dari tiap-tiap komponen medan pada titik tersebut. Maka, berdasarkan Gambar 2. 3, intensitas medan listrik pada titik P akibat muatan Q1 adalah E1 dan akibat muatan Q2 adalah E2. Total medan listrik pada titik P

akibat kedua muatan titik merupakan penjumlahan vektoris dari E1 dan E2, atau E.

Gambar 2. 3 Prinsip superposisi pada medan listrik

Jika distribusi muatan tersebut adalah suatu distribusi yang kontinu, maka medan yang ditimbulkannya pada titik P dapat dihitung dengan membagi muatan menjadi elemen-elemen yang sangat kecil dq. Medan dE yang ditimbulkan oleh setiap elemen pada titik di mana akan dicari kemudian dihitung, dengan memperlakukan elemen-elemen sebagai muatan-muatan titik. Besarnya dE diberikan oleh:

dimana r adalah jarak dari elemen muatan dq ke titik P. Medan resultan pada P kemudian dicari dari prinsip-prinsip superposisi dengan menambahkan (yakni, dengan mengintegralkan) kontribusi-kontribusi medan yang ditimbulkan oleh semua elemen muatan, atau:


(16)

Integrasi tersebut adalah sebuah operasi vektor.

II. 4 Potensial Listrik

Misalkan terdapat dua titik, x1 dan x2, yang berada di dalam medan listrik E

yang uniform dan paralel dengan arah sumbu x. Kemudian muatan positif di x2

digerakkan ke arah sumbu x negatif menuju x1 seperti pada Gambar 2. 4.

Gambar 2. 4 Jalur linear pada medan listrik yang uniform

Medan ini mengakibatkan timbulnya gaya pada muatan sehingga dibutuhkan energi untuk memindahkan/ menggerakkan muatan melawan gaya yang timbul. Besarnya energi per satuan muatan sama dengan gaya per satuan muatan dikali dengan jarak perpindahan muatan. Maka:

Dimensinya adalah :

Atau dalam satuan SI:

Dimensi dari energi per muatan sama dengan dimensi dari potensial listrik. Energi per satuan muatan yang diperlukan untuk memindahkan muatan uji dari x2 ke x1 disebut

sebagai beda potensial antara titik x2 dengan x1. Titik x1 memiliki potensial yang

lebih tinggi karena diperlukan energi untuk mencapainya dari titik x2. Jadi,

perpindahan dari x2 menuju x1 (berlawanan arah dengan E), mengakibatkan kenaikan

potensial. Satuan dari potensial listrik V adalah Volt (V) atau sama dengan 1 JC-1. Maka, potensial listrik dapat dinyatakan dalam Joule per Coulomb maupun dalam Volt.


(17)

Jika persamaan di atas dibagi dengan satuan meter, diperoleh:

Jadi, intensitas medan listrik E dapat dinyatakan baik dalam satuan Newton per Coulomb maupun Volt per meter.

Dalam penjelasan di atas, muatan uji digerakkan melalui jalur terpendek di antara dua titik (berupa garis lurus). Sebenarnya jalur yang dilalui tidaklah penting karena beda potensial hanya ditentukan oleh perbedaan potensial di antara kedua titik. Maka, berdasarkan Gambar 2.4, potensial di titik x1 terhadap titik x2 dikatakan

memiliki nilai tunggal. Artinya, hanya memiliki satu nilai meskipun jalur yang ditempuh berbeda-beda. Ketika jalur perpindahan muatan uji tidak paralel terhadap E tapi memiliki sudut sebesar , seperti pada Gambar 2. 5, beda potensial V21 antara

titik x2 dan x1 sama dengan panjang jalur x2-x1 dikalikan dengan komponen E yang

paralel terhadap jalur tersebut. Maka, V21=(x2-x1)E cos .

Gambar 2. 5 Jalur linear pada medan listrik uniform E dengan sudut

Jika muatan uji digerakkan tegak lurus terhadap arah medan ( =900), tidak ada energi yang diperlukan sehingga jalur perpindahan ini disebut garis ekipotensial. Salah satu sifat penting dari medan adalah bahwa garis medan dan garis ekipotensial saling tegak lurus.

Kasus berikutnya adalah jika jalur perpindahan dari muatan uji berbentuk kurva. Maka, beda potensial antara kedua ujung jalur diberikan oleh hasil kali elemen panjang dari jalur dl dengan komponen E yang paralel terhadapnya, lalu diintegrasikan sepanjang jalur dari a menuju b. Jika jalur berada dalam medan yang uniform E, seperti tampak pada Gambar 2. 6, maka kenaikan tegangan dV antara kedua ujung dari elemen jalur dl diberikan oleh rumus:

dimana merupakan sudut antara elemen jalur dengan medan. Kenaikan tegangan (beda potensial dV bernilai positif) mengharuskan komponen perpindahan yang


(18)

paralel dengan E haruslah berlawanan arah dengan medan. Maka Persamaan (2. 9) di atas memiliki tanda negatif.

Gambar 2. 6 Jalur perpindahan berbentuk kurva dalam medan listrik yang uniform

Jika Persamaan (2. 9) diintegrasikan dengan batas integrasi titik a dan b, akan diperoleh kenaikan tegangan Vab antara titik a dengan b.

Integral yang melibatkan unsur dl seperti pada Persamaan (2. 10) di atas disebut integral garis. Maka, dapat disimpulkan bahwa kenaikan tegangan antara a dan b sama dengan integral garis dari E sepanjang jalur melengkung dari a menuju b.

II. 5 Perhitungan Medan Listrik Di Sekitar Konduktor Silinder

Untuk memperhitungkan medan listrik yang timbul di sekitar konduktor, terlebih dahulu diperhitungkan kuat medan yang dihasilkan oleh suatu muatan garis. Misalkan suatu muatan sebesar Q terdistribusi secara merata di garis tipis sepanjang 2a dengan titik tengahnya berada di titik pusat, seperti tergambar pada Gambar 2. 7.


(19)

Gambar 2. 7 Muatan garis sepanjang 2a

Kerapatan muatan L (muatan per satuan panjang) dirumuskan dengan:

dimana L dalam satuan Coulomb per meter ketika Q dalam Coulomb dan a dalam

meter.

Pada titik P di sumbu r, medan listrik dE akibat sebagian kecil dari muatan garis dz dirumuskan dengan:

dimana dan Î merupakan vektor satuan ke arah l.

Karena sumbu z pada Gambar 2. 7 merupakan sumbu simetri, medan hanya memiliki komponen z dan r. Sehingga:

dan

Resultan atau total komponen Er pada sumbu r diperoleh dengan cara mengintegrasikan Persamaan (2. 13) sepanjang keseluruhan garis. Yaitu:


(20)

dan hasilnya adalah:

Secara simetri, resultan dari komponen Ez pada suatu titik di sumbu r nilainya nol.

Maka, total medan E pada titik di sumbu r arahnya radial dan besarnya:

Persamaan ini menyatakan medan sebagai fungsi r pada suatu titik di sumbu r untuk muatan garis sepanjang 2a dan kerapatan medan L yang uniform.

Kasus berikutnya adalah jika muatan garis pada Gambar 2. 7 diperpanjang sampai tak terhingga ke arah positif dan negatif dari sumbu z. Jika pembilang dan penyebut dibagi dengan a dan nilai tak berhingga disubstitusikan ke a, maka diperoleh intensitas medan listrik akibat muatan garis yang panjangnya tak berhingga, yaitu:

Beda potensial V21 antara dua titik pada jarak r2 dan r1 dari muatan garis tak

berhingga ini merupakan energi yang diperlukan per satuan muatan untuk memindahkan sebuah muatan uji dari r2 menuju r1. Misalkan r2 > r1, maka beda

potensial ini merupakan integral garis Er dari r2 menuju r1. Potensial di r1 akan lebih

tinggi daripada potensial di r2, jika muatan garisnya positif. Maka:

Atau:

Selanjutnya, jika muatan terdistribusi secara merata di sepanjang silinder dengan radius r1 seperti terlihat pada Gambar 2. 8 (misalkan pada konduktor silinder),


(21)

Gambar 2. 8 Medan listrik pada konduktor silinder

Beda potensial antara silinder dengan sebuah titik di luar silinder dapat dihitung menggunakan Persamaan (2. 19), dimana r2 > r1 dan L adalah muatan per satuan

panjang dari silinder. Di dalam silinder, potensialnya sama dengan potensial pada permukaan (r = r1).

Untuk memperoleh persamaan yang menyatakan hubungan antara kuat medan listrik dengan tegangan pada konduktor silinder, maka Persamaan (2. 18) dan (2. 19) disubstitusikan. Persamaan (2. 18) menyatakan bahwa:

maka:

Misalkan titik uji berada pada jarak x dari pusat lingkaran, maka persamaan di atas menjadi:

Persamaan (2. 20) ini kemudian disubstitusikan ke Persamaan (2. 19), sehingga diperoleh:


(22)

Persamaan (2. 21) inilah yang akan digunakan untuk menghitung kuat medan listrik di sekitar konduktor silinder.


(23)

BAB III

MEDAN LISTRIK DI BAWAH SALURAN TRANSMISI

III. 1 Tegangan Transmisi dan Rugi-Rugi Daya

Transmisi merupakan bagian dari sistem tenaga listrik yang berperan menyalurkan energi listrik dari pusat pembangkit ke gardu iduk. Saat sistem beroperasi, pada saluran transmisi terjadi rugi-rugi daya. Jika tegangan transmisi adalah tegangan bolak-balik tiga fasa, maka besarnya rugi-rugi daya yang timbul adalah sebagai berikut:

di mana:

I = Arus jala-jala transmisi [Ampere]

R = Tahanan kawat transmisi per fasa [Ohm]

Arus pada jala-jala suatu transmisi arus bolak-balik tiga fasa adalah:

di mana:

P = Daya beban pada ujung penerima transmisi [Watt] Vr = Tegangan fasa ke fasa ujung penerima transmisi [Volt]

cos = Faktor daya beban

Jika Persamaan (3. 2) disubstitusikan ke Persamaan (3. 1), maka rugi-rugi daya transmisi dapat dituliskan sebagai berikut:

(3. 3) Dari Persamaan (3. 3) di atas dapat dilihat bahwa rugi-rugi daya transmisi dapat dikurangi dengan cara meninggikan tegangan transmisi, memperkecil tahanan konduktor, dan memperbesar faktor daya beban. Tetapi cara yang cenderung dilakukan adalah meninggikan tegangan transmisi dengan dasar pertimbangan sebagai berikut:

1. Memperkecil tahanan konduktor dilakukan dengan memperbesar luas

penampangnya. Tetapi, cara ini memiliki keterbatasan karena penambahan luas penampang konduktor juga ada batasnya.


