Kajian Tafsir Klasik 2. docx

MAKALAH
“MEMBAHAS KITAB TAFSIR KLASIK “
MEMPELAJARI DAN MENDALAMI SERTA MENELUSURI
TEKS TASIR AL –QUR’AN IBNU KATSIR

Dosen pengampu :
H.Husin Abd.Wahab, Lc,

Di susun oleh :
NURFADLIYATI

JURUSAN TAFSIR HADIS SEMESTER IV A

FAKULTAS USHULUDDIN
IAIN SULTHAN THAHA SAIFUDDIN JAMBI
2015

BAB I PENDAHULUAN
A.

Latar Belakang


Al-Quran adalah kitab yang agung dan sempurna, juga merupakan kitab suci yang
menempati posisi sentral dan sumber inspirasi bagi umat Islam khususnya dan dunia pada
umumnya. Tak terhitung kitab atau buku yang ditulis di dunia ini disebabkan informasi, hukum
dan berbagai perilaku yang harus dilakukan oleh manusia yang diperoleh dari Al-Quran. Selain
itu, yang paling mengesankan adalah bahwa Al-Quran dijadikan sebagai sumber pemersatu dan
pemandu gerakan-gerakan umat Islam sepanjang empat belas abad sejarah pergerakan umat,
sehingga pemahaman-pemahaman yang aktual dan konstektual berperan penting bagi maju
mundurnya umat Islam.
Ayat-ayat al-Quran masih bersifat global, sehingga menuntut umat Islam untuk melakukan
studi atas kandungan isinya. Upaya untuk memahami kitab Allah (al-Quran) serta menerangkan
maknanya dan menjelaskan apa yang dikehendaki, serta mengeluarkan hukum-hukum dan
hikmah-hikmahnya disebut tafsir.
Upaya memahami al-Quran melalui kegiatan tafsir telah menjadi sesuatu yang amat
penting. Hal ini dikarenakan bahwa al-Quran adalah wahyu Allah yang tidak pernah habisnya
untuk dikaji, diperdebatkan atau bahkan didekonstruksi. Dikarenakan kemampuan manusia atau
ulama berbeda-beda dalam menggali dan memahami al-Quran sesuai dengan keahlian corak
pemikiran masing-masing, maka muncullah beragam tafsir.
Mufassir pertama dalam sejarah adalah Rasulullah Muhammad Shollallahu ‘alaihi
wasallam sebagai penerima wahyu dari pemegang otoritas wahyu itu sendiri, yaitu Allah

subhanahu wa ta’ala. Setelah Rasulullah shollahu ‘alaihi wasallam wafat, tidak ada lagi tempat
bertanya yang kebenaran tafsirnya bisa diyakini. Maka para sahabat Nabi menafsirkan secara
ijtihad dalam memahami al-Quran, khususnya mereka yang tergolong memiliki kemampuan
tafsir, seperti Ali bin Abi Thalib, Ibnu Abbas, ‘Ubay bin Ka’ab dan Ibnu Mas’ud, berlanjut
sampai masa tabi’in dan tabi’ at-tabi’in. Pada masa generasi yang disebut terakhir inilah tafsir
Ibnu Katsir muncul (abad ke VIII H), yang merupakan salah satu kitab tafsir yang belakangan
menjadi kitab tafsir yang populer dan masyhur.
Tafsir Ibnu Katsir merupakan kitab yang paling banyak diterima dan tersebar di tengah
umat Islam. Penafsiran beliau sangat kaya dengan riwayat, baik hadits maupun atsar. Bahkan
hampir seluruh hadits riwayat Imam Ahmad yang terdapat dalam kitab Al-Musnad tercantum
dalam kitab ini. Beliau menggunakan banyak rujukan-rujukan penting lainnya, sehingga sangat
bermanfaat dalam berbagai displin ilmu agama, seperti aqidah, fiqh, dan lain sebagainya. Sangat
wajar apabila Imam As-Suyuti berkata : “Belum pernah ada kitab tafsir yang semisal
dengannya.”
B.

Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut:


C.

1.

Siapa pengarang kitab tafsir Ibnu Katsir?

2.

Bagaimana latar belakang penulisan kitab tafsir Ibnu Katsir?

3.

Bagaimana metode penulisan, bentuk, dan corak yang digunakan dalam penulisan
kitab tafsir Ibnu Katsir?

4.

Bagaimana karakteristik kitab tafsir Ibnu Katsir?

Tujuan Penulisan

Tujuan dari penulisan makalah ini adalah:
1.

Mengetahui biografi pengarang kitab tafsir Ibnu Katsir.

2.

Mengetahui latar belakang penulisan kitab tafsir Ibnu Katsir.

3.

Mengetahui metode penulisan, bentuk, dan corak yang digunakan dalam penulisan
kitab Ibnu Katsir.

4.

Mengetahui karakterisrik kitab Ibnu Katsir.

BAB II PEMBAHASAN


A.

