BAB X - DOCRPIJM 2caa4c2a96 BAB XBAB X RPI2JM Moker

BAB X ASPEK LINGKUNGAN DAN SOSIAL DALAM PEMBANGUNAN BIDANG CIPTA KARYA DI KOTA MOJOKERTO Dalam penyusunan RPI2-JM bidang Cipta Karya membutuhkan kajian

  pendukung dalam hal lingkungan dan sosial, hal ini bertujuan untuk meminimalisir pengaruh negatif pembangunan infrastruktur bidang Cipta Karya terhadap lingkungan permukiman baik di perkotaan maupun di perdesaan. Kajian aspek lingkungan dan sosial meliputi acuan peraturan perundang-undangan, kondisi eksisting lingkungan dan sosial, analisis dengan instrumen, serta pemetaan antisipasi dan rekomendasi perlindungan lingkungan dan sosial yang dibutuhkan.

10.1. Aspek Lingkungan

  Kajian lingkungan dibutuhkan untuk memastikan bahwa dalam penyusunan RPI2-JM bidang Cipta Karya oleh pemerintah kabupaten/kota telah mengakomodasi prinsip perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup. Adapun amanat perlindungan dan pengelolaan lingkungan adalah sebagai berikut :

  1. UU No. 32/2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup : “Instrumen pencegahan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup terdiri atas antara lain Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS), Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL), dan Upaya Pengelolaan Lingkungan-Upaya Pemantauan Lingkungan (UKL-UPL) dan Surat Pernyataan Kesanggupan Pengelolaan dan Pemantauan Lingkungan Hidup (SPPLH)”.

  2. UU No. 17/2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional : “Dalam rangka meningkatkan kualitas lingkungan hidup yang baik perlu penerapan prinsip-prinsip pembangunan yang berkelanjutan secara konsisten di segala bidang”.

  3. Peraturan Presiden No. 2/2015 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional Tahun 2015-2019 :

  “Dalam bidang lingkungan hidup, sasaran yang hendak dicapai adalah perbaikan mutu lingkungan hidup dan pengelolaan sumber daya alam di perkotaan dan pedesaan, penahanan laju kerusakan lingkungan dengan peningkatan daya dukung dan daya tampung lingkungan; peningkatan kapasitas adaptasi dan mitigasi perubahan iklim”.

  4. Permen LH No. 9 Tahun 2011 tentang Pedoman Umum Kajian Lingkungan Hidup Strategis : Dalam penyusunan kebijakan, rencana dan/atau program, KLHS digunakan untuk menyiapkan alternatif penyempurnaan kebijakan, rencana dan/atau program agar dampak dan/atau risiko lingkungan yang tidak diharapkan dapat diminimalkan.

  5. Permen LH No. 16 Tahun 2012 tentang Penyusunan Dokumen Lingkungan.

  Sebagai persyaratan untuk mengajukan ijin lingkungan maka perlu disusun dokumen Amdal, UKL dan UPL, atau Surat Pernyataan Kesanggupan Pengelolaan Lingkungan Hidup atau disebut dengan dengan SPPL bagi kegiatan yang tidak membutuhkan Amdal atau UKL dan UPL.

  Tugas dan wewenang pemerintah pusat, pemerintah provinsi, dan pemerintah kabupaten/kota dalam aspek lingkungan terkait bidang Cipta Karya mengacu pada UU No. 32/2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup yaitu :

  1. Pemerintah Pusat a. Menetapkan kebijakan nasional.

  b. Menetapkan norma, standar, prosedur, dan kriteria.

  c. Menetapkan dan melaksanakan kebijakan mengenai KLHS.

  d. Menetapkan dan melaksanakan kebijakan mengenai amdal dan UKL-UPL.

  e. Melaksanakan pengendalian pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup.

  f. Menetapkan dan melaksanakan kebijakan mengenai pengendalian dampak perubahan iklim dan perlindungan lapisan ozon.

  g. Melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap pelaksanaan kebijakan nasional, peraturan daerah, dan peraturan kepala daerah.

  h. Mengembangkan dan menerapkan instrumen lingkungan hidup. i. Mengembangkan dan melaksanakan kebijakan pengaduan masyarakat. j. Menetapkan standar pelayanan minimal.