(24)

2. Perbaikan faktor daya dilakukan dengan menambahkan kapasitor kompensasi (shunt capacitor). Tetapi, perbaikan yang diperoleh juga ada batasnya.

3. Dari Persamaan (3. 3) di atas terlihat bahwa rugi-rugi daya transmisi berbanding terbalik dengan kuadrat tegangan transmisi, sehingga pengurangan rugi-rugi yang diperoleh karena peninggian tegangan transmisi jauh lebih besar daripada pengurangan rugi-rugi daya karena pengurangan tahanan konduktor.

Pertimbangan inilah yang mendorong perusahaan pembangkit tenaga listrik lebih cenderung menaikkan tegangan transmisi.

III. 2 Masalah Penerapan Tegangan Tinggi pada Transmisi

Meskipun peninggian tegangan transmisi akan mengurangi rugi-rugi daya, peninggian tegangan itu tetap ada batasnya karena tegangan tinggi menimbulkan beberapa masalah, antara lain:

1. Tegangan transmisi dapat menimbulkan korona pada kawat transmisi. Korona ini menimbulkan rugi-rugi daya dan dapat menimbulkan gangguan terhadap komunikasi radio.

2. Jika tegangan transmisi semakin tinggi, maka peralatan transmisi dan gardu induk membutuhkan isolasi yang volumenya semakin banyak agar peralatan mampu memikul tegangan tinggi tersebut. Hal ini mengakibatkan kenaikan biaya investasi.

3. Saat terjadi pemutusan dan penutupan rangkaian transmisi (switching operation), timbul tegangan lebih surja hubung sehingga peralatan sistem tenaga listrik harus dirancang mampu memikul tegangan lebih tersebut. Hal ini juga mengakibatkan kenaikan biaya investasi.

4. Jika tegangan transmisi ditinggikan, menara transmisi harus semakin tinggi untuk menjamin keselamatan makhluk hidup di sekitar transmisi. Peninggian menara transmisi mengakibatkan transmisi mudah disambar petir. Sambaran petir pada transmisi akan menimbulkan tegangan lebih surja petir pada sistem


(25)

tenaga listrik, sehingga peralatan listrik harus dirancang mampu memikul tegangan lebih tersebut.

5. Peralatan sistem perlu dilengkapi dengan peralatan proteksi untuk

menghindarkan kerusakan akibat adanya tegangan lebih surja hubung dan surja petir. Penambahan peralatan proteksi ini menambah biaya investasi dan perawatan.

Kelima hal di atas memberikan kesimpulan, bahwa peninggian tegangan transmisi akan menambah biaya investasi dan perawatan. Tetapi telah dijelaskan pada bab sebelumnya bahwa mempertinggi tegangan transmisi dapat mengurangi rugi-rugi daya.

Pada Gambar 3. 1 ditunjukkan kurva yang menyatakan biaya total sebagai fungsi tegangan transmisi. Terlihat bahwa ada suatu harga tegangan transmisi yang memberi biaya total minimum.Tegangan ini disebut tegangan optimum.

Gambar 3. 1 Kurva hubungan biaya dan tegangan transmisi

III. 3 Kuat Medan Listrik di Bawah Saluran Transmisi

Tegangan tinggi yang diterapkan pada transmisi daya listrik menghasilkan medan listrik yang kuat pula. Untuk menghitung kuat medan listrik di bawah saluran transmisi, dimisalkan suatu konstruksi menara tunggal seperti Gambar 3. 2 berikut:


(26)

Gambar 3. 2 Menghitung kuat medan listrik di titik P1

Agar dapat menghitung kuat medan listrik di titik P1 seperti pada Gambar 3. 2 di atas, terlebih dahulu harus diketahui:

− Harga x, yaitu jarak pemisah horizontal antar konduktor penghantar transmisi,

− Harga y, yaitu ketinggian konduktor penghantar dari titik yang ditinjau,

− Harga r, yaitu jari-jari konduktor yang dipakai,

− Untuk konstruksi menara ganda, perlu juga diketahui jarak pemisah vertikal antar konduktor penghantar. Dan untuk pemakaian konduktor berkas, perlu diketahui jarak pemisah antar berkas.

Kemudian, dari harga x dan y tersebut, dapat dihitung jarak masing-masing konduktor penghantar ke titik P1, yaitu:


(27)

Jika dimisalkan tegangan fasa ke fasa sebagai fungsi waktu sebagai berikut:

maka harga maksimum dari tegangan fasa ke netral sebagai fungsi waktu adalah:

Dari persamaan untuk menghitung kuat medan listrik di sekitar konduktor silinder yang diturunkan pada bab 2, yaitu:

dimana:

E = kuat medan listrik di sekitar konduktor silinder, V = tegangan fasa ke netral,


(28)

x = jarak konduktor ke titik yang diamati, r = jari-jari konduktor.

Maka, kuat medan listrik di titik P1 akibat masing-masing konduktor fasa adalah:

Nilai E ini harus diubah terlebih dahulu ke komponen sumbu x dan y agar dapat dijumlahkan. Adapun harga E di sumbu x adalah sebagai berikut:


(29)

Kemudian, sesuai dengan prinsip superposisi, harga-harga E di sumbu x tersebut dapat dijumlahkan sebagai berikut:

(3. 25)

dimana:

Demikian juga halnya dengan komponen E di sumbu y yang dapat dijumlahkan dengan cara yang sama, sebagai berikut:


(30)

(3. 26)

dimana:

Karena:

dan,

maka Persamaan (3. 25) dan (3. 26) menjadi:

(3. 27)

dan,


(31)

(3. 28)

Selanjutnya,untuk memperoleh nilai E total (Etot) pada titik P1, maka harga Ex dan Ey

tersebut dijumlahkan secara vektoris seperti berikut:

Karena:

maka:

Dari hasil yang diperoleh di atas, diperoleh bahwa bentuk umum dari Etot2 adalah

sebagai berikut:

(3. 29)


(32)

Dari Persamaan (3. 29), diperoleh bentuk umum untuk Etot, yaitu:

(3. 30)

Dari Persamaan (3. 30) di atas, terlihat bahwa Etot merupakan fungsi dari t. Untuk itu,

nilai Etot ini harus dipetakan terhadap t. Dari hasil pemetaan tersebut, akan diperoleh

kuat medan listrik maksimum di titik P (Emax).

Kemudian, dari Persamaan (3. 29) dapat dihitung nilai efektif dari Etot dengan

menggunakan persamaan:

Dari Persamaan (3. 29) dan (3. 30), dapat dilihat bahwa untuk berbagai titik di bawah saluran transmisi, yang mengalami perubahan hanyalah nilai C1, C2, dan C3.

Sedangkan nilai frekuensinya tetap. Oleh karena itu, nilai T pada Persamaan (3. 31) diberikan oleh:

Dengan mensubstitusikan Persamaan (3. 32) dan (3. 29) ke Persamaan (3. 31), didapat:


(33)

Dari Persamaan (3. 33), dapat dihitung nilai efektif dari kuat medan listrik di bawah saluran transmisi pada titik P.

Dengan proses yang sedemikian rumit dan panjang, yang diperoleh hanyalah nilai maksimum dan nilai efektif dari kuat medan listrik di satu titik, yaitu titik P. Akibatnya, perhitungan kuat medan listrik di bawah saluran transmisi yang dilakukan secara manual kurang efisien, karena:

− Jika titik yang ditinjau bergeser, maka perhitungan secara manual harus diulang mulai dari awal, sehingga sangat memakan waktu dan pikiran,

− Jika konstruksi menara yang digunakan adalah saluran ganda, maka

perhitungan di atas akan berubah dan menjadi semakin rumit. Hal ini dikarenakan pada saluran ganda, variabel yang harus dihitung bertambah banyak,

− Jika penghantar yang digunakan adalah penghantar berkas, maka perhitungan juga akan berubah dan menjadi semakin rumit.

Untuk itu, dibuatlah suatu program pembantu menggunakan bahasa Matlab untuk menghitung kuat medan listrik di bawah saluran transmisi. Perhitungan dengan menggunakan program akan mempermudah pekerjaan karena proses perulangan perhitungan untuk berbagai posisi titik uji akan dilakukan secara otomatis oleh program tersebut. Adapun diagram alir (flow chart) program tersebut adalah seperti diberikan pada Lampiran A.

Dengan bantuan program ini, proses perhitungan kuat medan listrik di bawah saluran transmisi yang semula harus dilakukan titik demi titik kemudian dipetakan waktu demi waktu, menjadi jauh lebih mudah dan singkat dimana pemakai cukup memasukkan parameter-parameter tertentu ke dalam program, sesuai dengan tipe menara dan susunan konduktor yang dipakai.


(34)

BAB IV

PERHITUNGAN KUAT MEDAN LISTRIK DI TITIK KRITIS

PADA PERENCANAAN TRANSMISI 275 KV GALANG-BINJAI

IV. 1 Umum

Dalam rangka meningkatkan kehandalan sistem kelistrikan nasional, maka pemerintah (PLN) mencanangkan program 10.000 MW yang meliputi pembangunan pembangkit, saluran transmisi, gardu induk, dan saluran distribusi baru, serta peningkatan kapasitas sistem yang sudah ada. Salah satu bagian dari program 10.000 MW di luar sistem Jawa-Bali adalah pembangunan sistem interkoneksi Sumatera yang bertegangan 275 kV. Pembangunan sistem interkoneksi Sumatera ini selain bertujuan untuk meningkatkan kehandalan sistem kelistrikan di Sumatera, juga untuk mendukung pembangunan proyek interkoneksi Jawa-Sumatera dan interkoneksi Indonesia-Malaysia. Transmisi 275 kV Galang-Binjai merupakan bagian dari sistem interkoneksi Sumatera. Transmisi ini berjarak 54.785,755 m (54,785 km) dan ditopang oleh menara sebanyak 142 unit. Transmisi ini menggunakan saluran ganda dan 2 berkas konduktor ACSR Zebra.