Biografi Pengarang

Penulis kitab tafsir ini adalah Imamul Jalil Al-Hafiz Imadud Din, Abul Fida Isma’il ibnu
Amr ibnu Katsir ibnu Dhau’ ibnu Katsir ibnu Zar’i Al-Bashri Ad-Dimasyqi, seorang penganut
mazhab asy-Syafi’i1. Ibnu Katsir dilahirkan di Basrah (iraq) pada tahun 700 Hijriyah atau lebih
sedikit , dan meninggal dunia pada usia 74 tahun di bulan Sya’ban tahun 774 Hijriyah.
Ayahnya berasal dari Bashra, bernama Abu Hafsh Umar ibnu Katsir. Ia adalah salah
seorang alim di kotanya, imam dan khatib di kampungnya. Ayahnya wafat ketika Ibnu Katsir
berumur tiga tahun. Selanjutnya kakaknya bernama Abdul Wahab yang mendidik dan mengasuh
Ibnu Katsir kecil, dan membawanya ke Damaskus. Pada saat itu, beliau berguru pada ulamaulama besar di Damaskus. 2
Ibnu Katsir selesai menghafalkan al-Qur’an genap di usia sebelas tahun. Kemudian belajar
tafsir dari pembesar ulama, Ibnu Taimiyah.3
Beliau berguru dengan lebih dari dua puluh ulama besar Syam antaranya:
1. Al-Hafiz Abu al-Hajjaj al-Mizzi: Yusuf bin Abdul Rahman bin Yusuf bin Abdul Malik
(wafat tahun 742H) yang merupakan alim dalam ilmu sejarah, hadits, dan biografi. Beliau adalah
pengarang kitab Tahdhib al-kamal fi Asma’ al-Rijal’. Gurunya kagum dengan beliau sehingga
menihkahkan Ibnu Katsir dengan anak perempuannya Zainab.
2.

Ibnu Taymiyyah (wafat tahun 728H) Al-Mizzi sangat menyayangi Ibnu katsir
sehingga beliau dimakamkan bersebelahan kubur Ibnu Taymiyyah dan Ibnu Katsir mewasiatkan
supaya beliau dikebumikan bersebelahan kedua gurunya ini. Setelah mengutip ilmu yang
banyak, Ibnu Katsir menjadi orang alim yang terkenal. Beliau mengajar tafsir di Masjid Umawi
di Damsyik dan menjadi guru di Madrasah Umm al-Salih dan Dar al-Hadits dan tempat-tempat
pengajian yang lain sehingga beliau meninggal dunia.4
Di antara karya tulisnya:

1 Abu al-Fida Ismail ibn Katsir, Tafsir al-Qur’an al-‘Adzim, terj. Bahrun Abu Bakar Lc, (Bandung: Sinar Baru
Algensindo, 2000).hlm.viii
2 Dr Solah Abdul Fatah Al-Kholidi, Ta’rifu Addarisin Bimanahijil Mufasirin (Cet. V; Damaskus : Dar Alqolam,
2012 M / 1433 H), h 381

3 ibid. hlm. 387
4 ibid.hlm. 382

a.

Al-Bidayah wa An-Nihayah, dalam bidang sejarah. Kitab ini termasuk referensi
terpenting bagi sejarawan


b.

Al-Kawakib Ad-Darari, dalam bidang sejarah, semacam ringkasan dari Al-Bidayah
wa An-Nihayah

c.

Tafsir Al-Quran Al-Adzim

d.

Al-Ijtihad wa Thalab Al-Jihad

e.

Jami’ Al-Masanid

f.
g.


As-Sunnah Al-Hadi Li Aqwami Sunan
Al-Wadih An-Nafis fi Manaqib Al-Imam Muhammad bin Idris. 5

Ibnu Katsir adalah seorang ulama yang beraliran Ahlus Sunnah Wal Jama’ah dan
mengikuti manhaj Salafush Shalih dalam beragama, baik itu dalam masalah aqidah, ibadah
maupun akhlak. Kesimpulan seperti itu dapat dibuktikan melalui hasil karyanya yang banyak,
termasuk di dalamnya kitab Tafsir al-Qur’an al-Adzim.
Pada akhir usianya beliau diuji dengan kehilangan pandangan (buta). Ibnu al-Jazari salah
seorang murid dari Ibnu Katsir memberitahu Ibnu Katsir berpesan kepadanya: Aku masih tetap
menulis kitab (Jami’ al-Masanid) pada waktu malam dengan cahaya yang semakin meredup
sehingga mengakibatkan pandanganku semakin melemah.6

B.

Latar Belakang Penulisan

Ibnu Katsir menyusun kitab tafsirnya yang diberi judul Tafsir al-Qur’an al-Adzim. Dalam
pendahuluan kitabnya beliau menjelaskan urgensi tafsir, para ulama tafsir dari sahabat dan
tabi’in, dan metode tafsir yang paling baik.

