RESPONS POTONGAN JARINGAN TANAMAN EDELWEISS (Anaphalis javanica) PADA MEDIUM MURASHIGE-SKOOG (MS) DENGAN PENAMBAHAN ZAT PENGATUR TUMBUH.
PENAMBAHAN ZAT PENGATUR TUMBUH
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Sains Departemen Pendidikan Biologi, Program Studi Biologi
oleh : Dini Fatwa Kania
NIM 1100196
PROGRAM STUDI BIOLOGI DEPARTEMEN PENDIDIKAN BIOLOGI
FAKULTAS PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
(2)
TANAMAN EDELWEISS (Anaphalis
javanica) PADA MEDIUM
MURASHIGE-SKOOG (MS) DENGAN PENAMBAHAN ZAT
PENGATUR TUMBUH
Oleh Dini Fatwa Kania
Sebuah skripsi yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana pada Fakultas Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
© Dini Fatwa Kania 2015 Universitas Pendidikan Indonesia
September 2015
Hak Cipta dilindungi undang-undang.
Skripsi ini tidak boleh diperbanyak seluruhnya atau sebagian, dengan dicetak ulang, difoto kopi, atau cara lainnya tanpa ijin dari penulis.
(3)
RESPONS POTONGAN JARINGAN TANAMAN EDELWEISS (Anaphalis javanica) PADA MEDIUM MURASHIGE-SKOOG DENGAN
PENAMBAHAN ZAT PENGATUR TUMBUH
Oleh :
Dini Fatwa Kania 1100196
DISETUJUI DAN DISAHKAN OLEH:
Pembimbing I
Dra. R. Kusdianti, M.Si NIP. 196402261989032004
Pembimbing II
Dr. Hj. Widi Purwianingsih NIP. 196209211991012001
Mengetahui,
Ketua Departemen Pendidikan Biologi
Bambang Supriatno, Dr., M. Si NIP. 196305211988031002
(4)
(5)
Dini Fatwa Kania, 2015
RESPONS POTONGAN JARINGAN TANAMAN EDELWEISS (Anaphalis javanica) pada MEDIUM MURASHIGE-SKOOG DENGAN PENAMBAHAN ZAT PENGATUR TUMBUH
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
RESPONS POTONGAN JARINGAN TANAMAN EDELWEISS
(Anaphalis javanica) pada MEDIUM MURASHIGE-SKOOG
DENGAN PENAMBAHAN ZAT PENGATUR TUMBUH
ABSTRAK
Eksploitasi yang dilakukan terus menerus pada tumbuhan dapat menyebabkan kepunahan terhadap jenis-jenis tumbuhan contohnya Anaphalis javanica . Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui respons A. javanica yang ditanam dalam medium Murashige-Skoog (MS) dengan penambahan zat pengatur tumbuh (ZPT). Potongan jaringan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu daun, buku dan pucuk. Zat pengatur tumbuh yang digunakan yaitu Benzyl-amino-purine (BAP), Napthalene-acetic-acid (NAA), 2,4-Dichlorophenoxyacetic acid (2,4-D), kinetin dan Indole-3-butyric acid (IBA). Setelah tiga minggu, potongan jaringan dipindahkan ke medium subkultur. Medium subkultur digunakan untuk multiplikasi tunas, pemanjangan tunas, organogenesis dan perakaran. Hasil penelitian ini menunjukan respons berupa kalus dan tunas. Respons tunas diperoleh dari potongan jaringan buku dan pucuk Respons kalus diperoleh dari potongan jaringan daun. Tunas dari potongan jaringan buku berasal dari konsentrasi BAP 2,5mg/L dan NAA 0 mg/L (B). Tunas dari potongan jaringan pucuk berasal dari konsentrasi BAP 0,75mg/L dan kinetin 0,3 mg/L (U), BAP 1 mg/L dan kinetin 0,3 mg/L (X). Kalus dari potongan jaringan daun berasal dari konsentrasi 2,4-D 2 mg/L dan kinetin 0 mg/L(M), 2,4-D 2,25 mg/L dan kinetin 0 mg/L (N). Konsentrasi B, U, X merupakan konsentrasi terbaik yang dapat bertahan pada medium perakaran, meskipun konsentrasi tersebut tidak merespons tumbuhnya akar. Kesimpulan penelitian ini menunjukan bahwa potongan jaringan dari Anaphalis javanica pada Medium Murashige-Skoog memberikan respons berupa kalus dan tunas pada hari ke enam dan delapan.
Kata kunci : Anaphalis javanica, Medium Murashige-Skoog, Zat Pengatur Tumbuh (ZPT).
(6)
Dini Fatwa Kania, 2015
RESPONS POTONGAN JARINGAN TANAMAN EDELWEISS (Anaphalis javanica) pada MEDIUM MURASHIGE-SKOOG DENGAN PENAMBAHAN ZAT PENGATUR TUMBUH
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
RESPONSE EXPLANT OF EDELWEISS (Anaphalis
javanica) ON MURASHIGE-SKOOG MEDIUM WITH AN
ADDITION OF GROWING REGULATION
ABSTRACT
Plant exploitation which is done continuously can cause extinction of that plant, sample Anaphalis javanica. The purpose of this research is to find out a response by tissue culture A. javanica was planted in the medium Murashige-Skoog (MS) by the addition of growth regulator. The explants that is used in this research were leaves , books and rates. The growth regulator that be used consist of Benzyl-amino-purine (BAP), Napthalene-acetic-acid (NAA), 2,4-Dichlorophenoxyacetic acid (2,4-D), kinetin and indole-3-butyric acid (IBA). Shoots and callus were grown for three weeks and then subcultured. Subculture was used as a medium to shoots multiplication, shoots elongation, organogenesis of callus and root. The results showed a response, it was callus and shoots. Shoots were grown from explant of node and the bud, while response of callus were grown from a part of leaves. Shoots that were growing from node got from combination concentration on BAP 2,5mg/L and NAA 0 mg/L (B). Shoots that were growing from bud got from combination concentration on BAP 0,75mg/L and kinetin 0,3 mg/L (U), BAP 1 mg/L and kinetin 0,3 mg/L (X). Moreover callus were growing from leaves got from combination concentration on 2,4-D 2 mg/L and kinetin 0 mg/L(M), 2,4-D 2,25 mg/L and kinetin 0 mg/L (N). The concentration combinations (B, U, X) were best the concentration that able to continue the next step, there were on the rooting medium for three weeks, although the result from this step was not response to grow the roots. Therefore, based on these studies showed that the explant from Anaphalis javanica on Murashige-Skoog medium could be grow the callus and shoots. Callus and shoots was growing up start from 6th and 8th of the day.
Keywords: Anaphalis javanica, Murashige-Skoog medium, Growth Regulator
(7)
Dini Fatwa Kania, 2015
RESPONS POTONGAN JARINGAN TANAMAN EDELWEISS (Anaphalis javanica) pada MEDIUM MURASHIGE-SKOOG DENGAN PENAMBAHAN ZAT PENGATUR TUMBUH
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu DAFTAR ISI
Kata Pengantar ... i
Abstrak ... iii
Daftar Isi ... v
Daftar Gambar ... vii
Daftar Tabel ... viii
Daftar Lampiran ... ix
BAB I. PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang ... 1
B. Rumusan Masalah ... 5
C. Pertanyaan Penelitian ... 5
D. Batasan Masalah ... 6
E. Tujuan ... 6
F. Manfaat ... 6
G. Asumsi ... 7
H. Hipotesis ... 7
BAB II. PERTUMBUHAN POTONGAN JARINGAN EDELWEISS (Anaphalis javanica) PADA MEDIUM MURASHIGE-SKOOG ... 8
A. Deskripsi Edelweiss ... 8
1. Anaphalis javanica ... 9
2. Leontopodium sp ... 11
3. Pelestarian edelweiss ... 12
B. Kultur Jaringan... 14
1. Pemilihan Bahan Potongan Jaringan ... 15
2. Media Kultur ... 16
3. Zat Pengatur Tumbuh (ZPT) ... 17
4. Potongan Jaringan ... 19
5. Respons Potongan Jaringan ... 20
C. MikropropagasiTanaman ... 24
BAB III. METODE PENELITIAN ... 26
(8)
Dini Fatwa Kania, 2015
RESPONS POTONGAN JARINGAN TANAMAN EDELWEISS (Anaphalis javanica) pada MEDIUM MURASHIGE-SKOOG DENGAN PENAMBAHAN ZAT PENGATUR TUMBUH
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
A. Jenis Penelitian ... 26
B. Desain Penelitian ... 26
C. Populasi dan Sampel ... 28
D. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 28
E. Prosedur Penelitian ... 28
1. Persiapan ... 28
2. Penelitian Inti ... 30
BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 36
A. Respons Potongan Jaringan ... 36
1. Induksi Tunas ... 38
2. Induksi Kalus ... 50
3. Induksi Akar ... 55
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 60
A. Kesimpulan ... 60
B. Saran ... 61
(9)
Dini Fatwa Kania, 2015
RESPONS POTONGAN JARINGAN TANAMAN EDELWEISS (Anaphalis javanica) pada MEDIUM MURASHIGE-SKOOG DENGAN PENAMBAHAN ZAT PENGATUR TUMBUH
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu DAFTAR GAMBAR
2.1. Bunga Semu Anaphalis javanica ... 8
2.2. Anaphalis javanica di Gunung Papandayan ... 10
2.3. Tahap Teknik Propagasi in vitro ... 25
3.1. Tanaman Anaphalis javanica ... 29
3.2. Pemanasan Medium MS ... 30
3.3. Persiapan sterilisasi pada laminar sebelum penanaman ... 32
3.4. Ukuran potongan jaringan tanaman A. javanica ... 32
3.5. Hasil penanaman potongan jaringan ... 33
3.6. Alur penelitian ... 34
3.7. Langkah kerja ... 35
4.1. Respons awal tunas umur enam hari ... 39
4.2. Respons Multiplikasi dan pemanjangan tunas kombinasi konsentrasi BAP 3 mg/L dan NAA 0,5 mg/L ... 42
4.3. Browning dan kontaminasi pada medium dan potongan jaringan ... 44
4.4. Tahap pengkulturan Kombinasi Konsentrasi U ... 47
4.5. Tahap pengkulturan Kombinasi Konsentrasi X ... 48
