Defisit Anggaran Pada APBN 2016

Kebijakan Defisit Anggaran APBN Pemerintah Pusat Tahun 2016
Aditya Suprayitno / 154060006540
Kelas 7A Program Studi Diploma IV Akuntansi Khusus PKN-STAN
e- mail: aditya.suprayitno@gmail.com
Abstrak
Gubernur Bank Indonesia, Agus Martowardojo, mengatakan perlambatan ekonomi Cina dan
kenaikan suku bunga Amerika Serikat secara gradual menjadi tantangan utama ekonomi
global pada tahun 2016. Kondisi ekonomi ini menjadi masalah bagi pemerintah dalam
upayanya menjaga defisit anggaran tahun 2016 tidak melebar seperti yang terjadi pada
tahun 2015 yang lalu, dimana pada akhir tahun pemerintah disibukkan dengan defisit yang
meningkat diluar perkiraan awal pemerintah.
Kata kunci: defisit anggaran, APBN 2016, Pajak, Defisit Tahun berjalan, Hutang Indonesia
I.

Pendahuluan
Dia akhir tahun 2015 pemerintah terus berupaya menekan pembengkakan defisit

anggaran agar tidak melampaui ketentuan sebesar 3 persen dari produk domestik bruto
(PDB). Berbagai kebijakan dikeluarkan sampai dengan menekan defisit anggaran di
pemerintah daerah agar pemerintah pusat memiliki ruang fiskal yang lebih luas.
Bila kita melihat susunan APBN dari tahun ke tahun, kebijakan defisit APBN nampaknya

selalu menjadi pilihan utama pemerintah. Kebijakan defisit disebut juga kebijakan ekspansif,
karena anggaran belanja lebih besar dari pada anggaran pendapatan. Lalu mengapa
pemerintah menetapkan kebijakan defisit?
Jika melihat sejarah kebijakan APBN maka terlihat kebijakan defisit mempunyai
hubungan dengan rezim kekuasaan. Defisit anggaran memberikan tekanan yang berat pada
postur APBN, yaitu dengan adanya beban pembayaran pokok pinjaman beserta bunganya.
Kebijakan defisit ini juga menyebabkan APBN Indonesia menjadi sensitif terhadap
perubahan kondisi makro ekonomi.
Sejak pemerintah orde lama sampai pemerintahan saat ini sebetulnya pemerintah telah
menerapkan kebijakan defisit dan bahkan tetap dipertahankan sebagai kebijakan anggaran.
Dalam penyusunan APBN biasanya diadakan pada dua pilihan, antara kebijakan defisit
atau surplus. Kebijakan surplus anggaran bertujuan mengendalikan laju pertumbuhan
ekonomi maka pemerintah akan mengurangi pengeluarannya (kontraktif). Indonesia
merupakan negara yang masih berkembang, untuk itu mengapa pemerintah selalu mengambil
kebijakan defisit anggaran yang pilihan utama ketika tujuan makro ekonomi dimaksudkan
untuk menciptakan pertumbuhan ekonomi yang tinggi, sehingga pemerintah lebih
banyak melakukan pengeluaran (ekspansif).

Alasan utama defisit sebenarnya karena terjadi gap antara penerimaan dan pengeluaran.
Memang sangat sulit untuk dihindari selama ini karena pengeluaran tumbuh dengan pesat

sedangkan penerimaan tumbuh lebih rendah dimana pemerintah melakukan ini untuk
menggenjot sisi produksi sehingga meningkatkan pertumbuhan ekonomi.
Grafik defisit anggaran APBN

Sumber: Informasi APBN 2016-kemenkeu

II.

Pembahasan
A. Konsep defisit anggaran
Kebijakan ekonomi moneter dan kebijakan ekonomi fiskal adalah 2 hal yang berpengaruh

terhadap pertumbungan ekonomi suatu negara. Jika keduanya berjalan dengan baik maka
pembangunan akan meningkat. Pada penentuan kebijakan fiskal, pemerintah mengarahkan
perekonomian dengan cara menyesuaikan antara penerimaan dan pengeluaran APBN.Tujuan
dari kebijakan fiskal adalah menciptakan pertumbuhan ekonomi yang positif dengan cara
memperbesar dan memperkecil pengeluaran pemerintah (G), transfer pemerintah (Tr), dan
pajak (Tx) yang diterima sehingga mempengaruhi tingkat tenaga kerja (N) dan tingkat
pendapatan nasional (Y).
Kebijakan fiskal yang ekspansi untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi melalui

peningkatan pengeluaran pemerintah tanpa terjadinya peningkatan sumber pajak sebagai
sumber utama keuangan pemerintah maka akan mengakibatkan defisit anggaran (Jaka
Sriyana, 2007).
Di dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2003, defisit
anggaran pemerintah adalah selisih kurang antara pendapatan negara dan belanja negara
dalam tahun anggaran yang sama. Penghitungan defisit anggaran dilakukan melalui rasio

