Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Keterlaksanaan Standar Pengelolaan Pendidikan di SMA Terakreditasi Kabupaten Semarang T2 942011065 BAB I
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Setiap warga negara berhak memperoleh pendidikan yang bermutu. Untuk dapat menyelenggarakan
pendidikan yang bermutu, setiap satuan pendidikan
harus memenuhi Standar Nasional Pendidikan yang
dilakukan melalui kegiatan akreditasi terhadap kelayakan setiap satuan/program pendidikan. Menurut
Peraturan Pemerintah No. 19 Tahun 2005 tentang
Standar Nasional Pendidikan dan perubahannya pada
Peraturan Pemerintah No. 32 Tahun 2013, Standar
Nasional Pendidikan berfungsi sebagai acuan minimal
dalam pengelolaan dan penyelenggaraan pendidikan.
Acuan tersebut untuk memacu pengelola, penyelenggara dan satuan pendidikan meningkatkan kinerjanya
dalam memberikan layanan pendidikan yang bermutu.
Ruang lingkup Standar Nasional Pendidikan yang
harus dilaksanakan oleh pengelola sekolah dalam
rangka penjaminan mutu meliputi delapan standar,
yaitu: 1) Standar Isi; 2) Standar Proses; 3) Standar
Kompetensi Lulusan; 4) Standar Pendidik dan Tenaga
Kependidikan; 5) Standar Sarana dan Prasarana; 6)
Standar Pengelolaan; 7) Standar Pembiayaan; dan 8)
Standar Penilaian Pendidikan.
Standar Nasional Pendidikan yang berkaitan
dengan perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan
kegiatan pendidikan pada tingkat satuan pendidikan,
1
kabupaten/kota, provinsi, pemerintah atau nasional
agar tercapai efisiensi dan efektif penyelenggaraan pendidikan yaitu terdapat dalam Standar Pengelolaan Pendidikan diatur dalam Permendiknas No. 19 Tahun
2007. Dalam Standar Pengelolaan Pendidikan terdapat
enam komponen kegiatan penting yang harus dilaksanakan oleh setiap satuan pendidikan dasar dan
menengah, yaitu: 1) Perencanaan Program; 2) Pelaksanaan Rencana Kerja; 3) Pengawasan dan Evaluasi; 4)
Kepemimpinan Sekolah/Madrasah; 5) Sistem Informasi
Manajemen; dan 6) Penilaian Khusus. Tujuan Standar
Pegelolaan Pendidikan dipisahkan menjadi 2, yaitu
tujuan
secara
umum
dan
tujuan secara
khusus
(Naskah Akademik Standar Pengelolaan Pendidikan).
Tujuan Standar Pegelolaan Pendidikan secara umum
untuk meningkatkan mutu layanan minimal Pengelolaan Pendidikan Nasional. Tujuan secara khusus
Standar Pengelolaan Pendidikan untuk: 1) memberikan
acuan bagi terwujudnya sistem perencanaan pendidikan; 2) Memberi kerangka acuan bagi pengorganisasian,
pelaksanaan, pemantauan dan pengendalian pendidikan; 3) Sebagai acuan dasar pengawasan dan penilaian
pendidikan; 4) Memberikan acuan dan pedoman menyeluruh kepada seluruh warga bangsa dan khususnya
yang berkiprah dalam pengelolaan pendidikan; 5)
Menciptakan terwujudnya koordinasi dan keterpaduan
pelaksanaan amanah pendidikan bagi semua rakyat
(education
horisontal.
2
for
all)
baik
secara
vertikal
maupun
Apabila setiap jenjang pengelola satuan pendidikan berupaya memberi jaminan mutu dan dilakukan
secara terstandar berkelanjutan, maka mutu pendidikan Indonesia secara nasional akan meningkat. Peningkatan mutu pendidikan akan berdampak pada mutu
sumber daya manusia secara nasional. Untuk memelihara efektivitas peran para konstituen dalam pengembangan kebijakan, pengambilan keputusan, dan penyelenggaraan pendidikan diperlukan sistem tata pamong
(governance). Tata pamong yang baik (good governance)
jelas terlihat dari lima kriteria yaitu kredibilitas,
transparansi, akuntabilitas, tanggung-jawab, dan adil
(BAN-PT 2010:17).