Ibnu Katsir mengatakan dalam pendahuluan kitab tafsirnya, bahwa kewajiban yang
terpikul di pundak para ulama ialah menyelidiki makna-makna kalamullah dan menafsirkannya,
menggali dari sumber-sumbernya serta mempelajari hal tersebut dan mengajarkannya,
sebagaimana yang disebutkan dalam firman Allah:

5 Manna’ Khalil Alqattan, Mabahis fi ‘Ulumil Qur’an, diterjemahkan oleh H. Aunur Rafiq El-Mazni, Lc. MA,
dengan judul Pengantar Studi Ilmu Al-Qur’an ( Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2005) hlm. 478

6 Dr Solah Abdul Fatah Al-Khalidi, Ta’rifu Addarisin Bimanahijil Mufasirin (Cet. V; Damaskus : Dar Alqolam,
2012 M / 1433 H), hlm. 386

      
     
       
 

Artinya: “Dan (ingatlah), ketika Allah mengambil janji dari orang-orang yang telah diberi
kitab (yaitu): "Hendaklah kamu menerangkan isi kitab itu kepada manusia, dan jangan kamu
menyembunyikannya." Lalu mereka melemparkan janji itu ke belakang punggung mereka dan
mereka menukarnya dengan harga yang sedikit. Amatlah buruk tukaran yang mereka

terima.”(QS. Ali Imran 187)
Allah subhanahu wa ta’ala mencela sikap kaum ahli kitab sebelum kita, karena mereka
berpaling dari Kitabullah yang diturunkan kepada mereka, mengejar keduniawiaan serta
menghimpunnya, dan sibuk dengan semua hal yang sama sekali tidak ada kaitannya dengan apa
yang diperintahkan oleh Allah subhanahu wa ta’ala melalui kitab-Nya.
Maka sudah menjadi kewajiban bagi kaum muslim untuk menghentikan semua perbuatan
yang menyebabkan mereka (kaum ahli kitab) dicela oleh Allah subhanahu wa ta’ala, dan kita
wajib pula mengerjakan hal-hal yang diperintahkan Allah subhanahu wa ta’ala, yaitu
memepelajari Kitabullah yang diturunkan kepada kita, mengajarkannya, memahaminya dan
memberikan pengertian tentangnya.7
Dengan kalam Allah di atas, maka menurut Ibnu Katsir wajib bagi ulama untuk
menjelaskan makna-makna yang terkandung dalam kalam Allah dan tafsirnya.

C.

Metode Penulisan, Bentuk, dan Corak Tafsirnya

1)

Metode Penulisan


Dalam penulisan kitab ini Ibnu Katsir menggunakan metode tafsir tahlili. Hal ini dapat
dilihat dari kecenderungan penafsiran ayat dengan cara analitis atau menafsirkan ayat-ayat di
dalam Al-Quran dengan mengemukakan segala aspek yang terkandung di dalam ayat-ayat yang
di tafsirkannya.

2)

Bentuk Penulisan

7 Abu al-Fida Ismail ibn Katsir, Tafsir al-Qur’an al-‘Adzim, terj. Bahrun Abu Bakar Lc, (Bandung: Sinar
Baru Algensindo, 2000) hlm. 7-8

Tafsir Ibnu Katsir termasuk kategori tafsir bil ma’tsur. Imam Ibnu Katsir menafsirkan alQur’an dengan al-Qur’an, al-Qur’an dengan Sunnah, dengan perkataan sahabat, perkataan
tabi’in dan bahasa arab, kemudian menyimpulkan hukum-hukum dan dalil-dalil dari ayat alQur’an.
1.

Menafsirkan al-Qur’an dengan al-Qur’an

Contoh Tafsir al-Qur’an dengan al-Qur’an adalah:
Ketika Ibnu Katsir manafsirkan tentang isti’azah dan menjelaskan hukum-hukumnya,
demikian ia menghadirkan ayat-ayat yang berkaitan dengan urusan orang mukmin tentang
perlindungan dari syetan.
Firman Allah dalam al-Qur’an :
      
    
Dan jika kamu ditimpa sesuatu godaan syaitan Maka berlindunglah kepada Allah.” (Q.S.
al-A’raf: 200 )
       
“Dan Katakanlah: Ya Tuhanku aku berlindung kepada Engkau dari bisikan-bisikan
syetan.” (Q.S. al-Mukminun: 97 )
      
     
“Dan jika syetan mengganggumu dengan suatu gangguan, Maka mohonlah perlindungan
kepada Allah. Sesungguhnya Dia-lah yang Maha mendengar lagi Maha mengetahui.” (Q.S
Fushilat : 36 )
Inilah tiga ayat yang tidak ada pertentangan di dalam maknanya, yang saling menjelaskan,
ayat yang satu dengan yang lainnya, dan di dalam ayat ini menjelaskan bahwasanya Allah
menyuruh berbuat baik kepada manusia, dan Allah subhanahu wa ta’ala memerintahkan untuk
berlindung dari kejahatan syaitan. 8

2.

