Bab I Pendahuluan - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Generic Competitive Strategy Studi Pada Program Superintensif 14 Hari Di Professional Music Course Salatiga
Bab I
Pendahuluan
A. Latar Belakang
Setiap tahun, institusi baru dibentuk dan dimulai.
Beberapa diantaranya dapat bertahan dan sisanya gagal
hanya dalam beberapa tahun. Terdapat banyak tantangan
yang dihadapi oleh institusi baru yang sedang berkembang
tergantung dari industri yang mereka jalankan (Napp dan
Minshall, 2011). Jika ingin tetap bertahan, sebuah institusi
harus membuat strategi bersaing sehingga mampu bertahan
bahkan unggul dari yang lain.
Persaingan dapat terjadi dalam semua bidang usaha,
tak terkecuali dalam usaha pendidikan. Salah satu bisnis
pendidikan yang cukup diminati oleh masyarakat adalah
bisnis pendidikan musik.
Hal ini menunjukkan bahwa pola
pikir masyarakat terhadap sekolah musik telah berubah
dikarenakan telah banyak dari mereka yang mengetahui
pentingnya musik dalam kehidupan, khususnya kecerdasan
otak. Beberapa penelitian juga membuktikan bahwa ternyata
musik dan bermain musik memberikan dampak positif pada
kecerdasan otak. Jika dibandingkan dengan mereka yang nonmusisi, para musisi memiliki perbedaan pada otak struktural
dan fungsional mereka. Perbedaan terletak pada planum
temporal (bagian dari otak yang berperan dalam pendengaran,
ingatan verbal, dan bahasa). Musik juga terbukti dapat
menyeimbangkan
mempengaruhi
meningkatkan
fungsi
otak
kecerdasan:
memori,
kanan
dan
membantu
dan
sebagainya
kiri
serta
berkonsentrasi,
(Krauss
dan
Chandrasekaran, 2010; Moreno, 2009; Adalarasu, dkk, 2011).
1
Semakin masyarakat sadar akan pentingnya musik,
bisnis sekolah musikpun semakin banyak. Di Salatiga saja,
yang merupakan kota kecil, terdapat sekitar 11 sekolah musik
yang cukup terkenal, diantaranya adalah Duta Musik, Venny
Musik, PMC, Joe Music, Astanada Music, Sekolah Musik
Salatiga, Toto Music, FSP, String Kwartet Music, Reinhard
Music dan BIG Music. Jumlah tersebut belum termasuk
beberapa kursus musik yang belum ber-NILEK serta kursus
privat perorangan. Banyaknya sekolah, tempat kursus dan
kursus privat musik ini menimbulkan persaingan yang
semakin
ketat.
Mengenai
persaingan,
Porter
(1980)
menyebutkan bahwa intensitas persaingan dalam suatu
industri bukanlah suatu kebetulan atau nasib buruk. Akan
tetapi, persaingan dalam suatu industri berakar pada struktur
ekonomi yang mendasarinya dan berjalan diluar perilaku
pesaing-pesaing
yang
ada.
Ini
berarti
bahwa
dengan
persaingan, akan memicu sekolah-sekolah musik tersebut
untuk melakukan yang terbaik, sesuai dengan keinginan
pelanggannya. Akibatnya, diantara sekolah-sekolah musik
tersebut pasti ada yang berhasil berkembang dengan pesat.
Hal
ini
tentu
saja
menimbulkan
berbagai
pertanyaan:
Mengapa mereka bisa berhasil di tengah-tengah persaingan?
Strategi apa saja yang mereka gunakan sehingga dapat
berhasil?
Salah satu sekolah musik di Salatiga yang cukup
berkembang
dan
menarik
untuk
diteliti
adalah
PMC
(Professional Musik Course). Mengapa PMC? Sekolah musik
ini memang belum cukup terkenal di Salatiga dan idealnya,
jika tidak terkenal sekolah tidak akan mengalami peningkatan
atau berkembang. Akan tetapi, ada hal yang menarik bahwa
ternyata PMC sudah cukup terkenal di luar kota dan bahkan
2
di luar pulau. Hal ini dikarenakan adanya sebuah program
yang dimiliki PMC yang ternyata cukup menarik minat
pelanggan, yaitu Program Superintensif 12 Hari yang kini
telah disempurnakan menjadi Superintensif 14 Hari. PMC
cukup
berkembang
pesat
yang
ditunjukkan
dari
segi
tangibility (penampakan fisik), dimana PMC yang semula
hanya
memiliki
satu
bangunan
saja
(yaitu
di
rumah
pemiliknya), sekarang sudah memiliki 4 bangunan yang
digunakan oleh PMC untuk mengembangkan usahanya, dan
direncanakan, PMC masih akan membangun bangunan baru
lagi. Saat ini PMC juga telah membuka cabang di beberapa
kota,
yaitu
Temanggung,
Gombong/Kebumen,
Pontianak.