4.6. Respons potongan jaringan pucuk yang mengalami browning ... 49
4.7. Tonjolan Ujung Potongan Jaringan Daun ... 50
4.8. Respons potongan jaringan daun dalam medium Kontrol ... 52
4.9. Respons potongan jaringan daun yang menginduksi kalus dengan kombinasi konsentrasi 2,4D 2mg/L dan Kinetin 0 mg/L ... 53
4.10. Respons potongan jaringan daun yang menginduksi kalus dengan kombinasi konsentrasi 2,4D 2,25mg/L dan Kinetin 0 mg/L ... 53
4.11. Respons potongan jaringan daun pada (A) 2,4-D 1,75 mg/L dan kinetin 0 mg/L (B) 2,4-D 2,5 mg/L dan kinetin 0 mg/ ... 54
Halaman Gambar
(10)
Dini Fatwa Kania, 2015
RESPONS POTONGAN JARINGAN TANAMAN EDELWEISS (Anaphalis javanica) pada MEDIUM MURASHIGE-SKOOG DENGAN PENAMBAHAN ZAT PENGATUR TUMBUH
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
4.12. Kultur pada medium perakaran pada umur satu minggu ... 56 4.13. Kultur pada medium perakaran pada umur tiga minggu ... 57
DAFTAR TABEL
3.1. Kombinasi konsentrasi zat pengatur tumbuh pada potongan jaringan
Buku ... 27
3.2. Kombinasi konsentrasi zat pengatur tumbuh pada potongan jaringan
Daun ... 27
3.3. Kombinasi konsentrasi zat pengatur tumbuh pada potongan jaringan
Pucuk ... 27
3.4. Kombinasi konsentrasi medium subkultur ... 28 3.5. Komposisi medium MS ... 30 4.1. Pengaruh perbedaan konsentrasi zat pengatur tumbuh pada potongan
jaringan tanaman Anaphalis javanica ... 37
4.2. Respons Pembentukan Tunas dari Potongan Jaringan Buku pada berbagai kombinasi konsentrasi zat Pengatur Tumbuh ... 40 4.3. Respons Multiplikasi Tunas Potongan Jaringan Buku ... 42 4.4. Respons Pemanjangan Tunas Potongan Jaringan Buku ... 43 4.5. Respons Pembentukan Tunas Potongan Jaringan Pucuk Pada Berbagai Kombinasi Konsentrasi Zat Pengatur Tumbuh ... 45 4.6. Respons Multiplikasi Tunas Potongan Jaringan Pucuk ... 46 4.7. Respons Pembentukan Kalus dari Potongan Jaringan Daun Pada berbagai kombinasi konsentrasi zat Pengatur Tumbuh ... 52 4.8. Respons Pertumbuahan Potongan Jaringan Kalus ... 55 4.9. Respons Pada Tahap Subkultur Akar ... 56
Halaman Tabel
(11)
Dini Fatwa Kania, 2015
RESPONS POTONGAN JARINGAN TANAMAN EDELWEISS (Anaphalis javanica) pada MEDIUM MURASHIGE-SKOOG DENGAN PENAMBAHAN ZAT PENGATUR TUMBUH
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu DAFTAR LAMPIRAN
1. Alat dan Bahan Penelitian ... 68 2. Dokumentasi Penelitian ... 70 3. Hasil Penelitian Berbagai Potongan Jaringan, perbedaan hasil
penelitian A. javanica dan A. elliptica hasil faktor abiotik ... 71
4. Surat Izin Penelitian ... 84
Halaman Lampiran
(12)
Dini Fatwa Kania, 2015
RESPONS POTONGAN JARINGAN TANAMAN EDELWEISS (Anaphalis javanica) pada MEDIUM MURASHIGE-SKOOG DENGAN PENAMBAHAN ZAT PENGATUR TUMBUH
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Indonesia merupakan salah satu negara kepulauan terbesar di dunia yang memiliki 17.500 pulau dengan luas 4.500 km² yang terletak antara daratan Asia dan Australia. Pulau-pulau tersebut tersebar di sepanjang garis khatulistiwa sehingga Indonesia bagian barat memiliki rata-rata curah hujan yang lebih tinggi dibandingkan dengan Indonesia bagian timur. Hal ini berpengaruh terhadap keberadaan dan keanekaragaman tumbuhannya. Berdasarkan pembagian kawasan biogeografi, Indonesia memiliki posisi sangat penting dan strategis dari sisi kekayaan dan keanekaragaman jenis tumbuhan beserta ekosistemnya. Tumbuhan yang diidentifikasi oleh Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) berjumlah 8000 species, jumlah tersebut diperkirakan masih 20%nya dari yang ada di Indonesia (Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, 2013). Berdasarkan hasil penelitian membuktikan bahwa dari waktu ke waktu masih ditemukan berbagai spesies baru di berbagai wilayah Indonesia baik hewan maupun tumbuhan (KLH, 2005). Keberadaan flora di Indonesia tergolong melimpah baik dari tumbuhan endemik maupun tumbuhan non endemik. Tumbuhan yang ada di Indonesia memiliki banyak manfaat seperti sebagai obat herbal, tanaman hias, kecantikan dan makanan (Saifudin et al., 2011).
Menurut Gaston dan Kunin (1997 dalam Imbert et al., 2011) tanaman endemik merupakan tanaman yang memiliki distribusi diarea yang terbatas (kondisi lingkungan tertentu, tidak tersebar luas). Menurut Walck et al. (2001 dalam Imbert et al., 2011) habitat species endemik bisa juga menempati habitat yang memiliki kendala edafis (habitat yang berbatu, lereng curam), kurang terjadi interaksi biotik pada habitat ini karena vegetasi dan keanekaragaman yang rendah. Oleh sebab itu, untuk species endemik memiliki sensitivitas yang lebih tinggi dibandingkan dengan species yang lainnya. Putri et al. (2011) menyebutkan dalam rangka pengembangan jenis-jenis tanaman endemik yang unggul, maka keberadaan sumber benih menjadi cukup penting. Oleh karena itu sejak tahun
(13)
Dini Fatwa Kania, 2015
RESPONS POTONGAN JARINGAN TANAMAN EDELWEISS (Anaphalis javanica) pada MEDIUM MURASHIGE-SKOOG DENGAN PENAMBAHAN ZAT PENGATUR TUMBUH
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
2000 telah dilakukan uji penanaman beberapa jenis tanaman endemik Indonesia yang berpotensi tinggi untuk dikembangkan (unggul). Maka dilakukan salah satu penelitian di hutan penelitian Rumpin Bogor sebagai langkah awal pembangunan sumber benih jenis-jenis endemik. Hutan penelitian Rumpin Bogor memiliki ketinggian 140 mdpl, kondisi iklim Rumpin termasuk dalam iklim Alfa dengan curah hujan lebih dari 2500 mm/tahun, rata-rata suhu udara 26,30C, kelembaban 81,3% dan keadaan topografi Rumpin umumnya datar dengan kelerengan 0 – 2%, pH tanah berkisar 4 – 5. Jenis tanah tergolong dalam ordo Inceptisols dan Ultisol. Terdapat sembilan jenis tanaman yang diteliti yaitu Jabon (Anthocephalus
cadamba), damar (Agathis loranthifolia), sentang (Melia exelsa), benuang
(Octomeles sumatrana), sengon (Paraseriantes falcataria), pulai (Alstonia sp.), merbau (Instia bijuga), kiputih (Hieracium tomentosum) dan tisuk (Hibiscus
macrophyllus).
Hasil Penelitian dari pertumbuhan sembilan jenis tanaman endemik yang ditanam di Hutan Penelitian Rumpin menunjukkan tingkat pertumbuhan yang berbeda, selain faktor kesesuaian tempat tumbuh, karakteristik tanaman itu sendiri sangat berpengaruh terhadap kecepatam tumbuh dari setiap jenis yang diuji (Putri
et al., 2011). Menurut Bramasto et al. (2000 dalam Putri et al., 2011) beberapa
diantaranya sudah cukup langka ditemukan di habitat aslinya sehingga kegiatan uji penanaman ini juga dapat dijadikan sebagai kegiatan konservasi ex situ.
Penelitian yang telah dilakukan dalam melestarikan tanaman endemik Indonesia dilakukan dengan berbagai metode pada tanaman berbeda. Beberapa diantaranya, dengan teknik in vitro pada tanaman langka yaitu anggrek bulan putih (Phalaenopsis amabilis), Vanda tricolor, Phalaenopsis gigantea,
Dendrobium carpa, anggrek hitam dan Papheopelium. Species tersebut dilarang
diperjual belikan dan diperlukan upaya untuk memperbanyak atau menangkarkan melalui sistem kultur in vitro. Sistem ini merupakan salah satu cara untuk penyelamatan berbagai anggrek hutan khususnya di Sumatera Utara, karena dengan hilangnya satu species anggrek menyebabkan kehilangan yang sangat besar bagi dunia ilmu pengetahuan (LIPI, 2003). Hasil penelitian dari enam tanaman anggrek hutan tersebut adalah kombinasi modifikasi media kultur yang
(14)
Dini Fatwa Kania, 2015
RESPONS POTONGAN JARINGAN TANAMAN EDELWEISS (Anaphalis javanica) pada MEDIUM MURASHIGE-SKOOG DENGAN PENAMBAHAN ZAT PENGATUR TUMBUH
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
mengandung 1/3 konsentrasi NH4NO3 dan KNO3 dengan 1 mg/l BAP dan
merupakan kombinasi terbaik untuk regenerasi tunas anggrek liar Sumatera Utara (Tanjung et al., 2011).
Anaphalis javanica merupakan tanaman endemik zona alpine/montana yang terdapat dipegunungan tinggi (Rakhmadani, 2015). Keberadaan Anaphalis
javanica hanya berada pada ketinggian tertentu dipegunungan yaitu pada
ketinggian 1600 sampai 3600 mdpl (Van Leeuwen, 1933 dan Van Steenis, 1978). Bunga dari edelweiss ini merupakan sumber makanan bagi serangga-serangga tertentu, sehingga keberadaannya dapat mempengaruhi kelestarian serangga dan secara tidak langsung berpengaruh terhadap rantai makanan. Van Leeuwen (1933) mengemukakan bahwa terdapat ± 300 species serangga yang berasal dari ordo Hemiptera, Thysanoptera, Lepidoptera, Diptera dan Hymenoptera, yang ditemukan pada bunga Anaphalis javanica.