Menafsirkan al-Qur’an dengan Sunnah

Ibnu katsir dalam tafsirnya banyak menafsirkan al-Qur’an dengan hadis, dan hadis-hadis
yang marfu’ dari Nabi sholallahu ‘alaihi wasallam sangat banyak dalam tafsirnya. Dalam
8 lihat tafsir ibnu katsir dalam menafsirkan isti’azah dalam tafsirnya hlm.54

pengambilan hadis-hadis dari kitab-kitab sunnah, ia menyebutkan semua sanad-sanad hadis
tersebut.
Ibnu katsir dalam menafsirkan satu ayat memasukkan satu hadis, dua hadis dan juga tiga
hadis sekaligus, kadang-kadang menyebutkan lebih banyak dari itu, dan kadang-kadang juga
dalam menafsirkan satu ayat ia memasukkan banyak hadis yang mencapai lebih dari 10 hadis.
Contoh tafsir al-Qur’an dengan sunnah adalah:9

‫ لقا ل‬،‫ة‬
‫ن أ لهبي ههلري يلر ل‬
‫ه ع لل لي يهه‬
‫ت ع لللى لر ه‬
‫صللى الل ل ه‬
‫ما ن للزل ل ي‬
‫ ل ل ل‬:‫ل‬
‫ل الل لهه ل‬
‫سو ه‬
‫عل ي‬
‫فسك هم أول‬
‫ل‬
‫مالوا ه‬
‫ن ت هب ي ه‬
‫ض ولإ ه ي‬
‫ما هفي ال ل‬
‫ول ل‬
‫دوا ل‬
‫ت ول ل‬
‫س ل‬
‫ }ل هل لهه ل‬:‫م‬
‫سل ل ل‬
‫ما هفي أن ي ه ه ي ي‬
‫ما هفي الير ه‬
‫ه ع لللى ك ه ل‬
‫ن يل ل‬
‫ن يل ل‬
‫ل‬
‫خ ه‬
‫ته ي‬
‫ه فلي لغي ه‬
‫حا ه‬
‫شاهء ولي هعلذ ل ه‬
‫فوه ه ي ه ل‬
‫شاهء لوالل ل ه‬
‫ب ل‬
‫فهر ل ه ل‬
‫م ب ههه الل ل ه‬
‫سب يك ه ي‬
‫م ي‬
‫م ي‬
‫ل‬
‫شت لد ل ذ لل ه ل‬
‫ديرر{ ا ي‬
‫ل‬
،‫م‬
‫يءء قل ه‬
‫ص ل‬
‫ه ع لل لي يهه ول ل‬
‫ب لر ه‬
‫سل ل ل‬
‫صللى الل ل ه‬
‫ل الل لهه ل‬
‫حا ه‬
‫ك ع لللى أ ي‬
‫سو ه‬
‫ش ي‬
‫ل‬
‫سو ل‬
‫ ليا‬:‫ وللقاهلوا‬،‫ب‬
‫ ثم ل‬،‫م‬
‫ه ع لل لي يهه ول ل‬
‫وا لر ه‬
‫سل ل ل‬
‫صللى الل ل ه‬
‫وا ع لللى الررك ل ه‬
‫ل الل لهه ل‬
‫جث ل ي‬
‫فلأت ل ي‬
‫ل‬
‫سو ل‬
،‫ة‬
‫ ك هل ل ي‬،‫ه‬
‫صد لقل ه‬
‫فلنا ه‬
‫ل الل ل ه‬
‫صليا ه‬
‫لر ه‬
‫م لوال ي ه‬
‫ل ل‬
‫ن ايلع ي ل‬
‫جلهاد ه لوال ل‬
‫صللة ه لوال ل‬
‫ ال ل‬:‫ما هنطيق‬
‫ما ه‬
‫م ل‬
‫ل ع لل لي ي ل‬
‫سو ه‬
‫قا ل‬
‫ولقلد ي أ هن يزه ل‬
‫ فل ل‬.‫قلها‬
‫طي ه‬
‫ك هلذ ههه ايلي ل ه‬
‫ه ع لل لي يهه‬
‫ة وللل ن ه ه‬
‫ل لر ه‬
‫صللى الل ل ه‬
‫ل الل لهه ل‬
‫ل‬
‫ل‬
‫ل أ لهي ه ي‬
‫ما لقا ل‬
‫معيلنا‬
‫ن تل ه‬
‫س ه‬
‫ن ه‬
‫ن أ ي‬
‫دو ل‬
‫ري ه‬
‫ ل‬:‫م‬
‫ول ل‬
‫ن قلب يل هك ه ي‬
‫قوهلوا ك ل ل‬
‫سل ل ل‬
‫م ي‬
‫م "أت ه ه‬
‫ل الك هلتاب لي ي ه‬
‫ل‬
‫ك لرب للنا ولإ هل لي ي ل‬
‫فلران ل ل‬
‫صي يلنا؟ ب ل ي‬
‫صيهر‬
‫ غ ه ي‬،‫معيلنا ولأط لعيلنا‬
‫م ه‬
‫س ه‬
‫ ل‬:‫ل هقوهلوا‬
‫ك ال ي ل‬
‫"ولع ل ل‬.
3.

