Bab I Pendahuluan - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Generic Competitive Strategy Studi Pada Program Superintensif 14 Hari Di Professional Music Course Salatiga

Bab I
Pendahuluan
A. Latar Belakang
Setiap tahun, institusi baru dibentuk dan dimulai.
Beberapa diantaranya dapat bertahan dan sisanya gagal
hanya dalam beberapa tahun. Terdapat banyak tantangan
yang dihadapi oleh institusi baru yang sedang berkembang
tergantung dari industri yang mereka jalankan (Napp dan
Minshall, 2011). Jika ingin tetap bertahan, sebuah institusi
harus membuat strategi bersaing sehingga mampu bertahan
bahkan unggul dari yang lain.
Persaingan dapat terjadi dalam semua bidang usaha,
tak terkecuali dalam usaha pendidikan. Salah satu bisnis
pendidikan yang cukup diminati oleh masyarakat adalah
bisnis pendidikan musik.

Hal ini menunjukkan bahwa pola

pikir masyarakat terhadap sekolah musik telah berubah
dikarenakan telah banyak dari mereka yang mengetahui
pentingnya musik dalam kehidupan, khususnya kecerdasan

otak. Beberapa penelitian juga membuktikan bahwa ternyata
musik dan bermain musik memberikan dampak positif pada
kecerdasan otak. Jika dibandingkan dengan mereka yang nonmusisi, para musisi memiliki perbedaan pada otak struktural
dan fungsional mereka. Perbedaan terletak pada planum
temporal (bagian dari otak yang berperan dalam pendengaran,
ingatan verbal, dan bahasa). Musik juga terbukti dapat
menyeimbangkan
mempengaruhi
meningkatkan

fungsi

otak

kecerdasan:
memori,

kanan

dan


membantu

dan

sebagainya

kiri

serta

berkonsentrasi,
(Krauss

dan

Chandrasekaran, 2010; Moreno, 2009; Adalarasu, dkk, 2011).

1


Semakin masyarakat sadar akan pentingnya musik,
bisnis sekolah musikpun semakin banyak. Di Salatiga saja,
yang merupakan kota kecil, terdapat sekitar 11 sekolah musik
yang cukup terkenal, diantaranya adalah Duta Musik, Venny
Musik, PMC, Joe Music, Astanada Music, Sekolah Musik
Salatiga, Toto Music, FSP, String Kwartet Music, Reinhard
Music dan BIG Music. Jumlah tersebut belum termasuk
beberapa kursus musik yang belum ber-NILEK serta kursus
privat perorangan. Banyaknya sekolah, tempat kursus dan
kursus privat musik ini menimbulkan persaingan yang
semakin

ketat.

Mengenai

persaingan,

Porter


(1980)

menyebutkan bahwa intensitas persaingan dalam suatu
industri bukanlah suatu kebetulan atau nasib buruk. Akan
tetapi, persaingan dalam suatu industri berakar pada struktur
ekonomi yang mendasarinya dan berjalan diluar perilaku
pesaing-pesaing

yang

ada.

Ini

berarti

bahwa

dengan


persaingan, akan memicu sekolah-sekolah musik tersebut
untuk melakukan yang terbaik, sesuai dengan keinginan
pelanggannya. Akibatnya, diantara sekolah-sekolah musik
tersebut pasti ada yang berhasil berkembang dengan pesat.
Hal

ini

tentu

saja

menimbulkan

berbagai

pertanyaan:

Mengapa mereka bisa berhasil di tengah-tengah persaingan?
Strategi apa saja yang mereka gunakan sehingga dapat

berhasil?
Salah satu sekolah musik di Salatiga yang cukup
berkembang

dan

menarik

untuk

diteliti

adalah

PMC

(Professional Musik Course). Mengapa PMC? Sekolah musik
ini memang belum cukup terkenal di Salatiga dan idealnya,
jika tidak terkenal sekolah tidak akan mengalami peningkatan
atau berkembang. Akan tetapi, ada hal yang menarik bahwa

ternyata PMC sudah cukup terkenal di luar kota dan bahkan
2

di luar pulau. Hal ini dikarenakan adanya sebuah program
yang dimiliki PMC yang ternyata cukup menarik minat
pelanggan, yaitu Program Superintensif 12 Hari yang kini
telah disempurnakan menjadi Superintensif 14 Hari. PMC
cukup

berkembang

pesat

yang

ditunjukkan

dari

segi


tangibility (penampakan fisik), dimana PMC yang semula
hanya

memiliki

satu

bangunan

saja

(yaitu

di

rumah

pemiliknya), sekarang sudah memiliki 4 bangunan yang
digunakan oleh PMC untuk mengembangkan usahanya, dan

direncanakan, PMC masih akan membangun bangunan baru
lagi. Saat ini PMC juga telah membuka cabang di beberapa
kota,

yaitu

Temanggung,

Gombong/Kebumen,
Pontianak.