Setiap
sekolah
di
Indonesia
berhak
untuk
meminta akreditasi atau siap untuk dilakukan akreditasi oleh Badan Akreditasi Sekolah secara periodik.
Secara konsep, tujuan diselenggarakannya akreditasi
sekolah/madrasah
ialah
1)
memberikan
informasi
tentang kelayakan sekolah/madrasah atau program
kejuruan yang dilaksanakannya berdasarkan Standar
Nasional
Pendidikan;
peringkat
kelayakan;
2)
3)
memberikan
memberikan
pengakuan
rekomendasi
tentang penjaminan mutu pendidikan kepada progam
dan atau satuan pendidikan yang diakreditasi dan
pihak terkait (BAS-S/M 2009:6). Adapun hasil akreditasi sekolah diberi peringkat berdasarkan penilaian
diri (instrumen akreditasi) oleh sekolah bersama tim
penilai
(assessor)
dari
Badan
Akreditasi
Sekolah
Sekolah/Madrasah (BAS-S/M) yang kemudian oleh
Badan Akreditasi Sekolah ditentukan sekolah tersebut
3
diberi peringkat akreditasi A, B, atau C berdasarkan
nilai kualifikasi yang dicapai secara keseluruhan dari
Standar Nasional Pendidikan. Hasil akreditasi sekolah
menunjukkan perbedaan kualifikasi yang dicapai oleh
tiap-tiap sekolah yang mencakup delapan Standar Nasional Pendidikan, dimana kedelapan Standar Nasional
Pendidikan itu diwadahi dalam Standar Pengelolaan
Pendidikan. Mengingat Standar Pengelolaan Pendidikan
adalah standar nasional pendidikan yang berkaitan
dengan hal perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan
kegiatan pendidikan.
Berdasarkan Instrumen Akreditasi SMA/MA dari
BAS S/M (2014) tanpa mengabaikan 7 standar lainya
dalam Standar Nasional Pendidikan, secara khusus
dalam penilaian Standar Pengelolaan Pendidikan ditentukan kualifikasi berdasarkan enam komponen pengukuran standar pengelolaan yang dijabarkan sebagai
berikut: (1) Sekolah/Madrasah mendapat kualifikasi A
apabila: Merumuskan dan menetapkan visi, mudah
dipahami
dan
sering
disosialisaikan.
Sedangkan
sekolah akan mendapat kualifikasi B jika merumuskan
dan menetapkan visi, mudah dipahami dan pernah disosialisasikan; (2) Sekolah/Madrasah mendapat kualifikasi A apabila: Sekolah/Madrasah memiliki pedoman
yang mengatur tujuh atau lebih aspek pengelolaan
secara tertulis. Sedangkan kualifikasi B jika memiliki
pedoman yang mengatur lima atau enam aspek pengelolaan secara tertulis; (3) Sekolah/Madrasah mendapat
kualifikasi A apabila: Memiliki struktur organisasi yang
dipajang di dinding dan disertai uraian tugas yang
4
jelas. Sedangkan kualifikasi B jika Memiliki struktur
disertai uraian tugas yang jelas; (4) Sekolah/Madrasah
mendapat kualifikasi A apabila: Sebanyak 76% – 100%
kegiatan
sesuai
dengan
rencana
kerja
tahunan.
Sedangkan kualifikasi B Sebanyak 51% – 75% kegiatan
sesuai dengan rencana kerja tahunan; (5) Sekolah/Madrasah mendapat kualifikasi A apabila: Melaksanakan empat atau lebih kegiatan kesiswaan. Sedangkan
kualifikasi B melaksanakan tiga kegiatan kesiswaan; (6)
Sekolah/Madrasah mendapat kualifikasi A apabila: Melaksanakan empat atau lebih kegiatan pengembangan
kurikulum dan pembelajaran. Sedangkan kualifikasi B
melaksanakan tiga kegiatan pengembangan kurikulum
dan pembelajaran.