Peran Anaphalis javanica berfungsi sebagai tanaman obat dan juga sebagai pelindung untuk menahan hempasan air hujan sehinga mengurangi erosi di lereng pegunungan (Zoditama, 2012). Menurut Messner et al.(2013) dalam edelweiss terdapat lignin berupa senyawa 5-Methoxyleoligin yang berfungsi merangsang
angiogenesis (proses pembentukan pembuluh darah) pada penyakit Myocardial infarction (MI). Penelitian dari jenis lain yaitu edelweiss jenis Leontopodium alpinum berfungsi sebagai tanaman obat dan kosmetik (Dweck, 2004). Sampai
saat ini penelitian tentang perbanyakan tanaman edelweiss di Indonesia masih jarang dilakukan, meskipun pada tahun 1990 telah dilakukan penelitian mengenai kemungkinan penangkaran terhadap Anaphalis javanica di Taman Nasional Gede Pangrango. Hal ini dilakukan untuk mengantisipasi dan mencoba melakukan perbanyakan Anaphalis javanica yang menjadi salah satu tumbuhan endemik di Indonesia. Hasil penelitian menunjukkan bahwa mungkin dilakukannya penangkaran terhadap edelweiss secara stek dengan penyiraman sebanyak dua sampai tiga kali sehari. Jumlah Anaphalis javanica yang tumbuh secara stek sebanyak 63,75% dan berakar 41,67% (Aliadi et al., 1990).
Penelitian lain dilakukan untuk menganalisis kerusakan edelweisss telah dilakukan pada jalur pendakian resmi Gunung Semeru dengan hasil persentase
(15)
Dini Fatwa Kania, 2015
RESPONS POTONGAN JARINGAN TANAMAN EDELWEISS (Anaphalis javanica) pada MEDIUM MURASHIGE-SKOOG DENGAN PENAMBAHAN ZAT PENGATUR TUMBUH
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
kerusakan 3,9 % pada titik 61 dengan ketinggian 2.719 mdpl (Kayowuan, 2014). Penelitian edelweisss mengenai kerapatan Anaphalis javanica dan distribusinya serta faktor lingkungan apa yang paling mempengaruhi terhadap kelimpahan
Anaphalis javanic telah dilaksanakan di Gunung Batok Taman Nasional Bromo
Tengger semeru pada bulan April sampai dengan September 2010, hasil penelitian menunjukkan bahwa Anaphalis javanica di Gunung Batok belum masuk dalam katagori kritis, rawan maupun genting (Wahyudi, 2010).
Berdasarkan hasil-hasil penelitian tentang edelweiss yang telah diuraikan di atas, maka dipandang perlu untuk melakukan upaya konservasi tanaman tersebut misalnya dengan melakukan perbanyakan menggunakan kultur in vitro atau kultur jaringan. Dalam skala laboratorium untuk konservasi dapat dilakukan dengan kultur jaringan. Kultur jaringan merupakan suatu teknik untuk mengisolasi, sel, protoplasma, jaringan, organ dan menumbuhkan bagian tersebut pada nutrisi yang mengandung zat pengatur tumbuh tanaman pada kondisi aseptik, sehingga bagian-bagian tersebut dapat memperbanyak diri dan beregenerasi menjadi tanaman sempurna kembali (Ekosari, 2014). Manfaat yang didapat dari kultur jaringan ini salah satu diantaranya yaitu sebagai pelestarian plasma nutfah. Kultur jaringan dalam pelestarian plasma nutfah ini termasuk salah satu cara praktis untuk menyimpan bibit tanaman dari genotip yang terpilih, karena dalam pelaksanaanya teknik in vitro dapat memodifikasi atau mengatur kondisi yang sesuai untuk tanaman tersebut.
Teknik pembibitan secara in vitro telah banyak digunakan secara luas untuk perbanyakan tanaman, semenjak protokol mikropropagasi dipublikasikan untuk lebih dari 1500 species (George, 1993-1996). Teknik koleksi secara in vitro dengan menggunakan embrio atau jaringan telah diaplikasikan dilapangan untuk mengkoleksi plasma nutfah dari berbagai species (Tjokrokusumo, 2004). Pertumbuhan tanaman pada medium kultur jaringan membutuhkan ZPT seperti Benzyl-amino-purine (BAP), Napthalene-acetic-acid (NAA), 2,4-Dichlorophenoxyacetic acid (2,4-D), kinetin dan Indole-3-butyric acid (IBA). Fungsi auksin yaitu merangsang pemanjangan sel, pembentukan kalus dan pertumbuhan akar. Sitokinin telah terbukti dapat menstimulir terjadinya
(16)
Dini Fatwa Kania, 2015
RESPONS POTONGAN JARINGAN TANAMAN EDELWEISS (Anaphalis javanica) pada MEDIUM MURASHIGE-SKOOG DENGAN PENAMBAHAN ZAT PENGATUR TUMBUH
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
pembelahan sel, proliferasi meristem ujung, menghambat pembentukan akar serta mendorong pembentukan klorofil pada kalus (Santoso dan Nursandi, 2002). 2,4-Dichlorophenoxyacetic acid merupakan suatu auksin sintesis yang sifatnya lebih stabil dibandingkan dengan IAA. Penggunaan senyawa ini lebih sering memacu terbentuknya kalus (Rahayu et al, 2003).
Saat ini medium yang telah digunakan pada kultur in vitro Anaphalis javanica adalah medium Murashige-Skoog (MS) dengan penambahan sukrosa 3%, hal ini mengacu pada penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Senthilkumar dan Paulsamy, 2010 yaitu kultur in vitro pada Anaphalis eliptica yang merupakan satu genus edelweiss menunjukkan hasil yang baik. Zat Pengatur Tumbuh (ZPT) yang digunakan dalam penelitian kultur jaringan pada jenis edelweisss tersebut terdiri dari NAA, BAP, 2,4-D, kinetin dan IBA .
Zat pengatur tumbuh berupa NAA merupakan suatu golongan auksin sintesis yang bersifat stabil karena tidak mudah terurai oleh enzim yang dikeluarkan oleh sel atau pemanasan pada proses sterilisasi. Jenis sitokinin salah satunya BAP merupakan salah satu golongan sitokinin yang mempunyai sifat lebih stabil, lebih murah dan tersedia banyak serta lebih efektif dibandingkan dengan kinetin. Fungsi BAP mendorong pembentukan kalus sekaligus merangsang munculnya tunas dari kalus yang terbentuk (Herawan dan Burhan, 2009). Langkah awal dari upaya perbanyakan tanaman ini dapat dilakukan dengan menguji coba respons pertumbuhan tanaman edelweiss pada medium buatan yang telah diketahui dari penelitian sebelumnya. Selanjutnya, dari hasil penelitian ini dapat dikembangkan untuk menghasilkan multipikasi tanaman edelweiss.
Berdasarkan latar belakang diatas, maka telah dilakukan penelitian mengenai respons potongan jaringan tanaman edelweiss (Anaphalis javanica) pada medium Murashige-Skoog dengan penambahan zat pengatur tumbuh (BAP, NAA, 2,4-Dichlorophenoxyacetic acid, kinetin dan IBA).
B. Rumusan Masalah :
Bagaimana respons potongan jaringan tanaman edelweiss (Anaphalis
javanica) pada medium Murashige-Skoog dengan penambahan zat pengatur
(17)
Dini Fatwa Kania, 2015
RESPONS POTONGAN JARINGAN TANAMAN EDELWEISS (Anaphalis javanica) pada MEDIUM MURASHIGE-SKOOG DENGAN PENAMBAHAN ZAT PENGATUR TUMBUH
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu C. Pertanyaan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah diatas, dapat diuraikan menjadi beberapa pertanyaan penelitian sebagai berikut :
1. Respons pertumbuhan apa saja yang muncul pada medium MS dengan penambahan ZPT dari potongan jaringan buku, daun dan pucuk ?
2. Berapakah kombinasi konsentrasi yang optimal untuk pertumbuhan tunas, kalus dan akar dari potongan jaringan edelweiss (Anaphalis javanica) pada medium MS dengan penambahan ZPT ?
3. Pada umur kultur berapa ketiga jenis potongan jaringan edelweiss (Anaphalis javanica) merespon pertumbuhan tunas, kalus dan akar pada medium MS dengan penambahan ZPT?
4. Apakah berdasarkan langkah-langkah penelitian dapat dihasilkan planlet?
D. Batasan Masalah
Masalah dalam penelitian ini dibatasi sebagai berikut :
1. Potongan jaringan diambil dari bagian buku (tempat daun melekat pada batang), daun dan pucuk dari tanaman Anaphalis javanica yang berasal dari Gunung Papandayan Garut Jawa Barat.
2. Perlakuan berupa penambahan ZPT pada Medium MS dengan kombinasi konsentrasi BAP (0, 0,75, 1, 2, 2,5, 2,75, 3, 3,25 mg/L) dan NAA (0, 0,3 mg/L), 2,4-D (0, 1.75, 2, 2.25, 3 mg/L), Kinetin (0, 0.2, 0,3 mg/L) dan IBA (1 mg/L).
E. Tujuan
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui respons berbagai potongan jaringan dari tanaman edelweiss (Anaphalis javanica) pada medium Murashige-Skoog dengan penambahan zat pengatur tumbuh (BAP, NAA, 2,4-Dichlorophenoxyacetic acid, kinetin dan IBA).
F. Manfaat Penelitian
1. Sebagai langkah awal upaya perbanyakan tanaman edelweiss (Anaphalis
(18)
Dini Fatwa Kania, 2015
RESPONS POTONGAN JARINGAN TANAMAN EDELWEISS (Anaphalis javanica) pada MEDIUM MURASHIGE-SKOOG DENGAN PENAMBAHAN ZAT PENGATUR TUMBUH
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
2. Dapat mengetahui konsentrasi yang optimal untuk mikropropagasi tumbuhan edelweiss (Anaphalis javanica) dengan mengetahui respons pertumbuhan pada medium Murashige-Skoog (MS) dengan pemberian konsentrasi BAP, NAA, 2,4-Dichlorophenoxyacetic acid (2,4-D), kinetin dan IBA.
3. Dapat digunakan sebagai referensi dalam melakukan propagasi tumbuhan edelweiss (Anaphalis javanica) melalui kultur jaringan.
