penerapan discovery learning pada materi

BAB I
PENDAHULUAN

1.1

Latar Belakang
Pembelajaran matematika sebagai salah satu komponen dalam dunia

pendidikan mempunyai peranan yang sangat penting dalam upaya mewujudkan
salah satu tujuan negara, yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa. Sebagian dari
kurikulum pengajaran SMP, matematika diharapkan dapat digunakan untuk
memecahkan masalah itu sendiri, pelajaran lain, ataupun masalah yang berkaitan
dengan dunia nyata. Pengolahan pendidikan semakin menuntut kualitas dan
antisipasi yang tepat kepada para guru untuk menggunakan berbagai sumber yang
tersedia untuk mengatasi permasalahan yang dihadapi siswa, serta mempersiapkan
pembelajaran yang mampu membutuhkan cara berfikir kritis, kreatif, dan inovatif.
Sekarang ini seperti yang diketahui bahwa matematika cenderung kurang
disukai bahkan kurang diminati oleh siswa dibandingkan mata pelajaran yang lain
karena siswa menganggap matematika itu sulit dan membosankan. Selain itu,
penguasaan bahan ajar oleh siswa belum sesuai dengan yang diharapkan. Bahkan
siswa sering lupa dengan aplikasi rumus yang digunakan untuk memecahkan

masalah matematika. Hal ini menunjukkan bahwa pengajaran matematika
disekolah umumnya kurang berhasil, sehingga berpengaruh terhadap hasil belajar
siswa yang rendah.
Dalam kurikulum 2013 (K-13) menganut: (1) pembelajaran yang dilakukan
guru (taught curriculum) dalam bentuk proses yang dikembangkan berupa
kegiatan pembelajaran di sekolah, kelas, dan masyarakat; dan (2) pengalaman
belajar langsung siswa (learned-curriculum) sesuai dengan latar belakang,
1 | SEMINAR PROBLEMATIKA

karakteristik, dan kemampuan awal siswa. Pengalaman belajar langsung
individual siswa menjadi hasil belajar bagi dirinya, sedangkan hasil belajar
seluruh siswa menjadi hasil kurikulum.
Dalam pencapaian tujuan tersebut, siswa dituntut aktif dalam kegiatan
pembelajaran. Guru hanya sebagai pembimbing sehingga guru dapat memilih
serta menggunakan metode dan media pembelajaran. Banyak metode dan alat
pembelajaran dapat dipilih oleh guru yang mana masing-masing metode
mempunyai kelebihan dan kekurangan. Pemilihan suatu metode dan alat perlu
memperhatikan beberapa hal seperti materi yang akan disampaikan, tujuan waktu
yang tersedia, dan banyaknya siswa serta hal-hal lain yang berkaitan dengan
proses pembelajaran.

Dengan demikian, metode dan alat pembelajaran yang digunakan betulbetul efektif dan efisien, karena hal itu sangat berhubungan dengan proses
pembelajaran dan sangat penting peranannya. Penggunaan media dan alat peraga
yang tepat akan dapat meningkatkan hasil belajar dan membuat kegiatan
pembelajaran menjadi menarik dan menyenangkan.
Disamping itu, dalam proses pembelajaran hendaknya guru juga dapat
menyusun program pembelajaran yang dapat membangkitkan motivasi siswa
dalam belajar, selain itu hendaknya siswa ikut berperan secara aktif dalam proses
pembelajaran. Salah satu pembelajaran yang dapat mengaktifkan siswa adalah
pembelajaran kooperatif tipe discovery learning.
Selain itu, peranan alat bantu atau peraga sangat penting karena dengan
adanya alat peraga ini materi pelajaran dapat mudah dipahami oleh siswa. Alat
peraga adalah alat (benda) yang digunakan untuk memperagakan fakta konsep

2 | SEMINAR PROBLEMATIKA

prinsip atau prosedur tertentu agar tampak lebih nyata/ kongkrit. Penggunaan alat
peraga akan memberikan siswa pengalaman yang akan terus diingat dan juga akan
memberi motivasi yang kuat untuk mempelajari matematika karena mereka
mengetahui kegunaan dari materi ajar yang mereka pelajari sesuai dengan tujuan
yang ingin dicapai.

Dalam matematika terdapat beberapa pokok bahasan, salah satunya adalah
materi geometri bangun ruang sisi lengkung. Bangun ruang sisi lengkung adalah
kelompok bangun ruang yang memiliki bagian-bagian yang berbentuk
lengkungan. Biasanya bangun ruang tersebut memiliki selimut ataupun
permukaan bidang. Yang termasuk ke dalam bangun ruang sisi lengkung adalah
tabung, kerucut, dan bola. Salah satu sub bahasannya adalah menentukan volume
tabung, volume kerucut dan volume bola.
Dengan memperhatikan uraian di atas, maka penulis menyusun makalah ini
dengan judul “Peningkatan Pemahaman Siswa dengan Metode Pembelajaran
Kooperatif Tipe Discovery Learning pada Materi Geometri Volume Bangun
Ruang Sisi Lengkung Kelas IX SMP Menggunakan Alat Peraga”
1.2

Rumusan Masalah
Masalah yang dapat dirumuskan dengan berpedoman pada latar belakang

masalah adalah :
1.

Bagaimana meningkatkan pemahaman siswa dengan metode pembelajaran

kooperatif tipe discovery learning pada materi geometri volume bangun ruang
sisi lengkung kelas IX SMP menggunakan alat peraga.

3 | SEMINAR PROBLEMATIKA

1.3

Tujuan Penulisan
Untuk memperoleh hasil penulisan yang lebih jelas dan terarah, perlu

ditetapkan terlebih dahulu tujuan yang hendak dicapai dalam penulisan ini
bertujuan :
1. mendeskripsikan cara meningkatkan pemahaman siswa dengan metode
pembelajaran kooperatif tipe discovery learning pada materi geometri volume
bangun ruang sisi lengkung kelas IX SMP menggunakan alat peraga.
1.4

Metode Penulisan
Penulisan makalah ini berdasarkan kajian pustaka.


4 | SEMINAR PROBLEMATIKA

BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1

Belajar dan Pembelajaran
2.1.1 Pengertian Belajar
Belajar berasal dari kata ajar yang berarti mencoba (trial), yaitu
kegiatan mencoba sesuatu yang belum atau tidak diketahui. Belajar dapat
diartikan sebagai suatu proses untuk mendapatkan ilmu pengetahuan yang
dikenal di masyarakat, atau nilai-nilai moral yang berkembang dilingkungan
sekitar, atau bentuk-bentuk nilai keterampilan khusus yang diraih seseorang
atau sekelompok orang dalam pencapaian tingkat tertentu.
Pengertian belajar menurut Burhanuddin Salam (2004 : 23) adalah
semata-mata mengumpulkan atau menghafalkan fakta-fakta yang tersaji
dalam bentuk informasi/materi pelajaran.
Belajar sebagaimana dikatakan oleh para paedagog dan psikolog
adalah suatu proses perubahan perilaku, yaitu berubah dari tidak tahu
menjadi tahu, dari tidak bisa menjadi bisa, dari tidak terampil menjadi