IV. 2 Perhitungan Kuat Medan Listrik

Sebelum dapat menghitung kuat medan listrik di bawah saluran transmisi pada transmisi 275 kV Galang-Binjai, perlu diketahui terlebih dahulu beberapa informasi antara lain:

1. Konstruksi menara

• Tipe menara : saluran ganda

• Panjang bottom cross arm : 14,3 m

• Panjang middle cross arm : 13,8 m

• Panjang upper cross arm : 13,4 m

• Ketinggian bottom cross arm : 46,5 m

• Jarak antar cross arm : 7,45 m 2. Isolator


(35)

3. Kawat penghantar

• Tipe : Zebra

• Diameter : 28,6 mm

• Susunan : dua berkas (2xZebra/ twin Zebra)

• Jarak antar berkas : 26 cm

• Andongan : 7,5 m

Dengan informasi di atas, maka dapat dihitung kuat medan listrik di bawah saluran transmisi. Gambar konstruksi menara lengkap beserta ukuran-ukurannya diberikan pada Lampiran E.

Gambar 4. 1 Menghitung E di bawah perencanaan saluran transmisi 275 kV Galang-Binjai

Jika dimisalkan fasa yang terletak pada upper cross arm adalah fasa R, pada


(36)

titik uji P dari permukaan tanah adalah 1m, maka kasus ini dapat digambarkan seperti Gambar 4.1.

Untuk menghitung kuat medan listrik diasumsikan kedua menara transmisi yang menopang kawat penghantar memiliki ketinggian yang sama serta permukaan tanah di bawah saluran transmisi memiliki kontur yang rata. Sesuai dengan asumsi tersebut, maka titik kritis berada di tengah-tengah saluran (di antara kedua menara). Berdasarkan informasi yang diperoleh di atas, maka nilai-nilai variabel yang terdapat pada Gambar 4. 1 adalah:

• X1=13,4 m

• X2=13,8 m

• X3=14,3 m

• Y=7,45 m

• s=0,26 m

• p=0,5(X2-X1)=0,2 m

• q=0,5(X3-X2)=0,25 m

• h=ketinggian bottom cross arm-panjang rantai isolator-andongan-1 m=34,05 m Karena konstruksi menara yang dipakai adalah tipe ganda, maka ketinggian tiap fasa dari permukaan tanah tidak sama, sehingga:

Selanjutnya dapat dihitung jarak tiap-tiap konduktor ke titik P, yaitu:


(37)

Sudut yang dibentuk oleh masing-masing vektor medan listrik terhadap sumbu x adalah:


(38)

Dengan menggunakan persamaan untuk menghitung kuat medan listrik di sekitar konduktor silinder yang telah diturunkan pada bab sebelumnya, maka dapat dihitung kuat medan listrik yang ditimbulkan oleh masing-masing kawat penghantar. Jika dimisalkan:


(39)

maka:


(40)

Kuat medan listrik yang diperoleh dari perhitungan di atas harus diubah menjadi komponen sumbu x (horizontal) dan sumbu y (vertikal) agar dapat dijumlahkan secara aljabar biasa. Komponen kuat medan listrik di sumbu x adalah:

Sedangkan komponen kuat medan listrik di sumbu y adalah:


(41)

Setelah diperoleh komponen kuat medan listrik di sumbu x dan sumbu y, maka masing-masing nilai tersebut dapat dijumlahkan secara aljabar. Total komponen kuat medan listrik di sumbu x adalah:

E(x)

=

dan total komponen kuat medan listrik di sumbu y adalah:


(42)

E(y)

Karena:

dan,

Maka, nilai E(x) dan E(y) di atas dapat diubah menjadi:


(43)

Dengan mengetahui komponen kuat medan listrik di sumbu x dan y, maka kuat medan listrik total di titik P dapat dihitung dengan menjumlahkan kedua komponen kuat medan listrik secara vektoris, yaitu:

Kuat medan listrik total (Etot) yang diperoleh di atas, merupakan fungsi waktu.

Oleh karena itu, perlu dilakukan pemetaan untuk mengetahui nilai maksimum Etot

tersebut. Hal ini dapat dilakukan dengan memanfaatkan program Microsoft Excel. Hasilnya adalah:

Tabel 4. 1 Hasil pemetaan Etot terhadap waktu (t)

t Etot

0 0.868907

0.001 0.794891

0.002 0.643229

0.003 0.42884

0.004 0.173314

0.005 0.104207

0.006 0.365631

0.007 0.593

0.008 0.762611

0.009 0.857745

0.01 0.869069

0.011 0.795472

0.012 0.644172


(44)

0.014 0.174667

0.015 0.102859

0.016 0.364368

0.017 0.591976

0.018 0.761928

0.019 0.85747

0.02 0.869228

Dari Tabel 4. 1, dapat dilihat bahwa kuat medan listrik maksimum (Emax) di titik P

besarnya adalah 0,869 kV/m.

Selain kuat medan listrik maksimum maksimum (Emax), dapat juga diperoleh nilai

efektif dari kuat medan listrik di titik P dengan pengintegralan. Sebagai batas integral, dipilih dari nilai 0 sampai 0,02, seperti yang telah dijelaskan sebelumnya di bab 3. Proses pengintegralannya adalah sebagai berikut:


(45)

Perhitungan selengkapnya untuk titik-titik lainnya pada ketinggian 1 m dari permukaan tanah dilakukan dengan program. Tampilan program penghitung tersebut adalah seperti tergambar pada Gambar 4. 2.

Gambar 4. 2 Tampilan program penghitung kuat medan listrik di bawah saluran transmisi (ketinggian titik uji=1m)

Dan hasil perhitungannya diberikan dalam bentuk grafik seperti tergambar pada Gambar 4. 3 berikut.


(46)

Gambar 4. 3 Grafik kuat medan listrik pada ketinggian titik uji 1m

Grafik sejenis untuk ketinggian titik uji yang bervariasi diberikan pada Lampiran C.

IV. 3 Analisa Data

Dari grafik kuat medan listrik di bawah saluran transmisi untuk ketinggian titik uji yang bervariasi seperti yang digambarkan pada Lampiran C, dapat diperoleh data seperti pada Tabel 4. 2.

Tabel 4. 2 Kuat medan listrik maksimum di bawah saluran transmisi untuk berbagai ketinggian titik uji

Posisi titik uji

-30 -20 -10 0 10 20 30

1 0.62 0.75 0.8566 0.896 0.8566 0.75 0.62

2 0.64 0.78 0.893 0.953 0.893 0.78 0.64

3 0.66 0.81 0.931 0.977 0.931 0.81 0.66

4 0.68 0.841 0.973 1.02 0.973 0.841 0.68

5 0.7 0.875 1.017 1.07 1.017 0.875 0.7

6 0.722 0.91 1.064 1.121 1.064 0.91 0.722

K

et

inggi

an t

it

ik u

ji


(47)

8 0.769 0.987 1.17 1.235 1.17 0.987 0.769

9 0.794 1.03 1.23 1.3 1.23 1.03 0.794

10 0.82 1.075 1.29 1.367 1.29 1.075 0.82 11 0.85 1.12 1.36 1.44 1.36 1.12 0.85 12 0.875 1.173 1.432 1.519 1.432 1.173 0.875

13 0.9 1.23 1.512 1.604 1.512 1.23 0.9

14 0.934 1.286 1.6 1.7 1.6 1.286 0.934

15 0.965 1.35 1.695 1.793 1.695 1.35 0.965 16 1 1.4 1.8 1.9 1.8 1.4 1

17 1.03 1.5 1.914 2.01 1.914 1.5 1.03

18 1.065 1.565 2.04 2.13 2.04 1.565 1.065

Lanjutan Tabel 4. 2

19 1.1 1.65 2.183 2.258 2.183 1.65 1.1

20 1.138 1.74 2.35 2.391 2.35 1.74 1.138

21 1.175 1.835 2.525 2.53 2.525 1.835 1.175

22 1.2 1.94 2.733 2.67 2.733 1.94 1.2 23 1.25 2.05 2.975 2.81 2.975 2.05 1.25 24 1.3 2.2 3.26 2.933 3.26 2.2 1.3 25 1.33 2.3 3.6 3.04 3.6 2.3 1.33

26 1.37 2.435 4.02 3.1 4.02 2.435 1.37

27 1.4 2.6 4.55 3.1 4.55 2.6 1.4

28 1.45 2.73 5.2 3 5.2 2.73 1.45

29 1.5 2.9 6.1 2.77 6.1 2.9 1.5

K et inggi an t it ik u ji

30 1.5 3 7.3 2.38 7.3 3 1.5

Tabel 4. 2 di atas jika digambarkan ke dalam grafik akan diperoleh grafik seperti Gambar 4. 4 berikut.


(48)

Gambar 4. 4 Grafik kuat medan listrik maksimum di bawah saluran transmisi untuk berbagai ketinggian titik uji

Gambar 4. 4 menunjukkan bahwa kuat medan listrik maksimum di bawah saluran transmisi berbeda-beda nilainya tergantung pada:

• Ketinggian titik uji

Semakin tinggi titik uji dari permukaan tanah, maka kuat medan listrik maksimumnya akan bertambah besar. Hal ini disebabkan karena jika titik uji semakin tinggi, maka jarak penghantar ke titik uji semakin dekat. Sehingga sesuai dengan rumus untuk menghitung kuat medan listrik yang menyatakan bahwa jarak berbanding terbalik dengan kuat medan listrik, maka semakin dekat jaraknya, kuat medan listriknya semakin besar.

