BAB II TINJAUAN PUSTAKA - Analisis Pola Konsumsi Pangan Dan Tingkat Konsumsi Beras Di Desa Sentra Produksi Padi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Tinjauan Pustaka Pangan bagi kehidupan bangsa Indonesia memiliki arti yang sangat

  penting. Dari berbagai jenis bahan pangan yang dikonsumsi, beras memiliki urutan utama. Dapat dikatakan bahwa hampir seluruh penduduk Indonesia menjadikan beras sebagai bahan pangan utamanya. Disamping itu beras juga merupakan sumber nutrisi penting dalam struktur pangan. Beras memiliki peranan yang cukup strategis dalam kehidupan bangsa Indonesia (Amang, 1993).

  Peranan beras juga dapat dilihat dari aspek sosial dan politik. Kerawanan pangan biasanya akan lebih mudah menyulut keresahan masyarakat. Sejarah menunjukkan bahwa berbagai kerusuhan yang timbul tidak terlepas dari masalah pangan. Pada tahun 1972/1973 terjadi kerawanan pangan akibat kekeringan. Pada saat itu supply beras sangat terbatas dan hal tersebut juga terjadi diluar negeri. Akibatnya harga beras naik tajam dan mendorong terjadinya protes masyarakat. Keadaan tersebut menggambarkan bahwa masalah pangan tidak saja merupakan masalah individu dan bangsa secara menyeluruh. Pada kondisi penyediaan pangan tidak mencukupi, masalah tersebut secara potensial dapat selalu timbul (Amang, 1993).

  Pemerintah Indonesia mempunyai komitmen yang tinggi dalam mewujudkan ketahanan pangan bagi rakyatnya. Komitmen yang tinggi tersebut telah diwujudkan dalam bentuk kebijakan – kebijakan dan program – program peningkatan produksi pangan khususnya beras. Besarnya perhatian pemerintah terhadap ekonomi perberasan ini didasari oleh pertimbangan bahwa beras merupakan bahan pangan pokok bagi sebagian besar penduduk Indonesia, serta pekerjaan bagi sebagian besar masyarakat perdesaan (Mardianto dan Suryana, 2001).

  Dari sisi konsumsi, beras sebagai bahan makanan pokok tampaknya tetap mendominasi pola makan orang Indonesia. Hal ini terlihat dari tingkat partisipasi konsumsi beras yang masih diatas 95 persen. Sebagai sumber energi maupun nutrisi, beras memang lebih baik dibandingkan jenis makanan pokok lainnya.

  Berbagai indikator tersebut menunjukkan bahwa beras menjadi andalan utama konsumen dalam mempertahankan hidup dan kehidupannya (Mardianto dan Suryana, 2001).

  Sebagian besar masyarakat tetap menghendaki adanya pasokan dan harga beras yang stabil, tersedia sepanjang waktu dan dengan harga yang terjangkau.

  Walaupun tingkat konsumsi beras cenderung menurun namun volume konsumsi beras masih jauh lebih tinggi dibandingkan dengan umbi-umbian dan jagung (Ariani, 2010).

  Pola pangan pokok menggambarkan salah satu ciri dari kebiasaan makan. Di daerah dengan pola pangan pokok beras biasanya belum puas atau mengatakan belum makan apabila belum makan nasi, meskipun perut sudah kenyang oleh makanan lain non beras (Khumaidi, 1994). Landasan Teori

  Ketersediaan pangan (food availability) yaitu ketersediaan pangan dalam jumlah yang cukup aman dan bergizi untuk semua orang dalam suatu negara baik yang berasal dari produksi sendiri, impor, cadangan pangan maupun bantuan pangan. Ketersedian pangan ini harus mampu mencukupi pangan yang dan sehat (Baliwati, 2001).

