Laporan observasi perkembangan emosi rem (1)

PERKEMBANGAN PESERTA DIDIK
LAPORAN HASIL OBSERVASI
PERKEMBANGAN EMOSI PADA REMAJA

DISUSUN OLEH:
NAMA

: ABDUL RISMAWANSYAH

NIM

: E1D113001

KELAS

: I A (REG. SORE)

PRODI

: PENDIDIKAN B. INGGRIS


PROGRAM STUDI PENDIDIKAN B. INGGRIS
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS NEGERI MATARAM
2013-2014

KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadiran Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat rahmat dan karunia-Nya kami
dapat menyelesaikan tugas observasi pada bidang studi Perkembangan Peserta Didik yang
bertemakan “Perkembangan Emosi pada Remaja.”
Kami menyadari bahwa dalam penyusunan laporan ini masih banyak terdapat kekurangan
baik dari segi penulisan maupun dalam isinya. Untuk itu, kami mengharapkan kritik dan saran
kepada semua pihak terutama kepada Dosen Mata Kuliah kami guna perbaikan untuk laporan hasil
observasi di masa yang akan datang.
Tak lupa pula kami mengucapkan terimakasih kepada Dosen Mata Kuliah Perkembangan
Peserta Didik atas tugas yang telah diberikan sehingga menambah pemahaman kami tentang
“Perkembangan Emosi pada Remaja” dan kepada semua pihak yang telah membantu dalam
menyelesaikan laporan ini. Semoga laporan hasil observasi ini dapat bermanfaat bagi para pembaca.
Khususnya bagi mahasiswa-mahasisiwi Fakultas Keguruaan dan Ilmu Pendidikan Universitas Negeri
Mataram untuk meningkatkan pengetahuan dan pengembangan keterampilan kependidikan demi
terciptanya pendidik professional.


Mataram, 27 Desember 2013
Penyusun

ABDUL RISMAWANSYAH

BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Perkembangan emosi pada remaja ditandai dengan emosi yang tidak stabil dan penuh
gejolak. Pada masa ini suasana hati (mood) bisa berubah dengan sangat cepat. Hasil penelitian di
Chicago oleh Mihalyi dan Reed Larson (1984) menemukan bahwa remaja rata-rata memerlukan
hanya 45 menit untuk berubah dari mood “senang luar biasa” ke “sedih luar biasa”, sementara orang
dewasa memerlukan beberapa jam untuk hal yang sama. Perubahan emosi ini erat kaitannya dengan
kematangan hormon yang terjadi pada remaja. Stres emosional yang timbul berasal dari perubahan
fisik yang cepat dan luas yang terjadi sewaktu pubertas.
Remaja ditujukan untuk menjadi seorang yang memiliki kemandirian emosional. Menurut
Havighurst remaja bertugas mencapai kemandirian emosional dari orang tua dan orang-orang dewasa
lainnya. Hal ini bisa membuat remaja melawan keinginan atau bertentangan pendapat dengan orang

tuanya. Dengan ciri khas remaja yang penuh gejolak dan emosional, pertentangan pendapat ini sering
kali membuat remaja menjadi pemberontak di rumah. Apabila masalah ini tidak terselesaikan,
terutama orangtua bersikap otoriter, remaja cenderung mencari jalan keluar di luar rumah, yaitu
dengan cara bergabung dengan teman-teman sebaya yang senasib. Sering kali karena tementemennya adalah remaja yang memiliki masalah yang sama, bisa jadi solusi yang didapatkan kurang
bijaksana. Kehadiran problem emosional tersebut bervariasi pada setiap remaja.
Ciri-ciri remaja menurut Allport (1961) adalah berkurangnya egoisme, sebaliknya tumbuh
perasaan saling memiliki. Salah satu tanda yang khas adalah tumbuh kemampuan untuk mencintai
orang lain dan alam sekitarnya. Kemampuan untuk menenggang rasa dengan orang yang dicintainya,
untuk ikut merasakan apa yang dirasakan atau yang dialami oleh orang yang dicintainya. Ciri lainnya
adalah berkembangnya “ego ideal” berupa cita-cita, idola dan sebagainya yang menggambarkan
bagaimana wujud ego (diri sendiri) di masa depan.
Remaja juga mampu melihat diri sendiri secara objektif yang ditandai dengan kemampuan
untuk mempunyai wawasan tentang diri sendiri dan kemampuan untuk menangkap humor termasuk

yang menjadikan dirinya sebagai sasaran. Ia tidak marah jika dikritik dan di saat-saat yang
diperlukan ia bisa melepaskan diri dari dirinya sendiri dan meninjau dirinya sendiri sebagai orang
luar. Selain itu remaja memiliki falsafah hidup tertentu, tanpa perlu merumuskannya atau
mengucapkannya dalam kata-kata.

B. RUMUSAN MASALAH

1. Apa yang dimaksud dengan Perkembangan Emosi pada Remaja.
2. Apa sajakah bentuk-bentuk emosi pada remaja.
3. Bagaimanakah hubungan antara emosi dan tingkah laku pada remaja.
4. Apa sajakah karakteristik perkembangan emosi pada remaja.
5. Faktor-faktor apa sajakah yang mempengaruhi perkembangan emosi pada remaja.
6. Bgaimanakah perbedaan individual dalam perkembngan emosi pada remaja.
7. Apa sajakah ciri-ciri kematangan emosi pada remaja.
8. Bagaimanakah remaja mengembangkan keterampilan emosionalnya.

C. TUJUAN PENULISAN LAPORAN
1. Mengetahui apa yang dimaksud dengan Perkembangan Emosi pada Remaja.
2. Mengetahui bentuk-bentuk emosi pada remaja.
3. Mengetahui hubungan antara emosi dan tingkah laku pada remaja.
4. Mengetahui beberapa karakteristik perkembangan emosi pada remaja.
5. Mengetahui faktor-fakrtor yang mempengaruhi perkembangan emosi pada remaja.
6. Mengetahui perbedaan individual dalam perkembangan emosi pada remaja.
7. Mengetahui ciri-ciri kematangan emosi pada remaja.
8. Mengetahui beberpa upaya mengembangkan emosi remaja dan implikasinya bagi pendidikan.

