Pengaruh enzim fitase kompleks dalam ransum berbasis dedak padi terhadap performans itik.
PENAMBAHAN ENZIM FITASE KOMPLEKS DALAM RANSUM
BERBASIS DEDAK PADI TERHADAP PERFORMANS ITIK
OLEH:
ANAK AGUNG PUTU PUTRA WIBAWA, SPt.MSi (0022066902) NI MADE WITARIADI, SPt., MP (0004117202)
Dibiayai Oleh DIPA PNBP Universitas Udayana sesuai dengan Surat PerjanjianPenugasan Pelaksanaan Penelitian Nomor:
246-103/UN14.2/PNL.01.03.00/2015 Tanggal 21 April 2015
FAKULTAS PETERNAKAN
UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
2015
(2)
PENAMBAHAN ENZIM FITASE KOMPLEKS DALAM RANSUM BERBASIS DEDAK PADI TERHADAP PERFORMANS ITIK
A.A.P. PUTRA WIBAWA, N.M. WITARIADI, DAN I. B. G. PARTAMA
Program Studi Peternakan, Fakultas Peternakan, Universitas Udayana, Denpasar E-mail: [email protected]
ABSTRAK
Penelitian yang bertujuan untuk mengetahui pengaruh penambahan enzim fitase kompleks (Phylazime) dalam ransum berbasis dedak padi terhadap pertumbuhan, perlemakan, dan karkas itik umur 5-10 minggu. Rancangan yang digunakan pada penelitian ini adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan tiga perlakuan, yaitu ransum basal dengan 10% dedak padi sebagai kontrol (A), ransum dengan 20% dedak padi (B), dan ransum dengan 20% dedak padi dengan suplementasi 0,30% enzim Phylazime (C). Setiap perlakuan terdiri dari enam ulangan dan tiap ulangan menggunakan enam ekor itik Bali jantan umur 5 minggu dengan bobot badan relatif homogen, sehingga terdapat 18 unit percobaan. Ransum disusun isokalori (ME: 2900 kkal/kg) dan isoprotein (CP: 17%). Ransum dan air minum selama periode penelitian diberikan secara ad libitum. Variabel yang diamati dalam penelitian ini meliputi: konsumsi ransum, berat badan akhir, pertambahan berat badan, feed conversion ratio (FCR), berat karkas, lemak abdomen, dan kadar kolesterol darah itik. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penggunaan 20% dedak padi dalam ransum ternyata tidak berpengaruh nyata (P>0,05) terhadap konsumsi ransum, akan tetapi secara nyata (P<0,05) menurunkan pertambahan berat badan, karkas, efisiensi penggunaan ransum, lemak abdomen, dan kadar kolesterol serum darah itik dibandingkan dengan kontrol. Penambahan 0,30% enzim Phylazime dalam ransum yang mengandung 20% dedak padi nyata (P<0,05) meningkatkan pertumbuhan dan efisiensi penggunaan ransum dibandingkan dengan tanpa penambahan enzim. Berdasarkan hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa penggunaan 20% dedak padi dalam ransum ternyata menurunkan pertumbuhan, karkas, dan efisiensi penggunaan ransum dibandingkan dengan kontrol (10% dedak padi). Sebaliknya dengan suplementasi 0,30% enzim Phylazim dalam ransum yang menggunakan 20% dedak padi memberikan hasil yang sama dengan kontrol (ransum dengan 10% dedak padi).
Kata kunci: enzim phytase kompleks, dedak padi, penampilan, itik
AN ADDITION OF PHYTASE COMPLEX ENZYME IN RICE BRAN BASED DIETS ON PERFORMANS OF BALI DRAKE
ABSTRACT
The research was carried out to study the effect of an addition of phytase complex enzymes in rice bran based diets on performans of Bali duckling up to ten weeks of age. The research used a completely randomized design (CRD) with three treatments in six replicates. There were six birds in each replicates. The experimental diets for the finishing period (aged 5-10 weeks) were formulated to 17% crude protein and 2900 kcal ME/kg with used 10% rice bran as a control diet (A), diets with used 20% rice bran (B), and diets with used 20% rice bran + 0,30% Phytase complex enzymes (C), respectively. Experimental diets and drinking water were provided ad libitumduring the entire experimental periods. Variable were observed were feed consumption, body weight gains, feed conversion ratio (FCR), carcasses weight, abdominal-fat, and theserum cholesterol contents of male Bali duckling. Result of this experiment showed that rice bran based diets (diets with content 20% rice bran) were not effect significantly different (P>0,05) on feed consumption, but were decreased significantly
(3)
different (P<0.05) on body weight gains, carcass weight, feed efficiency, abdominal-fat, and serum cholesterol contents than control group.Supplementation of 0.30 % Phylazim enzymes in rise bran based diets (20% rise bran) were increased significantly different (P<0.05) on growth and feed efficiency rather than unsupplemented enzymes, but the same effect (P>0,05) than control. It was concluded that used of 20% rice bran in diets were decreased body weight gains, carcass, and feed efficiency than control diets (10% rice bran). On the other hand, supplemented of 0.30% phytase complex enzymes in rice bran based diets were indicated the same effect than control diets (10% rice bran).
(4)
UCAPAN TERIMAKASIH
Puji dan Syukur kehadapan Tuhan Yang Maha Esa atas Rachmat yang diberikan kepada penulis, sehingga penelitian sampai penyusunan laporan ini dapat terselesaikan tepat pada waktunya.Pada kesempatan ini, kami tim peneliti dan penyusun laporan ini tidak lupa mengucapkan terimakasih kepada:
1. Rektor Universitas Udayana, melalui Ketua Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (LPPM) Unud, atas dana yang diberikan, sehingga penelitian sampai penyusunan laporan ini dapat terselesaikan tepat pada waktunya.
2. Dekan Fakultas Peternakan Universitas Udayana, atas dana, ijin, dan fasilitas yang diberikan selama penelitian.
3. Kepala Laboratorium Nutrisi dan Bahan Makanan Ternak, Fakultas Peternakan, Unud., atas ijin dan fasilitas yang diberikan selama penelitian.
4. Teman-teman yang telah banyak membantu selama pengambilan data penelitian. Semoga laporan hasil penelitian ini ada manfaatnya bagi kita semua.Segala saran dan kritik untuk kesempurnaan laporan ini, sangat kami harapkan.Sebelum dan sesudahnya, penulis ucapkan banyak terimakasih.
Denpasar, Juli 2015 Hormat Kami,
(5)
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL……… i
RINGKASAN DAN SUMMARY………... ii
KATA PENGANTAR……….. iv
DAFTAR ISI ……… v
DAFTAR TABEL………. vi
I. PENDAHULUAN………. 1
1.1 Latar belakang……….. 1
1.2 Perumusan Masalah………. 3
II. TINJAUAN PUSTAKA……….. 4
2.1 Manfaat Enzim pada Ransum ……….……….. 4
2.2 Dedak Padi ………..….……….. 6
III TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN……….. 9
3.1 Tujuan Penelitian………. 9
3.2 Manfaat Penelitian………... 9
IV MATERI DAN METODE……….. 10
4.1 Materi ……….……… 10
4.2 Metode …………..………. 13
V. HASIL DAN PEMBAHASAN……… 15
5.1 Hasil………. 15
5.2 Pembahasan………. 17
VI SIMPULAN DAN SARAN……….. 20
6.1 Simpulan……….. 20
6.2 Saran……… 20
DAFTAR PUSTAKA……….. 21
(6)
DAFTAR TABEL
Halaman
1. Tingkat penggunaan dedak padi pada ternak unggas ……… 11
2. Komposisi kimia berbagai dedak padi ………... 11
3. Komposisi bahan pakan dalam ransum itik umur 5-10 minggu ... 16
4 Komposisi zat makanan dalam ransum itik umur 5-10 minggu ... 17
5 Suplementasi enzim fitase kompleks (Phylazime) dalam Ransum yang Menggunakan 20% dedak padi terhadap performans, karkas, lemak abdomen, dan kadar kolesterol darah itik itik Bali jantan umur 10 Minggu….. 26
(7)
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Biaya produksi dalam suatu usaha peternakan, hampir 70% bersumber dari biaya pakan, sehingga perlu diusahakan pemanfaatan sumber pakan yang tersedia dengan memanfaatkan sebanyak mungkin limbah industri pertanian sebagai upaya penyediaan bahan pakan yang cukup dan berkelanjutan.
