Perlindungan Hukum Terhadap Perawat Perempuan Di Rumah Sakit Swasta Yang Dipekerjakan Pada Malam Hari.

(1)

SKRIPSI

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PERAWAT

PEREMPUAN DI RUMAH SAKIT SWASTA YANG

DIPEKERJAKAN PADA MALAM HARI

GEDE KURNIA UTTARA WUNGSU NIM: 1216051020

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR

2016


(2)

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PERAWAT

PEREMPUAN DI RUMAH SAKIT SWASTA YANG

DIPEKERJAKAN PADA MALAM HARI

Skripsi ini dibuat untuk memperoleh Gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Udayana

GEDE KURNIA UTTARA WUNGSU NIM: 1216051020

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR

2016


(3)

Lembar Persetujuan Pembimbing

SKRIPSI INI TELAH DISETUJUI PADA TANGGAL : FEBRUARI 2016

Pembimbing I

I Nyoman Darmadha, SH., MH. NIP. 19541231 198103 1 003

Pembimbing II

Made Pujawan, SH., MH. NIP. 19530410 198603 1 001


(4)

SKRIPSI INI TELAH DI UJI PADA TANGGAL: 28 MARET 2016

Panitia Penguji Skripsi

Berdasarkan Surat Keputusan Rektor Universitas Udayana

Nomor: 0264/UNI4.4E/IV/PP/2016 Tanggal 03 Maret 2016

Ketua : I Nyoman Darmadha, SH., MH. ( )

(19541231 198103 1 003)

Sekretaris : Made Pujawan, SH., MH. ( )

(19530410 198603 1 001)

Anggota : Ida Bagus Putra Atmadja, SH., MH. ( )

(19541231 198303 1018)

A.A. Sg. Wiratni Darmadi, SH., MH. ( )

(19540720 198303 2001)

Ayu Putu Laksmi Danyati, SH., M.Kn. ( )


(5)

(19820421 200912 2004)

SURAT PERNYATAAN KEASLIAN

Penulis menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa sepanjang sepengetahuan penulis, di salam naskah Skripsi ini tidak terdapat karya ilmiah yang pernah diajukan oleh orang lain untuk memperoleh gelar akademik di suatu Perguruan Tinggi, dan tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis dikutip dalam naskah ini dan disebutkan dalam sumber kutipan dan daftar pustaka.

Apabila ternyata dalam naskah ini dapat dibuktikan terdapat unsur-unsur jiplakan atau plagiasi, penulis bersedia Skripsi ini digugurkan dan gelar akademik Sarjana yang penulis peroleh dibatalkan, sera diproses sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Denpasar, 12 Pebruari 2016

Yang Menyatakan,

(Gede Kurnia Uttara Wungsu)


(6)

NIM. 1216051020

KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kehadapan Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat dan anugerahnya saya dapat menyelesaikan tugas akhir/skripsi yang diwajibkan oleh universitas untuk memperoleh gelar sarjana hukum di Fakultas Hukum Universitas Udayana. Adapun tugas akhir/skripsi yang saya buat berjudul “PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PERAWAT PEREMPUAN DI RUMAH SAKIT SWASTA YANG DIPEKERJAKAN PADA MALAM HARI”.

Terselesaikanya tugas akhir/skripsi ini tentunya tidak terlepas dari bantuan dan dukungan berbagai pihak, baik secara moral maupun materiil yang tidak ternilai harganya. Untuk itu, pada kesempatan ini perkenankanlah kiranya saya menghaturkan rasa terimakasih kepada :

1. Bapak Prof. Dr. I Gusti Ngurah Wairocana, S.H., M.H., Dekan Fakultas Hukum Universitas Udayana.

2. Bapak Dr. I Nyoman Suyatna, S.H., M.H., Pembantu Dekan 1 (satu) Fakultas Hukum Universitas Udayana.

3. Bapak I Wayan Bela Siki Lanang, S.H., M.H., Pembantu Dekan 2 (dua) Fakultas Hukum Universitas Udayana.

4. Bapak I Wayan Suardana, S.H., M.H., Pembantu Dekan 3 (tiga) Fakultas Hukum Universitas Udayana.


(7)

5. Bapak I Nyoman Darmadha, S.H., M.H., Dosen Pembimbing Tugas Akhir/Skripsi 1 (satu) dari penulis.

6. Bapak I Made Pujawan, S.H., M.H., Dosen Pembimbing Tugas Akhir/Skripsi 2 (dua) dari penulis.

7. Bapak Dr. I Ketut Wirawan, S.H., M.Hum., Dosen Pembimbing Akademik dari penulis.

8. Seluruh dosen pengajar di Fakultas Hukum Universitas Udayana yang telah memberikan penulis pelajaran yang sangat amat berguna bagi penulis, baik dalam pengerjaan tugas akhir/skripsi maupun terhadap kehidupan sehari-hari dari penulis.

9. Bapak Dr. Ketut Wirata, SH., M.Kn., ayah kandung dari penulis yang selalu mendukung segala kegiatan yang dilakukan oleh penulis dan membiayai segala kegiatan tersebut.

10.Ibu Ni Ketut Putri Dariasih, ibu kandung dari penulis yang telah memberikan dukungan moral yang sangat amat berarti bagi penulis baik dalam perkuliahan maupun di luar perkuliahan.

11.Keempat kakak kandung saya yang selalu memberikan dorongan moral untuk dapat segera menyelesaikan tugas akhir/skripsi ini agar segera mendapatkan gelar sarjana.

12.Seluruh anggota dan staff di Fakultas Hukum Universitas Udayana.

13.Seluruh rekan-rekan yang selalu bersama melewati suka dan duka serta selalu memberikan kenangan manis dalam melaksanakan perkuliahan,


(8)

serta memberikan motivasi bagi penulis untuk dating kekampus melaksanakan perkuliahan.

Penulis menyadari bahwa tugas akhir/skripsi ini masih jauh dari sempurna mengingat kemampuan saya yang masih sangat terbatas. Oleh karena itu saya mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi kesempurnaan dari tugas akhir/skripsi ini. Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih semoga tugas akhir/skripsi ini dapat berguna dan bermanfaat bagi para pembaca dan semua pihak yang merasa berkepentingan.

Denpasar,

Gede Kurnia Uttata Wungsu


(9)

DAFTAR ISI

SAMPUL DALAM ... i

PRASYARAT GELAR SARJANA ... ii

PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iii

PENGESAHAN PANITIA PENGUJI ... iv

SURAT PERNYATAAN KEASLIAN ... v

KATA PENGANTAR ... vi

DAFTAR ISI ... ix

ABSTRAK ... xii

ABSTRACT ... xiii

BAB I. PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang Masalah ... 1

1.2. Rumusan Masalah ... 10

1.3.Ruang Lingkup Masalah ... 11

1.4. Orisinalitas Penelitian ... 11

1.5. Tujuan Penelitian ... 14


(10)

1.5.1.Tujuan Umum ... 14

1.5.2.Tujuan Khusus ... 14

1.6.Manfaat Penelitian ... 14

1.6.1.Manfaat Teoritis... 15

1.6.2.Manfaat Praktis ... 15

1.7.Landasan Teori ... 15

1.8.Metode Penelitian... 20

1.8.1. Jenis Penelitian ... 20

1.8.2. Jenis Pendekatan ... 21

1.8.3. Bahan Hukum ... 22

1.8.4. Teknik Pengumpulan Bahan Hukum ... 22

1.8.5. Teknik Analisis ... 23

BAB II. TINJAUAN UMUM MENGENAI PERLINDUNGAN HUKUM, RUMAH SAKIT SWASTA, DAN MALAM HARI .... 24

2.1. Perlindungan Hukum ... 24

2.1.1. Pengertian Perlindungan Hukum ... 24

2.1.2. Perlindungan Hukum Terhadap Pekerja ... 25

2.2. Rumah Sakit Swasta ... 27

2.2.1. Pengertian Rumah Sakit Swasta ... 28

2.2.2. Rumah Sakit Swasta Di Bentuk Oleh Badan Hukum ... 29


(11)

2.3. Malam Hari ... 30

2.3.1. Pengertian Malam Hari ... 31

2.3.2. Unsur-Unsur Malam Hari ... 32

BAB III. PENGATURAN STATUS HUKUM PROFESI PERAWAT DI RUMAH SAKIT SWASTA ... 34

3.1. Pembagian Rumah Sakit Menurut Pengelolaannya ... 34

3.1.1. Rumah Sakit Publik ... 34

3.1.2. Rumah Sakit Privat ... 36

3.2. Pengaturan Status Hukum Profesi Perawat di Rumah Sakit Swasta ... 37

BAB IV. PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PERAWAT YANG BEKERJA PADA MALAM HARI DI RUMAH SAKIT SWASTA ... 40

4.1. Perlindungan Hukum Terhadap Pekerja Yang Bekerja Pada Malam Hari .... 40

4.2. Perlindungan Hukum Terhadap Perawat Perempuan Yang Bekerja Pada Malam Hari Di Rumah Sakit Swasta ... 45

BAB V. PENUTUP ... 50

5.1. Simpulan ... 50

5.2. Saran ... 51


(12)

DAFTAR PUSTAKA ... 53

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PERAWAT PEREMPUAN DI RUMAH SAKIT SWASTA YANG DIPEKERJAKAN PADA MALAM