  Akses pangan (food access) yaitu kemampuan semua rumah tangga dan individu dengan sumberdaya yang dimilikinya untuk memperoleh pangan yang cukup untuk kebutuhan gizinya yang dapat diperoleh dari produksi pangannya sendiri, pembelian ataupun melalui bantuan pangan . Akses rumah tangga dan individu terdiri dari akses ekonomi, fisik dan sosial. Akses ekonomi tergantung pada pendapatan kesempatan dan harga. Akses fisik menyangkut tingkat isolasi daerah (sarana dan prasarana distribusi), sedangkan akses sosial menyangkut tentang preferensi pangan (Baliwati,2001).

  Penyerapan pangan (food utilization) yaitu penggunaan pangan untuk kebutuhan kehidupan sehat yang meliputi kebutuhan energi dan gizi, air dan kesehatan lingkungan. Efektifitas dari penyerapan pangan tergantung pada pengetahuan rumahtangga/individu, sanitasi dan ketersediaan air, fasilitas dan layanan kesehatan serta penyuluhan gizi dan pemeliharaan balita (Baliwati, 2001).

  Stabilitas pangan (food stability) merupakan dimensi waktu dari ketahanan pangan yang terbagi dalam kerawanan pangan kronis (chronic food insecurity) dan kerawanan pangan sementara (transitory food insecurity). Kerawanan pangan kronis adalah ketidak mampuan untuk memperoleh kebutuhan pangan setiap saat, sedangkan kerawanan pangan sementara adalah kerawanan pangan yang terjadi sementara yang diakibatkan karena masalah kekeringan banjir, bencana, maupun konflik sosial (Baliwati, 2001). pangan termasuk pangan pokok yang dikenal dengan Pola Pangan Harapan(PPH). Pola Pangan Harapan (PPH) adalah susunan beragam pangan yang didasarkan pada sumbangan energi dari kelompok pangan utama dari suatu pola ketersediaan atau pola konsumsi. Pola konsumsi pangan masyarakat belum beragam karena masih didominasi oleh kelompok padi-padian (56,3%) terutama beras (86,3%) (Baliwati dkk, 2004).

  Tingkat konsumsi pangan penduduk berkaitan dengan perilaku konsumsi masyarakat. Berbagai masalah yang dihadapi dalam konsumsi pangan adalah :

  1. Penduduk yang cukup besar, sekitar 250 juta jiwa dengan konsentrasi pangan pokok beras, pada saat ini membutuhkan sekitar 28 ton beras. Dengan penduduk yang terus bertambah beban penyediaan beras untuk memenuhi permintaan yang meningkat akan semakin bertambah berat, terutama dalam kondisi semakin terbatasnya sumber daya alam sebagai basis produksi.

  2. Kebijakan pengembangan pangan yang terfokus pada beras telah mengabaikan potensi sumber-sumber pangan karbohidrat lainnya, dan lambatnya pengembangan usaha penyediaan bahan pangan sumber protein seperti serelia, daging, susu, telur serta sumber zat gizi mikro yaitu sayuran dan buah-buahan.

  Karena itu, sampai saat ini sumber protein nabati pun masih didominasi berasal dari beras.

  3. Teknologi pengolahan pangan lokal di masyarakat kurang berkembang dibandingkan teknologi produksi dan kurang bisa mengimbangi semakin membanjirnya produk pangan olahan yang berasal dari pangan impor. Makanan cepat saji yang menggunakan bahan impor dan kurang masyarakat di berbagai kota besar dan cenderung semakin meningkat.

  4. Masyarakat pada daerah – daerah tertentu masih mengalami kerawanan pangan secara berulang (kronis) pada musim paceklik, demikian pula sering terjadi kerawanan pangan mendadak pada daerah –daerah yang terkena bencana. Kerawanan kronis disebabkan karena terbatasnya kemampuan produksi serta sumber pendapatan yang dibutuhkan untuk menopang kebutuhan rumah tangganya (Suryana, 2003).