Parakan,
Wonogiri,
Perkembangan
Magelang,
Surabaya,
PMC
tidak
Sukorejo,
Bandung
hanya
dan
dalam
penampakan fisik saja namun dapat dilihat dari jumlah
murid,
pendapatan,
jumlah
pengajar
dan
peningkatan
kualitas pengajar yang akan ditunjukkan dalam beberapa
tabel berikut ini:
Tabel 1.1 Data Pelaksanaan Program Superintensif 12 dan 14 Hari
dari Tahun 2011 - 2013
Tahun
2011
Jumlah
gelombang
3
Waktu
pelaksanaan
14 Juni -25
Juni,
27
Juni – 8 Juli,
10 Juli – 21
Juli
3
Jumlah
total
siswa
76
Biaya
program
(rupiah)
1.200.000
Pendapatan
kotor (rupiah)
91.200.000
S
2012
4
2013
5
u
m
b
e
r
11 – 22 Juni,
24 Juni – 5
Juli, 7 – 18
Juli, 20 Juli
– 1 Agustus
13 – 25 Juni,
26 Juni – 7
Juli, 9 – 20
Juli, 22 Juli
– 3 agustus
96
1.500.000
144.000.000
127
1.800.000
228.600.000
: data PMC
Dari
Tabel
1.1
terlihat
bahwa
jumlah
gelombang
Program Superintensif 12 Hari meningkat setiap tahun (dari
tahun 2011 – 2013). Secara otomatis, jumlah siswanyapun
bertambah yang pada akhirnya membuat pendapatan PMC
meningkat.
Hal ini semakin menunjukkan
bahwa
PMC
mengalami perkembangan yang pesat.
Tabel 1.2 Perkembangan Jumlah Pengajar dan Peningkatan
Kualitas Pengajar PMC Tahun 2011 - 2013
Tahun
2011
2012
2013
2011
2012
2013
Jumlah
pengajar Jumlah pengajar tidak Jumlah total
tetap/full timer
tetap/part-timer
3 orang
2 orang
5 orang
5 orang
4 orang
9 orang
7 orang
6 orang
13 orang
Kualitas pengajar dari tahun 2011 – 2013
Jumlah staf junior
Jumlah staf senior
Jumlah staf ahli
Jumlah total
1 orang
2 orang
2 orang
5 orang
2 orang
3 orang
4 orang
9 orang
2 orang
5 orang
6 orang
13 orang
Sumber: Data PMC
Pengajar di PMC tidak hanya bertambah jumlahnya,
namun juga mengalami peningkatan dalam hal kualitas.
Beberapa pengajar yang menjadi pengajar junior ditahun
sebelumnya dapat menjadi pengajar senior. Di sisi lain, yang
sebelumnya
telah
menjadi
staf
pengajar
senior
dapat
meningkat menjadi staf pengajar ahli, dimana mereka sudah
mendapat kepercayaan dari pemilik.
Tabel 1.3 Peningkatan Jumlah Ruang Kelas dan Jumlah Pengajar
Program Superintensif Tahun 2011 - 2013
Tahun
Jumlah kelas
Jumlah Pengajar
4
2011
2012
2013
4
7
10
5
9
13
Sumber: Data PMC
Selanjutnya, PMC juga menambah jumlah kelasnya
setiap tahun. Hal ini dikarenakan jumlah murid yang terus
meningkat. Untuk tetap mendapatkan hasil yang maksimal,
mereka harus tetap dibagi dalam beberapa kelas. Sejak awal
dimulai program superintensif ini, yaitu sejak tahun 2011
sampai 2013, PMC sudah meluluskan sekitar 300 orang
siswa, 60 orang di tahun 2011, 100 orang di tahun 2012, dan
140 orang di tahun 2013. Setelah lulus dari Program ini,
sebagian besar alumni bahkan datang kembali ke PMC untuk
menempuh level yang lebih tinggi (dari super intensif 14 hari
bisa menjadi super intensif 14 hari mahir atau mengambil
program reguler). Tidak hanya itu, tidak sedikit dari mereka
yang
datang
kembali
dengan
membawa
teman
untuk
mendaftar di PMC. Program Super Intensif 14 Hari ini berbeda
dari program-program yang ada di beberapa sekolah musik
lain di Salatiga, dan bahkan di Indonesia. PMC, melalui
program ini, menawarkan harga yang terjangkau dan jaminan
bahwa dalam 14 hari siswa akan mampu bermain piano,
sesuai dengan level dan pilihan program studinya (musik
piano klasik, Pop/Kontemporer, Hymnal (musik gereja), dan
Teknik
iringan
piano
lagu
etnik/tradisional,
Jazz/RnB).
Melihat pada kesuksesan PMC dalam bersaing di industri
sekolah musik di Salatiga, menarik untuk diteliti mengenai
strategi bersaing yang digunakan oleh PMC dalam Program
Superintensif 14 Hari yang membawa PMC berkembang pesat.