Menafsirkan al-Qur’an dengan Perkataan Sahabat dan Tabi’in

Setelah menafsirkan al-Qur’an dengan al-Qur’an dan dengan sunnah, Ibnu Katsir
menafsirkan al-Qur’an dengan pendapat sahabat dan tabi’in. Dalam mengambil pendapat sahabat
dan tabi’in, Ibnu Katsir banyak mengutip dari kitab-kitab tafsir yang ma’tsur lainnya, seperti
kitab tafsir al-Thabariy, Ibn Abi Hatim, Ibn Munzir dan Ibn Mardawaih.
Tafsir Ibnu Katsir memasukkan perkataan sahabat di dalam kitab tafsirnya seperti:
perkataan al-Khulafa’ al-Rasyidin, Ibn Abbas, Ibn Mas’ud, Abu Ibn Ka’ab, Abdullah Ibn Umar,
Abdullah Ibn ‘Amr, Abu Hurairah, Abu Darda’, Mu’az ibn Jabal dan lain-lain (Rhodiyallohu
‘anhum).
Untuk perkataan ulama tafsir dari tabi’in, seperti: Mujahid, Atha’ Ibn Abiy Rabah,
‘Akramah, Thawas al-Yamaniy, Abu Aliyah, Zaid ibn Aslam. Anaknya Abdurrahman, Sa’id ibn
Musayyab, Muhammad ibn Ka’ab al-Qarzhiy, Sa’id ibn Jubair, Hasan al-Bashriy, Masruq ibn alAjda’, Abu Wa’il, Muqatil ibn Hayyan, Muqatil ibn Sulaiman al-Balakhiy, Rabi’ ibn Anas, dan
lain-lain.
Contoh tafsir al-Qur’an dengan perkataan sahabat dan tabi’in:
9 lihat tafsir ibnu katsir dalam surah al –baqarah ayat 284.juz 3.hlm 284

.‫ب أ نذليمم ذبنما نكابنوا ي نك كذذببونن‬
‫}ذفي بقبلوذبذهكم نمنرمض نفنزاندبهبم الل ل نبه نمنرضضا نول نبهكم ن‬
‫عنذا م‬

‫عذن ابكذن‬
‫عكن بم ل نرنة ال كنهكمنداذنذلي ن‬
‫ نو ن‬،‫ع لنباسس‬
‫عذن ابكذن ن‬
‫ ن‬،‫عكن أ نذبي نصالذسح‬
‫عكن أ نذبي نمالذسك نو ن‬
‫ ن‬،‫نقانل ال لبسذلد لبي‬
‫ }ذفي بقبلوذبذهكم‬:‫عل ني كذه نونسل ل ننم ذفي نهذذذه اكلآي نذة‬
‫حا ذ‬
‫ب الن لنذبذلي نص ل نلى الل ل نبه ن‬
‫ نو ن‬،‫نمكسبعوسد‬
‫عكن أ بنناسس ذمكن أ نكص ن‬
10

4.

‫ نش ل ض‬:‫ }نفنزاندبهبم الل ل نبه نمنرضضا{ نقانل‬،‫ نش ل مك‬:‫نمنرمض{ نقانل‬
.‫كا‬

Menafsirkan al-Qur’an dengan Bahasa Arab

Imam Ibn Katsir menafsirkan al-Qur’an dengan kaidah bahasa Arab, dengan menjelaskan
kesulitan yang terdapat di dalamnya. Ia menafsirkan al-Qur’an dengan sya’ir Arab dan
membolehkannya. Dan ia merujuk kepada perkataan ulama ahli bahasa seperti al-Fira, Abu
Ubaidah. Akhfasy, al-Kasa’iy, Tsa’labiy dan lain-lainnya.
Contoh tafsir al-Qur’an dengan bahasa arab:

‫ ال ل نذذينن ي بكؤذمبنونن ذبال كنغي كذب نوي بذقيبمونن ال لنصنلانة نوذم ل نما نرنزكقننابهكم ي بن كذفبقونن‬:‫فسير الية فى سورة البقرة‬
:‫عنشى‬
‫ نوأ نكصبل ال لنصنلاذة ذفي ك ننلاذم ال كنعنر ذ‬:‫قال ابن كثير‬
‫ نقانل ال كأ ن ك‬،‫عابء‬
‫ب ال لبد ن‬
11
‫عل ني كنها ونزكمنزما‬
‫ل ننها نحاذرمس نلا يبربح الدهنر بني كنتها‬
‫ت نص ل نلى ن‬
‫ح ك‬
‫نوذإكن بذب ن‬

5.

Menyimpulkan Hukum-Hukum dan Dalil-Dalil dari Ayat al-Qur’an

Dari metode tafsir yang digunakannya Imam Ibnu Katsir meletakkan tafsir al-atsari annadzari untuk langkah-langkah selanjutnya ke langkah-langkah akhir yaitu menyimpulkan
hukum-hukum dan dalil-dalil dari ayat al-Qur’an.

10 lihat terjemahan tafsir ibnu katsir dalam surah al –baqarah ayat 10. disana jelas ibnu katsir menafsirkan alqur’an dengan penjelasan sahabat.juz 1.hlm 243
11 lihat terjemah tafsir ibnu katsir dalam surah al –baqarah.juz 1. ayat : 3 dalam menafsirkan makna salat.hlm 213

‫‪Ibnu Katsir dalam menyimpulkan hukum-hukum tentang ayat di dalam kitab tafsirnya, dia‬‬
‫‪menjelaskan dengan argumen-argumen yang jelas, dan menguraikan serta mengeluarkan hukum‬‬
‫‪fiqih ketika menafsirkan ayat hukum.‬‬
‫‪Contoh tafsir dalam menyimpulkan hukum-hukum dan dalil-dalil dari ayat al‬‬‫‪Qur’an:‬‬