Dari sebagian komponen pengukuran tersebut di
atas jelas membedakan kualifikasi sekolah berperingkat
A dan B dengan sangat jelas. Meski begitu, Soedjono
(2012:2) mengungkapkan faktanya penyelenggaraan
akreditasi Sekolah/Madrasah saat ini menghadapi beberapa persoalan diantaranya (1) hasil akreditasi belum
menggambarkan kondisi objektif sekolah; (2) hasil
akreditasi belum menunjukkan indikator akuntabilitas;
(3) hasil akreditasi sekolah belum dijadikan sebagai alat
pembinaan, pengembangan dan peningkatan mutu
pendidikan di sekolah; (4) peringkat hasil akreditasi
belum menggambarkan kelayakan sekolah; dan (5)
hasil akreditasi belum mampu memberikan rekomendasi tentang penjaminan mutu pendidikan. Menurut
Asmani (2010:27) banyak pihak yang selama ini skeptis
terhadap
objektivitas
proses
dan
hasil
akreditasi,
5
mereka mengukur ada banyak kejanggalan, penyalahgunaan, dan penyimpangan yang dilakukan, baik oleh
pihak sekolah yang di akreditasi maupun oleh tim
asesor yang berkaitan dengan korupsi, kolusi, dan
nepotisme (KKN). Karena assesor tidak jarang memberi
kesempatan
untuk
mengadakan
apa
yang
belum
tersedia di lapangan.
Penelitian Subagyo (2013) yang bertujuan mengetahui signifikansi perbedaan keterlaksanaan standar
pengelolaan pendidikan antara SD/MI Terakreditasi A
dengan B di Kota Salatiga, ditemukan bahwa nilai hasil
uji beda (t-test) keofisien t = 0,425; p = 0,674 > 0,05,
dengan demikian dari hasil penelitian tersebut artinya
tidak ada perbedaan yang signifikan antara SD/MI
Terakreditasi A dengan SD/MI Terakreditasi B dalam
keterlaksanaan Standar Pengelolaan Pendidikan di Kota
Salatiga. Kesimpulan dari penelitian ini kemudian
dapat dijadikan landasan bahwa terdapat kesenjangan
antara kondisi ideal dengan praktek. Idealnya sekolah
yang terakreditasi A merupakan bukti bahwa peringkat
itu menunjukkan pengelolaan pendidikan di sekolah
telah
memenuhi
seluruh
standar
pengelolaan
pendidikan.
Hasil penelitian tentang Pengelolaan Pendidikan
di SMK Farmasi “Yayasan Pharmasi” Semarang oleh
Haryono (2010) menemukan bahwa SMK Farmasi
Semarang belum melakukan pengelolaan pendidikan
sesuai dengan Standar Pengelolaan Pendidikan secara
maksimal, sekolah yang diteliti kurang memahami
Standar Pengelolaan Pendidikan.
6
Berdasarkan hasil penelitian dan uraian di atas
ditemukan bahwa pada kondisi ideal sekolah yang
terakreditasi A memiliki kualifikasi lebih tinggi dari
sekolah terakreditasi B. Namun dari penelitian Subagyo
(2013) menunjukkan bahwa Keterlaksanaan Standar
Pengelolaan Pendidikan di SD/MI Terakreditasi A dan B
di Kota Salatiga tidak ada perbedaan signifikan. Begitu
juga dengan penelitian Haryono (2010). Kontradiksi
antara keadaan ideal dan hasil penelitian tersebut
menarik untuk dilakukan penelitian mengenai keterlaksanaan
standar
pengelolaan
pendidikan
di
SMA
Terakreditasi A dan B di Kabupaten Semarang.
Di Kabupaten Semarang terdapat 26 SMA Negeri
dan
Swasta.
