PANCASILA SEBAGAI SISTEM FILSAFAT (2)

PANCASILA SEBAGAI SISTEM FILSAFAT
DISUSUN DALAM RANGKA MEMENUHI TUGAS
PENGANTAR PENDIDIKAN

Dosen Pengampu:
Bapak Moh. Badrus Sholichin, S.Pd., MA

Disusun Oleh:
Kelompok I
1. Rizka Yanuar Putri

(931315716)

2. Diyas Yuri Pristinta

(931315916)

3. Diah Purnawati

(931316016)


4. Achmad Sukideni

(931316416)

5. Risma Yuniaturrohmah

(931317716)

Program Studi Ekonomi Syari’ah
Jurusan Syari’ah
Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN) Kediri 2016

KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah Yang Maha Kuasa, yang karena izin dan karuniaNya kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “PANCASILA
SEBAGAI SISTEM FILSAFAT” ini. Sholawat dan salam semoga tercurah
kepada Rasulullah saw, beserta keluarga, para sahabat dan seluruh umatnya
sampai akhir zaman. Makalah ini dibuat guna memenuhi salah satu tugas
presentasi mata kuliah “PANCASILA”.
Penulisan makalah ini bertujuan untuk mengetahui apa pengertian dan

peranan dari pancasila sebagai sistem filsafat. Kami menyadari bahwa makalah ini
masih banyak kekurangan, baik pada teknis penulisan maupun materi. Untuk itu,
kritik dan saran dari semua pihak sangat kami harapkan demi penyempurnaan
pembuatan makalah ini.
Kami ucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah membantu
kami dalam menyelesaikan pembuatan makalah ini. Semoga mereka memperoleh
balasan yang berlipat ganda dari Allah Yang Maha Kuasa, Amiin Yaa Robbal
„Alamiin.

Kediri, 26 September 2016

Kelompok I

i

DAFTAR ISI
Kata pengantar …………………………………………………………

i


Daftar isi ……………………………………………………………….

ii

1. Pendahuluan ……………………………………………………

1

1.1.

Latar Belakang …………………………………………

1

1.2.

Rumusan Masalah ……………………………………..

1


1.3.

Tujuan …………………………………………………

1

2. Pembahasan ……………………………………………………

2

2.1.

Pengertian Pancasila sebagai Sistem Filsafat …………

2

2.2.

Kesatuan Sila-sila Pancasila sebagai
Satu Kesatuan yang Sistematis, Hierarkis, dan Logis …


3

Makna Butir-butir Pancasila …………………………...

4

3. Penutup ………………………………………………………...

9

Kesimpulan …………………………………………….

9

2.3.

3.1.

Daftar Pustaka …………………………………………………………


10

ii

1
PENDAHULUAN
1.1.

Latar Belakang
Pancasila dari bahasa Sansekerta terdiri dari dua suku kata yaitu panca
yang berarti lima, dan sila yang berarti dasar. Secara bahasa pancasila
berarti lima dasar. Pancasila sebagai sistem filsafat adalah satu kesatuan
yang saling berhubungan dan tak dapat dipisahkan guna mencapai satu
tujuan tertentu.
Menurut Notonagoro (1983:59-60) susunan pancasila adalah hierarkis
dan mempunyai bentuk piramidal. Kalau dilihat dari inti-isinya, uruturutan lima sila menunjukkan suatu rangkaian tingkat dalam luasnya isi,
tiap-tiap sila yang di belakang sila lainnya merupakan pengkhususan dari
sila-sila yang di mukanya.1


1.2.

Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan pancasila sebagai sistem filsafat?
2. Bagaimana kesatuan sila-sila pancasila sebagai satu kesatuan
yang sistematis, hierarkis, dan logis?
3. Apa makna dari setiap butir-butir sila pancasila?

1.3.

Tujuan
1.

Untuk mengetahui arti dari pancasila sebagai sistem filsafat.

2.

Untuk mendeskripsikan kesatuan sila-sila pancasila sebagai satu
kesatuan yang sistematis, hierarkis, dan logis.


3.

Untuk mengetahui makna dari setiap butir-butir sila pancasila.