• Posisi titik uji

Selain dipengaruhi oleh ketinggian titik uji, kuat medan listrik maksimum di bawah saluran transmisi juga dipengaruhi oleh posisi titik uji. Pada ketinggian titik uji ≤ 18m, grafik kuat medan listrik menunjukkan bahwa kuat medan listrik berada di sumbu transmisi. Sedangkan pada ketinggian titik uji > 18m, kuat medan listrik maksimum terjadi pada posisi yang tepat berada di bawah konduktor fasa terluar.


(49)

Berdasarkan SNI 04-6950-2003, batas pajanan medan listrik maksimum selama 24 jam/hari untuk masyarakat umum adalah sebesar 5 kV/m. Nilai ini akan terlewati pada ketinggian titik uji 28 m (dari grafik di Lampiran C). Oleh karena itu, batas ketinggian maksimum di bawah saluran transmisi adalah < 28 m, misalkan ditentukan 27 m. Artinya, jika di bawah saluran transmisi terdapat bangunan, maka

ketinggiannya tidak boleh lebih dari 27 m.

Dari nilai batas ketinggian maksimum ini, dapat dihitung ruang bebas (clearance) vertikal dari saluran transmisi. Caranya adalah:

• Ketinggian bottom cross arm = 46,5 m

• Panjang rantai isolator = 3,95 m

• Andongan maksimum = 7,5 m

Maka jarak konduktor terdekat ke permukaan bumi adalah: h= 46,5 – 3,95 – 7,5 = 35,05 m

Jika batas ketinggian maksimum ditetapkan adalah 27 m, maka ruang bebas vertikal dari saluran transmisi adalah:


(50)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

V. 1 Kesimpulan

• Program menghitung kuat medan listrik di bawah saluran transmisi ini

mempercepat proses perhitungan kuat medan listrik di bawah saluran transmisi,

• Dari hasil perhitungan diperoleh bahwa: untuk ketinggian titik uji ≤ 18m, kuat medan listrik maksimum diperoleh di sumbu menara (titik nol). Sedangkan untuk ketinggian > 18 m, kuat medan listrik maksimum berada di bawah konduktor fasa terluar,

• Pada ketinggian 28 m, kuat medan listrik maksimumnya adalah 5,325 kV/m. Nilai ini sudah melebihi batas paparan medan listrik yang diizinkan menurut SNI. Oleh karena itu, ketinggian bangunan di bawah saluran transmisi tidak boleh lebih dari 28 m.

• Dari hasil perhitungan untuk ketinggian maksimum 27 m, diperoleh ruang bebas vertikal (clearance) dari saluran transmisi adalah sebesar 8,05 m.

V. 2 Saran

• Program ini masih mengabaikan faktor-faktor yang mempengaruhi distribusi medan di bawah saluran transmisi. Oleh karena itu, diharapkan di kemudian hari ada pihak-pihak yang dapat memperhitungkan faktor-faktor ini.

• Untuk memeriksa tingkat keakuratannya, hasil perhitungan program harus dibandingkan dengan hasil pengukuran di lapangan.


(51)

DAFTAR PUSTAKA

1. Arismunandar, A. ; Kuwahara, S. , “Buku Pegangan Teknik Tenaga Listrik Jilid 2”, Jakarta: Pradnya Paramita, 2004.

2. Halliday, David; Robert Resnick, “Fisika Jilid 2”, Diterjemahkan oleh: Pantur Silaban Ph.D dan Drs.Edwin Sucipto, Jakarta: Erlangga, 1996.

3. Hutauruk, T.S., “Transmisi Daya Listrik”, Jakarta: Erlangga, 1985.

4. Jr., William H. Hayt, “Elektromagnetika Teknologi”, Diterjemahkan oleh: The Houw Liong, Ph.D., Jakarta: Erlangga, 1982.

5. Kraus, John D. ; Keith R. Carver, “Electromagnetics”, Japan: McGraw-Hill Kogakusha Ltd., 1973.

6. Palm III, William J.,”Introduction to MATLAB 7 for Engineers”, New York: McGraw Hill, 2005.

7. Peranginangin, Kasiman, “Pengenalan Matlab”, Yogyakarta: Andi, 2006.

8. Tobing, Bonggas L., “Dasar Teknik Pengujian Tegangan Tinggi”, Jakarta : Gramedia Pustaka Utama, 2003.


(52)

(53)

LAMPIRAN B

KODE PROGRAM


(54)

clear

%---%

% Program Menghitung Kuat Medan Listrik di Bawah Penghantar Transmisi %

%---%

disp('Program Menghitung Kuat Medan Listrik di Bawah Penghantar Transmisi');

disp(' ');

V=input('Tegangan sistem (kV)='); D=input('Diameter konduktor (m)=');

I=input('Panjang rantai isolator yang dipakai (m)='); Sag=input('Nilai andongan (m)=');

b=input('Ketinggian titik uji (m)='); R=D/2;

F=50; W=2*pi*F;

TipeM=input('Tipe menara: (1) tunggal, (2) ganda=');

TipeK=input('Susunan konduktor: (1) Tunggal, (2) Berkas=');

if TipeM==1

H=input('Ketinggian cross arm (m)='); LP=H-I-Sag-b;

X=input('Jarak horizontal konduktor (m)='); if TipeK==1


(55)

a=linspace(-(2*X+25),25,100); for A=1:length(a)

%Jarak tiap konduktor fasa ke titik uji R1P(A)=sqrt(((a(A))^2)+(LP^2));

S1P(A)=sqrt(((a(A)+X)^2)+(LP^2)); T1P(A)=sqrt(((a(A)+2*X)^2)+(LP^2));

%Besar sudut medan listrik di titik uji sdtR1(A)=asin((a(A))/R1P(A));

sdtS1(A)=asin((a(A)+X)/S1P(A)); sdtT1(A)=asin((a(A)+2*X)/T1P(A));

t=linspace(0,0.02,300); for T=1:length(t)

%Tegangan tiap fasa

VR(T)=(V*sqrt(2/3))*sin(W*t(T)-(2*pi)/3); VS(T)=(V*sqrt(2/3))*sin(W*t(T));

VT(T)=(V*sqrt(2/3))*sin(W*t(T)+(2*pi)/3);

%Kuat medan listrik di titik P

ER1(T)=VR(T)/(R1P(A)*log((LP+b)/R)); ES1(T)=VS(T)/(S1P(A)*log((LP+b)/R)); ET1(T)=VT(T)/(T1P(A)*log((LP+b)/R));

%Kuat medan dalam bentuk rectangular


(56)

ES1_rec(T)=ES1(T)*(sin(sdtS1(A))-(cos(sdtS1(A)))*i);

ET1_rec(T)=ET1(T)*(sin(sdtT1(A))-(cos(sdtT1(A)))*i);

Etot(T)=abs(ER1_rec(T)+ES1_rec(T)+ET1_rec(T)); end

Eeff(A)=sqrt((1/0.02)*trapz(t,Etot.^2)); Emax(A)=max(Etot);

end mid=X;

else

n=input('Jumlah berkas: (1) dua, (2) tiga, (3)

empat=');

s=input('Jarak pemisah antar penghantar (m)='); a=linspace(-(2*X+25),25,100);

for A=1:length(a) if n==1

%Jarak tiap konduktor fasa ke titik uji R11P(A)=sqrt((a(A)^2)+(LP^2));

R12P(A)=sqrt(((a(A)+s)^2)+(LP^2)); S11P(A)=sqrt(((a(A)+X)^2)+(LP^2)); S12P(A)=sqrt(((a(A)+X+s)^2)+(LP^2)); T11P(A)=sqrt(((2*X+a(A))^2)+(LP^2)); T12P(A)=sqrt(((2*X+a(A)+s)^2)+(LP^2));


(57)

%Besar sudut medan listrik di titik uji sdtR11(A)=asin((a(A))/R11P(A));

sdtR12(A)=asin((a(A)+s)/R11P(A)); sdtS11(A)=asin((a(A)+X)/S11P(A)); sdtS12(A)=asin((a(A)+X+s)/S12P(A)); sdtT11(A)=asin((2*X+a(A))/T11P(A)); sdtT12(A)=asin((2*X+a(A)+s)/T12P(A));

t=linspace(0,0.02,300); for T=1:length(t)

%Tegangan tiap fasa

VR(T)=(V*sqrt(2/3))*sin(W*t(T)-(2*pi)/3); VS(T)=(V*sqrt(2/3))*sin(W*t(T));

VT(T)=(V*sqrt(2/3))*sin(W*t(T)+(2*pi)/3);

%Kuat medan listrik di titik P

ER11(T)=VR(T)/(R11P(A)*log((LP+b)/R)); ER12(T)=VR(T)/(R12P(A)*log((LP+b)/R)); ES11(T)=VS(T)/(S11P(A)*log((LP+b)/R)); ES12(T)=VS(T)/(S12P(A)*log((LP+b)/R)); ET11(T)=VT(T)/(T11P(A)*log((LP+b)/R)); ET12(T)=VT(T)/(T12P(A)*log((LP+b)/R));

%Kuat medan dalam bentuk rectangular


(58)

ER12_rec(T)=ER12(T)*(sin(sdtR12(A))-(cos(sdtR12(A)))*i); ES11_rec(T)=ES11(T)*(sin(sdtS11(A))-(cos(sdtS11(A)))*i); ES12_rec(T)=ES12(T)*(sin(sdtS12(A))-(cos(sdtS12(A)))*i); ET11_rec(T)=ET11(T)*(sin(sdtT11(A))-(cos(sdtT11(A)))*i); ET12_rec(T)=ET12(T)*(sin(sdtT12(A))-(cos(sdtT12(A)))*i); Etot(T)=abs(ER11_rec(T)+ER12_rec(T)+ES11_rec(T)+ES12_rec(T)+ ET11_rec(T)+ET12_rec(T)); end Eeff(A)=sqrt((1/0.02)*trapz(t,Etot.^2)); Emax(A)=max(Etot); elseif n==2