Bedasarkan
penelitian
pendahuluan
diperoleh data Akreditasi SMA seperti Tabel 1.1 berikut
ini:
Tabel 1.1
Daftar Akreditasi SMA Kabupaten Semarang
Peringkat Akreditasi
A
B
C
Terakreditasi sebelum
2009/2010
Tidak Terakreditasi
Tidak Terlacak
Jumlah Total
Jumlah Sekolah
Negeri
Swasta
8
4
0
6
-
Jumlah Total
12
6
-
3
0
3
0
0
11
3
2
15
3
2
26
Sumber: Penelitian Pendahuluan, Mei 2015
Penelitian ini menjadi penting untuk segera
dilakukan, sebab jumlah SMA yang telah terakreditasi
dan yang belum terakreditasi selisihnya cukup banyak,
terlebih apabila menyangkut masa berlaku akreditasi
bagi SMA Terakreditasi A dan Terakreditasi B di
7
Kabupaten Semarang perlu untuk dilihat keterlaksanaan standar pengelolaan pendidikan agar dapat terus
menjamin keberlanjutan penjaminan mutu pendidikan.
Melalui penelitian ini akan dilihat apakah ada perbedaan atau tidak mengenai keterlaksanaan standar pengelolaan di sekolah terakreditasi A dan B di Kabupaten
Semarang, serta belum adanya penelitian yang menjelaskan komponen mana dalam standar pengelolaan
pendidikan di SMA Terakreditasi A dan B di Kabupaten
Semarang yang keterlaksanaannya masih berada pada
kategori Sangat Rendah.
Hal ini menarik minat peneliti untuk dilakukannya penelitian dalam kapasitas melihat apakah ada
perbedaan signifikan keterlaksanaan standar pengelolaan pendidikan di SMA Terakreditasi A dan B di
Kabupaten Semarang serta menjelaskan komponen
mana dalam Standar Pengelolaan Pendidikan di SMA
terakreditasi A dan B di Kabupaten Semarang yang
keterlaksanaannya masih berada pada kategori Sangat
Rendah.
1.2 Rumusan Masalah
Rumusan masalah penelitian ini dirumuskan
sebagai berikut:
1. Adakah
Standar
perbedaan
signifikan
Pengelolaan
terakreditasi
A
dan
keterlaksanaan
Pendidikan
SMA
di
terakreditasi
SMA
B
di
Kabupaten Semarang?
2. Komponen Standar Pengelolaan Pendidikan mana
yang
8
keterlaksanaannya
masih
berada
dalam
kategori Sangat Rendah pada SMA terakreditasi A
dan B?
1.3 Tujuan Penelitian
Berdasarkan persoalan penelitian sebagaimana
yang dirumuskan di atas, penelitian ini bertujuan
untuk:
1. Mangetahui signifikansi perbedaan keterlaksanaan
Standar Pengelolaan Pendidikan di SMA terakreditasi A dan B di Kabupaten Semarang
2. Mengetahui
komponen
mana
dalam
Standar
Pengelolaan Pendidikan di SMA terakreditasi A dan
B di Kabupaten Semarang yang keterlaksanaannya
masih berada pada kategori Sangat Rendah.
1.4 Manfaat Penelitian
1.4.1 Manfaat Teoritik
Secara
teoritis,
hasil
penelitian
ini
dapat
dimanfaatkan sebagai: Bahan kajian yang relevan
untuk meningkatkan mutu sekolah, dimana hal ini
sejalan
dengan
menjelaskan
Umiarso
bahwa
dan
Gojali
peningkatan
(2010)
mutu
yang
dalam
pendidikan dapat dilakukan melalui prinsip Total
Quality Manajemen, secara khusus
menuju
akreditasi
sekolah
dalam rangka
berkaitan
dengan
pelaksanaan Standar Pengelolaan Pendidikan sehingga
memenuhi ketercukupan standar pelayanan minimal di
SMA dalam proses pengelolaan sekolah untuk menjadi
lebih baik.
9
Apabila hasil penelitian ini menemukan tidak ada
perbedaan signifikan Keterlaksanan Standar Pegelolaan
Pendidikan antara SMA Terakreditasi A dan SMA Terakreditasi B maka sesuai dengan hasil penelitian
Subagyo (2013). Namun apabila hasil penelitian menemukan ada perbedaan signifikan, hal ini berarti
penelitian tidak sejalan dengan Subagyo (2013).
1.4.2 Manfaat Praktis
Hasil
penelitian
ini
diharapkan
bermanfaat
sebagai: Masukan bagi Kepala Sekolah, Penilik dan
Pengawas, Pengurus Yayasan, serta Dinas Pendidikan
Kabupaten Semarang untuk meningkatkan Pengelolaan
Pendidikan.