1

Prof. Dr. H. Tukiran Taniredja, Muhammad Afandi, S.Pd., M.Pd., Efi Miftah Faridli, S.Pd.,
M.Pd., Paradigma Baru PENDIDIKAN PANCASILA untuk Mahasiswa (Bandung: ALFABETA,
cv, 2013), 57.

1

2
PEMBAHASAN
2.1.

Pengertian Pancasila sebagai Sistem Filsafat
Pancasila dari bahasa Sansekerta terdiri dari dua suku kata yaitu
“Panca” yang berarti lima, dan “sila” yang berarti dasar. Secara bahasa
pancasila berarti lima dasar. Sedangkan 2sistem adalah suatu kesatuan

bagian-bagian yang saling berhubungan, saling bekerja sama untuk suatu
tujuan tertentu dan secara keseluruhan merupakan suatu kesatuan yang
utuh.
Falsafah atau filsafat berasal dari kata Yunani: “Philos” dan
“sophia”. Philos artinya mencari atau mencintai; sedang sophia artinya
kebijakan atau kebenaran. Jadi kata majemuk: “Philosophia” kira-kira
berarti: “daya upaya pemikiran manusia untuk mencari kebenaran atau
kebijakan”.3 Dalam bahasa lain, filsafat dikenal dengan sebutan philosophy
(Inggris), philosophie (Prancis dan Belanda), falsafah (Arab), sedangkan
orangnya

disebut

filsuf/filosof/philosophus

yang

artinya

pecinta


kebijaksanaan.4
Jadi, 5pancasila sebagai sistem filsafat pada hakikatnya merupakan
suatu kesatuan organis. Artinya, antara sila-sila pancasila itu saling
berkaitan, saling berhubungan, bahkan saling mengkualifikasi. Selain itu,
pancasila sebagai sistem filsafat juga dapat diartikan dengan satu kesatuan
yang saling berhubungan dan tak dapat dipisahkan guna mencapai satu
tujuan tertentu.

2

Ibid.
Dr. H. Kabul Budiyono, M.Si., PENDIDIKAN PANCASILA Untuk Perguruan Tinggi (Bandung:
ALFABETA, cv, 2012), 126.
4
Drs. H. MBM. Munir, MH., Umi Salamah, S.Pd., M.Pd., Dr. Suratman, SH., M.Hum.,
Pendidikan Pancasila (Malang: Madani Media, 2016), 97.
5
Ibid, 108.


3

2

2.2.

Kesatuan Sila-sila Pancasila sebagai Satu Kesatuan yang
Sistematis, Hierarkis, dan Logis
Menurut Notonagoro (1983:59-60) susunan pancasila adalah hierarkis
dan mempunyai bentuk piramidal. Kalau dilihat dari inti-isinya, uruturutan lima sila menunjukkan suatu rangkaian tingkat dalam luasnya isi,
tiap-tiap sila yang di belakang sila lainnya merupakan pengkhususan dari
sila-sila yang di mukanya.6
Dalam susunan hierarkis dan piramidal ini, maka Ketuhanan Yang
Maha Esa menjadi basis daripada Kemanusiaan (perikemanusiaan),
Persatuan Indonesia (kebangsaan), kerakyatan dan keadilan sosial.7
8

Dalam susunan yang demikian, menurut Effendi (1995: 106-107)

maka sila yang ada di belakangnya merupakan pengkhususan dari sila
yang ada dimukanya dan oleh karena itu pelaksanaannya tergantung pada
pelaksanaan sila yang ada dimukanya. Dengan demikian dapat dikatakan
bahwa:
1. Sila kelima merupakan pengkhususan dari sila keempat dan
pelaksanaannya tergantung pada pelaksanaan sila keempat.
2. Sila keempat merupakan pengkhususan dari sila ketiga dan
pelaksanaannya tergantung pada pelaksanaan sila ketiga.
3. Sila ketiga merupakan pengkhususan dari sila kedua dan
pelaksanaannya tergantung pada pelaksanaan sila kedua.
4. Sila kedua merupakan pengkhususan dari sila pertama dan
pelaksanaannya tergantung pada pelaksanaan sila pertama.
Secara filosofis, pancasila sebagai suatu kesatuan sistem filsafat
memiliki beberapa dasar seperti dasar ontologis, dasar epistemologis, dan

6

Prof. Dr. H. Tukiran Taniredja, Muhammad Afandi, S.Pd., M.Pd., Efi Miftah Faridli, S.Pd.,
M.Pd., Paradigma Baru PENDIDIKAN PANCASILA untuk Mahasiswa (Bandung: ALFABETA,
cv, 2013), 58.
7
Ibid.
8
Ibid, 59.