4. Dapat menjadi salah satu teknik yang digunakan untuk melestarikan dan mengantisipasi kepunahan tumbuhan endemik salah satunya pada tumbuhan edelweiss (Anaphalis javanica).
F. Asumsi
1. BAP dapat berperan positif dalam menghasilkan tunas jika penggunaannya digabungkan dengan NAA seperti yang diteliti pada tanaman Vanushava pedata (Karuppsamy et al., 2006).
2. Kombinasi antara kombinasi konsentrasi BAP, NAA, 2,4-Dichlorophenoxyacetic acid (2,4-D) dan kinetin berpengaruh terhadap pertumbuhan organogenesis tunas dan kalus dari potongan jaringan buku, daun dan pucuk pada tumbuhan Anaphalis eliptica (Senthilkumar dan Paulsamy, 2010).
3. Penambahan auksin sintetik NAA atau IBA ke dalam media MS berpengaruh terhadap waktu inisiasi, jumlah, panjang dan karakteristik akar piretrum (Chrysanthemum cinerariifolium) klon Prau 6 (Rostiana, 2007).
G. Hipotesis
Medium Murashige-Skoog (MS) dengan penambahan BAP, NAA, 2,4-D, kinetin dan IBA dapat memberikan respons potongan jaringan buku, daun dan pucuk edelweiss (Anaphalis javanica).
(19)
Dini Fatwa Kania, 2015
RESPONS POTONGAN JARINGAN TANAMAN EDELWEISS (Anaphalis javanica) pada MEDIUM MURASHIGE-SKOOG DENGAN PENAMBAHAN ZAT PENGATUR TUMBUH
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu BAB III
METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian
Jenis Penelitian yang dilakukan merupakan penelitian eksperimen. Penelitian eksperimen merupakan metode penelitian yang digunakan untuk mengetahui pengaruh perlakuan tertentu terhadap yang lain dalam kondisi yang terkendalikan (Sugiyono, 2011).
B. Desain Penelitian
Desain penelitian menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL). Rancangan acak lengkap dapat didefinisikan sebagai rancangan dengan beberapa perlakuan dan disusun secara random untuk seluruh unit percobaan. Pada penelitian ini, kontrol yang digunakan yaitu pada medium Murishage dan Skoog (MS) tanpa penambahan zat pengatur tumbuh (ZPT). Perlakuan yang diberikan adalah penambahan zat pengatur tumbuh yaitu Benzyl amino purine (BAP), a-Naphtalene acetic acid (NAA), 2,4-Diklorofenoksiacetic acid dan Kinetin.
Perlakuan yang diberikan pada penelitian ini menggunakan kombinasi jenis auksin dan sitokinin yang berbeda-beda sebagai berikut :
1. NAA (0 dan 0,3 mg/L) dan BAP (0, 2.5, 2.75, 3, 3.25mg/L) dengan jumlah pengulangan sebanyak dua kali dan dilanjutkan dengan subkultur sebanyak dua tiga kali (Tabel 3.1).
2. 2,4-D (0, 1.75, 2, 2.25, 3 mg/L) dan kinetin (0 mg/L) dengan jumlah pengulangan sebanyak empat kali dan dilanjutkan dengan subkultur sebanyak dua kali (Tabel 3.2).
3. Kinetin (0, 0.2, 0.3 mg/L) dan BAP (0, 0.75, 1 mg/L) dengan jumlah pengulangan sebanyak dua kali dan dilanjutkan dengan subkultur sebanyak tiga kali (Tabel 3.3).
4. IBA (1 mg/L)
Penentuan banyaknya jumlah pengulangan dalam penelitian ini menurut Gomez & Gomez (1995) dengan rumus sebagai berikut :
Keterangan :
T = Jumlah Perlakuan R = jumlah pengulangan 20 = derajat bebas
(20)
Dini Fatwa Kania, 2015
RESPONS POTONGAN JARINGAN TANAMAN EDELWEISS (Anaphalis javanica) pada MEDIUM MURASHIGE-SKOOG DENGAN PENAMBAHAN ZAT PENGATUR TUMBUH
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
Tabel 3.1 Kombinasi Konsentrasi ZPT pada Potongan Jaringan Buku
Tabel 3.2 Kombinasi Konsentrasi ZPT pada Potongan Jaringan Daun
Kode Penanaman Awal
2,4-D (mg/L) Kinetin (mg/L) Respons
K 0 0
L 1,75 0
M 2 0
N 2,25 0
O 2,5 0
Tabel 3.3 Kombinasi Konsentrasi ZPT pada Potongan Jaringan Pucuk
Kode Penanaman Awal
BAP (mg/L) Kinetin (mg/L) Respons
P 0 0
Q 0 0,2
R 0 0,3
S 0,75 0
T 0,75 0,2
U 0,75 0,3
V 1 0
W 1 0,2
X 1 0,3
Y 2 0
Z1 2 0,2
Z2 2 0,3
Kode
Penanaman Awal NAA
(mg/L)
BAP
(mg/L) Respons
A 0 0
B 0 2,5
C 0 2,75
D 0 3
E 0 3,25
F 0,3 0
G 0,3 2,5
H 0,3 2,75
I 0,3 3
(21)
Dini Fatwa Kania, 2015
RESPONS POTONGAN JARINGAN TANAMAN EDELWEISS (Anaphalis javanica) pada MEDIUM MURASHIGE-SKOOG DENGAN PENAMBAHAN ZAT PENGATUR TUMBUH
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
Respons terbaik dari setiap potongan jaringan akan dilanjutkan dengan subkultur. Kombinasi konsentrasi subkultur disesuaikan dengan respons yang dihasilkan dari setiap potongan jaringan (Tabel 4.3). Subkultur dilakukan selama tiga minggu sekali.
C. Populasi dan Sampel
Populasi yang digunakan dalam penelitian ini yaitu tanaman Anaphalis
javanica yang berumur lima bulan yang berasal dari Gunung Papandayan Garut
Jawa Barat. Sampel pada penelitian ini yaitu pucuk, daun dan buku dari tanaman
Anapalis javanica.
D. Lokasi dan Waktu Penelitian
Lokasi pembuatan medium, sterilisasi alat dan medium, penanaman potongan jaringan serta pemeliharaan kultur dilakukan di Laboratorium Botani dan pembuatan larutan stok MS dilakukan di Laboratorium Fisiologi FPMIPA UPI. Penelitian dilaksanakan dari bulan Februari sampai Juli 2015.
E. Prosedur Penelitian 1. Persiapan
a. Bahan
Bahan potongan jaringan adalah tanaman edelweiss (Anaphalis javanica) yang diambil dari bagian buku (tempat melekat daun), daun dan pucuk yang diperoleh dari Gunung Papandayan Garut Jawa Barat (Gambar 3.1).
Potongan
Jaringan Respons
Medium Subkultur Multiplikasi 1 Multiplikasi 2 Pemanjangan
Tunas Organogenesis
Daun Kalus - - - BAP 1, Kinetin
0,3
Buku Tunas BAP 3,
NAA 0,5 -
BAP 3, NAA
0,5 -
Pucuk Tunas BAP 1,
Kinetin 0,3
BAP 1,
Kinetin 0,3 - -
Keterangan : Warna menunjukan konsentrasi yang digunakan
(22)
Dini Fatwa Kania, 2015
RESPONS POTONGAN JARINGAN TANAMAN EDELWEISS (Anaphalis javanica) pada MEDIUM MURASHIGE-SKOOG DENGAN PENAMBAHAN ZAT PENGATUR TUMBUH
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
a b
Gambar 3.1 Tanaman Anaphalis javanica
a. Aklimasi tanaman Anaphalis javanica b.Bagian tanaman Anaphalis javanica
Tanaman yang digunakan untuk sumber potongan jaringan diaklimatisasi terlebih dahulu diruang kultur dengan suhu 160C selama ± 48jam (Gambar 3.1 a).
b. Pembuatan Larutan Stock
Larutan Stok terdiri dari makronutrien, mikronutrien, besi cheat dan vitamin kemudian dilarutkan dengan menggunakan akuades. Larutan stok medium MS dikelompokan menjadi delapan kelompok (Tabel 3.5). Pembuatan larutan stok ini digunakan untuk mempermudah penimbangan bahan, karena bahan yang digunakan biasanya takarannya sangat sedikit. Setelah pembuatan larutan, pada tiap botol diberi identitas berupa nama larutan, banyaknya takaran, dan tanggal pembuatan larutan. Larutan-larutan tersebut ditutup rapat dan disimpan dikulkas.
c. Pembuatan medium
Medium yang digunakan yaitu medium Murashige Skoog (MS) (1962 dalam Pierik, 1987). Pembuatan medium MS digunakan untuk medium pada tahap penanaman dan subkultur. Untuk membuat medium, masing-masing larutan stok diambil sesuai dengan kebutuhan pemakaian. Larutan yang telah tercampur kemudian ditambah dengan agar-agar dan sukrosa serta ZPT berupa BAP, NAA, 2,4-D, kinetin dan IBA. Medium dipanaskan (Gambar 3.2) dan diaduk sampai semua bahan larut, setelah larut dilakukan pengukuran pH hingga mencapai 5.7 atau 5.8 dengan menambahkan NaOH 1 M atau Hcl 1 M. Setelah larut, medium dituangkan kedalam botol sebanyak 10 ml pada masing-masing botol. Botol ditutup dengan menggunakan plastik tahan panas, alumunium foil, karet kemudian diberi label dan ditulis konsentrasi perlakuan dan tanggal penanaman. Pucuk Daun
(23)
Dini Fatwa Kania, 2015
RESPONS POTONGAN JARINGAN TANAMAN EDELWEISS (Anaphalis javanica) pada MEDIUM MURASHIGE-SKOOG DENGAN PENAMBAHAN ZAT PENGATUR TUMBUH
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
Medium yang telah dibuat dan alat-alat untuk menanam disterilkan dalam autoklaf selama ±50menit pada suhu 1210C dan tekanan 15psi.