10
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Setiap warga negara berhak memperoleh pendidikan yang bermutu. Untuk dapat menyelenggarakan
pendidikan yang bermutu, setiap satuan pendidikan
harus memenuhi Standar Nasional Pendidikan yang
dilakukan melalui kegiatan akreditasi terhadap kelayakan setiap satuan/program pendidikan. Menurut
Peraturan Pemerintah No. 19 Tahun 2005 tentang
Standar Nasional Pendidikan dan perubahannya pada
Peraturan Pemerintah No. 32 Tahun 2013, Standar
Nasional Pendidikan berfungsi sebagai acuan minimal
dalam pengelolaan dan penyelenggaraan pendidikan.
Acuan tersebut untuk memacu pengelola, penyelenggara dan satuan pendidikan meningkatkan kinerjanya
dalam memberikan layanan pendidikan yang bermutu.
Ruang lingkup Standar Nasional Pendidikan yang
harus dilaksanakan oleh pengelola sekolah dalam
rangka penjaminan mutu meliputi delapan standar,
yaitu: 1) Standar Isi; 2) Standar Proses; 3) Standar
Kompetensi Lulusan; 4) Standar Pendidik dan Tenaga
Kependidikan; 5) Standar Sarana dan Prasarana; 6)
Standar Pengelolaan; 7) Standar Pembiayaan; dan 8)
Standar Penilaian Pendidikan.
Standar Nasional Pendidikan yang berkaitan
dengan perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan
kegiatan pendidikan pada tingkat satuan pendidikan,
1
kabupaten/kota, provinsi, pemerintah atau nasional
agar tercapai efisiensi dan efektif penyelenggaraan pendidikan yaitu terdapat dalam Standar Pengelolaan Pendidikan diatur dalam Permendiknas No. 19 Tahun
2007. Dalam Standar Pengelolaan Pendidikan terdapat
enam komponen kegiatan penting yang harus dilaksanakan oleh setiap satuan pendidikan dasar dan
menengah, yaitu: 1) Perencanaan Program; 2) Pelaksanaan Rencana Kerja; 3) Pengawasan dan Evaluasi; 4)
Kepemimpinan Sekolah/Madrasah; 5) Sistem Informasi
Manajemen; dan 6) Penilaian Khusus. Tujuan Standar
Pegelolaan Pendidikan dipisahkan menjadi 2, yaitu
tujuan
secara
umum
dan
tujuan secara
khusus
(Naskah Akademik Standar Pengelolaan Pendidikan).
Tujuan Standar Pegelolaan Pendidikan secara umum
untuk meningkatkan mutu layanan minimal Pengelolaan Pendidikan Nasional. Tujuan secara khusus
Standar Pengelolaan Pendidikan untuk: 1) memberikan
acuan bagi terwujudnya sistem perencanaan pendidikan; 2) Memberi kerangka acuan bagi pengorganisasian,
pelaksanaan, pemantauan dan pengendalian pendidikan; 3) Sebagai acuan dasar pengawasan dan penilaian
pendidikan; 4) Memberikan acuan dan pedoman menyeluruh kepada seluruh warga bangsa dan khususnya
yang berkiprah dalam pengelolaan pendidikan; 5)
Menciptakan terwujudnya koordinasi dan keterpaduan
pelaksanaan amanah pendidikan bagi semua rakyat
(education
horisontal.
2
for
all)
baik
secara
vertikal
maupun
Apabila setiap jenjang pengelola satuan pendidikan berupaya memberi jaminan mutu dan dilakukan
secara terstandar berkelanjutan, maka mutu pendidikan Indonesia secara nasional akan meningkat. Peningkatan mutu pendidikan akan berdampak pada mutu
sumber daya manusia secara nasional. Untuk memelihara efektivitas peran para konstituen dalam pengembangan kebijakan, pengambilan keputusan, dan penyelenggaraan pendidikan diperlukan sistem tata pamong
(governance). Tata pamong yang baik (good governance)
jelas terlihat dari lima kriteria yaitu kredibilitas,
transparansi, akuntabilitas, tanggung-jawab, dan adil
(BAN-PT 2010:17).