3

dasar aksiologis. Dasar-dasar tersebut berbeda dengan dasar-dasar sistem
filsafat

lainnya

seperti

materialisme,

liberalisme,

pragmatisme,

komunisme, idealisme, dan lain-lain.

2.3.

Makna Butir-butir Pancasila

1. Sila Pertama: Ketuhanan Yang Maha Esa
Ketuhanan

Yang

Maha

Esa

mengandung

suatu

pengertian,

kepercayaan dan keyakinan dari bangsa Indonesia tentang adanya Tuhan
Yang Maha Esa, Yang Maha Tunggal, sebab pertama dari segala sesuatu;
Maha Kuasa dan lain-lain sifatnya yang Maha Sempurna.9
Pasal 29 UUD 1945 ayat (1) menyatakan bahwa sila pancasila yang
pertama mengandung (nilai-nilai pengertian akan pengakuan) ketaqwaan
dan keimanan bangsa dan warga Indonesia kepada Tuhan Yang Maha Esa.
Sedangkan ayat (2) menyatakan bahwa negara menjamin kemerdekaan
tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk
beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu.10
Makna dari sila pertama “Ketuhanan Yang Maha Esa” adalah sebagai
berikut:


Adanya keyakinan terhadap Tuhan Yang Maha Tunggal, yang
menciptakan alam semesta beserta isinya.



Negara

menjamin

kemerdekaan

tiap-tiap

penduduk

untuk

memeluk agama masing-masing dan untuk beribadat menurut
agama dan kepercayaannya.


Mencerminkan sifat bangsa Indonesia yang percaya bahwa adanya
kehidupan lain di masa nanti setelah kehidupan kita di dunia
sekarang.

9

Dr. H. Kabul Budiyono, M.Si., PENDIDIKAN PANCASILA Untuk Perguruan Tinggi (Bandung:
ALFABETA, cv, 2012), 144-145.
10
Ibid, 146.

4

2. Sila Kedua: Kemanusiaan yang Adil dan Beradab
Perkataan Kemanusiaan berasal dari kata manusia, yakni makhluk
ciptaan Tuhan Ysng Maha Esa yang memiliki potensi, pikir, rasa, karsa
dan cipta.11
Kata adil mengandung makna bahwa suatu keputusan dan tindakan
didasarkan atas ukuran/norma-norma yang obyektif dan tidak subyektif,
sehingga tidak sewenang-wenang. Sedangkan kata beradab berasal dari
kata adab yang artinta budaya. Jadi adab mengandung arti berbudaya, yaitu
sikap hidup, keputusan dan tindakan yang selalu dilandasi oleh nilai-nilai
budaya, terutama norma sosial dan kesusilaan atau moral.12
Makna dari sila kedua “Kemanusiaan yang Adil dan Beradab” adalah
sebagai berikut:


Adanya kesadaran sikap dan perbuatan manusia yang didasarkan
kepada potensi budi nurani manusia dalam hubungannya dengan
norma-norma dan kebudayaan umumnya, baik pada diri pribadi,
sesama manusia maupun pada alam sekitarnya atau lingkungan
hidup.



Manusia diakui dan diperlakukan sesuai dengan harkat dan
martabatnya sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa.



Adanya kesadaran untuk senantiasa menjunjung tinggi normanorma hukum dan moral hingga memperlakukan sesama manusia,
bahkan makhluk-makhluk hewani secara adil dan beradab
menurut norma-norma tersebut.

11

H. Subandi Al-Marsudi, S.H., M.H, PANCASILA DAN UUD 45 DALAM PARADIGMA
REFORMASI (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2003), 52.
12
Ibid, 53.

