MODEL HABITUASI PENDIDIKAN KARAKTER BERBASIS ETNOPEDAGOGIK.
Iim Siti Masyitoh, 2015
MODEL HABITUASI PENDIDIKAN KARAKTER
BERBASIS ETNOPEDAGOGIK
DISERTASI
Disusun untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat Memperoleh Gelar Doktor Ilmu Pendidikan Program Studi Pendidikan Kewarganegaraan
Promovenda :
IIM SITI MASYITOH
0908044
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN
SEKOLAH PASCASARJANA
(2)
Iim Siti Masyitoh, 2015
2015
MODEL HABITUASI PENDIDIKAN KARAKTER
BERBASIS ETNOPEDAGOGIK
Oleh Iim Siti Masyitoh
M.Si Universitas Padjadjaran, 2005
Sebuah Disertasi yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Doktor pada Fakultas Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial
© Iim Siti Masyitoh 2015 Universitas Pendidikan Indonesia
Januari 2015
Hak Cipta dilindungi undang-undang.
Skripsi ini tidak boleh diperbanyak seluruhya atau sebagian, dengan dicetak ulang, difoto kopi, atau cara lainnya tanpa ijin dari penulis.
(3)
Iim Siti Masyitoh, 2015
LEMBAR PENGESAHAN IIM SITI MASYITOH
(0908044)
MODEL HABITUASI
PENDIDIKAN KARAKTER BERBASIS ETNOPEDAGOGIK
Disetujui dan disahkan oleh panitia disertasi : Promotor
Prof. Dr. H. Dasim Budimansyah, M.Si NIP. 19620316 198803 1 003
Ko-Promotor
Prof. Dr. H. Sapriya, M.Ed NIP. 19630820 198803 1 001
Anggota Promotor
Dr. Elly Malihah, M.Si NIP. 198660425 199203 2 002
Mengetahui,
(4)
Iim Siti Masyitoh, 2015
Prof. Dr. H. Sapriya, M.Ed NIP. 19630820 198803 1 001
(5)
Iim Siti Masyitoh, 2015
ABSTRAK
MODEL HABITUASI PENDIDIKAN KARAKTER BERBASIS ETNOPEDAGOGIK Iim Siti Masyitoh (0908044)
Munculnya krisis identitas manusia yang dipengaruhi informasi telah mengikis budaya lokal, seperti merebaknya konsumerisme, budaya massa, konsentrasi kekuasaan premanisme, semakin terdiferensiasinya masyarakat yang berlapis-lapis sehingga karakter bangsa pun mulai tercerabut. Teori yang digunakan untuk memahami masalah penelitian tersebut adalah pendidikan karakter (Lickona, 1991), etnopedagogik (Alwasilah, 2009), tradisi lisan Sunda (Ekadjati, 1986), nilai karakter (Kemendiknas, 2010), teori belajar (Piaget,1951; Bruner, 1977; Vygotsky,1983) dan kompetensi kewarganegaraan (CCE, 1994). Tujuan penelitian dimaksudkan untuk: (1) Menggambarkan model pengintegrasian nilai-nilai tradisi lisan Sunda dalam pembelajaran PKBET untuk pengembangan kompetensi kewarganegaraan; (2) Merancang RPP yang dikembangkan guru-guru di sekolah uji coba model; (3) Menggambarkan pengajaran kolaboratif (colaborative teaching) yang dilakukan guru dalam mengintegrasikan tradisi lisan Sunda dengan bidang studi yang relevan di lingkungan sekolah; (4) Menggambarkan implementasi model pendidikan karakter berbasis etnopedagogik tradisi lisan Sunda yang diterapkan di lingkungan sistem budaya sekolah di Jawa Barat; dan (5) Mengetahui dampak pelaksanaan PKBET terhadap pembentukan karakter siswa. Desain penelitian yang digunakan Research and Development melalui metode eksperimen dengan one group pretest-posttest design, metode deskriptif dan korelasional. Teknik pengumpulan data melalui teknik observasi, dokumentasi, Focus Group Discussion, dan angket. Penelitian dilaksanakan pada dua lingkungan budaya sekolah yang berbeda yakni, SMAN 1 Cimalaka dan SMAN 1 Rancakalong (lingkungan homogen), SMAN 14 Bandung dan SMAN 20 Bandung (lingkungan heterogen). Hasil penelitian adalah: 1) Ungkapan tradisi Sunda menjadi media pembinaan karakter melalui integrasi pembelajaran, habituasi dan ekstrakurikuler yang diselenggarakan dalam aktivitas sekolah mengusung civic knowledge relevan dengan “cageur, bageur, bener, pinter, wanter, nanjeur”, ”civic disposition” relevan dengan ungkapan ”silih asah ,silih asih, silih asuh”, dan “civic skill” relevan dengan ungkapan ” kudu nyanghulu ka hukum, nunjang ka nagara, mufakat ka balarea”; 2) Pengembangan rancangan silabus dan RPP model PKBET disusun oleh peneliti dan guru kelas melalui Focus Group Discussion (FGD) dengan memerhatikan nilai-nilai tradisi lisan Sunda yang dikaitkan dengan tujuan, materi, metode, media/sumber dan evaluasi; 3) Model koordinasi guru dalam mengimplementasikan PKBET dilaksanakan melalui pendekatan “lesson study” yang diyakini mampu menjalin sikap keterbukaan di antara setiap guru bidang studi untuk saling mengkritisi satu sama lain dalam pelaksanaan PKBET; 4) Implementasi model PKBET dilaksanakan melalui kegiatan awal, inti dan penutup yang memuat nilai karakter dan budaya lokal; 5) Dampak model PKBET berpengaruh positif dan signifikan terhadap karakter siswa. Terlebih lingkungan sekolah yang homogen (Sumedang) lebih mendominasi karakter kuat dibanding lingkungan sekolah yang heterogen (Bandung). Hasil penelitian merekomendasikan bahwa pemerintah perlu memperkuat model PKBET melalui kebijakan baik di tingkat persekolahan maupun
(6)
Iim Siti Masyitoh, 2015
perguruan tinggi dan perlu penelitian lanjutan untuk daerah lain di Indonesia untuk Model PKBET pada tingkat nasional.
Kata Kunci: Pendidikan Karakter, Etnopedagogik, Pendidikan Kewarganegaraan. ABSTRACT
MODEL-BASED CHARACTER EDUCATION HABITUATION ETNOPEDAGOGIK Iim Siti Masyitoh (0908044)
The emergence of human identity crisis as influenced by information. This identity crisis has eroded the local culture –in the form of the spread of consumerism, violence culture, concentration of power, thuggery, and the increased differentiated community has led to the beginning of the disintegration of the nation's character. This study is based on theories of character education (Lickona, 1991), ethnopedagogic (Alwasilah, 2009), Sundanese oral tradition (Ekadjati, 1986), the value of the character (Ministry of Education and Culture, 2010), learning theory (Piaget, 1951; Bruner, 1977; Vygotsky, 1983) and citizenship competencies (CCE, 1994). The research was conducted at two different school cultural environments: SMAN 1 Cimalaka and SMAN 1 Rancakalong (homogeneous environment); and SMAN 14 Bandung and SMAN 20 Bandung (heterogeneous environment). There are five aims in this study, 1) describe a model of integration of Sundanese oral tradition values into PKBET learning for citizenship competence development; 2) design the documented Learning Implementation Plan that is developed by the teachers in pilot schools; 3) describe collaborative teaching that teachers undertake in integrating Sundanese oral tradition with the relevant field of study in the school environments; 4) describe the implementation of the model of ethnopedagogical-based character education with Sundanese oral tradition that is applied in the culture of the school system in West Java; 5) find out the impacts of the use of the ethnopedagogical-based character education on the formation of student character. This study employed the design of research and development through experimental method with one group pretest-posttest design, descriptive, and correlational method. Data collected through observation, documentation, focus group discussions, and questionnaires. There are five key results from this study. The first is that expressions of Sundanese traditional become the media of the character development through the integration of learning, habituation, and extracurricular activities held at the school that carries civic knowledge –relevant with “bageur, bener, pinter, wanter, nanjeur” –, "civic disposition" – relevant with the phrase ”silih asah ,silih asih, silih asuh”–, and “civic skills” -relevant with the idiom “kudu nyanghulu ka hukum, nunjang ka nagara, mufakat ka balarea”. The second is that the development of the syllabus draft and EBCE model of lesson plans are prepared by researchers and classroom teachers through Focus Group Discussions by considering the values of Sundanese oral tradition associated with the objectives, materials, methods, media / sources, and evaluation. The third is that the teacher’s coordination model of PKBET is implemented through a "lesson study" that is believed to be able to establish an attitude of openness between subject teachers to mutually criticize each other in the implementation of EBCE. The fourth is that the implementation of EBCE model is carried out through initial, core, and final activities containing the values and character of the local culture. The fifth is that the impact of the model of EBCE gives positive and significant effects on the character of the students of school with homogeneous to be more skillful than the heterogeneous school environments. This study
(7)
Iim Siti Masyitoh, 2015
recommends that the government needs to strengthen the model of EBCE through good policies at the level of schooling and higher education and there should be further research in other parts of Indonesia for the Model of Ethnopedagogical-Based Character Education at the national level. Keywords: Character education, Ethnopedagogic, Civic Education.
(8)
Iim Siti Masyitoh, 2015
DAFTAR ISI
PERNYATAN………... KATA PENGANTAR……….. UCAPAN TERIMA KASIH ………..…….……… ABSTRAK……… DAFTAR ISI……….……… DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... BAB I PENDAHULUAN……….………
A. Latar Belakang Penelitian... B. Identifikasi Masalah Penelitian………...……… C. Rumusan Masalah Penelitian ...
D. Tujuan Penelitian………
E. Manfaat/Signifikansi Penelitian………..……… F. Struktur Organisasi Disertasi ... G. Paradigma Penelitian………...………
BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIRAN, DAN HIPOTESIS ... A. Tinjauan Pustaka...
1. Perspektif Pengembangan Pendidikan Karakter dalam Konteks Pendidikan Moral………
a. Konsep Karakter………...………
b. Karakter Bangsa…………...………
c. Pendidikan Karakter dan Pendidikan Karakter Bangsa………...……… d. PKn sebagai Pendidikan Karakter………...……….
e. Pengembangan Karakter……….……….
2. Menggagas Etnopedagogik Melalui Kearifan Lokal…………...… a. Urgensi Pendidikan Karakter Berbasis Etnopedagogik……...
i ii iv vi viii xii xviii 1 1 11 12 13 13 14 15 17 17 17 17 21 23 39 41 50 50 53
(9)
Iim Siti Masyitoh, 2015
b. Pendekatan Etnopedagogik Sebagai Alternatif Landasan Praktik KTSP………... c. Integrasi Etnopedagogik Berbasis Kolaborasi Antar Bidang
Studi………...
d. Etnopedagogik Sunda sebagai “Community Civic-Based Education”... e. Kearifan Lokal dalam Membangun Karakter Bangsa... 3. Etnopedagogik Sunda Berbasis Nilai-Nilai Pancasila………...….……
a. Mobilitas Sosial pada Masyarakat Sunda……… b. Etnopedagogik Sunda Di Jawa Barat………..…
c. Tradisi Lisan Sunda………...………..
4. Tinjauan Tentang Pendidikan Kewarganegaraan Sebagai Pendidikan Karakter………...………...… a. Landasan Pendidikan Kewarganegaraan…………...……….. b. Tujuan Pendidikan Kewarganegaraan………...……….. c. Kompetensi Kewarganegaraan ………..………. d. Pengaruh Tradisi di Masyarakat Terhadap Pendidikan………...……… 5. Teori Perkembangan Belajar………...………..
a. Teori Perkembangan dari Piaget……… b. Teori Free Discovery Learning dari Bruner…………..……… c. Teori Meaningful Learning dari Ausubel………..……….
d. Teori Belajar Vygotsky………..
6. Penelitian Terdahulu………..……….
B. Kerangka Pemikiran ... C. Hipotesis Penelitian ...
BAB III METODOLOGI PENELITIAN………... A. Lokasi dan Subjek Penelitian ...