%Jarak tiap konduktor fasa ke titik uji R11P(A)=sqrt((a(A)^2)+(LP^2)); R12P(A)=sqrt(((a(A)+s)^2)+(LP^2)); R13P(A)=sqrt(((a(A)+0.5*s)^2)+((LP+((0.5*sqrt(3))*s))^2)); S11P(A)=sqrt(((a(A)+X)^2)+(LP^2)); S12P(A)=sqrt(((a(A)+X+s)^2)+(LP^2)); S13P(A)=sqrt(((a(A)+X+0.5*s)^2)+((LP+((0.5*sqrt(3))*s))^2)); T11P(A)=sqrt(((a(A)+2*X)^2)+(LP^2)); T12P(A)=sqrt(((a(A)+2*X+s)^2)+(LP^2));


(59)

T13P(A)=sqrt(((a(A)+2*X+0.5*s)^2)+((LP+((0.5*sqrt(3))*s))^2) );

%Besar sudut medan listrik di titik uji sdtR11(A)=asin((a(A))/R11P(A));

sdtR12(A)=asin((a(A)+s)/R12P(A)); sdtR13(A)=asin((a(A)+0.5*s)/R13P(A)); sdtS11(A)=asin((a(A)+X)/S11P(A)); sdtS12(A)=asin((a(A)+X+s)/S12P(A)); sdtS13(A)=asin((a(A)+X+0.5*s)/S13P(A)); sdtT11(A)=asin((a(A)+2*X)/T11P(A)); sdtT12(A)=asin((a(A)+2*X+s)/T12P(A)); sdtT13(A)=asin((a(A)+2*X+0.5*s)/T13P(A));

t=linspace(0,0.02,300); for T=1:length(t)

%Tegangan tiap fasa

VR(T)=(V*sqrt(2/3))*sin(W*t(T)-(2*pi)/3); VS(T)=(V*sqrt(2/3))*sin(W*t(T));

VT(T)=(V*sqrt(2/3))*sin(W*t(T)+(2*pi)/3);

%Kuat medan listrik di titik P

ER11(T)=VR(T)/(R11P(A)*log((LP+b)/R)); ER12(T)=VR(T)/(R12P(A)*log((LP+b)/R)); ER13(T)=VR(T)/(R13P(A)*log((LP+b)/R)); ES11(T)=VS(T)/(S11P(A)*log((LP+b)/R));


(60)

ES12(T)=VS(T)/(S12P(A)*log((LP+b)/R)); ES13(T)=VS(T)/(S13P(A)*log((LP+b)/R)); ET11(T)=VT(T)/(T11P(A)*log((LP+b)/R)); ET12(T)=VT(T)/(T12P(A)*log((LP+b)/R)); ET13(T)=VT(T)/(T13P(A)*log((LP+b)/R));

%Kuat medan dalam bentuk rectangular ER11_rec(T)=ER11(T)*(sin(sdtR11(A))-(cos(sdtR11(A)))*i); ER12_rec(T)=ER12(T)*(sin(sdtR12(A))-(cos(sdtR12(A)))*i); ER13_rec(T)=ER13(T)*(sin(sdtR13(A))-(cos(sdtR13(A)))*i); ES11_rec(T)=ES11(T)*(sin(sdtS11(A))-(cos(sdtS11(A)))*i); ES12_rec(T)=ES12(T)*(sin(sdtS12(A))-(cos(sdtS12(A)))*i); ES13_rec(T)=ES13(T)*(sin(sdtS13(A))-(cos(sdtS13(A)))*i); ET11_rec(T)=ET11(T)*(sin(sdtT11(A))-(cos(sdtT11(A)))*i); ET12_rec(T)=ET12(T)*(sin(sdtT12(A))-(cos(sdtT12(A)))*i); ET13_rec(T)=ET13(T)*(sin(sdtT13(A))-(cos(sdtT13(A)))*i); Etot(T)=abs(ER11_rec(T)+ER12_rec(T)+ER13_rec(T)+ES11_rec(T)+ ES12_rec(T)+ES13_rec(T)+ET11_rec(T)+... ET12_rec(T)+ET13_rec(T)); end


(61)

Eeff(A)=sqrt((1/0.02)*trapz(t,Etot.^2)); Emax(A)=max(Etot);

else

%Jarak tiap konduktor fasa ke titik uji R11P(A)=sqrt((a(A)^2)+(LP^2));

R12P(A)=sqrt(((a(A)+s)^2)+(LP^2)); R13P(A)=sqrt(((a(A)+s)^2)+((LP+s)^2)); R14P(A)=sqrt((a(A)^2)+((LP+s)^2)); S11P(A)=sqrt(((a(A)+X)^2)+(LP^2)); S12P(A)=sqrt(((a(A)+X+s)^2)+(LP^2)); S13P(A)=sqrt(((a(A)+X+s)^2)+((LP+s)^2)); S14P(A)=sqrt(((a(A)+X)^2)+((LP+s)^2)); T11P(A)=sqrt(((a(A)+2*X)^2)+(LP^2)); T12P(A)=sqrt(((a(A)+2*X+s)^2)+(LP^2)); T13P(A)=sqrt(((a(A)+2*X+s)^2)+((LP+s)^2)); T14P(A)=sqrt(((a(A)+2*X)^2)+((LP+s)^2));

%Besar sudut medan listrik di titik uji sdtR11(A)=asin((a(A))/R11P(A));

sdtR12(A)=asin((a(A)+s)/R12P(A)); sdtR13(A)=asin((a(A)+s)/R13P(A)); sdtR14(A)=asin((a(A))/R14P(A)); sdtS11(A)=asin((a(A)+X)/S11P(A)); sdtS12(A)=asin((a(A)+X+s)/S12P(A));


(62)

sdtS13(A)=asin((a(A)+X+s)/S13P(A)); sdtS14(A)=asin((a(A)+X)/S14P(A)); sdtT11(A)=asin((a(A)+2*X)/T11P(A)); sdtT12(A)=asin((a(A)+2*X+s)/T12P(A)); sdtT13(A)=asin((a(A)+2*X+s)/T13P(A)); sdtT14(A)=asin((a(A)+2*X)/T14P(A));

t=linspace(0,0.02,300); for T=1:length(t)

%Tegangan tiap fasa

VR(T)=(V*sqrt(2/3))*sin(W*t(T)-(2*pi)/3); VS(T)=(V*sqrt(2/3))*sin(W*t(T));

VT(T)=(V*sqrt(2/3))*sin(W*t(T)+(2*pi)/3);

%Kuat medan listrik di titik P

ER11(T)=VR(T)/(R11P(A)*log((LP+b)/R)); ER12(T)=VR(T)/(R12P(A)*log((LP+b)/R)); ER13(T)=VR(T)/(R13P(A)*log((LP+b)/R)); ER14(T)=VR(T)/(R14P(A)*log((LP+b)/R)); ES11(T)=VS(T)/(S11P(A)*log((LP+b)/R)); ES12(T)=VS(T)/(S12P(A)*log((LP+b)/R)); ES13(T)=VS(T)/(S13P(A)*log((LP+b)/R)); ES14(T)=VS(T)/(S14P(A)*log((LP+b)/R)); ET11(T)=VT(T)/(T11P(A)*log((LP+b)/R)); ET12(T)=VT(T)/(T12P(A)*log((LP+b)/R)); ET13(T)=VT(T)/(T13P(A)*log((LP+b)/R));


(63)

ET14(T)=VT(T)/(T14P(A)*log((LP+b)/R));

%Kuat medan dalam bentuk rectangular ER11_rec(T)=ER11(T)*(sin(sdtR11(A))-(cos(sdtR11(A)))*i); ER12_rec(T)=ER12(T)*(sin(sdtR12(A))-(cos(sdtR12(A)))*i); ER13_rec(T)=ER13(T)*(sin(sdtR13(A))-(cos(sdtR13(A)))*i); ER14_rec(T)=ER14(T)*(sin(sdtR14(A))-(cos(sdtR14(A)))*i); ES11_rec(T)=ES11(T)*(sin(sdtS11(A))-(cos(sdtS11(A)))*i); ES12_rec(T)=ES12(T)*(sin(sdtS12(A))-(cos(sdtS12(A)))*i); ES13_rec(T)=ES13(T)*(sin(sdtS13(A))-(cos(sdtS13(A)))*i); ES14_rec(T)=ES14(T)*(sin(sdtS14(A))-(cos(sdtS14(A)))*i); ET11_rec(T)=ET11(T)*(sin(sdtT11(A))-(cos(sdtT11(A)))*i); ET12_rec(T)=ET12(T)*(sin(sdtT12(A))-(cos(sdtT12(A)))*i); ET13_rec(T)=ET13(T)*(sin(sdtT13(A))-(cos(sdtT13(A)))*i); ET14_rec(T)=ET14(T)*(sin(sdtT14(A))-(cos(sdtT14(A)))*i); Etot(T)=abs(ER11_rec(T)+ER12_rec(T)+ER13_rec(T)+ER14_rec(T)+ ES11_rec(T)+ES12_rec(T)+ES13_rec(T)+... ES14_rec(T)+ET11_rec(T)+ET12_rec(T)+ET13_rec(T)+ET14_rec(T)) ; end


(64)

Eeff(A)=sqrt((1/0.02)*trapz(t,Etot.^2)); Emax(A)=max(Etot);

end end

mid=X+(0.5*s); end

plot((a+mid),Eeff,(a+mid),Emax,'--'),xlabel('posisi titik

uji (m)'),ylabel('E (kV/m)'),legend('Eeff','Emax'),grid on

else

H=input('Ketinggian cross arm terbawah (m)='); LP=H-I-Sag-b;

X1=input('Jarak horizontal konduktor bagian atas (UPPER) (m)=');

X2=input('Jarak horizontal konduktor bagian tengah (MIDDLE) (m)=');

X3=input('Jarak horizontal konduktor bagian bawah (LOWER) (m)=');

p=0.5*(X2-X1); q=0.5*(X3-X2);

Y=input('Jarak vertikal konduktor (m)=');

if TipeK==1

a=linspace(-(X3+25),25,100); for A=1:length(a)


(65)

R1P(A)=sqrt(((a(A)+p+q)^2)+((2*Y+LP)^2)); S1P(A)=sqrt(((a(A)+q)^2)+((Y+LP)^2)); T1P(A)=sqrt((a(A)^2)+(LP^2));