BAB II

ISI LAPORAN

A. KONSEP DASAR DAN KARAKTERISTIK TENTANG PERKEMBANGAN
REMAJA

1. KONSEP DASAR
a) Pengertian Emosi
Banyak definisi emosi yang dikemukakan oleh para ahli. Istilah emosi, menurut Daniel
Goleman (1995), seorang pakar kecerdasan emosional, makna tepatnya masih sangat
membingungkan, baik di kalangan para ahli psikologi maupun ahli filsafat dalam kurun waktu
selama lebih dari satu abad. Karena sedemikian membingungkannya makna emosi itu maka Daniel
Goleman (1995) dalam mendefinisikan emosi merujuk kepada makna yang paling harfiah yang
diambil dari Oxford English Dictionary yang memaknai emosi sebagai setiap kegiatan atau
pergolakan pikiran, perasaan, nafsu, setiap keadaan mental yang hebat dan meluap-luap. Lebih
lanjut, Daniel Goleman (1995) mengatakan bahwa emosi merujuk kepada suatu perasaan dan
pikiran-pikiran yang khas, suatu keadaan biologis dan psikologis, dan serangkaian kecendrungan
untuk bertindak.
Sementara itu, Chaplin (1989) dalam Dictionary of Psychology mendefinisikan emosi
sebagia suatu keadaan yang terangsang dari organism mencakup perubahan-prubahan yang didasari,
yang mendalam sifatnya dari perubahan perilaku. Chaplin (1989) membedakan emosi dengan

perasaan, dan dia mendefinisikan perasaan (feelings) adalah pengalaman disadari yang diaktifkan
baik oleh perangsang aksternal maupun oleh bermacam-macam keadaan jasmanilah.
Definisi lain mengatakan bahwa emosi adalah suatu respon terhadap suatu perangsang yang
menyebabkan perubahan fisikologis disertai perasaan yang kuat dan biasanya mengandung
kemungkinan untuk meletus. Respons demikian terjadi baik terhadap perangsang-perangsang

ekternal maupun internal (Soegarda Poerbakawatja, 1982). Dengan define ini semakin jelas
perbedaan antara emosi dengan perasaan, bahkan di sini tampak jelas bahwa perasaan termasuk ke
dalam emosi atau menjadi bagian dari emosi.
Menurut Daniel Goleman (1995), sesungguhnya ada ratusan emosi bersama variasi, campurn,
mutasi, dan nuansanya sehingga makna yang dikandungnya lebih banyak, lebih kompleks, dan lebih
halus dari pada kata dan definisi yang digunakan untuk menjelaskan emosi.
b) Bentuk-bentuk Emosi pada Remaja
Dari hasil penelitiannya, John B. Watson (dalam Mahmud, 1990), tingkah laku emosional
dapat dibagi menjadi empat macam, yaitu:
1. Marah, orang bergerak menentang sumber frustasi.
2. Takut, bergerak meninggalkan sumber frustasi.
3. Cinta, orang bergerak menuju sumber kesenangan.
4. Depresi, orang menghentikan respon-respon terbukanya dan mengalihkan emosi ke dalam
dirinya sendiri.

Meskipun

emosi

itu

sedemikian

kompleksnya,

namun

Daniel

Goleman

(1995)

mengidentifikasi sejumlah kelompok emosi, yaitu sebagai berikut:
1.


Amarah, di dalamnya meliputi brutal, mengamuk, benci, marah besar, jengkel,
kesal hati, terganggu, rasa pahit, berang, tersinggung, bermusuhan, tindak
kekerasan, dan kebencian patologis.

2.

Kesedihan, di dalamnya meliputi pedih, sedih, muram, suram, melankolis,
mengasihani diri, kesepian, ditolak, putus asa, dan depresi.

3.

Rasa Takut, di dalamnya meliputi cemas, takut, gugup, khawatir, waswas, perasaan
takut sekali, sedih, waspada, tidak tenang, ngeri, kecut, panic, dan fobia.

4.

Kenikmatan, di dalamnya meliputi bahagia, gembira, ringan puas, riang, senang,
terhibur, bangga, kenikmatan indrawi, takjub, terpesona, puas, rasa terpenuhi,
girang, senang sekali, dan mania.


5.

Cinta, di dalamnya meliputi penerimaan, persahabatan, kepercayaan, kebaikan hati,
rasa dekat, bakti, hormat, kasmaran, dan kasih sayang.

6.

Terkejut, di dalamnya meliputi terkesiap, takjub, dan terpana.

7.

Jengkel, di dalamnya meliputi hina, jiji, muak, mual, benci, tidak suka, dan mau
muntah.

8.

Malu, di dalamnya meliputi rasa bersalah, malu hati, kesal hati, menyesal, hina,
aib, dan hati hancur lebur.