B. Desain Penelitian………...………..
56 57 60 64 64 65 74 76 76 79 80 90 92 92 94 94 95 99 105 108 109 109 110 118 119
(10)
Iim Siti Masyitoh, 2015
MODEL HABITUASI PENDIDIKAN KARAKTER BERBASIS ETNOPEDAGOGIK Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
C. Metode Penelitian………...
D. Definisi Konseptual dan Operasional ………
E. Teknik Pengumpulan Data……….………….
F. Variabel dan Fokus Penelitian………... G. Teknik Analisis Data………...
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN…………...………... A. Deskripsi Lokasi Penelitian………...
1. Lingkungan Sosial Budaya Kota Bandung... 2. Profil SMAN 20 Bandung... 3. Lingkungan Sosial Budaya Kabupaten Sumedang... 4. Profil SMAN 1 Cimalaka Kabupaten Sumedang...
B. Deskripsi Hasil Penelitian……….
1. Model Integrasi Nilai Tradisi Lisan Sunda Melalui Pendidikan Karakter Berbasis Etnopedagogik (PKBET) Untuk Pengembangan Kompetensi Kewarganegaraan ... 2. Pengembangan Rancangan Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) Model
Pendidikan Karakter Berbasis Etnopedagogik (Tradisi Lisan Sunda) dalam Pembelajaran... 3. Model Pengajaran Kolaboratif (Colaborative Teaching) dalam Pelaksanaan Pendidikan Karakter Berbasis Etnopedagogik di Sekolah... 4. Implementasi Pengembangan Model Pendidikan Karakter Berbasis
Etnopedagogik di Lingkungan Sistem Budaya Sekolah di Jawa
Barat………...
5. Deskripsi Hasil Pembentukan Karakter Siswa... 6. Dampak Pembelajaran Model Pendidikan Karakter Berbasis Etnopedagogik terhadap Pengembangan Karakter Siswa...
134
139 139 139 145 148 151 153
153
177
186
226 240
263
(11)
Iim Siti Masyitoh, 2015
C.PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN... .. 1. Temuan Tradisi Lisan, Seni Dan Budaya Sunda di Masyarakat: Integrasi
dengan Tujuan Pengembangan Kompetensi Dasar Pendidikan
Kewarganegaraan... 2. Pengembangan Rancangan Pelaksanaan Pembelajaran Model Pendidikan
Karakter Berbasis Etnopedagogik... 3. Model Koordinasi Guru-Guru Bidang Studi dalam Implementasi
Model Pendidikan Karakter Berbasis Etnopedagogik... 4. Pengembangan Model Pendidikan Karakter Berbasis Etnopedagogik:
Integrasi Tradisi Lisan, Seni dan Budaya Sunda pada Lingkungan
Sistem Budaya Sekolah Di Jawa Barat... 5. Dampak Pengembangan Pendidikan Karakter Berbasis Etnopedagogik
Terhadap Pembentukan Karakter Siswa...
BAB V SIMPULAN DAN REKOMENDASI……… . A. Simpulan...
1. Simpulan Umum ... 2. Simpulan Khusus ... B. Implikasi ... 1. Implikasi Teoretis ... 2. Implikasi Praktis ... C. Rekomendasi... 1. Bagi Peneliti Selanjutnya... 2. Bagi Jurusan/Institusi ... 3. Bagi Sekolah ... 4. Bagi Orang Tua Siswa ... 5. Bagi Tokoh Masyarakat ... D. Dalil-Dalil ... DAFTAR PUSTAKA ...
296
302
311
317 317 317 321 322 322 324 326 326 328 328 328 329 329 330 338 339
(12)
Iim Siti Masyitoh, 2015
MODEL HABITUASI PENDIDIKAN KARAKTER BERBASIS ETNOPEDAGOGIK Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
RIWAYAT HIDUP PENULIS…... LAMPIRAN...
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Nilai Pendidikan Budaya dan Karakter Bangsa... Tabel 2.2 Indikator Keberhasilan Pengembangan Karakter... Tabel 2.3 Kecakapan Intelektual dan Kecakapan Partisipasi... Tabel 2.4 Butir-Butir Kompetensi Kewarganegaraan dalam Rangka
Pendidikan Kewarganegaraan di Persekolahan... Tabel 2.5 Deskripsi Teori Belajar... Tabel 3.1 Lokasi Penelitian ... Tabel 3.2 Interpretasi Koefisien Korelasi ………...…..… Tabel 3.3 Klasifikasi Reliabilitas …………..……… Tabel 3.4 Operasionalisasi Variabel... Tabel 3.5 Teknik Analisis Data Pada Setiap Tahapan Penelitian………... Tabel 3.6 Klasifikasi Interpretasi Nilai Gain Ternormalisasi…………..………….. Tabel 3.7 Uji Normalitas Pretest-Postest……….…….. Tabel 3.8 Test of Homogeneity of Variance………….………. Tabel 3.9 Independent Samples Test………...………. Tabel 4.1 Kriteria Skor Rata-Rata... Tabel 4.2 Pandangan Siswa Terhadap Model PKBET dalam Pengembangan
Aspek “Civic Knowledge” Siswa di SMAN 14 Bandung……… Tabel 4.3 Pandangan Siswa Terhadap Model PKET dalam Pengembangan
28 32 83
87 96 109 127 129 132 134 135 136 137 138 153
155
156
(13)
Iim Siti Masyitoh, 2015
MODEL HABITUASI PENDIDIKAN KARAKTER BERBASIS ETNOPEDAGOGIK Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
Aspek “Civic Disposition” Siswa di SMAN 14 Bandung………...……. Tabel 4.4 Pandangan Siswa Terhadap Model PKBET dalam Pengembangan
Aspek “Civic Skill” Siswa di SMAN 14 Bandung………..………. Tabel 4.5 Deskripsi Aspek Kompetensi pada Variabel Pendidikan Karakter
Berbasis Etnopedagogik (PKBET) di SMAN 14 Bandung... Tabel 4.6 Pandangan Siswa Terhadap Model PKBET dalam Pengembangan
Aspek “Civic Knowledge” Siswa di SMAN 1 Rancakalong...…………. Tabel 4.7 Pandangan Siswa Terhadap Model PKET dalam Pengembangan
Aspek “Civic Disposition” Siswa di SMAN 1 Rancakalong……… Tabel 4.8 Pandangan Siswa Terhadap Model PKBET dalam Pengembangan
Aspek “Civic Skill” Siswa di SMAN 1 Rancakalong…………....……. Tabel 4.9 Deskripsi Aspek Kompetensi pada Variabel Pendidikan Karakter
Berbasis Etnopedagogik (PKBET) di SMAN 1 Rancakalong ... Tabel 4.10 Capaian Rata-Rata Keseluruhan Pembelajaran melalui PKBET
di Dua Budaya Sekolah ... Tabel 4.11 Skor Gain Pembelajaran PKBET ……… Tabel 4.12 Contoh Implementasi Target Konsep Nilai, Norma, Moral dan
Nilai Karakter ……….………...…. Tabel 4.13 Pandangan Guru terhadap Nilai-Nilai di Sekitar Lingkungan Sekolah
dalam Dasar Pengembangan PKBET………..……….……….. Tabel 4.14 Pandangan Guru terhadap Nilai-Nilai Budaya Keluarga dalam Dasar
Pengembangan PKBET di Kota Bandung... Tabel 4.15 Pandangan Guru terhadap Nilai-Nilai Budaya Masyarakat Setempat
dalam Dasar Pengembangan PKBET di Kota Bandung... Tabel 4.16 Pandangan Guru terhadap Sumber-Sumber Materi PKBET di Kota
Bandung... Tabel 4.17 Pandangan Guru terhadap Langkah-Langkah Perumusan Nilai-Nilai
dalam Materi PKBET di Kota Bandung...
165
167
169 170
181
183
189
190
192
194
195
(14)
Iim Siti Masyitoh, 2015
MODEL HABITUASI PENDIDIKAN KARAKTER BERBASIS ETNOPEDAGOGIK Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
Tabel 4.18 Pandangan Guru terhadap Butir-Butir Karakter Budaya Berbasis Etnopedagogik dalam Pembelajaran di Kota Bandung... Tabel 4.19 Pandangan Guru terhadap Semua Mata Pelajaran dalam Mengemban
Misi PKBET di Kota Bandung... Tabel 4.20 Pandangan Guru terhadap Semua Kegiatan Ekstrakurikuler
Mengemban Misi PKBET di Kota Bandung... Tabel 4.21 Pandangan Guru terhadap Peran Kepala Sekolah serta Guru sebagai
Tauladan dan Orang Tua Siswa dalam Konteks PKBET di Kota Bandung... Tabel 4.22 Pandangan Guru terhadap Peran Kepala Sekolah serta Guru sebagai
Pengayom, Pengontrol, Pengendali dan Evaluator Siswa dalam
Konteks PKBET di Kota Bandung... Tabel 4.23 Pandangan Guru Tentang Sikap dan Perilaku atas Nilai-Nilai Karakter
Berbasis Etnopedagogik yang Dikehendaki di Kota Bandung... Tabel 4.24 Pandangan Guru terhadap Nilai-Nilai di Sekitar Lingkungan Sekolah
dalam Dasar Pengembangan PKBET di Kabupaten Sumedang... Tabel 4.25 Pandangan Guru terhadap Nilai-Nilai Budaya Keluarga dalam Dasar
Pengembangan PKBET di Kabupaten Sumedang... Tabel 4.26 Pandangan Guru terhadap Nilai-Nilai Budaya Masyarakat Setempat
dalam Dasar Pengembangan PKBET di Kabupaten Sumedang... Tabel 4.27 Pandangan Guru terhadap Sumber-Sumber Materi PKBET
di Kabupaten Sumedang... Tabel 4.28 Pandangan Guru terhadap Langkah-Langkah Perumusan Nilai-Nilai
PKBET di Kabupaten Sumedang... Tabel 4.29 Pandangan Guru terhadap Butir-Butir PKBET dalam Pembelajaran
di Kabupaten Sumedang... Tabel 4.30 Pandangan Guru terhadap Semua Mata Pelajaran dalam Mengemban
Misi PKBET di Kabupaten Sumedang... 203
205
207
209
210
212
214
215
216
(15)
Iim Siti Masyitoh, 2015
MODEL HABITUASI PENDIDIKAN KARAKTER BERBASIS ETNOPEDAGOGIK Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
Tabel 4.31 Pandangan terhadap Semua Kegiatan Ekstrakurikuler Mengemban Misi PKBET di Kabupaten Sumedang... Tabel 4.32 Pandangan Guru terhadap Peran Kepala Sekolah serta Guru sebagai
Tauladan dan Orang Tua Siswa dalam Konteks PKBET di Kabupaten Sumedang... Tabel 4.33 Pandangan Guru terhadap Peran Kepala Sekolah serta Guru sebagai
Pengayom, Pengontrol, Pengendali dan Evaluator Siswa dalam
Konteks PKBET di Kabupaten Sumedang... Tabel 4.34 Pandangan Guru Tentang Sikap dan Perilaku atas Nilai-Nilai Karakter
Berbasis Etnopedagogik yang Dikehendaki di Kabupaten Sumedang... Tabel. 4.35 Jadwal Pelaksanaan Open Lesson... Tabel 4.36 Kegiatan Pembelajaran di SMAN 20 Bandung... Tabel 4.37 Rancangan Target Nilai, Moral, Norma dalam Pembelajaran
Pendidikan Karakter Berbasis Etnopedagogik di SMAN 1 Cimalaka.... Tabel 4.38 Kegiatan Pembelajaran di SMAN 1 Cimalaka... Tabel 4.39 Kegiatan Pembelajaran di SMAN 14 Bandung... Tabel 4.40 Rancangan Target Nilai, Moral, Norma dalam Pembelajaran
Pendidikan Karakter Berbasis Etnopedagogik di SMAN 1
Rancakalong... Tabel 4.41 Kegiatan Pembelajaran di SMAN 1 Rancakalong... Tabel 4.42 Hasil Pengembangan Karakter Religius Siswa SMAN 14 Bandung... Tabel 4.43 Hasil Pengembangan Karakter Salam, Sapa dan Senyum SMAN 14
Bandung... Tabel 4.44 Hasil Pengembangan Karakter Jujur Siswa SMAN 14 Bandung... Tabel 4.45 Hasil Pengembangan Karakter Menghargai Perbedaan, Rukun dan
Damai Siswa SMAN 14 Bandung... Tabel 4.46 Hasil Pengembangan Menjunjung Nilai Kearifan Lokal Siswa SMAN
