Otonomi Peradilan Adat Sebagai Mekanisme (1)

Otonomi Peradilan Adat Sebagai
Mekanisme Alternatif Penyelesaian
Sengketa Dalam Sistem Hukum Indonesia
(Studi Kemandirian Peradilan Adat di Aceh)

Sri Walny Rahayu
ayoe_armans@unsyiah.ac.id
Kuliah Umum FH USK, Kamis/03/11/16

03/11/2016

©Sri Walny Rahayu-Presentasi-Kuliah Umum

Latar Belakang
• Peradilan adat bukanlah hal yang baru di Indonesia
• Zaman Hindia Belanda, peradilan adat diatur melalui
Reglement Regeling (R.R) dan Indiesche Staatsregeling
(I.S.) dengan sebutan Peradilan Pribumi atau peradilan
adat (Inheemsche rechtspraak).
• Peradilan Adat dicabut Tahun oleh UU drt Pasal 1 ayat
(2) Tahun 1951


03/11/2016

Sri Walny Rahayu-Presentasi-Kuliah Umum

Lanjutan
• alternatif penyelesaian perkara dalam kehidupan
sehari-hari telah dijalankan sejak lama melalui
cara adat atau community justice.
• Pengakuan terhadap eksistensi adat dan
community justice ini belum banyak digali untuk
menyelesaikan sengketa yang terjadi di
masyarakat
03/11/2016

Sri Walny Rahayu-Presentasi-Kuliah Umum

Inventarisir masalah
• Adanya tunggakan perkara perdata dari Pengadilan Negeri sampai
kasasi di Mahkamah Agung (MA).

• Jumlah SDM hakim tidak sebanding dengan banyaknya perkara yang
masuk ke MA.
• lembaga peradilan formal yang secara konkret mengemban tugas
menegakkan hukum dan keadilan ketika menerima, memeriksa,
mengadili, serta menyelesaikan setiap sengketa yang diajukan,
kenyataannya belum optimal menyelesaikan sengketa, belum efektif
dan efisien
• Rendahnya kepercayaan publik terhadap lembaga peradilan
merupanyebakkan faktor penting untuk tegaknya “the rule of law”
03/11/2016

Sri Walny Rahayu-Presentasi-Kuliah Umum

Tujuan Penulisan
•Menjelaskan Peran dan Kedudukan
peradilan adat sebagai mekanisme APS
•Menelusuri dan memetakan otonomi
Peradilan Adat Sebagai Lembaga APS yang
putusannnya dipatuhi, mengikat dan
diterima para pihak.

03/11/2016

Sri Walny Rahayu-Presentasi-Kuliah Umum

Hasil
• Di Indonesia proses penyelesaian APS tidak dibatasi
oleh wilayah dan ideologi, meskipun beberapa
penyesuaian tentu diperlukan agar bermanfaat karena
Indonesia penuh keberagaman.
• Prosedur yang efektif diciptakan menurut kebutuhan
dengan berbagai modifikasi sehingga lebih cocok
dengan kondisi-kondisi masyarakat Indonesia dan
hubungan Indonesia dengan pergaulan antar bangsa.
03/11/2016

Sri Walny Rahayu-Presentasi-Kuliah Umum

Lanjutan..
• Kedudukan peradilan adat, meskipun tidak memiliki tempat
dalam sistem hukum Indonesia namun, perannya

menyelesaikan sengketa merefleksikan hubungan negara
dengan masyarakatnya.
• Masyarakat Hukum Adat Indonesia memiliki ruang
menyelesaikan persoalan hukum di luar peradilan Negara
melalui peradilan adat sebagai alternatif penyelesaian
sengketa.
03/11/2016

Sri Walny Rahayu-Presentasi-Kuliah Umum

Studi Peradilan Adat sebagai Mekanisme APS
pada Masyarakat Aceh
• Sistem hukum yang berlaku di Aceh dipahami sebagai sistem hukum
nasional dalam pengertian diversitas hukum, terdiri dari sistem
hukum negara, sistem hukum Islam (syariah), sistem hukum
adat/hukum kebiasaan, dan sistem hukum internasional yang telah
diratifikasi.
• Sistem hukum nasional di Provinsi Aceh bukan sebagai suatu kesatuan
hukum yang tunggal, harus dipahami sebagai diversitas kelompok
sosial, dengan berbagai variasi norma sosial dan kebiasaan yang

merupakan patokan keadilan, yang memberi landasan kepada
pembentukan hukum, baik nasional maupun lokal sebagai sistem
hukum nasional.
03/11/2016

Sri Walny Rahayu-Presentasi-Kuliah Umum

Lanjutan...
• peradilan adat di Aceh merupakan lembaga informal APS di luar
peradilan negara yang diakui keberadaannya, berada dalam sistem
hukum, diatur dalam peraturan perundang-undangan konteks keAceh-an.
• Di Aceh terdapat 2 (dua) model pengakuan diterima dan dipatuhinya
suatu putusan peradilan adat. Pertaman, diatur secara
institutionalisasi. Kedua, berupa non-institutionalisasi.
Institusionalisasi dapat dilakukan melalui proses pengakuan atau
legalisasi, berupa Qanun-qanun Aceh dan Kabupaten Kota.