R2P(A)=sqrt(((a(A)+p+q+X1)^2)+((2*Y+LP)^2)); S2P(A)=sqrt(((a(A)+q+X2)^2)+((Y+LP)^2)); T2P(A)=sqrt(((a(A)+X3)^2)+(LP^2));

%Besar sudut medan listrik di titik uji sdtR1(A)=asin((a(A)+p+q)/R1P(A));

sdtS1(A)=asin((a(A)+q)/S1P(A)); sdtT1(A)=asin((a(A))/T1P(A));

sdtR2(A)=asin((a(A)+p+q+X1)/R2P(A)); sdtS2(A)=asin((a(A)+q+X2)/S2P(A)); sdtT2(A)=asin((a(A)+X3)/T2P(A));

t=linspace(0,0.02,300); for T=1:length(t)

%Tegangan tiap fasa

VR(T)=(V*sqrt(2/3))*sin(W*t(T)-(2*pi)/3); VS(T)=(V*sqrt(2/3))*sin(W*t(T));

VT(T)=(V*sqrt(2/3))*sin(W*t(T)+(2*pi)/3);

%Kuat medan listrik di titik P

ER1(T)=VR(T)/(R1P(A)*log(((LP+b)+2*Y)/R)); ES1(T)=VS(T)/(S1P(A)*log(((LP+b)+Y)/R)); ET1(T)=VT(T)/(T1P(A)*log((LP+b)/R));


(66)

ER2(T)=VR(T)/(R2P(A)*log(((LP+b)+2*Y)/R)); ES2(T)=VS(T)/(S2P(A)*log(((LP+b)+Y)/R)); ET2(T)=VT(T)/(T2P(A)*log((LP+b)/R));

%Kuat medan dalam bentuk rectangular ER1_rec(T)=ER1(T)*(sin(sdtR1(A))-(cos(sdtR1(A)))*i); ES1_rec(T)=ES1(T)*(sin(sdtS1(A))-(cos(sdtS1(A)))*i); ET1_rec(T)=ET1(T)*(sin(sdtT1(A))-(cos(sdtT1(A)))*i); ER2_rec(T)=ER2(T)*(sin(sdtR2(A))-(cos(sdtR2(A)))*i); ES2_rec(T)=ES2(T)*(sin(sdtS2(A))-(cos(sdtS2(A)))*i); ET2_rec(T)=ET2(T)*(sin(sdtT2(A))-(cos(sdtT2(A)))*i); Etot(T)=abs(ER1_rec(T)+ES1_rec(T)+ET1_rec(T)+ER2_rec(T)+ES2_ rec(T)+ET2_rec(T)); end Eeff(A)=sqrt((1/0.02)*trapz(t,Etot.^2)); Emax(A)=max(Etot); end mid=X3/2; else

n=input('Jumlah berkas: (1) dua, (2) tiga, (3)


(67)

s=input('Jarak pemisah antar penghantar (m)='); a=linspace(-(X3+25),25,100);

for A=1:length(a) if n==1

%Jarak tiap konduktor fasa ke titik uji R11P(A)=sqrt(((a(A)+q+p)^2)+((2*Y+LP)^2)); R12P(A)=sqrt(((a(A)+q+p+s)^2)+((2*Y+LP)^2)); S11P(A)=sqrt(((a(A)+q)^2)+((Y+LP)^2));

S12P(A)=sqrt(((a(A)+q+s)^2)+((Y+LP)^2)); T11P(A)=sqrt((a(A)^2)+(LP^2));

T12P(A)=sqrt(((a(A)+s)^2)+(LP^2));

R21P(A)=sqrt(((a(A)+X1+p+q)^2)+((2*Y+LP)^2)); R22P(A)=sqrt(((a(A)+X1+p+q+s)^2)+((2*Y+LP)^2)); S21P(A)=sqrt(((a(A)+X2+q)^2)+((Y+LP)^2));

S22P(A)=sqrt(((a(A)+X2+q+s)^2)+((Y+LP)^2)); T21P(A)=sqrt(((a(A)+X3)^2)+(LP^2));

T22P(A)=sqrt(((a(A)+X3+s)^2)+(LP^2));

%Besar sudut medan listrik di titik uji sdtR11(A)=asin((a(A)+q+p)/R11P(A)); sdtR12(A)=asin((a(A)+q+p+s)/R12P(A)); sdtS11(A)=asin((a(A)+q)/S11P(A)); sdtS12(A)=asin((a(A)+q+s)/S12P(A)); sdtT11(A)=asin((a(A))/T11P(A)); sdtT12(A)=asin((a(A)+s)/T12P(A)); sdtR21(A)=asin((a(A)+X1+p+q)/R21P(A));


(68)

sdtR22(A)=asin((a(A)+X1+p+q+s)/R22P(A)); sdtS21(A)=asin((a(A)+X2+q)/S21P(A)); sdtS22(A)=asin((a(A)+X2+q+s)/S22P(A)); sdtT21(A)=asin((a(A)+X3)/T21P(A)); sdtT22(A)=asin((a(A)+X3+s)/T22P(A));

t=linspace(0,0.02,300); for T=1:length(t)

%Tegangan tiap fasa

VR(T)=(V*sqrt(2/3))*sin(W*t(T)-(2*pi)/3); VS(T)=(V*sqrt(2/3))*sin(W*t(T));

VT(T)=(V*sqrt(2/3))*sin(W*t(T)+(2*pi)/3);

%Kuat medan listrik di titik P

ER11(T)=VR(T)/(R11P(A)*log(((LP+b)+2*Y)/R));

ER12(T)=VR(T)/(R12P(A)*log(((LP+b)+2*Y)/R));

ES11(T)=VS(T)/(S11P(A)*log(((LP+b)+Y)/R)); ES12(T)=VS(T)/(S12P(A)*log(((LP+b)+Y)/R)); ET11(T)=VT(T)/(T11P(A)*log((LP+b)/R)); ET12(T)=VT(T)/(T12P(A)*log((LP+b)/R));

ER21(T)=VR(T)/(R21P(A)*log(((LP+b)+2*Y)/R));

ER22(T)=VR(T)/(R22P(A)*log(((LP+b)+2*Y)/R));

ES21(T)=VS(T)/(S21P(A)*log(((LP+b)+Y)/R)); ES22(T)=VS(T)/(S22P(A)*log(((LP+b)+Y)/R));


(69)

ET21(T)=VT(T)/(T21P(A)*log((LP+b)/R)); ET22(T)=VT(T)/(T22P(A)*log((LP+b)/R));

%Kuat medan dalam bentuk rectangular ER11_rec(T)=ER11(T)*(sin(sdtR11(A))-(cos(sdtR11(A)))*i); ER12_rec(T)=ER12(T)*(sin(sdtR12(A))-(cos(sdtR12(A)))*i); ES11_rec(T)=ES11(T)*(sin(sdtS11(A))-(cos(sdtS11(A)))*i); ES12_rec(T)=ES12(T)*(sin(sdtS12(A))-(cos(sdtS12(A)))*i); ET11_rec(T)=ET11(T)*(sin(sdtT11(A))-(cos(sdtT11(A)))*i); ET12_rec(T)=ET12(T)*(sin(sdtT12(A))-(cos(sdtT12(A)))*i); ER21_rec(T)=ER21(T)*(sin(sdtR21(A))-(cos(sdtR21(A)))*i); ER22_rec(T)=ER22(T)*(sin(sdtR22(A))-(cos(sdtR22(A)))*i); ES21_rec(T)=ES21(T)*(sin(sdtS21(A))-(cos(sdtS21(A)))*i); ES22_rec(T)=ES22(T)*(sin(sdtS22(A))-(cos(sdtS22(A)))*i); ET21_rec(T)=ET21(T)*(sin(sdtT21(A))-(cos(sdtT21(A)))*i); ET22_rec(T)=ET22(T)*(sin(sdtT22(A))-(cos(sdtT22(A)))*i); Etot(T)=abs(ER11_rec(T)+ER12_rec(T)+ES11_rec(T)+ES12_rec(T)+ ET11_rec(T)+ET12_rec(T)+ER21_rec(T)+... ER22_rec(T)+ES21_rec(T)+ES22_rec(T)+ET21_rec(T)+ET22_rec(T)) ;


(70)

end Eeff(A)=sqrt((1/0.02)*trapz(t,Etot.^2)); Emax(A)=max(Etot); elseif n==2

%Jarak tiap konduktor fasa ke titik uji R11P(A)=sqrt(((a(A)+p+q)^2)+((2*Y+LP)^2)); R12P(A)=sqrt(((a(A)+p+q+s)^2)+((2*Y+LP)^2)); R13P(A)=sqrt(((a(A)+p+q+s+0.5*s)^2)+((2*Y+LP+((0.5*sqrt(3))* s))^2)); S11P(A)=sqrt(((a(A)+q)^2)+((Y+LP)^2)); S12P(A)=sqrt(((a(A)+q+s)^2)+((Y+LP)^2)); S13P(A)=sqrt(((a(A)+q+0.5*s)^2)+((Y+LP+((0.5*sqrt(3))*s))^2) ); T11P(A)=sqrt((a(A)^2)+(LP^2)); T12P(A)=sqrt(((a(A)+s)^2)+(LP^2)); T13P(A)=sqrt(((a(A)+0.5*s)^2)+((LP+((0.5*sqrt(3))*s))^2)); R21P(A)=sqrt(((a(A)+p+q+X1)^2)+((2*Y+LP)^2)); R22P(A)=sqrt(((a(A)+p+q+X1+s)^2)+((2*Y+LP)^2)); R23P(A)=sqrt(((a(A)+p+q+X1+0.5*s)^2)+((2*Y+LP+((0.5*sqrt(3)) *s))^2)); S21P(A)=sqrt(((a(A)+q+X2)^2)+((Y+LP)^2)); S22P(A)=sqrt(((a(A)+q+X2+s)^2)+((Y+LP)^2)); S23P(A)=sqrt(((a(A)+q+X2+0.5*s)^2)+((Y+LP+((0.5*sqrt(3))*s)) ^2));