defisit anggaran negara terhadap Produk Domestik Bruto (PDB). Apabila kita menghitung
defisit anggaran negara sebagai persentase dari PDB, maka akan mendapat gambaran berapa
persen suatu negara dapat menghimpun dana untuk menutup defisit tersebut. (David N.
Hyman, 1999).
B. Skema APBN 2016
Kebijakan fiskal merupakan instrumen Pemerintah untuk mempengaruhi perekonomian
dalam rangka mewujudkan kesejahteraan masyarakat, melalui pengelolaan APBN yang
optimal. Untuk mewujudkan hal tersebut, Pemerintah melaksanakan pembangunan yang
berkelanjutan (sustainable development) melalui kebijakan fiskal yang sehat dan
berkelanjutan (fiscal sustainability), yaitu dengan cara: mendorong peningkatan produktifias
APBN, menjaga keseimbangan dalam rangka menciptakan iklim investasi yang kondusif
dan konservasi terhadap lingkungan, memperkuat daya tahan (resilience) fiskal melalui
penguatan cadangan fiskal dan peningkatan fleksibilitas pengelolaan keuangan negara, dan

mendorong pengelolaan fiskal secara hati-hati dengan risiko yang terkendali.
APBN merupakan instrumen utama dalam kebijakan fiskal. APBN merupakan alat yang
dapat digunakan oleh pemerintah untuk mewujudkan tujuan pembangunan nasional yaitu
meningkatkan kesejahteraan rakyat seluruh Indonesia. APBN tahun 2016 disusun
berdasarkan pokok-pokok kebijakan fiskal dengan tema “Penguatan Fiskal dalam Rangka
Memperkokoh Fundamental dan Pertumbuhan Ekonomi yang berkualitas”. Berdasarkan data
dibawah ini postur APBN tahun 2016 mengalami defisit anggaran sebesar Rp273.178,9
Miliar atau 2,15% terhadap PDB. Dengan posisi belanja lebih besar dari penerimaan untuk
mencapai APBN yang sehat dan berkelanjutan sumber utang luar negeri harus dilakukan
secara selektif dan tujuannya harus untuk kegiatan produktif.
Defisit Anggaran APBN 2015-2016 (miliar rupiah)

Uraian
APBN 2015
APBN 2016
Pendapatan Negara
1.761.642,8
1.822.545,8
Belanja Negara
1.984.149,7

2.095.724,7
Surplus/ Defisit Anggaran
(222.506,9)
(273.178,9)
% defisit terhadap anggaran
(1,90)
(2,15)
Pembiayaan anggaran
222.506,9
273.178,9
Pemerintah pusat menetapkan APBN yang bersifat defisit, hal ini dikarenakan bahwa
penetapan tersebut mengacu pada beberapa asumsi dasar makro. Manakala dalam
pelaksanaan APBN dan seiring dengan perkembangan kondisi ekonomi dan stabilitas politik
menyebabkan asumsi dasar tersebut tidak terpenuhi, maka alternatif penyelesaiannya adalah

melakukan perubahan dalam APBN tahun berjalan dengan menyesuaikan asumsi dasarnya
dan sambil berusaha sekuat tenaga untuk mencapai target paling tidak mendekati sasaran
dengan besaran-besaran asumsi dasarnya. Ketidaktepatan asumsi dasar menunjukkan sasaran
yang tidak realistis karena sasaran tersebut tidak seluruhnya ditentukan oleh variabel
ekonomi tetapi variabel non-ekonomi justru lebih dominan.

Dalam APBN 2016 pemerintah menetapkan asumsi dasar makro sebagai berikut:


Pertumbuhan ekonomi ditargetkan tumbuh sebesar 5.3%



Inflasi ditargetkan pada 4,7%



Suku bunga SPN pada 5,5%



Nilai tukar rupiah ditetapkan Rp.13.900



Harga minyak mentah Indonesia ditetapkan pada USD 50/ barel




Lifting minyak mentah 830.000 barel / hari



Lifting gas 1.155ribu barel / hari

C. Teori Penyebab Defisit Anggaran
Menurut Robert Barro (1989) penyebab terjadinya defisit anggaran negara karena:
1. Kebijakan Pemerintah Dalam Mempercepat Perkembangan Ekonomi
Dalam rangka meningkatkan kesejahteraan dan kemandirian bangsa, pemerintah
menjalankan program-program pembangunan. Pembangunan tersebut antara lain
berupa pembangunan infrastruktur dan yang berkaitan dengan pertumbuhan ekonomi,
bidang pertahanan-keamanan, bidang hukum sosial pendidikan, kesahatan dan lainlain. Oleh karenanya pemerintah memerlukan dana dan investasi yang besar sehingga
negara melakukan pilihan kebijakan berupa peningkatan pendapatan dari sektor pajak
maupun pembiayaan lainnya. Manakala pembiayaan dari sektor pajak tidak
mencukupi maka peminjaman ke luar negeri dilakukan dalam rangka menutupi
kekurangan tersebut.