03/11/2016

Sri Walny Rahayu-Presentasi-Kuliah Umum


Lanjutan
• Proses pengakuan institusionalisasi lainnya berupa keputusan ketua
pengadilan, atau kesepakatan antara lembaga adat dengan aparat
penegak hukum.
• Formalisasi lembaga adat ini akan mempengaruhi perubahan nilai dan
tatacara dalam melaksanakan peradilan adat sebab telah mulai
mengadopsi nilai-nilai dan tata cara peradilan formal.

03/11/2016

Sri Walny Rahayu-Presentasi-Kuliah Umum

Lanjutan...
• Langkah-langkah tersebut di atas dilakukan
untuk menjamin peradilan adat mengikuti
standar-standar yang umum dipakai oleh
peradilan formal, misalkan berkaitan dengan
asas praduga tak bersalah (presumption of
innocence) maupun persamaan dihadapan

hukum (equality before the law) yang umum
dikenal dalam praktik peradilan
03/11/2016

Sri Walny Rahayu-Presentasi-Kuliah Umum

Lanjutan
• Cara formalisasi lain yang dapat dilakukan bukan dengan melegalisasi
struktur kelembagaan peradilan adat, tetapi melegalisasi putusanputusan yang dikeluarkan oleh peradilan adat. Inti dari pendekatan
formal yang kedua ini lebih berorientasi pada hasil yang dibuat dari
peradilan adat, kemudian dicatatkan oleh seorang hakim keliling.
• Tindakan untuk diakui suatu lembaga peradilan adat secara noninstitusionalisasi merupakan cara yang tidak bergantung pada ada
atau tidaknya pengakuan dari negara terhadap keberadaan peradilan
adat.
• Pendekatan non-intitusi lebih mengutamakan kesadaran masyarakat,
memilih peradilan adat dibandingkan pengadilan negara. Untuk
menciptakan keberlangsungan peradilan adat akan sangat ditentukan
dari putusan-putusan yang dihasilkannya. Semakin adil, dapat
diterima dan semakin mudah, maka peradilan adat akan semakin kua
03/11/2016


Sri Walny Rahayu-Presentasi-Kuliah Umum

Dasar Hukum Peradilan Adat di Aceh
• Pasal 98 UU PA Tahun 2016 jo Qanun Nomor 9 tahun 2008 Jo Qanun
Nomor 10 Tahun 2008 Jo Qanun Nomor 4 Tahun 2003 tentang
Pemerintahan Mukim disebut jo PerGub No. 60 Tahun 2013
merupakan landasan hukum bagi Peradilan Adat sebagai mekanisme
alternatif selain (non litigasi) bagi penyelesaian sengketa dalam
masyarakat. Bentuk-bentuk yang dapat diselesaikan melalaui
Peradilan Adat disebutkan dalam Qanun Nomor 9 Tahun 2008
tentang pembinaan kehidupan Adat dan Istiadat ditindaklanjuti
melalui PerGub No. 60 Tahun 2013.

03/11/2016

Sri Walny Rahayu-Presentasi-Kuliah Umum

Lanjutan
• Bentuk-bentuk sengketa yang dapat diselesaikan melalui peradilan adat

berupa, sengketa antar keluarga yang berkaitan dengan faraidh,
Perselisihan antar warga, Khalwat/ mesum, Perselisihan tentang hak milik,
Pencurian dalam keluarga (pencurian ringan), perselisihan harta, Pencurian
ringan, Pencurian temak, Pelanggaran adat tentang ternak, pertanian dan
hutan, Persengketaan di laut, Persengketaan di pasar, Penganiayaan ringan,
Pembakaran hutan (dalam skala kecil yang merugikan komunitas adat),
Pelecehan, fitnah, hasut dan pencemaran nama baik, ancam mengancam
(tergantung jenis ancaman), Perselisihan-perselisihan lain yang melanggar
adat dan adat istiadat.
• Dengan demikian tidak semua sengketa dapat ditangani pada level
Peradilan Adat Kampung dan Mukim. Di luar dari 18 bentuk sengketa yang
telah diatur oleh Qanun Nomor 9 Tahun 2008 Jo PerGub No. 60 Tahun 2013
maka penyelesaian sengketa menjadi kewenangan dan diselesaikan ke
Peradilan Negara.
03/11/2016

Sri Walny Rahayu-Presentasi-Kuliah Umum

Kepatuhan dan Penerimaan Putusan
Peradilan Adat

• Secara positif kepatuhan dan penerimaan putusan Peradilan Adat
secara utuh dan bulat karena Para pihak yang bersengketa berada
pada posisi (win-win).
• Setiap kesepakatan damai yang telah diperoleh melalui Peradilan
Adat selalu dipatuhi oleh para pihak
• faktor yang mendorong kepatuhan para pihak dalam melaksanakan
kesepakatan yang telah diperoleh adalah karena faktor kekeluargaan
di efektif dan efisien (murah