Salah satu strategi bersaing adalah yang diperkenalkan
oleh Porter (1980). Ada tiga pendekatan strategis generik yang
secara potensial akan berhasil mengungguli institusi lain
5
dalam suatu industri yang disebut dengan generic competitive
strategy/strategi bersaing generik, yaitu yang terdiri dari 3
strategi (differentiation, low-cost leadership, dan focus). Ketiga
strategi
tersebut
digunakan
dalam
rangka
memperoleh
competitive advantage/keunggulan bersaing.
Banyak
penelitian
dilakukan
mengenai
generic
competitive strategy ini. Salah satu penelitian terkait adalah
yang dilakukan oleh Friis (2011) di sebuah institusi lampu di
Amerika. Dalam penelitiannya, dia menemukan bahwa salah
satu faktor yang mempengaruhi institusi lampu tersebut
dapat berkembang adalah penggunaan salah satu generic
strategy,
yaitu
focus
differentiation
(mengkombinasikan
strategi diferensiasi dan fokus). Sejalan dengan Friis, Lee dan
Lee (2012) juga menambahkan bahwa strategi bersaing yang
paling cocok untuk industri farmasi biotech di Taiwan adalah
strategi differentiation. Penelitian lain yang dilakukan oleh
Poon dan Waring (2010) di institusi penerbangan AirAsia
menyatakan
bahwa
institusi
ini
merupakan
institusi
penerbangan yang dengan sangat sukses mengurangi biaya
operasionalnya, dengan kata lain, institusi ini menggunakan
strategi low-cost. Bahkan, institusi ini mengklaim bahwa
mereka tercatat sebagai institusi penerbangan dengan harga
terendah/termurah (AirAsia Annual Report 2005). Strategi
inilah yang membawa AirAsia mengalami kesuksesan besar.
Penelitian lain yang dilakukan oleh Pearce dan Robinson
(2011)
menyebutkan
bahwa
Facebook
dan
Macdonalds
merupakan contoh institusi yang mengalami kesuksesan
besar
karena
mengkombinasikan
kedua
strategi
(differentiation dan low-cost). Namun demikian, ada sebuah
perdebatan mengenai kombinasi strategi generik tersebut.
Porter (1980) memang
menyarankan hanya memilih satu
6
strategi saja. Hal ini dikarenakan jika sebuah institusi yang
secara bersamaan dan tidak konsisten menjalankan ketiga
strategi generik tersebut, mereka akan berakhir dengan
kegagalan. Hal ini sejalan dengan Aulakh, Kotabe dan Teegen
(2000)
yang
menyarankan
bahwa
untuk
mencapai
kesuksesan, institusi harus memilih dan berkomitmen pada
satu strategi saja atau akan mengalami seperti yang dikatakan
Porter (1980) sebagai “stuck in the middle”. Akan tetapi,
pendapat ini dibantah oleh Hill (1988) serta Beal dan YasaiArdekani
(2000).
Mereka
berpendapat
bahwa
kombinasi
strategi sangat dimungkinkan untuk dilakukan, bahkan dapat
menuntun kepada kesuksesan besar.
Terlepas
dari
perdebatan
yang
terjadi,
penelitian-
penelitian mengenai strategi bersaing tersebut sebagian besar
dilakukan di bidang ekonomi bisnis. Sedangkan dalam bidang
pendidikan, penelitian terkait sangatlah terbatas padahal
sebetulnya
lembaga
pendidikanpun
juga
mengalami
kompetisi/persaingan yang serba tidak jelas. Oleh karena itu,
lembaga pendidikan perlu menerapkan berbagai rencana
strategis. Mereka memerlukan strategi-strategi kompetitif yang
secara
jelas
membedakan
institusi-institusi
dari
para
pesaingnya (Sallis, 2012). Adapun beberapa penelitian di
bidang pendidikan diantaranya adalah yang dilakukan oleh
Jubelina (2013), yang meneliti mengenai strategi bersaing
yang diterapkan SMP Kristen
Lentera Ambarawa. Hasil
penelitiannya adalah ternyata SMP Kristen Lentera hanya
menerapkan strategi differentiation untuk bersaing. Selain itu
penelitian juga dilakukan oleh Sulung (2010) mengenai
strategi
bersaing
Sekolah
Teknologi
Informasi.
Hasilnya
menunjukkan bahwa untuk dapat bersaing dengan sekolah
negeri dan swasta lainnya, sekolah TIK harus menerapkan
7
strategi fokus, baik biaya dan diferensiasi. Kedua penelitian ini
dilakukan di sekolah formal. Sedangkan penelitian terkait
yang
dilakukan
di
sekolah
non-formal
belum
pernah
bersaing
adalah
dilakukan.
Pokok
dari
menghubungkan
perumusan
institusi
strategi
dengan
lingkungannya.