Mahalnya biaya produksi yang bersumber dari biaya ransum tersebut, dapat dipengaruhi oleh beberapa hal, salah satu diantaranya adalah pemakaian bahan baku impor, seperti bungkil kacang kedelai dan tepung ikan. Setelah jagung kuning, maka dedak padi merupakan bahan pakan yang paling banyak digunakan di dalam penyusunan ransum untuk ayam. Dedak padi merupakan limbah proses pengolahan gabah dan tidak dikonsumsi oleh manusia. Kelemahan utama dedak padi adalah kandungan serat kasarnya yang cukup tinggi, yaitu 13,0% dan adanya senyawa fitat yang dapat mengikat mineral dan protein sehingga sulit dapat dimanfaatkan oleh enzim pencernaan. Inilah yang merupakan faktor pembatas penggunaannya di dalam penyusunan ransum. Namun demikian, dilihat dari kandungan proteinnya yang berkisar antara 12-13,5% menjadikan bahan pakan ini sangat diperhitungkan di dalam penyusunan ransum unggas. Dedak padi mengandung energi termetabolis berkisar antara 1640 – 1890 kkal/kg. Kelemahan lain pada dedak padi adalah kandungan asam aminonya rendah, demikian juga halnya dengan vitamin dan mineral, sehingga penggunaanya dalam ransum maksimal 20% (Bidura et al., 2010).
Upaya mengatasi rendahnya kandungan nutrisi dedak adi tersebut dapat dilakukan melalui penggunaan enzim. Menurut Mastika (2000), penambahan enzim biasanya dilakukan pada bahan pakan yang kecernaannya rendah, sehingga dapat meningkatkan penggunaan bahan pakan tersebut. Penambahan enzim kedalam ransum, seperti enzim phytase akan dapat
(8)
memecah senyawa fitat pada dedak padi, carbohidrase (memecah karbohidrat kompleks),
dan protease (menghidrolisis protein pakan), sehingga penggunaannya dalam ransum dapat
mengatasi kelemahan nutrisi dedak padi.
Xuan et al. (2001) melaporkan bahwa pemberian 0,10-0,30% enzym kompleks dalam
ransum nyata dapat meningkatkan pertumbuhan, dan efisiensi penggunaan ransum. Dilaporkan juga bahwa enzim kompleks merupakan gabungan beberapa enzim seperti
alfa-amilase, xilanase, beta-glukonase, protease, lipase, dan phytase. Suplementasi enzim phytase
dalam ransum nyata dapat meningkatkan kecernaan bahan kering, lemak kasar, P, Zn, Mg, dan Cu, serta dapat meningkatkan retensi nitrogen, mineral Ca, P, Mg, dan Zn (Lim et al.,
2001), dapat meningkatkan pertumbuhan dan efisiensi penggunaan ransum (Selle et al.,
2003).
Dari uraian tersebut perlu kiranya diamati pengaruh penambahan enzim fitase kompleks dalam ransum berbasis dedak padi (bahan lokal) dilihat dari aspek kuantitas dan kualitas produksi telur ayam, sehingga masalah pakan khususnya dedak padi dalam dunia peternakan dapat diatasi, karena dedak padi ketersediaannya cukup banyak serta tidak bersaing dengan manusia.
1.2 Perumusan Masalah
Tingginya harga ransum, apakah mungkin dapat diturunkan dengan cara memanfaatkan bahan pakan lokal semaksimal mungkin dalam penyusunan ransum, yaitu dedak padi. Karena ketersediaan dedak padi cukup banyak dan tidak bersaing dengan manusia. Namun, penggunaan dedak padi yang tinggi dalam ransum (diatas 15%), menyebabkan nilai cerna ransum menjadi rendah yang akan berdampak pada penurunan produktivitas ayam. Akan tetapi, dengan menambahkan enzim fitase kompleks, diharapkan akan dapat meningkatkan nilai cerna ransum itu sendiri dilihat dari performans danefisiensi penggunaan ransumitik bali jantan umur 2-8 minggu.
(9)
1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengkaji bahwa penggunaan enzim fitase kompleks dapat meningkatkan nilai nutrisi dedak padi, dilihat dari performans dan efisiensi penggunaan ransum itik bali jantan umur 2-8 minggu.
(10)
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Manfaat Enzim pada Ransum
Mierop dan Ghesquire (l998) menyatakan bahwa penambahan enzim dalam ransum dapat meningkatkan efisiensi penggunaan ransum, karena enzim mempunyai peranan penting dalam proses pencernaan bahan pakan yang tidak tercerna sebelumnya. Penambahan enzim kompleks (protease, cellulase, dan hemicellulase) ternyata dapat meningkatkan pertumbuhan
dan efisiensi penggunaan ransum (Selle et al., 2003).
Simbaya et al. (2003) menyatakan bahwa suplementasi enzim phytase, carbohidrase,
dan protease dalam ransum ternyata dapat meningkatkan pertambahan berat badan dan
efisiensi penggunaan ransum. Dilaporkan juga bahwa kecernaan zat-zat makanan meningkat dengan adanya suplementasi ketiga enzim tersebut. Hasil penelitian Peng et al. (2003)
melaporkan bahwa penambahan enzim xylanase yang dikombinasikan dengan phytase dalam
ransum ternyata dapat meningkatkan pertambahan berat badan dan efisiensi penggunaan ransum pada ayam dan dapat meningkatkan energi metabolis.
Hasil penelitian pada babi yang dilakukan oleh Park et al. (2003) mendapatkan bahwa
penambahan 0,10% enzim xylanaseke dalam ransum secara nyata dapat meningkatkan
penampilan ayam, meningkatkan efisiensi penggunaan ransum, dan meningkatkan kecernaan nutrien. Hal yang sama dilaporkan juga oleh Shim et al. (2003) bahwa suplementasi 0,10%
enzim phytase dan 0,10% enzim carbohydrase dalam ransum secara nyata dapat
meningkatkan efisiensi penggunaan ransum yang disebabkan karena meningkatknya kecernaan zat-zat makanan, energi termetabolis, energi tercerna, kecernaan protein, ekstrak eter, mineral Ca, dan meningkatnya kecernaan mineral fosfor (P).
Xuan et al. (2001) melaporkan bahwa pemberian 0,10 - 0,30% enzym kompleks dalam
(11)
penggunaan ransum. Dilaporkan juga bahwa enzim kompleks merupakan gabungan beberapa enzim seperti alfa-amilase, xilanase, beta-glukonase, protease, lipase, dan phytase.
Dilaporkan juga oleh Lim et al. (2001) bahwa suplementasi enzim phytase ke dalam ransum
secara nyata dapat meningkatkan kecernaan bahan kering, lemak kasar, P, Zn, Mg, dan Cu, serta dapat meningkatkan retensi nitrogen, mineral Ca, P, Mg, dan Zn. Sebastian et al. (1996)
melaporkan bahwa suplementasi “phytase microbial” ke dalam ransum secara nyata dapat
meningkatkan konsumsi ransum, pertambahan berat badan, dan efisiensi penggunaan ransum.