03/11/2016

Sri Walny Rahayu-Presentasi-Kuliah Umum

Lanjutan
• Secara negatif masyarakat akan mengabaikan
putusan peradilan adat. Adanya kemungkinan
sengketa atau konflik berulang sehingga para pihak
memudar kepercayaan akan kekuatan dan
penerimaan putusan peradilan adat. Hal inilah yang
disebut dengan adanya kesadaran yang menebal dan

menipis dalam masyarakat ketika menerima dan patuh
terhadap putusan dari peradilan adat.
03/11/2016

Sri Walny Rahayu-Presentasi-Kuliah Umum

Ruang Pengaturan Otonomi Peradilan Adat dalam Sistem Hukum
Indonesia
• UUD 1945 Pasal 24 ayat (3) BAB Ke-IX, tentang Kekuasaan
Kehakiman. Pengaturan Peradilan adat berfungsi memiliki
kekuasaan kehakiman dimungkinkan yang harus diatur oleh
undang-undang
• BAB ke-VI mengenai Pemerintahan Daerah Pasal 18B ayat (2)
UUD 1945, dan BAB Ke-XA tentang Hak Asasi Manusia (HAM).
• Pasal 28I ayat (3) UUD 1945 baru “mengakui dan menghormati
kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak-hak tradisionalnya
belum menjangkau pengakuan Peradilan adat yang juga
merupakan bagian hak dari masyarakat adat”.
03/11/2016

Sri Walny Rahayu-Presentasi-Kuliah Umum

Lanjutan
• Pilihan untuk memberikan pengakuan atau tidak
memberikan pengakuan terhadap Hukum Adat
peradilan adat sebagai APS, dalam sistem hukum
Negara adalah persoalan politik hukum. Khususnya
politik hukum kekuasaan kehakiman karena peradilan
merupakan fungsi kekuasaan kehakiman.

03/11/2016

Sri Walny Rahayu-Presentasi-Kuliah Umum

Lanjutan
• Sistem hukum di Indonesia berdasarkan asas legalitas sesuai Pasal 1
angka 2 jo Pasal 2 Undang-undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang
Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.
• Esensi dari norma tersebut, mengatur tidak ada hukum selain yang
dituliskan di dalam hukum, demi kepastian berlakunya hukum
tersebut.
• harus memperhatikan Undang-undang Nomor 48 tentang Kekuasaan
Kehakiman Tahun 2009 Pasal 5 ayat (1) dan Pasal 50 ayat (1) “dalam
memutuskan hakim wajib memperhatikan dan menggali nilai-nilai
keadilan yang masih terus hidup tumbuh dan berkembang dalam
masyarakat yang sesuai dengan hukum dan rasa keadilan”.
03/11/2016

Sri Walny Rahayu-Presentasi-Kuliah Umum

Lanjutan..
• Hukum yang tidak tertulis dapat dijadikan salah satu sumber sebagai
dasar mengadili menjatuhkan hukuman.
• Kemandirian Peradilan Adat sebagai APS dalam sistem hukum
Indonesia beserta hukum adat, hak-hak tradisonal dan kearifan
lokalnya memiliki peran strategis dan penting dalam pembangunan
hukum nasional di Indonesia,
• Berguna bagi pembentukan Rancangan Undang-Undang Peradilan
Adat dan Rancangan Undang-undang Hak-Hak Masyarakat Adat,
bahkan dapat merupakan pengayaan bagi pengembangan Undangundang Nomor 30 Tahun 2009 tentang Arbitrase dan Alternatif
penyelesaian Sengketa.
03/11/2016

Sri Walny Rahayu-Presentasi-Kuliah Umum

Kesimpulan

 Kedudukan dan peran peradilan adat sebagai mekanisme
alternatif penyelesaian sengketa belum diatur dalam UU secara
khusus. Praktik peradilan adat di Aceh, merupakan lembaga
institusionalisasi legal formal diatur oleh UU PA Tahun 2006, Qanunqanun Aceh, Pergub No. 60 Tahun 2013.
 Kekuatan mengikat dan penerimaan putusan peradilan adat di
Aceh dipatuhi dan ditaati, karena otoritas tradisional dan otoritas
legal menyatu dalam produk hukum di Aceh dari UU, Qanun dan
peraturan di bawahnya. Otoritas kharismatik kepemimpinan
peradilan Adat sebagai APS masih menebal dalam konteks
pluralisme hukum di Aceh.

03/11/2016

Sri Walny Rahayu-Presentasi-Kuliah Umum

Saran
• Diharapkan political will pemerintah menghidupkan kembali
kemandirin peradilan adat sebagai APS, karena Pasal 24
ayat (3) UUD 1945 memberikan peluang untuk pembentukan
otonomi peradilan adat di Indonesia.
• Diharapkan masyarakat Aceh terus mencari nilai-nilai yang
hidup dan tumbuh berkembang melalui kajian-kajian,
penelitian-penelitian akademis sehingga memperkuat
kelembagaan peradilan adat dan hasil penelitian dapat
dijadikan referensi masukan bagi penyusunan rancangan
undang-undang peradilan adat, revisi UU Arbitrase dan
Alternatif Penyelesaian Sengketa.
03/11/2016

Sri Walny Rahayu-Presentasi-Kuliah Umum