(71)

T21P(A)=sqrt(((a(A)+X3)^2)+(LP^2)); T22P(A)=sqrt(((a(A)+X3+s)^2)+(LP^2));

T23P(A)=sqrt(((a(A)+X3+0.5*s)^2)+((LP+((0.5*sqrt(3))*s))^2)) ;

%Besar sudut medan listrik di titik uji sdtR11(A)=asin((a(A)+p+q)/R11P(A)); sdtR12(A)=asin((a(A)+p+q+s)/R12P(A));

sdtR13(A)=asin((a(A)+p+q+s+0.5*s)/R13P(A)); sdtS11(A)=asin((a(A)+q)/S11P(A));

sdtS12(A)=asin((a(A)+q+s)/S12P(A)); sdtS13(A)=asin((a(A)+q+0.5*s)/S13P(A)); sdtT11(A)=asin((a(A))/T11P(A));

sdtT12(A)=asin((a(A)+s)/T12P(A)); sdtT13(A)=asin((a(A)+0.5*s)/T13P(A)); sdtR21(A)=asin((a(A)+p+q+X1)/R21P(A)); sdtR22(A)=asin((a(A)+p+q+X1+s)/R22P(A)); sdtR23(A)=asin((a(A)+p+q+X1+0.5*s)/R23P(A)); sdtS21(A)=asin((a(A)+q+X2)/S21P(A));

sdtS22(A)=asin((a(A)+q+X2+s)/S22P(A)); sdtS23(A)=asin((a(A)+q+X2+0.5*s)/S23P(A)); sdtT21(A)=asin((a(A)+X3)/T21P(A));

sdtT22(A)=asin((a(A)+X3+s)/T22P(A)); sdtT23(A)=asin((a(A)+X3+0.5*s)/T23P(A));


(72)

for T=1:length(t)

%Tegangan tiap fasa

VR(T)=(V*sqrt(2/3))*sin(W*t(T)-(2*pi)/3); VS(T)=(V*sqrt(2/3))*sin(W*t(T));

VT(T)=(V*sqrt(2/3))*sin(W*t(T)+(2*pi)/3);

%Kuat medan listrik di titik P

ER11(T)=VR(T)/(R11P(A)*log(((LP+b)+2*Y)/R));

ER12(T)=VR(T)/(R12P(A)*log(((LP+b)+2*Y)/R));

ER13(T)=VR(T)/(R13P(A)*log(((LP+b)+2*Y)/R));

ES11(T)=VS(T)/(S11P(A)*log(((LP+b)+Y)/R)); ES12(T)=VS(T)/(S12P(A)*log(((LP+b)+Y)/R)); ES13(T)=VS(T)/(S13P(A)*log(((LP+b)+Y)/R)); ET11(T)=VT(T)/(T11P(A)*log((LP+b)/R)); ET12(T)=VT(T)/(T12P(A)*log((LP+b)/R)); ET13(T)=VT(T)/(T13P(A)*log((LP+b)/R));

ER21(T)=VR(T)/(R21P(A)*log(((LP+b)+2*Y)/R));

ER22(T)=VR(T)/(R22P(A)*log(((LP+b)+2*Y)/R));

ER23(T)=VR(T)/(R23P(A)*log(((LP+b)+2*Y)/R));

ES21(T)=VS(T)/(S21P(A)*log(((LP+b)+Y)/R)); ES22(T)=VS(T)/(S22P(A)*log(((LP+b)+Y)/R)); ES23(T)=VS(T)/(S23P(A)*log(((LP+b)+Y)/R)); ET21(T)=VT(T)/(T21P(A)*log((LP+b)/R));


(73)

ET22(T)=VT(T)/(T22P(A)*log((LP+b)/R)); ET23(T)=VT(T)/(T23P(A)*log((LP+b)/R));

%Kuat medan dalam komponen x

ER11_rec(T)=ER11(T)*(sin(sdtR11(A))-(cos(sdtR11(A)))*i); ER12_rec(T)=ER12(T)*(sin(sdtR12(A))-(cos(sdtR12(A)))*i); ER13_rec(T)=ER13(T)*(sin(sdtR13(A))-(cos(sdtR13(A)))*i); ES11_rec(T)=ES11(T)*(sin(sdtS11(A))-(cos(sdtS11(A)))*i); ES12_rec(T)=ES12(T)*(sin(sdtS12(A))-(cos(sdtS12(A)))*i); ES13_rec(T)=ES13(T)*(sin(sdtS13(A))-(cos(sdtS13(A)))*i); ET11_rec(T)=ET11(T)*(sin(sdtT11(A))-(cos(sdtT11(A)))*i); ET12_rec(T)=ET12(T)*(sin(sdtT12(A))-(cos(sdtT12(A)))*i); ET13_rec(T)=ET13(T)*(sin(sdtT13(A))-(cos(sdtT13(A)))*i); ER21_rec(T)=ER21(T)*(sin(sdtR21(A))-(cos(sdtR21(A)))*i); ER22_rec(T)=ER22(T)*(sin(sdtR22(A))-(cos(sdtR22(A)))*i); ER23_rec(T)=ER23(T)*(sin(sdtR23(A))-(cos(sdtR23(A)))*i); ES21_rec(T)=ES21(T)*(sin(sdtS21(A))-(cos(sdtS21(A)))*i); ES22_rec(T)=ES22(T)*(sin(sdtS22(A))-(cos(sdtS22(A)))*i); ES23_rec(T)=ES23(T)*(sin(sdtS23(A))-(cos(sdtS23(A)))*i);


(74)

ET21_rec(T)=ET21(T)*(sin(sdtT21(A))-(cos(sdtT21(A)))*i);

ET22_rec(T)=ET22(T)*(sin(sdtT22(A))-(cos(sdtT22(A)))*i);

ET23_rec(T)=ET23(T)*(sin(sdtT23(A))-(cos(sdtT23(A)))*i);

Etot(T)=abs(ER11_rec(T)+ER12_rec(T)+ER13_rec(T)+ES11_rec(T)+ ES12_rec(T)+ES13_rec(T)+ET11_rec(T)+...

ET12_rec(T)+ET13_rec(T)+ER21_rec(T)+ER22_rec(T)+ER23_rec(T)+ ES21_rec(T)+ES22_rec(T)+...

ES23_rec(T)+ET21_rec(T)+ET22_rec(T)+ET23_rec(T)); end

Eeff(A)=sqrt((1/0.02)*trapz(t,Etot.^2)); Emax(A)=max(Etot);

else

%Jarak tiap konduktor fasa ke titik uji R11P(A)=sqrt((a(A)^2)+((2*Y+LP)^2)); R12P(A)=sqrt(((a(A)+s)^2)+((2*Y+LP)^2)); R13P(A)=sqrt(((a(A)+s)^2)+((2*Y+LP+s)^2)); R14P(A)=sqrt((a(A)^2)+((2*Y+LP+s)^2)); S11P(A)=sqrt((a(A)^2)+((Y+LP)^2)); S12P(A)=sqrt(((a(A)+s)^2)+((Y+LP)^2)); S13P(A)=sqrt(((a(A)+s)^2)+((Y+LP+s)^2)); S14P(A)=sqrt((a(A)^2)+((Y+LP+s)^2));


(75)

T11P(A)=sqrt((a(A)^2)+(LP^2)); T12P(A)=sqrt(((a(A)+s)^2)+(LP^2)); T13P(A)=sqrt(((a(A)+s)^2)+((LP+s)^2)); T14P(A)=sqrt((a(A)^2)+((LP+s)^2));

R21P(A)=sqrt(((a(A)+X)^2)+((2*Y+LP)^2)); R22P(A)=sqrt(((a(A)+X+s)^2)+((2*Y+LP)^2)); R23P(A)=sqrt(((a(A)+X+s)^2)+((2*Y+LP+s)^2)); R24P(A)=sqrt(((a(A)+X)^2)+((2*Y+LP+s)^2)); S21P(A)=sqrt(((a(A)+X)^2)+((Y+LP)^2)); S22P(A)=sqrt(((a(A)+X+s)^2)+((Y+LP)^2)); S23P(A)=sqrt(((a(A)+X+s)^2)+((Y+LP+s)^2)); S24P(A)=sqrt(((a(A)+X)^2)+((Y+LP+s)^2)); T21P(A)=sqrt(((a(A)+X)^2)+(LP^2));

T22P(A)=sqrt(((a(A)+X+s)^2)+(LP^2)); T23P(A)=sqrt(((a(A)+X+s)^2)+((LP+s)^2)); T24P(A)=sqrt(((a(A)+X)^2)+((LP+s)^2));

%Besar sudut medan listrik di titik uji sdtR11(A)=atan((a(A))/R11P(A));

sdtR12(A)=atan((a(A)+s)/R12P(A)); sdtR13(A)=atan((a(A)+s)/R13P(A)); sdtR14(A)=atan((a(A))/R14P(A)); sdtS11(A)=atan((a(A))/S11P(A)); sdtS12(A)=atan((a(A)+s)/S12P(A)); sdtS13(A)=atan((a(A)+s)/S13P(A)); sdtS14(A)=atan((a(A))/S14P(A));


(76)

sdtT11(A)=atan((a(A))/T11P(A)); sdtT12(A)=atan((a(A)+s)/T12P(A)); sdtT13(A)=atan((a(A)+s)/T13P(A)); sdtT14(A)=atan((a(A))/T14P(A)); sdtR21(A)=atan((a(A)+X)/R21P(A)); sdtR22(A)=atan((a(A)+X+s)/R22P(A)); sdtR23(A)=atan((a(A)+X+s)/R23P(A)); sdtR24(A)=atan((a(A)+X)/R24P(A)); sdtS21(A)=atan((a(A)+X)/S21P(A)); sdtS22(A)=atan((a(A)+X+s)/S22P(A)); sdtS23(A)=atan((a(A)+X+s)/S23P(A)); sdtS24(A)=atan((a(A)+X)/S24P(A)); sdtT21(A)=atan((a(A)+X)/T21P(A)); sdtT22(A)=atan((a(A)+X+s)/T22P(A)); sdtT23(A)=atan((a(A)+X+s)/T23P(A)); sdtT24(A)=atan((a(A)+X)/T24P(A));

t=linspace(0,0.02,300); for T=1:length(t)