2.2 Dedak Padi
Dedak padi merupakan bahan pakan yang paling banyak digunakan di dalam penyusunan ransum. Dedak padi merupakan limbah proses pengolahan gabah dan tidak dikonsumsi oleh manusia. Kelemahan utama dedak padi adalah kandungan serat kasarnya yang cukup tinggi, yaitu 13,0%. Inilah yang merupakan faktor pembatas penggunaannya di dalam penyusunan ransum. Namun demikian dilihat dari kandungan proteinnya yang berkisar antara 12-13,5% menjadikan bahan pakan ini sangat diperhitungkan di dalam penyusunan ransum unggas. Dedak padi mengandung energi termetabolis berkisar antara 1640-1890 kkal/kg.
Tabel 1. Tingkat penggunaan dedak padi pada ternak unggas
Jenis unggas Level Penggunaan
Starter Grower Finiser/Layer Ayam ras petelur 0 - 15 0 – 20 0 - 20
Broiler 5 - 20 5 – 20 5 - 20
Kalkun 5 - 8 10 – 20 10 - 25
Itik 5 - 10 5 – 15 5 - 25
Entog 5 - 10 10 – 25 10 - 30
Sumber Rasyaf (2002)
Dedak padi merupakan selaput antara beras dengan sekam padi dengan berat lebih kurang 8,50% dari berat padi. Dedak dihasilkan dari penggilingan padi menjadi beras.
(12)
Tabel 2. Komposisi kimia berbagai jenis dedak padi
Komponen (%) Dedak Kasar Dedak Halus Bekatul Pabrik Kampung
Air 10,50 10,90 11,70 12,55
Protein Kasar 6,10 13,60 10,10 10,80
Lemak Kasar 2,30 6,20 4,90 2,90
Serat kasar 26,80 8,00 15,30 4,90
Nitrogen - 50,80 48,10 61,30
Abu 15,50 8,50 9.90 7,55
Sumber Rasyaf (2002)
Dedak dapat dihasilkan dari penyosohan beras pecah kulit menjadi beras, termasuk di dalamnya lapisan kutikula dan sebagian kecil lembaga. Penggunaan dedak padi dalam ransum unggas ada batasannya, yaitu 0-15% untuk ayam petelur fase starter; 0-20% untuk ayam petelur fase grower; dan 0-20% ayam petelur fase layer. Untuk ayam broiler berkisar antara 5-20%, dan tidak lebih dari 20% karena akan dapat menurunkan produktivitas ayam. Kelemahan lain pada dedak padi adalah kandungan asam aminonya rendah, demikian juga halnya dengan vitamin dan mineral.
Kandungan protein dedak padi umumnya disebut oryzem, dan protein ini memiliki
nilai gizi yang tinggi karena banyak mengandung asam amino essesnsial. Dedak padi mengandung minyak sekitar 10-30%, dan asam lemak tidak jenuh yang cukup tinggi, yaitu berkisar antara 75-80%. Kandungan karbohidrat pada dedak pada dapat mencapai 40-49% dan sebagian besar dalam bentuk pati (Rasyaf, 2004).
(13)
III. TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN
3.1 Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengkaji bahwa penggunaan enzim fitase kompleks dapat meningkatkan nilai nutrisi dedak padi, dilihat dari performans dan efisiensi penggunaan ransum itik bali jantan umur 5-10 minggu.
3.2 Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai informasi data ilmiah untuk penelitian-penelitian lebih lanjut, khususnya bagi pengembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni.Disamping itu, juga diharapkan dapat memecahkan masalah pembangunan khususnya dalam masalah penyediaan pakan untuk itik Bali jantan, khususnya melalui peningkatan nilai nutrisi dedak padi dengan penambahan enzim.
(14)
IV. METODOLOGI
4.1 Materi
4.1.1. Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan di kandang penelitian milik petani ternak di daerah Tabanan Bali.Lama penelitian selama enam bulan mulai dari persiapan sampai penyusunan laporan. 4.1.2. Kandangdan Itik
Kandang yang digunakan adalah kandang sistem battery colony dari kawat, dengan
ukuran panjang 100 cm, lebar 40 cm, dan tinggi 40 cm. Tiap petak kandang sudah dilengkapi dengan tempat pakan dan air minum.
Itik yang digunakan adalah itik bali jantan umur lima minggu yang diperoleh dari peternak itik lokal disekitar tempat penelitian dengan berat badan homogeny.
4.1.3. Enzim Fitase Kompleks
Sebagai sumber enzim fitase kompleks digunakan enzim Phylazime dalam bentuk bubuk yang terdiri dari campuran beberapa enzim, yaitu enzim phytase, amilase,dan
proteinase yang diproduksi oleh IP2TP, Denpasar bekerjasama dengan Bappeda Tk. I Bali.
4.1.4. Ransum
Ransum yang digunakan disusun berdasarkan perhitungan menurut tabel komposisi zat-zat makanan dari Scott et al. (l982) yang terdiri dari: jagung kuning, dedak padi, bungkil
kelapa, kacang kedele, tepung ikan, dan garan dapur (NaCl). Ransum disusun isokalori (ME: 2900 kkal/kg) dan isoprotein (CP: 17%).
Tabel 3. Komposisi bahan pakan dalam ransum itik umur 5-10 minggu
Komposisi Pakan Perlakuan1)
A B C
(15)
Dedak padi 10,00 20,00 20,00
Bungkil kelapa 13,00 3,40 2,92
Tepung ikan 13,05 14,30 14,30
Kacang kedelai 4,55 5,80 6,10
Garam (NaCl) 0,30 0,30 0,30
Enzim Phylazime - - 0,30
Total 100 100 100
Keterangan:
1. Ransum basaldengan 10% dedak padi (sebagai kontrol (A); dengan 20% dedak padi(B); dan ransum dengan 20% dedak padiyang disuplementasi 0,30% enzim Phylazim (C)
Tabel 4. Komposisi zat makanan dalam ransum itik umur 5-10 minggu1)
Zat Makanan Perlakuan3) Standar2)
A B C
Energi termetabolis (kkal/kg) 2900 2900 2900 2900 Protein kasar ( % ) 17 17 17 17.00 Serat kasar ( % ) 5,83 7,18 7,23 5-7 Lemak kasar ( % ) 4,69 4,47 4,41 5-10 Ca ( % ) 1,07 1,16 1,16 0.8-1.2 P-tersedia ( % ) 0,63 0,68 0,68 0.40 Arginin ( % ) 1,44 1,39 1,38 1.00 Lysin ( % ) 1,24 1,36 1,36 0.82 Metionin+sistein ( % ) 0,76 0,82 0,82 0.60 Keterangan :
1. Berdasarkan perhitungan Scott et al. (1982) 2. Berdasarkan standar Farrell (1995)
3. Ransum basal dengan 10% dedak padi (sebagai kontrol (A); dengan 20% dedak padi(B); dan ransum dengan 20% dedak padiyang disuplementasi 0,30% enzim Phylazim (C)
4.1.5 Alat-alat
Alat–alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah timbangan merk “tanita“ kapasitas 3.000 g kepekaan 10 g, digunakan untuk menimbang ayam dan menimbang ransum. Timbangan “tricle brand“ kapasitas 500 g kepekaan 0,10 g digunakan untuk menimbang komposisi tubuh dan bagian–bagian lemak tubuh, serta penimbangan enzim Phylazime. Kantong plastik sebagai tempat ransum jadi, ember plastik, pisau bedah, talenan, kertas koran, dan alat–alat tulis.