HARI Oleh:

Gede Kurnia Uttara Wungsu

ABSTRAK

Perawat merupakan salah satu profesi yang mengemban resiko yang sangat tinggi. Resiko pekerjaan perawat yang tinggi tersebut dapat bertambah lagi apabila dilakukan oleh seorang perempuan pada malam hari. Oleh karena hal tersebut, profesi perawat khususnya perawat perempuan harus mendapatkan perlindungan hukum dari tempat ia bekerja. Rumah sakit merupakan salah satu badan yang mempekerjakan tenaga kesehatan perawat. Rumah sakit menurut pengelolaannya dapat dibagi menjadi rumah sakit publik dan rumah sakit privat. Rumah sakit publik dikelola oleh pemerintah, pemerintah daerah, dan badan hukum yang bersifat nirlaba. Sedangkan rumah sakit privat adalah rumah sakit yang dikelola oleh badan hukum yang bersifat provit. Rumah sakit dapat dibentuk oleh pemerintah, pemerintah daerah, dan swasta. Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 Tentang Rumah Sakit hanya mengatur tentang jenis rumah sakit menurut pengelolaannya dan pembentuk rumah sakit saja, tidak mengatur lebih lanjut tentang status hukum profesi perawat di rumah sakit swasta dan perlindungan hukum terhadap perawat perempuan yang dipekerjakan pada malam hari. Maka dari itu perlu dilakukan penelitian tentang status profesi perawat di rumah sakit swasta dan perlindungan hukum terhadap perawat perempuan yang dipekerjakan pada malam hari, sehingga akan ditemukan kejelasan tentang dasar hukum apa yang dipakai dalam memberikan perlindungan hukum terhadap perawat perempuan yang dipekerjakan pada malam hari.

Oleh karena ditemukannya kekosongan norma dalam Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 Tentang Rumah Sakit dan Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2014 Tentang Keperawatan, maka penelitian ini menggunakan metode penelitian hukum Normatif, yaitu menggunakan pendekatan melaui perspektif norma-norma yang sudah ada sebelumnya.

Adapun hasil penelitian mengenai status profesi perawat di rumah sakit swasta merupakan sebagai tenaga kerja, karena dilihat dari pengelola rumah sakit swasta adalah badan hukum. Mengetahui bahwa status profesi perawat di rumah sakit swasta adalah sebagai tenaga kerja, maka acuan untuk memberikan


(13)

perlindungan hukum terhadap perawat perempuan yang dipekerjakan pada malam hari adalah Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan. Kata Kunci: Perawat Perempuan, Rumah Sakit Swasta, Tenaga Kerja.

PROTECTION OF THE LAW AGAINTS FEMALE NURSE IN A PRIVATE HOSPITAL THAT EMPLOYED AT NIGHT

By:

Gede Kurnia Uttara Wungsu

ABSTRACT

The nurse is one of the professions that carry a very high risk. High risk of nursing job that can grow again if taken by a woman at night. Because of this, the nursing profession in particular nursing women should receive legal protection from where he works. The hospital is one of the agencies that employ health nurses. Hospitals according to management can be divided into public hospitals and private hospitals. Public hospitals managed by the government, local governments, and non-profit legal entity. While the private hospitals are hospitals that are managed by legal entities that are in profit. Hospitals can be formed by the government, local governments, and the private sector. Law Number 44 Year 2009 on Hospital just set on the type of hospital by hospital management and forming only, not set up more about the legal status of the nursing profession in a private hospital and the protection of the law against female nurse who is employed at night. Thus it is necessary to do research on the status of the nursing profession in a private hospital and the protection of the law against female nurse employed at night, so it will be found clarity on what legal basis used in providing legal protection for female nurses employed at night.

Therefore, the discovery of emptiness norm in Law Number 44 Year 2009 on Hospitals and the Act No. 38 Year 2014 About Nursing, this study used the Normative legal research methods, the approach through the perspective of the norms that already exists.

The research results on the status of the nursing profession in private hospitals constitute the labor force, as seen from the manager of a private hospital is a legal entity. Knowing that the professional status of nurses in private hospitals is as labor, hence the reference to providing legal protection for women employed nurses at night was Law Number 13 Year 2003 on Manpower.

Keywords: Female Nurse, Private Hospital, Labor.


(14)

BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Masalah

Perkembangan ilmu pengetahuan dewasa ini sangat mempermudah kehidupan manusia. Khususnya di bidang ilmu hukum, perkembangan ilmu hukum dengan aturan-aturan yang mengatur tentang hak dan kewajiban seseorang, serta ciri khas dari hukum yaitu memberikan sanksi bagi yang melanggar ketentuan hukum tersebut, membuat kehidupan manusia dalam bermasyarakat menjadi lebih aman dan nyaman.

Sebagian besar masyarakat menginginkan kehidupan yang aman dan nyaman, baik dari segi fisik maupun dari segi lingkungan hidup. Kehidupan manusia yang aman dan nyaman, dimulai dari hidup yang sehat. Setiap orang berhak atas kesehatan, baik kesehatan jasmani maupun kesehatan rohani. Bahkan hak atas kesehatan ini telah di akui dan di kukuhkan oleh negara Indonesia dengan dibentuknya Undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan. Tepatnya pada pasal 4 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan menyatakan bahwa “Setiap orang berhak atas kesehatan”.

Hak untuk hidup merupakan hak konstitusional warga negara Indonesia sebagaimana diatur dalam pasal 28A Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 atau yang selanjutnya disebut UUD: “setiap orang berhak untuk hidup serta berhak mempertahankan hidup dan kehidupannya”. Untuk dapat


(15)

mempertahankan hidup dan kehidupannya tersebut, setiap orang harus dalam keadaan sehat, jika tidak, mustahil seseorang dapat bertahan hidup.

Kesehatan itu penting bagi kehidupan manusia. Tidak ada seorangpun yang menginginkan kesehatannya terganngu, karena jika kesehatannya terganggu, maka seseorang akan sulit menjalankan aktifitasnya. Tetapi tidak sedikit orang yang mengalami sakit itu akibat dari aktifitasnya yang mungkin terlalu berat.

Pada era yang modern ini, jika seseorang mengalami sakit, maka akan di rawat di rumah sakit dengan fasilitas yang telah disediakan oleh rumah sakit. Banyaknya rumah sakit yang ada pada saat ini, memaksa orang yang mengalami sakit ataupun pihak keluarga dari orang yang mengalami sakit tersebut untuk memilih rumah sakit mana yang akan dipercaya untuk merawatnya, dan hal tersebut merupakan hak dari orang yang mengalami sakit ataupun pihak keluarga dari orang yang mengalami sakit tersebut.

Adapun tugas dan fungsi rumah sakit terdapat dalam pasal 4 dan pasal 5 Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 Tentang Rumah Sakit. Pasal 4 menyatakan bahwa “Rumah Sakit mempunyai tugas memberikan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna”. Pasal 5 menyatakan sebagai berikut:

Untuk menjalankan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4, Rumah Sakit mempunyai fungsi :

a. penyelenggaraan pelayanan pengobatan dan pemulihan kesehatan sesuai dengan standar pelayanan rumah sakit;


(16)

b. pemeliharaan dan peningkatan kesehatan perorangan melalui pelayanan kesehatan yang paripurna tingkat kedua dan ketiga sesuai kebutuhan medis;

c. penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan sumber daya manusia dalam rangka peningkatan kemampuan dalam pemberian pelayanan kesehatan; dan

d. penyelenggaraan penelitian dan pengembangan serta penapisan teknologi bidang kesehatan dalam rangka peningkatan pelayanan kesehatan dengan memperhatikan etika ilmu pengetahuan bidang kesehatan.

Persyaratan didirikannya rumah sakit diatur dalam BAB V Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 Tentang Rumah Sakit yang menyatakan bahwa rumah sakit dapat didirikan oleh pemerintah, pemerintah daerah, dan swasta. Rumah sakit pemerintah berada dibawah tanggung jawab dari Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Rumah sakit pemerintah daerah berada dibawah tanggung jawab dari Gubernur, Bupati, atau Walikota dan perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah.

Rumah sakit pemerintah dan rumah sakit pemerintah daerah harus berbentuk Unit Pelaksana Teknis dari Instansi yang bertugas di bidang kesehatan, Instansi tertentu, atau Lembaga Teknis Daerah dengan pengelolaan Badan Layanan Umum atau Badan Layanan Umum Daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Sedangkan rumah sakit swasta harus berbentuk badan hukum yang kegiatan usahanya bergerak di bidang perumahsakitan, sehingga tanggung jawab atas rumah sakit swasta tersebut berada pada badan hukum yang membentuk rumah sakit swasta tersebut.


(17)

Berdasarkan pasal 20 Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 Tentang Rumah Sakit, rumah sakit berdasarkan pengelolaannya dapat dibagi menjadi dua, yaitu rumah sakit publik dan rumah sakit privat. Rumah sakit publik dikelola oleh pemerintah, pemerintah daerah, dan badan hukum yang bersifat nirlaba atau badan hukum yang sifat hasil usahanya tidak dibagikan, melainkan untuk peningkatan pelayanan, seperti yayasan, perkumpulan, dan perusahaan umum. Sedangkan rumah sakit privat adalah dengan tujuan provit yang berbentuk perseroan terbatas atau persero.1

Jika ditelaah lebih lanjut dari BAB V dan BAB VI Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 Tentang Rumah Sakit, maka rumah sakit swasta dapat dibagi menjadi dua, yaitu rumah sakit swasta publik (badan hukum yang bersifat nirlaba atau badan hukum yang sifat hasil usahanya tidak dibagikan) dan rumah sakit swasta privat (dengan tujuan provit yang berbentuk perseroan terbatas atau persero).