14 Bandung... Tabel 4.47 Hasil Pengembangan Karakter Disiplin Siswa SMAN 14 Bandung...
236
238 239 241
242 243
244
245 246
247
(16)
Iim Siti Masyitoh, 2015
MODEL HABITUASI PENDIDIKAN KARAKTER BERBASIS ETNOPEDAGOGIK Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
Tabel 4.48 Hasil Pengembangan Karakter Tanggung Jawab Siswa SMAN 14 Bandung... Tabel 4.49 Hasil Pengembangan Karakter Tekun Belajar dan Menghargai Prestasi Siswa SMAN 14 Bandung... Tabel 4.50 Hasil Pengembangan Karakter Bersahabat dan Saling Tolong
Menolong Siswa SMAN 14 Bandung... Tabel 4.51 Hasil Pengembangan Karakter Berani, Inovatif, dan Kreatif Siswa di
SMAN 14 Bandung……….………
Tabel 4.52 Hasil Pengembangan Karakter Religius Siswa SMAN 1 Rancakalong.. Tabel 4.53 Hasil Pengembangan Karakter Sopan Santun Siswa SMAN 1
Rancakalong... Tabel 4.54 Hasil Pengembangan Karakter Jujur Siswa SMAN 1 Rancakalong... Tabel 4.55 Hasil Pengembangan Karakter Menghargai Perbedaan, Rukun, dan
Damai Siswa SMAN 1 Rancakalong... Tabel 4.56 Hasil Pengembangan Karakter Menjunjung Nilai Kearifan Lokal Siswa
SMAN 1 Rancakalong... Tabel 4.57 Hasil Pengembangan Karakter Disiplin Siswa SMAN 1 Rancakalong... Tabel 4.58 Hasil Pengembangan Karakter Tanggung Jawab Siswa SMAN 1
Rancakalong... Tabel 4.59 Hasil Pengembangan Karakter Tekun Belajar dan Menghargai Prestasi
Siswa SMAN 1 Rancakalong... Tabel 4.60 Hasil Pengembangan Bersahabat dan Saling Tolong Menolong
Siswa SMAN 1 Rancakalong... Tabel 4.61 Hasil Pengembangan Karakter Berani, Inovatif dan Kreatif Siswa
SMAN 1 Rancakalong... Tabel 4.62 Capaian Rata-Rata Keseluruhan Pengembangan Karakter Siswa
di Dua Budaya Sekolah ………
Tabel 4.63 Skor Gain Pengembangan Karakter Siswa ……….……….. Tabel 4.64 Korelasi Pre Test SMAN 14 Bandung...
257
258
259
260
261 262 263 264 264 265 266
(17)
Iim Siti Masyitoh, 2015
Tabel 4.65 Korelasi Post Test SMAN 14 Bandung... Tabel 4.66 Regresi Pre Test (Model Summary) SMAN 14 Bandung…... Tabel 4.67 Regresi Post Test (Model Summary) SMAN 14 Bandung... Tabel 4.68 Korelasi Pre Test (Model Summary) SMAN 1 Rancakalong... Tabel 4.69 Korelasi Post Test (Model Summary) SMAN 1 Rancakalong... Tabel 4.70 Regresi Pre Test (Model Summary) SMAN 1 Rancakalong... Tabel 4.71 Regresi Post Test (Model Summary) SMAN 1 Rancakalong... Tabel 4.72 Analisis Filosofis Ungkapan “Kudu Leuleus Jeujeur Liat Tali”... Tabel 4.73 Analisis Filosofis Ungkapan “Ngeduk Cikur Kudu Mihatur, Nyekel
Jahe Kudu Micarek, Ngagedag Kudu Beware”... Tabel 4.74 Analisis Filosofis Ungkapan “Nyuhunkeun Bobot Pangayom Timbang
Taraju”... Tabel 4.75 Analisis Filosofis Ungkapan “Ulah Balung Marebutkeun Tanpa Eusi” Tabel 4.76 Analisis Filosofis Ungkapan “Ulah Ngadu-Ngadu Raja Wisuna”... Tabel 4.77 Analisis Filosofis Ungkapan “Ulah Ngukur Baju Sasereg Awak”... Tabel 4.78 Analisis Filosofis Ungkapan “Ulah Nyieun Pucuk Girang”... Tabel 4.79 Analisis Filosofis Ungkapan “Ulah Papulur Memeh Mantun”... Tabel 4.80 Nilai yang Dikembangkan dalam Perencanaan Pendidikan Karakter
Berbasis Etnopedagogik... Tabel 4.81 Fokus Pengembangan Model Pendidikan Karakter Berbasis
(18)
Iim Siti Masyitoh, 2015
MODEL HABITUASI PENDIDIKAN KARAKTER BERBASIS ETNOPEDAGOGIK Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1.1 Paradigma Penelitian Research and Development (R&D)
Model Pendidikan Karakter Berbasis Etnopedagogik (PKBET)…... Gambar 2.1 Konteks Mikro Pengembangan Karakter... Gambar 2.2 Komponen-Komponen Karakter... Gambar 2.3 Pengetahuan Moral (Moral Knowing)... Gambar 2.4 Tindakan Moral (Moral Action)...
15 31 44 45 46 47 48
(19)
Iim Siti Masyitoh, 2015
Gambar 2.5 Perasaan Moral (Moral Feeling)... Gambar 2.6 Landasan Pengembangan Karakter... Gambar 2.7 Pendekatan yang Komprehensif Terhadap Nilai dan
Pendidikan Karakter... Gambar 2.8 Proses Penerapan Kebudayaan... Gambar 2.9 Civic Culture sebagai Karakter Bangsa dan Peradaban Demokrasi…... Gambar 2.10 Kerangka Pemikiran ... Gambar 2.11 One Group Pretest-Posttest Design………..…... Gambar 3.1 Tahapan Penyusunan Model Konseptual Pengembangan Pendidikan
Karakter Berbasis Etnopedagogik... Gambar 3.2 Alur Tahapan Penelitian dan Pengembangan Model…... Gambar 3.3 Alur Langkah Penelitian... Gambar 4.1 Nilai-Nilai SPBS sebagai Rujukan Utama Proses Character
Building……….
Gambar 4.2 Sumedang Puseur Budaya Sunda Sebagai Persemaian Tokoh Sunda yang Unggul……….…... Gambar 4.3 Capaian Rata-Rata Setiap Dimensi dalam Variabel X (PKBET)
di SMAN 14 Bandung ... Gambar 4.4 Capaian Rata-Rata Setiap Dimensi dalam Variabel X (PKBET)
di SMAN 1 Rancakalong Kabupaten Sumedang ... Gambar 4.5 Model Integrasi Tradisi Lisan Sunda dalam Keseluruhan Aktivitas
Sekolah ... Gambar 4.6 Jaringan Target Konsep, Nilai, Norma, Moral……...…………...…. Gambar 4.7 Evaluasi Model Pendidikan Karakter Berbasis Etnopedagogik…….… Gambar 4.8. Pengembangan Perencanaan Pembelajaran Pendidikan Karakter
Berbasis Etnopedagogik... 182
(20)
Iim Siti Masyitoh, 2015
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Penelitian
Praktik Pendidikan Nasional Indonesia tengah menghadapi persoalan yang berkaitan dengan peningkatan mutu di samping tetap menuntaskan aspek pemerataan dan relevansi pendidikan. Untuk memperbaiki hal tersebut, program-program khusus diselenggarakan, terutama dalam rangka menghadapi tuntutan persaingan global yang memerlukan daya saing tinggi. Kondisi ini semakin terasa dengan berkembangnya pendekatan-pendekatan formal yang cenderung semakin kuat dalam mengatasi masalah pendidikan. Pendekatan ekonomi dan teknologi informasi semakin memerlukan partner bukan semata-mata diperlukan sesuai dengan perkembangan kemajuan zaman, melainkan untuk keseimbangan hidup melalui pendekatan nilai-nilai kemanusiaan, sehingga pencarian alternatif pemecahan lebih mencapai sasaran.
Esensi pendidikan sejatinya membangun kesadaran individu terhadap hakikat kehidupan. Hakikat hidup manusia tersebut diperoleh dari terbinanya jati diri kemanusiaan secara utuh antara pengembangan pendidikan yang didasarkan pada ilmu-ilmu kemanusiaan, ilmu-ilmu ekonomi dan teknologi informasi. Kajian terhadap ilmu-ilmu kemanusiaan kalah intensif dibandingkan dengan ilmu ekonomi maupun teknologi, padahal ilmu-ilmu kemanusiaan menduduki tempat sentral dalam proses pembangunan. Sebagian besar penyimpangan dalam pembangunan terjadi karena pengabaian ilmu kemanusiaan (Alwasilah, 2009, hlm. 1).
Fakta dan informasi yang menunjukkan bahwa manusia Indonesia telah mengalami proses dehumanisasi, di antaranya terjadi degradasi nilai-nilai budaya dan karakter masyarakat yang kian merebak. Beberapa kasus KKN marak terjadi di berbagai lini kehidupan bernegara, tingkat kriminalitas (perkosaan, perampokan, pembunuhan, terorisme, pergaulan bebas, penyalahgunaan obat, trafficking) yang tinggi. Selain itu, beberapa kasus berindikasikan SARA yang
(21)
berujung pada disintegrasi bangsa menghiasi kehidupan Indonesia sehari-hari. Hal ini tersebut menjadi kekhawatiran tersendiri bagi bangsa Indonesia sehingga yang menjadi fokus permasalahannya adalah minimnya pengembangan ilmu kemanusiaan di kancah dunia pendidikan.
Survei nasional terbaru menunjukkan sebagian dari 10.000 siswa SMA mengaku pernah mencuri sesuatu di pertokoan, studi terbaru ditemukan bahwa 22% siswa kelas lima SD pernah mabuk dan menggunakan mariyuana. Diagnosis hiperaktivitas dan kesulitan belajar meningkat 700 %, angka bunuh diri remaja meningkat 300 %, dan depresi meningkat 1000 %. Statistik tersebut menegaskan bahwa kekuatan moral yang diperlukan oleh anak-anak untuk menjaga adab mereka dalam menghadapi dekadensi moral yang ada saat ini telah hilang (Borba, 2008, hlm. 11). Angka tersebut menunjukkan jumlah yang sangat drastis dari tahun ke tahun yang disebabkan bertambahnya perilaku negatif yang bermunculan sehingga menjadi dampak yang signifikan terhadap kemajuan bangsa.