Dari daftar emosi tersebut, berdasarkan temuan penelitian Paul Ekman dari University of
California di San Francisco (Goleman, 1995) ternyata ada bahasa emosi yang dikenal oleh bangsabangsa di seluruh dunia, yaitu emosi yang diwujudkan dalam bentuk ekspresi wajah yang di
dalamnya mengandung emosi takut, marah, sedih, dan senang. Ekspresi seperti itu benar-benar
dikenali oleh bangsa-bangsa di seluruh dunia meskipun memiliki budaya yang berbeda-beda. Dengan
demikian, ekspresi wajah sebagai representasi dari emosi itu memiliki universalitas tentang perasaan
emosi tersebut.
Sementara itu Crider dkk (1983) mengemukakan dua jenis emosi, yaitu emosi positif dan
emosi negatif. Emosi positif misalnya gembira, bahagia, sayang, cinta dan berani. Emosi negatif
misalnya rasa benci, takut, marah, geram dan lain-lain.
Selanjutnya bila dilihat dari sebab dan reaksi yang ditimbulkannya, emosi dapat
dikelompokkan menjadi tiga, yaitu:
1. Emosi yang berkaitan dengan perasaan (syaraf-syaraf jasmani) perasaan dingin, panas,
hangat, sejuk, dan sebagainya disebabkan oleh cuaca, kondisi, ruangan, dan tempat di mana
individu berada.
2. Emosi yang berkaitan dengan kondisi fisiologis, misalnya sakit, meriang dan sebagainya.
3. Emosi yang berkaitan dengan kondisi psikologis, misalnya cinta, malu, sayang, benci dan
sebagainya. Lebih banyak disebabkan faktor hubungan dengan orang lain.
c) Hubungan antara Emosi dan Tingkah Laku pada Remaja
Melalui teori kecerdasan emosional yang dikembangkannya, Daniel Goleman (1995)
mengemukakan sejumlah ciri utama pikiran emosional sebagai bukti bahwa emosi memainkan

peranan penting dalam pola berpikir maupun tingkah laku individu.

Adapun ciri utama pikiran emosional tersebut adalah sebagai berikut:
1. Respon yang cepat tetapi ceroboh.
2. Mendahulukan perasaan kemudian pikiran.
3. Memperlakukan realitas sebagai realitas simbolik.
4. Masa lampau diposisikan sebagai masa sekarang.
5. Realitas yang ditentukan oleh keadaan.
Emosi yang ada pada remaja sangat berdampak pada tingkah lakunya. Tingkah laku remaja
terkadang mereka gunakan sebagai ekspresi dari emosi. Hal ini dapat dilihat, antara lain:
1. Marah
Sikap remaja yang sedang dalam keadaan marah biasanya akan bertingkah laku:
a. Memaki-maki orang yang menyebabkan timbulnya kemarahan dalam dirinya.
b. Membuat subyek tertawaan orang yang menyebabkan timbul kemarahannya dengan jalan
mengejeknya.
c. Seringkali membanting pintu.
d. Mengunci dirinya dalam kamar dan tidak mau berbicara dengan siapapun juga.
e. Ada pula anak remaja yang menimbulkan marahnya.
2. Takut
Pernyataan tingkah laku yang menggambarkan rasa takut antara lain:
a. Menjadi lemas.
b. Menjadi pucat.
c. Gemetar.
d. Mengeluarkan banyak keringat dan sebagainya.
Jika merasa takut, anak remaja jarang sekali melarikan diri seperti dalam masa kanak-kanak,
karena dia tahu bahwa dalam hal itu akan disebut penakut, suatu sebutan yang sama sekali tidak
diharapkannya. Dia berpendapat bahwa dia lebih baik menghindari hal-hal yang menakutkannya dan
mencari alasan-alasan yang kiranya masuk akal, mengapa dia menghindari hal-hal yang menakutkan
supaya tidak diketahui orang lain bahwa dia sebenarnya penakut.

3. Malu
Sehubungan dengan rasa malu terdapat rasa gugup-canggung yang seringkali dialami oleh
anak remaja.
4. Cemas (Anxiety)
Rasa cemas dinyatakan dengan 2 macam cara, yakni:
a. Membicarakan kecemasan mereka dengan teman-teman sebaya atau guru-guru dengan
harapan akan mendapatkan simpati dari mereka ataupun pertolongan.
b. Menunjukkan

muka

yang

membayangkan

kecemasan

ataupun

kesedihan

serta

memperlihatkan muka acuh tak acuh terhadap keadaannya pada waktu itu, sehingga orang
lain terpaksa menanyakan apa sebab-sebabnya dia bersikap demikian dan dengan demikian
dia mendapatkan kesempatan membicarakan hal-hal yang menimbulkan kecemasannya.
5. Iri Hati (Jea lously)
Jika merasa iri hati, pada umumnya, anak remaja tidak memukul anak yang menyebabkan
rasa iri hati tadi, akan tetapi dia menyerang secara verbal. Artinya dia mengeluarkan komentarkomentar yang mengejek, menghina atau menertawakan orang lain kepada siapa dia iri hati, di
depannya atau kadang-kadang juga di belakangnya. Kadang-kadang komentar itu diberikan secara
tertutup, sehingga sukar untuk mengetahui bahwa kata-kata itu merupakan ejekan atau hinaan.
Adakalanya juga pemudi-pemudi menangis jika merasa iri hati dan pemuda-pemuda memukul teman
atau orang-orang yang menimbulkan iri hati itu.
6. Rasa iri hati (Envy)
Bilamana anak remaja mengalami perasaan ini dia antara lain:
a. Menertawakan dan mengecam milik anak atau orang lain yang dia inginkan itu serta
mengatakan bahwa dia sama sekali tidak ingin mempunyai benda-benda itu karena jelek.
b. Mengeluh kesah mengenai miliknya sendiri yang dianggapnya kurang.
c. Bercerita dengan melebih-lebihkan kepada orang tuanya tentang milik anak lain yang dia
inginkan itu.
d. Mengatakan kepada orang tuanya, bahwa dia lebih baik mencari pekerjaan saja supaya dapat
membeli benda yang diinginkannya itu.
7. Rasa Kasih-Sayang
Pernyataan-pernyataan dari rasa kasih sayang adalah sebagai berikut:

a. Selalu berusaha untuk berada di dekat orang atau teman yang disayangi.
b. Jikalau hal ini tidak dapat terjadi, dia senantiasa berusaha untuk mengadakan hubungan
dengan orang atau teman itu dengan jalan menelponnya terus-menerus atau berkirim surat
kepadanya.
c. Dia selalu berusaha untuk membahagiakan orang atau teman itu dengan jalan, misalnya:
memberikan hadiah-hadiah kepadanya, merencanakan cara-cara mencari kesenangan seperti
piknik, menonton, dan sebagainya, yang akan dikerjakan bersama orang atau teman itu,
membantu pekerjaan sekolahnya.
d. Selalu mendengarkan dengan penuh perhatian kata-kata atau cerita-cerita orang atau teman
yang disayangi itu.
e. Selalu tersenyum simpul bila berada di dekat orang atau teman itu.
8. Kegembiraan
Kegembiraan ini dinyatakan dengan tersenyum atau tertawa.
9. Rasa ingin tahu
Cara anak remaja menyatakan rasa ingin tahu adalah dengan mengajukan pertanyaanpertanyaan tentang apa saja kepada siapa saja. Mereka senang membicarakan mengenai segala
sesuatu dan memberikan komentar-komentarnya.
10. Kesedihan
Hal ini antara lain dinyatakan dengan menangis atau duduk termenung.

2. KARAKTERISTIK PERKEMBANGAN REMAJA

a) Karakteristik Perkembangan Emosi pada Remaja
Masa remaja secara tradisional dianggap sebagai periode “badai dan tekanan”, dimana pada
masa itu emosi meninggi sebagai akibat dari perubahan fisik dan kalenjar. Namun tidak semua
remaja menjalani masa badai dan tekanan, namun benar juga bila sebagian besar remaja mengalami
ketidakstabilan dari waktu ke waktu sebagai konsekuensi usaha penyesuaian diri terhadap pola
perilaku baru dan harapan sosial baru.

Pola emosi masa remaja sama dengan pola emosi masa kanak-kanak. Jenis yang secara
normal dialami adalah: cinta atau kasih sayang, gembira, amarah, takut, sedih dan lainnya lagi.
Perbedaannya terletak pada macam dan derajat rangsangan yang membangkitkan emosinya dan
khususnya pola pengendalian yang dilakukan individu terhadap ungkapan emosi mereka.
Biehler (1972) membagi ciri-ciri emosional remaja menjadi dua rentang usia, yaitu usia 1215 tahun dan usia 15-18 tahun.
 Ciri-ciri emosional pada remaja usia 12-15 tahun:
1. Cenderung banyak murung dan tidak dapat diterka.
2. Bertingkah laku kasar untuk menutupi kekurangan dalam hal rasa percaya diri.
3. Kemarahan biasa terjadi.
4. Cenderung tidak toleran terhadap orang lain dan ingin selalu menang sendiri.
5. Mulai mengamati orang tua dan guru-guru mereka secara objektif.
 Ciri-ciri emosional pada remaja usia 15-18 tahun:
1. “Pemberontakan” remaja merupakan ekspresi dari perubahan yang universal dari masa
kanak-kanak menuju dewasa.
2. Banyak remaja mengalami konflik dengan orang tua mereka.
3. Sering kali melamun, memikirkan masa depan mereka.
Remaja sering kali disebut masa pencarian jati diri, oleh Erickson disebut dengan identitas ego.
Oleh karena itu, terdapat sejumlah sikap yang sering ditunjukkan oleh remaja, yaitu:
1. Kegelisahan
Remaja mempunyai banyak adealisme angan-angan yang hendak diwujudkan di masa depan.
Akan tetapi, dengan kemampuan yang kurang belum memadai remaja untuk mewujudkannya. Sering
angan-angan itu lebih besar dari kemampuannya. Tarik-menarik antara angan-angan yang tinggi
dengan kemampuannya yang masih belum memadai mengakibatkan mereka meliputi perasaan
kegelisaan.

2. Pertentangan
Sebagai individu dengan penuh ego, terkadang mereka ingin melepaskan diri dari orang tua.
Namun dengan kemampuan yang belum mandiri dan belum berani mengambil resiko, terkadang
timbul pertentangan antara diri sendiri maupun dengan orang lain.
3. Menghayal
Dengan berbagai angan-angan yang banyak, namun tak terealisasi. Banyak remaja
mengaplikasikannya dengan menghayal. Membentuk dunia fantasi mereka untuk mencapai
kepuasaan. Namun tak selamanya menghayal merupakan hal negative, terkadang khayalan dapat
melahirkan ide yang bersifat konstruktif.
4. Aktivitas Kelompok
Kebanyakan remaja menemukan jalan keluar dari kesulitan/rasa depresi mereka dengan
berkumpul dengan rekan sebaya dan melakukan kegiatan yang mereka sukai.
5. Keinginan Mencoba Segala Sesuatu.
Pada umumnya, rasa ingin tau remaja sangat tinggi. Remaja cenderung ingin berpetualang,
menjelajah segala sesuatu dan mencoba segala sesuatu yang belum pernah dialaminya. Oleh karena
itu penting bagi remaja diberikan bimbingan agar rasa ingin taunya terarah kepada kegiatan yang
positif, kreatif, produktif.
Secara garis besar, masa remaja dapat dibagi ke dalam empat periode, yaitu periode praremaja,
remaja awal, remaja tengah, dan remaja akhir. Adapun karakteristik untuk setiap periode adalah
sebagaimana dipaparkan berikut ini.
1. Periode praremaja
Selama periode ini tejadi gejala-gejala yang hampir sama antara remaja pria maupun wanita.
Perubahan fisik belum tampak jelas, tetapi pada remaja putri biasanya memperlihatkan penambahan
berat badan yang cepat sehingga mereka merasa gemuk. Gerakan-gerakan mereka mulai menjadi
kaku. Perubahan ini disertai sifat kepekaan terhadap rangsangan dari luar dan respons mereka
biasanya berlebihan sehingga mereka mudah tersinggung dan cengeng, tetapi juga cepat merasa
senang atau bahkan meledak-ledak.