2. Rendahnya Daya Beli Masyarakat
Masyarakat di negara berkembang yang mempunyai pendapatan per kapita rendah,
dikenal mempunyai daya beli yang rendah pula. Sedangkan barang-barang dan jasajasa yang dibutuhkan, harganya sangat tinggi karena sebagian produksinya
mempunyai komponen impor, sehingga masyarakat yang berpendapatan rendah tidak
mampu membeli barang dan jasa tersebut. Barang dan jasa tersebut misalnya listrik,
sarana transportasi, BBM, dan lain sebagainya. Apabila dibiarkan saja menurut
mekanisme pasar, barang-barang itu pasti tidak mungkin terjangkau oleh masyarakat

dan mereka akan tetap terpuruk. Oleh karena itu, negara memerlukan pengeluaran
untuk mensubsidi barang-barang tersebut agar masyarakat miskin bisa ikut
menikmati.
3. Pemerataan Pendapatan Masyarakat
Pengeluaran ekstra juga diperlukan dalam rangka menunjang pemerataan di seluruh
wilayah. Indonesia yang mempunyai wilayah sangat luas dengan tingkat kemajuan
yang berbeda-beda di masing-masing wilayah. Untuk mempertahankan kestabilan
politik, persatuan dan kesatuan bangsa, negara harus mengeluarkan biaya untuk
misalnya, pengeluaran subsidi transportasi ke wilayah yang miskin dan terpencil, agar
masyarakat di wilayah itu dapat menikmati hasil pembangunan yang tidak jauh
berbeda dengan wilayah yang lebih maju. Kegiatan itu misalnya dengan memberi
subsidi kepada pelayaran Kapal Perintis yang menghubungkan pulau-pulau yang

terpencil, sehingga masyarakat mampu menjangkau wilayah-wilayah lain dengan
biaya yang sesuai dengan kemampuannya.
4. Melemahnya Nilai Tukar
Bila suatu negara melakukan pinjaman luar negeri, maka negara tersebut akan
mengalami masalah bila ada gejolak nilai tukar setiap tahunnya. Masalah ini
disebabkan karena nilai pinjaman dihitung dengan valuta asing, sedangkan
pembayaran cicilan pokok dan bunga pinjaman dihitung dengan mata uang negara
peminjam tersebut.
5. Pengeluaran Akibat Krisis Ekonomi
Krisis ekonomi akan menyebabkan meningkatnya pengangguran, sedangkan
penerimaan pajak akan menurun akibat menurunnya sektor-sektor ekonomi sebagai
dampak krisis itu, padahal negara harus bertanggung jawab untuk menaikkan daya
beli masyarakat yang tergolong miskin. Dalam hal ini negara terpaksa mengeluarkan
dana ekstra untuk program-program kemiskinan dan pemberdayaan masyarakat
terutama di wilayah pedesaan yang miskin itu.
6. Realisasi yang Menyimpang Dari Rencana
Apabila realisasi penerimaan negara meleset dibanding dengan yang telah
direncanakan, atau dengan kata lain rencana penerimaan negara tidak dapat mencapai
sasaran seperti apa yang telah ditetapkan sebelumnya, maka berarti beberapa kegiatan,


proyek, atau program harus dipotong. Pemotongan proyek itu tidak begitu mudah,
karena bagaimanapun juga untuk mencapai kinerja pembangunan, suatu proyek tidak
bisa berdiri sendiri, tetapi ada kaitannya dengan proyek lain. Kalau hal ini terjadi,
negara harus menutup kekurangan, agar kinerja pembangunan dapat tercapai sesuai
dengan rencana semula.
7. Pengeluaran Karena inflasi
Penyusunan anggaran negara pada awal tahun, didasarkan menurut standar harga yang
telah ditetapkan. Harga standar itu sendiri dalam perjalanan tahun anggaran, tidak
dapat dijamin ketepatannya. Dengan kata lain, selama perjalanan tahun anggaran
standar harga itu dapat meningkat tetapi jarang yang menurun. Apabila terjadi inflasi,
dengan adanya kenaikan harga-harga itu berarti biaya pembangunan program juga
akan meningkat, sedangkan anggarannya tetap sama. Semuanya ini akan berakibat
pada menurunnya kuantitas dan kualitas program, sehingga anggaran negara perlu
direvisi. Anggaran negara yang telah tercantum terlalu rinci dalam dokumen
anggaran, pemimpin proyek sulit untuk bisa menyesuaikan apabila terjadi kenaikan
harga barang yang melampaui harga standar. Untuk melaksanakan pembangunan
proyek yang melampaui standar yang telah ditentukan, pemimpin proyek akan
dipersalahkan oleh Badan Pengawas Keuangan, sebaliknya juga apabila pemimpin
proyek terpaksa mengurangi volumenya. Akibatnya, negara terpaksa akan
mengeluarkan dana untuk eskalasi dalam rangka menambah standar harga itu.