(16)
4.2 Metode
4.2.1. Rancangan Penelitian
Rancangan yang digunakan adalah rancangan acak lengkap (RAL) dengan tiga perlakuan dan enam kali ulangan. Tiap ulangan (unit percobaan) menggunakan enam ekor itik bali jantan umur lima minggu dengan berat badan homogen. Ke empat perlakuan tersebut adalah:
Ransum basal dengan kandungan dedak padi 10% tanpa suplementasi enzim Phylazim sebagai kontrol (A)
Ransum basal dengan kandungan dedak padi 20% tanpa suplementasi enzim Phylazim sebagai kontrol (C).
Ransum dengan dengan kandungan dedak padi 20% dan dengan suplementasi 0,30% enzim Phylazime (D).
4.2.3 Prosedur Penelitian
Dari 200 ekor itik bali jantan, diambil sampel secara acak sebanyak 50 ekor untuk ditimbang dan dicari bobot rata-rata (x). Bobot rata–rata tersebut dipakai untuk membuat kisaran berat badan, yaitux 5 %. Itik yang dipakai adalah itik yang bobot badannya masuk dalam kisaran bobot badan yang dibuat. Kemudian itik disebar secara acak pada masing-masing petak kandang yang jumlahnya 18 buah, dan setiap petak kandang terisi enam ekor itik, sehingga mendapatkan 108 ekor itik yang mempunyai bobot badan yang relatif homogen.
Sebelum itik dimasukkan ke dalam kandang, terlebih dahulu kandang dibersihkan dan disemprot dengan antiseptik. Pada permulaan pemeliharaan itik yang baru tiba diberi vitachick selama tiga hari dengan tujuan untuk meningkatkan daya tahan tubuh.Vaksinasi Newcactle Desease (ND) dan Gumboro telah dilakukan oleh peternak.
(17)
4.2.2. Pencampuran Ransum
Pencampuran ransum diawali dengan penimbangan bahan ransum, kemudian dilanjutkan dengan penimbangan enzim Phylazime sebanyak 0,30%. Pencampuran ransum dilakukan di atas lembaran plastik, kemudian dibagi menjadi empat bagian yang sama dan dicampur rata. Selanjutnya dicampur silang sehingga diperoleh campuran yang homogen. Campuran yang telah jadi dimasukkan ke dalam kantong plastik kemudian diberi kode sesuai dengan perlakuan, dan selanjutnya ditimbang kembali. Pencampuran ransum dilakukan seminggu sekali.
4.2.3. Pemberian Ransum dan Air Minum
Ransum dan air minum diberikan ad libitum. Pemberian ransum dilakukan dengan
cara mengisi ¾ bagian dari tempat ransum untuk menghindari tercecernya ransum pada saat itik makan. Air minum yang diberikan berasal dari PAM. Penambahan air minum dilakukan setiap air minum hampir habis, dan penggantian air minum dilakukan setiap pagi.
4.2.4. Pemotongan Itik
Pengambilan itik yang akan dipotong dilakukan pada akhir penelitian, yaitu semua itik perlakuan, jadi jumlah itik yang dipotong sebanyak 108 ekor. Sebelum ditimbang, semua itik dipuasakan selama 12 jam. Itik dipotong pada bagian Vena jungularis yang terletak diantara
tulang kepala dengan ruas tulang leher pertama (USDA, 1977). 4.2.5 Pemisahan Bagian-bagian Tubuh
Pemisahan bagian-bagian tubuh didahului dengan pencabutan bulu, dengan mencelupkan itik yang telah mati ke dalam air dingin kemudian ke dalam air panas dengan suhu 70o-80oC selama 0,5-1,0 menit. Selanjutnya dilakukan pengeluaran saluran pencernaan, pengeluaran organ dalam, dan pemilahan serta penimbangan lemak tubuh, yaitu lemak yang melekat pada bagian usus, lemak perut, lemak empedal, dan lemak subkutan termasuk kulit.
(18)
4.2.4. Variabel yang Diamati
Variabel yang diamati atau di ukur dalam penelitian ini adalah:
1. Konsumsi ransum: konsumsi ransum diukur setiap dua minggu sekali, yaitu selisih antara jumlah ransum yang diberikan dengan sisa ransum.
2. Berat badan akhir dan pertambahan berat badan itik: berat badan akhir diperoleh dengan menimbang semua itik pada akhir penelitian. Pertambahan berat badan merupakan selisih antara berat badan akhir dengan berat badan awal. Sebelum penimbangan berat badan, itik terlebih dahulu dipuasakan lebih kurang selama 12 jam, sedangkan air minum tetap diberikan.
3. Feed Conversion Ratio (FCR): merupakan perbandingan antara jumlah ransum yang
dikonsumsi dengan pertambahan berat badan. Merupakan tolok ukur untuk menilai tingkat efisiensi penggunaan ransum. Semakin rendah nilai FCR, semakin tinggi efisiensi penggunaan ransumnya, demikian sebaliknya.
4. Distribusi lemak pada tubuh itik, yaitu lemak bantalan, lemak mesenterium, lemak empedal, dan lemak abdominal.
5. Kolesterol darah: pengambilan darah dilakukan dua kali, yaitu sebelum perlakuan diberikan (pre-treatment) dan minggu ketiga setelah perlakuan diberikan (
post-treatment). Sampel darah diambil dari pembuluh vena di bagian sayap, mempergunakan
spuit dengan jarum No. 25, sebanyak 1,5 ml, dibiarkan membeku, selanjutnya di pusing dan serumnya diambil untuk pemeriksaan: kolesterol total (Smith dan Mangkoewidjojo, l987).
(19)
4.2.5. Analisis Statistik
Data yang diperoleh dianalisis dengan sidik ragam, dan apabilia diantara perlakuan menunjukkan adanya perbedaan yang nyata (P<0,05) dilanjutkan dengan uji jarak berganda dari Duncan (Steel dan Torrie, l989).
(20)
V. HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1Hasil
5.1.1. Konsumsi Ransum
Hasil penelitian menunjukkan bahwa rataan jumlah ransum yang dikonsumsi oleh oleh itik yang diberi perlakuan kontrol adalah 5027,48 g/ekor/5 minggu (Tabel 5). Rataan jumlah ransum yang dikonsumsi selama lima minggu oleh perlakuan B dan C masing-masing: 5,64% dan 0,30% lebih rendah daripada kontrol dan secara statistik tidak berbeda nyata (P>0,05).
5.1.2. Berat Badan Akir dan Pertambahan Berat Badan
Berat badan akir itik perlakuan kontrol adalah 1606,35 g/ekor (Tabel 5). Berat badan akhir itik yang mendapat perlakuan B adalah 8,53% nyata (P<0,05) lebih rendah daripada kontrol, sedangkan berat badan itik perlakuan C adalah 0,65% tidak nyata (P>0,05) lebih rendah daripada kontrol.
Rataan pertambahan berat badan selama lima minggu penelitian pada itik yang mendapat perlakuan kontrol adalah 1054,72 g/5 minggu (Tabel 5). Pertambahan berat badan itik yang mendapat perlakuan B sebesar 13,17% nyata (P<0,05) lebih rendah daripada perlakuan A, sedangkan perlakuan C adalah sebesar 1,20% tidak nyata (P>0,05) lebih rendah daripada kontrol (A).
5.1.3. Feed Conversion Ratio (FCR)
Nilai FCR rata-rata selama lima minggu pada itik yang mendapat perlakuan ransum kontrol adalah 4,77/ekor (Tabel 5). Rataan nilai FCR pada itik perlakuan B adalah 8,60% nyata (P<0,05) lebih tinggi dari pada itik kontrol, sedangkan rataan nilai FCR pada itik perlakuan C adalah 0,84% tidak nyata (P>0,05) lebih tinggi daripada kontrol (A).
(21)
Tabel 5. Suplementasi enzim fitase kompleks (Phylazime) dalam ransum yang Menggunakan 20% dedak padi terhadap performans, karkas, lemak abdomen, dan kadar kolesterol darah itik itik Bali jantan umur 10 Minggu.