Untuk merawat orang yang sedang sakit di rumah sakit, diserahkan kepada perawat, baik perawat laki-laki maupun perawat perempuan. Adapun tugas dari perawat diatur dalam pasal 29 ayat (1) Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2014 Tentang Keperawatan yang menetapkan sebagai berikut:

Dalam menyelenggarakan Praktik Keperawatan, Perawat bertugas sebagai: a. pemberi Asuhan Keperawatan;

b. penyuluh dan konselor bagi Klien; c. pengelola Pelayanan Keperawatan;

1 Muhamad Sadi Is, 2015, Etika Hukum Kesehatan (Teori dan Aplikasinya di Indonesia), Cetakan ke-1, Prenada Media Group, Jakarta, hlm. 108


(18)

d. peneliti Keperawatan;

e. pelaksana tugas berdasarkan pelimpahan wewenang; dan/atau f. pelaksana tugas dalam keadaan keterbatasan tertentu.

Siti Hajati Hosein menyatakan bahwa “berdasarkan pada ketentuan yang berlaku di Indonesia, ada perbedaan kesatuan yang didasari kepada siapa pemberi kerjanya, sehingga ada perbedaan ketentuan yang berlaku bagi Pegawai Negeri Sipil (ambtenaar), di samping ketentuan yang berlaku bagi pekerja/buruh di perusahaan swasta (arbeider)”.2

Perawat yang bekerja di rumah sakit pemerintah atau rumah sakit pemerintah daerah, profesi perawat tersebut termasuk ke dalam Pegawai Negeri Sipil maupun Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja, karena rumah sakit pemerintah dan rumah sakit pemerintah daerah bergerak di bidang pemerintahan. Sedangkan perawat yang bekerja di rumah sakit swasta, sudah jelas bukan Pegawai Negeri Sipil maupun Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja, melainkan merupakan tenaga kerja yang dipekerjakan oleh badan hukum yang kegiatan usahanya bergerak di bidang perumahsakitan.

Pengertian perawat dalam ketentuan pasal 1 angka 2 Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2014 Tentang Keperawatan menyatakan bahwa “Perawat adalah seseorang yang telah lulus pendidikan tinggi Keperawatan, baik di dalam maupun di luar negeri yang diakui oleh Pemerintah sesuai dengan ketentuan Peraturan

2 Aloysius Uwiyono, Siti Hajati Hosein, Widodo Suryandono, dan Melania Kiswandari, 2014,

Asas-Asas Hukum Perburuhan, Cetakan ke-1, RajaGrafindo Persada, Jakarta, hlm. 49


(19)

undangan”. Perawat juga merupakan orang yang berhak atas kesehatan dan perawat berhak pula mendapatkan perlindungan hukum dari negara.

Negara dalam menjaga ketertiban hukum, menuangkan hak-hak yang dimiliki oleh warga negaranya kedalam suatu peraturan yang disebut dengan hukum perundang-undangan. Hak merupakan sebagai kepentingan-kepentingan yang dilindungi oleh hukum. Tetapi perlu ditekankan bahwa kepentingan-kepentingan tersebut bukan diciptakan oleh negara karena kepentingan-kepentingan itu telah ada dalam kehidupan bermasyarakat dan negara hanya memilih mana yang harus dilindungi.3

Menurut Jeremy Bentham, hak tidak memiliki arti apapun jika tidak ditunjang oleh undang-undang. Undang-undang adalah suatu bentuk nyata dari hukum. Dari hukum yang nyata timbul hak yang nyata. Bentham menegaskan bahwa hak adalah anak dari hukum.4

Hukum perundang-undangan termasuk ke ranah atau bentuk hukum tertulis. Hukum tertulis telah menjadi tanda ciri dari hukum modern yang harus mengatur serta melayani kehidupan modern.5 Kelebihan hukum tertulis dibandingkan hukum

3 Peter Mahmud Marzuki, 2009, Pengantar Ilmu Hukum, Cetakan ke-3, Kencana, Jakarta, hlm. 175.

4Ibid, hlm. 164.

5 Satjipto Rahardjo, 2000, Ilmu Hukum, Cetakan ke-5, Citra Aditya Bakti, Bandung, hlm. 72


(20)

tidak tertulis dalam melayani kehidupan modern sebagaimana disebutkan diatas adalah antara lain:6

1. Apa yang diatur dengan mudah diketahui orang;

2. Setiap orang, kecuali yang tidak bisa membaca, mendapatkan jalan masuk yang sama ke dalam hukum;

3. Pengetahuan orang mengenai hukum senantiasa bisa dicocokkan kembali dengan yang telah dituliskan, sehingga mengurangi ketidakpastian;

4. Untuk keperluan pengembangan peraturan hukum atau perundang-undangan, untuk membuat yang baru, maka hukum tertulis juga menyediakan banyak kemudahan.

Pengguanaan hukum tertulis yang umum ini, tidak serta merta dapat disamakan dengan meningkatnya kualitas keadilan. Hukum tertulis tidak berhubungan dengan kualitas keadilan, tetapi hanya menyangkut bentuk saja. 7

Wirjono Prodjodikoro mendefinisikan tentang hukum yaitu hukum adalah rangkaian peraturan-peraturan mengenai tingkah laku orang-orang sebagai anggota suatu masyarakat, sedang satu-satunya tujuan dari hukum ialah mengadakan keselamatan, bahagia, dan tata tertib dalam masyarakat.8

Hukum diciptakan karena adanya hak.9 Hak yang dimaksud dalam hal ini adalah hak individu yang terkandung dalam kehidupan bermasyarakat. Hak individu tersebutlah yang akan diseleksi oleh badan legislatif negara dan dituangkan kedalam peraturan perundang-undangan. Dengan kata lain, hak tersebut akan berubah menjadi hukum dengan bantuan badan legislatf negara.

6Ibid

7Ibid

8 Wirjono Prodjodikoro, 1967, Perbuatan Melanggar Hukum, Cetakan ke-6, Sumur, Bandung, hlm. 9.

9 Peter Mahmud Marzuki, op.cit, hlm. 166.


(21)

Hak hukum adalah selalu merupakan kewajiban hukum orang lain. Tidak ada hak hukum tanpa adanya kewajiban hukum orang lain. Hak dalam arti sempit dapat dikatakan bahwa hak selalu merupakan kewajiban orang lain, sedangkan kewajiban tidak selalu mengakibatkan hak orang lain.10

Dalam dunia kerja, hak-hak diperoleh seseorang setelah melakukan kewajibannya sebagai pekerja terlebih dahulu. Hak dan kewajiban para pekerja tercantum dalam perjanjian kerja yang dibuat oleh pengusaha dan tenaga kerja dengan kesepakatan bersama. Begitu pula halnya dengan perawat yang bekerja di rumah sakit swasta, yang mengikatkan diri dalam suatu perjanjian kerja dengan rumah sakit swasta tersebut.

Diadakannya perjanjian kerja antara pemberi kerja dengan penerima kerja, guna terjalinnya hubungan antara pemberi kerja dengan penerima kerja tersebut, dan selanjutnya akan berlaku ketentuan tentang hukum perburuhan, antara lain mengenai syarat-syarat kerja, jaminan sosial, kesehatan dan keselamatan kerja.11

Hak-hak tenaga kerja laki-laki berbeda dengan hak-hak tenaga kerja perempuan. Tenaga kerja perempuan memperoleh hak-hak yang lebih khusus daripada tenaga kerja laki-laki. Hal tersebut diakibatkan oleh karena kaum perempuan memiliki resiko yang lebih besar daripada kaum laki-laki terutama pada saat

10 Jimly Asshiddiqie dan M. Ali Safa’at, 2012, Teori Hans Kelsen Tentang Hukum, Cetakan ke-2, Konpress, Jakarta, hlm 61

11 Aloysius Uwiyono, Siti Hajati Hosein, Widodo Suryandono, dan Melania Kiswandari, op.cit, hlm. 52


(22)

perempuan dipekerjakan pada malam hari. Hal tersebut diatas dapat dilihat dari ketentuan pasal 76 ayat (3) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan menyatakan bahwa pengusaha yang mempekerjakan pekerja/buruh perempuan antara pukul 23.00 sampai dengan pukul 07.00 wajib:

a. memberikan makanan dan minuman bergizi; dan

b. menjaga kesusilaan dan keamanan selama di tempat kerja.

Jika dilihat dari aspek kodratnya, sudah sepantasnya perempuan mendapatkan perlindungan hukum bila dipekerjakan pada malam hari, karena perempuan lebih lemah dan memerlukan pelindungan hukum yang lebih daripada laki-laki. Iman Soepomo menegaskan bahwa dalam wanita seharusnya mendapatkan perlakuan khusus terkait dengan kesehatan, kesusilaan, dan keselamatan kerja.12

Bukan berarti bahwa dalam pemberian perlindungan khusus terhadap perempuan ini dikatakan sebagai ketidaksetaraan gender, melainkan untuk menumbuhkan suatu keadilan, maka diskriminasi itu diperlukan dalam hukum. Gender tidak semata-mata kodrat yang diberikan oleh Tuhan, tetapi bila diartikan lebih luas, gender bisa jadi adalah suatu bentuk rekayasa dari masyarakat (sosio constuction).13

12 Iman Soepomo, 1983, Hukum Perburuhan Bidang Kesehatan Kerja (Perlindungan Hukum), Cetakan Ke-5, Pradnya Paramita, Jakarta, hlm. 55.