Dalam
memilih strategi bersaing yang tepat, akan lebih mudah jika
kondisi persaingan dalam lingkungan industri tempat institusi
itu berada telah diidentifikasi. Untuk mengetahui kondisi
persaingan dalam sebuah industri dapat dilakukan melalui
analisis lima kekuatan persaingan atau yang sering dikenal
dengan five forces analysis. Strategi bersaing yang digunakan
untuk menghadapi lima kekuatan persaingan tidak akan
memiliki hasil yang optimal jika kelima kekuatan tersebut
belum diidentifikasi (Porter, 1980). Lima kekuatan persaingan
tersebut adalah persaingan diantara institusi yang ada,
ancaman pendatang baru, tawar-menawar pembeli, tawarmenawar pemasok, dan ancaman produk pengganti.
Kelima
kekuatan
tersebut
bersama-sama
akan
menentukan intensitas persaingan dalam suatu industri, dan
kekuatan yang paling besar akan menentukan dan menjadi
dasar yang sangat penting dari sudut pandang perumusan
strategi (Porter, 2007). Banyak penelitian yang dilakukan
mengenai lima kekuatan persaingan dalam bidang ekonomi
bisnis. Dalam pendidikan, penelitian mengenai lima kekuatan
ini masih terbatas. Salah satu penelitian yang pernah
dilakukan di bidang pendidikan adalah milik Pringle and
Huisman (2011). Dalam penelitian ini analisis lima kekuatan
persaingan digunakan untuk memahami industri universitas
di Ontario, Canada. Penulis meneliti semua universitas di
Ontario yang juga mengacu kepada penelitian sebelumnya.
8
Ditemukan bahwa persaingan di industri universitas di
Ontario sangat beragam.
Dalam
penelitian
sebelumnya
baik
mengenai
lima
kekuatan persaingan maupun strategi bersaing generik di
bidang
pendidikan
persaingan
dalam
mempengaruhi
hanya
industri
menjelaskan
serta
namun
kelima
beberapa
terpisah
kekuatan
faktor
yang
dari/tanpa
menghubungkannya dengan strategi bersaing generik yang
diterapkan. Atau dengan kata lain, strategi yang sesuai untuk
tiap kekuatan belum diidentifikasi. Untuk itu, penelitian ini
tidak hanya mendeskripsikan lima kekuatan persaingan, yaitu
dengan menggambarkan kondisi persaingan dalam industri
sekolah musik di Salatiga (kondisi eksternal), namun juga
mendeskripsikan strategi bersaing generik yang digunakan
PMC dalam Program Superintensif 14 Hari yang membuat
PMC berkembang (kondisi internal). Pada akhirnya, strategi
yang tepat untuk menghadapi lima kekuatan tersebut juga
akan ditemukan sehingga PMC dapat memperoleh hasil yang
lebih optimal.
B. Rumusan Masalah
Dari latar belakang yang telah dikemukakan diatas,
maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut:
1. Bagaimana kondisi persaingan yang ada di lingkungan
sekolah musik di Salatiga saat ini?
2. Seperti apa generic competitive strategy yang digunakan
dalam implementasi Program Super intensif 14 Hari di
PMC?
9
3. Berdasarkan kondisi persaingan yang ada, strategi
bersaing
apakah
yang
paling
sesuai
sehingga
mendapatkan hasil yang optimal?
C. Tujuan Penelitian
Dari rumusan masalah diatas, maka penelitian ini
bertujuan untuk :
1. Mendeskripsikan
kondisi
persaingan
yang
ada
di
lingkungan sekolah musik di Salatiga saat ini.
2. Mendeskripsikan
generic
competitive
strategy
yang
dipakai dalam implementasi Program Superintensif 14
Hari di PMC.
3. Menemukan
strategi
bersaing
yang
berdasarkan
kondisi
persaingan
paling
yang
ada
sesuai
untuk
mendapatkan hasil yang optimal.
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoretis
Memberikan referensi bahwa aplikasi pendekatan Porter
(1980) mengenai lima kekuatan persaingan dan strategi
bersaing generik yang biasanya digunakan dalam dunia
ekonomi bisnis, dapat diterapkan dan relevan untuk dunia
pendidikan, yaitu sekolah musik dalam penelitian ini. Analisis
lima
kekuatan
bersaing
yang
bermanfaat
tepat
untuk
sehingga
menentukan
dapat
bertahan
strategi
bahkan
mengungguli sekolah musik lain.
2. Manfaat Praktis
Penelitian ini juga memiliki manfaat praktis bagi PMC, yaitu
memberikan gambaran mengenai kondisi persaingan yang ada
di lingkungan sekolah musik di Salatiga dan seperti apa
10
strategi bersaing generik yang mereka gunakan, serta strategi
apa yang sesuai berdasarkan kondisi persaingan yang ada
sehingga PMC dapat secara optimal tetap bertahan bahkan
unggul dari sekolah musik yang lain.