Parakan,

Wonogiri,

Perkembangan

Magelang,

Surabaya,


PMC

tidak

Sukorejo,

Bandung
hanya

dan
dalam

penampakan fisik saja namun dapat dilihat dari jumlah
murid,

pendapatan,

jumlah


pengajar

dan

peningkatan

kualitas pengajar yang akan ditunjukkan dalam beberapa
tabel berikut ini:

Tabel 1.1 Data Pelaksanaan Program Superintensif 12 dan 14 Hari
dari Tahun 2011 - 2013
Tahun

2011

Jumlah
gelombang

3

Waktu
pelaksanaan

14 Juni -25
Juni,
27
Juni – 8 Juli,
10 Juli – 21
Juli

3

Jumlah
total
siswa
76

Biaya
program
(rupiah)
1.200.000

Pendapatan
kotor (rupiah)

91.200.000

S

2012

4

2013

5

u
m
b
e
r

11 – 22 Juni,
24 Juni – 5
Juli, 7 – 18
Juli, 20 Juli
– 1 Agustus
13 – 25 Juni,
26 Juni – 7
Juli, 9 – 20
Juli, 22 Juli
– 3 agustus

96

1.500.000

144.000.000

127

1.800.000

228.600.000

: data PMC

Dari

Tabel

1.1

terlihat

bahwa

jumlah

gelombang

Program Superintensif 12 Hari meningkat setiap tahun (dari
tahun 2011 – 2013). Secara otomatis, jumlah siswanyapun
bertambah yang pada akhirnya membuat pendapatan PMC
meningkat.

Hal ini semakin menunjukkan

bahwa

PMC

mengalami perkembangan yang pesat.
Tabel 1.2 Perkembangan Jumlah Pengajar dan Peningkatan
Kualitas Pengajar PMC Tahun 2011 - 2013
Tahun
2011
2012
2013

2011
2012
2013

Jumlah
pengajar Jumlah pengajar tidak Jumlah total
tetap/full timer
tetap/part-timer
3 orang
2 orang
5 orang
5 orang
4 orang
9 orang
7 orang
6 orang
13 orang
Kualitas pengajar dari tahun 2011 – 2013
Jumlah staf junior
Jumlah staf senior
Jumlah staf ahli
Jumlah total
1 orang
2 orang
2 orang
5 orang
2 orang
3 orang
4 orang
9 orang
2 orang
5 orang
6 orang
13 orang

Sumber: Data PMC

Pengajar di PMC tidak hanya bertambah jumlahnya,
namun juga mengalami peningkatan dalam hal kualitas.
Beberapa pengajar yang menjadi pengajar junior ditahun
sebelumnya dapat menjadi pengajar senior. Di sisi lain, yang
sebelumnya

telah

menjadi

staf

pengajar

senior

dapat

meningkat menjadi staf pengajar ahli, dimana mereka sudah
mendapat kepercayaan dari pemilik.
Tabel 1.3 Peningkatan Jumlah Ruang Kelas dan Jumlah Pengajar
Program Superintensif Tahun 2011 - 2013
Tahun

Jumlah kelas

Jumlah Pengajar

4

2011
2012
2013

4
7
10

5
9
13

Sumber: Data PMC

Selanjutnya, PMC juga menambah jumlah kelasnya
setiap tahun. Hal ini dikarenakan jumlah murid yang terus
meningkat. Untuk tetap mendapatkan hasil yang maksimal,
mereka harus tetap dibagi dalam beberapa kelas. Sejak awal
dimulai program superintensif ini, yaitu sejak tahun 2011
sampai 2013, PMC sudah meluluskan sekitar 300 orang
siswa, 60 orang di tahun 2011, 100 orang di tahun 2012, dan
140 orang di tahun 2013. Setelah lulus dari Program ini,
sebagian besar alumni bahkan datang kembali ke PMC untuk
menempuh level yang lebih tinggi (dari super intensif 14 hari
bisa menjadi super intensif 14 hari mahir atau mengambil
program reguler). Tidak hanya itu, tidak sedikit dari mereka
yang