Setiap
sekolah
di
Indonesia
berhak
untuk
meminta akreditasi atau siap untuk dilakukan akreditasi oleh Badan Akreditasi Sekolah secara periodik.
Secara konsep, tujuan diselenggarakannya akreditasi
sekolah/madrasah
ialah
1)
memberikan
informasi
tentang kelayakan sekolah/madrasah atau program
kejuruan yang dilaksanakannya berdasarkan Standar
Nasional
Pendidikan;
peringkat
kelayakan;
2)
3)
memberikan
memberikan
pengakuan
rekomendasi
tentang penjaminan mutu pendidikan kepada progam
dan atau satuan pendidikan yang diakreditasi dan
pihak terkait (BAS-S/M 2009:6). Adapun hasil akreditasi sekolah diberi peringkat berdasarkan penilaian
diri (instrumen akreditasi) oleh sekolah bersama tim
penilai
(assessor)
dari
Badan
Akreditasi
Sekolah
Sekolah/Madrasah (BAS-S/M) yang kemudian oleh
Badan Akreditasi Sekolah ditentukan sekolah tersebut
3
diberi peringkat akreditasi A, B, atau C berdasarkan
nilai kualifikasi yang dicapai secara keseluruhan dari
Standar Nasional Pendidikan. Hasil akreditasi sekolah
menunjukkan perbedaan kualifikasi yang dicapai oleh
tiap-tiap sekolah yang mencakup delapan Standar Nasional Pendidikan, dimana kedelapan Standar Nasional
Pendidikan itu diwadahi dalam Standar Pengelolaan
Pendidikan. Mengingat Standar Pengelolaan Pendidikan
adalah standar nasional pendidikan yang berkaitan
dengan hal perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan
kegiatan pendidikan.
Berdasarkan Instrumen Akreditasi SMA/MA dari
BAS S/M (2014) tanpa mengabaikan 7 standar lainya
dalam Standar Nasional Pendidikan, secara khusus
dalam penilaian Standar Pengelolaan Pendidikan ditentukan kualifikasi berdasarkan enam komponen pengukuran standar pengelolaan yang dijabarkan sebagai
berikut: (1) Sekolah/Madrasah mendapat kualifikasi A
apabila: Merumuskan dan menetapkan visi, mudah
dipahami
dan
sering
disosialisaikan.
Sedangkan
sekolah akan mendapat kualifikasi B jika merumuskan
dan menetapkan visi, mudah dipahami dan pernah disosialisasikan; (2) Sekolah/Madrasah mendapat kualifikasi A apabila: Sekolah/Madrasah memiliki pedoman
yang mengatur tujuh atau lebih aspek pengelolaan
secara tertulis. Sedangkan kualifikasi B jika memiliki
pedoman yang mengatur lima atau enam aspek pengelolaan secara tertulis; (3) Sekolah/Madrasah mendapat
kualifikasi A apabila: Memiliki struktur organisasi yang
dipajang di dinding dan disertai uraian tugas yang
4
jelas. Sedangkan kualifikasi B jika Memiliki struktur
disertai uraian tugas yang jelas; (4) Sekolah/Madrasah
mendapat kualifikasi A apabila: Sebanyak 76% – 100%
kegiatan
sesuai
dengan
rencana
kerja
tahunan.
Sedangkan kualifikasi B Sebanyak 51% – 75% kegiatan
sesuai dengan rencana kerja tahunan; (5) Sekolah/Madrasah mendapat kualifikasi A apabila: Melaksanakan empat atau lebih kegiatan kesiswaan. Sedangkan
kualifikasi B melaksanakan tiga kegiatan kesiswaan; (6)
Sekolah/Madrasah mendapat kualifikasi A apabila: Melaksanakan empat atau lebih kegiatan pengembangan
kurikulum dan pembelajaran. Sedangkan kualifikasi B
melaksanakan tiga kegiatan pengembangan kurikulum
dan pembelajaran.