%Tegangan tiap fasa

VR(T)=(V*sqrt(2/3))*sin(W*t(T)-(2*pi)/3); VS(T)=(V*sqrt(2/3))*sin(W*t(T));

VT(T)=(V*sqrt(2/3))*sin(W*t(T)+(2*pi)/3);

%Kuat medan listrik di titik P


(77)

ER12(T)=VR(T)/(R12P(A)*log(((LP+b)+2*Y)/R));

ER13(T)=VR(T)/(R13P(A)*log(((LP+b)+2*Y)/R));

ER14(T)=VR(T)/(R14P(A)*log(((LP+b)+2*Y)/R));

ES11(T)=VS(T)/(S11P(A)*log(((LP+b)+Y)/R)); ES12(T)=VS(T)/(S12P(A)*log(((LP+b)+Y)/R)); ES13(T)=VS(T)/(S13P(A)*log(((LP+b)+Y)/R)); ES14(T)=VS(T)/(S14P(A)*log(((LP+b)+Y)/R)); ET11(T)=VT(T)/(T11P(A)*log((LP+b)/R)); ET12(T)=VT(T)/(T12P(A)*log((LP+b)/R)); ET13(T)=VT(T)/(T13P(A)*log((LP+b)/R)); ET14(T)=VT(T)/(T14P(A)*log((LP+b)/R));

ER21(T)=VR(T)/(R21P(A)*log(((LP+b)+2*Y)/R));

ER22(T)=VR(T)/(R22P(A)*log(((LP+b)+2*Y)/R));

ER23(T)=VR(T)/(R23P(A)*log(((LP+b)+2*Y)/R));

ER24(T)=VR(T)/(R24P(A)*log(((LP+b)+2*Y)/R));

ES21(T)=VS(T)/(S21P(A)*log(((LP+b)+Y)/R)); ES22(T)=VS(T)/(S22P(A)*log(((LP+b)+Y)/R)); ES23(T)=VS(T)/(S23P(A)*log(((LP+b)+Y)/R)); ES24(T)=VS(T)/(S24P(A)*log(((LP+b)+Y)/R)); ET21(T)=VT(T)/(T21P(A)*log((LP+b)/R)); ET22(T)=VT(T)/(T22P(A)*log((LP+b)/R)); ET23(T)=VT(T)/(T23P(A)*log((LP+b)/R)); ET24(T)=VT(T)/(T24P(A)*log((LP+b)/R));


(78)

%Kuat medan dalam bentuk rectangular ER11_rec(T)=ER11(T)*(sin(sdtR11(A))-(cos(sdtR11(A)))*i); ER12_rec(T)=ER12(T)*(sin(sdtR12(A))-(cos(sdtR12(A)))*i); ER13_rec(T)=ER13(T)*(sin(sdtR13(A))-(cos(sdtR13(A)))*i); ER14_rec(T)=ER14(T)*(sin(sdtR14(A))-(cos(sdtR14(A)))*i); ES11_rec(T)=ES11(T)*(sin(sdtS11(A))-(cos(sdtS11(A)))*i); ES12_rec(T)=ES12(T)*(sin(sdtS12(A))-(cos(sdtS12(A)))*i); ES13_rec(T)=ES13(T)*(sin(sdtS13(A))-(cos(sdtS13(A)))*i); ES14_rec(T)=ES14(T)*(sin(sdtS14(A))-(cos(sdtS14(A)))*i); ET11_rec(T)=ET11(T)*(sin(sdtT11(A))-(cos(sdtT11(A)))*i); ET12_rec(T)=ET12(T)*(sin(sdtT12(A))-(cos(sdtT12(A)))*i); ET13_rec(T)=ET13(T)*(sin(sdtT13(A))-(cos(sdtT13(A)))*i); ET14_rec(T)=ET14(T)*(sin(sdtT14(A))-(cos(sdtT14(A)))*i); ER21_rec(T)=ER21(T)*(sin(sdtR21(A))-(cos(sdtR21(A)))*i); ER22_rec(T)=ER22(T)*(sin(sdtR22(A))-(cos(sdtR22(A)))*i); ER23_rec(T)=ER23(T)*(sin(sdtR23(A))-(cos(sdtR23(A)))*i); ER24_rec(T)=ER24(T)*(sin(sdtR24(A))-(cos(sdtR24(A)))*i);


(79)

ES21_rec(T)=ES21(T)*(sin(sdtS21(A))-(cos(sdtS21(A)))*i); ES22_rec(T)=ES22(T)*(sin(sdtS22(A))-(cos(sdtS22(A)))*i); ES23_rec(T)=ES23(T)*(sin(sdtS23(A))-(cos(sdtS23(A)))*i); ES24_rec(T)=ES24(T)*(sin(sdtS24(A))-(cos(sdtS24(A)))*i); ET21_rec(T)=ET21(T)*(sin(sdtT21(A))-(cos(sdtT21(A)))*i); ET22_rec(T)=ET22(T)*(sin(sdtT22(A))-(cos(sdtT22(A)))*i); ET23_rec(T)=ET23(T)*(sin(sdtT23(A))-(cos(sdtT23(A)))*i); ET24_rec(T)=ET24(T)*(sin(sdtT24(A))-(cos(sdtT24(A)))*i); Etot(T)=abs(ER11_rec(T)+ER12_rec(T)+ER13_rec(T)+ER14_rec(T)+ ES11_rec(T)+ES12_rec(T)+ES13_rec(T)+... ES14_rec(T)+ET11_rec(T)+ET12_rec(T)+ET13_rec(T)+ET14_rec(T)+ ER21_rec(T)+ER22_rec(T)+... ER23_rec(T)+ER24_rec(T)+ES21_rec(T)+ES22_rec(T)+ES23_rec(T)+ ES24_rec(T)+ET21_rec(T)+... ET22_rec(T)+ET23_rec(T)+ET24_rec(T)); end Eeff(A)=sqrt((1/0.02)*trapz(t,Etot.^2)); Emax(A)=max(Etot); end


(80)

end

mid=(X3+s)/2; end

plot((a+mid),Eeff,(a+mid),Emax,'--'),xlabel('posisi titik

uji (m)'),ylabel('E (kV/m)'),legend('Eeff','Emax'),grid on end


(81)

LAMPIRAN C

Ketinggian = 1m Ketinggian = 2m

Ketinggian = 3m Ketinggian = 4m


(82)

Ketinggian = 7m Ketinggian = 8m

Ketinggian = 9m Ketinggian = 10m


(83)

Ketinggian = 13 m Ketinggian = 14m

Ketinggian = 15m Ketinggian = 16m


(84)

Ketinggian = 19m Ketinggian = 20m

Ketinggian = 21m Ketinggian = 22m


(85)

Ketinggian = 25m Ketinggian = 26m

Ketinggian = 27m Ketinggian = 28m


(86)

LAMPIRAN D

Nilai Ambang Batas Maksimum Yang Diizinkan Untuk Medan

Listrik dan Medan Magnet pada Frekuensi 50/60 Hz Menurut SNI

04-6950-2003

Karakteristik Paparan Kuat Medan Listrik (kV/m)

Kuat Medan Magnet (mT)

Masyarakat pekerja - Sepanjang hari kerja - Jangka pendek

10 30a

0,5 5b

Masyarakat umum - Sampai dengan 24 jam/haric

- Beberapa jam/ harid

5 10

0,1 1

a

Durasi paparan medan antara 10 kV/m dan 30 kV/m dapat dihitung dari rumus t ≤ 80/E,

dengan t adalah durasi dalam jam/hari kerja dan E adalah kuat medan listrik dalam kV/m.

b Durasi paparan maksimum adalah 2 jam per hari kerja.

c Pembatasan ini berlaku untuk ruang terbuka dimana anggota masyarakat umum dapat

secara wajar diperkirakan menghabiskan sebagian besar waktu selama satu hari, seperti

kawasan rekreasi, lapangan untuk bertemu dan lain-lain yang semacam itu.

d Nilai kuat medan listrik dan medang magnet dapat dilampaui untuk durasi beberapa menit/hari, asalkan diambil tindakan pencegahan untuk mencegah efek kopling tak langsung.


(87)

(1)

Ketinggian = 7m Ketinggian = 8m

Ketinggian = 9m Ketinggian = 10m


(2)

Ketinggian = 13 m Ketinggian = 14m

Ketinggian = 15m Ketinggian = 16m


(3)

Ketinggian = 19m Ketinggian = 20m

Ketinggian = 21m Ketinggian = 22m


(4)

Ketinggian = 25m Ketinggian = 26m

Ketinggian = 27m Ketinggian = 28m


(5)

LAMPIRAN D

Nilai Ambang Batas Maksimum Yang Diizinkan Untuk Medan

Listrik dan Medan Magnet pada Frekuensi 50/60 Hz Menurut SNI

04-6950-2003

Karakteristik Paparan Kuat Medan Listrik (kV/m)

Kuat Medan Magnet (mT)

Masyarakat pekerja - Sepanjang hari kerja - Jangka pendek

10 30a

0,5 5b

Masyarakat umum - Sampai dengan 24 jam/haric

- Beberapa jam/ harid

5 10

0,1 1

a

Durasi paparan medan antara 10 kV/m dan 30 kV/m dapat dihitung dari rumus t ≤ 80/E,

dengan t adalah durasi dalam jam/hari kerja dan E adalah kuat medan listrik dalam kV/m.

b Durasi paparan maksimum adalah 2 jam per hari kerja.

c Pembatasan ini berlaku untuk ruang terbuka dimana anggota masyarakat umum dapat

secara wajar diperkirakan menghabiskan sebagian besar waktu selama satu hari, seperti

kawasan rekreasi, lapangan untuk bertemu dan lain-lain yang semacam itu.

d Nilai kuat medan listrik dan medang magnet dapat dilampaui untuk durasi beberapa menit/hari, asalkan diambil tindakan pencegahan untuk mencegah efek kopling tak langsung.


(6)