5

3. Sila Ketiga: Persatuan Indonesia
Persatuan berasal dari kata satu ,yang berarti utuh, tidak terpecahpecah, persaatuan mengandung pengertian bersatunya macam- macam
corak yang beraneka ragam menjadi satu kebulatan.
Sedangkan Persatuan Indonesia ialah persatuan bangsa yang
mendiami wilayah Indonesia. Bangsa yang mendiami wilayah Indonesia
ini bersatu karena didorong untuk mencapai kehidupan kebangsaan yang
bebas dalam wadah negara yang merdeka dan berdaulat. Persatuan
Indonesia merupakann faktor yang dinamis dalam kehidupan bangsa
Indonesia,

dengan

tujuan

memajukan

kesejahteraan

umum

dan

mencerdaskan kehidupan bangsa serta mewujudkan perdamaian dunia
yang abadi.13
Persatuan Indonesia merupakan perwujudan dari paham kebangsaan
Indonesia yang dijiwai oleh sila Keruhanan Yang Maha Esa dan sila
Kemanusiaan yang Adil dan Beradab, sehingga paham kebangsaan
Indonesia bukan paham kebangsaan yang sempit (chauvinisme), tetapi
paham kebangsaan yang menghargai bangsa lain sesuai dengan sifat
kehidupan bangsa yang bersangkutan.14
Makna dari sila ketiga “Persatuan Indonesia” adalah sebagai berikut:


Persatuan Indonesia ialah persatuan bangsa yang mendiami
wilayah Indonesia. Artinya, bahwa rakyat Indonesia sebagai
keseluruhan mempunyai tempat tersendiri di atas bumi ini sebagai
tanah air dan tumpah darahnya.



Merupakan faktor yang dinamis dalam kehidupan bangsa
Indonesia.



Merupakan perwujudan dari paham kebangsaan Indonesia yang
dijiwai oleh sila pertama dan sila kedua pancasila.

13
14

Ibid, 55.
Ibid, 56.

6



Sila ini tidak menghendaki adanya perpecahan baik sebagai
bangsa, maupun sebagai negara.

4. Sila

Keempat:

Kerakyatan

yang

Dipimpin

Oleh

Hikmat

Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan
Sila kerakyatan ini merupakan sendi penting daripada asas
kekeluargaan, karena pancasila sendiri tidaklah lahir dari sumber asing,
tetapi digali dari sifat kepribadian Indonesia, yaitu kekeluargaan yang
harmonis, dimana terdapat adanya keseimbangan antara kepentingan
individu dengan kepentingan keseluruhan atau masyarakat.15
Makna dari sila keempat “Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat
Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan Perwakilan” adalah sebagai
berikut:


Kekuasaan tertinggi berada di tangan rakyat.



Adanya penggunaan pikiran atau rasio yang sehat dengan selalu
mempertimbangkan persatuan dan kesatuan bangsa, kepentingan
rakyat dan dilakukan dengan sadar, jujur dan bertanggung jawab
serta didorong oleh iktikad baik sesuai dengan hati nurani.



Dalam menjalankan kekuasaan dengan mengatasnamakan rakyat
itu ditempuh melalui sistem perwakilan, dan keputusan-keputusan
yang diambil diselenggarakan melalui jalan musyawarah yang
dipimpin oleh pikiran yang sehat serta rasa tanggung jawab, baik
kepada Tuhan Yang Maha Esa maupun kepada khalayak
masyarakat.



Kebebasan dan kekuasaan rakyat di dalam lapangan kenegaraan
atas dasar “TRI TUNGGAL”.

15

Dr. H. Kabul Budiyono, M.Si., PENDIDIKAN PANCASILA Untuk Perguruan Tinggi (Bandung:
ALFABETA, cv, 2012), 149.

7

5. Sila Kelima: Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia
Sila kelima pancasila, menurut Notonagoro mengandung prinsip
bahwa di dalam lapangan sosial dan ekonomi ada kesamaan, di samping
kesamaan politik. Di dalam lapangan sosial ekonomi ada kebebasan dan
kekuasaan perseorangan, dalam keseimbangan dengan sifat manusia
sebagai makhluk sosial, untuk mengusahakan dan memenuhi kebutuhan
hidup, yang sesuai dengan sifat-sifat mutlak dari manusia sebagai
individu.16
Makna dari sila kelima “Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat
Indonesia” adalah sebagai berikut:


Bahwa setiap orang di Indonesia mendapat perlakuan yang adil
dalam bidang hukum, politik, sosial, ekonomi, dan kebudayaan.