Dari sebagian komponen pengukuran tersebut di
atas jelas membedakan kualifikasi sekolah berperingkat
A dan B dengan sangat jelas. Meski begitu, Soedjono
(2012:2) mengungkapkan faktanya penyelenggaraan
akreditasi Sekolah/Madrasah saat ini menghadapi beberapa persoalan diantaranya (1) hasil akreditasi belum
menggambarkan kondisi objektif sekolah; (2) hasil
akreditasi belum menunjukkan indikator akuntabilitas;
(3) hasil akreditasi sekolah belum dijadikan sebagai alat
pembinaan, pengembangan dan peningkatan mutu
pendidikan di sekolah; (4) peringkat hasil akreditasi
belum menggambarkan kelayakan sekolah; dan (5)
hasil akreditasi belum mampu memberikan rekomendasi tentang penjaminan mutu pendidikan. Menurut
Asmani (2010:27) banyak pihak yang selama ini skeptis
terhadap
objektivitas
proses
dan
hasil
akreditasi,
5
mereka mengukur ada banyak kejanggalan, penyalahgunaan, dan penyimpangan yang dilakukan, baik oleh
pihak sekolah yang di akreditasi maupun oleh tim
asesor yang berkaitan dengan korupsi, kolusi, dan
nepotisme (KKN). Karena assesor tidak jarang memberi
kesempatan
untuk
mengadakan
apa
yang
belum
tersedia di lapangan.
Penelitian Subagyo (2013) yang bertujuan mengetahui signifikansi perbedaan keterlaksanaan standar
pengelolaan pendidikan antara SD/MI Terakreditasi A
dengan B di Kota Salatiga, ditemukan bahwa nilai hasil
uji beda (t-test) keofisien t = 0,425; p = 0,674 > 0,05,
dengan demikian dari hasil penelitian tersebut artinya
tidak ada perbedaan yang signifikan antara SD/MI
Terakreditasi A dengan SD/MI Terakreditasi B dalam
keterlaksanaan Standar Pengelolaan Pendidikan di Kota
Salatiga. Kesimpulan dari penelitian ini kemudian
dapat dijadikan landasan bahwa terdapat kesenjangan
antara kondisi ideal dengan praktek. Idealnya sekolah
yang terakreditasi A merupakan bukti bahwa peringkat
itu menunjukkan pengelolaan pendidikan di sekolah
telah
memenuhi
seluruh
standar
pengelolaan
pendidikan.
Hasil penelitian tentang Pengelolaan Pendidikan
di SMK Farmasi “Yayasan Pharmasi” Semarang oleh
Haryono (2010) menemukan bahwa SMK Farmasi
Semarang belum melakukan pengelolaan pendidikan
sesuai dengan Standar Pengelolaan Pendidikan secara
maksimal, sekolah yang diteliti kurang memahami
Standar Pengelolaan Pendidikan.
6
Berdasarkan hasil penelitian dan uraian di atas
ditemukan bahwa pada kondisi ideal sekolah yang
terakreditasi A memiliki kualifikasi lebih tinggi dari
sekolah terakreditasi B. Namun dari penelitian Subagyo
(2013) menunjukkan bahwa Keterlaksanaan Standar
Pengelolaan Pendidikan di SD/MI Terakreditasi A dan B
di Kota Salatiga tidak ada perbedaan signifikan. Begitu
juga dengan penelitian Haryono (2010). Kontradiksi
antara keadaan ideal dan hasil penelitian tersebut
menarik untuk dilakukan penelitian mengenai keterlaksanaan
standar
pengelolaan
pendidikan
di
SMA
Terakreditasi A dan B di Kabupaten Semarang.
Di Kabupaten Semarang terdapat 26 SMA Negeri
dan
Swasta.
Bedasarkan
penelitian
pendahuluan
diperoleh data Akreditasi SMA seperti Tabel 1.1 berikut
ini:
Tabel 1.1
Daftar Akreditasi SMA Kabupaten Semarang
Peringkat Akreditasi
A
B
C
Terakreditasi sebelum
2009/2010
Tidak Terakreditasi
Tidak Terlacak
Jumlah Total
Jumlah Sekolah
Negeri
Swasta
8
4
0
6
-
Jumlah Total
12
6
-
3
0
3
0
0
11
3
2
15
3
2
26
Sumber: Penelitian Pendahuluan, Mei 2015
Penelitian ini menjadi penting untuk segera
dilakukan, sebab jumlah SMA yang telah terakreditasi
dan yang belum terakreditasi selisihnya cukup banyak,
terlebih apabila menyangkut masa berlaku akreditasi
bagi SMA Terakreditasi A dan Terakreditasi B di
7
Kabupaten Semarang perlu untuk dilihat keterlaksanaan standar pengelolaan pendidikan agar dapat terus
menjamin keberlanjutan penjaminan mutu pendidikan.