Thomas Lickona, seorang professor pendidikan dari Cortland university mengungkapkan ada sepuluh tanda-tanda zaman yang harus diwaspadai, apabila sebuah bangsa telah ada tanda-tanda tersebut berarti bangsa tersebut sedang menuju kehancuran. Tanda-tanda tersebut adalah sebagai berikut (1) Meningkatnya kekerasan di kalangan remaja (2) Penggunaan kata-kata dan bahasa yang memburuk (3) Pengaruh peer group yang kuat dalam tindak kekerasan (4) Meningkatnya perilaku merusak diri seperti penggunaan narkotik, alcohol dan seks bebas (5) Semakin kaburnya pedoman moral baik dan buruk (6) Menurunnya etos kerja (7) Semakin rendahnya rasa hormat kepada orang tua dan guru (8) Rendahnya rasa tanggung jawab individu dan warga Negara (9) Membudayanya ketidakjujuran (10) Adanya rasa saling curiga dan kebencian diantara sesama. Menurut ratna megawangi ke sepuluh tanda tersebut sudah ada di indonesia, salah satunya adalah data POLDA metro jaya tahun 1998 di Jakarta tercatat 230 kasus tawuran (15 meninggal, 34 luka berat dan 108 luka ringan), hasil penelitian di 5 SMK-TI bogor (GMSK-IPB) dengan jumlah sampel 903 siswa menunjukkan bahwa 66,7% terlibat tawuran, 48,7% menggunakan batu, 26% memukul dengan
(22)
alat, dan 1,7% memukul dengan senjata tajam, dan merebaknya katak-kata kasar serta buruk (penggunaan bahasa prokem di kalangan remaja)
Krisis identitas manusia modern tersebut disebabkan oleh kemajuan teknologi dan transformasi sosial (Tilaar, 2002, hlm. 34). Pengaruh teknologi informasi telah mengubah tingkah laku modern yang mengikis budaya lokal, seperti merebaknya konsumerisme, budaya massa dan kekerasan, konsentrasi kekuasaan premanisme mulai dari kalangan bawah sampai petinggi negeri, semakin terdiferensiasinya masyarakat yang berlapis-lapis, sebagai bentuk “krisis identitas manusia”.
Keinginan manusia untuk mengglobal dan keinginan untuk kembali mencari identitas diri menjadi polarisasi dua kekuatan yang harus digabungkan. Di satu pihak, nasionalisme yang saat ini sedang dicanangkan dalam membangun masyarakat kewargaan melalui bangunan negara bangsa (nation state) akan digerus oleh persatuan global (global state). Sementara itu, di lain pihak, orang mulai merasakan bahwa harga diri sebagai budaya kearifan yang dimiliki akan sulit tergantikan begitu saja oleh budaya global. Sejak sepuluh tahun yang lalu, Huntington mengatakan bahwa masa depan bukan lagi dikuasai oleh ikatan-ikatan politik dalam arti negara bangsa (nation state), tetapi ikatan-ikatan primordial, seperti agama (religion) dan kebudayaan (culture) (Huntington, 1991, hlm. 22).
Problematika yang dipaparkan sebelumnya bermuara pada problem ekstrinsik yang terjadi di dunia pendidikan. Selain problem ekstrinsik tersebut terdapat pula problem intrinsik yang berkenaan dengan kurikulum, metodologi, tenaga kependidikan, instrumen pendidikan, problem ekstrinsik berkenaan dengan dampak globalisasi, kepentingan politik, sosial ekonomi, demografi, dan lain-lain. Tentunya memerlukan jawaban konkret komprehensif dalam membangun sistem pendidikan dengan paradigma dan orientasi pendidikan sebagai strategi kultural yang membawa supremasi nilai serta pendidikan pada aspek pragmatis teknis. Dalam hal ini perlu dikembangkan pendidikan dengan kearifan lokal.
Mengacu pada Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, pentingnya menyelami pendidikan melalui “etnopedagogik”. Hal tersebut dikarenakan pendidikan modern bukan lagi
(23)
penuangan pengetahuan belaka (pouring) seperti halnya pada pendidikan di masa lalu, melainkan lebih daripada itu karena merupakan tranformasi dimana selain pintar secara nalar juga tidak nihil dari pengembangan sikap dan kepribadian, cerdas otak, sekaligus cerdas watak (Alwasilah, 2009, hlm. 35).
Masalah pendidikan sendiri bukan hanya merupakan permasalahan yang hanya dapat diselesaikan oleh pendidikan formal saja, melainkan harus menjangkau permasalahan yang terkonsentrasi pada pendidikan informal dan nonformal, agar tidak terabaikan satu sama lain karena keseluruhan bidang pendidikan merupakan masalah sosial budaya yang tumbuh dalam latar belakang budaya bangsa. Dalam hal ini, diperlukan kajian yang menempatkan masalah pendidikan sinergis antara pendidikan formal, informal, dan nonformal.
Amanat Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menghendaki Pemerintah Negara Kesatuan Republik Indonesia bahwa:
… untuk melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial …
Pernyataan tersebut tertuang dalam alinea keempat Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia Tahun 1945. Untuk mengimplementasikan amanat tersebut, pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan suatu sistem pendidikan nasional yang tertuang dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional Nomor 20 Tahun 2003 yang berfungsi:
... mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
Implementasi amanat UUD 1945 tersebut agar mendekati strategi yang tepat, maka esensi pendidikan nasional sebagai fondasi perubahan sosial memerlukan suatu pendekatan yang tidak hanya bersifat politis, melainkan bersifat teknis yang lebih mengarah pada pendekatan secara menyeluruh
(24)
mengenai hakikat pendidikan sebagai bagian dari kehidupan bangsa. Dalam visi Kementrian Pendidikan Nasional 2010-2014 dimana memprogramkan terselenggaranya layanan prima pendidikan nasional Indonesia yang cerdas dan komprehensif serta bermakna di antaranya cerdas spiritual, emosional, intelektual, dan kinestetis (Kementrian Pendidikan Nasional, 2010).
Salah satu solusi untuk mengatasi permasalahan tersebut, pendidikan dapat menggunakan pendekatan berbasis budaya. Cara yang dapat ditempuh yaitu melalui pendidikan formal di sekolah yang harus menitikberatkan pendewasaan peserta didik berdasarkan lingkungan budaya. Untuk memperkenalkan peserta didik pada lingkungan budaya, sekolah dapat menempuhnya dengan melakukan kajian-kajian/penelitian-penelitian berbasis lingkungan budaya untuk menemukan transformasi nilai-nilai tradisi karakter “etnis” sebagai fondasi membangun nasionalisme secara buttom up. Pendekatan pendidikan ini yaitu etnopedagogik yang mana etnopedagogik merupakan wahana untuk mengungkap permasalahan kependidikan yang saat ini lebih berbasis budaya barat menuju pendekatan pendidikan yang berbasis kebudayaan lokal.
Realitas menunjukkan, dalam modernisasi pendidikan di Indonesia saat ini masih bercermin pada buku dan penelitian masyarakat yang berkebudayaan Barat. Maraknya perkembangan etnonasionalisme serta perlunya mengembangkan identitas bangsa Indonesia, maka ilmu pendidikan yang berorientasi kepada kebudayaan Indonesia yang beragam merupakan suatu kebutuhan mendesak (Tilaar, 2002, hlm. 93). Hendaknya melalui kajian atau penelitian-penelitian yang berbasis etnopedagogik diharapkan terbina generasi penerus yang diangkat dari akar budaya sendiri sebagai masukan dalam upaya mengembangkan kompetensi kewarganegaraan meliputi (1) “civic knowledge”, (2) “civic disposition”, dan (3)
“civic skill”.
Etnopedagogik sebagai jalan bijak menuju revitalisasi pendidikan di mana lembaga pendidikan bukan hanya sebagai pusat pembelajaran, tetapi juga sebagai pusat penghayatan dan pengembangan budaya baik budaya lokal, nasional, maupun budaya global (Alwasilah, 2009, hlm. 53). Dengan demikian, pengembangan budaya lokal kepada peserta didik sangat diperlukan sehingga
(25)
mereka dapat menghayati budayanya dan dirinya sendiri. Dalam hal ini, sekolah sebagai lembaga pendidikan sangat strategis dijadikan sebagai pusat budaya yang menjadi wahana pusat budaya, sebagai agen pembaharu (agent of change) untuk memproduksi nilai-nilai budaya kearifan lokal sebagai modal sosial (social capital) masyarakat Indonesia yang dinamis (Tilaar, 2002, hlm. 53).
Kebudayaan yang berubah terus menerus, dengan sendirinya akan menyebabkan ilmu pendidikan dengan kebudayaan sebagai fondasinya berpengaruh terhadap praktik pendidikan dalam upaya mengembangkan sikap toleransi masyarakat demokrasi yang cenderung melahirkan etnonasionalisme. Model pendidikan yang potensial mengembangkan kohesi sosial yaitu sebagai berikut:
1. Model pendidikan inter-kultural. Model ini menekankan kepada eksistensi budaya-budaya atau sub-sub budaya yang ada. Dalam rangka pengembangan kohesi sosial, maka yang diperlukan ialah kegiatan interaksi budaya.
2. Model pendidikan trans-kultural. Model ini mencari bentuk-bentuk universalitas dari budaya-budaya yang ada. Model ini telah diterapkan pada masa orde baru.
3. Model pendidikan multikultural. Model ini popular di masa reformasi, menekankan pada keragaman budaya di mana setiap budaya diberi kesempatan seluas-luasnya untuk berkembang dan dipelihara (Tilaar, 2002, hlm. 23).
Bagi masyarakat Indonesia yang sedang mencanangkan otonomi daerah, model pendidikan berbasis budaya etnik yang ada di dalam masyarakat diupayakan untuk mendapatkan kesempatan seluas-luasnya untuk berkembang. Masyarakat Indonesia yang majemuk memiliki kewenangan untuk sepenuhnya mengembangkan pendidikan berbasis budaya yang dimilikinya sesuai praktik yang dijadikan pandangan hidupnya. Dalam hal ini, pemerintah berfungsi untuk mengkoordinasikan agar tidak terjadi benturan antar budaya. Benturan tersebut dapat diminimalisasi melalui jalur pendidikan. Dengan demikian, pendidikan di daerah harus tumbuh dan berkembang dalam konteks budaya di mana lembaga pendidikan itu berada. Diintegrasikannya pengetahuan budaya lokal bagi pendidik yang dipersiapkan oleh LPTK adalah untuk mengantisipasi ekses sukuisme, agar rekruitmen pendidik di daerah dapat mengembangkan sistem lisensi tenaga guru
(26)
di daerah, di mana daerah diberi kewenangan untuk menambah kriteria sendiri yang cocok bagi perkembangan pendidikan di daerahnya (Strauss, 2000, hlm. 56). Solusi Kemendiknas yang saat ini sedang digulirkan berkenaan dengan pendidikan karakter diharapkan mampu mengatasi keterpurukan bangsa yang sedang terjadi baik di lingkup kapasitas pendidikan dasar, menengah, maupun perguruan tinggi, baik dalam lingkup pendidikan informal, formal, maupun nonformal. Oleh karena itu, sekolah sebagai satuan pendidikan tingkat dasar dan sebagai organisasi praktis pendidikan perlu nilai menjadikan diri sebagai sarana bukan hanya sebagai pembina karakter di lingkup intern sekolah saja, tetapi perlu mengintegrasikan nilai-nilai budaya lingkungan di mana sekolah berada dengan melibatkan peran serta orang tua, dunia kerja, dunia industri, pemerintah daerah, dan lembaga-lembaga penelitian.
Aplikasi pendidikan berbasis budaya (etnopedagogik) relevan dengan pengembangan pendidikan karakter bangsa yang sedang dicanangkan karena berkaitan dengan proses humanisasi dalam praktis pendidikan, di mana proses humanisasi tidak berlangsung tanpa kebudayaan. Humanis Indonesia yang dikembangkan sesuai dengan karakter bangsa Indonesia, yaitu Pancasila sebagai filsafat manusia Indonesia karena Pancasila digali dari kebudayaan Indonesia.
Rasa percaya para anggota masyarakat budaya dalam menerapkan nilai-nilai budaya lokal yang terdapat dalam lembaga sosial dimana merupakan alat perekat secara "bottom up", sedangkan Pancasila sebagai alat pemersatu karakter bangsa merupakan alat perekat secara "top down". Dua kekuatan alat pemersatu bangsa ini akan saling memperkuat dan memperkokoh Bhinneka Tunggal Ika yang disemboyankan sebagai pandangan hidup bangsa Indonesia, sehingga yang diutamakan ketunggalan lebih bersifat "top down", akan tetapi ke-tunggal ika-an yang didukung oleh keanekaragaman budaya kearifan lokal bersifat “bottom up”. Oleh karena itu, Pendidikan Kewarganegaraan yang cenderung mengajarkan indoktrinasi di masa lalu lebih memelihara nilai-nilai karakter bangsa (Pancasila) secara "top down" melalui upaya pengembangan pendidikan karakter bangsa yang berbasis budaya kearifan lokal (etnopedagogik) dapat dibangun secara bottom up.