terampil, dari tidak bisa bersikap menjadi bisa bersikap tertentu.
Dengan demikian, belajar adalah sebuah upaya untuk menjadikan
siswa mengalami peningkatan dari segi pengetahuan, keterampilan dan
sikap yang bertujuan mengubah perilaku seseorang kearah yang lebih
sempurna.
2.1.2 Pengertian Pembelajaran
Pembelajaran merupakan timbal balik dari dua istilah yaitu belajar dan
mengajar yakni suatu usaha (mengajar) yang bisa mendorong seseorang
5 | SEMINAR PROBLEMATIKA

untuk belajar. Gagne dan Briggs (1979) mengartikan pembelajaran suatu
sistem yang bertujuan untuk membantu proses belajar. Di dalamnya berisi
serangkaian peristiwa yang dirancang untuk mempengaruhi dan mendukung
terjadinya proses belajar siswa.
Definisi lain, pembelajaran diartikan sebagai suatu usaha yang sengaja
melibatkan dan menggunakan pengetahuan profesional yang dimiliki
pendidikan untuk menjadikan seseorang bisa mencapai tujuan kurikulum.
Dalam definisi ini pun terdapat dua variabel yang bermuara pada kegiatan
belajar mengajar, yakni:
1. Usaha yang sengaja melibatkan dan menggunakan pengetahuan

profesional yang dimiliki guru (mengajar);
2. Menjadikan seseorang bisa mencapai tujuan kurikulum (belajar) dengan
demikian, jelaslah bahwa pembelajaran merupakan istilah lain dari
proses belajar-mengajar.
Di dalam lampiran Permendikbud No. 81A Tahun 2013 tentang
Implementasi Kurikulum Pedoman Umum Pembelajaran dijelaskan bahwa
kegiatan pembelajaran merupakan proses pendidikan yang memberikan
kesempatan kepada siswa untuk mengembangkan potensi dalam hal sikap,
pengetahuan dan keterampilannya. Kegiatan pembelajaran harus diarahkan
untuk memfasilitasi pencapaian kompetensi yang telah dirancang dalam
kurikulum agar setiap siswa mampu menjadi pembelajar mandiri sepanjang
hayat.

Pada

gilirannya,

siswa

menjadi


komponen

penting

untuk

mewujudkan masyarakat belajar. Kualitas lain yang dikembangkan
kurikulum dan harus terealisasikan dalam proses pembelajaran antara lain

6 | SEMINAR PROBLEMATIKA

kreativitas, kemandirian, kerja sama, solidaritas, kepemimpinan, empati,
toleransi dan kecakapan hidup siswa guna membentuk watak serta
meningkatkan peradapan dan martabat bangsa.
Untuk mencapai hasil yang efektif, kegiatan pembelajaran perlu
menggunakan prinsip-prinsip berikut.
1. Berpusat pada siswa
2. Mengembangkan kreativitas siswa
3. Menciptakan kondisi menyenangkan dan menantang

4. Bermuatan nilai, etika, estetika, logika dan kinestika
5. Menyediakan pengalaman belajar yang beragam melalui penerapan
berbagai strategi dan metode pembelajaran yang menyenangkan,
konstektual, efektif, efisien, dan bermakna.
2.2

Materi
2.2.1 Tabung
Tabung adalah bangun ruang sisi lengkung yang dibentuk oleh dua
buah lingkaran identik yang sejajar dan sebuah persegi panjang yang
mengelilingi kedua lingkaran tersebut. Tabung memiliki tiga sisi yakni dua
sisi datar dan satu sisi lengkung.
a) Volume Tabung
Volume tabung adalah hasil dari luas alas tabung dengan tinggi tabung
atau dapat dirumuskan sebagai berikut :
V =L . alas ×tinggi
V =π r 2 ×t

7 | SEMINAR PROBLEMATIKA


Contoh 1 :
Sebuah tabung memiliki jari-jari r = 3 cm dan tinggi t = 7 cm, maka
volume tabung adalah…
Penyelesaian :
V = π r2 x tinggi

(rumus volume tabung)

V=πx3x3x7

(subtitusikan nilai r dan t)

V = 63 π cm3
2.2.2 Kerucut
kerucut adalah sebuah limas isti
mewa yang beralas lingkaran. Kerucut memiliki 2 sisi dan 1 rusuk.
Sisi tegak kerucut tidak berupa segitiga tapi berupa bidang miring yang
disebut selimut kerucut.
a) Volume Kerucut
Volume kerucut adalah sepertiga hasil kali luas alas dengan tingginya.

Jika volume kerucut dinyatakan dengan V (satuan volume), jari-jari
lingkaran alas r (satuan panjang) dan tingginya t (satuan panjang) atau
dapat dirumuskan sebagai berikut:
1
V = L alas ×t
3
1
V = π r 2 ×t
3
Contoh 2 :
Kerucut memiliki jari-jari r = 12 cm dan tinggi t = 16 cm, maka volume
kerucut adalah…

8 | SEMINAR PROBLEMATIKA

Penyelesaian :
1
V = 3 π r2 x t
1
V = 3 π x 12 x 12 x 16
V = 768π cm
2.2.3 Bola
Bola adalah Bola merupakan bangun ruang sisi lengkung yang
dibatasi oleh satu bidang lengkung. Bola dapat dibentuk dari bangun
setengah lingkaran yang diputar sejauh 360° pada garis tengahnya.
a) Volume Bola
Volume bola sama dengan empat per tiga luas lingkaran dikali dengan
jari-jari atau bisa dirumuskan sebagai berikut:
4
V = L . lingkaran× jari− jari
3
4
V = π r2 × r
3
4
V = π r3
3
Contoh 3 :
Sebuah bola memiliki jari-jari r = 12 m, maka volume bola tersebut
adalah…
Penyelesaian :
4
V = 3 π r3

9 | SEMINAR PROBLEMATIKA

4
V = 3 π x 12 x 12 x 12
4
V = 3 π (1.728)
V = 2.304π m3
2.3

Metode-Metode Pembelajaran Discovery Learning dan Alat Peraga
2.3.1 Metode Pembelajaran Discovery Learning
A.