Gambar 3.2 Pemanasan Medium MS
Tabel 3.5 Komposisi Medium Murashige-Skoog (1962 dalam Pierik, 1987)
2. Penelitian Inti
a. Pembuatan Medium Perlakuan
Stok Bahan Kimia Konsentrasi (g/L)
1. NH4NO3 16,5
2. KNO3 19
3. CaCl2.H2O 3,33
4. CoCl2. 6H2O
H3BO3
KI
NaMoO4.2 H2O
KH2PO4
0,00025 0,062 0,008 0,0025
17 5. MgSO4.7H2O
MnSO4.4H2O
ZnSO4.7H2O
CuSO4.5 H2O
3,7 0,169 0,086 0,00025
6. Na.EDTA
FeSO4.7H2O
0,373 0,278 7. Thiamin
Nikotin Pyridoxin Glycin 0,001 0,005 0,005 0,02
(24)
Dini Fatwa Kania, 2015
RESPONS POTONGAN JARINGAN TANAMAN EDELWEISS (Anaphalis javanica) pada MEDIUM MURASHIGE-SKOOG DENGAN PENAMBAHAN ZAT PENGATUR TUMBUH
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
Medium perlakuan yaitu medium MS yang ditambah ZPT dengan konsentrasi sebagai berikut :
1). Medium Penanaman Awal
a). NAA (0 dan 0,3 mg/L) dan BAP (0, 2.5, 2.75, 3, 3.25mg/L) digunakan untuk potongan jaringan buku. Tujuan untuk menghasilkan respons tunas.
b). 2,4-D (0, 1.75, 2, 2.25, 3 mg/L) dan Kinetin (0 mg/L) digunakan untuk potongan jaringan daun. Tujuan untuk menghasilkan respons kalus. c). Kinetin (0, 0.2, 0.3 mg/L) dan BAP (0, 0.75, 1 mg/L) digunakan untuk
potongan jaringan pucuk. Tujuan untuk menghasilkan respons tunas.
2). Medium Subkultur 1 (Multiplikasi)
a). BAP (3 mg/L) dan NAA (0,5 mg/L)
3). Medium Subkultur 2 (Pemanjangan dan pembesaran)
a). BAP (3mg/L) dan NAA (0.5 mg/L) untuk tunas.
b). BAP (1mg/L) dan Kinetin (0,3mg/L) untuk kalus daun.
4). Medium Sub Kultur 3 (Pertumbuhan Akar)
a). IBA (1mg/L) untuk pertumbuhan akar dari semua respons (tunas dan kalus).
b. Sterilisasi
Medium yang telah tersedia kemudian disterilkan dalam autoklaf tipe BI-65 ALF pada tekanan 15 psi selama 50 menit pada suhu 1210c. Setelah sterilisasi kemudian medium yang telah dibuat didiamkan didalam ruang kultur selama 2-3 hari sebelum ditanami dengan potongan jaringan edelweiss secara aseptik.
c. Penanaman
Sebelum potongan jaringan ditanam pada medium kultur, semua bahan yang akan digunakan pada proses penanaman disiapkan terlebih dahulu diantaranya medium, potongan jaringan,akuades, alkohol, scalpel, steril blade, cawan petri, plastik tahan panas, spirtus, pinset, karet, kertas saring dan alumunium foil. Bahan yang telah disiapkan kemudian dimasukan kedalam laminar air flow dan disinari dengan ultra violet selama kurang lebih 30 menit (Gambar 3.3). Alat
(25)
Dini Fatwa Kania, 2015
RESPONS POTONGAN JARINGAN TANAMAN EDELWEISS (Anaphalis javanica) pada MEDIUM MURASHIGE-SKOOG DENGAN PENAMBAHAN ZAT PENGATUR TUMBUH
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
dan bahan yang telah disinari dengan ultra violet selanjutnya siap digunakan untuk penanaman potongan jaringan.
Gambar 3.3 Persiapan sterilisasi laminar sebelum penanaman
Potongan jaringan yang digunakan adalah buku, daun dan pucuk dari tanaman edelweiss, buku yang digunakan merupakan buku ke 8 dari pucuk begitupula dengan daun. Potongan jaringan buku yang ditanam pada medium perlakuan berjumlah dua dalam tiap botol kultur dengan jumlah botol sebanyak empat botol (delapan potongan jaringan buku). Potongan jaringan daun jumlah pengulangannya tiga, potongan jaringan daun ditanam pada medium perlakuan sebanyak tiga potongan jaringan setiap botol dengan jumlah botol 3 (Sembilan potongan jaringan daun). Pucuk jumlah pengulangannya berjumlah dua, dengan jumlah penanaman pada medium perlakuan sebanyak dua potongan jaringan dalam setiap botol, jumlah botol 4 (delapan potongan jaringan pucuk).
Ukuran potongan jaringan yang akan ditanam dalam medium MS dapat dilihat pada Gambar 3.4sebagai berikut:
(26)
Dini Fatwa Kania, 2015
RESPONS POTONGAN JARINGAN TANAMAN EDELWEISS (Anaphalis javanica) pada MEDIUM MURASHIGE-SKOOG DENGAN PENAMBAHAN ZAT PENGATUR TUMBUH
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
Gambar 3.4 Ukuran Jenis Potongan Jaringan Tanaman Anaphalis javanica. A. Panjang potongan jaringan daun 0,7cm B. Tinggi potongan jaringan pucuk 0,8-1cm C. Tinggi potongan jaringan buku 1,5cm Potongan jaringan yang telah dipotong sesuai ukuran dilanjutkan dengan sterilisasi potongan jaringan dengan cara sebagai berikut:
1). Potongan jaringan dicuci air mengalir selama 15 menit.
2). Potongan jaringan dimasukan ke dalam Bayclin 10% ditambah tween dua sampai tiga tetes selama 10 menit.
3). Potongan jaringan dicuci dengan akuades steril selama lima menit. 4). Pemapasan bagian ujung potongan jaringan yang akan ditanam.
5). Potongan jaringan dimasukan ke dalam bayclin 5% ditambah tween dua sampai tiga tetes.
6). Potongan jaringan dicuci dengan akuades sebanyak tiga kali, tiap pencucian dilakukan selama lima menit.
7). Pemotongan kembali bagian ujung potongan jaringan yang akan ditanam. 8). Hasil pemotongan potongan jaringan dikeringkan dalam kertas saring
sampai kering.
9). Potongan jaringan ditanam dalam medium MS
10). Botol kultur ditutup menggunakan alumunium foil dan plastik yang diikat dengan karet (Komunikasi Langsung, 2015).
Potongan jaringan yang telah ditanam pada medium MS kemudian disimpan di ruang kultur yang steril. Suhu yang digunakan pada ruang kultur ± 210C. Lemari penyimpanan botol kultur dilap dan disemprot menggunakan alkhol 70% dengan tujuan supaya steril.
Gambar 3.5 Hasil Penanaman Potongan Jaringan A. Buku, B. Daun, C. Pucuk
(27)
Dini Fatwa Kania, 2015
RESPONS POTONGAN JARINGAN TANAMAN EDELWEISS (Anaphalis javanica) pada MEDIUM MURASHIGE-SKOOG DENGAN PENAMBAHAN ZAT PENGATUR TUMBUH
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu d. Pengamatan
Pengamatan pertumbuhan dilakukan dua hari sekali selama tiga minggu untuk mengetahui respons pertumbuhan terhadap parameter pertumbuhan potongan jaringan edelweiss secara morfologi yang meliputi tumbuhnya pucuk, akar atau kalus dari berbagai potongan jaringan yang berbeda. Selain itu, pada saat pengamatan jika terdapat medium kultur yang kontaminasi langsung dipisahkan.
e. Alur Penelitian
Alur penelitian (Gambar 3.6) dan langkah kerja (Gambar 3.7) pada penelitian ini sebagai berikut :
Gambar 3.6 Alur Penelitian Studi pustaka,
pembuatan proposal dan izin pengambilan sample
Seminar Proposal
Persiapan potongan jaringan
dan alat bahan
Pembuatan larutan stok dan medium Sterilisasi alat dan
bahan Penanaman
potongan jaringan
Induksi kalus dan tunas
Sub kultur 1 kalus dan tunas
Sub kultur 2 kalus dan tunas
Sub kultur 3 kalus dan tunas Analisis data
Kesimpulan
(28)
Dini Fatwa Kania, 2015
RESPONS POTONGAN JARINGAN TANAMAN EDELWEISS (Anaphalis javanica) pada MEDIUM MURASHIGE-SKOOG DENGAN PENAMBAHAN ZAT PENGATUR TUMBUH
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu menghitung persentase respons dari setiap potongan jaringan dengan cara :
Persiapan alat dan bahan Persiapan potongan jaringan
Pembuatan medium
Sterilisasi alat, bahan dan medium
Penanaman potongan jaringan
Induksi Tunas
Pengamatan
Induksi Kalus
Sub kultur 1
Sub kultur 2
Sub kultur 3
jumlah respons dalam satu konsentrasi potongan jaringan x 100 = …. % jumlah keseluruhan respons dalam satu konsentrasi potongan jaringan .
(29)
Dini Fatwa Kania, 2015
RESPONS POTONGAN JARINGAN TANAMAN EDELWEISS (Anaphalis javanica) pada MEDIUM MURASHIGE-SKOOG DENGAN PENAMBAHAN ZAT PENGATUR TUMBUH
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
(30)
Dini Fatwa Kania, 2015
RESPONS POTONGAN JARINGAN TANAMAN EDELWEISS (Anaphalis javanica) pada MEDIUM MURASHIGE-SKOOG DENGAN PENAMBAHAN ZAT PENGATUR TUMBUH
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu BAB V
KESIMPULAN A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dapat dibuat kesimpulan sebagai berikut. 1. Respons pertumbuhan potongan jaringan dari tanaman Anaphalis javanica
yang muncul pada medium MS dengan penambahan zat pengatur tumbuh (ZPT) yang berbeda terdiri dari tunas dan kalus. Tunas dihasilkan dari potongan jaringan buku dan pucuk, sedangkan kalus dihasilkan dari potongan jaringan daun.