datang

kembali

dengan

membawa

teman

untuk

mendaftar di PMC. Program Super Intensif 14 Hari ini berbeda
dari program-program yang ada di beberapa sekolah musik
lain di Salatiga, dan bahkan di Indonesia. PMC, melalui
program ini, menawarkan harga yang terjangkau dan jaminan
bahwa dalam 14 hari siswa akan mampu bermain piano,
sesuai dengan level dan pilihan program studinya (musik
piano klasik, Pop/Kontemporer, Hymnal (musik gereja), dan
Teknik

iringan

piano

lagu

etnik/tradisional,

Jazz/RnB).

Melihat pada kesuksesan PMC dalam bersaing di industri
sekolah musik di Salatiga, menarik untuk diteliti mengenai
strategi bersaing yang digunakan oleh PMC dalam Program
Superintensif 14 Hari yang membawa PMC berkembang pesat.
Salah satu strategi bersaing adalah yang diperkenalkan
oleh Porter (1980). Ada tiga pendekatan strategis generik yang
secara potensial akan berhasil mengungguli institusi lain
5

dalam suatu industri yang disebut dengan generic competitive
strategy/strategi bersaing generik, yaitu yang terdiri dari 3
strategi (differentiation, low-cost leadership, dan focus). Ketiga
strategi

tersebut

digunakan

dalam

rangka

memperoleh

competitive advantage/keunggulan bersaing.
Banyak

penelitian

dilakukan

mengenai

generic

competitive strategy ini. Salah satu penelitian terkait adalah
yang dilakukan oleh Friis (2011) di sebuah institusi lampu di
Amerika. Dalam penelitiannya, dia menemukan bahwa salah
satu faktor yang mempengaruhi institusi lampu tersebut
dapat berkembang adalah penggunaan salah satu generic
strategy,

yaitu

focus

differentiation

(mengkombinasikan

strategi diferensiasi dan fokus). Sejalan dengan Friis, Lee dan
Lee (2012) juga menambahkan bahwa strategi bersaing yang
paling cocok untuk industri farmasi biotech di Taiwan adalah
strategi differentiation. Penelitian lain yang dilakukan oleh
Poon dan Waring (2010) di institusi penerbangan AirAsia
menyatakan

bahwa

institusi

ini

merupakan

institusi

penerbangan yang dengan sangat sukses mengurangi biaya
operasionalnya, dengan kata lain, institusi ini menggunakan
strategi low-cost. Bahkan, institusi ini mengklaim bahwa
mereka tercatat sebagai institusi penerbangan dengan harga
terendah/termurah (AirAsia Annual Report 2005). Strategi
inilah yang membawa AirAsia mengalami kesuksesan besar.
Penelitian lain yang dilakukan oleh Pearce dan Robinson
(2011)

menyebutkan

bahwa

Facebook

dan

Macdonalds

merupakan contoh institusi yang mengalami kesuksesan
besar

karena

mengkombinasikan

kedua

strategi

(differentiation dan low-cost). Namun demikian, ada sebuah
perdebatan mengenai kombinasi strategi generik tersebut.
Porter (1980) memang

menyarankan hanya memilih satu
6

strategi saja. Hal ini dikarenakan jika sebuah institusi yang
secara bersamaan dan tidak konsisten menjalankan ketiga
strategi generik tersebut, mereka akan berakhir dengan
kegagalan. Hal ini sejalan dengan Aulakh, Kotabe dan Teegen
(2000)

yang

menyarankan

bahwa

untuk

mencapai

kesuksesan, institusi harus memilih dan berkomitmen pada
satu strategi saja atau akan mengalami seperti yang dikatakan
Porter (1980) sebagai “stuck in the middle”. Akan tetapi,
pendapat ini dibantah oleh Hill (1988) serta Beal dan YasaiArdekani

(2000).