D. Defisit Anggaran Tahun 2016 dan Resikonya
Besarnya belanja pemerintah menyebabkan defisit anggaran pemerintah juga menjadi
semakin besar. Pemerintahan yang baru meninggalkan kebijakan pengereman belanja
modal yang

menyebabkan defisit APBN sangat mengecil seperti yang terjadi pada masa

pemerintahan sebelumnya. Pemerintah sengaja memperbesar defisit anggaran agar daya
ungkit ekonomi meningkat mengingat ekonomi saat ini sedang mengalami perlambatan.
Oleh sebab itu maka belanja modal seperti pembangunan infrastruktur yang pada tahuntahun sebelumnya mendapatkan porsi yang sangat kecil sehingga pembangunan
infrastruktur Indonesia menjadi cukup tertinggal dibandingkan dengan negara lain coba
diubah dengan memperbesar belanja modal untuk pembangunan infrastruktur.

Grafik Perbandingan Pertumbuhan Subsidi, Infrastruktur, Pendidikan dan Kesehatan

Sumber: Informasi APBN 2016-kemenkeu

Target defisit anggaran pada APBN 2016 sebesar 2.15% menjadi tantangan untuk
pemerintah agar dapat menjaga angka tersebut tidak melebar sebagaimana yang terjadi pada
tahun 2015 yang lalu. Ada beberapa hal yang harus ditinjau ulang oleh pemerintah yakni:
1. Target Penerimaan Pajak Rp. 1.360,2 Triliun
Pemerintah menetapkan target pajak sebesar 1.360,2 triliun, naik drastis dari
realisasi penerimaan tahun 2015 sebesar Rp. 1.060 triliun. Target yang naik 24%
dari tahun sebelumnya ini dipandang pesimis oleh berbagai pihak termasuk
beberapa menteri dan pengamat perpajakan. Target penerimaan pajak selama
beberapa tahun terakhir tidak pernah tercapai, terakhir kali Direktorat Jenderal
Pajak berhasil mencapai target adalah pada tahun 2008. Bila melihat capaian
kinerja perpajakan Pada tahun 2015 Direktorat Jenderal Pajak hanya mampu
mengumpulkan penerimaan pajak sebesar 82% dari target, hal ini tidak lepas dari
target yang terlalu tinggi dan tidak ada terobosan yang dibuat di dalam kondisi
perkonomian yang menurun. Beberapa kebijakan penting seperti pembukaan data
pemilik deposito dan pajak atas jalan tol ditolak lalu pada akhir tahun pemerintah
akhirnya melakukan kebijakan diskon tarif pajak untuk revaluasi aset, tarif
revaluasi aset yang 10% dipangkas menjadi hanya 1% agar penerimaan pajak
meningkat. Tanpa ada terobosan yang yang nyata maka kemungkinan target pajak
tahun ini tidak akan tercapai kembali apalagi kondisi ekonomi saat ini sedang
melambat.
Tabel Penerimaan Pajak (dalam triliun)

Tahun
2009

Target

Realisasi

Persentase

652

620

95.1%

2010

743

723

97.3%

2011

879

874

99.4%

2012

1.016

981

96.4%

2013

1.148

1.077

93.8%

2014

1.246

1.143

91.7%

2015

1.294,3

1.060

82%

(APBN-P)
Sumber Data: DJP

2. Penurunan Harga Minyak
Dunia saat ini sedang menghadapi oversupply pasokan minyak dunia akibat
dicabutnya sanksi terhadap iran dan keengganan negara OPEC untuk mengurangi
produksi minyak akibat persaingan dengan negara penghasil shale oil seperti
Amerika Serikat. Negara-negara kaya minyak seperti Arab Saudi dan Venezuela
saat ini sedang dilanda krisis akibat turunnya pendapatan negara.
Di dalam APBN 2016 pemerintah menetapkan harga minyak mentah
Indonesia sebesar $50 per barel. Harga acuan ini lebih tinggi dibandingkan dengan
harga perkiraan Bank Dunia untuk tahun 2016 yakni sebesar $37 per barel.
Rendahnya harga minyak ini di satu pihak menguntungkan pemerintah karena
secara otomatis beban beban subsidi bahan bakar minyak (BBM) yang harus
ditanggung pemerintah akan turun namun disisi lain proyeksi penerimaan Pajak
Penghasilan (PPh) dari sektor migas, penerimaan Sumber Daya Alam sektor
migas dan pendapatan negara bukan pajak (PNBP) dari pendapatan minyak
mentah DMO tidak akan tercapai.