Pengertian Discovery Learning
Model pembelajaran penemuan (discovery learning) merupakan

nama lain dari pembelajaran penemuan. Sesuai dengan namanya
model ini mengarahkan siswa untuk dapat menemukan sesuatu
melalui proses pembelajaran yang dilakukan. Bentuk penemuan yang
dimaksud tidak selalu identik dengan suatu teori ataupun benda
sebagaimana yang biasa dilakukan kalangan ilmuwan atau profesional
dalam pengertian yang sebenarnya. Penemuan yang dimaksud juga
berarti pula sesuatu yang sederhana, namun memiliki makna dengan
kehidupan para siswa itu sendiri. Penemuan itu tetap berkerangka
pada kompetensi-kompetensi dasar (KD) yang ada dikurikulum.
Penemuan (discovery) merupakan suatu model pembelajaran
yang dikembangkan berdasarkan pendangan kontruktivisme. Model
ini menekankan pada pentingnya pemahaman stuktur atau ide-ide
penting terhadap suatu disiplin ilmu, melalui keterlibatan siswa secara
aktif dalam pembelajaran.
Menurut Wilcox (Salvin, 1997), dalam pembelajaran dengan
penemuan, siswa didorong untuk belajar sebagian besar melalui
keterlibatan aktif mereka sendiri dengan konsep-konsep dan prinsip10 | SEMINAR PROBLEMATIKA

prinsip, dan guru mendorong siswa untuk memiliki pengalaman dan
melakukan percobaan yang memungkinkan siswa menemukan
prinsip-prinsip untuk siswa sendiri.
Menurut Jerome Bruner, discovery learning adalah metode
belajar yang mendorong siswa untuk mengajukan pertanyaan dan
menarik kesimpulan dari prinsip-prinsip umum praktis contoh
pengalaman. Dimana siswa mengorganisasi bahan yang dipelajari
dengan suatu bentuk akhir (Dalyono, 1996: 41). Strategi discovery
learning adalah memahami konsep, arti dan hubungan, melalui proses
intuisi untuk akhir kepada suatu kesimpulan (Budiningsih, 2015: 43).
Discovery terjadi bila individu terlibat, terutama dalam penggunaan
proses mentalnya untuk menemukan beberapa konsep dan prinsip.
Discovery

dilakukan

melalui

proses

observasi,

klasifikasi,

pengukuran, prediksi dan penentuan. Proses tersebut disebut cognitive
process, sedangkan discovery itu sendiri adalah the mental process of
assimilating conceps and principles in the mind (Robert B. Sund
dalam Malik, 2011: 219).
Di dalam pembelajaran discovery siswa didorong untuk
menemukan sendiri dan mentranformasikan informasi kompleks,
mengecek informasi baru dengan yang sudah ada dalam ingatannya,
dan melakukan pengembangan menjadi informasi atau kemampuan
yang sesuai dengan lingkungan dan zaman, tempat dan waktu hidup.
B.

Tujuan Pembelajaran Discovery Learning

11 | SEMINAR PROBLEMATIKA

Bell (1978) mengemukakan bahwa beberapa tujuan spesifik dari
pembelajaran penemuan, yakni:
1. Dalam penemuan siswa memiliki kesempatan untuk terlibat
secara aktif dalam pembelajaran. Kenyataan menunjukkan bahwa
partisipasi banyak siswa dalam pembelajaran meningkat ketika
penemuan digunakan.
2. Melelui

pembelajaran

dengan

penemuan,

siswa

belajar

menemukan pola situasi konkret maupun abstrak, juga siswa
banyak meramalkan (extrapolate) informasi tambahan yang
diberikan.
3. Siswa juga belajar merumuskan strategi tanya jawab yang tidak
rancu dan menggunakan tanya jawab untuk memperoleh
informasi yang bermanfaat dalam menemukan.
4. Pembelajaran dengan penemuan membantu siswa membentuk
cara kerja bersama yang efektif, saling membagi informasi, serta
mendengar dan menggunakan ide-ide orang lain.
5. Terdapat beberapa fakta yang menunjukan bahwa keterampilanketerampilan, konsep-konsep dan prinsip-prinsip yang dipelajari
melalui penemuan lebih bermakna.
6. Keterampilan yang dipelajari dalam situasi belajar penemuan
dalam beberapa kasus, lebih mudah ditransfer untuk aktifitas baru
dan diaplikasikan dalam situasi belajar yang baru.
C.

Macam-Macam Pembelajaran Discovery Learning

Model penemuan atau pengajaran penemuan dibagi 3 jenis :

12 | SEMINAR PROBLEMATIKA

1.

Penemuan Murni
Pada pembelajaran dengan penemuan murni pembelajaran

terpusat pada siswa dan tidak terpusat pada guru. Siswalah yang
menentukan tujuan dan pengalaman belajar yang diinginkan, guru
hanya memberi masalah dan situasi belajar kepada siswa. Siswa
mengkaji fakta atau relasi yang terdapat pada masalah itu dan menarik
kesimpulan (generalisasi) dari apa yang siswa temukan.
Kegiatan penemuan ini hampir tidak mendapatkan bimbingan
guru. Penemuan murni biasanya dilakukan pada kelas yang pandai.
2.

Penemuan Terbimbing
Pada

pengajaran

dengan

penemuan

terbimbing

guru

mengarahkan tentang materi pelajaran. Bentuk bimbingan yang
diberikan guru dapat berupa petunjuk, arahan, pertanyaan atau dialog,
sehingga diharapkan siswa dapat menyimpulkan sesuai dengan
rancangan guru.
Generalisasi atau kesimpulan yang harus ditemukan oleh siswa
harus dirancang secara jelas oleh guru. Pada pengajaran dengan
metode penemuan, siswa harus benar-benar aktif belajar menemukan
sendiri bahan yang dipelajarinya.
3.

Penemuan Laboratory
Penemuan laboratory adalah penemuan yang menggunakan

objek langsung (media konkrit) dengan cara mengkaji, menganalisis,
dan menemukan secara induktif, merumuskan dan membuat
kesimpulan.

13 | SEMINAR PROBLEMATIKA

Penemuan laboratory dapat diberikan kepada siswa secara
individual atau kelompok. Penemuan laboratory dapat meningkatkan
keinginan belajar siswa, karena belajar melalui berbuat menyenangkan
bagi siswa yang masih berada pada usia senang bermain.
D.

Langkah-Langkah Operasional Pembelajaran Discovery
Learning
Menurut

Markaban

(2016:

16),

agar

pelaksana

model

pembelajaran penemuan terbimbing ini berjalan dengan efektif,
beberapa langkah yang harus ditempuh oleh guru matematika adalah
sebagai berikut.
a.

Merumuskan masalah yang akan diberikan kepada siswa dengan
data secukupnya, perumusan harus jelas, hindari penyataan yang
menimbulkan salah tafsir sehinggan arah yang ditempuh siswa
tidak salah.

b.

Dari data yang diberikan guru, siswa menyusun, memproses,
mengorganisir, dan menganalisis data tersebut. Dalam hal ini,
bimbingan guru dapat diberikan sejauh yang diperlukan saja.
Bimbingan ini sebaiknya mengarahkan siswa untuk melangkah
ke arah yang hendak dituju, melalui pertanyaan-pertanyaan, atau
LKS.

c.

Siswa menyusun konjektur (prakiraan) dari hasil analisis yang
dilakukannya.

d.

Bila dipandang pelu, konjektur yang telah dibuat siswa tersebut
di atas diperiksa oleh guru. Hal ini penting dilakukan untuk

14 | SEMINAR PROBLEMATIKA

meyakinkan kebenaran prakiraan siswa, sehingga akan menuju
arah yang hendak dicapai.
e.

Apabila telah diperoleh kepastian tentang kebenaran konjektur
tersebut, maka verbalisasi konjektur sebaiknya diserahkan juga
kepada siswa untuk menyusunnya. Disamping itu, perlu di ingat
bahwa induksi tidak menjamin 100% kebenaran konjektur.

f.