13 Ristina Yudhanti, 2014, Perempuan dalam Pusaran Hukum, Cetakan ke-1, Thafa Media, Yogyakarta, hlm. 31


(23)

Perawat dalam hal tugasnya yang tercantum dalam pasal 29 ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2014 Tentang Keperawatan yang menetapkan bahwa Dalam menyelenggarakan Praktik Keperawatan, Perawat bertugas sebagai pemberi Asuhan Keperawatan. Dalam hal pemberian asuhan keperawatan tersebut, perawat bekerja 24 jam secara bergantian. Perawat yang bekerja pada malam hari tersebut adalah perawat laki-laki maupun perempuan. Pada saat perawat perempuan dipekerjakan pada malam hari inilah yang harus diberikan perlindungan hukum lebih dikarenakan situasi dan kondisi yang dimungkinkan terjadinya bahaya dalam pekerjaan.

Jika dilihat dari segi petanggungjawabannya, perawat yang bekerja dirumah sakit swasta adalah atas perlidungan dari badan hukum yang mempekerjakannya. Tetapi Undang Nomor 38 Tahun 2014 Tentang Keperawatan dan Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 Tentang Rumah Sakit tidak mengatur tentang perlindungan hukum terhadap perawat yang dipekerjakan pada malam hari, dan juga tidak menjelaskan status profesi perawat yang bekerja di rumah sakit pemerintah dan rumah sakit pemerintah daerah serta di rumah sakit swasta. mengingat bahwa hukum merupakan kehendak dan ciptaan manusia berupa norma-norma yang berisikan petunjuk-prtunjuk tingkah laku, tentang apa tang boleh dilakukan dan tentang apa yang tidak boleh dilakukan.14 Oleh karena itu hukum harus mempunyai sanksi dan mengandung nilai-nilai keadilan, kegunaan, serta nilai kepastian dalam masyarakat

14 Chainur Arrasjid, 2006, Dasar-Dasar Ilmu Hukum, Cetakan Ke-4, Sinar Grafika, Jakarta, Hlm. 112


(24)

empat hukum diciptakan. Atas dasar hal tersebut diatas, maka saya tertarik untuk melakukan penelitian guna penyusunan tugas akhir dalam strata satu (S1) yaitu skipsi dengan mengambil judul “PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PERAWAT PEREMPUAN DI RUMAH SAKIT SWASTA YANG DIPEKERJAKAN PADA MALAM HARI”.

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian dalam latar belakang masalah tersebut di atas, maka permasalahan dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut:

1. Bagaimana pengaturan status hukum profesi perawat perempuan yang bekerja di rumah sakit swasta?

2. Bagaimana perlindungan hukum terhadap perawat perempuan yang bekerja pada malam hari di rumah sakit swasta?

1.3. Ruang Lingkup Masalah

Untuk menghindari pembahasan yang meluas dari skripsi ini, maka perlu adanya pembatasan ruang lingkup masalah yang dibahas nanti. Adapun ruang lingkup permasalahan pertama meliputi: pembagian rumah sakit menurut pengelolaannya dan pengaturan status hukum profesi perawat perempuan di rumah sakit swasta. Sedangkan ruang lingkup permasalahan yang kedua meliputi: perlindungan hukum terhadap pekerja perempuan yang bekerja pada malam hari, dan perlindungan hukum terhadap perawat perempuan yang bekerja pada malam hari di rumah sakit swasta.


(25)

Dengan dibatasinya pembahasan mengenai permasalahan-permasalahan tersebut diatas, sehingga pembahasan tersebut dapat berjalan sesuai dengan alur dan dapat membedah permasalahan-permasalahan tersebut diatas.

1.4. Orisinalitas Penelitian

Berdasarkan fakta yang menunjukkan bahwa cukup banyak hasil penelitian yang berkaitan dengan objek penelitian baik dalam bentuk laporan, skripsi, tesis, maupun disertasi. Namun khusus untuk penelitian hukum, dengan keterbatasan kemampuan, untuk menelusuri hasil-hasil penelitian di bidang hukum, tidak banyak didapati penelitian tentang perawat perempuan yang dipekerjakan pada malam hari. Adapun dari penelusuran yang telah dilakukan, terdapat penelitian sejenis dalam bentuk jurnal dan skripsi, sebagai berikut:

Table 1. Daftar Penelitian Sejenis

No. Judul Penelitian Penulis Rumusan Masalah 1. Perlindungan Hukum

Terhadap Tenaga Kesehatan Dalam Melaksanakan Tugas Dan Profesinya.

M. Sofian Hadi (Fakultas Hukum Universitas

Mataram).

1. Bagaimana pengaturan

perlindungan hukum terhadap tenaga kesehatan dalam melaksanakan tugas


(26)

dan profesinya.

2. Bagaimana bentuk perlindungan hukum terhadap tenaga kesehatan dalam melaksanakan tugas dan profesinya. 2. Perlindungan Hukum

Terhadap Perawat Yang Bekerja Pada Malam Hari Di Rumah Sakit Harapan, Kota Magelang. Ivana Dian Kristanti (Fakultas Hukum Universitas Atma Jaya Yogyakarta.

1. Kendala apa saja yang dihadapi para

pihak dalam pelaksanaan

perlindungan hukum terhadap perawat yang bekerja pada malam hari di Rumah Sakit Harapan, Kota

Magelang?

2. Bagaimana upaya penyelesaian yang ditempuh para pihak


(27)

dalam pelaksanaan perlindungan hukum terhadap perawat yang bekerja pada malam hari di Rumah Sakit Harapan, Kota Magelang?

Terdapat perbedaan pada kedua penelitian tersebut diatas dengan penelitian yang akan saya lakukan guna penyusunan karya ilmiah ini. Penelitian pertama memfokuskan pada pengaturan dan bentuk perlindungan hukum terhadap tenaga kesehatan dalam melaksanakan tugas dan profesinya. Penelitian kedua lebih memfokuskan pada keseluruhan profesi perawat, baik laki-laki mapun perempuan, dan baik di rumah sakit negeri maupun di rumah sakit swasta. penelitian kedua dilakukan secara empiris, dengan menggunakan data yang diperoleh dari rumah sakit Harapan, Kota Magelang. Adapun penelitian yang saya lakukan, dengan judul “Perlindungan Hukum Terhadap Perawat Perempuan Di Rumah Sakit Swasta Yang Dipekerjakan Pada Malam Hari” yang mengkaji perawat perempuan dari sisi ketenagakerjaan, serta bagaimana bentuk perlindungan hukum terhadap perawat perempuan di rumah sakit swasta yang dipekerjakan pada malam hari.


(28)

1.5. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian dari skripsi ini yang terdiri dari tujuan umum dan tujuan khusus, yaitu:

a. Tujuan Umum

Untuk mengetahui dan mengkaji perlindungan hukum terhadap perawat perempuan di rumah sakit swasta yang dipekerjakan pada malam hari.

b. Tujuan Khusus

1. Untuk mengkaji profesi perawat dari sisi ketenagakerjaan.

2. Untuk mengetahui perlindungan hukum terhadap perawat perempuan di rumah sakit swasta yang dipekerjakan pada malam hari.

1.6. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat yang akan diperoleh dari adanya penelitian skripsi ini terdiri dari manfaat teoritis dan manfaat praktis, yaitu:

a. Manfaat Teoritis

Memberikan sumbangan pemikiran pemikiran akademis bagi pengembangan ilmu pengetahuan hukum pada umumnya, khususnya pada bidang hukum ketenagakerjaan dan hukum keperawatan.


(29)

b. Manfaat Praktis

Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran bagi lembaga eksekutif dan legislatif untuk memperbaiki undang-undang yang sedang berlaku pada saat ini yaitu Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2014 Tentang Keperawatan dan Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 Tentang Rumah Sakit, agar diperjelas kedudukan profesi perawat di rumah sakit negeri maupun di rumah sakit swasta, serta memberikan perlindungan hukum terhadap perawat perempuan di rumah sakit swasta yang dipekerjakan pada malam hari.

1.7. Landasan Teori

Landasan teori dari karya ilmiah ini mengarah pada teori hubungan kerja. Dari teori hubungan kerja, maka lahirlah sebuah perjanjian yang dilakukan antara pemberi kerja dan penerima kerja/tenaga kerja. Menurut pasal 1313 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, yang dimaksud dengan perjanjian adalah suatu perbuatan, dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih. Perjanjian yang dilakukan oleh pemberi kerja dengan penerima kerja/tenaga kerja tersebut disebut dengan perjanjian kerja. Perjanjian kerja yang menjadi landasan dari karya ilmiah ini mencakup kesehatan dan keselamatan kerja, yang merupakan hak-hak dari tenaga kerja, atau dapat juga dikatakan sebagai kewajiban dari pemberi kerja. Penentuan jam kerja sangat berpengaruh pada kesehatan dan keselamatan kerja, bahkan dampaknya akan menjadi negatif apabila penentuan waktu kerja yang tidak


(30)

sesuai dengan kemampuan dari tenaga kerja.15 Tenaga kerja yang dipekerjakan pada malam hari akan mendapatkan resiko pekerjaan yang lebih besar daripada tenaga kerja yang dipekerjakan pada pagi hari, siang hari, ataupun sore hari. Terlebih tenaga kerja yang dipekerjakan pada malam hari tersebut adalah tenaga kerja perempuan, yang secara kodratnya perempuan lebih lemah daripada laki-laki dalam urusan kesehatan dan keselamatannya.