Grafik Harga Minyak Tahun 2010 - 2016

3. Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat
Dalam menyusun APBN ada beberapa asumsi yang digunakan termasuk nilai
tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat. Nilai tukar rupiah wajib diketahui
dalam penyusunan APBN karena nilai tukar ini berkaitan dengan berapa besar
alokasi ke hutang dan cicilan utang luar negeri dan subsidi barang impor seperti
BBM yang menunjang jalannya perekonomian nasional. Jika kurs rupiah kuat
maka beban pemerintah menjadi lebih hemat namun sebaliknya jika rupiah
melemah maka beban yang ditanggung pemerintah dipastikan meningkat.
Pulihnya ekonomi Amerika Serikat dari krisis tahun 2008 menyebabkan arus
dana keluar dari negara-negara berkembang seperti Indonesia menuju ke Amerika.
Ketidakpastian The Fed dalam menaikkan suku bunga acuan, penurunan harga
minyak dunia dan perlambatan ekonomi Cina juga menjadi ancaman untuk
pelemahan rupiah.
Pemerintah pusat menetapkan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika
Serikat pada tahun 2016 sebesar Rp.13.900, sedangkan menurut institute For
Development of Economics (INDEF) nilai tukar rupiah untuk tahun 2016 ini
berada diatas 14 ribu per dolar AS. Apabila ternyata nilai tukas rupiah melemah
diatas nilai acuan dalam APBN maka otomatis beban utang dan cicilan serta
subsidi yang harus ditanggung oleh pemerintah menjadi besar.

Grafik Nilai Tukar Rupiah – Dolar AS tahun 1991 - 2016

Bila pada tahun 2016 ini pemerintah tidak bisa menjaga defisit anggarannya
dengan baik maka pemerintah akan dihadapkan pada opsi menambah posisi hutang
untuk menutupi kekurangan dana akibat defisit yang melebar. Pemerintah biasa
berhutang ke luar negeri, dengan kondisi nilai tukar rupiah yang masih lemah, hutang
yang harus dicicil menjadi semakin besar karena nilai pinjaman dihitung
menggunakan valuta asing dan pembayaran cicilan pokok dan bunga pinjaman
dihitung dengan rupiah.
Apabila pemerintah memilih menerbitkan obligasi untuk menutupi defisit
anggaran maka tingkat suku bunga akan meningkat naik. Kenaikan tingkat suku
bunga ini menyebabkan biaya investasi menjadi lebih mahal sehingga menurunkan
investasi yang dilakukan pihak swasta.
Kekhawatiran meningkatnya defisit anggaran untuk tahun 2016 ini juga
menyebabkan infasi yang cenderung meningkat. Inflasi yang meningkat akan
mengurangi pendapatan riil masyarakat. Apabila pendapatan riil masyarakat
berkurang maka masyarakat akan mengurangi konsumsi dan tabungan. Bila hal ini
terjadi maka tingkat investasi juga akan menurun.
Defisit anggaran yang melebar juga berpengaruh terhadap posisi ekspor dan
impor. Ekspor unggulan Indonesia adalah ekspor komoditas sedang Indonesia masih
banyak melakukan impor barang modal dan barang baku. Dengan melemahnya
permintaaan komoditas dan turunnya harga komoditas, maka akan terjadi defisit
transaksi berjalan dan kemungkinan menjadi defisit kembar jika pemerintah gagal
mempertahankan defisit anggaran tahun ini.
E. Langkah-Langkah Mengatasi Defisit Anggaran

Secara teori, kemampuan pengelolaan defisit anggaran dijadikan tolok ukur
kinerja pemerintah. Defisit anggaran yang terkendali jelas akan mendukung
penciptaan investasi pemerintah dalam memacu pertumbuhan ekonomi dan
pembangunan

nasional.

Sebaliknya

defisit

anggaran

yang

tinggi,

selain

membahayakan kondisi stabilitas fiskal juga mempersempit ruang fiskal pemerintah
sekaligus menimbulkan potensi penarikan pembiayaan hutang luar negeri. Untuk
mengendalikan defisit anggaran biasa dilakukan dengan du acara yaitu optimalisasi
penerimaan pajak dan menekan belanja negara. Ada beberapa hal yang bisa dilakukan
untuk menjaga defisit anggaran 2016, antara lain:
1. Optimalisasi penerimaan pajak
Untuk mencapai target penerimaan pajak tahun 2016 pemerintah sebagai sarana
untuk memperkecil defisit anggaran, pemerintah dapat melakukan beberapa
kebijakan seperti:
 Segera menyelesaian RUU KUP dan RUU Tax Amesty
Pemerintah dan DPR saat ini sedang menyusun RUU KUP dan Tax
Amesty, diharapkan nantinya aturan tersebut dapat secara signifikan
meningkatkan penerimaan perpajakan karena selama ini belum ada aturan
yang mengatur. Aturan ini akan menarik dana milik orang Indonesia yang
berada di luar negeri. Pada akhir tahun 2017 nanti akan menjadi era
implementasi keterbukaan dan pertukaraan informasi perbankan untuk
perpajakan sebagaimana yang diatur dalam Automatic Exchange of
Information (AEoI, ada pertukaran data antar negara sehingga seluruh
data wajib pajak menjadi terbuka. Akibatnya DJP dapat mendeteksi
dimana ada dana yang besar dan siapa pemiliknya. Apabila aturan tax
amesty dapat diselesaikan pada tahun ini, maka pemerintah memiliki
sarana untuk menarik dana tersebut masuk ke Indonesia untuk kemudian
dikenakan pajak disamping akan memberikan dampak positif untuk