  2. Pemerintah Provinsi a. Menetapkan kebijakan tingkat provinsi.

  b. Menetapkan dan melaksanakan KLHS tingkat provinsi.

  c. Menetapkan dan melaksanakan kebijakan mengenai amdal dan UKL-UPL. d. Melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap pelaksanaan kebijakan, peraturan daerah, dan peraturan kepala daerah kabupaten/kota.

  e. Mengembangkan dan menerapkan instrumen lingkungan hidup.

  f. Melakukan pembinaan, bantuan teknis, dan pengawasan kepada kabupaten/kota di bidang program dan kegiatan.

  g. Melaksanakan standar pelayanan minimal.

  3. Pemerintah Kabupaten/Kota a. Menetapkan kebijakan tingkat kabupaten/kota.

  b. Menetapkan dan melaksanakan KLHS tingkat kabupaten/kota.

  c. Menetapkan dan melaksanakan kebijakan mengenai amdal dan UKL-UPL.

  d. Mengembangkan dan menerapkan instrumen lingkungan hidup.

  e. Melaksanakan standar pelayanan minimal.

10.1.1. Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS)

  Menurut UU No. 32/2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, Kajian Lingkungan Hidup Strategis, yang selanjutnya disingkat KLHS, adalah rangkaian analisis yang sistematis, menyeluruh, dan partisipatif untuk memastikan bahwa prinsip pembangunan berkelanjutan telah menjadi dasar dan terintegrasi dalam pembangunan suatu wilayah dan/atau kebijakan, rencana, dan/atau program.

  KLHS perlu diterapkan di dalam RPI2-JM antara lain karena : 1) RPI2-JM membutuhkan kajian aspek lingkungan dalam perencanaan pembangunan infrastruktur.

  2) KLHS dijadikan sebagai alat kajian lingkungan dalam RPI2-JM adalah karena RPI2-JM berada pada tataran Kebijakan/Rencana/Program. Dalam hal ini, KLHS menerapkan prinsip-prinsip kehati-hatian, dimana kebijakan, rencana dan/atau program menjadi garda depan dalam menyaring kegiatan pembangunan yang berpotensi mengakibatkan dampak negatif terhadap lingkungan hidup.

  KLHS disusun oleh Tim Satgas RPI2-JM Kabupaten/Kota dengan dibantu oleh Dinas Lingkungan Hidup, untuk Kota Mojokerto KLHS disusun Tim Satgas RPI2-JM Kota Mojokerto dibantu dengan Kantor Lingkungan Hidup (KLH) Kota Mojokerto sebagai instansi yang memiliki tugas dan fungsi terkait langsung dengan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup di Kota Mojokerto. Koordinasi penyusunan KLHS antar instansi diharapkan dapat mendorong terjadinya transfer pemahaman mengenai pentingnya penerapan prinsip perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup untuk mendorong terjadinya pembangunan berkelanjutan.

Gambar 10.1. Diagram Alir Pentahapan Pelaksanaan KLHS

  Tahapan Pelaksanaan KLHS

  Tahapan pelaksanaan KLHS diawali dengan penapisan usulan rencana/program dalam RPIJM per sektor dengan mempertimbangkan isu-isu pokok seperti (1) perubahan iklim, (2) kerusakan, kemerosotan, dan/atau kepunahan keanekaragaman hayati, (3) peningkatan intensitas dan cakupan wilayah bencana banjir, longsor, kekeringan, dan/atau kebakaran hutan dan lahan, (4) penurunan mutu dan kelimpahan sumber daya alam, (5) peningkatan alih fungsi kawasan hutan dan/atau lahan, (6) peningkatan jumlah penduduk miskin atau terancamnya keberlanjutan penghidupan sekelompok masyarakat; dan/atau (7) peningkatan risiko terhadap kesehatan dan keselamatan manusia.

  1. Iklim Di Kota Mojokerto bahkan Indonesia hanya dikenal 2 (dua) musim, yaitu musim kemarau dan musim penghujan. Pada bulan Juni

  • – September arus angin berasal dari Australia dan tidak banyak mengandung uap air, sehingga mengakibatkan musim kemarau. Sebaliknya pada bulan Desember – Maret arus angin banyak mengandung uap air yang berasal dari Asia dan Samudera Pasifik, sehingga terjadi musim hujan. Keadaan seperti itu bergantian setiap setengah tahun setelah melewati masa peralihan pada bulan April – Mei dan Oktober – November.