Menurut Adrian Sutedi, “keselamatan dan kesehatan kerja adalah suatu program yang dibuat bagi pekerja maupun pengusaha sebagai upaya pencegahan bagi timbulnya kecelakaan kerja dan penyakit akibat hubungan kerja dalam lingkungan kerja dengan cara mengenali hal-hal yang berpotensi menimbulkan kecelakaan kerja dan penyakit akibat hubungan kerja, dan tindakan antisipatif bila terjadi hal demikian”.16

Seseorang disebut sebagai tenaga kerja tergantung dari siapa pemberi kerjanya, jika pemberi kerjanya berurusan dengan pemerintah maupun pemerintah daerah, maka seorang sebagai penerima kerja tersebut masuk ke dalam Pegawai Negeri Sipil ataupun Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja yang ranah hukumnya termasuk ke dalam hukum publik (hukum administrasi negara). Sedangkan jika pemberi kerjanya adalah perusahaan swasta ataupun perorangan, maka seorang penerima kerja tersebut termasuk kategori tenaga kerja. Tenaga kerja

15 G. Kartasapoetra, R.G. Kartasapoetra, dan A.G. Kartasapoetra, 1992, Hukum Perburuhan di Indonesia Berlandaskan Pancasila, Cetakan ke-3, Sinar Grafika, Jakarta, hlm. 117

16 Adrian Sutedi, 2011, Hukum Perburuhan, Cetakan Ke-2, Sinar Grafika, Jakarta, hlm. 170.


(31)

itu sendiri dalam kaitannya dengan hukum, termasuk ke dalam hukum privat/perdata.17

Dilihat dari pengaturan tentang perjanjian pada pasal 1338 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang menyatakan bahwa “semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya”, artinya akan berlaku aturan hukum baru bagi para pihak yang membuat perjanjian tersebut. Pemberi kerja yang melakukan perjanjian dengan penerima kerja akan berlaku hukum bagi mereka yang berisikan hak dan kewajiban masing-masing pihak. Hak dan kewajiban yang tercantum dalam perjanjian tersebut berlaku secara sah bagi para pihak dengan kesepakatan bersama. Sahnya hak dan kewajiban tersebut harus disertai dengan melengkapi empat syarat sahnya suatu perjanjian yang diatur dalam pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yaitu:

1. Sepakat mereka yang mengikat dirinya;

2. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan;

3. Suatu hal tertentu; dan

4. Suatu sebab yang halal.

Ketika suatu perjanjian sudah dikatakan sah dan menjadi suatu hukum baru bagi para pihaknya, maka hukum tersebut akan melindungi para pihaknya jika terjadi

17 Zainal Asikin, Agusfian Wahab, Lalu Huseni, dan Zaeni Asyhadie, 2010, Dasar-Dasar Hukum Perburuhan, Cetakan ke-8, RajaGrafindo Persada, Jakarta, hlm. 6


(32)

wanprestasi dari salah satu pihak. Perlindungan hukum tersebut telah didapatkan pada saat salah satu pihak telah mengikatkan diri dengan pihak lainnya, dan apabila salah satu pihak tidak mendapatkan haknya dan/atau sebaliknya pihak lainnya tidak menjalankan kewajibannya, maka hukum akan bergerak untuk melindungi pihak yang dirugikan tersebut. Adanya perlindungan dari hukum merupakan suatu bentuk ancaman yang disertai dengan sanksi agar tidak terjadinya suatu pelanggaran.

Perlindungan hukum sangat dibutuhkan oleh tenaga kerja, karena dalam suatu pekerjaan pasti terdapat resiko yang mungkin akan menimpa tenaga kerja tersebut. Ada adagium yang menyatakan bahwa “pekerja adalah tulang punggung perusahaan”. Pekerja dapat dikatakan sebagai tulang punggung perusahaan karena tenaga kerja mempunyai peran penting dalam suatu perusahaan, tanpa adanya pekerja, perusahaan tersebut tidak akan berjalan, dan berpartisipasi dalam pembangunan.18

Mengenai perlindungan hukum, Menurut Philipus M. Hadjon dalam bukunya “Perlindungan Hukum Bagi Rakyat Indonesia” bahwa perlindungan hukum dalam kepustakaan hukum berbahasa Belanda dikenal dengan sebutan “rechtbescherming van de burgers”. Pendapat ini menunjukkan kata perlindungan hukum merupakan terjemahan dari bahasa Belanda. Kata perlindungan mengandung pengertian terdapat suatu usaha untuk memberikan hak-hak pihak yang dilindungi sesuai dengan kewajiban yang telah dilakukan. Ada dua macam bentuk perlindungan hukum yaitu perlindungan hukum yang bersifat preventif dan represif. Preventif artinya

18Ibid, hlm. 95


(33)

perlindungan yang diberikan sebelum terjadinya sengketa, artinya perlindungan hukum ini bertujuan untuk mencegah terjadinya sengketa, sedangkan sebaliknya perlindungan hukum represif bertujuan untuk menyelesaikan sengketa.19

Teori Gustav Radbruch yang lebih mengarah pada gagasan hukum sebagai nilai keadilan, tidak bisa lepas dari isi yang konkret, maka dari itu harus menengok pada segi finalitasnya. 20 Dan untuk melengkapi keadilan dan finalitas itu, dibutuhkannya kepastian.21 Jadi menurut Radbruch, hukum memiliki tuga aspek, yaitu: keadilan, finalitas, dan kepastian. Aspek kepastian merujuk pada tujuan kesamaan hak di depan hukum.22 Aspek finalitas merujuk pada tujuan keadilan, yaitu memajukan kebaikan dalam hidup manusia. Aspek ini menentukan isi hukum.23 Sedangkan kepastian merujuk pada jaminan bahwa hukum (yang berisi keadilan dan norma-norma yang memajukan kebaikan) benar-benar berfungsi sebagai peraturan yang ditaati.24

Dari Teori Perlindungan Hukum dan Teori Gustav Radbruch tersebut dapat menggambarkan bahwa perlindungan hukum itu diperlukan oleh setiap orang dan nilai-nilai keadilan sangatlah diperlukan dalam memberikan perlindungan hukum.

19 Putu Vera Widyantari, 2014, “Tesis; Wanprestasi Dalam Perjanjian Kredit Perbankan Dengan Jaminan Tanah Yang Belum Bersertipikat Sebelum Proses Pendaftaran Jaminan Tanah Selesai Ditinjau Dari Undang-Undang No. 4 Tahun 1996”, http://www.pps.unud.ac.id/thesis/pdf_thesis/unud-1097-2081819407-tesis%20kenotariatan.pdf, diakses tanggal 06 April 2016, pukul 21.14

20 Bernard L. Tanya, Yoan N. Simanjuntak, dan Markus Y. Hage, 2013, Teori Hukum (Strategi Tertib Manusia Lintas Ruang dan Generasi), Cetakan Ke-4, Genta, Yogyakarta, Hlm. 118

21Ibid

22Ibid

23Ibid

24Ibid


(34)

Nilai-nilai keadilan itu harus berbentuk konkret dengan melihat dari segi finalitasnya dan dilengkapi dengan kepastian untuk memberikan jaminan bahwa hukum benar-benar berfungsi sebagai peraturan yang ditaati.

Tenaga kerja yang dibutuhkan perusahaan dewasa ini tidak memandang status gender, baik laki-laki maupun perempuan memiliki kesempatan bekerja yang sama dalam suatu perusahaan. Tetapi jika pekerjaannya memang sangat berat, sangat dimungkinkan adanya perlindungan khusus bagi kaum perempuan, karena menurut Imam Soepomo, perempuan sudah seharusnya mendapatkan perlakuan khusus terkait dengan kesehatan, kesusilaan, dan keselamatan kerja. Dengan landasan teori yang telah dipaparkan tersebut diatas, diharapkan dapat menyelesaikan permasalahan-permasalahan dalam karya ilmiah ini.

1.8. Metode Penelitian

Dalam penulisan karya ilmiah haruslah berdasarkan metode penelitian yang mencakup jenis penelitian, jenis pendekatan, bahan hukum/data, teknik pengumpulan bahan hukum/data, dan teknik analisis yang akan dipaparkan sebagai berikut:

a. Jenis Penelitian

Jenis penelitian dalam karya ilmiah yang berjudul perlindungan hukum terhadap perawat perempuan di rumah sakit swasta yang dipekerjakan pada malam hari ini adalah penelitian hukum normatif, yang artinya penelitian ini menggunakan pendekatan melaui perspektif norma-norma yang sudah ada sebelumnya. Penelitian


(35)

hukum normatif dapat juga dikatakan sebagai penelitian dalam pengkajian peraturan perundang-undangan yang berlaku.

b. Jenis Pendekatan

Jenis pendekatan yang digunakan dalam penelitian karya ilmiah ini adalah pendekatan yuridis normatif, yaitu “penelitian yang membahas doktrin-doktrin atau asas-asas dalam ilmu hukum”.25 Penelitian hukum normatif mencakup:26

a. Penelitian terhadap asas-asas hukum; b. Penelitian terhadap sistematika hukum; c. Penelitian terhadap taraf sinkronisasi hukum; d. Penelitian sejarah hukum; dan

e. Penelitian perbandingan hukum.