(27)
Dengan kata lain, Pendidikan Kewarganegaraan dibangun melalui pendekatan budaya dan kearifan lokal dalam bingkai Indonesia.
Sebagai bahan perenungan, dapat dianalisis secara umum di dunia bahwa Amerika dan negara-negara belahan dunia utara menjadi negara maju karena front row spirit-nya, Jepang menjadi negara super power dalam bidang ekonomi karena busidho nya, Korea maju menjadi salah satu negara adidaya ekonomi dunia karena skema saemaul undong movement-nya, Cina mengalami pertumbuhan ekonomi yang mengesankan karena Konfusianisme-nya, Malaysia mulai merangkak menjadi negara maju karena progressive mind nya atau truly Asia nya. Dengan kata lain, sebuah negara bisa tumbuh secara signifikan apabila bertumpu pada “spiritualitas” berbasis budaya (Tim Pemerintah Kota Bandung, 2009). Pendidikan baik di tingkat persekolahan maupun perguruan tinggi harus mampu melahirkan anggota masyarakat yang memiliki pandangan yang luas tentang nilai-nilai kebudayaannya sendiri sebagai subbudaya dari masyarakat Indonesia yang beranekaragam.
Pada tingkat persekolahan, Pendidikan Kewarganegaraan merupakan wahana untuk pengembangan karakter bangsa. Pancasila sebagai soko utama pendidikan politik kenegaraan dan hukum merupakan substansi yang dijadikan standar isi dalam penyusunan kurikulum. Paradigma baru Pendidikan Kewarganegaraan sebagai pendidikan karakter bangsa yaitu berupaya mencanangkan tidak hanya dari sisi kecerdasan kewarganegaraan (civic knowledge) yang akan dibinakan pada peserta didik, tetapi juga tanggung jawab kewarganegaraan (civic disposition) dan keterampilan serta partisipasi kewarganegaraan (civic skill) dalam membangun manusia Indonesia yang seutuhnya, yang memiliki cinta tanah air dan bangsanya, tidak hanya tahu dan sadar akan hak dan kewajibannya sebagai warga negara Indonesia, tetapi mampu memanfaatkan hak dan kewajibannya tersebut secara proporsional, sehat, wajar dan halal untuk kepentingan dirinya dan orang banyak.
Aliran behavioristik konvensional yang selama ini dikembangkan perlu diimbangi oleh model pendekatan pendidikan berbasis budaya dan kearifan lokal (etnopedagogik) agar masalah-masalah sosial yang muncul selama ini yang
(28)
mengakibatkan terjadinya disintegrasi akan terjawab. Melalui pendekatan belajar revolusi sosiocultural yang dikembangkan Vygotsky (1983, hlm. 134) didasarkan pada pandangan bahwa peningkatan fungsi-fungsi mental seseorang terutama berasal dari kehidupan sosial atau kelompoknya, bukan sekadar dari individu itu sendiri. Teori Vygotsky disebut juga pendekatan co-konstruktivisme.
Vygotsky mengaitkan bahwa dalam kegiatan pembelajaran, anak hendaknya memperoleh kesempatan yang luas untuk mengembangkan zona perkembangan proximalnya atau potensinya melalu belajar dan berkembang (Budiningsih, 2005, hlm. 107). Guru perlu menyediakan bantuan dalam kemampuan memecahkan masalah yang dihadapinya (helps/cognitive scaffolding) misalnya melalui bentuk contoh, pedoman, bimbingan orang lain atau teman yang lebih berkompetensi. Bentuk pembelajaran kooperatif-kolaboratif serta pembelajaran kontekstual sangat tepat, sehingga diperlukan pemahaman yang tepat terhadap karakteristik siswa dan budaya di mana siswa belajar dari lingkungan budaya masyarakat di mana mereka belajar.
Jawa Barat identik dengan lingkungan etnis “Sunda”. Sebagaimana etnis -etnis lain di lingkungan sosial budaya yang mewarnai karakteristik budaya-budaya sekolah yang ada di wilayah Jawa Barat. Pandangan hidup orang Sunda dari masa lalu hingga saat ini tentu merupakan pegangan hidup yang seyogyanya masih tercermin dalam tutur kata dan perbuatan sebagai karakter sosial yang akan memperkokoh karakter bangsa berlandaskan Pancasila. Karakter bangsa Pancasila merupakan kristalisasi dari karakter sosial dari setiap etnis yang ada di Indonesia yang menjadi masyarakat pendukungnya. Adapun karakter individu seyogyanya berbasis pada tradisi leluhur yang secara turun temurun ditransformasikan melalui pendidikan yang berbasis budaya (etnopedagogik). Definisi budaya Sunda menurut ketentuan umum Peraturan Bupati No. 113 Tahun 2009 tentang Sumedang Puseur Budaya Sunda (SPBS) adalah keseluruhan gagasan, perilaku dari hasil karya masyarakat Sunda, baik yang berupa fisik maupun nonfisik yang diperoleh melalui proses belajar dan adaptasi terhadap lingkungannya, yang diyakini dapat memenuhi harapan dan kebutuhan hidup masyarakat Sunda.
(29)
Penjelasan tentang tradisi lisan Sunda mencerminkan nilai-nilai moral yang biasa dilakukan orang tua terdahulu pada masyarakat Sunda untuk membina karakter anak-anaknya agar perilaku dalam hidupnya senantiasa berakhlak mulia. Tradisi lisan Sunda sebagai salah satu bentuk kecerdasan sosial pendidik di masyarakat Sunda berbasis karakter (budaya) menanamkan nilai-nilai karakter berdasarkan 18 karakter yang diusung Kementrian Pendidikan Nasional seperti (1) religius, (2) jujur, (3) toleransi, (4) disiplin, (5) kerja keras, (6) kreatif, (7) mandiri, (8) demokratis, (9) rasa ingin tahu, (10) semangat kebangsaan, (11) cinta tanah air, (12) menghargai prestasi, (13) bersahabat/komunikatif, (14) cinta damai, (15) gemar membaca, (16) peduli lingkungan, (17) peduli sosial, dan (18) tanggung jawab (Kemendiknas, 2010).
Rumusan umum mengenai “Civic knowledge” atau “Civic Intellegency” dalam Massachussets Institute of Technology Encyclopedia of Cognitive Sciences" didefinisikan sebagai intelegensi atau kemampuan seseorang untuk menyesuaikan diri, memilih dan mengembangkan lingkungannya, dimana intelegensi berkenaan dengan tiga kemampuan yaitu: (1) adaptasi, (2) konstruktif dan (3) selektif (Tilaar, 2002, hlm. 448). Tanpa lingkungan, budaya, dan alam, maka manusia tidak bisa berkembang. Manusia beradaptasi lalu mengkonstruksi dan menseleksi lingkungan yang diinginkannya. Sebagai makhluk berbudaya dan membentuk masyarakat budaya. Intelegensi manusia hanya mempunyai arti di dalam lingkungan budayanya. Melepaskan manusia dari lingkungan budaya nyata berarti mencabut manusia dari kehidupan nyatanya. Civic intelligence/ civic knowledge dirumuskan sebagai kemampuan seseorang untuk mengetahui dan menghayati hak dan kewajibannya sebagai anggota masyarakat, serta mentransformasikannya dalam kehidupan sehari-hari. Nilai-nilai tersebut bersumber dari moral dan etika yang transendental. Oleh karena itu, civic knowledge merupakan kemampuan rasional, emosional, dan spiritual seorang warga masyarakat yang berbudaya.
Pendidikan Kewarganegaraan sebagai pendidikan karakter bangsa bertujuan untuk membentuk manusia Indonesia dan mampu mentransformasikan nilai-nilai karakter bangsa yang di masa orde baru telah gagal total karena hanya tertumpu
(30)
pada pendidikan indoktrinasi berbentuk ideologi Pancasila. Hal ini disebabkan, terjadinya peniadaan tempat bagi diskursus atau kebebasan interpretasi (Tilaar, 2002, hlm. 452). Pendidikan yang digunakan lebih menekankan pada pendekatan intelektual dengan asumsi nilai-nilai dapat dihapus yang diharapkan dapat diwujudkan dalam tingkah laku, namun kenyataannya dalam praktek mewujudkan apa yang diketahui tidak diwujudkan dalam perbuatan. Oleh karena itu, Pendidikan Kewarganegaraan dengan paradigma baru ini perlu membelajarkan peserta didik dengan pendekatan ciri intelegensi taraf tinggi yang mengutamakan proses "learning by doing" dan "learning by experience". Peserta didik melakoni semua nilai-nilai yang dipelajarinya di sekolah dari masyarakat, di masyarakat, dan untuk masyarakat melalui kegiatan ekstrakurikuler, intrakurikuler, atau ko-kurikuler secara kolaboratif antar bidang studi berbasis budaya dan karakter bangsa dalam lingkup masyarakat daerah di mana sekolah berada.
Pendidikan Kewarganegaraan sebagai pendidikan karakter pun mengandung misi tujuan nasional merupakan mata pelajaran wajib di tingkat persekolahan. Kerangka sistematik Pendidikan Kewarganegaran (PKn) dibangun atas dasar paradigma baru sebagai berikut :
1. Secara kurikuler bertujuan untuk mengembangkan potensi individu agar menjadi warga negara Indonesia yang berakhlak mulia, cerdas, partisipatif, dan bertanggung jawab.
2. Secara teoretis memuat dimensi-dimensi kognitif, afektif, dan psikomotor (civic knowledge, civic disposition, dan civic skill) atau saling berpenetrasi dan terintegrasi dalam konteks substansi ide, nilai, dan moral Pancasila, kewarganegaraan yang demokratis dan bela negara. 3. Secara programatik menekankan pada isi yang mengusung nilai-nilai
(content embedding values) dalam bentuk berbagai perilaku yang perlu diwujudkan dalam kehidupan sehari-hari dan merupakan tumpuan hidup bagi warga Negara dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara sebagai penjabaran lebih lanjut dari ide, nilai, konsep dan moral Pancasila, kewarganegaraan yang demokratis dan bela negara (Budimansyah, 2008, hlm. 180).
Realitas sosial yang berkenaan dengan perubahan kehidupan masyarakat dewasa ini, marak dengan berbagai permasalahan sosial seperti ancaman disintegrasi yang disebabkan oleh fanatisme dan primordialisme di satu sisi dan tuntutan pluralisme di sisi lain menyebabkan PKn sebagai pendidikan karakter di
(31)
tingkat persekolahan secara programatik perlu mengusung nilai-nilai (content embedding values) dan pengalaman belajar (learning experience). Perubahan struktur dan lunturnya nilai-nilai kekeluargaan, sikap gotong royong, serta merebaknya kejahatan, munculnya organisasi-organisasi dan geng-geng seperti geng motor, kelompok-kelompok solidaritas yang menyimpang diantara pelajar, yang disebabkan oleh lemahnya social capital (modal sosial) mendorong pakar-pakar pendidikan di tingkat akademisi, birokrasi dan praktisi yang bertanggung jawab di bidang pendidikan untuk mengkaji ulang paradigma pendidikan dan pembelajaran yang menjadi acuan selama ini.
Permasalahan-permasalahan sosial saat ini walaupun sepenuhnya bukan hanya tanggung jawab lembaga pendidikan, tetapi kontribusi untuk membangun sumber daya manusia sebagai social capital sangat besar dan pendidikan seharusnya menjadi panglima. Kenyataan tersebut mendorong peneliti untuk melakukan penelitian dengan memfokuskan pada penelitian yang berjudul “Model Habituasi Pendidikan Karakter Berbasis Etnopedagogik”.