Variabel Perlakuan 1) SEM 2)
A B C
Konsumsi ransum (g/ekor/5 minggu) 5027,48a3) 4743,89a 5012,45a 108,312
Berat badan akhir(g/ekor) 1606,35a 1469,37b 1595,92a 32,081
Pertambahan berat badan (g/ekor/5 minggu) 1054,72a 915,81b 1042,09a 30,752
FCR 4,77a 5,18b 4,81a 0,105
Bobot potong(g/ekor) 1661,72a 1470,36b 1598,27a 34,724
Berat karkas(g/ekor) 1012,15a 898,39b 979,73a 26,036
Lemak abdomen (% berat badan) 3,27a 2,85b 2,92b 0,092
Kolesterol serum darah (mg/dl) 191,07a 172,62b 169,39b 4,907
Keterangan :
1. Ransum basal dengan 10% dedak padi (sebagai kontrol (A); dengan 20% dedak padi (B); dan ransum dengan 20% dedak padi yang disuplementasi 0,30% enzim Phylazime (C) 2. SEM : “Standard Error Of The Treatment Means”
3. Nilai dengan huruf yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata (P<0,05).
5.1.4. Bobot Potong
Rataan berat potong itik yang mendapat perlakuan control adalah 1661,72 g/ekor (Tabel 5). Berat potong itik perlakuan B adalah 11,52% nyata (P<0,05) lebih rendah daripada control, sedangkan rataan berat potong itik perlakuan C adalah 3,82% tidak nyata (P>0,05) lebih rendah daripada control.
5.1.5. Berat Karkas
Berat karkas itik yang mendapat perlakuan control adalah 1012,15 g/ekor (Tabel 5). Berat karkas itik yang mendapat perlakuan B adalah 11,24% nyata (P<0,05) lebih rendah daripada control dan berat karkas itik perlakuan C adalah 3,20% tidak nyata (P>0,05) lebih rendah daripada kontrol.
(22)
5.1.6. Abdominal-Fat
Rataan jumlah lemak abdomen pada itik perlakuan A adalah 3,27% berat badan (Tabel 5). Rataan jumlah lemak abdomen pada itik perlakuan B dan C adalah 12,84% dan 10,70% nyata (P<0,05) lebih tinggi daripada kontrol.
5.1.7. Kolesterol Serum Darah
Hasil analisis laboratorium menunjukkan bahwa kadar kolesterol serum darah itik yang mendapat perlakuan kontrol adalah 191,07mg/dl (Tabel 5). Sedangkan kadar kolseterol serum darah itik perlakuan B dan C masing-masing: 9,66% dan 11,35% nyata (P<0,05) lebih rendah daripada kontrol.
5.2 Pembahasan
Hasil penelitian menunjukkan bahwa peningkatan penggunaan dedak padi dalam ransum dari 10% menjadi 20% dengan maupun tanpa suplementasi enzim Phylazime ternyata tidak berpengaruh nyata terhadap jumlah ransum yang dikonsumsi oleh itik. Hal ini disebabkan karena kandungan energi pada ketiga perlakuan sama. Itik mengkonsumsi ransum adalah untuk memenuhi kebutuhan energi. Seperti dilaporkan oleh Rasyaf (1994), bahwa kandungan energi ransum sangat mempengaruhi tingkat konsumsi ransum. Hal ini disebabkan karena ternak unggas mengkonsumsi ransum untuk memenuhi kebutuhan akan energi.
Berat badan akhir dan pertambahan berat badan itik menurun secara nyata dengan meningkatnya penggunaan dedak padi dalam ransum (perlakuan B). Hal ini disebabkan karena tingginya kandungan serat kasar dan asam fitat dalam dedak padi, menyebabkan protein dan fosfor yang terkandung di dalamnya tidak dapat diserap oleh ternak unggas (Scott
et al., 1982). Hal inilah yang menyebabkan dedak padi tidak dapat digunakan secara
berlebihan (Rasyaf, 1990). Pada perlakuan C pertambahan berat badan yang dihasilkan nyata lebih tinggi dibanding dengan perlakuan B. Hal ini disebabkan karena adanya enzim
(23)
kompleks yang berfungsi meningkatkan proses pencernaan zat-zat makanan dalam saluran pencernaan itik, sehingga meningkatkan penyerapan zat-zat makanan yang menyebabkan peningkatan berat badan (Anon., 2002). Dilaporkan oleh Setiawan (2002), bahwa penambahan enzim kompleks 0,20% pada ransum komersial dapat meningkatkan berat badan broiler dibandingkan tanpa penggunaan enzim kompleks. Enzim lipaseyang terkandung
dalam enzim Phylazime mampu mengubah lemak menjadi asam lemak dan gliserol yang berfungsi membantu proses pencernaan, sehingga proses penyerapan zat-zat makanan dapat meningkat dan mampu menyamai kontrol.
Meningkatan penggunaan dedak padi dalam ransum nyata menurunkan efisiensi penggunaan ransum. Hal ini disebabkan karena pada perlakuan B pertambahan berat badan lebih rendah walaupun konsumsi ransumnya sama, yang menyebabkan nilai FCR tinggi, karena FCR adalah perbandingan antara jumlah ransum yang dikonsumsi dengan pertambahan berat badan. Wenk dan Hadorn (1994), melaporkan bahwa penambahan enzim
lipase dalam ransum secara nyata meningkatkan efisiensi penggunaan ransum. Efisiensi
penggunaan ransum pada ayam perlakuan C lebih tinggi dibandingkan dengan ayam perlakuan B. Hal ini disebabkan karena adanya enzim kompleks yang terdiri dari enzim protease, phytase, dan lipase yang berfungsi memperbaiki efisiensi ransum yang nantinya
dapat mengoptimalkan proses pencernaan bahan makanan sehingga dapat meningkatkan pertambahan berat badan. Hal yang sama dilaporkan oleh Setiawan (2002), bahwa penambahan 0,20% enzim kompleks pada ransum komersial dapat memperbaiki efisiensi penggunaan ransum pada ayam sebesar 12,20% lebih tinggi dibandingkan tanpa penggunaan enzim kompleks. Sedangkan pada perlakuan C angka FCR berbeda tidak nyata dibandingkan perlakuan A. Hal ini disebabkan karena peranan enzim kompleks pada perlakuan C memberi pertambahan berat badan sama. Graham (1996) menegaskan bahwa pemberian enzim lipase
(24)
Penambahan enzim mampu meningkatkan effisiensi pencernaan ransum, sehingga zat-zat makanan lebih mudah diserap tubuh khususnya protein, karena protein merupakan zat makanan yang berpengaruh terhadap metabolisme tubuh, membangun jaringan tubuh, dan sebagai sistem enzim yang dibutuhkan untuk proses pencernaan, produksi, dan reproduksi (Anon., 2000). Dilaporkan oleh Selle et al. (2003) bahwa penambahan enzim xylanase dan
phytase ke dalam ransum dapat meningkatkan bobot badan ayam.
Tingginya kandungan kalsium dan fosfor dalam dedak padi yang diikat dalam bentuk asam fitat menyebabkan fosfor yang terkandung didalamnya tidak dapat dicerna dan dimanfaatkan oleh itik, sehingga menyebabkan terhambatnya pertumbuhan yang pada akhirnya akan menurunkan berat karkas. Hanafi (2001) melaporkan bahwa adanya kandungan asam fitat yang berada dalam bentuk kompleks dengan protein, pektin, dan polisakarida bukan pati menyebabkan penggunaan dedak padi menjadi terbatas, sehingga untuk mengatasinya digunakan enzim.