Untuk dapat membedah permasalahan-permasalahan yang akan di teliti, memerlukan pendekatan melalui Undang-Undang dan pendekatan-pendekatan melalui konsep. Agar sekiranya dapat dipecahkan permasalahan-permasalahan yang telah tersebut diatas.

c. Bahan Hukum

Penelitian ini bersumber dari bahan hukum yang berupa:

25 Zainudin Ali, 2009, Metode Penelitian Hukum, Cetakan ke-1, Sinar Grafindo Offset, Jakarta, hlm. 24

26Ibid, hlm. 22


(36)

1) Bahan hukum primer, yaitu bahan hukum yang berupa peraturan perundang-undangan. Bahan hukum primer dalam penelitian ini mencakup:

a) Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 Tentang Rumah Sakit; b) Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2014 Tentang Keperawatan; c) Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan;

d) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan; dan

e) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.

2) Bahan Hukum Sekunder, yaitu bahan hukum yang memberi penjelasan mengenai bahan hukum primer seperti berbagai bahan kepustakaan berupa buku, majalah, hasil penelitian, makalah dalam seminar, dan jurnal yang berkaitan dengan penelitian ini.

3) Bahan Hukum Tersier, yaitu bahan hukum yang memberikan petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder dalam penelitian ini yang mana terdiri kamus hukum dan kamus besar bahasa Indonesia.

d. Teknik Pengumpulan Bahan Hukum

Pengumpulan bahan hukum dalam penelitian ini dilakukan dengan studi dokumen dan pencatatan terhadap semua bahan-bahan hukum yang diperlukan dalam


(37)

penelitian ini, serta mengutip teori-teori hukum yang berkaitan dengan permasalahan yang terdapat dalam penelitian ini.

e. Teknik Analisis

Dalam hal menganalisis terhadap bahan-bahan hukum yang telah terkumpul, dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut:

1) Teknik Deskriptif, yaitu pencarian fakta dengan interpretasi yang tepat. mempelajarai masalah-masalah dalam masyarakat serta tatacara yang berlaku dalam masyarakat.

2) Teknik Interpretasi, yaitu pencarian arti kata yang ditafsirkan di dalam hukum atau menghubungkan pasal-pasal yang saling berkaitan dalam suatu peraturan perundang-undangan.

3) Teknik Argumentasi, yaitu suatu pengembangan paragraf dalam penulisan yang berisikan pengembangan-pengembangan pemikiran dengan tujuan untuk memperoleh kebenaran.


(38)

BAB II

TINJAUAN UMUM MENGENAI PERLINDUNGAN HUKUM, RUMAH SAKIT SWASTA, DAN MALAM HARI

2.1. Perlindungan Hukum

Setiap orang berhak untuk mendapatkan perlindungan, karena tak seorangpun dapat menghindar dari bahaya yang dapat menimpanya suatu saat nanti. Oleh karena kita berada di negara hukum, maka sudah selayaknya setiap orang mendapatkan perlindungan dari hukum.

2.1.1. Pengertian Perlindungan Hukum

Perlindungan hukum adalah perlindungan akan harkat dan martabat, serta pengakuan terhadap hak-hak asasi manusia yang dimiliki oleh subyek hukum berdasarkan ketentuan hukum dari kesewenangan atau sebagai kumpulan peraturan atau kaidah yang akan dapat melindungi suatu hal dari hal lainnya.1 Bagi Negara Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila, prinsip-prinsip perlindungan hukum bagi rakyat dengan sendirinya harus dikembalikan kepada Pancasila sebagai dasar negara.2

Dalam suatu negara yang menganut supremasi hukum atau menjadikan hukum sebagai panglima, maka negara tersebut wajib melindungi warga negaranya

1 Philipus M. Hadjon, 2007, Perlindungan Hukum Bagi Rakyat di Indonesia (Sebuah Studi tentang Prinsip-prinsipnya, Penanganannya oleh Pengadilan dalam Lingkungan Peradilan Umum dan Pembentukan Peradilan Administrasi), Cetakan Ke-1, Peradaban, Surabaya, Hlm. 25

2Ibid


(39)

dengan menciptakan suatu hukum yang dapat melindungi hak-hak dari subjek hukum yang berada di negaranya. Hukum dapat memberikan batasan-batasan tingkah laku subjek hukum, sehingga setiap subjek hukum berkewajiban untuk tidak merampas hak-hak dari subjek hukum lainnya.

2.1.2. Perlindungan Hukum Terhadap Pekerja

Pekerja/buruh yang diartikan dalam Pasal 1 angka 3 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan adalah setiap orang yang bekerja dengan menerima upah atau imbalan dalam bentuk lain. Tidak ada batasan umur maupun gelar akademik atau non akademik dalam pengertian pekerja/buruh yang tercantum dalam Pasal 1 angka 3 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan tersebut. Hanya saja yang membedakan pekerja/buruh yang dimaksudkan dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan adalah pemberi kerjanya. Pengertian pemberi kerja terdapat dalam Pasal 1 angka 4 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan adalah orang perseorangan, pengusaha, badan hukum, atau badan-badan lainnya yang mempekerjakan tenaga kerja dengan membayar upah atau imbalan dalam bentuk lain. Pekerja/buruh yang dimaksudkan dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan adalah setiap orang yang bekerja dengan menerima upah atau imbalan dalam bentuk lain pada orang perseorangan, pengusaha, badan hukum, atau badan-badan lainnya.


(40)

Dalam beberapa karya ilmiah tentang ketenagakerjaan sering dijumpai adagium yang menyatakan bahwa “pekerja/buruh adalah tulang punggung perusahaan”. Pekerja/buruh dikatakan sebagai tulang punggung perusahaan karena memang benar pekerja/buruh memiliki peran penting dalam perusahaan, tanpa adanya pekerja/buruh perusahaan tersebut tidak akan bisa jalan, dan tidak akan bisa berpartisipasi dalam pembangunan nasional.3 Menyadari pentingnya pekerja/buruh bagi perusahaan, pemerintah, dan masyarakat, maka perlu dilakukan pemikiran agar pekerja/buruh dapat menjaga keselamatan dalam menjalankan pekerjaannya. 4 Demikian pula perlu diusahakan ketenangan dan kesehatan pekerja/buruh agar apa yang dihadapinya dalam pekerjaan dapat diperhatikan semaksimal mungkin sehingga kewaspadaan dalam menjalankan pekerjaan itu tetap terjamin.5

Perlindungan kerja dapat dilakukan baik dengan memberikan tuntunan, santunan, maupun dengan meningkatkan pengakuan hak-hak asasi manusia, perlindungan fisik dan sosial ekonomi melalui norma yang berlaku dalam perusahaan.6 Dengan demikian, secara teoritis dikenal ada tiga jenis perlindungan kerja, yaitu sebagai berikut:7

1. Perlindungan sosial, yaitu perlindungan yang berkaitan dengan usaha kemasyarakatan, yang tujuannya untuk memungkinkan pekerja/buruh

3 Zaeni Asyhadie, 2015, Hukum Kerja, Cetakan Ke-4, RajaGrafindo Persada, Jakarta, Hlm. 83 4Ibid

5Ibid

6Ibid, Hlm. 84 7Ibid


(41)

mengenyam dan mengembangkan perikehidupan sebagaimana manusia pada umumnya, dan khususnya sebagai anggota masyarakat dan anggota keluarga. Perlindungan sosial ini disebut juga dengan kesehatan kerja.

2. Perlindungan teknis, yaitu suatu jenis perlindungan yang berkaitan dengan usaha-usaha untuk menjaga agar pekerja/buruh terhindar dari bahaya kecelakaan yang dapat ditimbulkan oleh alat-alat kerja atau bahan yang dikerjakan. Perlindungan ini sering disebut sebagai keselamatan kerja.

3. Perlindungan ekonomis, yaitu suatu jenis perlindungan yang berkaitan dengan usaha-usaha untuk memberikan kepada pekerja/buruh suatu penghasilan yang cukup guna memenuhi keperluan sehari-hari baginya dan keluarganya, termasuk dalam hal pekerja/buruh tidak mampu bekerja karena sesuatu diluar kehendaknya. Perlindungan jenis ini biasa disebut dengan jaminan soaial.

2.2. Rumah Sakit Swasta

Kehadiran rumah sakit sangat diperlukan dalam kehidupan bermasyarakat, selain rumah sakit berfungsi sebagai pelayanan kesehatan, rumah sakit juga memberikan lapangan pekerjaan bagi orang-orang yang bergerak di bidang tenaga kesehatan. Walaupun banyak terdapat rumah sakit beserta jenis-jenisnya, tetapi tujuan utama dari rumah sakit ialah sebagai pelayanan kesehatan bagi masyarakat.