B. Identifikasi Masalah Penelitian
Merujuk latar belakang masalah di atas, ternyata banyak faktor yang mempengaruhi permasalahan sosial budaya khususnya di persekolahan. Rendahnya muatan nilai-nilai budaya lokal setempat yang dijadikan emban misi setiap sekolah meyakinkan bahwa melalui etnopedagogik mampu mengembangkan karakter siswa. Terlebih melalui etnopedagogik diasumsikan dapat mengembangkan identitas kedaerahan (local genius) tanpa mengindahkan sikap nasionalisme bangsa. Pembaharuan pendidikan karakter melalui pendekatan etnopedagogik merupakan wahana penting dalam mereformasi pembelajaran yang bersifat konvensional menjadi pembelajaran yang efektif, menyenangkan dan bermakna.
Berdasarkan pemikiran sebagaimana diuraikan di atas identifikasi permasalahan penelitian ini difokuskan pada pengembangan model pendidikan karakter berbasis etnopedagogik yang dapat memberikan dampak terhadap
(32)
pembentukkan karakter siswa khususnya dalam pembelajaran PKn di persekolahan.
C. Rumusan Masalah Penelitian
Secara umum permasalahan penelitian ini dirumuskan: “Bagaimana pengembangan pendidikan karakter berbasis etnopedagogik sebagai model habituasi tradisi lisan Sunda di dua lingkungan sistem budaya sekolah di Jawa Barat, berpengaruh terhadap pengembangan karakter siswa”. Agar masalah penelitian ini lebih terinci, maka dijabarkanlah ke dalam pertanyaan-pertanyaan penelitian sebagai berikut.
1. Bagaimana model pengintegrasian tradisi lisan Sunda yang ada di lingkungan masyarakat dimana sekolah berada terhadap pengembangan kompetensi kewarganegaraan?
2. Bagaimana merancang RPP model pendidikan karakter berbasis etnopedagogik yang dikembangkan guru-guru di sekolah?
3. Bagaimana pengajaran kolaboratif (colaborative teaching) yang dilakukan guru dalam mengintegrasikan tradisi lisan Sunda dengan bidang studi yang relevan di lingkungan sekolah?
4. Bagaimana penerapan model pendidikan karakter berbasis etnopedagogik tradisi lisan Sunda pada dua budaya sekolah di Jawa Barat?
5. Bagaimana dampak pengembangan model pendidikan karakter berbasis etnopedagogik terhadap pembentukan karakter siswa?
D.Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.
1. Menggambarkan desain model pengintegrasian nilai-nilai tradisi lisan Sunda dalam pembelajaran PKBET untuk pengembangan kompetensi kewarganegaraan
(33)
2. Merancang secara dokumentasi Rancangan Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) yang dikembangkan guru-guru di sekolah uji coba model.
3. Menggambarkan pengajaran kolaboratif (colaborative teaching) yang dilakukan guru dalam mengintegrasikan tradisi lisan Sunda dengan bidang studi yang relevan di lingkungan sekolah.
4. Menggambarkan implementasi model pendidikan karakter berbasis etnopedagogik tradisi lisan Sunda yang diterapkan di lingkungan sistem budaya sekolah di Jawa Barat.
5. Mengetahui dampak penggunaan pendidikan karakter berbasis etnopedagogik terhadap pembentukan karakter siswa.
E.Manfaat/Signifikansi Penelitian
Signifikansi secara teoretis melalui penelitian ini akan memberikan sumbangan yang nantinya akan:
1. Menghasilkan suatu model pengembangan pendidikan karakter yang dibangun atas dasar nilai-nilai tradisi budaya kearifan lokal, dan tradisi masyarakat di mana sekolah berada.
2. Memperkuat gagasan UPI sebagai LPTK tentang “etnopedagogik“ yang akan menunjang tujuan pendidikan nasional yang berjati diri Indonesia serta berakar pada nilai-nilai agama, dan kebudayaan nasional yang berbasis kearifan lokal dan tanggap terhadap tuntutan zaman.
3. Penguatan secara konseptual-teoretis tentang perencanaan pembelajaran PKn di sekolah sebagai salah satu pilar dalam pendidikan karakter bangsa.
Signifikansi secara praktis, temuan penelitian ini diharapkan dapat:
1. Membantu setiap satuan pendidikan (sekolah) dalam memberikan makna lebih dan memanfaatkan peluang mata pelajaran muatan lokal yang berbasis tradisi lisan Sunda yang ada di lingkungan sekolah berada.
2. Pendekatan model ini dapat digunakan pada budaya–budaya lokal di daerah lain di sekolah-sekolah Indonesia, sehingga generasi muda Indonesia tidak kehilangan jati diri bangsa dalam berkiprah di era global.
(34)
3. Model pengembangan yang adaptif, inovatif, dan skillfull berbasis tradisi budaya di mana peserta didik berada diharapkan mampu mendukung sikap “pro-sosial“ mereka sehingga sikap agresivitas yang menjadi ciri remaja saat ini yang mengarah pada dekadensi moral dapat tersalurkan secara positif.
F. Struktur Organisasi Disertasi
Untuk perolehan gambaran disertasi ini, penulis memberikan struktur organisasi penelitian secara sistematis sehingga memudahkan pembaca dalam memahami disertasi ini. Penelitian ini terdiri atas lima bab, di antaranya: (1) bab pertama berupa pendahuluan yang terdiri dari latar belakang masalah, identifikasi masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, signifikansi penelitian, struktur organisasi disertasi, paradigma penelitian, serta lokasi dan sasaran penelitian; (2) bab dua berupa kajian pustaka, kerangka pemikiran dan hipotesis penelitian; (3) bab tiga meliputi lokasi penelitian, pendekatan dan metode penelitian, definisi konseptual dan operasional, prosedur penelitian, instrumen penelitian, variabel dan fokus penelitian, dan teknik analisis data; (4) bab empat mencakup deskripsi lokasi penelitian, hasil penelitian dan pembahasan hasil penelitian, dan (5) bab lima meliputi kesimpulan, implikasi, rekomendasi dan dalil-dalil.
G.Paradigma Penelitian
Paradigma penelitian diambil berdasarkan dua tahap pendekatan di antaranya riset kualitatif dan riset kuantitatif dengan metode Research and Development (R&D) yang dapat digambarkan dalam pola sebagai berikut :
(35)
Gambar 1.1
Paradigma Penelitian Research and Development (R&D) Model Pendidikan Karakter Berbasis Etnopedagogik (PKBET)
Pola pada gambar 1.1 mendeskripsikan bahwa secara operasional penelitian ini menekankan pada dua pendekatan yaitu pendekatan kualitatif dan kuantitatif sebagai bagian dari sistematika penelitian pengembangan (Research and Development). Pada studi riset kualitatif memerlukan data-data seperti teori empiris dan dokumentasi. Teknik pengumpulan data berupa wawancara, observasi dan studi dokumentasi yang dilakukan pada dua lingkungan sekolah yang berbeda dimana dijadikan sebagai objek penelitian produk awal yaitu SMAN 20 Bandung dan SMAN 1 Cimalaka. Peneliti melakukan observasi awal dan mengidentifikasi masalah pembelajaran di kelas kemudian diikuti merancang model hypotek untuk menghasilkan perencanaan implementasi model. Setelah dilakukan observasi kemudian dilanjutkan pada tahap implementasi ditinjau berdasarkan tiga komponen pembelajaran yaitu perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi. Kemudian, setelah melaksanakan uji implementasi produk awal, dilakukan revisi terhadap model tersebut yang nantinya akan digunakan pada uji coba terbatas di dua lingkungan sekolah yang berbeda pula yaitu SMAN 14 Bandung dan SMAN 1 Rancakalong. Pada uji coba terbatas digunakan studi riset kuantitatif dengan mengadakan eksperiman terhadap dua perlakuan ujicoba melalui evaluasi pre test dan post test. Rancangan model revisi untuk uji coba terbatas dilengkapi dengan
(36)
adanya (1) reportase, (2) pembuatan pamflet, dan (3) bermain peran (role playing) sehingga menghasilkan diseminasi penelitian.
(37)
Iim Siti Masyitoh, 2015
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Lokasi dan Subjek Penelitian
Penelitian ini berlokasi di dua sekolah yaitu: pertama, SMA Negeri 20 Bandung sebagai sampel uji coba produk awal dan SMA Negeri 14 Bandung sebagai sampel uji terbatas yang berkarakteristik lokasi sekolah di pusat kota dengan kriteria lingkungan sekolah bersifat lebih heterogen. Heterogen dari sisi latar belakang social budaya Kesundaannya, mayoritas peserta didik berasal dari beberapa suku yang berbeda. Kedua, SMA Negeri 1 Cimalaka Kabupaten Sumedang Jawa Barat sebagai sampel uji produk awal dan SMA Negeri 1 Rancakalong Kabupaten Sumedang Jawa Barat sebagai sampel uji terbatas yang diprediksi berdasarkan hasil observasi pendahuluan memiliki karakteristik homogen. Homogen dari sisi latar belakang social budaya, seluruh peserta didik berasal dari suku/etnis yang sama. Subjek penelitian adalah sumberdaya pendidikan yang ada di sekolah, guru, peserta didik, maupun satuan pendukung budaya sekolah yang bersangkutan. Berikut penjelasan lebih lanjut dapat dilihat ke dalam tabel berikut.
Tabel 3.1 Lokasi Penelitian
Lokasi Penelitian Status Kategori SMAN 20 Bandung Uji coba produk awal Sekolah heterogen
SMAN 1 Cimalaka Kabupaten Sumedang
Uji coba produk awal Sekolah homogen
SMAN 14 Bandung Uji coba terbatas Sekolah heterogen SMAN 1 Rancakalong
Kabupaten Sumedang
Uji coba terbatas Sekolah homogen
Klasifikasi lokasi penelitian tersebut didasarkan pada latar belakang lingkungan sekolah-sekolah yang sudah mengembangkan pendidikan karakter melalui Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) pada mata pelajaran PKn
(38)
yang memuat dan relevan untuk mengintegrasikan tradisi lisan Sunda berdasarkan target konsep, nilai, moral, dan norma. Sekolah-sekolah yang dijadikan dalam penelitian ini adalah SMA Negeri 20 Kota Bandung dan SMAN 1 Cimalaka Sumedang. Kemudian untuk menentukan hasil perbaikan diujicobakan secara terbatas di SMAN 14 Bandung dan SMAN 1 Rancakalong sehingga menghasilkan diseminasi hasil penelitian.
B. Desain Penelitian
Desain penelitian ini menggunakan penelitian pengembangan (Research and Development/R&D) yang telah dikembangkan oleh Borg dan Gall (1989, hlm. 772) dalam Educational Research and Development biasa juga disebut Research Based Development. “Educational Research and Development is a process used to develop and validate educational products”. Penelitian dan pengembangan adalah suatu proses atau langkah-langkah untuk mengembangkan suatu produk baru atau menyempurnakan produk yang telah ada. Adapun yang dimaksud dengan produk dalam konteks ini adalah tidak selalu berbentuk hardware (buku, modul, alat bantu pembelajaran di kelas dan laboratorium), tetapi bisa juga perangkat lunak (software) seperti program untuk pengolahan data, pembelajaran di kelas, perpustakaan atau laboratorium, ataupun model- model pendidikan, pembelajaran pelatihan, bimbingan, evaluasi, manajemen, dll.
Di sisi lain, penelitian ini juga disebut ‘research based development’, yang muncul sebagai strategi dan bertujuan untuk meningkatkan kualitas pendidikan. Selain untuk mengembangkan dan memvalidasi hasil-hasil pendidikan, Research and Development juga bertujuan untuk menemukan pengetahuan-pengetahuan baru melalui ‘basic research’, atau untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan khusus tentang masalah-masalah yang bersifat praktis melalui ‘applied research’, yang digunakan untuk meningkatkan praktik-praktik pendidikan. Dalam penelitian ini Research and Development dimanfaatkan untuk menghasilkan model pembelajaran etnopedagogik di dalam kelas dalam mengembangkan karakter peserta didik.