Suplementasi 0,30% enzim Phylazime dalam ransum yang menggunakan 20% dedak padi (perlakuan C) ternyata dapat menghasilkan bobot potong dan bobot karkas dibandingkan dengan perlakuan B (tanpa enzim Phylazime) dan mendekati sama dengan kontrol (A). Hal ini disebabkan karena adanya penambahan enzim, sehingga dapat memperbaiki mutu ransum yang berkualitas rendah seperti dedak padi.
Berat potong dan berat karkas itik menurun pada perlakuan B. Hal ini disebabkan karena peningkatan konsumsi serat kasar. Serat kasar tidak dapat dicerna oleh ternak unggas sehingga secepatnya dikeluarkan dari saluran pencernaan. Dilaporkan oleh Bidura et al.
(l996) bahwa laju aliran ransum dalam saluran pencernaan ayam semakin cepat dengan semakin tingginya kandungan serat kasar dalam ransum, sehingga peluang penyerapan zat makanan menjadi berkurang. Penurunan tersebut dapat juga disebabkan karena tingginya
(25)
kandungan serat kasar ransum dapat menyebabkan penurunan kecernaan energi (Siri et al.,
1992) dan penyerapan lemak (Sutardi 1997).
Suplementasi 0,30% enzim Phylazime dalam ransum yang menggunakan 20% dedak padi ternyata dapat menurunkan persentase pad fat, lemak empedal, lemak abdominal,
dibandingkan dengan tanpas suplementasi pada ransum yang menggunakan 20% dedak padi (perlakuan B). Hal ini disebabkan adanya enzim lipase dalam Phylazime yang mampu
mendegradasi lemak menjadi asam lemak dan gliserol. Asam lemak masuk ke dalam siklus krebs, sehingga menghasilkan energi yang digunakan untuk memecah asam amino dengan bantuan enzim protease berguna untuk mensintesa protein daging. Protein merupakan
komponen utama untuk sintesis daging sehingga pada akhirnya menurunkan penimbunaan lemak dalam tubuh dan meningkatkan persentase daging. Menurut Hanafi (2001), enzim
lipase mampu meningkatkan energi metabolis dedak padi sehingga mampu meningkatkan
penggunaan dedak padi dalam ransum.
Serat kasar sangat efektif dalam mengencerkan garam empedu dan derivatnya, sehingga penyerapan lemak berkurang dengan semakin meningkatnya konsumsi serat kasar. Garam-garam empedu tersebut sangat dibutuhkan sekali untuk mengemulsikan lemak dan kolesterol yang dimakan sehingga bisa dicerna oleh enzim lipase (Siregar et al., 1982).
Menurut Seaton et al. (l978), konsumsi protein, asam amino lysine, dan metionin yang
meningkat menyebabkan penurunan deposisi lemak dalam tubuh. Dilaporkan oleh Hussein dan Al-Batshan (l999) bahwa meningkatnya konsumsi protein secara nyata menyebabkan menurunnya jumlah lemak abdomen, serta meningkatnya persentase karkas ayam. Dilaporkan juga oleh Jorgensen et al. (l996) bahwa meningkatnya konsumsi serat kasar oleh
ayam pedaging menyebabkan energi pakan yang diretensi dalam tubuh lebih banyak digunakan untuk pembentukan protein daripada lemak. Hasil penelitian ini didukung oleh
(26)
Suryani et al. (2000) yang mendapatkan bahwa distribusi lemak dalam tubuh menurun
dengan semakin meningkatnya kandungan serat kasar dalam ransum.
Penggunaan 20% dedak padi dalam ransum dengan dan tanpa suplementasi 0,30% enzim Phylazime nyata dapat menurunkan kandungan kolesterol dalam serum darah itik. Hal ini disebabkan karena kandungan serat kasar ransum dan konsumsi serat kasar meningkat yang menyebabkan laju aliran ransum meningkat dan sebagai akibatnya kolesterol di dalam ransum akan keluar melalui gerakan usus, sedangkan garam empedu akan diserap kembali ke dalam darah untuk diedarkan kembali sebagai kolesterol (Suhendra, l992). Pendapat ini didukung oleh Linder (l985) dan Menge et al. (l974) bahwa fraksi serat kasar, yaitu pektin
ternyata dapat mengikat asam empedu dan kolesterol, sehingga meningkatnya ekskresi asam empedu dan kolesterol dalam feses. Kolesterol ini kemudian berfungsi untuk membentuk asam empedu yang sangat diperlukan untuk mengemulsikan lemak yang dimakan, sehingga bisa dicerna di dalam usus (Abubakar, l992). Disamping itu, adanya kemampuan fraksi selulosa yang mampu mengikat kolesterol di dalam saluran pencernaan sebesar empat kali berat molekul dari selulosa itu sendiri (Anon., l996 dalam Bidura et al., l996). Lebih lanjut
dilaporkan juga bahwa lemak makanan yang dimakan dalam usus dicerna oleh enzim pancreas dan diemulsikan oleh garam empedu menjadi micelles atau kilomikron. Micelles
inilah yang diserap oleh tubuh sebagai sumber tenaga, bahan dasar pembentuk kolesterol yang kemudian didefositkan pada bagian organ tubuh tertentu seperti daging. Menurut Linder (l985), penurunan kolesterol serum darah, juga disebabkan karena serat kasar mengikat kolesterol secara langsung, juga mengikat asam empedu intraluminal dan menghambat sirkulasi enterohepatik asam empedu. Dilaporkan juga oleh Anderson (l994) bahwa aksi utama yang menyebabkan penurunan penyerapan kolesterol pada ransum berserat tinggi adalah sebagai akibat meningkatnya akskresi emak, asam empedu dan kolesterol dari tubuh ayam. Beberapa hasil penelitian yang mendukung penelitian ini adalah penggunaan
(27)
kulit kacang kedele dalam ransum ternyata dapat menurunkan kadar LDL dan trigliserida darah (Bakhit et al., l994) dan menurunkan kadar kolesterol, trigliserida dan LDL darah
(28)
VI. SIMPULAN DAN SARAN
6. 1 Simpulan
Berdasarkan penelitian ini dapat disimpulkan hal-hal sebagai berikut ini.
1. Suplementasi 0,20% enzim fitase kompleks (Phylazime) dalam ransum yang menggunakan 20% dedak padi dapat meningkatkan pertambahan berat badan, berat badan akhir, berat karkas, dan efisiensi ransum, serta menurunkan jumlah lemak abdomen dan kadar kolesterol serum darah itik Bali jantan umur 5-10 minggu dibandingkan dengan perlakuan ransum dengan 20% dedak padi tanpa suplementasi enzim fitase kompleks
2. Penggunaan 20% dedak padi dalam ransum itik Bali jantan umur 5-10 minggunyata menurunkan pertambahan berat badan, karkas, dan efisiensi penggunaan ransum, serta meningkatkan lemak dan konsentrasi kolesterol serum darah itik dibandingkan dengan kontrol (ransum dengan 10% dedak padi).
6.2 Saran
Berdasarkan hasil penelitian ini dapat disarankan bahwa dengan penggunaan 20% dedak padi dalam ransum itik Bali jantan umur 5-10minggu dapat direkomendasikan apabila disuplementasi dengan 0,20% enzim fitase kompleks (Phylazim).
Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut tentang level optimal penggunaan enzim Phylazim dalam ransum berbasis dedak padi.
(29)
DAFTAR PUSTAKA
Bidura, I.G.N.G., D.A. Candrawati, dan D.P.M.A. Candrawati. 2010. Pakan Unggas. Konvensional dan Inkonvensional. Penerbit Udayana University Press, Denpasar. Essary, E.O., B.W. Sheldon and L.C. Sharon. l977. Relationship Between Shell and Shell
Mambrane Strength and Other Egg Shell Characteristics. Poultry Sci. 56: 1882-1888. Hughes, R.J. l974. The Assesment of Egg Quality. International Training Course in Poultry
Husbandry Dept. of Agric. NSW.