perekonomian.
Membuka data perbankan
Pada tahun 2015 yang lalu, DJP menerbitkan aturan yang mewajibkan
perbankan yang melaporkan SPT Masa PPh PAsal 4 Ayat 2 atas bunga
deposito melampirkan daftar nama pemilik deposito beserta nilainya,
aturan ini mendapatkan respon negatif dari pihak perbankan dan
pemerintah sendiri dan tidak sampai satu bulan, Dirjen Pajak meyatakan
aturan ini ditunda sampai waktu yang tidak ditentukan. Selama ini DJP

kesulitan mengakses data nasabah yang ada di perbankan. Dengan alasan
rahasia perbankan, selama ini pihak perbankan yang didukung oleh DPR
dan OJK menolak permintaan DJP. Aturan keterbukaan data perbankan
sebetulnya sudah diatur oleh OECD dan pada tahun 2017 perbankan suka
atau tidak suka harus membuka data nasabahnya. Namun akan lebih baik
bila pemerintah dan pihak yang terkait mulai membuka data perbankan


seluas-luasnya agar DJP dapat mengoptimalkan penerimaan perpajakan.
Intensifikasi, ekstensifikasi dan penegakan hukum perpajakan
Tujuan dari kegiatan ini adalah untuk meningkatkan tax ratio. Masih
banyak sektor yang belum digali secara maksimal oleh DJP karena selama
ini kecenderungannya adalah menggali potensi perpajakan dari wajib
pajak yang biasa diperiksa setiap tahunnya. Pada tahun 2015, Pemerintah
melaksanakan sunset policy jilid dua untuk mengkatrol penerimaan tapi
kebijakan ini tidak mendapatkan tanggapan yang positif dari wajib pajak
sehingga pada akhir tahun, Dirjen Pajak melakukan penekatan kepada
bebeapa wajib pajak besar untuk melakukan pembetulan SPT Tahunan.
Untuk tahun 2016 DJP mencanangkan sebagai tahun penegakan hukum
dimana wajib pajak akan dipaksa untuk melaksanakan kewajiban
perpajakannya secara benar dan DJP tidak segan untuk menuntut wajib



pajak yang melakukan tax evasion.
Otonomi DJP
Bila mengacu kepada OECD, seharusnya instansi pengumpul pajak tidak
lagi sebatas direktorat eselon I di Kementerian Keuangan. Seharusnya
DJP menjadi badan independen yang berada di bawah presiden sehingga
dapat bekerja secara optimal. Hal ini disebabkan. Selama ini DJP
mengalami kesulitan untuk mengumpulkan pajak, mulai dari sulitnya
membuka kantor baru di daerah sampai kekurangan pegawai, apalagi tax
collection cost di Indonesia masih belum sebanding dengan negara lain.
Pembentukan badan yang dicanangkan oleh pemerintahan yang baru sejak
tahun 2014 sampai dengan saat ini belum terwujud karena RUU KUP

yang menjadi dasarnya pun juga belum selesai.
2. Merevisi asumsi makro
Pemerintah sebaiknya melakukan revisi terhadap asumi makro yang ditetapkan di
dalam APBN 2016 karena beberapa asumsi dalam APBN tersebut perlu diubah
seperti asumsi harga minyak mentah yang dipatok di level $50 per barel