2. Periode remaja awal
Selama periode ini perkembangan fisik yang semakin tampak adalah perubahan fungsi alat
kelamin. Karena perubahan alat kelamin semakin nyata, remaja sering kali mengalami kesukaran
dalam menyesuaikan diri dengan perubahan-perubahan itu. Akibatnya tidak jarang mereka
cenderung menyendiri sehingga marasa terasing, kurang perhatian dari orang lain, atau bahkan
merasa tidak ada orang yang mau memperdulikannya. Kontrol terhadap dirinya bertambah sulit dan
mereka cepat marah dengan cara-cara yang kurang wajar untuk meyakinkan dunia sekitarnya.
Perilaku seperti ini sesungguhnya terjadi karena adanya kecemasan terhadap dirinya sendiri sehingga
muncul dalam reaksi yang kadang-kadang tidak wajar.
3. Periode remaja tengah
Tanggung jawab hidup yang harus semakin ditingkatkan oleh remaja. Yaitu mampu memikul
sendiri juga menjadi masalah tersendiri bagi mereka. Karena tuntutan peningkatan tanggung jawab
tidak hanya datang dari orang tua atau anggota keluarganya tetapi juga dari masyarakat sekitarnya.
Tidak jarang masyarakat juga menjadi masalah bagi remaja. Melihat fenomena yang sering terjadi
dalam masyarakat yang sering kali juga menunjukkan adanya kontradiksi dengan nilai-nilai moral
yang mereka ketahui, tidak jarang remaja mulai meragukan tentang apa yang disebut baik atau
buruk. Akibatnya, remaja sering kali ingin membentuk nilai-nilai mereka sendiri yang mereka
anggap benar, baik, dan pantas untuk dikembangkan di kalangan mereka sendiri. Lebih-lebih jika
orang tua atau orang dewasa di sekitarnya ingin memaksakan nilai-nilainya agar dipatuhi oleh remaja
tanpa disertai dengan alasan yang masuk akal menurut mereka.
4. Periode remaja akhir
Selama periode ini remaja mulai memandang dirinya sebagai orang dewasa dan mulai mampu
menunjukkan pemikiran, sikap, perilaku yang semakin dewasa. Oleh sebab itu, orang tua dan
masyarakat mulai memberikan kepercayaan yang selayaknya kepada mereka. Interaksi dengan orang
tua juga menjadi lebih bagus dan lancar karena mereka sudah memiliki kebebasan penuh serta
emosinya pun mulai stabil. Pilihan arah hidup sudah semakin jelas dan mulai mampu mengambil
pilihan dan keputusan tentang arah hidupnya secara lebih bijaksana meskipun belum bisa secara
penuh. Mereka juga mulai memilih cara-cara hidup yang dapat dipertanggungjawabkan terhadap
dirinya sendiri, orang tua, dan masyarakat.

b) Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Emosi pada Remaja
Perkembangan emosi seseorang pada umumnya tampak jelas pada perubahan tingkah
lakunya. Perkembangan emosi remaja juga demikian halnya. Kualitas atau fluktuasi gejala yang
tampak dalam tingkah laku itu sangat tergantung pada tingkat fluktuasi emosi yang ada pada individu
tersebut. Dalam kehidupan sehari-hari sering kita lihat beberapa tingkah laku emosional, misalnya
agresif, rasa takut yang berlebihan, sikap apatis, dan tingkah laku menyakiti diri, seperti melukai diri
sendiri dan memukul-mukul kepala sendiri.
Beberapa faktor yang mempengaruhi perkembangan emosi pada remaja antara lain:
1. Perubahan jasmani
Ketidakseimbangan pertumbhan fisik sering menimbulkan akibat yang tidak terduga pada
perkembangan emosi remaja. Tidak setiap remaja dapat menerima perubahan kondisi tubuhnya.
Seperti menjadi kasar dan penuh jerawat.
2. Perubahan pola interaksi dengan orang tua
Cara memberikan hukuman dengan dipukul; pada masa remaja akan menimbulkan ketegangan
yang lebih berat. Pemberontakan terhadap orang tua menunjukkan bahwa mereka berada dalam
konflik dan ingin melepaskan diri dari pengawasan orang tua. Maka, pola asuh yang penuh dengan
cinta kasihlah yang diperlukan.
3. Perubahan interaksi dengan teman sebaya
Cara khas remaja dalam membangun interaksi dengan teman sebaya adalah dengan cara
berkumpul untuk aktivitas bersama seperti membentuk geng. Ini biasanya terjadi pada masa remaja
awal, namun jika sudah memasuki masa remaja tengah dan akhir sebaiknya pembentukan geng
dihindarkan karena bisa menimbulkan kejahatan atau penguatan yang tidak baik. Pada masa ini yang
menimbulkan masalah emosi adalah hubungan cinta dengan teman lawan jenis. Sehingga sangat
dibutuhkan bimbingan dari orang tua atau orang yang lebih dewasa.
4. Perubahan pandangan luar
Sikap dunia luar terhadap remaja sering tidak konsisten. Kadang dianggap sudah dewasa,
sering masih dianggap anak kecil sehingga menimbulkan kejengkelan pada diri remaja.