  Suhu udara di suatu tempat antara lain ditentukan oleh tinggi rendahnya tempat tersebut terhadap permukaan laut dan jaraknya dari pantai. Kota Mojokerto merupakan suatu dataran yang mempunyai ketinggian rata-rata 22 meter di atas permukaan laut. Pada tahun 2011 temperatur udara maksimal 34,80C yang terjadi pada bulan Januari dan Nopember, dan minimum sebesar 14,80C yang terjadi pada bulan Februari. Sedangkan kelembaban udara maksimum terjadi pada bulan Januari dan Mei yaitu sebesar 98%, dan minimum sebesar 42% yang terjadi pada bulan September. Curah hujan di suatu tempat antara lain dipengaruhi oleh keadaan iklim, keadaan orographi dan perputaran/pertemuan arus udara. Oleh karena itu jumlah curah hujan beragam menurut bulan dan letak stasiun pengamat. Rata-rata curah hujan pada bulan April merupakan tertinggi yang terjadi selama tahun 2011 yaitu mencapai 40,00 mm. Sedangkan rata-rata curah hujan terendah terjadi pada bulan Februari yaitu sebesar 9,44 mm.

  2. Keanekaragaman Hayati Dengan semakin banyaknya jumlah penduduk dan semakin luasnya cakupan wilayah pembangunan di Indonesia mengakibatkan kecenderungan pemanfaatan sumber daya hayati untuk berbagai keperluan tersebut terjadi secara tidak seimbang. Hal ini ditandai dengan semakin langkanya beberapa jenis flora dan fauna, kerusakan ekosistem, dan semakin menipisnya plasma nutfah. Kejadian ini tentunya harus dicegah, agar keanekaragaman hayati di Indonesia masih dapat digunakan untuk menopang kehidupan bangsa, dan hal ini juga tentunya perlu dilakukan di Kota Mojokerto.

  Hilangnya keanekaragaman hayati antara lain disebabkan oleh:  Hilangnya habitat asal

  Salah satu faktor yang sangat menentukan keberadaan keanekaragaman hayati adalah habitat. Hutan merupakan habitat asli tempat hidup makhluk hidup. Penebangan serta perusakan hutan secara terus menerus dapat menyebabkan terganggunya ekosistem makhluk hidup yang pada akhirnya dapat mengurangi atau bahkan menghilangkan keanekaragaman hayati.  Degradasi habitat

  Polusi merupakan salah satu penyebab terjadinya degradasi habitat, karena polusi merupakan perubahan pada lingkungan yang menimbulkan pengaruh negatif terhadap kesehatan dan kehidupan makhluk hidup.  Adanya spesies-spesies pendatang

  Kehadiran spesies pendatang dapat mengalahkan atau mendominasi spesies asli, seperti misalnya pembangunan kanal eric pada abad ke-19 yang telah menyebabkan masuknya belut laut ke danau agung.  Eksploitasi secara berlebihan

  Eksploitasi sumber daya alam dikatakan berlebihan jika jumlah sumber daya alam yang diambil lebih besar dibandingkan dengan kemampuan memperbarui diri sumber daya alam yang diambil. Tujuan dari perlindungan terhadap jenis-jenis flora dan fauna ini adalah untuk mencegah terjadinya kepunahan, dan juga agar jenis-jenis tersebut bisa tetap terjaga kemurnian dan segala sifat-sifat alami yang memang sudah menjadi ciri khasnya. Jenis flora yang banyak ditemukan di wilayah Kota Mojokerto adalah pohon mojo yang biasanya digunakan sebagai tanaman peneduh tepi jalan dan juga menjadi tanaman maskot atau ciri khas dari Kota Mojokerto. Sedangkan untuk fauna, adapun satwa liar yang sering terlihat di wilayah Kota Mojokerto adalah burung emprit. Sayangnya belum diketahui secara pasti apakah burung emprit memang merupakan fauna khas dari Kota Mojokerto ini.

  3. Bencana Alam Berdasarkan analisa fisik yang telah dilakukan, Kota Mojokerto tidak memiliki kawasan rawan bencana alam yang memerlukan perhatian khusus. Rawan bencana alam yang ada di Kota Mojokerto yaitu rawan bencana banjir. Bencana banjir yang terjadi di Kota Mojokerto tepatnya berada pada lokasi Kelurahan Kauman, Kelurahan Gedongan, Kelurahan Purwotengah, Kelurahan Jagalan, Kelurahan Sentanan, Kelurahan Mentikan, Kelurahan Kranggan, Kelurahan Miji, Kelurahan Pajuritkulon, Kelurahan Blooto, Kelurahan Surodinawan, Kelurahan Magersari, Kelurahan Wates, Kelurahan Kedundung, Kelurahan Balongsari, Kelurahan Gunung Gedangan, dan Kelurahan Meri.