Sesudah siswa menemukan apa yang dicari, hendaknya guru
menyediakan soal latihan atau soal tambahan untuk memeriksa
apakah hasil penemuan itu benar.

E.

Strategi-Strategi Dalam Pembelajaran Discovery Learning
Dalam pembelajaran penemuan dapat digunakan beberapa

strategi sebagai berikut.
a.

Strategi Induktif
Strategi ini terdiri dari dua bagian, yakni bagian data atau contoh

khusus dan bagian generalisasi (kesimpulan). Data atau contoh khusus
tidak dapat digunakan sebagai bukti, hanya merupakan jalan menuju
kesimpulan.

Mengambil

kesimpulan

(penemuan)

dengan

menggunakan strategi induktif ini selalu mengandung resiko, apakah
kesimpulan itu benar ataukah salah. Karenanya kesimpulan yang
ditemukan dengan strategi induktif selalu menggunakan perkataan
“barangkali” atau “mungkin”.
b.

Strategi Deduktif
Dalam matematika strategi deduktif, memenggang peranan

penting dalam hal pembuktian. Karena matematika berisi argumentasi

15 | SEMINAR PROBLEMATIKA

deduktif yang saling berkaitan, maka metode deduktif memenggang
peranan penting dalam pengajaran matematika. Dari konsep
matematika yang bersifat umum yang sudah diketahui siswa
sebelumnya, siswa dapat diarahkan untuk menemukan konsep-konsep
lain yang belum ia ketahui sebelumnya.
F.

Peranan Guru dalam pembelajaran Discovery Learning
Dahar (1989) mengemukakan beberapa peranan guru dalam

pembelajaran dengan penemuan, yakni sebagai berikut.
a. Merencanakan

pembelajaran

sedemikian

rupa

sehingga

pembelajaran itu terpusat pada masalah-masalah yang tepat untuk
diselidiki para siswa.
b. Menyajikan materi pelajaran yang diperlukan sebagai dasar bagi
para siswa untuk memecahkan masalah. Sudah seharusnya materi
pelajaran itu dapat mengarah pada pemecahan masalah yang aktif
dan belajar penemuan, misalnya menggunakan fakta-fakta yang
berlawanan.
c. Guru juga harus memperhatikan cara penyajian yang enaktif,
ikonik, dan simbolik.
d. Apabila siswa memecahkan masalah di laboraturium atau secara
teoritis, maka guru hendaknya berperan sebagai seorang
pembimbing atau tutor. Guru hendaknya jangan mengungkapkan
terlebih dahulu prinsip atau aturan yang akan dipelajari, tetapi ia
hendaknya memberikan saran-saran bilamana diperlukan. Sebagai

16 | SEMINAR PROBLEMATIKA

tutor, guru sebaiknya memberikan umpan balik pada waktu yang
tepat.
e. Menilai hasil belajar merupakan suatu masalah dalam belajar
penemuan. Secara garis besar, tujuan belajar penemuan ialah
mempelajari generalisasi-generalisasi itu.
G.

Langkah-Langkah dan Prosedur Dalam Pembelajaran
Discovery Learning
a)

Langkah Persiapan Strategi Discovery Learning
1) Menentukan tujuan pembelajaran.
2) Melakukan identifikasi karakteristik siswa (kemapuan
awal, minat, gaya belajar, dan sebagainya).
3) Memilih materi pembelajaran yang akan dipelajari.
4) Menemukan topik-topik yang harus dipelajari siswa
secara induktif (dari contoh-contoh generalisasi).
5) Mengembangkan bahan-bahan belajar yang berupa
contoh-contoh, ilustrasi, tugas dan sebagainya untuk
dipelajari siswa.
6) Mengatur topik-topik pelajaran dari yang sederhana ke
kompleks, dari yang konkret ke yang abstrak, atau dari
tahap enaktif, ikonik sampai ke simbolik.
7) Melakukan penilaian proses dan hasil belajar siswa.

b)

Prosedur Aplikasi Strategi Discovery Learning
Pelaksanaan strategi discovery learning di kelas. Menurut

Syah (2004: 244), ada beberapa prosedur yang harus
dilaksanakan dalam kegiatan mengajar secara umum.
17 | SEMINAR PROBLEMATIKA

1) Problem Statement (penyataan/identifikasi masalah)
Setelah dilakukan stimulasi, langkah selanjutnya adalah
guru

memberi

mengidentifikasi

kesempatan
sebanyak

kepada
mungkin

siswa

untuk

agenda-agenda

masalah yang relevan dengan bahan pengajaran, kemudian
salah satunya dipilih dan dirumuskan dalam bentuk
hipotesis (jawaban sementara atas pertanyaan masalah).
2) Stimulation (stimulasi/pemberian rangsangan)
Pertama-tama pada tahap ini siswa dihadapkan pada
sesuatu yang menimbulkan kebingungannya, kemudian
dilanjutkan untuk tidak memberi generalisasi, agar timbul
keinginan untuk menyelidiki sendiri. Disamping itu, guru
dapat

memulai

kegiatan

PBL

dengan

mengajukan

pertanyaan, anjuran membaca buku, dan aktivitas belajar
lainnya yang mengarah pada persiapan pemecahan masalah.
Stimulasi pada tahap ini berfungsi untuk menyediakan
kondisi interaksi belajar yang dapat mengembangkan dan
siswa dalam mengeskplorasi bahan. Dalam hal ini, Bruner
memberikan

stimulasi

dengan

menggunakan

teknik

bertanya, yaitu dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan
yang dapat menghadapkan siswa pada kondisi internal yang
mendorong eksplorasi.

18 | SEMINAR PROBLEMATIKA

3) Data collecting (pengumpulan data)
Ketika

eksplorasi

berlangsung

guru

juga

memberi

kesempatan kepada para siswa untuk mengumpulkan
informasi yang sebanyak-banyaknya yang relevan untuk
membuktikan benar atau tidaknya hipotesis. Pada tahap ini
berfungsi untuk menjawab pertanyaan atau membuktikan
benar tidaknya hipotesis, dengan demikian siswa diberi
kesempatan untuk mengumpulkan (collecting) berbagai
informasi yang relevan, membaca literature, mengamati
objek, wawancara dengan narasumber, melakukan uji coba
sendiri, dan sebagainya. Konsekuensi dari tahap ini adalah
siswa belajar secara aktif untuk menemukan sesuatu yang
berhubungan dengan permasalahan yang sedang dihadapi,
dengan

demikian

menghubungkan

secara

masalah

tidak

dengan

sengaja

siswa

pengetahuan

yang

dimilikinya.
4) Data Processing (pengolahan data)
Pengolahan data merupakan kegiatam mengolah data dan
informasi yang telah diperoleh siswa baik melalui
wawancara,

observasi,

dan

sebagainya.