11
Pendahuluan
A. Latar Belakang
Setiap tahun, institusi baru dibentuk dan dimulai.
Beberapa diantaranya dapat bertahan dan sisanya gagal
hanya dalam beberapa tahun. Terdapat banyak tantangan
yang dihadapi oleh institusi baru yang sedang berkembang
tergantung dari industri yang mereka jalankan (Napp dan
Minshall, 2011). Jika ingin tetap bertahan, sebuah institusi
harus membuat strategi bersaing sehingga mampu bertahan
bahkan unggul dari yang lain.
Persaingan dapat terjadi dalam semua bidang usaha,
tak terkecuali dalam usaha pendidikan. Salah satu bisnis
pendidikan yang cukup diminati oleh masyarakat adalah
bisnis pendidikan musik.
Hal ini menunjukkan bahwa pola
pikir masyarakat terhadap sekolah musik telah berubah
dikarenakan telah banyak dari mereka yang mengetahui
pentingnya musik dalam kehidupan, khususnya kecerdasan
otak. Beberapa penelitian juga membuktikan bahwa ternyata
musik dan bermain musik memberikan dampak positif pada
kecerdasan otak. Jika dibandingkan dengan mereka yang nonmusisi, para musisi memiliki perbedaan pada otak struktural
dan fungsional mereka. Perbedaan terletak pada planum
temporal (bagian dari otak yang berperan dalam pendengaran,
ingatan verbal, dan bahasa). Musik juga terbukti dapat
menyeimbangkan
mempengaruhi
meningkatkan
fungsi
otak
kecerdasan:
memori,
kanan
dan
membantu
dan
sebagainya
kiri
serta
berkonsentrasi,
(Krauss
dan
Chandrasekaran, 2010; Moreno, 2009; Adalarasu, dkk, 2011).
1
Semakin masyarakat sadar akan pentingnya musik,
bisnis sekolah musikpun semakin banyak. Di Salatiga saja,
yang merupakan kota kecil, terdapat sekitar 11 sekolah musik
yang cukup terkenal, diantaranya adalah Duta Musik, Venny
Musik, PMC, Joe Music, Astanada Music, Sekolah Musik
Salatiga, Toto Music, FSP, String Kwartet Music, Reinhard
Music dan BIG Music. Jumlah tersebut belum termasuk
beberapa kursus musik yang belum ber-NILEK serta kursus
privat perorangan. Banyaknya sekolah, tempat kursus dan
kursus privat musik ini menimbulkan persaingan yang
semakin
ketat.
Mengenai
persaingan,
Porter
(1980)
menyebutkan bahwa intensitas persaingan dalam suatu
industri bukanlah suatu kebetulan atau nasib buruk. Akan
tetapi, persaingan dalam suatu industri berakar pada struktur
ekonomi yang mendasarinya dan berjalan diluar perilaku
pesaing-pesaing
yang
ada.
Ini
berarti
bahwa
dengan
persaingan, akan memicu sekolah-sekolah musik tersebut
untuk melakukan yang terbaik, sesuai dengan keinginan
pelanggannya. Akibatnya, diantara sekolah-sekolah musik
tersebut pasti ada yang berhasil berkembang dengan pesat.
Hal
ini
tentu
saja
menimbulkan
berbagai
pertanyaan:
Mengapa mereka bisa berhasil di tengah-tengah persaingan?
Strategi apa saja yang mereka gunakan sehingga dapat
berhasil?
Salah satu sekolah musik di Salatiga yang cukup
berkembang
dan
menarik
untuk
diteliti
adalah
PMC
(Professional Musik Course). Mengapa PMC? Sekolah musik
ini memang belum cukup terkenal di Salatiga dan idealnya,
jika tidak terkenal sekolah tidak akan mengalami peningkatan
atau berkembang. Akan tetapi, ada hal yang menarik bahwa
ternyata PMC sudah cukup terkenal di luar kota dan bahkan
2
di luar pulau. Hal ini dikarenakan adanya sebuah program
yang dimiliki PMC yang ternyata cukup menarik minat
pelanggan, yaitu Program Superintensif 12 Hari yang kini
telah disempurnakan menjadi Superintensif 14 Hari. PMC
cukup
berkembang
pesat
yang
ditunjukkan
dari
segi
tangibility (penampakan fisik), dimana PMC yang semula
hanya
memiliki
satu
bangunan
saja
(yaitu
di
rumah
pemiliknya), sekarang sudah memiliki 4 bangunan yang
digunakan oleh PMC untuk mengembangkan usahanya, dan
direncanakan, PMC masih akan membangun bangunan baru
lagi. Saat ini PMC juga telah membuka cabang di beberapa
kota,
yaitu
Temanggung,
Gombong/Kebumen,
Pontianak.