2. Kombinasi konsentrasi ZPT yang optimal dalam penelitian ini yaitu :
a. Kombinasi konsentrasi BAP 2,5 mg/L dan NAA 0 mg/L (Potongan Jaringan Buku). Kombinasi konsentrasi ini mampu merespons tunas dengan baik dari awal pengkulturan sampai dua minggu medium perakaran.
b. Kombinasi konsentrasi BAP 0,75mg/L dan kinetin 0,3mg/L, BAP 1mg/L dan kinetin 0,3 mg/L (Potongan Jaringan Pucuk). Kombinasi konsentrasi ini mampu merespons tunas dengan baik dan hasil subkultur multiplikasi tumbuh dengan baik serta mampu bertahan pada medium perakaran selama dua minggu.
c. Kombinasi konsentrasi 2,4-D 2mg/L dan kinetin 0 mg/L, 2,4-D 2,25 mg/L dan kinetin 0 mg/L (Kalus dari Daun). Kombinasi konsentrasi ini mengalami pertumbuhan kalus dan mampu bertahan sampai medium subkultur untuk organogenesis selama tiga minggu.
3. Umur kultur dari ketiga potongan jaringan yang menunjukan respons terjadi pada waktu (hari) yang berbeda-beda yaitu :
a. Potongan jaringan buku, respons pada hari ke enam terjadi pada kode B, C, H dan I. Pada hari ke 11 terjadi pada kode D dan J dan respons pada hari ke 15 terjadi pada kode F dan G.
b. Potongan jaringan daun, secara keseluruhan terjadi pada hari ke enam. c. Potongan jaringan pucuk, respons pada hari ke enam terjadi pada kode U
(31)
Dini Fatwa Kania, 2015
RESPONS POTONGAN JARINGAN TANAMAN EDELWEISS (Anaphalis javanica) pada MEDIUM MURASHIGE-SKOOG DENGAN PENAMBAHAN ZAT PENGATUR TUMBUH
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
4. Pada penelitian ini tidak terbentuk plantlet (pinak tanam), karena tidak terbentuknya akar. Tidak terbentuknya akar disebabkan bakteri yang dikeluarkan oleh potongan jaringan pada umur kultur tertentu, kombinasi konsentrasi ZPT yang belum tepat serta kondisi lingkungan yang belum steril.
B. Saran
Berdasarkan hasil penelitian dan kesimpulan yang telah disebutkan, terdapat beberapa saran sebagai berikut.
1. Penelitian terhadap respons potongan jaringan dari tanaman Anaphalis
javanica dapat dijadikan referensi awal dalam upaya perbanyakan tanaman
edelweiss secara kultur jaringan.
2. Melakukan penelitian lanjutan seperti analisis kandungan metabolit sekunder kalus dari potongan jaringan daun, mencoba konsentrasi ZPT yang dapat menginduksi akar.
3. Pada penelitian ini masih kurang referensi mengenai Anaphalis javanica disarankan untuk melakukan tinjauan yang lebih banyak sebagai informasi lanjutan mengenai tanaman tersebut.
4. Perlu diperhatikan cara sterilisasi potongan jaringan dan menjaga medium supaya meminimalisir kontaminasi.
5. Melakukan penelitian lanjutan untuk dapat menginduksi akar sehingga dapat dipindahkan dari in vitro menjadi in vivo.
(32)
Dini Fatwa Kania, 2015
RESPONS POTONGAN JARINGAN TANAMAN EDELWEISS (Anaphalis javanica) pada MEDIUM MURASHIGE-SKOOG DENGAN PENAMBAHAN ZAT PENGATUR TUMBUH
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu DAFTAR PUSTAKA
Agoes, S., Suryadi. (2005). Simulasi Identifikasi Daerah Coding Pada Deoxyribonucleic Acid Dengan Menggunakan Discrete Fourier Transform.
JTri.4 (2). Hlmn 45-60
Ahmed, E. E., Bisztray, G.Y.D., Velich, I. (2002). Plant regeneration from seedling explants of common bean (Phaseolus vulgaris L.). Pro-ceedings of the 7th Hungarian Congress on Plant Physiology. Szent Istvan University of Budapest. Budapest, Hungary. Hlmn : 115 - 123.
Aliadi, A., Zuhud, E.A.M., Damhuri, E. (1990). Kemungkinan Penangkaran Edelweis (Anaphalis Javanica (Bl.) Boerl.) Dengan Stek Batang (Possibilities Of Cultivating Edelweis With Stem Cuttings). Media
Konservasi,3 (1). Hlm 37-45.
Ariningsih, I., Sholichatun, Anggarwulan E. (2003). Pertumbuhan Kalus dan Produksi Antrakuonin Mengkudu (Morindacitrofolia) pada Media Murashige-Skoog (MS) dengan Penambahan Ion Ca 2+ dan Cu 2+. Jurnal Biofarmasi 1(2). Hlmn : 39-43.
Campbell, N.A, Reece, J.B., Mitchell, L.G. (2003). Biologi jilid 2. Jakarta: Penerbit Erlangga
Conqruist, A. (1981). An Integrated System Of Classification Of Flowerung
Plants. New York: Columbia University Press.
Dweck, A.C. (2004). A Review of Edelweiss. Journal of SOWF. 130,( 9).Hlm 65-68
Ekosari, (2014). Kultur Jaringan. [Online]. Diakses dari : http://staff.uny.ac.id/sites/default/files.
Fatmawati, T.A., Nurhudayanti, T., Jadid, N. (2010). Pengaruh Kombinasi Zat
Pengatur Tumbuh Iaa Dan Bap Pada Kultur Jaringan Tembakau Nicotiana Tabacum L. Var. Prancak 95. (Skripsi) Fakultas Matematika Ilmu
Pengetahuan Alam Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Surabaya.
Flick, C.E., Evans, D.A., Sharp, W.R. (1993). Organogenesis, D.A. Evans, W.R. Sharp, P.V. Amirato, And T. Yamada (Eds.) Handbook Of Plant Cell Culture Collier Macmillan, Publisher London
George, E. F. dan Sherrington, (1984). Plant Propagation by Tissue Culture
Handbook and Directory of Commercial Laboratories Exegetics Ltd. Erasley.
(33)
Dini Fatwa Kania, 2015
RESPONS POTONGAN JARINGAN TANAMAN EDELWEISS (Anaphalis javanica) pada MEDIUM MURASHIGE-SKOOG DENGAN PENAMBAHAN ZAT PENGATUR TUMBUH
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
Gomez, K.A. dan Gomez, A.A. (1995). Prosedur statistik untuk penelitian
pertanian. Ed-2. Diterjemahkan oleh : Sjamsudin, E. dan Baharsjah, J.S.
Jakarta: UI Press.
Gunawan, L. W. (1992). Teknik Kultur Jaringan Tumbuhan. Bogor: PAU Bioteknologi IPB.
Hendaryono, D.P.S., Wijayani, A. (1994). Teknik Kultur Jaringan :Pengenalan
dan Petunjuk Perbanyakan Tanaman Secara Vegetatif Modern. Yogyakarta:
Kanisius.
Henuhili,V. (2013). Kultur Jaringan. [Online] . Diakses dari : http://staff.uny.ac.id/.
Herawan, T., Burhan, I. (2009). Penggunaan Kombinasi Auksin dan Sitokinin Untuk Menginduksi Tunas pada kultur jaringan sengon (Falcataria
moluccana) menggunakan bagian kotiledon. Jurnal Pemuliaan Tanaman Hutan. 3 (1).Hlm 23-31
Hidayat, B. E. (1995). Anatomi Tumbuhan Berbiji. Bandung : ITB
Himanen, K., Boucheron ,E., Vannesse, S., Almeida, J.d, Inze, D., Beeckman, T. (2002). Auxin-mediated cell cycle activation during early root initiation.
Plant Cell. 14,Hlmn : 2339-2352
Imbert, E., Youssef, S., Carbonell, D., Baumel, A. (2011). Do endemic species always have a low competitive ability? A test for two Mediterranean plant species under controlled conditions. Journal of Plant ecology.5(3).Hlmn: 305-312
Kaneda, Y., Y. Tabei, S., Nishimura, K., Harada, T. Akihama, Kitamura, K. (1997). Combination of thia-dizuron and basal media with low salt concentration increases the frequency of shoot organogenesis in soybean [Glicine max (L.) Merr.]. Plant Cell Report. 17. Hlmn : 8 - 12.
Karuppusamy, S. Kiranmai, Aruan, V.C., , Pullaiah, T. (2006). Micropropagation of Vanasushava pedata - An endangered medicinal plant of South India.
Journal of Plant Tisue Cult. & Biotech, 16. Hlm 85-94
Katuuk, J. (1989). Teknik Kultur Jaringan Dalam Mikropropagasi Tanaman. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
Kayouwuan, A. Y. (2014). Studi Kerusakan Edelweis (Anaphalis javanica) Akibat Kegiatan Pendakian Pada Jalur Pendakian Resmi Gunung Semeru – BBTNBTS. Institut Pertanian Malang.
(34)
Dini Fatwa Kania, 2015
RESPONS POTONGAN JARINGAN TANAMAN EDELWEISS (Anaphalis javanica) pada MEDIUM MURASHIGE-SKOOG DENGAN PENAMBAHAN ZAT PENGATUR TUMBUH
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
KLH. (2005). Status Lingkungan Hidup Indonesia.Kementerian NegaraLingkungan Hidup. Hlm.138-159.
Kurniawan, H.L, Hakim, L., Arumingtyas, L.E. (2014). Effectiveness of trnL (UAA) intron sequence for detecting genetic variation of Anaphalis spp. along Mount Semeru hiking track, Bromo Tengger Semeru National Park Indonesia.
Journal of Biodiversity and Environmental Sciences (JBES), 5( 1) hlmn 1-7
Laila, N.F., Evika, S.S. (2014). Produksi Metabolit Sekunder Steviosida Pada Kultur Kalus Stevia (Stevia rebaudiana Bert. M.) Dengan Penambahan ZPT 2,4-D dan PEG (PolyethyleneGlykol) 6000 pada media MS (Murashige &
Skoog). Produksi Metabolit Sekunder. 4.(2) . Hlmn : (57-65).
Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI). (2003). Eksplorasi Flora di
Kawasan Cagar Alam/Taman Wisata Alam Sibolangit dan Hutan Lindung Sibayak Sumatera Utara. Bogor : Pusat Konservasi Tumbuhan. Kebun Raya
Bogor.
Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. (2013). Bioresources Untuk Pembangunan
Ekonomi Hijau, Jakarta:LIPI
Lestari, E.G. (2008). Kultur Jaringan. Akademia : Bogor
Lestari, G.E. (2011). Peranan Zat Pengatur Tumbuh dalam Perbanyakan Tanaman melalui Kultur Jaringan. Jurnal AgroBiogen. 7(1): Hlmn 63-68
Mesner, B., Kern, J., Wiedemann, D., Schwaiger. S, Turkcan, A., Ploner, C., Trockenbacher, A., Aumayr, K., Bonaros, N., Laufer, G., Stuner, H., Untergasser, G., Bernhard, D. (2013). 5-Methoxyleoligin, a Lignan from Edelweiss, Stimulates CYP26B1-Dependent Angiogenesis In Vitro and Induces Arteriogenesis in Infarcted Rat Hearts In Vivo. Journal of Edelweis
for heart (plosone.org). 8(3).Hlm 1-11
Nugrahani, P., Sukendah, Makziah (2011). Teknik Propagasi Secara In vitro.
Jawa Timur : Program Studi Agroteknologi Fakultas Pertanian Dinas
Pembangunan Nasional “Veteran”.
Palestine, S. (2008). Induksi Akar Pada Biakan Tanaman Pule Pandak (Rauvolfia Serpentine L.) Secara Kultur Jaringan. Malang : Universitas Brawijaya Jurusan Budidaya Pertanian.
Pandiangan, D. (2009). Produksi Metabolit Sekunder Alkaloid secara In vitro. Bandung : UNPAD PRESS
Pierik, L. M. (1987). In vitro Culture of Higher Plants. Boston: Martinus Nijhoff Publisher.
(35)
Dini Fatwa Kania, 2015
RESPONS POTONGAN JARINGAN TANAMAN EDELWEISS (Anaphalis javanica) pada MEDIUM MURASHIGE-SKOOG DENGAN PENAMBAHAN ZAT PENGATUR TUMBUH
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
Prawono, S. (2003). BAB I Pendahuluan. (Online) diakses dari http://ww.academia.edu
Purwono, A. (2012). 5 Tahun Lagi, Tak Ada Edelweis di Bromo. [Online]. Diakses dari : http://www.tempo.com//2012/11/5-tahun-lagi-tak-ada-edelweis-di-bromo.html
Putri, P. K, Widyani, N., Bramasto, Y. (2011). Pertumbuhan 9 (Sembilan) Jenis Tanaman Endemik Indonesia Di Hutan Penelitian Rumpin. Balai Penelitian Teknologi Perbenihan
Rahayu, B., Solichatun., Anggarwulan, E., (2003). Pengaruh Asam 2,4-Diklorofenoksiasetat (2,4-D) terhadap Pembentukan dan Pertumbuhan Kalus serta Kandungan Flavonoid Kultur Kalus Acalypha indica L. Jurnal
Biofarmasi 1 (1), Hlm :1-6
Rakhmadani, A,N. (2015) Bunga Edelweiss. (Online). Diakses dari http://biodiversitywarriors.org.
Saifudin A., Viesa, R., Teruna, H.Y. (2011). Standarisasi Bahan Obat Alam. Yogyakarta : Graha Ilmu.
Santoso, U., Nursandi.2002. Kultur Jaringan Tanaman. Malang : UMM Press, Sastamitamihardja, D., Siregar, A., (1996). Fisiologi Tumbuhan. Jurusan Biologi
FPMIPA ITB : Depatemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Proyek Pendidikan Tenaga Akademik.
Senthilkumar, P., Paulsamy, S. (2010). Conservation of an endemic medicinal plant, Anaphalis eliptica DC. By employing plant tissue culture technique.
Journal of Applied and natural Science. 2 (1). Hlm 17-21
Sitohang, N. (2011). Multipikasi propagula barangan (Musa paradisiaca L.) dari berbagai jumlah tunas dalam media MS yang diberi BAP pada Berbagai Konsentrasi.
Sugiyono. (2011). Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta.
Suryowinoto, M. (1996). Pemuliaan Tanaman secara In Vitro. Yogyakarta : Kanisius.
Suyitno, Al. M.S., Henuhili, V. (2011). Induksi Kalus Dan Organogenesis Tanaman Ngukilo (Gynura procumbens (Lour.) Merr.) dengan 2,4 D dan kombinasi NAA - AIR Kelapa Secara In vitro
(36)
Dini Fatwa Kania, 2015
RESPONS POTONGAN JARINGAN TANAMAN EDELWEISS (Anaphalis javanica) pada MEDIUM MURASHIGE-SKOOG DENGAN PENAMBAHAN ZAT PENGATUR TUMBUH
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
Taiz L, Zeiger E (1998) Plant physiology. 2nd Edition. Sinauer Associates Inc : Sunderland
Tanjung,Y., Bambang A.I., Rino. (2011). Perbanyakan Beberapa Species Anggrek Hutan Langka Sumatera Utara Melalui Kultur In Vitro.Journal Of
Ps Agronomi, Fakultas Pertanian, Univ Muhammadiyah Sumatera Utara, Medan.3 Hlm.16-1
Tjitrosoepomo, G. (1989). Taksonomi Tumbuhan (Spermatophyta). Yogyakarta : Gadjah Mada University Press.
Tjokrokusumo,D. S. (2004). Konservasi Plasma nutfah secara in vitro. Jurnal
Teknologi Lingkungan.P3TL-BPPT. 5. (2). Hlm 140-143.
Van Leeuwen,W.M.D. (1933). Biologi of Plant and Animals Pccuring in the higher Parts of Mount Pangrango Gede In West Java. Bogor : Pusat Penelitian Biologi LIPI
Van Steenis,C.G.G.J.. (2006). Flora Pegunungan Jawa. Bogor : Pusat Penelitian Biologi LIPI
Vasile L, Simona, V., Eliza A, Maria Z. (2011). Methods Of Conservation Of The Plant.. Journal of University of Oradea, Faculty of Environmental Protection 17.Hlmn : 697-708.
Ville. (2011). The Botanical Paradox. Trad anglaise.indd 8-9. [Online]. Diakses dari : www.ville-ge.ch
Wahyudi, D. (2010). Distribusi Dan Kerapatan Edelweis (Anaphalis javanica) Digunung Batok Taman Nasional Bromo Tengger Semeru.
Walujo, E.B., (2001). Keanekaragaman Hayati Untuk Pangan. Bogor : Herbarium Bogoriense, Pusat Penelitian Biologi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia.
Wardiyati, T. (1998). Kultur Jaringan Tanaman Hortikultura. Lembaga
Penelitian Proyek Pengembangan Lembaga Pendidikan. Jakarta : Tenaga
Kependidikan.
Winata, L. (1987). Teknik kultur jaringan tanaman laboratorium kultur jaringan
Tanaman Pusat Antar Universitas (PAU) Bioteknologi. Institut Pertanian
Bogor : Direktorat Pendidikan Tinggo, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
(37)
Dini Fatwa Kania, 2015
RESPONS POTONGAN JARINGAN TANAMAN EDELWEISS (Anaphalis javanica) pada MEDIUM MURASHIGE-SKOOG DENGAN PENAMBAHAN ZAT PENGATUR TUMBUH
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
Yelnitis. (2012). Pembentukan Kalus Remah Dari Eksplan Daun Ramin (Gonystylus bancanus (Miq) Kurz.). Jurnal Pemuliaan Tanaman Hutan, 6 (3) hlmn 181-194
Yenisbar, Yarni, Amelia, R. (2013). Multiplikasi Tunas Tanaman Inggu (Ruta
angustifolia (L.) Pers.) Secara In vitro dengan Penambahan Benzyl Adenin.
Hlmn : 6 – 11
Yusnita. (2003). Kultur Jaringan. Cara Memperbanyak Tanaman Secara Efisien. Jakarta : Agromedia Pustaka
Yuwono, T. (2006) . Bioteknologi Pertanian. Yogyakarta :Gadjah Mada University Press.
Zoditama, B. (2012). Edelweiss, Tetaplah Abadi. [Online]. Diakses dari : http://jelajah.valadoo.com/
Zulhilmi, Suwirmen, Netty, W., Surya. (2012). Pertumbuhan dan Uji Kualitatif Kandungan Metabolit Sekunder Kalus Gatang (Spilanthes acmella Murr.) dengan Penambahan PEG untuk Menginduksi Cekaman Kekeringan. Jurnal
Biologi Universitas Andalas (J. Bio. UA.). 1 (1) . Hlmn 1-8
(38)
Dini Fatwa Kania, 2015
RESPONS POTONGAN JARINGAN TANAMAN EDELWEISS (Anaphalis javanica) pada MEDIUM MURASHIGE-SKOOG DENGAN PENAMBAHAN ZAT PENGATUR TUMBUH
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu LAMPIRAN 1
ALAT DAN BAHAN PENELITIAN A. Alat
Alat- alat yang digunakan dalam penelitian dapat dilihat pada Tabel 1 berikut : Tabel 1. Alat-alat Penelitian
No. Nama Alat Spesifikasi Jumlah
1. Gelas Ukur 100 dan 1000 ml @ 1 buah
2. Gelas Kimia 250 dan 1000 ml @ 1 buah
3. Batang Pengaduk Panjang 20 cm 1 buah
4. Mikropipet 2-20, 20-200µl @ 1 buah
5. Makropipet 10 ml 1 buah
6. Autoclave ALP/KT 23 1 buah
7. pH meter - 1 buah
8. Cawan Petri Diameter 12 cm 3 buah
9. Hotplate with magnetic stirer - 1 buah
10. Pinset Logam 3 buah
11. Botol Kultur Kaca 100 buah
12. Alumunium foil, Karet dan Kertas Label
- secukupnya
13. Spatula Logam 3 buah
14. Botol untuk larutan stok Kaca 9 buah
15. Timbangan digital - 1 buah
16. Tabung erlenmeyer 250 ml 5 buah
17. Laminar Air Flow cabinet - 1 buah
18. Botol untuk aquadest Kaca 5 buah
19. Steril blad - 5 buah
20. Skalpel - 4 buah
21. Spirtus dan Korek Api - secukupnya
(39)
23. Whatmann No. 41 secukupnya
24. Coolbox 1 buah
25. Thermometer 1 buah
26. Thermohygrometer 1 buah
27. Soil Tester 1 buah
28. Lux meter 1 buah
29. Meteran 1 buah
30. Anemometer 1 buah
31. Kamera Sony 1 buah
B. Bahan
Bahan-bahan yang digunakan saat penelitian dapat dilihat pada Tabel 2. berikut.