‫حتببم ال كبمكؤذمننا ذ‬
‫ت ث بلمن نطل ل نكقتببموبه ل نن ذمكن نقبكذل أ نكن تننم لبسوبه ل نن نفنما ل نك بكم‬
‫}نيا أ ني لبنها ال ل نذذينن آنمبنوا ذإنذا ن نك ن ك‬
‫عل ني كذه ل نن ذمكن ذع لندسة تنكعتن لبدون ننها نفنم ذتلبعوبه ل نن نونسذلربحوبه ل نن نسنراضحا نجذميل )‪. { (49‬‬
‫ن‬

‫كامم ك نذثينرةم‪ .‬ذمن كنها‪:‬‬
‫نهذذذه اكلآي نبة ال كك نذرينمبة ذفينها أ نكح ن‬
‫عنلى ال كنعكقذد نوكحندبه‪ ،‬نول ني كنس ذفي ال كبقكرآذن آي نمة أ نكصنربح ذفي نذلذنك ذمن كنها‪.‬‬
‫‪ .1‬ذإكطنلابق ال ذن ل ن‬
‫كاذح ن‬
‫‪ .2‬نوذفينها ندنلال نمة لذذإنبانحذة نطنلاذق ال كنمكرأ نذة نقبكنل ال لبدبخوذل بها‪.‬‬
‫‪ .3‬نونقكول ببه‪} :‬ال كبمكؤذمننا ذ‬
‫حك كذم بني كنن ال كبمكؤذمن نذة نوال كذكنتاذبي ل نذة ذفي‬
‫ت{ نخنرنج نم ك‬
‫خنرنج ال كنغالذذب؛ ذإكذ نلا نفكرنق ذفي ال ك ب‬
‫نذلذنك ذباذلا ذتلنفاذق‪.‬‬
‫حنسي كذن‪ ،‬نزي كبن‬
‫علذ لبي بكبن ال ك ب‬
‫حنسبن ال كبنكصذر لبي‪ ،‬نو ن‬
‫‪ .4‬نونقذد اكستنند لنل ابكبن ن‬
‫ع لنباسس‪ ،‬نونسذعيبد بكبن المنس ل نيب‪ ،‬نوال ك ن‬
‫كامح؛ لذأ ن ل نن الل ل ننه‬
‫عنلى أ ن ل نن ال لنطنلانق نلا ي ننقبع ذإ ل نلا ذإنذا تننق لندنمبه ذن ن‬
‫عمة ذمنن ال ل نسل نذف ذبنهذذذه اكلآي نذة ن‬
‫ال كنعاذبذدينن‪ ،‬نونجنما ن‬

‫حتببم ال كبمكؤذمننا ذ‬
‫عنلى أ نن لنبه نلا‬
‫ب ال ذن ل ن‬
‫كانح ذبال لنطنلاذق‪ ،‬نفند لنل ن‬
‫تننعانلى نقانل‪} :‬ذإنذا ن نك ن ك‬
‫ت ث بلمن نطل ل نكقتببموبه ل نن{ ‪ ،‬نفنعلق ن ن‬
‫ب ال لنشاذفذعذلي‪ ،‬نوأ نكحنمند بكذن نحن كبنسل‪ ،‬نونطاذئنفسة ك نذثينرسة ذمنن ال ل نسل نذف‬
‫ي نذص لبح نونلا ي ننقبع نقبكل نبه‪ .‬نونهنذا نمكذنه ب‬

‫خل نذف‪ ،‬نرذحنمبهبم الل ل نبه تننعانلى‪.‬‬
‫نوال ك ن‬
‫عل ني كذه بني كنن ال كبعل ننماذء‪ :‬أ ن ل نن ال كنمكرأ ننة‬
‫جنممع ن‬
‫عل ني كذه ل نن ذمكن ذع لندسة تنكعتن لبدون ننها{ ‪ :‬نهنذا أ نكممر بم ك‬
‫‪ .5‬نونقكول ببه ‪} :‬نفنما ل نك بكم ن‬
‫ت‪.‬‬
‫ب نفتنتننز لنوبج ذفي نفكوذرنها نمكن نشانء ك‬
‫ت نقبكنل ال لبدبخوذل ذبنها نلا ذع لندنة ن‬
‫ذإنذا بطلذ لنق ك‬
‫عل ني كنها نفتنكذنه ب‬
‫كونن ذنكصنف ال لنصنداذق‬
‫ع لبم ذمكن أ نكن تن ب‬
‫‪ .6‬نونقكول ببه‪} :‬نفنم ذتلبعوبه ل نن نونسذلربحوبه ل نن نسنراضحا نجذميل{ ‪ :‬ال كبمتكنعبة نهابهننا أ ن ن‬
‫‪12‬‬
‫خا لنصبة ذإكن ل نكم ينك بكن نقكد نس ل نمى ل ننها‪.‬‬
‫ال كبمنس ل نمى‪ ،‬أ نذو ال كبمتكنعبة ال ك ن‬

‫‪Corak Penafsiran‬‬

‫)‪3‬‬

‫‪Corak penafsiran dalam kitab Ibnu Katsir adalah menitikberatkan masalah fiqih. Beliau‬‬
‫‪mengetengahkan perbedaan pendapat di kalangan ulama fiqih dan menyelami madzhab-madzhab‬‬
‫‪serta dalil-dalil yang dijadikan pegangan oleh mereka, manakala membahas tentang ayat yang‬‬
‫‪berkaitan dengan masalah hukum. Tetapi meski demikian, beliau mengambil cara yang‬‬
‫‪12 lihat tafsir ibnu katsir dalam menafsirkan surah al-ahzab ayat 49.‬‬

pertengahan, singkat, dan tidak berlarut-larut sebagaimana yang dilakukan oleh kebanyakan
ulama fiqih ahli tafsir dalam tulisan-tulisan mereka.13

D.