  Secara umum faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat konsumsi beras adalah sebagai berikut:

1. Tingkat Pendapatan Semakin tinggi pendapatan seseorang, maka semakin tinggi pula daya belinya.

  Perubahan pendapatan akan mempengaruhi jumlah anggaran pengeluaran. Jika pendapatan menurun maka demikian pula tingkat pengeluaran akan menurun, sedangkan jika pendapatan meningkat maka demikian pula tingkat pengeluaran juga akan meningkat. Pendapatan rumah tangga sangat besar pengaruhnya terhadap tingkat konsumsi. Biasanya makin baik (tinggi) tingkat pendapatan, tingkat konsumsi semakin tinggi. Karena tingkat pendapatan meningkat, kemampuan rumah tangga untuk membeli aneka kebutuhan konsumsi menjadi makin besar. Atau mungkin juga pola hidup makan konsumtif, setidak-tidaknya semakin menuntut kualitas yang baik. Contoh yang amat sederhana adalah jika pendapatan sang ayah masih sangat rendah, biasanya beras yang dipilih untuk konsumsi juga beras kelas rendah/menengah (Khoirina, 2011). Jumlah Anggota Keluarga Besar kecilnya jumlah keluarga akan mempengaruhi pola konsumsinya.

  Sumber pangan keluarga terutama mereka yang miskin akan lebih mudah memenuhi kebutuhan makanannya jika harus diberi makan dalam jumlah yang sedikit.Pangan yang tersedia untuk suatu keluarga yang besar mungkin cukup untuk keluarga yang besarnya setengah dari keluarga tersebut, tetapi tidak cukup untuk mencegah gangguan gizi pada keluarga yang besar tersebut (Suhardjo, 2008).

3. Tingkat Pendidikan

  Semakin tinggi pendidikan seseorang makin tinggi pula kebutuhan yang ingin dipenuhinya.Dalam memilih menu makan yang mempunyai kandungan energi dan protein yang memadai serta pemilihan komposisi jenis makanan yang tepat, diperlukan tingkat pengetahuan yang relatif tinggi, terutama tingkat pengetahuan kepala keluarga dan istri yang berperan sangat tinggi dalam menentukan keputusan konsumsi rumah tangga (Cahyaningsih, 2008).

  Umur 4.

  Memahami umur konsumen adalah penting, karena konsumen yang berbeda umur akan mengkonsumsi produk dan jasa yang berbeda. Perbedaan umur juga akan mengakibatkan perbedaan selera dan kesukaan terhadap merek(Sumarwan, 2004).

  Responden yang menjadi sasaran penelitian adalah masyarakat yang bertempat tinggal di Desa Sidoarjo Dua Ramunia Kecamatan Beringin Kabupaten Deli Serdang. Dari daerah penelitian dapat diketahui pola konsumsi beras dan tingkat konsumsi beras masyarakat di daerah penelitian.

  Dari responden penelitian akan diperoleh jumlah beras yang dikonsumsi per orang per hari yang akan menentukan pola dan tingkat konsumsi beras di daerah penelitian.

  Pola konsumsi masyarakat dapat diketahui dari pertanyaan-pertanyaan yang diajukan yang ada di kuisioner kepada masyarakat. Dari pertanyaan- pertanyaan itu dapat dilihat bahan pangan apa saja yang dikonsumsi masyarakat desa tersebut dan bagaimana susunan jenis dan jumlah pangan yang dikonsumsi seseorang dan sekelompok orang pada waktu tertentu dan dapat disusun atau dialokasikan menurut jenis pangan dan konsumsi kapita per hari yang kemudian disesuaikan dengan Pola Pangan Harapan Kabupaten Deli Serdang yang tiap jenis pangan dengan rentang 4 Gr/Kap/Hari (-4Gr/Kap/Hari<PPH<4Gr/Kap/Hari) untuk menetapkan kesesuaiannya, bila kurang dari 4 Gr/Kap/Hari atau lebih dari 4 Gr/Kap/Hari dari Pola Pangan Harapan Kabupaten Deli Serdang maka tidak sesuai.