Melalui penelitian ini akan dilihat apakah ada perbedaan atau tidak mengenai keterlaksanaan standar pengelolaan di sekolah terakreditasi A dan B di Kabupaten
Semarang, serta belum adanya penelitian yang menjelaskan komponen mana dalam standar pengelolaan
pendidikan di SMA Terakreditasi A dan B di Kabupaten
Semarang yang keterlaksanaannya masih berada pada
kategori Sangat Rendah.
Hal ini menarik minat peneliti untuk dilakukannya penelitian dalam kapasitas melihat apakah ada
perbedaan signifikan keterlaksanaan standar pengelolaan pendidikan di SMA Terakreditasi A dan B di
Kabupaten Semarang serta menjelaskan komponen
mana dalam Standar Pengelolaan Pendidikan di SMA
terakreditasi A dan B di Kabupaten Semarang yang
keterlaksanaannya masih berada pada kategori Sangat
Rendah.
1.2 Rumusan Masalah
Rumusan masalah penelitian ini dirumuskan
sebagai berikut:
1. Adakah
Standar
perbedaan
signifikan
Pengelolaan
terakreditasi
A
dan
keterlaksanaan
Pendidikan
SMA
di
terakreditasi
SMA
B
di
Kabupaten Semarang?
2. Komponen Standar Pengelolaan Pendidikan mana
yang
8
keterlaksanaannya
masih
berada
dalam
kategori Sangat Rendah pada SMA terakreditasi A
dan B?
1.3 Tujuan Penelitian
Berdasarkan persoalan penelitian sebagaimana
yang dirumuskan di atas, penelitian ini bertujuan
untuk:
1. Mangetahui signifikansi perbedaan keterlaksanaan
Standar Pengelolaan Pendidikan di SMA terakreditasi A dan B di Kabupaten Semarang
2. Mengetahui
komponen
mana
dalam
Standar
Pengelolaan Pendidikan di SMA terakreditasi A dan
B di Kabupaten Semarang yang keterlaksanaannya
masih berada pada kategori Sangat Rendah.
1.4 Manfaat Penelitian
1.4.1 Manfaat Teoritik
Secara
teoritis,
hasil
penelitian
ini
dapat
dimanfaatkan sebagai: Bahan kajian yang relevan
untuk meningkatkan mutu sekolah, dimana hal ini
sejalan
dengan
menjelaskan
Umiarso
bahwa
dan
Gojali
peningkatan
(2010)
mutu
yang
dalam
pendidikan dapat dilakukan melalui prinsip Total
Quality Manajemen, secara khusus
menuju
akreditasi
sekolah
dalam rangka
berkaitan
dengan
pelaksanaan Standar Pengelolaan Pendidikan sehingga
memenuhi ketercukupan standar pelayanan minimal di
SMA dalam proses pengelolaan sekolah untuk menjadi
lebih baik.
9
Apabila hasil penelitian ini menemukan tidak ada
perbedaan signifikan Keterlaksanan Standar Pegelolaan
Pendidikan antara SMA Terakreditasi A dan SMA Terakreditasi B maka sesuai dengan hasil penelitian
Subagyo (2013). Namun apabila hasil penelitian menemukan ada perbedaan signifikan, hal ini berarti
penelitian tidak sejalan dengan Subagyo (2013).
1.4.2 Manfaat Praktis
Hasil
penelitian
ini
diharapkan
bermanfaat
sebagai: Masukan bagi Kepala Sekolah, Penilik dan
Pengawas, Pengurus Yayasan, serta Dinas Pendidikan
Kabupaten Semarang untuk meningkatkan Pengelolaan
Pendidikan.
10