Parakan,
Wonogiri,
Perkembangan
Magelang,
Surabaya,
PMC
tidak
Sukorejo,
Bandung
hanya
dan
dalam
penampakan fisik saja namun dapat dilihat dari jumlah
murid,
pendapatan,
jumlah
pengajar
dan
peningkatan
kualitas pengajar yang akan ditunjukkan dalam beberapa
tabel berikut ini:
Tabel 1.1 Data Pelaksanaan Program Superintensif 12 dan 14 Hari
dari Tahun 2011 - 2013
Tahun
2011
Jumlah
gelombang
3
Waktu
pelaksanaan
14 Juni -25
Juni,
27
Juni – 8 Juli,
10 Juli – 21
Juli
3
Jumlah
total
siswa
76
Biaya
program
(rupiah)
1.200.000
Pendapatan
kotor (rupiah)
91.200.000
S
2012
4
2013
5
u
m
b
e
r
11 – 22 Juni,
24 Juni – 5
Juli, 7 – 18
Juli, 20 Juli
– 1 Agustus
13 – 25 Juni,
26 Juni – 7
Juli, 9 – 20
Juli, 22 Juli
– 3 agustus
96
1.500.000
144.000.000
127
1.800.000
228.600.000
: data PMC
Dari
Tabel
1.1
terlihat
bahwa
jumlah
gelombang
Program Superintensif 12 Hari meningkat setiap tahun (dari
tahun 2011 – 2013). Secara otomatis, jumlah siswanyapun
bertambah yang pada akhirnya membuat pendapatan PMC
meningkat.
Hal ini semakin menunjukkan
bahwa
PMC
mengalami perkembangan yang pesat.
Tabel 1.2 Perkembangan Jumlah Pengajar dan Peningkatan
Kualitas Pengajar PMC Tahun 2011 - 2013
Tahun
2011
2012
2013
2011
2012
2013
Jumlah
pengajar Jumlah pengajar tidak Jumlah total
tetap/full timer
tetap/part-timer
3 orang
2 orang
5 orang
5 orang
4 orang
9 orang
7 orang
6 orang
13 orang
Kualitas pengajar dari tahun 2011 – 2013
Jumlah staf junior
Jumlah staf senior
Jumlah staf ahli
Jumlah total
1 orang
2 orang
2 orang
5 orang
2 orang
3 orang
4 orang
9 orang
2 orang
5 orang
6 orang
13 orang
Sumber: Data PMC
Pengajar di PMC tidak hanya bertambah jumlahnya,
namun juga mengalami peningkatan dalam hal kualitas.
Beberapa pengajar yang menjadi pengajar junior ditahun
sebelumnya dapat menjadi pengajar senior. Di sisi lain, yang
sebelumnya
telah
menjadi
staf
pengajar
senior
dapat
meningkat menjadi staf pengajar ahli, dimana mereka sudah
mendapat kepercayaan dari pemilik.
Tabel 1.3 Peningkatan Jumlah Ruang Kelas dan Jumlah Pengajar
Program Superintensif Tahun 2011 - 2013
Tahun
Jumlah kelas
Jumlah Pengajar
4
2011
2012
2013
4
7
10
5
9
13
Sumber: Data PMC
Selanjutnya, PMC juga menambah jumlah kelasnya
setiap tahun. Hal ini dikarenakan jumlah murid yang terus
meningkat. Untuk tetap mendapatkan hasil yang maksimal,
mereka harus tetap dibagi dalam beberapa kelas. Sejak awal
dimulai program superintensif ini, yaitu sejak tahun 2011
sampai 2013, PMC sudah meluluskan sekitar 300 orang
siswa, 60 orang di tahun 2011, 100 orang di tahun 2012, dan
140 orang di tahun 2013. Setelah lulus dari Program ini,
sebagian besar alumni bahkan datang kembali ke PMC untuk
menempuh level yang lebih tinggi (dari super intensif 14 hari
bisa menjadi super intensif 14 hari mahir atau mengambil
program reguler). Tidak hanya itu, tidak sedikit dari mereka
yang
datang
kembali
dengan
membawa
teman
untuk
mendaftar di PMC. Program Super Intensif 14 Hari ini berbeda
dari program-program yang ada di beberapa sekolah musik
lain di Salatiga, dan bahkan di Indonesia. PMC, melalui
program ini, menawarkan harga yang terjangkau dan jaminan
bahwa dalam 14 hari siswa akan mampu bermain piano,
sesuai dengan level dan pilihan program studinya (musik
piano klasik, Pop/Kontemporer, Hymnal (musik gereja), dan
Teknik
iringan
piano
lagu
etnik/tradisional,
Jazz/RnB).
Melihat pada kesuksesan PMC dalam bersaing di industri
sekolah musik di Salatiga, menarik untuk diteliti mengenai
strategi bersaing yang digunakan oleh PMC dalam Program
Superintensif 14 Hari yang membawa PMC berkembang pesat.