Mereka

berpendapat

bahwa

kombinasi

strategi sangat dimungkinkan untuk dilakukan, bahkan dapat
menuntun kepada kesuksesan besar.
Terlepas

dari

perdebatan

yang

terjadi,

penelitian-

penelitian mengenai strategi bersaing tersebut sebagian besar
dilakukan di bidang ekonomi bisnis. Sedangkan dalam bidang
pendidikan, penelitian terkait sangatlah terbatas padahal
sebetulnya

lembaga

pendidikanpun

juga

mengalami

kompetisi/persaingan yang serba tidak jelas. Oleh karena itu,
lembaga pendidikan perlu menerapkan berbagai rencana
strategis. Mereka memerlukan strategi-strategi kompetitif yang
secara

jelas

membedakan

institusi-institusi

dari

para

pesaingnya (Sallis, 2012). Adapun beberapa penelitian di
bidang pendidikan diantaranya adalah yang dilakukan oleh
Jubelina (2013), yang meneliti mengenai strategi bersaing
yang diterapkan SMP Kristen

Lentera Ambarawa. Hasil

penelitiannya adalah ternyata SMP Kristen Lentera hanya
menerapkan strategi differentiation untuk bersaing. Selain itu
penelitian juga dilakukan oleh Sulung (2010) mengenai
strategi

bersaing

Sekolah

Teknologi

Informasi.

Hasilnya

menunjukkan bahwa untuk dapat bersaing dengan sekolah
negeri dan swasta lainnya, sekolah TIK harus menerapkan
7

strategi fokus, baik biaya dan diferensiasi. Kedua penelitian ini
dilakukan di sekolah formal. Sedangkan penelitian terkait
yang

dilakukan

di

sekolah

non-formal

belum

pernah

bersaing

adalah

dilakukan.
Pokok

dari

menghubungkan

perumusan
institusi

strategi

dengan

lingkungannya.

Dalam

memilih strategi bersaing yang tepat, akan lebih mudah jika
kondisi persaingan dalam lingkungan industri tempat institusi
itu berada telah diidentifikasi. Untuk mengetahui kondisi
persaingan dalam sebuah industri dapat dilakukan melalui
analisis lima kekuatan persaingan atau yang sering dikenal
dengan five forces analysis. Strategi bersaing yang digunakan
untuk menghadapi lima kekuatan persaingan tidak akan
memiliki hasil yang optimal jika kelima kekuatan tersebut
belum diidentifikasi (Porter, 1980). Lima kekuatan persaingan
tersebut adalah persaingan diantara institusi yang ada,
ancaman pendatang baru, tawar-menawar pembeli, tawarmenawar pemasok, dan ancaman produk pengganti.
Kelima

kekuatan

tersebut

bersama-sama

akan

menentukan intensitas persaingan dalam suatu industri, dan
kekuatan yang paling besar akan menentukan dan menjadi
dasar yang sangat penting dari sudut pandang perumusan
strategi (Porter, 2007). Banyak penelitian yang dilakukan
mengenai lima kekuatan persaingan dalam bidang ekonomi
bisnis. Dalam pendidikan, penelitian mengenai lima kekuatan
ini masih terbatas. Salah satu penelitian yang pernah
dilakukan di bidang pendidikan adalah milik Pringle and
Huisman (2011). Dalam penelitian ini analisis lima kekuatan
persaingan digunakan untuk memahami industri universitas
di Ontario, Canada. Penulis meneliti semua universitas di
Ontario yang juga mengacu kepada penelitian sebelumnya.
8

Ditemukan bahwa persaingan di industri universitas di
Ontario sangat beragam.
Dalam

penelitian

sebelumnya

baik

mengenai

lima

kekuatan persaingan maupun strategi bersaing generik di
bidang

pendidikan

persaingan

dalam

mempengaruhi

hanya
industri

menjelaskan
serta

namun

kelima

beberapa
terpisah

kekuatan

faktor

yang

dari/tanpa

menghubungkannya dengan strategi bersaing generik yang
diterapkan. Atau dengan kata lain, strategi yang sesuai untuk
tiap kekuatan belum diidentifikasi. Untuk itu, penelitian ini
tidak hanya mendeskripsikan lima kekuatan persaingan, yaitu
dengan menggambarkan kondisi persaingan dalam industri
sekolah musik di Salatiga (kondisi eksternal), namun juga
mendeskripsikan strategi bersaing generik yang digunakan
PMC dalam Program Superintensif 14 Hari yang membuat
PMC berkembang (kondisi internal). Pada akhirnya, strategi
yang tepat untuk menghadapi lima kekuatan tersebut juga
akan ditemukan sehingga PMC dapat memperoleh hasil yang
lebih optimal.

B. Rumusan Masalah
Dari latar belakang yang telah dikemukakan diatas,
maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut:
1. Bagaimana kondisi persaingan yang ada di lingkungan
sekolah musik di Salatiga saat ini?
2. Seperti apa generic competitive strategy yang digunakan
dalam implementasi Program Super intensif 14 Hari di
PMC?