(39)
Pengembangan model pendidikan karakter berbasis etnopedagogik dilaksanakan melalui dua bentuk kegiatan, yaitu; (1) explorasi yang bersifat kualitatif, dan (2) implementatif bersifat kuantitatif (Nasution, 1988, hlm. 12).. Kegiatan eksplorasi secara kualitatif digunakan dengan asumsi bahwa dunia, realitas dan peristiwa yang terjadi sebagai obyek suatu studi tentang perilaku manusia dan fenomena sosial, seharusnya dipandang dengan cara bermacam-macam dan oleh orang yang berbeda-beda, serta dipahami melalui pendekatan humanistik. Sedangkan tahap implementatif pada pelaksanaan model pendidikan karakter berbasis etnopedagogik dalam persekolahan. Penerapan Research and Development dalam penelitian ini bertujuan selain untuk memberikan perubahan, juga untuk memecahkan masalah yang sedang dihadapi guru, serta untuk meningkatkan kualitas pembelajaran di persekolahan.
Prosedur penelitian ini diawali dengan mengadakan studi pendahuluan pada dua sekolah yang memiliki karakteristik berbeda di Jawa Barat yang berkaitan dengan pembelajaran PKn dan pengembangan karakter peserta didik. Fokus penelitian ditentukan setelah melakukan studi pendahuluan di sekolah tersebut. Adapun tahapan penelitian yang dilakukan secara sistematis mengusung langkah-langkah Borg dan Gall (1989, hlm. 24) yang mengemukakan bahwa terdapat sepuluh tahapan penelitian research and development yang dapat dirinci sebagai berikut:
1. Research and information collecting (mengumpulkan hasil penelitian dan informasi). Pada tahapan ini upaya yang dilakukan dengan mengumpulkan informasi, membaca referensi, mengobservasi kegiatan mengajar yang berlangsung dan menyiapkan berbagai hal yang dibutuhkan untuk kegiatan pengembangan model. Pada tahapan ini peneliti mencari informasi di Dinas Pariwisata Kota Bandung dan Dinas Pendidikan Kota Bandung, serta Dinas Pariwisata Kabupaten Sumedang dan Dinas Pendidikan Kabupaten Sumedang. Selain itu, informasi diperoleh dari Kepala Sekolah yang sedang mengikuti program “lesson study”. Hal tersebut dikarenakan, pada lesson study adanya fenomena/paradigma baru bagi kultur pendidik yang selama ini parsial.
(40)
2. Planning (perencanaan). Pada tahapan ini peneliti menyusun rencana penelitian, meliputi kemampuan-kemampuan yang diperlukan dalam pelaksanaan penelitian, rumusan tujuan yang hendak dicapai dengan penelitian tersebut, desain atau langkah-langkah penelitian kemungkinan pengujian dalam lingkup terbatas. Dalam hal ini sebagai lanjutan tahapn pertama, dilakukan “open lesson” untuk mendapatkan informasi tentang paradigm guru dan pihak sekolah melalui instrumen skala sikap pola Likert terhadap rencana pengembangan pendidikan karakter berbasis etnopedagogik yang peneliti pilih salah satunya di sekolah SMAN 20 Bandung yang mewakili ciri-ciri sebagai berikut:
a. Sekolah di pusat Kota Bandung yang berdekatan dengan berbagai sarana prasarana pendukung seperti “Masjid Istiqomah, Taman Pramuka, dan berbagai lembaga lain karena lokasi wilayah sekolah cukup terbatas. b. Selama 3 tahun mengikuti program lesson study
Dari tampilan setiap open lesson disepakati guru PKn dan berbagai guru lain seperti guru Seni Budaya, Bahasa Indonesia dan Bahasa Inggris bahwa di skolah tersebut sudah ada pola koordinasi/kolaboratif secara informal. Oleh karena itu, pihak guru berusaha untuk mengintensifkan kegiatan tersebut secara formal guna membangun karakter pendidik yang berdampak positif terhadap karakter peserta didik. Dari praktik pembelajaran di sekolah tersebut berlangsunglah pemotretan model sebagai berikut:
a. Di SMAN 20 Bandung pembelajaran PKn sudah berbasis multimedia interaktif.
b. Peserta didik menjalani pembelajaran dan kegiatan ekstrakurikuler yang sangat variatif mulai dari pengembangan karakter religius, social dan unjuk kerja dan produk pembelajaran berbasis seni budaya.
c. Drama/role playing menjadi pola habituasi belajar yang dijadikan aktivitas belajar yang dipraktikan sarana ujian praktik bagi kelas XII.
3. Develop preliminary form of product (mengembangkan bentuk produk awal). Pada tahapan ini peneliti mengembangkan prototip awal yaitu membuat model konseptual yang diperoleh dari hasil informasi yang diperoleh dari hasil studi
(41)
pendahuluan. Hasil wawancara dari model yang dipotret dan diujicoba, diobservasi dan disusun model konseptual bahwa disetiap tujuan pembelajaran harus didasarkan pada penjabaran materi bahan ajar. Berdasarkan target konsep nilai moral dan norma, penegasan membangun karakter akademik peserta didik oleh sajian penjelasan guru yang demokratis.
4. Preliminary field testing (pengujian lapangan pendahuluan). Pada tahapan ini peneliti melakukan validasi terhadap model konseptual yang telah dibuat dan melakukan uji coba skala terbatas terhadap pengembangan model awal. Analisa yang digunakan adalah hasil wawancara dan dari model yang diujicobakan, observasi langsung ke lapangan selanjutnya model konseptual yang diujicobakan. Uji cona ini dilaksanakan di SMAN 20 Bandung yang heterogen sekaligus sebagai sekolah potret dan SMAN 1 Cimalaka sebagai sekolah yang homogen.
5. Main product revision (revisi produk operasional). Pada tahapan ini peneliti memperbaiki atau menyempurnakan produk hasil uji coba skala terbatas. 6. Main product testing (uji lapangan utama). Pada tahapan ini peneliti
melakukan uji coba lapangan dalam skala yang lebih luas dari model pendidikan karakter berbasis etnopedagogik (PKBET) yang telah direvisi sebelumnya.
7. Operational product revision (revisi produk operasional). Pada tahapan ini peneliti menyempurnakan produk hasil uji lapangan.
8. Operational field testing (uji lapangan operasional). Pada tahap ini peneliti melakukan uji coba eksperimen lapangan secara operasional dan terinci tentang model PKBET dengan skala yang lebih luas. Data yang diperoleh dianalisa dengan cara melakukan wawancara, menyebarkan angket dan observasi langsung.
9. Final product revision (revisi produk akhir). Pada tahap ini peneliti melakukan revisi akhir terhadap model yang sudah diujicobakan sehingga model tersebut dapat terimplementasikan.
10. Dissemination and implementation (penyebaran dan penerapan). Pada tahapan ini peneliti melakukan diseminasi agar pengembangan model yang telah
(42)
dikembangkan ini diimplementasikan dalam kegiatan pembelajaran untuk membentuk karakter peserta didik. Diseminasi dilakukan dengan cara melakukan seminar pembelajaran, dialog dengan teman sejawat dan penulisan dalam jurnal ilmiah (Borg dan Gall, 1989, hlm. 24).
Berdasarkan langkah-langkah dari Borg and Gall dilakukan beberapa penyesuaian dengan situasi dan kondisi di lapangan, tahap-tahap penelitian dan pengembangan ini dapat disederhanakan dengan mengacu pada desain perbaikan/ modifikasi dari Sukmadinata (2007, hlm. 184-189) ke dalam tiga langkah pokok, yaitu :” (1) pendahuluan, (2) pengembangan model, (3) uji coba model”. Hasil modifikasi Sukmadinata tersebut dapat dijadikan sebagai dasar untuk menyusun tahapan penelitian. Oleh karena itu, tahapan penelitian pendidikan karakter berbasis etnopedagogik ini disusun sebagai berikut.
1. Tahap 1: Studi pendahuluan
Studi pendahuluan merupakan tahapan awal untuk mengumpulkan berbagai data, fakta dan informasi sebagai bahan untuk mengembangkan model pendidikan pengembangan karakter berbasis etnopedagogik.
a. Analisis kebutuhan
Analisis kebutuhan dilakukan guna mengetahui seberapa penting pengembangan pendidikan karakter berbasis etnopedagogik, serta untuk mengetahui fakta di lapangan mengenai apakah pengembangan pendidikan karakter berbasis etnopedagogik itu merupakan hal yang penting bagi pendidikan dan apakah hasil dari model pengembangan pendidikan karakter berbasis etnopedagogik ini mempunya kemungkinan untuk dikembangkan. b. Studi literatur
Studi literatur dilaksanakan guna mengumpulkan temuan/riset dan informasi lain yang berhubungan dengan model pengembangan pendidikan karakter berbasis etnopedagogik. Hasil studi ini akan dijadikan landasan konseptual, sehingga model yang dikembangkan akan memiliki landasan teoritis yang memadai.
(43)
Studi lapangan dilaksanakan untuk mencari dan merumuskan data empiris yang sesuai dengan masalah dan tujuan penelitian. Studi lapangan ini dilaksanakan di SMAN 20 Bandung dan SMAN 1 Cimalaka dengan aspek: (1). Penerapan pendidikan karakter di SMAN 20 Bandung dan SMAN 1 Cimalaka (2). Tradisi lisan, seni dan budaya Sunda yang ada di lingkungan SMAN 20 Bandung dan SMAN 1 Cimalaka. (3). Pengetahuan peserta didik mengenai Tradisi Lisan, seni dan budaya Sunda yang ada di lingkungan SMAN 20 Bandung dan SMAN 1 Cimalaka. (4) Model pewarisan Tradisi Lisan, seni dan budaya sunda yang ada di lingkungan SMAN 20 Bandung dan SMAN 1 Cimalaka. (5) Model RPP yang dikembangkan di SMAN 20 Bandung dan SMAN 1 Cimalaka.
2. Tahap 2: Penyusunan model pengembangan pendidikan karakter berbasis etnopedagogik.
Setelah melaksanakan studi lapangan terhadap SMAN 20 Bandung dan SMAN 1 Cimalaka khususnya tentang pengembangan pendidikan karakter, pengembangan RPP, tradisi lisan seni dan budaya sunda yang terdapat di lingkungan SMAN 20 Bandung dan SMAN 1 Cimalaka, pengetahuan peserta didik tentang tradisi lisan seni dan budaya sunda yang terdapat di lingkungan SMAN 20 Bandung dan SMAN 1 Cimalaka, dan ekstrakurikuler yang ada di kedua sekolah tersebut. Tahap ini merupakan hasil dari tahap 1 berupa hasil studi lapangan dengan metode kualitatif jenis studi kasus.
3. Tahap 3: Penyusunan model konseptual pengembangan pendidikan karakter berbasis etnopedagogik.
Tahap ini merupakan tahap untuk merumuskan dan mengembangkan model konseptual pendidikan karakter berbasis etnopedagogik. Model konseptual disusun berdasarkan metode, proses, media dan model evaluasi mengacu pada pengembangan pendidikan karakter berbasis kearifan lokal yang ada di sekitar lingkungan sekolah. Tahapan ini dapat dilihat dalam bagan berikut ini:
(44)
Gambar 3.1
Tahapan Penyusunan Model Konseptual Pengembangan Pendidikan Karakter Berbasis Etnopedagogik
Sumber: Diolah Peneliti, 2013
4. Tahap 4: uji coba model pengembangan pendidikan karakter berbasis etnopedagogik
Model yang dihasilkan pada tahap 3, walaupun sudah memiliki pijakan teoritis dan empirik yang memadai. Oleh karena itu model ini memerlukan ujicoba secara empirik. Berdasarkan hasil koordinasi dan identifikasi dengan
Kurikuler
Ekstra Kurikuler
Program Sekolah
Menetapkan dasar pertimbangan
Sekolah sebagai komunitas
Masyarakat sekitar Kearifan lokal yang ada
di lingkungan masyarakat di sekitar
sekolah
Model konseptual pengembangan pendidikan karakter berbasis etnopedagogik Memposisikan feed back dan evaluasi sebagai satu kesatuan dalam pengembangan pendidikan karakter berbasis etnopedagogik
di sekolah
Identifikasi tradisi lisan Sunda yang ada di lingkungan SMAN 20 Bandung dan SMAN 1
Cimalaka
Memposisikan sekolah dalam setting pengembangan pendidikan karakter berbasis
(1)
Dewantara. K.H. (1962). Karya Ki Hajar Dewantara. Bagian Pertama: Pendidikan. Yogjakarta: Penerbitan Taman Siswa.