Dahulu warga masyarakat yang sakit dan dirawat di sebuah rumah sakit pribadi (private hospital) tidak dapat menuntut ganti rugi apabila menderita cedera


(42)

karena rumah sakit merupakan suatu lembaga yang terlindung oleh doktrin charitable community.8 Pada waktu di Amerika Serikat, pengadilan menggunakan berbagai teori untuk menegakan doktrin charitable community ini.9 Teori yang pertama ialah teori kepercayaan (trust theory) yang menyatakan bahwa dana-dana yang dikelola suatu lembaga derma hanya bertujuan untuk membantu penderita dan apabila dana tersebut digunakan untuk membayar ganti rugi, maka tujuannya sudah disalah gunakan.10 Kedua, implied waiver theory menyatakan bahwa pasien rumah sakit ditanggung oleh dana yang berasal dari derma sehingga pasien rumah sakit tersebut dianggap dengan sendirinya menanggalkan haknya untuk menuntut ganti rugi apabila terjadi kecelakaan.11 Ketiga, respondent superior theory, menyatakan atasan atau majikan bertanggung jawab atas hasil pekerjaan bawahan atau pekerja apabila pekerjaan tersebut dilakukan untuk memenuhi kepentingan atasan atau majikan.12 Oleh karena lembaga-lembaga derma bukan merupakan organisasi yang bertujuan mencari keuntungan, maka rumah sakit tidak dapat dipertanggungjawabkan atas perbuatan-perbuatan bawahannya.13 Dengan demikian, menurut Harold L. Hirsh yang dikutip dari buku yang berjudul Etika Hukum Kesehatan (Teori dan Aplikasinya di

8

Muhamad Sadi Is, op.cit, Hlm. 105 9

Muhamad Sadi Is, loc.cit

10

Muhamad Sadi Is, loc.cit

11

Muhamad Sadi Is, loc.cit

12

Muhamad Sadi Is, loc.cit

13

Muhamad Sadi Is, loc.cit


(43)

Indonesia) karangan dari Muhamad Sadi Is, haluan pengadilan untuk membatasi tanggung jawab rumah sakit dilandaskan atas kepentingan umum.14

2.2.1. Pengertian Rumah Sakit Swasta

Sebagian besar masyarakat pasti telah mengetahui rumah sakit yang fungsinya adalah memberikan pelayanan kesehatan yang bersifat kemanusiaan. Sebagian besar masyarakat juga pasti sudah pernah merasakan berada di rumah sakit, karena sakit itu adalah bagian dari kehidupan dan jika terdapat keluhan sakit, biasanya orang-orang meminta pertolongan ke rumah sakit yang terdapat banyak tenaga kesehatan disana, walaupun bukan hanya rumah sakit saja yang menyediakan jasa pelayanan kesehatan, tetapi masyarakat sebagian besar lebih memilih rumah sakit sebagai tempat pelayanan kesehatannya apabila terdapat keluhan penyakit.

Rumah sakit dapat dibentuk oleh pemerintah, pemerintah daerah, dan swasta. Rumah sakit yang dibentuk oleh pemerintah dan pemerintah daerah merupakan bagian dari instansi pemerintahan. Sedangkan rumah sakit swasta adalah rumah sakit yang dibentuk oleh badan hukum yang hanya bergerak di bidang perumahsakitan.

Rumah sakit swasta menurut jenis pengelolaan rumah sakit dapat dibagi menjadi dua jenis, yaitu rumah sakit swasta publik dan rumah sakit swasta privat. Rumah sakit swasta publik adalah rumah sakit swasta yang dikelola oleh badan

14

Muhamad Sadi Is, loc.cit


(44)

hukum yang bersifat nirlaba. Sedangkan rumah sakit swasta privat adalah rumah sakit swasta yang bersifat profit.

2.2.2. Rumah Sakit Swasta Di Bentuk Oleh Badan Hukum

Rumah sakit swasta merupakan rumah sakit yang dibentuk oleh badan hukum yang hanya bergerak di bidang perumahsakitan. Pernyataan tersebut terdapat dalam Pasal 7 ayat (4) Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 Tentang Rumah Sakit yang menyatakan bahwa Rumah Sakit yang didirikan oleh swasta sebagaimana yang dimaksud pada ayat (2) harus berbentuk badan hukum yang kegiatan usahanya hanya bergerak di bidang perumahsakitan. Badan hukum merupakan salah satu dari dua subjek hukum yang ada pada umumnya disamping subjek hukum orang perseorangan. Di dalam hukum, istilah orang (persoon) mencakup mahluk pribadi, yakni manusia (naturlijke persoon) dan badan hukum (recht persoon), keduanya adalah penyandang hak dan kewajiban hukum.15 Badan hukum adalah suatu badan yang dapat mempunyai harta kekayaan, hak serta kewajiban seperti orang-orang pribadi.16

Rumah sakit swasta yang harus berbadan hukum adalah merupakan bagian dari pemberi kerja yang dimaksudkan dalam Pasal 1 angka 4 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan adalah orang perseorangan, pengusaha, badan hukum, atau badan-badan lainnya yang mempekerjakan tenaga kerja dengan

15 Handri Raharjo, 2013, Hukum Perusahaan, Cetakan Ke-1, Pustaka Yustista, Yogyakarta, Hlm. 20

16 Rochmat Soemitro, 1993, Hukum Perseroan Terbatas, Yayasan, dan Wakaf, Eresco, Bandung, Hlm. 10


(45)

membayar upah atau imbalan dalam bentuk lain. Maka dari itu, orang-orang yang bekerja di rumah sakit swasta adalah dikatagorikan sebagai pekerja/buruh yang tunduk pada Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan. 2.3. Malam Hari

Ketika kita membicarakan tentang malam hari, maka kata pertama yang ada dipikiran kita adalah gelap, karena malam hari identk dengan kegelapan, walaupun dewasa ini sudah banyak cara-cara penerangan yang dilakukan agar tetap dapat beraktifitas walaupun dalam keadaan malam hari. Banyak hal yang dapat dilakukan pada saat malam hari dengan mengadakan penerangan-penerangan yang membuat kondisi tidak lagi gelap.

2.3.1. Pengertian Malam Hari

Situasi malam dari yang diidentikkan dengan suasana gelap adalah situasi dimana orang-orang yang telah beraktifitas pada waktu pagi, siang, sampai dengan sore hari untuk beristirahat, walaupun dewasa ini banyak orang yang beraktifitas pada malam hari yang diakibatkan oleh penerangan-penerangan yang memungkinkan orang-orang untuk beraktifitas. Walaupun terdapat penerangan yang demikian, yang memungkinkan orang-orang untuk beraktifitas, tidak mengurangi resiko yang akan terjadi pada malam hari.

Ketentuan dari pasal 98 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, menyatakan bahwa yang dikatakan malam hari, yaitu masa diantara matahari terbenam dan


(46)

matahari terbit. R. Soesilo menyatakan bahwa dalam prakteknya polisi waktu memeriksa perkara pencurian yang dilakukan pada malam hari, menanyakan kepada pelaku: “apakah pada waktu itu hari sudah gelap atau masih terang?”, yang berarti apakah matahari pada waktu itu sudah terbenam atau belum.17

Begitu pula yang tercantum dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia yang terkait dengan pengertian malam adalah “waktu setelah matahari terbenam hingga matahari terbit”. Tidak ditemukannya kepastian hukum dalam pengertian malam yang terdapat dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana dan Kamus Besar Bahasa Indonesia, sehingga manimbulkan multi tafsir dalam penafsiran malam hari tersebut. Hal tersebut disebabkan oleh pada jam berapa tiap-tiap harinya selama satu tahun terbit dan terbenamnya matahari itu tidak sama.18

Jika dikaitkan dengan jam kerja untuk para buruh, ketentuan pada pasal 76 ayat (3) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan menyatakan bahwa pengusaha yang mempekerjakan pekerja/buruh perempuan antara pukul 23.00 sampai dengan pukul 07.00 wajib:

a. memberikan makanan dan minuman bergizi; dan

b. menjaga kesusilaan dan keamanan selama di tempat kerja.

17 R. Soesilo, 1985, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (Serta Komentar-Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal), Cetakan Ke-8, PT. Karya Nusantara, Bandung, Hlm. 104

18Ibid


(47)

Artinya dalam ketentuan pasal 76 ayat (3) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan tersebut menunjuk pukul 23.00 sampai dengan pukul 07.00 sebagai waktu yang beresiko tinggi terhadap pekerjaan, terutama terhadap perempuan. Pukul 23.00 sampai dengan pukul 07.00 juga merupakan waktu istirahat malam bagi sebagian besar orang yang telah melakukan aktifitas pada pagi, siang, sampai dengan sore hari. Malam hari juga dapat dikatakan sebagai waktu yang beresiko tinggi terhadap orang melakukan aktifitas pada waktu itu.

2.3.2. Unsur-Unsur Malam Hari

Jika dilihat dari pengertian dan keterangan yang telah dicantumkan tersebut diatas, maka dapat ditemukan unsur-unsur malam hari sebagai berikut:

1. Setelah matahari terbenam

2. Sebelum matahari terbit

Unsur-unsur tersebut diatas harus dipenuhi untuk dapat menentukan bahwa pada waktu tersebut adalah malam hari. Malam hari tidak dapat dikatakan sebelum matahari terbenam dan tidak juga dapat dikatakan setelah matahari terbit.