Kubena, L.F., J.W. Deaton, F.C. Chen and F.N. Reece. l974. Factors Influencing The Quality af Abdominal Fat in Broilers. 2. Cage Versus Floor Rearing. Poultry Sci. 53: 574-576 Lim, H. S., H. Namkung, J. S. Um, K. R. Kang, B. S. Kim, and I. K. Paik. 2001. The Effects
of Phytase Supplementation on The Performance of Broiler Chickens Fed Diets with Different Levels of Non-Phytase Phosphorus. Asian-Aust. J. Anim. Sci. 14 (2): 250 – 257
Mastika, I M. 2000. Ilmu Nutrisi Unggas. Penerbit Universitas Udayana, Denpasar
Mierop, V. D. and Ghesquiere. 1998. Enzymes have a Long Life. World Poultry No. 11 Vol 14: 13
Park, J. S., I. H. Kim, J. D. Hancock, C. L. Wyatt, K. C. Behnke, and G. A. Kennedy. 2003. Effects of Expander Processing and Enzyme Supplementation of Wheat Based Diets for Finishing Pigs. Asian-Aust. J. Anim. Sci. 16 (2): 248 – 256
Peng, Y. L., Y. M. Guo, and J. M. Yuan. 2003. Effects of Microbial Phytase Replacing Partial Inorganic Phosphorus Supplementation and Xylanse on The Growth Performance and Nutrient Digestibility in Broiler Fed Wheat-Based Diets. Asian-Aust. J. Anim. Sci. 16 (2): 239-247
Plummer, D.T. l977. An Introduction to Practical Biochemestry. McGraw-Hill Book Co., Ltd. New Delhi.
Rasyaf, M. 2002. bahan Makanan Unggas di Indonesia. Cetakan ke-9 Penerbit Kanisius, Yogyakarta
Rasyaf, M. 2004. Seputar Makanan Ayam Kampung. Cetakan ke-8, Penerbit Kanisius, Yogyakarta
Scott, M.L., M.C. Neisheim and R.J. Young. l982. Nutrition of The Chickens. 2nd Ed. Publishing by: M.L. Scott and Assoc. Ithaca, New York.
Sebastian, S., S. P. Touchburn, E. R. Chavez and P. C. Laque. 1996. The Effects of Supplemental Microbial Phytase on The Performance and Utilization of Dietary Calcium, Phosphorus, Copper, and Zinc in Broiler Chickens Fed Corn-Soybean Diets. Poult. Sci. 75: 729 - 736
(30)
Selle, P. H., K. H. Huang and W. I. Muir. 2003. Effect of Nutrient Specifications and Xylanase plus Phytase Supplementation of Wheta Bared Diets on Growth Performance and Carcass Traits of Broiler Chicks. Asian-Aust. J. Anim. Sci. 16 (10): 1501 - 1509
Shim, Y. H., B. J. Chae, and J. H. Lee. 2003. Effects of Phytase and Carbohydrases Supplementation to Diets with Partial Replacement of Soybean Meal with Rapeseed and Cottonseed Meal on Growth Performance and Nutrient Digestibility of Growing Pigs. Asian-Aust. J. Anim. Sci. 16 (9): 1339-1347.
Simbaya, J., B. A. Slominski, W. Guenter, A. Morgan and L. D. Cambell. 1996. The Effects of Protease and carbohydrase on The Nutritive Value of Canola Meal for Poultry : In Vitro and In Vivo Studies. Anim. Feed. Sci. Technoll. 61: 219-234
Stadelman, W.J. and O.J. Cotterill. l973. Egg Science and Technology. The AVI Publishing Co. Inc., Westport, Connecticut.
Steel, R.G.D. and J.H. Torrie. l989. Principles and Procedures of Statistics. 2nd Ed. McGraw-Hill International Book Co., London.
USDA. l977. Poultry Grading Manual. U.S. Goverment Printing Office Washington, D.C. 20402
Xuan, Z. N., J. D. Kim, J. H. Lee, Y. K. Han, K. M. Park, and I. K. Han. 2001. Effects of Enzyme Compleks on Growth Performance and Nutrient Digestibility in Pigs Weaned at 14 days of Age. Asian-Aust. J. Anim. Sci. 14 (2): 231 - 236
(1)
kandungan serat kasar ransum dapat menyebabkan penurunan kecernaan energi (Siri et al., 1992) dan penyerapan lemak (Sutardi 1997).
Suplementasi 0,30% enzim Phylazime dalam ransum yang menggunakan 20% dedak padi ternyata dapat menurunkan persentase pad fat, lemak empedal, lemak abdominal, dibandingkan dengan tanpas suplementasi pada ransum yang menggunakan 20% dedak padi (perlakuan B). Hal ini disebabkan adanya enzim lipase dalam Phylazime yang mampu mendegradasi lemak menjadi asam lemak dan gliserol. Asam lemak masuk ke dalam siklus krebs, sehingga menghasilkan energi yang digunakan untuk memecah asam amino dengan bantuan enzim protease berguna untuk mensintesa protein daging. Protein merupakan komponen utama untuk sintesis daging sehingga pada akhirnya menurunkan penimbunaan lemak dalam tubuh dan meningkatkan persentase daging. Menurut Hanafi (2001), enzim lipase mampu meningkatkan energi metabolis dedak padi sehingga mampu meningkatkan penggunaan dedak padi dalam ransum.
Serat kasar sangat efektif dalam mengencerkan garam empedu dan derivatnya, sehingga penyerapan lemak berkurang dengan semakin meningkatnya konsumsi serat kasar. Garam-garam empedu tersebut sangat dibutuhkan sekali untuk mengemulsikan lemak dan kolesterol yang dimakan sehingga bisa dicerna oleh enzim lipase (Siregar et al., 1982). Menurut Seaton et al. (l978), konsumsi protein, asam amino lysine, dan metionin yang meningkat menyebabkan penurunan deposisi lemak dalam tubuh. Dilaporkan oleh Hussein dan Al-Batshan (l999) bahwa meningkatnya konsumsi protein secara nyata menyebabkan menurunnya jumlah lemak abdomen, serta meningkatnya persentase karkas ayam. Dilaporkan juga oleh Jorgensen et al. (l996) bahwa meningkatnya konsumsi serat kasar oleh ayam pedaging menyebabkan energi pakan yang diretensi dalam tubuh lebih banyak digunakan untuk pembentukan protein daripada lemak. Hasil penelitian ini didukung oleh
(2)
Suryani et al. (2000) yang mendapatkan bahwa distribusi lemak dalam tubuh menurun dengan semakin meningkatnya kandungan serat kasar dalam ransum.