sedangkan di pasar saat ini harga minyak bergerak di antara $ 27 sampai dengan $
35 per barel.
3. Meningkatkan kualitas belanja
upaya peningkatan kualitas belanja negara akan ditempuh antara lain dengan
pertama, meningkatkan belanja infrastruktur. Kedua, menerapkan kebijakan
subsidi yang lebih tepat sasaran melalui pemberian subsidi langsung kepada yang
membutuhkan. Ketiga, mendukung stabilitas pertahanan dan keamanan nasional.
Pemberian subsidi yang dilakukan pemerintah saat ini masih banyak yang tidak
tepat sasaran. Akan lebih baik bila belanja subsidi yang dialokasikan, ditujukan
bukan untuk subsidi penurunan harga, tetapi lebih kepada pengalokasian agar
belanja tersebut dapat menciptakan suatu kondisi dimana pendapatan masyarakat
dapat bertambah sehingga terjadi peningkatan daya beli masyarakat, seperti
penciptaan lapangan kerja baru.
4. Mengoptimalkan penerimaan negara bukan pajak dari non migas
Dalam memaksimalkan Pendapatan Negara Bukan Pajak, pemerintah perlu lebih
serius menggali potensi PNBP khususnya dari sektor non-migas, tidak hanya
fokus terhadap sektor migas. Besaran royalti yang ditetapkan pemerintah selama
ini masih kecil bila dibandingkan negara lain, meskipun saat ini kondisi komoditas
tambang sedang tidak baik, para pelaku usaha pertambangan selama ini sudah
memanfaatkan kekayaan negara, bahkan banyak diantaranya tidak membayar atau
membayar royalti tetapi tidak sesuai dengan yang sebenarnya. Misalnya pada
sektor pertambangan emas, tarif royalti di Indonesia yang masih 3,75%, masih
relatif kecil dibanding banyak negara, seperti Ghana yang mengenakan tarif
sebesar 5%, atau Rusia yang mencapai 6%. Sementara di Peru tarifnya bervariasi
dari 1% sampai dengan 13%. Jika dapat memaksimalkan tarif royalti yang lebih
kompetitif tentunya penerimaan PNBP akan lebih besar. Selain itu, pengawasan
terhadap perusahaan tambang juga wajib dilakukan agar konsisten membayar
tarif royalti yang telah ditentukan oleh pemerintah. Apabila pemerintah bisa
melakukan hal ini, penerimaan negara akan meningkat.
5. Mengendalikan hutang
Indikator untuk menilai sehat atau tidak sehatnya posisi utang dalam suatu negara
selalu merujuk pada rasio utang terhadap PDB tidak melebihi angka 60%. Dari
indikator ini, Indonesia boleh dikatakan relatif aman karena tren indikator rasio
utang terhadap PDB selama lima tahun terakhir cenderung menurun. Dari
indikator tersebut, pemerintah memang tampak telah mengelola utang dengan
baik. Akan tetapi, jika dilihat dari indikator lain, pengelolaan utang nasional tidak

sepenuhnya aman. Selama lima tahun ke belakang, nilai nominal utang Indonesia
sebenarnya mengalami peningkatan. Bertambahnya nilai utang negara akan
menimbulkan konsekuensi terhadap penambahan bunga utang pada APBN di
tahun-tahun berikutnya. Dalam teori ekonomi kondisi ini disebut dengan Fisher’s
Paradox, yaitu semakin banyak cicilan pokok beserta bunga utang yang dibayar,
semakin bertambah banyak pula utang yang menumpuk. Kita seperti mengikuti
istilah ‘gali lubang tutup lubang’, pinjam uang untuk bayar utang.
Salah satu instrumen utang pemerintah dalam menutupi defisit anggaran adalah
Obligasi negara, sebagian besar dari obligasi tersebut menggunakan floating
rate yang sangat tergantung pada kondisi fundamental ekonomi. Salah satunya
indikatornya adalah inflasi. Jika inflasi tinggi, maka imbal hasil (yield) obligasi
cenderung naik karena ekspektasi investor terhadap kenaikan inflasi. Imbal hasil
yang meningkat akan berpengaruh terhadap peningkatan beban anggaran.
Pemerintah harus menjaga agar dana pinjaman yang digunakan betul – betul
digunakan untuk pembangunan infrastruktur dan perekonomian sehingga inflasi
menjadi terjaga dan defisit tidak makin lebar
6. Restrukturisasi utang
Pembayaran utang pemerintah masih akan berlangsung sampai 20 tahun ke depan
setidaknya jika melihat dari list jatuh tempo utang yang masih akan ada sampai
dengan 2055. Pemerintah perlu merestrukturisasi utang-utangnya, yang dimaksud
dengan restrukturisasi utang yaitu mengatur ulang utang terutama terkait masalah
tingkat bunga utang. Agar utang Indonesia tidak semakin besar di masa depan.
Selain itu pemerintah perlu kembali melakukan debt swap, yaitu pertukaran utang
dengan ekuitas atau dalam mata uang lokal untuk membiayai suatu proyek atau
program. Skema ini cukup menguntungkan karena upaya pengurangan utang
dapat dilaksanakan sekaligus dengan upaya untuk mencapai pembangunan. pada
tahun 2004 debt swap dengan pemerintah Jerman berhasil mengurangi utang
pemerintah sebesar 143 juta Euro. Dalam debt swap pemerintah perlu menetapkan
program prioritas seperti pengurangan kemiskinan, pemerataan pendidikan,
III.

ataupun isu kesenjangan antar daerah.
Penutup
Masalah defisit anggaran sudah menjadi masalah klasik dalam pengelolaan
kebijakan fiskal di Indonesia. Selama 10 tahun terakhir Anggaran Pemerintah Belanja
Negara (APBN) selalu mengalami defisit. Indonesia sebagai negara berkembang
sengaja menetapkan kebijakan anggaran defisit dalam rangka mempercepat

pertumbuhan ekonomi dengan berdasarkan asumsi ekonomi makro yang telah
ditetapkan sebelumnya pada APBN.
Pemerintah harus berupaya agar defisit anggaran yang telah ditetapkan untuk
tahun 2016 ini tidak melebar sebagaimana yang terjadi pada tahun 2015.Ada beberapa
IV.