Selanjutnya

ditafsirkan, dan semuanya diolah, diacak, diklasifikasikan,
ditabulasikan, bahkan bila perlu dihitung dengan cara

19 | SEMINAR PROBLEMATIKA

tertentu serta ditafsirkan pada tingkat kepercayaaan tertentu.
Data

processing

juga

disebut

dengan

pengkodean

(coding)/kategorisasi yang berfungsi sebagai pembentukan
proses dan generalisasi. Dari generalisasi tersebut siswa
akan

mendapat

pengetahuan

jawabaan/penyelesaian

baru

yang

tentang

perlu

alternatif

mendapatkan

pembuktian secara logis.
5) Verification (pembuktian)
Pada tahap ini, siswa melakukan pemeriksaan secara cermat
untuk membuktikan benar atau tidaknya hipotesis yang
ditetapkan dalam temuan alternatif, dihubungkan dengan
hasil data processing. Bedasarkan hasil pengolahan dan
tafsiran atau informasi yang ada, pernyataan atau hipotesis
yang telah dirumuskan terdahulu itu kemudian dicek,
apakah terjawab atau tidak, apakah terbukti atau tidak.
Pembuktian menurut Bruner, bertujuan agar proses belajar
akan berjalan dengan baik dan kreatif jika guru memberikan
kesempatan kepada siswa untuk menemukan suatu konsep,
teori, aturan, atau pemahaman melalui contoh-contoh yang
siswa jumpai dalam kehidupannya.
6) Generalization (menarik kesimpulan/generalisasi)
Tahap generalisasi/menarik kesimpulan adalah proses
menarik sebuah kesimpulan yang dapat dijadikan prinsip
umum dan belaku untuk semua kejadian atau masalah yang

20 | SEMINAR PROBLEMATIKA

sama, dengan memperhatikan hasil verifikasi (Syah, 2004:
244). Berdasarkan hasil verifikasi, maka dirumuskan
prinsip-prinsip

yang

mendasari

generalisasi.

Setelah

menarik kesimpulan siswa harus memperhatikan proses
generalisasi yang menekankan pentingnya penguasaan
pelajaran atas makna dan kaidah atau prinsip-prinsip yang
luas yang mendasari pengalaman seseorang, serta proses
pengaturan dan generalisasi dari pengalaman-pengalaman
itu.
H.

Kelebihan Pembelajaran Discovery Learning
Adapun kelebihan penerapan pembelajaran penemuan, yakni

sebagai berikut.
a. Membantu

siswa

untuk

memperbaiki

dan

meningkatkan

keterampilan-keterampilan dalam proses-proses kognitif. Usaha
penemuan merupakan kunci dalam proses ini, seseorang
tergantung bagaimana cara belajarnya.
b. Dapat meningkatkan kemampuan siswa untuk memecahkan
masalah (problem solving).
c. Pengetahuan yang diperoleh melalui strategi ini sangat pribadi
dan ampuh karena menguatkan pengertian, ingatan, dan transfer.
d. Strategi ini memungkinkan siswa berkembang dengan cepat dan
sesuai dengan kecepatannya sendiri.
e. Menyebabkan siswa mengarahkan kegiatan belajarnya sendiri
dengan melibatkan akalnya dan motivasi sendiri.

21 | SEMINAR PROBLEMATIKA

f. Strategi ini dapat membantu siswa memperkuat konsep dirinya,
karena memperoleh kepercayaan bekerja sama dengan yang
lainnya.
g. Berpusat pada siswa dan guru berperan sama-sama aktif
menguarkan gagasan-gagasan. Bahkan, guru pun dapat bertindak
senagai siswa, dan sebagai peneliti didalam suatu diskusi.
h. Membantukan siswa menghilangkan skeptisme (keragu-raguan)
karena mengarah pada kebenaran yang final dan tertentu atau
pasti.
i. Siswa akan mengerti konsep dasar dan ide-ide lebih baik.
j. Membantu dan mengembangkan ingatan dan transfer pada situasi
proses belajar yang baru.
k. Mendorong siswa berfikir dan bekerja atas inisiatif sendiri.
l. Mendorong siswa berfikir intuisi dan merumuskan hipotesis
sendiri.
m. Memberikan keputusan yang bersifat intrisik.
n. Situasi proses belajar menjadi lebih terangasang.
o. Menimbulkan rasa senang pada siswa, karena tumbuhnya rasa
menyelidiki dan berhasil.
p. Proses belajar meliputi sesama aspeknya siswa menuju pada
pembentukan proses manusia seutuhnya.
q. Mendorong keterlibatan keaktifan siswa.

22 | SEMINAR PROBLEMATIKA

r. Menimbulkan rasa puas bagi siswa. Kepuasan batin ini
mendorong ingin melakukan penemuan lagi sehingga minat
belajar siswa meningkat.
s. Siswa akan dapat mentranfer pengetahuannya ke berbagai
konteks.
t. Dapat meningkatkan motivasi.
u. Meningkatkan tingkat penghargaan pada siswa.
v. Kemungkinan siswa belajar dengan memanfaatkan berbagai jenis
sumber pembelajaran.
w. Dapat mengembangkan bakat dan kecakapan individu.
x. Melatih siswa belajar mandiri.
y. siswa aktif dalam kegiatan belajar mengajar, sebab ia berfikir dan
menggunakan kemampuan untuk menemukan hasil akhir.
I.

Kekurangan Pembelajaran Discovery Learning
Adapun kekurangan dalam penerapan pembelajaran penemuan,

sebagai berikut.
a. Guru

merasa

gagal

mendeteksi

masalah

dan

adanya

kesalahpahaman antara guru dan siswa.
b. Menyita waktu banyak. Guru dituntut mengubah kebiasaan
mengajar yang umumnya memberi informasi menjadi fasilitator,
motivator, dan pembimbing siswa dan belajar. Untuk seorang
guru, ini bukan pekerjaan yang mudah karena itu guru
memerlukan waktu yang banyak, dan sering kali guru belum puas

23 | SEMINAR PROBLEMATIKA

kalau tidak memberi motivasi dan membimbing siswa belajar
dengan baik.
c. Menyita pekerjaan guru.
d. Tidak semua siswa dapat melakukan penemuan.
e. Tidak berlaku untuk semua topik.
Berikut adalah faktor penyebab kekurangan dari pembelajaran
ini, sebagai berikut.
1. Berkenaan

dengan

waktu,

strategi

discovery

learning

membutuhkan waktu yang lebih lama dari pada ekspositori.
2. Kemampuan berfikir rasional siswa ada yang masih terbatas.
3. Kesukaran dalam menggunakan faktor subjektivitas, terlalu cepat
pada suatu kesimpulan.
4. Faktor kebudayaan atau kebiasaan yang masih menggunakan pola
pembelajaran lama.
5. Tidak semua siswa dapat mengikuti pelajaran dengan cara ini. Di
lapangan beberapa siswa masih terbiasa dan mudah mengerti
dengan model ceramah.
6. Tidak semua topik cocok disampaikan dengan model ini.
Umumnya topik-topik yang berhubungan dengan prinsip dapat
dikembangkan dengan model penemuan.
2.3.2 Alat Peraga
A.