Penggunaan 20% dedak padi dalam ransum dengan dan tanpa suplementasi 0,30% enzim Phylazime nyata dapat menurunkan kandungan kolesterol dalam serum darah itik. Hal ini disebabkan karena kandungan serat kasar ransum dan konsumsi serat kasar meningkat yang menyebabkan laju aliran ransum meningkat dan sebagai akibatnya kolesterol di dalam ransum akan keluar melalui gerakan usus, sedangkan garam empedu akan diserap kembali ke dalam darah untuk diedarkan kembali sebagai kolesterol (Suhendra, l992). Pendapat ini didukung oleh Linder (l985) dan Menge et al. (l974) bahwa fraksi serat kasar, yaitu pektin ternyata dapat mengikat asam empedu dan kolesterol, sehingga meningkatnya ekskresi asam empedu dan kolesterol dalam feses. Kolesterol ini kemudian berfungsi untuk membentuk asam empedu yang sangat diperlukan untuk mengemulsikan lemak yang dimakan, sehingga bisa dicerna di dalam usus (Abubakar, l992). Disamping itu, adanya kemampuan fraksi selulosa yang mampu mengikat kolesterol di dalam saluran pencernaan sebesar empat kali berat molekul dari selulosa itu sendiri (Anon., l996 dalam Bidura et al., l996). Lebih lanjut dilaporkan juga bahwa lemak makanan yang dimakan dalam usus dicerna oleh enzim pancreas dan diemulsikan oleh garam empedu menjadi micelles atau kilomikron. Micelles inilah yang diserap oleh tubuh sebagai sumber tenaga, bahan dasar pembentuk kolesterol yang kemudian didefositkan pada bagian organ tubuh tertentu seperti daging. Menurut Linder (l985), penurunan kolesterol serum darah, juga disebabkan karena serat kasar mengikat kolesterol secara langsung, juga mengikat asam empedu intraluminal dan menghambat sirkulasi enterohepatik asam empedu. Dilaporkan juga oleh Anderson (l994) bahwa aksi utama yang menyebabkan penurunan penyerapan kolesterol pada ransum berserat tinggi adalah sebagai akibat meningkatnya akskresi emak, asam empedu dan kolesterol dari tubuh ayam. Beberapa hasil penelitian yang mendukung penelitian ini adalah penggunaan
(3)
kulit kacang kedele dalam ransum ternyata dapat menurunkan kadar LDL dan trigliserida darah (Bakhit et al., l994) dan menurunkan kadar kolesterol, trigliserida dan LDL darah (Piliang et al., l996).
(4)
VI. SIMPULAN DAN SARAN
6. 1 Simpulan
Berdasarkan penelitian ini dapat disimpulkan hal-hal sebagai berikut ini.
1. Suplementasi 0,20% enzim fitase kompleks (Phylazime) dalam ransum yang menggunakan 20% dedak padi dapat meningkatkan pertambahan berat badan, berat badan akhir, berat karkas, dan efisiensi ransum, serta menurunkan jumlah lemak abdomen dan kadar kolesterol serum darah itik Bali jantan umur 5-10 minggu dibandingkan dengan perlakuan ransum dengan 20% dedak padi tanpa suplementasi enzim fitase kompleks
2. Penggunaan 20% dedak padi dalam ransum itik Bali jantan umur 5-10 minggunyata menurunkan pertambahan berat badan, karkas, dan efisiensi penggunaan ransum, serta meningkatkan lemak dan konsentrasi kolesterol serum darah itik dibandingkan dengan kontrol (ransum dengan 10% dedak padi).
6.2 Saran
Berdasarkan hasil penelitian ini dapat disarankan bahwa dengan penggunaan 20% dedak padi dalam ransum itik Bali jantan umur 5-10minggu dapat direkomendasikan apabila disuplementasi dengan 0,20% enzim fitase kompleks (Phylazim).
Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut tentang level optimal penggunaan enzim Phylazim dalam ransum berbasis dedak padi.
(5)
DAFTAR PUSTAKA
Bidura, I.G.N.G., D.A. Candrawati, dan D.P.M.A. Candrawati. 2010. Pakan Unggas. Konvensional dan Inkonvensional. Penerbit Udayana University Press, Denpasar. Essary, E.O., B.W. Sheldon and L.C. Sharon. l977. Relationship Between Shell and Shell
Mambrane Strength and Other Egg Shell Characteristics. Poultry Sci. 56: 1882-1888. Hughes, R.J. l974. The Assesment of Egg Quality. International Training Course in Poultry
Husbandry Dept. of Agric. NSW.
Kubena, L.F., J.W. Deaton, F.C. Chen and F.N. Reece. l974. Factors Influencing The Quality af Abdominal Fat in Broilers. 2. Cage Versus Floor Rearing. Poultry Sci. 53: 574-576 Lim, H. S., H. Namkung, J. S. Um, K. R. Kang, B. S. Kim, and I. K. Paik. 2001. The Effects
of Phytase Supplementation on The Performance of Broiler Chickens Fed Diets with Different Levels of Non-Phytase Phosphorus. Asian-Aust. J. Anim. Sci. 14 (2): 250 – 257
Mastika, I M. 2000. Ilmu Nutrisi Unggas. Penerbit Universitas Udayana, Denpasar
Mierop, V. D. and Ghesquiere. 1998. Enzymes have a Long Life. World Poultry No. 11 Vol 14: 13
Park, J. S., I. H. Kim, J. D. Hancock, C. L. Wyatt, K. C. Behnke, and G. A. Kennedy. 2003. Effects of Expander Processing and Enzyme Supplementation of Wheat Based Diets for Finishing Pigs. Asian-Aust. J. Anim. Sci. 16 (2): 248 – 256
Peng, Y. L., Y. M. Guo, and J. M. Yuan. 2003. Effects of Microbial Phytase Replacing Partial Inorganic Phosphorus Supplementation and Xylanse on The Growth Performance and Nutrient Digestibility in Broiler Fed Wheat-Based Diets. Asian-Aust. J. Anim. Sci. 16 (2): 239-247
Plummer, D.T. l977. An Introduction to Practical Biochemestry. McGraw-Hill Book Co., Ltd. New Delhi.
Rasyaf, M. 2002. bahan Makanan Unggas di Indonesia. Cetakan ke-9 Penerbit Kanisius, Yogyakarta
Rasyaf, M. 2004. Seputar Makanan Ayam Kampung. Cetakan ke-8, Penerbit Kanisius, Yogyakarta
Scott, M.L., M.C. Neisheim and R.J. Young. l982. Nutrition of The Chickens. 2nd Ed. Publishing by: M.L. Scott and Assoc. Ithaca, New York.
Sebastian, S., S. P. Touchburn, E. R. Chavez and P. C. Laque. 1996. The Effects of Supplemental Microbial Phytase on The Performance and Utilization of Dietary Calcium, Phosphorus, Copper, and Zinc in Broiler Chickens Fed Corn-Soybean Diets. Poult. Sci. 75: 729 - 736
(6)
Selle, P. H., K. H. Huang and W. I. Muir. 2003. Effect of Nutrient Specifications and Xylanase plus Phytase Supplementation of Wheta Bared Diets on Growth Performance and Carcass Traits of Broiler Chicks. Asian-Aust. J. Anim. Sci. 16 (10): 1501 - 1509
Shim, Y. H., B. J. Chae, and J. H. Lee. 2003. Effects of Phytase and Carbohydrases Supplementation to Diets with Partial Replacement of Soybean Meal with Rapeseed and Cottonseed Meal on Growth Performance and Nutrient Digestibility of Growing Pigs. Asian-Aust. J. Anim. Sci. 16 (9): 1339-1347.
Simbaya, J., B. A. Slominski, W. Guenter, A. Morgan and L. D. Cambell. 1996. The Effects of Protease and carbohydrase on The Nutritive Value of Canola Meal for Poultry : In Vitro and In Vivo Studies. Anim. Feed. Sci. Technoll. 61: 219-234
Stadelman, W.J. and O.J. Cotterill. l973. Egg Science and Technology. The AVI Publishing Co. Inc., Westport, Connecticut.
Steel, R.G.D. and J.H. Torrie. l989. Principles and Procedures of Statistics. 2nd Ed. McGraw-Hill International Book Co., London.
USDA. l977. Poultry Grading Manual. U.S. Goverment Printing Office Washington, D.C. 20402
Xuan, Z. N., J. D. Kim, J. H. Lee, Y. K. Han, K. M. Park, and I. K. Han. 2001. Effects of Enzyme Compleks on Growth Performance and Nutrient Digestibility in Pigs Weaned at 14 days of Age. Asian-Aust. J. Anim. Sci. 14 (2): 231 - 236