Tabel 2. Bahan-bahan Penelitian
No. Nama Bahan Jumlah
1. Aquades 10 L
2. Zat-zat penyusun medium MS 100 ml
3. Agar 30 gram
4. Sukrosa 250 gram
5. Tanaman Anaphalis javanica
6. Alkohol 96% 500 ml
7. Alkohol 70% 500 ml
8. Bayclin Secukupnya
9. Tweens 5% Secukupnya
(40)
LAMPIRAN 2
DOKUMENTASI PENELITIAN
Gambar 1. Aklimatisasi Medium (Dokumentasi Pribadi)
Gambar 2. Ruang Kultur (Dokumentasi Pribadi)
Gambar 3. Pemanasan Medium (Dokumentasi Pribadi)
Gambar 4. Pengukuran Suhu Tanah (Dokumentasi Pribadi)
(41)
LAMPIRAN 3
HASIL PENELITIAN BERBAGAI POTONGAN JARINGAN TANAMAN Anaphalis javanica Tabel 3. Respons Potongan Jaringan Buku
Kode
1
Potongan Jaringan
2
Kombinasi konsentrasi (mg/L)
Gambar Awal Penanaman
5
Inisiasi 21 hari
6
Multipikasi
7
Pemanjangan tunas
8 BAP
3
NAA 4
A
Buku
0 0 - -
B 2,5 0
B
B
B T B
T
(42)
C
2, 75 0 - -
D 3 0 - -
E 3,25 0 - -
B
T B
B
B
B
(43)
F 0 0,3 - -
G 2,5 0,3 -
H 2,75 0,3 - -
T B B
B
B B
(44)
I 3 0,3 - -
J 3,25 0,3
Keterangan : B = Buku T = Tunas
P = Pembengkakan
B
B
T
B
T
(45)
Tabel 4. Respons Potongan Jaringan Pucuk
Kode Potongan Jaringan
Kombinasi konsentrasi
(mg/L) Gambar Awal Penanaman Inisiasi 21 hari Multipikasi 1 Multipikasi 2 BAP Kinetin
P
PUCUK
0 - -
Q 0,2 - -
R 0,3 - -
P
P
P
P
P
P K
(46)
S 0,75 0 - -
T 0,75 0,2 - -
U 0,75 0,3
K P
P
P
P
P P
P
(47)
V 1 0 - -
W 1 0,2 - -
X 1 0,3
P P
P
P
P
PT
PT
PT K
(48)
Y 2 0 - -
Z1 2 0,2 - -
Z2 2 0,3 - -
Keterangan : P = Pucuk , K= Kontaminasi, PT = Pertambahan tunas
P
P
P
P
K
K P
K P
(49)
Tabel 5. Respons Potongan Jaringan Daun
Kode Potongan Jaringan
Kombinasi konsentrasi
(mg/L) Gambar Awal Penanaman Inisiasi 21 hari Organogenesis
2,4-D Kinetin
K
Daun
0 0 -
L 1,75 0 -
D
Kd
D
(50)
Keterangan : D = Daun, Kd= Kalus, PK = Pembengkakan Kalus
M 2 0
N 2,25 0
O 2,5 0 -
Kd
Kd
Kd K D
D
D
Kd
(51)
NO Penulis
Species edelweiss
yang digunakan
Komposisi Medium MS Sterilisasi Potongan Jaringan
Potongan Jaringan yang digunakan
Hasil Kultur (dari setiap potongan
jaringan)
Berhasil ke in vivo Buku Daun Pucuk Buku Daun Pucuk
1 Senthilkumar dan
Paulsamy (2010) Departement of Botany, Kongunadu
Arts and
Science College, Coimbatore-641029, India Anaphalis
elliptica Bahan
Konsentrasi (g/L)
NH4NO3 82,5
KNO3 95
CaCl2.6H2O 0,0125
H3BO3 3,1
KH2PO3 8,5
MgSO4.7H2O 9,25
CoCl2.6H2O 0,0125
CuSO4.5H2O 0,0125
MnSO4.H2O 8,4
KI 0,415
Na2MoO4.2H2O 0,125
ZnSO4.7H2O 4,3
FeSO4.7H2O 2,786
Na2 EDTA 3,726
Myo-Inositol 1
Glysine 1
Nicotic Acid 0,125
Pyridoxine Hcl 0,1205
Thiamin Hcl 250
1. Air keran dua kali 2. Tween-20 5% 5
menit
3. Air keran satu kali 4. Antibiotik Ampicilin (15 menit) 5. Antibiotik Rifampicin 15 menit
6. ddH2O
7. Hgcl 0,1% tiga kali
8. ddH2O
√ √ √ Tunas
Kalus Kalus Tunas Tunas Kalus √ Terbentuk akar
2 Dini Fatwa Kania (2015) Departemen
Anaphalis javanica
Bahan Konsentrasi (g/L)
NH4NO3 16,5
KNO3 19
1. Air mengalir 15 menit
2. Bayclin 10% + tween dua - tiga
√ √ √ Tunas
(12,5-37,5%) Kalus (25-75%) Tunas (33,33-66,67 %) X (Belum terbentuk akar)
(52)
Universitas Pendidikan Indonesia, Jl. Setiabudhi 22.9 Bandung, ZIndonesia
CoCl2. 6H2O 0,00025
H3BO3 0,062
KI 0,008
NaMoO4.2
H2O 0,0025
KH2PO4 17
MgSO4.7H2O 3,7
MnSO4.4H2O 0,169
ZnSO4.7H2O 0,086
CuSO4.5
H2O 0,00025
Na.EDTA 0,373
FeSO4.7H2O 0,278
Thiamin 0,001
Nikotin 0,005
Pyridoxin 0,005
Glycin 0,02
Inositol 1
3. Akuades steril selama lima menit 4. Pemapasan bagian
ujung potongan jaringan yang akan ditanam
5. Bayclin 5% ditambah tween dua sampai tiga tetes.
6. Akuades sebanyak tiga kali, tiap pencucian
dilakukan selama lima menit.
7. Pemapasan bagian ujung potongan jaringan yang akan ditanam
8. Potongan jaringan dikeringkan dalam kertas saring sampai kering. 9. Potongan jaringan
ditanam dalam medium MS
(53)
(54)
Tabel 7. Hasil Pengukuran Faktor Abiotik
No Faktor Abiotik Hasil
1. pH 7
2. Kelembaban udara 890C
3. Suhu udara 150C
(1)
79
Tabel 5. Respons Potongan Jaringan Daun
Kode Potongan Jaringan
Kombinasi konsentrasi
(mg/L) Gambar Awal Penanaman Inisiasi 21 hari Organogenesis
2,4-D Kinetin
K
Daun
0 0 -
L 1,75 0 -
D
Kd
D
(2)
Keterangan : D = Daun, Kd= Kalus, PK = Pembengkakan Kalus
M 2 0
N 2,25 0
O 2,5 0 -
Kd
Kd
Kd K D
D
D
Kd
(3)
81 Tabel 6. Perbedaan Metode dan Hasil Penelitian Edelweis (Anaphalis elliptica, Anaphalis javaniva) secara in vitro
NO Penulis
Species edelweiss
yang digunakan
Komposisi Medium MS Sterilisasi Potongan Jaringan
Potongan Jaringan yang digunakan
Hasil Kultur (dari setiap potongan
jaringan)
Berhasil ke in vivo Buku Daun Pucuk Buku Daun Pucuk
1 Senthilkumar dan
Paulsamy (2010) Departement of Botany, Kongunadu Arts and Science College, Coimbatore-641029, India Anaphalis
elliptica Bahan
Konsentrasi (g/L)
NH4NO3 82,5
KNO3 95
CaCl2.6H2O 0,0125
H3BO3 3,1
KH2PO3 8,5
MgSO4.7H2O 9,25
CoCl2.6H2O 0,0125
CuSO4.5H2O 0,0125
MnSO4.H2O 8,4
KI 0,415
Na2MoO4.2H2O 0,125
ZnSO4.7H2O 4,3
FeSO4.7H2O 2,786
Na2 EDTA 3,726
Myo-Inositol 1
Glysine 1
Nicotic Acid 0,125 Pyridoxine Hcl 0,1205
Thiamin Hcl 250
1. Air keran dua kali 2. Tween-20 5% 5
menit
3. Air keran satu kali 4. Antibiotik Ampicilin (15 menit) 5. Antibiotik Rifampicin 15 menit
6. ddH2O
7. Hgcl 0,1% tiga kali
8. ddH2O
√ √ √ Tunas
Kalus
Kalus Tunas
Tunas Kalus
√
Terbentuk akar
2 Dini Fatwa Kania (2015) Departemen
Anaphalis javanica
Bahan Konsentrasi (g/L)
NH4NO3 16,5
KNO3 19
1. Air mengalir 15 menit
2. Bayclin 10% + tween dua - tiga
√ √ √ Tunas
(12,5-37,5%) Kalus (25-75%) Tunas (33,33-66,67 %) X (Belum terbentuk akar)
(4)
Biologi Universitas Pendidikan Indonesia, Jl. Setiabudhi 22.9 Bandung, ZIndonesia
CaCl2.H2O 3,33
CoCl2. 6H2O 0,00025
H3BO3 0,062
KI 0,008
NaMoO4.2
H2O 0,0025
KH2PO4 17
MgSO4.7H2O 3,7
MnSO4.4H2O 0,169
ZnSO4.7H2O 0,086
CuSO4.5
H2O 0,00025
Na.EDTA 0,373
FeSO4.7H2O 0,278
Thiamin 0,001
Nikotin 0,005
Pyridoxin 0,005
Glycin 0,02
Inositol 1
tetes 10 menit. 3. Akuades steril
selama lima menit 4. Pemapasan bagian
ujung potongan jaringan yang akan ditanam
5. Bayclin 5% ditambah tween dua sampai tiga tetes.
6. Akuades sebanyak tiga kali, tiap pencucian
dilakukan selama lima menit.
7. Pemapasan bagian ujung potongan jaringan yang akan ditanam
8. Potongan jaringan dikeringkan dalam kertas saring sampai kering. 9. Potongan jaringan
ditanam dalam medium MS
(5)
(6)
Tabel 7. Hasil Pengukuran Faktor Abiotik
No Faktor Abiotik Hasil
1. pH 7
2. Kelembaban udara 890C
3. Suhu udara 150C