Pengertian Alat Peraga
Kata “Alat Peraga” diperoleh dari dua kata alat dan peraga. Kata

utamanya adalah peraga yang artinya bertugas “meragakan” atau

24 | SEMINAR PROBLEMATIKA

membuat bentuk “raga” atau bentuk “fisik” dari suatu arti/pengertian
yang dijelaskan. Bentuk fisik itu dapat berbentuk benda nyatanya atau
benda tiruan dalam bentuk model atau dalam bentuk gambar
visual/audio visual. Contoh alat peraga wayang dengan tokoh kartun
Squidword untuk meragakan konsep penjumlahan dan pengurangan
bilangan bulat.
Alat peraga dapat dimasukkan sebagai bahan pembelajaran
apabila alat peraga tersebut merupakan desain materi pelajaran yang
diperuntukkan

sebagai

bahan

pembelajaran.

Misalnya,

dalam

pembelajaran klasikal, guru menggunakan alat sebagai peraga yang
berisi materi yang akan dijelaskan. Jadi alat peraga yang digunakan
guru tersebut memang berbentuk desain materi yang akan disajikan
dalam pelajaran.
Alat peraga merupakan media pengajaran yang mengandung
atau membawakan ciri-ciri dari konsep yang dipelajari (Estiningsih,
1994:7). Fungsi utamanya adalah untuk menurunkan keabstrakan
konsep agar siswa mampu menangkap arti konsep tersebut. Sebagai
contoh, benda-benda konkret disekitar siswa. Dengan adanya alat
peraga siswa dapat mengetahui letak bilangan positif dan bilangan
negatif. Menurut Sudjana (1989:76) alat peraga adalah suatu alat
bantu untuk mendidik atau mengajar supaya apa yang diajarkan
mudah dimengerti siswa.
B.

Jenis-Jenis Alat Peraga

25 | SEMINAR PROBLEMATIKA

Menurut para ahli media, bahan pembelajaran dalam bentuk
media pembelajaran diklasifikasikan dalam beberapa bentuk.
a) Media grafis, yaitu media yang menyajikan desain materi dalam
bentuk simbol-simbol komunikasi visual. Media ini bersifat
sederhana, mudah pembuatannya dan relatif murah. Contoh
media

grafis

antara

lain:

gambar/foto,

sketsa,

diagram,

bagan/chart, grafik, kartun, poster, peta dan globe, papan bulletin.
b) Media audio, yaitu media yang menyajikan desain materi dalam
bentuk lambang lambang auditif. Media audio ini terdiri dari:
media radio, media rekaman, laboratorium bahasa.
c) Media Proyeksi diam, yaitu media yang menyajikan desain pesan/
materi layaknya media grafis, tetapi penyajiannya dengan teknik
diproyeksikan dengan peralatan yang disebut proyektor. Media
proyeksi diam, terdiri dari: film bingkai (slide), film rangkai (film
strip), media transparansi (overhead projector/transparancy).
d) Media proyeksi gerak, yaitu media yang menyajikan desain
pesan/materi dalam bentuk obyek yang bergerak. Media Proyeksi
gerak digunakan melalui proses perekaman dan menggunakan
alat perekam gerak (seperti kamera video), atau menyajikan
gerakan-gerakan yang ditampilkan langsung oleh pemeran, yang
termasuk media ini, terdiri dari: film, televisi, komputer
(animasi), dan permainan simulasi.
e) Media cetak, yaitu media yang menyajikan desain pesan/materi
(verbal tulis dan gambar) dalam bentuk cetak. Contoh media

26 | SEMINAR PROBLEMATIKA

cetak adalah buku, modul, surat kabar, majalah, LKS dan
sebagainya. f. Media nyata, yaitu media dalam bentuk benda
aslinya, baik dalam bentuk keseluruhan/utuh, maupun dalam
bentuk bagian/contoh bagian dari benda tertentu. Media nyata ini,
seperti obyek, specimen, mock up, herbarium, insektarium dan
sebagainya.
C.

Fungsi Alat Peraga
Menurut Roseffendi (1997:227-228) ada beberapa fungsi

penggunaan alat peraga dalam pengajaran matematika, diantaranya
sebagai berikut:
a) Dengan adanya alat peraga, siswa akan lebih banyak mengikuti
pelajaran matematika dengan gembira, sehingga minatnya dalam
mempelajari

matematika

semakin

besar.

siswa

senang,

terangsang, kemudian tertarik dan bersikap positif terhadap
pembelajaran matematika.
b) Dengan disajikan konsep abstrak matematika dalam bentuk
konkret, maka siswa pada tingkat-tingkat yang lebih rendah akan
lebih mudah memahami dan mengerti.
c) Siswa akan menyadari adanya hubungan antara pembelajaran
dengan benda-benda yang ada di sekitarnya, atau antara ilmu
dengan alam sekitar dan masyarakat.
d) Konsep-konsep abstrak yang tersajikan dalam bentuk konkret,
yaitu dalam bentuk model matematika dapat dijadikan obyek

27 | SEMINAR PROBLEMATIKA

penelitian dan dapat pula dijadikan alat untuk penelitian ide-ide
baru dan relasi-relasi baru.
D.

Syarat dan Kriteria Alat Peraga

Menurut Rusefendi (1998) beberapa persyaratan alat peraga antara
lain:
1. Tahan lama.
2. Bentuk dan warnanya menarik.
3. Sederhana dan mudah di kelola.
4. Ukurannya sesuai.
5. Dapat menyajikan konsep matematika baik dalam bentuk real,
gambar, atau diagram.
6. Sesuai dengan konsep matematika.
7. Dapat memperjelas konsep matematika atau bukan sebaliknya.
8. Peragaan itu supaya menjadi dasar bagi tumbuhnya konsep
berfikir abstrak bagi siswa.
9. Menjadikan siswa belajar aktif dan mandiri dengan memanipulasi
alat peraga.
10. Bila mungkin alat peraga tersebut bisa berfaedah lipat (banyak).

28 | SEMINAR PROBLEMATIKA

BAB III
HASIL KAJIAN DAN PEMBAHASAN

3.1

Hasil Kajian
A.

Kesulitan Siswa
Penulis makalah ini mengangkat masalah tentang kesulitan siswa

dalam mengingat rumus dan mengaplikasikannya pada materi geometri
volume bangun ruang sisi lengkung. Faktor dari kesulitan siswa adalah
karena kurangnya pemahaman konsep tentang volume bangun ruang sisi
lengkung.
Hal ini dikemukakan juga oleh Robiatul Audaya dalam Penelitian
Tindakan Kelas yang berjudul “Peningkatan Pemahaman Konsep Bangun
29 | SEMINAR PROBLEMATIKA

Ruang Sisi Lengkung Siswa Kelas IX.A SMPN 24 Kota Bengkulu Melalui
Penerapan Model Problem Based Learning” bahwa dalam materi geometri
bangun ruang sisi lengkung, siswa masih mengalami kesulitan dalam
menyelesaikan masalah matematika yang terkait dengan materi tersebut.
Sehingga guru dituntut pandai dalam memilih metode dan media yang
sesuai agar tujuan pembelajaran dapat tercapai.
Untuk memperbaiki pembelajaran maka diperlukan strategi yang
terarah, agar faktor penyebab rendahnya kemampuan siswa dapat diatasi.
Kurangnya pemahaman siswa tentang konsep volume bangun ruang
sisi lengkung berdampak pada pemecahan masalah tentang volume bangun
ruang sisi lengkung. Hal tersebut dikarenakan siswa belum menguasai
konsep bagaimana membuktikan rumus yang digunakan untuk menentukan
volume bangun ruang sisi lengkung.