Masyarakat masih menerapkan nilai-nilai yang berbeda untuk remaja laki-laki dan perempuan.
Kalau remaja laki-laki memiliki banyak teman perempuan, mereka mendapat prediket populer dan
mendatangkan kebanggaan. Sementara remaja perempuan sebaliknya. Penerapan nilai ini jika tidak
disertai dengan pemberian pengertian secara bijaksana dapat menyebabkan remaja bertingkah laku
emosional.
Kekosongan remaja sering dimanfaatkan oleh pihak luar yang tidak bertanggung jawab dengan
melibatkan remaja ke dalam kegiatan-kegiatan yang merusak diri dan melanggar nilai-nilai moral
seperti penyalahgunaan narkoba, minum-minuman keras, kriminal dan lain-lain.
5. Perubahan interaksi dengan sekolah
Guru sering memberikan ancaman-ancaman tertentu yang dapat menambah permusuhan, atas
stimulus negatif bagi perkembangan emosi anak. Remaja sering terbentur pada nilai-nilai yang tidak
dapat mereka terima. Timbullah idealisme untuk mengubah lingkungan. Idealisme ini tentunya tidak
boleh diremehkan, sebab idealisme yang dikecewakan akan berkembang menjadi tingkah laku
emosional yang destruktif.
Emosi negatif mudah muncul dalam diri remaja, menurut Hurlock (1980) dan Luella Cole
(1963) karena orang tua atau guru memperlakukan mereka sebagai anak kecil yang menimbulkan
harga diri mereka dilecehkan apabila dirintangi membina keakraban denga lawan jenis terlalu
banyak dirintangi dari pada disokong merasa disikapi secara tidak adil oleh orang tua merasa
kebutuhan tidak dipenuhi orang tua, padahal orang tua mampu melakukannya merasa disikapi secara
otoriter, seperti dituntut patuh, banyak dicela, dihukum dan dihina.

c) Perbedaan Individual dalam Perkembngan Emosi pada Remaja
Dengan meningkatnya usia anak, semua emosi diekspresikan secara lebih lunak karena
mereka telah mempelajari reaksi orang lain terhadap luapan emosi yang berlebihan, sekalipun emosi
itu berupa kegembiraan atau emosi yang menyenangkan lainnya. Selain itu karena anak-anak
mengekang sebagian ekspresi emosi mereka, emosi tersebut cenderung bertahan lebih lama dari pada
jika emosi itu diekspresikan secara lebih terbuka. Oleh sebab itu, ekspresi emosional mereka menjadi
berbeda-beda.

Perbedaan itu sebagian disebabkan oleh keadaan fisik anak pada saat itu dan taraf
kemampuan intelektualnya, dan sebagian lagi disebabkan oleh kondisi lingkungan. Anak yang sehat
cenderung kurang emosional dibandingkan dengan anak yang kurang sehat. Ditinjau kedudukannya
sebagai anggota suatu kelompok, anak-anak yang pandai bereaksi lebih emosional terhadap berbagai
macam rangsangan dibandingkan dengan anak-anak yang kurang pandai. Tetapi sebaliknya, mereka
juga cenderung lebih mampu mengendalikan ekspresi emosi.
Ditinjau kedudukannya sebagai anggota suatu kelompok keluarga, anak laki-laki lebih sering
dan lebih kuat mengekspresikan emosi yang sesuai dengan jenis kelamin mereka. Misalnya marah
bagi laki-laki, dibandingkan dengan emosi takut, cemas, dan kasih sayang yang dianggap lebih
sesuai bagi perempuan. Rasa cemburu dan marah lebih umum terdapat di kalangan keluarga besar,
sedangkan rasa iri lebih umum terdapat di kalangan keluarga kecil. Rasa cemburu dan ledakan marah
juga lebih umum dan lebih kuat di kalangan anak pertama dibandingkan dengan anak yang lahir
kemudian dalam keluarga yang sama.
Kegiatan belajar juga turut menunjang perkembangan emosi. Metode belajar yang menunjang
perkembangan emosi, antara lain yaitu:
1. Belajar dengan coba-coba
Anak belajar secara coba-coba untuk mengekspresikan emosi dalam bentuk perilaku yang
memberikan pemuasan terbesar kepadanya dan menolak perilaku yang memberikan pemuasan
sedikit atau sama sekali tidak memberikan kepuasan.
2. Belajar dengan cara meniru
Dengan cara mengamati hal-hal yang membangkitkan emosi orang lain. Anak-anak bereaksi
dengan emosi dan metode ekspresi yang sama dengan orang-orang yang diamatinya.
3. Belajar dengan mempersamakan diri
Anak menyamakan dirinya dengan orang yang dikagumi dan mempunyai ikatan emosional yang
kuat dengannya. Yaitu menirukan reaksi emosional orang lain yang tergugah oleh rangsangan yang
sama.

4. Belajar melalui pengkondisian
Dengan metode ini objek situasi yang pada mulanya gagal memancing reaksi emosional,
kemudian dapat berhasil dengan cara asosiasi. penggunaan metode pengkondisian semakin terbatas
pada perkembangan rasa suka dan tidak suka, setelah melewati masa kanak-kanak.
5. Pelatihan atau belajar di bawah bimbingan dan pengawasan
Dengan pelatihan, anak-anak dirangsang untuk bereaksi terhadap rangsangan yang biasa
membangkitkan emosi yang menyenangkan dan dicegah agar tidak bereaksi secara emosional yang
tidak menyenangkan.

d) Ciri-ciri Kematangan Emosi pada Remaja
Remaja yang sudah mencapai kematangan emosi dapat dilihat dari ciri-ciri tingkah lakunya,
sebagai berikut:
a. Mandiri dalam arti emosional (bertanggung jawab atas masalahnya sendiri dan
bertanggung jawab atas orang lain)
b. Mampu menerima diri sendiri dan orang lain apa adanya.
c. Mampu menampilkan ekspresi emosi sesuai dengan situasi dan kondisi yang ada.
d. Mampu mengendalikan emosi-emosi negatif, sehingga pemunculannya tidak impulsive.
Remaja yang tidak matang emosinya dapat dilihat dari tingkah laku:
a. Cenderung melihat sisi negatif dari orang lain.
b. Impulsive (kurang mampu menerima diri sendiri dan orang lain apa adanya)
c. Kurang mampu memahami orang lain dan cenderung untuk selalu minta dipahami orang lain.
d. Tidak mau mengakui kesalahan yang diperbuat.

e) Upaya Mengembangkan Emosi Remaja dan Implikasinya bagi Pendidikan
Mengendalikan emosi itu penting. Hal ini didasarkan atas kenyataan bahwa emosi mempunyai
kemampuan untuk mengkomunikasikan diri pada orang lain. Orang-orang yang dijumpai di rumah
atau di kampus akan lebih cepat menanggapi emosi dari pada kata-kata. Kalau seseorang sampai di
rumah dengan wajah murung, bahkan terkesan cemberut dan marah-marah, emosi anggota keluarga
yang lain akan bereaksi terhadap emosi tersebut, sehingga mereka merasa tidak enak atau merasa
bersalah dan lain sebagainya.