Karakteristik

Dalam tafsirnya terhadap Kalamullah, biasanya Ibnu Katsir menggunakan hadits dan
riwayat, menggunakan ilmu Jarh wa Ta’dil, melakukan komparasi berbagai pendapat dan
mentarjih sebagiannya, serta mempertegas kualitas riwayat-riwayat hadits yang shahih dan yang
dhaif.14
Keistimewaan lain dari tafsir Ibnu Katsir adalah daya kritisnya yang tinggi terhadap ceritacerita israiliyat yang banyak tersebar dalam kitab-kitab tafsir bil ma’tsur, baik secara global
maupun mendetail.
Sebagai contoh dapat dikemukakan disini bahwa beliau mengatakan sehubungan dengan
tafsir surat Al-Baqarah ayat 67 dan ayat-ayat sesudahnya. Yaitu dalam Firman Allah :

      

“Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyembelih seekor
sapi betina. (Al-Baqarah: 67), hingga akhir ayat tentang kisah ini.
Ibnu Katsir mengetengahkan suatu kisah yang cukup panjang, beliau menerangkan tentang
pencarian mereka terhadap sapi tertentu dan keberadaan sapi itu ditangan seorang lelaki Bani
Israil yang sangat berbakti kepada orang tuanya, hingga akhir kisah. Lalu Ibnu Katsir
meriwayatkan semua pendapat yang menanggapi hal ini dari sebagian ulama Salaf. Setelah itu
beliau mengatakan, yang teksnya berbunyi seperti berikut, “Riwayat-riwayat ini bersumber dari
Ubaidah, Abul Aliyah, As Saddi, dan lain-lainnya mengandung perbedaan pendapat. Tetapi
makna lahiriyahnya menunjukkan bahwa kisah-kisah tersebut diambil dari kitab-kitab Bani
Israil, dan termasuk kategori kisah yang boleh dinukil, tetapi tidak boleh dibenarkan dan tidak
boleh pula didustakan. Karena itu tidak dapat dijadikan pegangan kecuali apa yang selaras
dengan kebenaran yang ada pada kita. Hanya Allah-lah yang Maha Mengetahui.” 15
13 DR Muhammad Husain Addzahabi, Attafsir wal Mufassirun (jus 1; Alqohiroh : Dar Alhadits, 2005 M / 1426 H),
hlm. 214
14 Manna’ Khalil Alqattan, Mabahis fi ‘Ulumil Qur’an, diterjemahkan oleh H. Aunur Rafiq El-Mazni, Lc.
MA, dengan judul Pengantar Studi Ilmu Al-Qur’an ( Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2005) h 456

15 DR Muhammad Husain Addzahabi, Attafsir wal Mufassirun (jus 1; Alqohiroh : Dar Alhadits, 2005 M/
1426 H), h 249-251

Selain itu, ia selalu memaparkan masalah-masalah hukum yang ada dalam berbagai
madzhab, kemudian mediskusikannya secara komprehansif. 16
Kitab ini pernah digabung dalam penerbitannya dengan Ma’alim At-Tanzil karya AlBaghawi, tetapi juga pernah diterbitkan secara independen dalam empat jilid berukuran besar. 17
Dari pemaparan di atas dapat diketahui keistimewaan-keistimewaan dalam kitab Ibnu
Katsir, diantaranya :
1.
Merupakan tafsir yang paling masyhur yang memberikan perhatian terhadap apa
yang telah diberikan oleh mufassir salaf dan menjelaskan makna-makna dan hukumnya.
2.

Perhatian yang sangat besar dengan penafsiran antara al-Qur’an dengan al-Qur’an.

3.
Merupakan tafsir yang paling banyak memuat atau memaparkan ayat-ayat yang
bersesuaian maknanya, kemudian diikuti dengan penafsiran ayat dengan hadits marfu’ yang ada
relevansinya dengan ayat yang sedang ditafsirkan serta menjelaskan apa yang dijadikan hujjah
dari ayat tersebut. Kemudian diikuti pula dengan atsar para sahabat dan pendapat tabi’in dan
ulama salaf.
4.
Disertakan selalu peringatan akan cerita-cerita israiliyyat yang tertolak (mungkar)
yang banyak tersebar di dalam tafsir-tafsir bil ma’tsur.
5.
Bersandar pada riwayat-riwayat dari sabda Nabi shollallohu ‘alaihi wa sallam, para
sahabat dan tabi’in.
6.
Keluasan sanad-sanad dan sabda-sabda yang diriwayatkan serta tarjihnya akan
riwayat-riwayat tersebut.
7.
Penguasaan terhadap ayat-ayat nasikh mansukh, serta penguasaannya terhadap
shahihnya riwayat.
8.
Penjelasannya dalam segi i’rab, dan istimbatnya tentang hukum-hukum syar’i dan
ayat-ayat al-Qur’an.
9.
dunia.