Devos, G.A. (1968). National Character dalam Sills, David L (editor). International Encyclopedia of The Social Science, New York: The Macmillan.
Djamarah, S. B. (2002). Guru dan Anak Didik dalam Interaksi Edukatif (Suatu Pendekatan Teoretis Psikologis). Jakarta: Rineka Cipta.
Djahiri. A. K. (2002). “Moral dan Character Teaching Values and Social Moral Development”. Bandung: Lab. Pengajaran PMP FPIPS UPI.
Djahiri, A. K. (2006). Esensi Pendidikan Nilai Moral dan PKn di Era Globalisasi dalam Pendidikan Nilai Moral dalam Esensi Pendidikan Kewarganegaraan. Bandung: Laboratorium Pendidikan Kewarganegaraan FPIPS UPI.
Drajat, D.E dkk (2010), Pendidikan Karakter Kebutuhan Mendesak. Jakarta: Kemendiknas dan Balai Pustaka.
Durkheim. (1925). Moral Education: A Study in The Theory and Application of The Sociology of Education. New York: Free Press.
Ekadjati. E. S. (1983) . Naskah Sunda. Inventarisasi dan Pencatatan. Bandung: Kerjasama Lembaga Kebudayaan Universitas Padjadjaran dengan The Toyota Foundation (Laporan Penelitian).
Ekadjati. E. S. (1995). Kebudayaan Sunda: Suatu Pendekatan Sejarah. Jakarta: Pustaka Jaya.
Gunawansyah, T. (2010) Membangun Karakter Ki Sunda Melalui Gerakan Sumedang Puseur Budaya Sunda (Dalam Perspektif Penyelenggaraan Pemerintah Daerah). Hasil Diseminasi Seminar [30 Desember 2010]. Hartoko, D. (1984). Pengantar Ilmu Sastra. Jakarta: Gramedia.
Hawkes, N. (2003). How to inspire and develop Positive Values in your classroom. Diterbitkan oleh LDA, ISBN 1-85503-371-2.
Hoed, B.H. (2004). Bahasa dan Sastra dalam Tinjauan Semiotik dan Hermeutik” dalam Semiotika Budaya. Depok : Pusat Penelitian Kemasyarakatan dan Budaya Direktorat Riset dan Pengabdian Masyarakat Indonesia.
Huntington, S. P. (1995). Gelombang Demokrasi Ketiga (terjemahan). Jakarta: Pustaka Utama Grafiti.
(2)
Kalidjernih. (2010). Kamus Studi Kewarganegaraan Perspektif Sosiologikal dan Politikal. Bandung: Widya Aksara Press.
Kalidjernih. (2010). Penulisan Akademik. Bandung: Widya Aksara.
Kementerian Pendidikan Nasional. (2010). Desain Induk Pendidikan Karakter, Jakarta: Kementerian Pendidikan Nasional.
Kesuma. D dkk. (2011). Pendidikan Karakter Kajian Teori dan Praktik di Sekolah. Bandung: PT Remaja Rosda Karya.
Kerr, D. (1999). Citizenship Education: an International Comparison, London: National Foundation for Educational Research-NFER.
Koesoema A. D. (2007). Pendidikan Karakter, Strategi Mendidik Anak di Zaman Global, Jakarta: Grasindo.
Koentjaraningrat. (1994). Kebudayaan Jawa. Jakarta: Balai Pustaka.
Kohlberg, L. (1995). Tahap-Tahap Perkembangan Moral. Yogyakarta: Kanisius. Kohlberg, L. (1971). “Stage of Moral Development as a Basis of Moral
Education” dalam Moral Education: Interdisciplinary Approaches. New York: Newman Press.
Kohlberg, L. (1997). “The Cognitive-Developmental Approach to Moral Education” dalam Issues in Adolescent Psychology. New Jersey: Printice Hall, Inc.
Komalasari. K. (2008). Pengaruh Pembelajaran Kontekstual dalam Pendidikan Kewarganegaraan Terhadap Kompetensi Kewarganegaraan Siswa SMP. Disertasi SPs UPI. Tidak diterbitkan.
Lickona. T .(1992). Educating For Character How Our Schools Can Teach Respesct and Responsibility. New York Toronto London Sydney Auckland: Bantam Books.
Majid. A dan Andriyani. D. (2011). Pendiikan Karakter Persfektif Islam. Bandung: PT Remaja Rosda Karya.
Maliki, Z. (2010). Sosiologi Pendidikan. Yogyakarta: Gajah Mada University Press.
McClelland, David C, (1987). Memacu Masyarakat Berprestasi (Terjemahan Siswo Suyanto). Jakarta: CV. Intermedia.
(3)
McMillan, J. H dan Schumacher. (2001). Research in Education: A Conceptual Introduction. United States: Addison Wesley Longman, Inc.
Megawangi, R. (2004). Pendidikan Karakter (Solusi Yang Tepat Untuk Membangun Karakter Bangsa). Jakarta: Indonesia Heritage Foundation. Musfiroh. T. (2008). Pengembangan Karakter Anak Melalui Pendidikan
Karakter. Yogyakarta: Tiara Wacana.
Mulyasa, E. (2012). Manajemen Pendidikan Karakter. Jakarta: Bumi Aksara.
Natawidjaya, R. (2008). “Pohon Ilmu Pendidikan” dalam Rujukan Filsafat, Teori, dan Praksis Ilmu Pendidikan. Bandung: Kerjasama UPI dengan PT. Rosdakarya.
Parsons, T. (1995). Sistem Sosial: Kerangka Konseptual Untuk Menganalisis Struktur Masyarakat. (Terjemahan Somardi dan Editor Akhli Sudardja Adiwiakarta). Jawa Barat: Ikatan Sosiologi.
Piaget, J. (1951). The Child’s Conception of the World. Savage, Maryland: Littlefield Publishers.
Prayitno. (2010). Pendidikan Karakter dalam Pembangunan Bangsa. Medan: Pascasarjana Universitas Negeri Medan.
Purwandari, E & Purwati. (2008). “Character building: Pengaruh Pendidikan Nilai
Terhadap Kecerdasan Emosi Anak”. Jurnal Penelitian Humaniora, Vol. 9, No. 1, Februari 2008: 13-31.
Qualifications and Curriculum Authoriy-QCA. (1998). Education for Citizenship and The Teaching of Democracy in Schools. London: Department of Education and Employment-DfEE.
Rahyono. (2009). Kearifan Budaya Dalam Kata. Jakarta: Wedatama Widya Sastra.
Raud. M dkk. (2008). Refleksi Karakter Bangsa. Jakarta: Universitas Indonesia. Rosada. D dkk. (2009). Bandung Agamis Landasan, Pendekatan, Indikasi, dan
Program Aksi. Bandung: Sekertariat Daerah Kota Bandung. Rosidi, A. (2009). Manusia Sunda. Bandung: Kiblat Buku Utama.
Ruyadi, Y. (2010). Model Pendidikan Budi Pekerti Berbasis Tradisi (Penelitian terhadap Tradisi Masyarakat Adat Kampung Benda Kerep Cirebon
(4)
Provinsi Jaawa Barat untuk Pengembangan Pendidikan Budi Pekerti di Sekolah). Disertasi Prodi Pendidikan Umum SPS UPI: Tidak diterbitkan. Sanusi, A. (1999). Model Pendidikan Kewarganegaraan Menghadapi Perubahan
Kewarganegaraan dalam Pembangunan Karakter Bangsa. Jurnal Acta Civicus I. (2), 199-214.
Sanusi, A. (1999). Model Pendidikan Kewarganegaraan Menghadapi Perubahan dan Gejolak Sosial. Bandung: CICED.
Sapriya. (2006) Perspektif Pemikiran Pakar Tentang Pendidikan Kewarganegaraan dalam Pembangunan Karakter Bangsa. Disertasi SPs UPI. Tidak diterbitkan.
Situmorang, T.D. dan A. Teeuw. (1980). Sedjarah Melaju Menurut Terbitan Abdullah. Djakarta: Djambatan.
Strauss, L. (2000), Ras dan Sejarah (terjemahan). Yogyakarta: LKis.
Subandiyah. (1992). Pengembangan dan Inovasi Kurikulum. Yogyakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
Sugiyono. (2012). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R & D. Alfabeta: Bandung.
Sudjana, D & Ibrahim. (1989). Metoda Dan Teknik Kegiatan Belajar Partisipatif. Bandung: Theme 76.
Sukmadinata, N. S. (2007). Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: Kerjasama UPI dengan PT.Rosdakarya.
Sumahamijaya, S. (2003). Pendidikan Karakter Mandiri dan Kewiraswastaan. Bandung: Angkasa.
Syam. F. (2009). Renungan BJ. Habibie Membangun Peradaban Manusia. Jakarta: Gema Insani.
Tilaar. HAR (2002), Perubahan Sosial dan Pendidikan. Jakarta: PT Gramedia Widiasmara Indonesia.
Tim Pendidikan Karakter Kemendiknas. (2010). Pembinaan Pendidikan Karakter di Sekolah Menengah Pertama. Tidak diterbitkan.
Tim Pemerintahan Kota Bandung. (2009). Bandung Agamis (Landasan, Pendekatan, Indikasi dan Program Aksi). Bandung: Sekretariat Daerah Kota Bandung.
(5)
Turmudzi, D. (1999). Teori-Teori Sosial dan Kebudayaan Perkotaan. Bandung: Universitas Pasundan Press.
Universitas Pendidikan Indonesia. (2013). Pedoman Penulisan Karya Ilmiah. Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia.
Wahjosumidjo. (2008). Kepemimpinan Kepala Sekolah Tinjauan Teoritis dan Permasalahannya. Jakarta: Rajawali Pers.
Waqar. Al-Husaini.(1983). Sistem Pembinaan Masyarakat Islam. Jakarta: CV Rajawali.
Wales, H.G. Quaritch. (1948). Culture Change in Greater India, Journal of Royal Asiatic Society, 2-32
Wibisono. K (1983). Arti Perkembangan Menurut Positivisme Auguste Comte. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Winataputra. U S. dan Budimansyah. D. (2007) Civic Education: Konteks, Landasan, Bahan Ajar, dan Kultur Kelas. Bandung: Prodi PKn SPs UPI. Winataputra. U. S. (2001). Jatidiri Pendidikan Kewarganegaraan Sebagai
Wahana Pendidikan Demokrasi. Disertasi Program Pascasarjana UPI: Tidak diterbitkan.
Vygotsky, L.S. (1978). Mind in Society. Cambridge: Harvard University Press. Zen, M. (2002). Orang Laut: Studi Etnopedagogi. Jakarta: Kanisius.
Zuriah, N. (2011). Model Pengembangan Pendidikan Kewarganegaraan Multikultural Berbasis Kearifan Lokal (Studi di Perguruan Tinggi Kota Malang). Disertasi SPs UPI. Tidak diterbitkan.
Jurnal, Kajian dan Internet
Badan Standar Pendidikan. (2006). Penyempurnaan Standar Kompetensi Lulusan. Jakarta: Bahan Seminar.
Budimansyah. D. (2009). Membangun Karakter Bangsa di Tengah Arus Globalisasi dan Gerakan Demokratisasi: Reposisi Peran Pendidikan Kewarganegaraan. Bandung: Tidak diterbitkan.
Kartadinata, S. (2009). Etnopedagogi jeung Internasionalisasi Pendidikan. Bandung: Cahara Bumi Siliwangi.
(6)
Razak. A. (2002), Perspektif Kaum Muda Pasca Reformasi. Surabaya: Makalah Lokakarya.
Undang-Undang
Republik Indonesia (2003) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003, Tentang Sistem Pendidikan Nasional
Republik Indonesia (2007) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang 2005-2025, Sekertariat Negara