B.

Pemahaman Siswa
Selain dari kesulitan siswa dalam mengaplikasikan dan menguasai

materi volume bangun ruang sisi lengkung, sehingga pemahaman siswa
sangat penting.
Hal ini juga dikemukakan oleh Ovitaliani dalam Penelitian Tindakan
Kelas yang berjudul “Perbedaan Hasil Belajar Persamaan Linear Satu
Variabel yang Diajarkan Dengan Model Kooperatif Menggunakan Alat
Peraga dengan yang Tidak Menggunakan Alat Peraga di Kelas VII SMP
Negeri 1 Maliku” bahwa dengan model pembelajaran kooperatif

30 | SEMINAR PROBLEMATIKA

menggunakan alat peraga lebih memotivasi siswa dalam kegiatan belajar
dari pada tidak menggunakan alat peraga.
Oleh sebab itu, penulis makalah ini menggunakan alat peraga dalam
pembelajaran kooperatif tipe discovery learning sebagai alat bantu
pembelajaran matematika yang merangsang siswa agar aktif, kreatif dan
inovatif.
3.2

Pembahasan
A.

Cara Meningkatkan Pemahaman Konsep Volume Bangun Ruang Sisi
Lengkung dengan Metode Pembelajaran Menggunakan Alat Peraga.
1. Guru menyampaikan tujuan-tujuan pembelajaran.
2. Guru menanyakan kepada siswa tentang tabung.
3. Guru meminta kepada siswa agar menyebutkan benda-benda
berbentuk tabung yang ada disekitar siswa.
4. Guru menanyakan kepada siswa tentang bangun datar apa saja
yang dapat membangun tabung.
5. Guru menanyakan kepada siswa bagaimana menentukan volume
tabung.
6. Guru menyajikan materi pelajaran :
Dalam hal ini guru menerangkan tentang bangun ruang sisi
lengkung yang meliputi tabung, bola, dan kerucut. Guru
menjelaskan bagaimana membuktikan rumus salah satu bangun
ruang sisi lengkung yakni tabung. Sebagai contoh untuk siswa
langkah apa yang akan dilakukan siswa dalam pembelajaran
penemuan.
Adapun langkah-langkah pembuktian volume tabung
menggunakan alat peraga, yaitu :

31 | SEMINAR PROBLEMATIKA

a. Menyiapkan alat peraga yang akan digunakan

(Bahan alat peraga: kertas karton, pensil, penghapus,
penggaris, gunting, dan lem atau perekat).
b. Ukur dan potong kertas karton membentuk persegi panjang
dengan menggunakan penggaris, pensil dan gunting.

c. Kemudian pertemukan ujung sisi-sisi persegi yang telah
dibuat agar berbentuk tabung tanpa alas atau penutup dan

direkatkan.

32 | SEMINAR PROBLEMATIKA

d. Buat lingkaran dengan menggunakan alas pada tabung, agar
diameternya sama dengan tabung
e. Lingkaran yang sudah dipotong kemudian ditempelkan pada
tabung sehingga tabung memiliki alas atau penutup tabung.

7. Siswa diminta untuk menyebutkan bagaimana rumus tentang
lingkaran dan persegi panjang. Kemudian siswa menyimpulkan
bahwa tabung terdiri dari lingkaran sebagai alas atau penutup
tabung dan persegi panjang sebagai selimut tabung. Guru
memberi penjelasan bagaimana membuktikan volume tabung dari
kedua rumus yang disebutkan oleh siswa. Dimana volume tabung
sama dengan luas alas dikalikan dengan tinggi tabung.
8. Guru membentuk kelompok yang anggotanya 4-5 orang secara
heterogen.
9. Guru memberi tugas pada setiap untuk dikerjakan oleh anggotaanggota kelompok.
Tugas yang dimaksud adalah tugas-tugas mengenai bangun ruang
sisi lengkung, diantaranya sebagai berikut:

33 | SEMINAR PROBLEMATIKA

a. Setiap kelompok diminta untuk membuktikan rumus volume
pada kerucut dan bola dengan menggunakan alat peraga yang
telah disiapkan oleh siswa mengikuti langkah-langkah kerja
pada LKPD yang telah diberikan (melakukan penemuan).
b. Setiap kelompok diminta untuk mengisi setiap isian pada
LKPD.
10. Guru membimbing siswa dalam kegiatan pemenuan.

B.

Alat Peraga yang Digunakan Oleh Siswa Dalam Pembelajaran
Penemuan (Discovery Learning).
Adapun alat peraga yang akan digunakan oleh siswa sesuai dengan

yang tercantum dalam LKPD beserta langkah-langkah pembuatannya dan
penggunaannya :
1.

Membuktikan volume kerucut
a. Untuk membuktikan volume kerucut siswa menggunakan tabung.
b.

Siswa membuat kerucut dengan ukuran diameter dan tinggi sama
dengan ukuran diameter dan tinggi tabung.

34 | SEMINAR PROBLEMATIKA

c.

Siswa mengisi penuh (sesuai dengan tinggi kerucut) beras atau
pasir ke dalam kerucut yang sudah dibuat.

d. Siswa memasukkan beras atau pasir yang ada di dalam kerucut ke
dalam tabung.

e. Siswa melakuka

f. n langkah (c) dan (d) beberapa kali hingga tabung terisi penuh
dengan beras atau pasir.

35 | SEMINAR PROBLEMATIKA

2.

Membuktikan volume bola
a. Siswa menggunakan bola plastik untuk membuktikan volume bola.
b. Siswa membelah bola plastik menjadi dua bagian sama besar
(setengah bola).

c. Siswa membuat kerucut dengan ukuran diameter dan tinggi sama
dengan ukuran diameter dan tinggi setengah bola plastik.

d. Siswa memasukkan beras atau pasir kedalam kerucut hingga penuh
(sesuai dengan tinggi kerucut).

e. Siswa memasukkan beras atau pasir yang ada di dalam kerucut
kedalam setengah bola plastik.
36 | SEMINAR PROBLEMATIKA

f. Siswa melakukan langkah (d) dan (e) beberapa kali hingga
setengah bola plastik terisi penuh dengan beras atau pasir.

3.

Setelah siswa melakukan penemuan, setiap kelompok diminta untuk
menunjukkan dan menjelaskan hasil temuannya serta memberi
kesimpulan terhadap hasil temuannya.

4.

Setiap siswa diminta untuk menyelesaikan soal tentang volume bangun
ruang sisi lengkung yang dikerjakan secara individu dan dikumpulkan
kepada guru.

5.

Guru memberikan kesimpulan dari rangkaian kegiatan yang telah
dilakukan oleh siswa.

6.

Penutup.