Beberapa cara untuk mengendalikan emosi menurut Mahmud, 1990:
1. Hadapilah emosi tersebut.
2. Jika mungkin, tafsirkan kembali situasinya. Artinya melihat situasi sulit yang dialami dari
sudut pandang yang berbeda.
3. Kembangkan rasa humor dan sikap realistis.
4. Atasi secara lansung problem-problem yang menjadi sumber emosi.
Cara lainnya adalah dengan mengekspresikan emosi. Wullur (1970:16) melukiskan ekspresi
sebagai pernyataan batin seseorang dengan cara berkata, bernyanyi, bergerak dengan catatan bahwa
ekspresi itu selalu tumbuh karena dorongan akan menjamakan perasaan atau buah pikiran. Ekspresi
itu dapat mengembangkan sifat kreativitas seseorang. Selain itu ekspresi juga bersifat membersihkan,
membereskan (katarsis. Karena itu, ekspresi dapat mencegah timbulnya kejadian-kejadian yang tidak
diberi kesempatan untuk menjelmakan perasaannya dan menghadapi perasaannya. Tanpa ekspresi,
bahan yang terpendam itu dapat membahayakan.
Intervensi pendidikan untuk mengembangkan emosi remaja agar dapat mengembangkan
kecerdasan emosi, salah satunya adalah dengan menggunakan intervensi yang dikemukakan oleh
W.T Grant Consertium tentang “Unsur-Unsur Aktif Program Pencegahan” yaitu sebagai berikut:
 Pengembangan Keterampilan Emosional
1. Mengidentifikasi dan memberi nama atau label perasaan.
2. Mengungkapkan perasaan.
3. Menilai intensitas perasaan.
4. Mengelola perasaan.
5. Menunda pemuasan.
6. Mengendalikan dorongan hati.
7. Mengurangi stress.

8. Memahami perbedaan anatara perasaan dan tindakan.
 Pengembangan Keterampilan Kognitif
1. Belajar melakukan dialog batin sebagai cara untuk menghadapi dan mengatasi masalah atau
memperkuat perilaku diri sendiri.
2. Belajar membaca dan menafsirkan isyarat-isyarat sosial.
3. Belajar menggunakan langkah-langkah penyelesaian masalah dengan pengambilan
keputusan.
4. Belajar memahami sudut pandang orang lain (empati).
5. Belajar memahami sopan santun.
6. Belajar bersikap positif terhadap kehidupan.
7. Belajar mengembangkan kesadaran diri.
 Pengembangan Keterampilan Perilaku
1. Mempelajari keterampilan komunikasi non verbal, misalnya melalui pandangan mata,
ekspresi wajah, gerak-gerik, posisi tubuh dan lain-lain.
2. Mempelajari keterampilan komunikasi verbal, misalnya mengajukan permintaan dengan
jelas, mendiskripsikan sesuatu kepada orang lain dengan jelas, menanggapi kritik secara
efektif.
Cara lain yang dapat digunakan sebagai intervensi edukatif untuk mengembangkan emosi remaja
agar dapat memiliki kecerdasan emosi adalah dengan self-science curriculum (Daniel Goleman,
1995):
1. Belajar mengembangkan kesadaran diri.
2. Belajar mengambil keputusan pribadi.
3. Belajar mengelola perasaan.

4. Belajar menangani stress.
5. Belajar berempati.
6. Belajar berkomunikasi.
7. Belajar membuka diri.
8. Belajar menegembangkan pemahaman.
9. Belajar menerima diri sendiri.
10. Belajar mengembangkan tanggung jawab pribadi.
11. Belajar mengembangkan ketegasan.
12. Belajar dinamika kelompok.
13. Belajar menyelesaikan konflik.

B. PENYUSUNAN INSTRUMEN DAN PENGAMATAN
1. PENYUSUNAN INTRUMEN

A. Lampiran Observasi pada Remaja I
Nama (inisial): BNN
No.
1

Umur: 17 tahun

Sekolah/Kelas: SMAN 7 Mataram/XII

Kognitif Remaja

Sikap memberontak ketika sesuatu yang diinginkan
tidak dipenuhi
2 Melawan perkataan orang tua
3 Bergaul dengan teman sebaya
4 Mulai merasa suka terhadap lawan jenis
5 Bertindak sesuka hati tanpa memikirkan dampaknya
6 Menuruti keinginan orang tua
7 Mengikuti gaya idola
Jumlah Skor Tiap Kolom

Skor
1

2

3

4

Total Skor Aktual
Skor Maksimal Ideal

28

b. Lampiran Observasi pada Remaja II
Nama (inisial): BPRM

No.

Umur: 13 tahun

Sekolah/Kelas: SMPN 6 Mataram/VII

Kognitif Remaja

Sikap memberontak ketika sesuatu yang diinginkan
tidak dipenuhi
2 Melawan perkataan orang tua
3 Bergaul dengan teman sebaya
4 Mulai merasa suka terhadap lawan jenis
5 Bertindak sesuka hati tanpa memikirkan dampaknya
6 Menuruti keinginan orang tua
7 Mengikuti gaya idola
Jumlah Skor Tiap Kolom
Total Skor Aktual
Skor Maksimal Ideal

Skor
1

2

3

1

2. PEDOMAN PENSKORAN DAN ANALISIS DATA

Rumus: NA=
Ket:

NA
SA
SMi

SA
×100
SMi

= Nilai Akhir
= Skor Aktual
= Skor Maksimal ideal

M = 1/2 (S Max i + S Min i)
= 1/2 (100 + 0)
= 1/2 (100) = 50
SD = 1/6 (S Max i - S Min i)
= 1/6 (100 - 0)
= 1/6 (100) = 16,66
-3SD-2SD-1SDM+1SD+2SD +3SD
0100

28

4

3. PEDOMAN PENILAIAN (KONVERSI)

 Pedoman Penilaian (Konversi):
≥ M + 2 SD
M + 1 SD /d < M + 2 SD
 Berarti:
M – 1 SD s/d < M + 1 SD
s
M
/d < M – (Sangat
1 SD baik)
84 – 2- SD 100
<
M

2 SD
67 83
(Baik)
s

33
16
0

-

66
32
15

(Cukup baik)
(Kurang baik)
(Tidak baik)


4. PELAKSANAAN PENGAMATAN
Pengamatan dilakukan pada hari Senin dan Selasa, tanggal 23-24 Desember 2013.
Pengamatan observasi dilakukan pada siswi SMAN 7 Mataram yang berusia 17 tahun dan siswi
SMPN 6 Mataram yang berusia 13 tahun. Dengan cara mengidentifikasi siswi-siswi tersebut secara
diam-diam tanpa diketahui oleh kedua siswi itu sendiri.
5. ANALISIS DATA HASIL PENGAMATAN

A. Lampiran Observasi pada Remaja I
Nama (inisial): BNN
No.

Umur: 17 tahun

Sekolah/Kelas: SMAN 7 Mataram/XII

Kognitif Remaja

Sikap memberontak ketika sesuatu yang diinginkan
tidak dipenuhi
2 Melawan perkataan orang tua
3 Bergaul dengan teman sebaya
4 Mulai merasa suka terhadap lawan jenis
5 Bertindak sesuka hati tanpa memikirkan dampaknya
6 Menuruti keinginan orang tua
7 Mengikuti gaya idola
Jumlah Skor Tiap Kolom

Skor
1

1

2


3

4





0



6

9

4

Total Skor Aktual
Skor Maksimal Ideal

19
28

b. Lampiran Observasi pada Remaja II
Nama (inisial): BPRM

No.

Umur: 13 tahun

Sekolah/Kelas: SMPN 6 Mataram/VII

Kognitif Remaja

Sikap memberontak ketika sesuatu yang diinginkan
tidak dipenuhi
2 Melawan perkataan orang tua
3 Bergaul dengan teman sebaya
4 Mulai merasa suka terhadap lawan jenis
5 Bertindak sesuka hati tanpa memikirkan dampaknya
6 Menuruti keinginan orang tua
7 Mengikuti gaya idola
Jumlah Skor Tiap Kolom
Total Skor Aktual
Skor Maksimal Ideal

Skor
1

2

3

1

4







1


3

2

16

22
28

Dari data yang diperoleh, maka dapat dianalisis bahwa perkembangan kognitif siswi-siswi
tersebut (remaja) mencapai tingkat yang sama. Apabila dilihat dari konversi dan pensekoran pada
siswi I (yang berinisial BNN) mencapai 19 dari skor maksimal ideal, yaitu 28. Tingkat kognitif dapat
ditentukan dengan rumus:
NA=
NA=

SA
×100
SMi

19
× 100
28

= 67,85
Dari data yang diperoleh, maka tingkat kognitifnya adalah 67,85. Jadi remaja I termasuk
dalam golongan Baik.
Sedangkan pada siswi II (yang berinisial BPRM) mencapai 22 dari skor maksimal ideal, yaitu
28. Tingkat kognitif dapat ditentukan dengan rumus yang sama:
NA=

SA
×100
SMi

NA=

22
× 100
28

= 78,57
Dari data yang diperoleh maka tingkat kognitifnya adalah 78,57. Jadi remaja II termasuk
dalam golongan Baik.

6. KESIMPULAN ANALISIS DATA
Jika dilihat dari data-data obsevasi kedua remaja tersebut, maka tingkat kognitif pada ramaja
adalah sama-sama Baik, baik pada remaja usia 13 tahun, maupun pada remaja usia 17 tahun. Dari
data yang diperoleh, kita juga dapat melihat bagaimana remaja bisa mengaplikasikan kognitif dalam
kehidupannya sehari-hari. Sehingga disimpulkan tingkat kognitif pada masa remaja masih cukup
maksimal dicapai, khususnya pada pelajar SMP, dimana mereka masih merupakan remaja awal.
Dalam artian masih belum matang mulai dari segala aspek terutama perkembangan kognitif mereka.

BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN UMUM
Berdasarkan data di atas, dapat disimpulkan bahwa tingkat perkembangan kognitif pada remaja
umumnya tergolong baik. Dimana remaja telah mampu dalam memahami perkembangan kognitif
mereka, sehingga remaja dapat melakukan suatu tindakannya dengan baik. Selain itu, perkembangan
kognitif yang dimiliki oleh remaja sudah baik pada fase remaja awal.

B. SARAN TINDAKAN
Para remaja khususnya remaja awal yang cenderung labil, masih bimbang atau bingung, dan
baru mulai mencari tentang dirinya, sangat butuh perhatian dari orang sekelilingnya, yaitu orang tua,
guru, serta orang dewasa lainnya untuk berupaya melahirkan emosi-emosi positif dari seorang
remaja, dan menghindari kondisi-kondisi yang cenderung menyebabkan emosi negatif remaja
muncul, serta membantu mengatasi masalah pribadi remaja dengan mendorong mereka untuk
membicarakan masalahnya kepada orang yang dipercayainya. Sehingga remaja menemukan rasa

percaya diri dengan apa yang dia miliki dan terbantu dalam menemukan jati dirinya juga dapat
merasa berani dalam menghadapi situasi yang sulit dan keadaan yang baru dialaminya.

DAFTAR PUSTAKA

 forumsejawat.wordpress.com
 laporanhasilobservasi.blogspot.com