Menjadi literatur mufassir setelahnya, telah dicetak dan disebarkan ke segala penjuru

10. Tidak mencantumkan perdebatan golongan dan madzhab, serta mengajak pada
persatuan dan mencari kebenaran bersama.
16 Ibid.
17 DR Muhammad Husain Addzahabi, Attafsir wal Mufassirun (jus 1; Alqohiroh : Dar Alhadits, 2005 M/
1426 H),

Adapun kekurangan dalam kitab beliau adalah :
1.

Masih terdapat hadits dhoif dan pengulangan hadits shahih.
contoh hadis dhaifnya :18
ummul qur’an merupakan pengganti dari yang lainnya,sedangkan selainnya tidak
dapat dijadikan sebagai penggantinya.
hadis ini adalah salah satu hadis dhaif yang mursal yang terdapat dalam tafsir ibnu
katsir.

2.
Terdapat sejumlah israiliyyat, sekalipun ia mengingatkannya, namun tanpa penegasan
dan penyelidikan.
3.
Bercampurnya yang shahih dan yang tidak shahih, dan penukilan perkataan dari para
sahabat dan tabi’in tanpa isnad dan tidak konfirmasi.

18 lihat terjemah tafsir ibnu katsir dalam menafsirkan surah al-fatihah juz 1 hlm.34

BAB III PENUTUP
A.

Kesimpulan

Dari penjelasan di atas, dapat disimpulkan, antara lain :
1.
Penulis kitab tafsir ini adalah Imamul Jalil Al-Hafiz Imadud Din, Abul Fida Isma’il
ibnu Amr ibnu Katsir ibnu Dhau’ ibnu Katsir ibnu Zar’i Al-Bashri Ad-Dimasyqi, seorang ulama
fiqih mazhab Syafi’i.
2.
Berdasarkan kalam Allah surat Ali Imran ayat 187, maka menurut Ibnu Katsir wajib
bagi ulama untuk menjelaskan makna-makna yang terkandung dalam firman Allah dan tafsirya.
3.

Metode, bentuk penulisan, dan corak tafsir Ibnu Katsir:

Ø Metode kitab Tafsir Al-Quran al-‘Adzim karya Ibnu Katsir ini adalah tafsir tahlili.
Ø Bentuk Tafsir Ibnu Katsir termasuk kategori tafsir bil ma’tsur. Imam Ibnu Katsir
menafsirkan al-Qur’an dengan al-Qur’an, al-Qur’an dengan Sunnah, dengan perkataan sahabat,
perkataan tabi’in dan bahasa arab, kemudian menyimpulkan hukum-hukum dan dalil-dalil dari
ayat al-Qur’an.
Ø Jenis corak dari kitab tafsir ini lebih menitikberatkan pada masalah fiqh.
4.
Keistimewaan dari tafsir Ibnu Katsir adalah beliau menggunakan hadits dan riwayat,
menggunakan ilmu Jarh wa Ta’dil, melakukan komparasi berbagai pendapat dan mentarjih
sebagiannya, serta mempertegas kualitas riwayat-riwayat hadits yang shahih dan yang dhaif.
Daya kritisnya yang tinggi terhadap cerita-cerita israiliyat yang banyak tersebar dalam kitabkitab tafsir bil ma’tsur, baik secara global maupun mendetail.

B.

Saran

Berdasarkan pembahasan di atas, saran penulis adalah kita sebagai seorang muslim sudah
sewajarnya mampu memahami Al-Quran dengan benar. Berbagai karya tafsir dikarang oleh
ulama bertujuan untuk mempermudah umat dalam memahami dan mengamalkan isi kandungan
Al-Quran.

DAFTAR PUSTAKA

Departeman Agama RI. 2006. Qur’an Tajwid dan Terjemahnya. Jakarta : Pustaka
Maghfirah.
Abdul Fatah Alkholidi, Sholah. 2012. Ta’rifu addarisin Bimanahiji Al-Mufassirin.
Dimisyqi, Syiria : Dar al-Qolam.
Ad-Damsyiqi, Abu al-Fida Ismail ibn Katsir. 2009. Tafsir al-Qur’an al-‘Adzim. Kairo:
Daar At Taufiqiyyah Li At Turats.
Ad-Damsyiqi, Abu al-Fida Ismail ibn Katsir. 2000. Tafsir al-Qur’an al-‘Adzim, terj.
Bahrun Abu Bakar L.C. Bandung: Sinar Baru Algensindo.
Adz-Dzahabi, Muhammad Husein. 2005. At-Tafsir wa Al-Mufassirun. Kairo: Darul Hadits.
Husain Addzahabi, Muhammad. 2005. Attafsir Wal Mufassirun. Dar Al Hadits : Alqohiroh,
Mesir.
Khalil Al-Qatthan, Manna. 2005. Pengantar Studi Ilmu Al-Qur’an. Jakarta: Pustaka AlKautsar.