Dari langkah-langkah yang telah dilakukan oleh siswa, siswa dapat
mengumpulkan data sehingga hipotesis yang telah dirumuskan oleh siswa
dapat dibandingkan dengan data yang benar-benar fatual, kuat dan
37 | SEMINAR PROBLEMATIKA

meyakinkan. Data itu pun dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya
karena siswa sendiri yang mengumpulkan data.
Data yang diperoleh siswa menganalisis sehingga siswa dapat
memberikan jawaban atas permasalahan tentang pembuktian bangun ruang
sisi lengkung. Kemudian data-data tersebut dapat digunakan untuk
menjawab permasalahan tentang pembuktian volume bangun ruang sisi
lengkung.
Dari temuan yang telah diperoleh, siswa diminta untuk melaporkan
hasil kegiatannya didepan forum diskusi untuk ditanggapi oleh siswa
lainnya. Sehingga temuan yang siswa rumuskan menjadi lebih penting dan
bermanfaat.

38 | SEMINAR PROBLEMATIKA

BAB IV
PENUTUP
2.1

Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan yang telah diuraikan, maka dapat disimpulkan

sebagai berikut :
1. Salah satu faktor kesulitan siswa dalam pemecahan masalah pada materi
volume bangun ruang sisi lengkung adalah kurangnya pemahaman siswa
tentang konsep volume bangun ruang sisi lengkung. Selain itu, siswa sering
lupa dengan aplikasi rumus yang digunakan untuk menentukan volume
bangun ruang sisi lengkung.
2. Cara meningkatkan pemahaman siswa pada materi geometri volume bangun
ruang sisi lengkung yakni dengan menerapkan model pembelajaran
kooperatif tipe discovery learning dan menggunakan alat peraga. Hal tersebut
dilakukan agar menciptakan pengalaman belajar yang bermakna pada setiap
siswa. Sehingga siswa dapat termotivasi dan mengingat materi dalam
pembelajaran dalam cakupan waktu yang lama.
3. Dalam penerapan pembelajaran discovery learning dengan menggunakan alat
peraga juga membuat pelajaran matematika tidak membosankan dan setiap
siswa mampu berfikir kritis, kreatif dan inovatif.
4.2

Saran
Berdasarkan kesimpulan yang dipaparkan penulis, dapat disarankan

beberapa hal sebagai berikut.

39 | SEMINAR PROBLEMATIKA

1. Bagi Guru untuk meningkatkan pemahaman siswa sebaik guru pandai dalam
memilih metode dan model pembelajaran serta memilih media yang tepat
sehingga siswa termotivasi dalam kegiatan pembelajaran
2. Bagi siswa didalam pembelajaran sebaiknya siswa mengikuti setiap tahapan
kegiatan yang di intruksikan oleh guru dan memperhatikan penjelasan materi
yang diberikan oleh guru, sehingga siswa dapat memahami dan
mengaplikasikan pembelajaran baik untuk pemecahan masalah matematika
ataupun dikehidupan sehari-hari.
3. Untuk mendapatkan hasil yang lebih meyakinkan, maka perlu adanya
penelitian dalam pengajaran matematika.

40 | SEMINAR PROBLEMATIKA

DAFTAR PUSTAKA
Aunurrahman. 2010. Belajar dan Pembelajaran. Bandung: Alfabeta.
Sunarti & Rahmawati, Selly. 2014. Penilaian Dalam Kurikulum 2013.
Yogyakarta: Andi.
Sundayana, Rostina. 2013. Media dan Alat Peraga Dalam Pembelajaran
Matematika. Bandung: Alfabeta.
Kokasih, E. 2014. Strategi Belajar dan Pembelajaran Implementasi Kurikulum
2013. Bandung : Yrama Widya.
Djamarah, Syaiful Bahri & Zain, Aswan. 2010. Strategi Belajar Mengajar.
Jakarta: Rineka Cipta.
Aksin, Nur. Miyanto. Ngapiningsih & Suparno. 2015. Matematika Kelas IX.
Klaten: Intan Pariwara.
Hosnan, M. 2014. Pendekatan Saintifik dan kontekstual dalam Pembelajaran
Abad 21. Bogor: Ghalia Indonesia.
Ovitaliani. 2011. Perbedaan Hasil Belajar Persamaan Linier Satu Variabel yang
Diajarkan Dengan Model Kooperatif Menggunakan Alat Peraga Dengan
yang Tidak Menggunakan Alat Peraga di Kelas VII SMP Negeri I Maliku.
Palangka Raya: Universitas Palangka Raya.
Audaya, Robiatul. 2014. Peningkatan Pemahaman Konsep Bangun Ruang Sisi
Lengkung Siswa Kelas IX.A SMPN 24 Kota Bengkulu Melalui Penerapan
Model Problem Based Learning. Bengkulu: Universitas Bengkulu.
Poerwati, Loeloek Endah & Amri, Sofan. 2013. Panduan Memahami Kurikulum
2013. Jakarta: Prestasi Pustaka.

41 | SEMINAR PROBLEMATIKA

Dokumen yang terkait

Analisis komparatif rasio finansial ditinjau dari aturan depkop dengan standar akuntansi Indonesia pada laporan keuanagn tahun 1999 pusat koperasi pegawai

15 355 84

Analisis korelasi antara lama penggunaan pil KB kombinasi dan tingkat keparahan gingivitas pada wanita pengguna PIL KB kombinasi di wilayah kerja Puskesmas Sumbersari Jember

11 241 64

ANALISIS PENGARUH PENERAPAN PRINSIP-PRINSIP GOOD GOVERNANCE TERHADAP KINERJA PEMERINTAH DAERAH (Studi Empiris pada Pemerintah Daerah Kabupaten Jember)

37 330 20

FREKWENSI PESAN PEMELIHARAAN KESEHATAN DALAM IKLAN LAYANAN MASYARAKAT Analisis Isi pada Empat Versi ILM Televisi Tanggap Flu Burung Milik Komnas FBPI

10 189 3

SENSUALITAS DALAM FILM HOROR DI INDONESIA(Analisis Isi pada Film Tali Pocong Perawan karya Arie Azis)

33 290 2

Analisis Sistem Pengendalian Mutu dan Perencanaan Penugasan Audit pada Kantor Akuntan Publik. (Suatu Studi Kasus pada Kantor Akuntan Publik Jamaludin, Aria, Sukimto dan Rekan)

136 695 18

DOMESTIFIKASI PEREMPUAN DALAM IKLAN Studi Semiotika pada Iklan "Mama Suka", "Mama Lemon", dan "BuKrim"

133 700 21

Representasi Nasionalisme Melalui Karya Fotografi (Analisis Semiotik pada Buku "Ketika Indonesia Dipertanyakan")

53 338 50

PENERAPAN MEDIA LITERASI DI KALANGAN JURNALIS KAMPUS (Studi pada Jurnalis Unit Aktivitas Pers Kampus Mahasiswa (UKPM) Kavling 10, Koran Bestari, dan Unit Kegitan Pers Mahasiswa (UKPM) Civitas)

105 442 24

DAMPAK INVESTASI ASET TEKNOLOGI INFORMASI TERHADAP INOVASI DENGAN LINGKUNGAN INDUSTRI SEBAGAI VARIABEL PEMODERASI (Studi Empiris pada perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) Tahun 2006-2012)

12 142 22