Salah satu strategi bersaing adalah yang diperkenalkan
oleh Porter (1980). Ada tiga pendekatan strategis generik yang
secara potensial akan berhasil mengungguli institusi lain
5
dalam suatu industri yang disebut dengan generic competitive
strategy/strategi bersaing generik, yaitu yang terdiri dari 3
strategi (differentiation, low-cost leadership, dan focus). Ketiga
strategi
tersebut
digunakan
dalam
rangka
memperoleh
competitive advantage/keunggulan bersaing.
Banyak
penelitian
dilakukan
mengenai
generic
competitive strategy ini. Salah satu penelitian terkait adalah
yang dilakukan oleh Friis (2011) di sebuah institusi lampu di
Amerika. Dalam penelitiannya, dia menemukan bahwa salah
satu faktor yang mempengaruhi institusi lampu tersebut
dapat berkembang adalah penggunaan salah satu generic
strategy,
yaitu
focus
differentiation
(mengkombinasikan
strategi diferensiasi dan fokus). Sejalan dengan Friis, Lee dan
Lee (2012) juga menambahkan bahwa strategi bersaing yang
paling cocok untuk industri farmasi biotech di Taiwan adalah
strategi differentiation. Penelitian lain yang dilakukan oleh
Poon dan Waring (2010) di institusi penerbangan AirAsia
menyatakan
bahwa
institusi
ini
merupakan
institusi
penerbangan yang dengan sangat sukses mengurangi biaya
operasionalnya, dengan kata lain, institusi ini menggunakan
strategi low-cost. Bahkan, institusi ini mengklaim bahwa
mereka tercatat sebagai institusi penerbangan dengan harga
terendah/termurah (AirAsia Annual Report 2005). Strategi
inilah yang membawa AirAsia mengalami kesuksesan besar.
Penelitian lain yang dilakukan oleh Pearce dan Robinson
(2011)
menyebutkan
bahwa
dan
Macdonalds
merupakan contoh institusi yang mengalami kesuksesan
besar
karena
mengkombinasikan
kedua
strategi
(differentiation dan low-cost). Namun demikian, ada sebuah
perdebatan mengenai kombinasi strategi generik tersebut.
Porter (1980) memang
menyarankan hanya memilih satu
6
strategi saja. Hal ini dikarenakan jika sebuah institusi yang
secara bersamaan dan tidak konsisten menjalankan ketiga
strategi generik tersebut, mereka akan berakhir dengan
kegagalan. Hal ini sejalan dengan Aulakh, Kotabe dan Teegen
(2000)
yang
menyarankan
bahwa
untuk
mencapai
kesuksesan, institusi harus memilih dan berkomitmen pada
satu strategi saja atau akan mengalami seperti yang dikatakan
Porter (1980) sebagai “stuck in the middle”. Akan tetapi,
pendapat ini dibantah oleh Hill (1988) serta Beal dan YasaiArdekani
(2000).
Mereka
berpendapat
bahwa
kombinasi
strategi sangat dimungkinkan untuk dilakukan, bahkan dapat
menuntun kepada kesuksesan besar.
Terlepas
dari
perdebatan
yang
terjadi,
penelitian-
penelitian mengenai strategi bersaing tersebut sebagian besar
dilakukan di bidang ekonomi bisnis. Sedangkan dalam bidang
pendidikan, penelitian terkait sangatlah terbatas padahal
sebetulnya
lembaga
pendidikanpun
juga
mengalami
kompetisi/persaingan yang serba tidak jelas. Oleh karena itu,
lembaga pendidikan perlu menerapkan berbagai rencana
strategis. Mereka memerlukan strategi-strategi kompetitif yang
secara
jelas
membedakan
institusi-institusi
dari
para
pesaingnya (Sallis, 2012). Adapun beberapa penelitian di
bidang pendidikan diantaranya adalah yang dilakukan oleh
Jubelina (2013), yang meneliti mengenai strategi bersaing
yang diterapkan SMP Kristen
Lentera Ambarawa. Hasil
penelitiannya adalah ternyata SMP Kristen Lentera hanya
menerapkan strategi differentiation untuk bersaing. Selain itu
penelitian juga dilakukan oleh Sulung (2010) mengenai
strategi
bersaing
Sekolah
Teknologi
Informasi.
Hasilnya
menunjukkan bahwa untuk dapat bersaing dengan sekolah
negeri dan swasta lainnya, sekolah TIK harus menerapkan
7
strategi fokus, baik biaya dan diferensiasi. Kedua penelitian ini
dilakukan di sekolah formal. Sedangkan penelitian terkait
yang
dilakukan
di
sekolah
non-formal
belum
pernah
bersaing
adalah
dilakukan.
Pokok
dari
menghubungkan
perumusan
institusi
strategi
dengan
lingkungannya.