Jika dilihat dari sudut pandang hukum, maka terdapat satu unsur lagi yang harus dipenuhi untuk menentukan waktu malam hari, yaitu beresiko lebih tinggi untuk orang yang melakukan aktifitas. Yang dimaksud dengan resiko adalah kewajiban memikul kerugian yang disebabkan oleh suatu kejadian (peristiwa) diluar


(48)

kesalahan salah satu pihak.19 Orang yang melakukan aktifitas pada pagi, siang, dan sore hari mendapatkan resiko pekerjaan, tetapi pada malam hari resiko itu menjadi lebih besar, karena pada umumnya waktu malam hari orang-orang akan beristirahat setelah pada waktu pagi, siang, dan sore hari telah melakukan aktifitasnya.

19 Subekti, R., 2014, Aneka Perjanjian, Cetakan Ke-11, PT. Citra Aditya Bakti, Jakarta, Hlm. 24


(1)

Indonesia) karangan dari Muhamad Sadi Is, haluan pengadilan untuk membatasi tanggung jawab rumah sakit dilandaskan atas kepentingan umum.14

2.2.1. Pengertian Rumah Sakit Swasta

Sebagian besar masyarakat pasti telah mengetahui rumah sakit yang fungsinya adalah memberikan pelayanan kesehatan yang bersifat kemanusiaan. Sebagian besar masyarakat juga pasti sudah pernah merasakan berada di rumah sakit, karena sakit itu adalah bagian dari kehidupan dan jika terdapat keluhan sakit, biasanya orang-orang meminta pertolongan ke rumah sakit yang terdapat banyak tenaga kesehatan disana, walaupun bukan hanya rumah sakit saja yang menyediakan jasa pelayanan kesehatan, tetapi masyarakat sebagian besar lebih memilih rumah sakit sebagai tempat pelayanan kesehatannya apabila terdapat keluhan penyakit.

Rumah sakit dapat dibentuk oleh pemerintah, pemerintah daerah, dan swasta. Rumah sakit yang dibentuk oleh pemerintah dan pemerintah daerah merupakan bagian dari instansi pemerintahan. Sedangkan rumah sakit swasta adalah rumah sakit yang dibentuk oleh badan hukum yang hanya bergerak di bidang perumahsakitan.

Rumah sakit swasta menurut jenis pengelolaan rumah sakit dapat dibagi menjadi dua jenis, yaitu rumah sakit swasta publik dan rumah sakit swasta privat. Rumah sakit swasta publik adalah rumah sakit swasta yang dikelola oleh badan

14

Muhamad Sadi Is, loc.cit


(2)

hukum yang bersifat nirlaba. Sedangkan rumah sakit swasta privat adalah rumah sakit swasta yang bersifat profit.

2.2.2. Rumah Sakit Swasta Di Bentuk Oleh Badan Hukum

Rumah sakit swasta merupakan rumah sakit yang dibentuk oleh badan hukum yang hanya bergerak di bidang perumahsakitan. Pernyataan tersebut terdapat dalam Pasal 7 ayat (4) Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 Tentang Rumah Sakit yang menyatakan bahwa Rumah Sakit yang didirikan oleh swasta sebagaimana yang dimaksud pada ayat (2) harus berbentuk badan hukum yang kegiatan usahanya hanya bergerak di bidang perumahsakitan. Badan hukum merupakan salah satu dari dua subjek hukum yang ada pada umumnya disamping subjek hukum orang perseorangan. Di dalam hukum, istilah orang (persoon) mencakup mahluk pribadi, yakni manusia (naturlijke persoon) dan badan hukum (recht persoon), keduanya adalah penyandang hak dan kewajiban hukum.15 Badan hukum adalah suatu badan yang dapat mempunyai harta kekayaan, hak serta kewajiban seperti orang-orang pribadi.16

Rumah sakit swasta yang harus berbadan hukum adalah merupakan bagian dari pemberi kerja yang dimaksudkan dalam Pasal 1 angka 4 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan adalah orang perseorangan, pengusaha, badan hukum, atau badan-badan lainnya yang mempekerjakan tenaga kerja dengan

15 Handri Raharjo, 2013, Hukum Perusahaan, Cetakan Ke-1, Pustaka Yustista, Yogyakarta, Hlm. 20

16 Rochmat Soemitro, 1993, Hukum Perseroan Terbatas, Yayasan, dan Wakaf, Eresco, Bandung, Hlm. 10


(3)

membayar upah atau imbalan dalam bentuk lain. Maka dari itu, orang-orang yang bekerja di rumah sakit swasta adalah dikatagorikan sebagai pekerja/buruh yang tunduk pada Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan. 2.3. Malam Hari

Ketika kita membicarakan tentang malam hari, maka kata pertama yang ada dipikiran kita adalah gelap, karena malam hari identk dengan kegelapan, walaupun dewasa ini sudah banyak cara-cara penerangan yang dilakukan agar tetap dapat beraktifitas walaupun dalam keadaan malam hari. Banyak hal yang dapat dilakukan pada saat malam hari dengan mengadakan penerangan-penerangan yang membuat kondisi tidak lagi gelap.

2.3.1. Pengertian Malam Hari

Situasi malam dari yang diidentikkan dengan suasana gelap adalah situasi dimana orang-orang yang telah beraktifitas pada waktu pagi, siang, sampai dengan sore hari untuk beristirahat, walaupun dewasa ini banyak orang yang beraktifitas pada malam hari yang diakibatkan oleh penerangan-penerangan yang memungkinkan orang-orang untuk beraktifitas. Walaupun terdapat penerangan yang demikian, yang memungkinkan orang-orang untuk beraktifitas, tidak mengurangi resiko yang akan terjadi pada malam hari.

Ketentuan dari pasal 98 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, menyatakan bahwa yang dikatakan malam hari, yaitu masa diantara matahari terbenam dan


(4)

matahari terbit. R. Soesilo menyatakan bahwa dalam prakteknya polisi waktu memeriksa perkara pencurian yang dilakukan pada malam hari, menanyakan kepada pelaku: “apakah pada waktu itu hari sudah gelap atau masih terang?”, yang berarti apakah matahari pada waktu itu sudah terbenam atau belum.17

Begitu pula yang tercantum dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia yang terkait dengan pengertian malam adalah “waktu setelah matahari terbenam hingga matahari terbit”. Tidak ditemukannya kepastian hukum dalam pengertian malam yang terdapat dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana dan Kamus Besar Bahasa Indonesia, sehingga manimbulkan multi tafsir dalam penafsiran malam hari tersebut. Hal tersebut disebabkan oleh pada jam berapa tiap-tiap harinya selama satu tahun terbit dan terbenamnya matahari itu tidak sama.18

Jika dikaitkan dengan jam kerja untuk para buruh, ketentuan pada pasal 76 ayat (3) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan menyatakan bahwa pengusaha yang mempekerjakan pekerja/buruh perempuan antara pukul 23.00 sampai dengan pukul 07.00 wajib:

a. memberikan makanan dan minuman bergizi; dan

b. menjaga kesusilaan dan keamanan selama di tempat kerja.

17 R. Soesilo, 1985, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (Serta Komentar-Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal), Cetakan Ke-8, PT. Karya Nusantara, Bandung, Hlm. 104

18Ibid


(5)

Artinya dalam ketentuan pasal 76 ayat (3) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan tersebut menunjuk pukul 23.00 sampai dengan pukul 07.00 sebagai waktu yang beresiko tinggi terhadap pekerjaan, terutama terhadap perempuan. Pukul 23.00 sampai dengan pukul 07.00 juga merupakan waktu istirahat malam bagi sebagian besar orang yang telah melakukan aktifitas pada pagi, siang, sampai dengan sore hari. Malam hari juga dapat dikatakan sebagai waktu yang beresiko tinggi terhadap orang melakukan aktifitas pada waktu itu.

2.3.2. Unsur-Unsur Malam Hari

Jika dilihat dari pengertian dan keterangan yang telah dicantumkan tersebut diatas, maka dapat ditemukan unsur-unsur malam hari sebagai berikut:

1. Setelah matahari terbenam

2. Sebelum matahari terbit

Unsur-unsur tersebut diatas harus dipenuhi untuk dapat menentukan bahwa pada waktu tersebut adalah malam hari. Malam hari tidak dapat dikatakan sebelum matahari terbenam dan tidak juga dapat dikatakan setelah matahari terbit.

Jika dilihat dari sudut pandang hukum, maka terdapat satu unsur lagi yang harus dipenuhi untuk menentukan waktu malam hari, yaitu beresiko lebih tinggi untuk orang yang melakukan aktifitas. Yang dimaksud dengan resiko adalah kewajiban memikul kerugian yang disebabkan oleh suatu kejadian (peristiwa) diluar


(6)

kesalahan salah satu pihak.19 Orang yang melakukan aktifitas pada pagi, siang, dan sore hari mendapatkan resiko pekerjaan, tetapi pada malam hari resiko itu menjadi lebih besar, karena pada umumnya waktu malam hari orang-orang akan beristirahat setelah pada waktu pagi, siang, dan sore hari telah melakukan aktifitasnya.

19 Subekti, R., 2014, Aneka Perjanjian, Cetakan Ke-11, PT. Citra Aditya Bakti, Jakarta, Hlm. 24