Bahwa keadilan tersebut berlaku di segala kehidupan masyarakat,
baik materiil maupun spirituil.



Sila ini merupakan tujuan dari empat sila yang mendahuluinya,
sebagai tujuan bangsa Indonesia dalam bernegara, yang
perwujudannya ialah tata masyarakat yang adil dan makmur
berdasarkan Pancasila.

16

Prof. Dr. H. Tukiran Taniredja, Muhammad Afandi, S.Pd., M.Pd., Efi Miftah Faridli, S.Pd.,
M.Pd., Paradigma Baru PENDIDIKAN PANCASILA untuk Mahasiswa (Bandung: ALFABETA,
cv, 2013), 67.

8

3
PENUTUP
3.1.

Kesimpulan
1. Pancasila sebagai sistem filsafat pada hakikatnya merupakan suatu
kesatuan organis. Artinya, antara sila-sila pancasila itu saling
berkaitan, saling berhubungan, bahkan saling mengkualifikasi. Selain
itu, pancasila sebagai sistem filsafat juga dapat diartikan dengan satu
kesatuan yang saling berhubungan dan tak dapat dipisahkan guna
mencapai satu tujuan tertentu.
2. Dalam susunan satu kesatuan yang sistematis, hierarkis, dan logis sila
pancasila yang ada di belakang merupakan pengkhususan dari sila
yang ada dimukanya dan oleh karena itu pelaksanaannya tergantung
pada pelaksanaan sila yang ada dimukanya.
3. Sila pertama yaitu Ketuhanan Yang Maha Esa mengandung suatu
pengertian, kepercayaan dan keyakinan dari bangsa Indonesia tentang
adanya Tuhan Yang Maha Esa.
4. Kemanusiaan yang Adil dan Beradab berarti menjunjung tinggi nilainilai kemanusiaan, gemar melakukan kegiatan-kegiatan kemanusiaan,
dan berani membela kebenaran dan keadilan.
5. Persatuan Indonesia ialah persatuan bangsa yang mendiami wilayah
Indonesia dan bersatu untuk mencapai kehidupan kebangsaan yang
bebas dalam wadah negara yang merdeka dan berdaulat.
6. Sila Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam
Permusyawaratan Perwakilan berarti kebebasan dan kekuasaan rakyat
di dalam lapangan kenegaraan atas dasar “TRI TUNGGAL”.
7. Sila Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia berarti bahwa
setiap orang di Indonesia mendapat perlakuan yang adil dalam bidang
hukum, politik, sosial, ekonomi, dan kebudayaan.
9

DAFTAR PUSTAKA
Drs. H. MBM. Munir, MH., Umi Salamah, S.Pd., M.Pd., Dr. Suratman, SH., M.Hum.,
Pendidikan Pancasila, Malang: Madani Media, 2016.
Prof. Dr. H. Tukiran Taniredja, Muhammad Afandi, S.Pd., M.Pd., Efi Miftah Faridli,
S.Pd., M.Pd., Paradigma Baru PENDIDIKAN PANCASILA untuk Mahasiswa, Bandung:
ALFABETA, cv, 2013.
Dr. H. Kabul Budiyono, M.Si., PENDIDIKAN PANCASILA Untuk Perguruan Tinggi,
Bandung: ALFABETA, cv, 2012.
H. Subandi Al-Marsudi, S.H., M.H, PANCASILA DAN UUD 45 DALAM PARADIGMA
REFORMASI, Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2003.
Https://aztaryuan.wordpress.com/2014/10/22/dasar-dasar-ilmiah-pancasila-sebagai-satukesatuan-yang-sistematis-hierarkis-dan-logis-pengetahuan-sistem-filsafat-perbandingansistem-filsafat-lainnya-di-dunia-dan-pengertian-sistem-dan-unsur/

10