9

3. Berdasarkan kondisi persaingan yang ada, strategi
bersaing

apakah

yang

paling

sesuai

sehingga

mendapatkan hasil yang optimal?

C. Tujuan Penelitian
Dari rumusan masalah diatas, maka penelitian ini
bertujuan untuk :
1. Mendeskripsikan

kondisi

persaingan

yang

ada

di

lingkungan sekolah musik di Salatiga saat ini.
2. Mendeskripsikan

generic

competitive

strategy

yang

dipakai dalam implementasi Program Superintensif 14
Hari di PMC.
3. Menemukan

strategi

bersaing

yang

berdasarkan

kondisi

persaingan

paling

yang

ada

sesuai
untuk

mendapatkan hasil yang optimal.

D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoretis
Memberikan referensi bahwa aplikasi pendekatan Porter
(1980) mengenai lima kekuatan persaingan dan strategi
bersaing generik yang biasanya digunakan dalam dunia
ekonomi bisnis, dapat diterapkan dan relevan untuk dunia
pendidikan, yaitu sekolah musik dalam penelitian ini. Analisis
lima

kekuatan

bersaing

yang

bermanfaat
tepat

untuk

sehingga

menentukan

dapat

bertahan

strategi
bahkan

mengungguli sekolah musik lain.
2. Manfaat Praktis
Penelitian ini juga memiliki manfaat praktis bagi PMC, yaitu
memberikan gambaran mengenai kondisi persaingan yang ada
di lingkungan sekolah musik di Salatiga dan seperti apa
10

strategi bersaing generik yang mereka gunakan, serta strategi
apa yang sesuai berdasarkan kondisi persaingan yang ada
sehingga PMC dapat secara optimal tetap bertahan bahkan
unggul dari sekolah musik yang lain.

11

Dokumen yang terkait

FREKUENSI KEMUNCULAN TOKOH KARAKTER ANTAGONIS DAN PROTAGONIS PADA SINETRON (Analisis Isi Pada Sinetron Munajah Cinta di RCTI dan Sinetron Cinta Fitri di SCTV)

27 310 2

MANAJEMEN PEMROGRAMAN PADA STASIUN RADIO SWASTA (Studi Deskriptif Program Acara Garus di Radio VIS FM Banyuwangi)

29 282 2

PENILAIAN MASYARAKAT TENTANG FILM LASKAR PELANGI Studi Pada Penonton Film Laskar Pelangi Di Studio 21 Malang Town Squere

17 165 2

APRESIASI IBU RUMAH TANGGA TERHADAP TAYANGAN CERIWIS DI TRANS TV (Studi Pada Ibu Rumah Tangga RW 6 Kelurahan Lemah Putro Sidoarjo)

8 209 2

MOTIF MAHASISWA BANYUMASAN MENYAKSIKAN TAYANGAN POJOK KAMPUNG DI JAWA POS TELEVISI (JTV)Studi Pada Anggota Paguyuban Mahasiswa Banyumasan di Malang

20 244 2

Analisis Sistem Pengendalian Mutu dan Perencanaan Penugasan Audit pada Kantor Akuntan Publik. (Suatu Studi Kasus pada Kantor Akuntan Publik Jamaludin, Aria, Sukimto dan Rekan)

136 695 18

DOMESTIFIKASI PEREMPUAN DALAM IKLAN Studi Semiotika pada Iklan "Mama Suka", "Mama Lemon", dan "BuKrim"

133 700 21

PEMAKNAAN MAHASISWA TENTANG DAKWAH USTADZ FELIX SIAUW MELALUI TWITTER ( Studi Resepsi Pada Mahasiswa Jurusan Tarbiyah Universitas Muhammadiyah Malang Angkatan 2011)

59 326 21

KONSTRUKSI MEDIA TENTANG KETERLIBATAN POLITISI PARTAI DEMOKRAT ANAS URBANINGRUM PADA KASUS KORUPSI PROYEK PEMBANGUNAN KOMPLEK OLAHRAGA DI BUKIT HAMBALANG (Analisis Wacana Koran Harian Pagi Surya edisi 9-12, 16, 18 dan 23 Februari 2013 )

64 565 20

PEMAKNAAN BERITA PERKEMBANGAN KOMODITI BERJANGKA PADA PROGRAM ACARA KABAR PASAR DI TV ONE (Analisis Resepsi Pada Karyawan PT Victory International Futures Malang)

18 209 45