Dalam
memilih strategi bersaing yang tepat, akan lebih mudah jika
kondisi persaingan dalam lingkungan industri tempat institusi
itu berada telah diidentifikasi. Untuk mengetahui kondisi
persaingan dalam sebuah industri dapat dilakukan melalui
analisis lima kekuatan persaingan atau yang sering dikenal
dengan five forces analysis. Strategi bersaing yang digunakan
untuk menghadapi lima kekuatan persaingan tidak akan
memiliki hasil yang optimal jika kelima kekuatan tersebut
belum diidentifikasi (Porter, 1980). Lima kekuatan persaingan
tersebut adalah persaingan diantara institusi yang ada,
ancaman pendatang baru, tawar-menawar pembeli, tawarmenawar pemasok, dan ancaman produk pengganti.
Kelima
kekuatan
tersebut
bersama-sama
akan
menentukan intensitas persaingan dalam suatu industri, dan
kekuatan yang paling besar akan menentukan dan menjadi
dasar yang sangat penting dari sudut pandang perumusan
strategi (Porter, 2007). Banyak penelitian yang dilakukan
mengenai lima kekuatan persaingan dalam bidang ekonomi
bisnis. Dalam pendidikan, penelitian mengenai lima kekuatan
ini masih terbatas. Salah satu penelitian yang pernah
dilakukan di bidang pendidikan adalah milik Pringle and
Huisman (2011). Dalam penelitian ini analisis lima kekuatan
persaingan digunakan untuk memahami industri universitas
di Ontario, Canada. Penulis meneliti semua universitas di
Ontario yang juga mengacu kepada penelitian sebelumnya.
8
Ditemukan bahwa persaingan di industri universitas di
Ontario sangat beragam.
Dalam
penelitian
sebelumnya
baik
mengenai
lima
kekuatan persaingan maupun strategi bersaing generik di
bidang
pendidikan
persaingan
dalam
mempengaruhi
hanya
industri
menjelaskan
serta
namun
kelima
beberapa
terpisah
kekuatan
faktor
yang
dari/tanpa
menghubungkannya dengan strategi bersaing generik yang
diterapkan. Atau dengan kata lain, strategi yang sesuai untuk
tiap kekuatan belum diidentifikasi. Untuk itu, penelitian ini
tidak hanya mendeskripsikan lima kekuatan persaingan, yaitu
dengan menggambarkan kondisi persaingan dalam industri
sekolah musik di Salatiga (kondisi eksternal), namun juga
mendeskripsikan strategi bersaing generik yang digunakan
PMC dalam Program Superintensif 14 Hari yang membuat
PMC berkembang (kondisi internal). Pada akhirnya, strategi
yang tepat untuk menghadapi lima kekuatan tersebut juga
akan ditemukan sehingga PMC dapat memperoleh hasil yang
lebih optimal.
B. Rumusan Masalah
Dari latar belakang yang telah dikemukakan diatas,
maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut:
1. Bagaimana kondisi persaingan yang ada di lingkungan
sekolah musik di Salatiga saat ini?
2. Seperti apa generic competitive strategy yang digunakan
dalam implementasi Program Super intensif 14 Hari di
PMC?
9
3. Berdasarkan kondisi persaingan yang ada, strategi
bersaing
apakah
yang
paling
sesuai
sehingga
mendapatkan hasil yang optimal?
C. Tujuan Penelitian
Dari rumusan masalah diatas, maka penelitian ini
bertujuan untuk :
1. Mendeskripsikan
kondisi
persaingan
yang
ada
di
lingkungan sekolah musik di Salatiga saat ini.
2. Mendeskripsikan
generic
competitive
strategy
yang
dipakai dalam implementasi Program Superintensif 14
Hari di PMC.
3. Menemukan
strategi
bersaing
yang
berdasarkan
kondisi
persaingan
paling
yang
ada
sesuai
untuk
mendapatkan hasil yang optimal.
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoretis
Memberikan referensi bahwa aplikasi pendekatan Porter
(1980) mengenai lima kekuatan persaingan dan strategi
bersaing generik yang biasanya digunakan dalam dunia
ekonomi bisnis, dapat diterapkan dan relevan untuk dunia
pendidikan, yaitu sekolah musik dalam penelitian ini. Analisis
lima
kekuatan
bersaing
yang
bermanfaat
tepat
untuk
sehingga
menentukan
dapat
bertahan
strategi
bahkan
mengungguli sekolah musik lain.
2. Manfaat Praktis
Penelitian ini juga memiliki manfaat praktis bagi PMC, yaitu
memberikan gambaran mengenai kondisi persaingan yang ada
di lingkungan sekolah musik di Salatiga dan seperti apa
10
strategi bersaing generik yang mereka gunakan, serta strategi
apa yang sesuai berdasarkan kondisi persaingan yang ada
sehingga PMC dapat secara optimal tetap bertahan bahkan
unggul dari sekolah musik yang lain.
11