langkah upaya yang dapat dilakukan untuk mencegah hal tersebut.
Daftar Pustaka
Nizar, Muhammad Afdi.2013. Vol 17 No.1 Maret 2013. “Pengaruh Defisit Anggaran
Terhadap Defisit Transaksi Berjalan Di Indonesia” Jakarta: Kajian Ekonomi dan
Keuangan MPRA
Haryanto, Tri.2015.” Reformasi Defisit dan Kebijakan Belanja 2015”, Jakarta: BKF
Soebagiyo Daryono.2012. Vol 13 No.2 Desember 2012.” Isu Strategi Pembiayaan
Defisit Anggaran Di Indonesia”, Surakarta: Jurnal Ekonomi Pembangunan UMS
http://www.kemenkeu.go.id/Berita/pokok-pokok-kebijakan-fiskal-2016 Diakses Pada
25 Januari 2015 21:04
http://katadata.co.id/berita/2015/12/21/jurus-baru-pemerintah-selamatkan-defisitanggaran-di-akhir-tahun Diakses Pada 25 Januari 2016 21:30
http://www.beritasatu.com/ekonomi/336602-2016-target-pajak-realistis-rp-1200triliun.html Diakses 25 Januari 2016 19.00
http://pasarkeuangan.com/mengapa-pemerintah-menetapkan-kebijakan-defisitanggaran/ diakses 27 Januari 2016 20.34
https://bisnis.tempo.co/read/news/2016/01/27/090739794/bank-dunia-pangkasproyeksi-harga-minyak-ke-us-37-per-barel diakses 27 Januari 2016 21.00
http://katadata.co.id/berita/2015/12/16/ekonomi-indonesia-tahun-depan-terancamdefisit-kembar diakses 27 Januari 2016 21.10
http://kabar24.bisnis.com/read/20150816/15/462950/defisit-r-apbn-2016-sengajadinaikkan-ini-strategi-pemerintah diakses pada 27 Januari 2016 21.34
http://www.bppk.kemenkeu.go.id/publikasi/artikel/147-artikel-anggaran-danperbendaharaan/20920-defisit-anggaran-dan-implikasinya diakses pada 27 Januari
2016 21.45
https://sukasayurasem.wordpress.com/2009/04/28/risiko-makro-kenaikanpenurunanharga-minyak-mentah/ diakses pada 27 Januari 2016 22.05
Nota Keuangan APBN 2016
Republik Indonesia, 2015 Undang-undang Nomor 14 Tahun 2015 Tentang Anggaran
Pendapatan Dan Belanja Negara, Jakarta: Sekretariat Negara.

Dokumen yang terkait

FREKUENSI KEMUNCULAN TOKOH KARAKTER ANTAGONIS DAN PROTAGONIS PADA SINETRON (Analisis Isi Pada Sinetron Munajah Cinta di RCTI dan Sinetron Cinta Fitri di SCTV)

27 310 2

PENILAIAN MASYARAKAT TENTANG FILM LASKAR PELANGI Studi Pada Penonton Film Laskar Pelangi Di Studio 21 Malang Town Squere

17 165 2

APRESIASI IBU RUMAH TANGGA TERHADAP TAYANGAN CERIWIS DI TRANS TV (Studi Pada Ibu Rumah Tangga RW 6 Kelurahan Lemah Putro Sidoarjo)

8 209 2

MOTIF MAHASISWA BANYUMASAN MENYAKSIKAN TAYANGAN POJOK KAMPUNG DI JAWA POS TELEVISI (JTV)Studi Pada Anggota Paguyuban Mahasiswa Banyumasan di Malang

20 244 2

FENOMENA INDUSTRI JASA (JASA SEKS) TERHADAP PERUBAHAN PERILAKU SOSIAL ( Study Pada Masyarakat Gang Dolly Surabaya)

63 375 2

PEMAKNAAN MAHASISWA TENTANG DAKWAH USTADZ FELIX SIAUW MELALUI TWITTER ( Studi Resepsi Pada Mahasiswa Jurusan Tarbiyah Universitas Muhammadiyah Malang Angkatan 2011)

59 326 21

PENGARUH PENGGUNAAN BLACKBERRY MESSENGER TERHADAP PERUBAHAN PERILAKU MAHASISWA DALAM INTERAKSI SOSIAL (Studi Pada Mahasiswa Jurusan Ilmu Komunikasi Angkatan 2008 Universitas Muhammadiyah Malang)

127 505 26

PEMAKNAAN BERITA PERKEMBANGAN KOMODITI BERJANGKA PADA PROGRAM ACARA KABAR PASAR DI TV ONE (Analisis Resepsi Pada Karyawan PT Victory International Futures Malang)

18 209 45

STRATEGI PUBLIC RELATIONS DALAM MENANGANI KELUHAN PELANGGAN SPEEDY ( Studi Pada Public Relations PT Telkom Madiun)

32 284 52

Analisis Penyerapan Tenaga Kerja Pada Industri Kerajinan Tangan Di Desa Tutul Kecamatan Balung Kabupaten Jember.

7 76 65