  Tingkat konsumsi beras di daerah penelitian ditentukan oleh jumlah konsumsi beras pada saat dilakukan penelitian yaitu pada tahun 2013. Jumlah konsumsi beras dapat diketahui dari pertanyaan-pertanyaan yang terdapat di kuisioner yang diajukan kepada masyarakat, kemudian hasil yang di dapat dibandingkan dengan tiga indikator yaitu:

  9,61Kg/Kap/Bulan atau 320,33 Gr/Kap/Hari

  2. Tingkat Konsumsi Prov. Sumatera Utara : 136,85Kg/Kap/Tahun atau 11,40 Kg/Kap/Bulan atau 380 Gr/Kap/Hari

  3. Tingkat Konsumsi Kab. Deli Serdang : 94,316Kg/Kap/Tahun atau 7,859 Kg/Kap/Bulan atau 261,97 Gr/Kapita/Hari

  Dari tiga indikator diatas maka dapat dilihat gambaran tingkat konsumsi beras di daerah penelitian secara nasional, provinsi, dan kabupaten. Selain membandingkan dengan tiga indikator diatas, tingkat konsumsi di daerah penelitian juga disesuaikan dengan Pola Pangan Harapan Kabupaten Deli Serdang untuk beras yaitu 239 Gr/Kap/Hari dengan batasan:

  1. Bila tingkat konsumsi berada diantara 235-243 Gr/Kap/Hari maka tingkat konsumsi beras di daerah penelitian sesuai dengan Pola Pangan Harapan Kabupaten Deli Serdang untuk beras.

  2. Bila tingkat konsumsi tidak berada diantara 235-243 Gr/Kap/Hari maka tingkat konsumsi beras di daerah penelitian tidak sesuai dengan Pola Pangan Harapan Kabupaten Deli Serdang untuk beras.

  Pola konsumsi masyarakat dapat diperoleh langsung dari perilaku masyarakat dalam konsumsi pangannya sehari-hari dan tingkat konsumsi beras penduduk dilihat dari jumlah beras yang dikonsumsi dan dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu umur, jumlah anggota keluarga, tingkat pendidikan dan Pangan Harapan Kabupaten Deli Serdang. Adapun skema kerangka pemikiran dapat dilihat pada gambar dibawah ini: Keterangan:

  Hubungan Pengaruh

  Gambar 1. Skema Kerangka Pemikiran Analisis Pola Dan Tingkat Konsumsi Beras di Desa Sentra Produksi Padi Masyarakat Jumlah Beras yang dikonsumsi Tingkat Konsumsi Nasioanal Pola Konsumsi Pangan Faktor-faktor yang Mempengaruhi:

  1. Tingkat Pendapatan

  2. Jumlah Anggota Keluarga

  3. Tingkat Pendidikan

  4. Umur Tingkat Konsumsi Beras Tidak Sesuai Tingkat Konsumsi Prov. Sumut Tingkat Konsumsi Kab.Deli Serdang PPH Kab. Deli Serdang Sesuai Indikator Kons. Beras PPH Kab. Deli Serdang Sesuai Tidak Sesuai Alokasi Pangan Yang Dikonsumsi

1. Pola konsumsi pangan masyarakat tidak sesuai dengan Pola Pangan Harapan Kabupaten Deli Serdang karena didominasi oleh beras.

  2. Tingkat konsumsi beras penduduk di Desa Sidoarjo Dua Ramunia lebih tinggi dibandingkan dengan indikator tingkat konsumsi nasional dan tingkat konsumsi Kabupaten Deli Serdang dan tidak sesuai dengan konsumsi beras yang ada pada Pola Pangan Harapan Kabupaten Deli Serdang.

  3. Tingkat pendapatan, jumlah anggota keluarga, tingkat pendidikan, dan umur mempengaruhi pola dan tingkat konsumsi beras penduduk Desa Sidoarjo Dua Ramunia.