  Adapun arahan pengelolaan sebagai usaha untuk penanggulangan banjir yang akan datang di Kota Mojokerto adalah :  Perbaikan dan normalisasi saluran drainase untuk mengurangi genangan ;  Rencana master drewing, sudetan dan resapan air ;  Penguatan tanggul untuk mencegah terjadinya banjir ;  Pembuatan sumur resapan dan kolam penampung air hujan.

  Selain itu juga perlu melakukan kerjasama antara pemerintah Kota Mojokerto dengan pemerintah Kabupaten Mojokerto terkait dengan kanalisasi.

  4. Udara Berdasarkan pada hirarki pusat GKS (Gerbang Kerto Susila), Kota Mojokerto merupakan wilayah yang mempunyai fungsi sebagai perdagangan, jasa dan pemerintahan. Sebagai salah satu fungsi perdagangan dan jasa, Kota Mojokerto tidak terlepas dengan pencemaran udara seperti debu. Hal ini disebabkan karena lokasi tersebut dekat dengan jalan raya yang lalu lintasnya padat. Debu termasuk pencemar udara yang memberikan efek langsung bagi kesehatan manusia, mengganggu tidak hanya pernafasan, penglihatan, tapi juga bisa menyebabkan iritasi kulit pada paparan yang berlebihan. Sejauh ini perhatian aparat Pemerintah Kota Mojokerto memang lebih terfokus pada kegiatan pencegahan dan penanggulangan pencemaran badan air, yang secara tidak langsung dapat memberikan celah kepada beberapa kegiatan perdagangan dan jasa untuk melakukan tindakan yang dapat menyebabkan hal yang negatif misalnya dengan pencemaran udara melalui emisi gas buang. Selain itu pola hidup masyarakat yang masih suka membakar sampah rumah tangga mereka juga dapat menimbulkan dampak yang kurang baik khususnya dalam hal pencemaran udara.

  5. Air Pada tahun 2006 sampai dengan saat ini PDAM Kota Mojokerto hanya memanfaatkan Sungai Brantas sebagai sumber air baku sistem penyediaan air minum untuk Kota Mojokerto, sebelum dikonsumsi air baku terlebih dahulu diolah di instalasi pengolahan air bersih yang terdapat di Desa Wates dengan kapasitas desain 110 lt/dt. PDAM Kota Mojokerto memiliki potensi sumber air baku yang dapat dikembangkan. Pada awalnya air baku yang digunakan PDAM Kota Mojokerto berasal dari Mata Air Jubel yang terletak di Kabupaten Mojokerto yang sekarang pengelolaannya diserahkan kepada PDAM Kabupaten Mojokerto. Sumber air yang potensial dikembangkan lainnya adalah penggunaan air tanah dalam. Terdapat 8 sumur bor yang pernah digunakan Kota Mojokerto.

Tabel 10.1. Sumur Bor Yang Pernah Digunakan PDAM Kota Mojokerto Gunung

  Benteng Uraian Balongsari Panggreman Raung Welirang Arjuna Meri Gedangan Pancasila

  Pembuatan 1990 1981 1982 1993 1982 1989 1990 1993 Dimatikan 1997 1997 1997 1997 1997 1997 1997 1997

Kapasitas 15 lt/dt 20 lt/dt 10 lt/dt 10 lt/dt 10 lt/dt 10 lt/dt 10 lt/dt 10 lt/dt

Kedalaman 125 m 125 m 125 m 125 m 125 m 125 m 125 m 125 m

3 - - - Penampungan - Menara air 3 3 - G Res. G Res. air 250 m

  750 m 750 m 3 - - - - Bangunan lain Bak aerasi

  • 200 m

  Sumber : PDAM Kota Mojokerto

  Pipa pembawa intake ke IPA Wates terdiri dari pipa berdiameter 500 mm sepanjang kurang lebih 100 m dari bahan steel pipa berdiameter ini dipasok oleh 7 unit pompa dimana untuk pengamanan terhadap arus balik dipasang check valve pada masing masing pipa discharge guna pengamanan. Dari Sungai Brantas aliran air baku melalui 2 unit pipa saluran diamater 20” yang tertanam dan dilengkapi oleh 2 bak kontrol untuk pemeliharaan. Diperkirakan dengan asumsi kecepatan aliran lebih dari 0,3 m/dt dan kemiringan garis hidraulik 2 cm/10 meter atau 0,2% maka kapasitas aliran yang diperoleh sekitar 87 lt/dt sedangkan untuk garis hidraulik 0,5 dengan aliran penuh 20” dalam keadaan bersih tanpa endapan maka kapasitas yang dihasilkan mencapai 270 lt/dt.

  6. Sempadan Sungai Kawasan sempadan sungai adalah kawasan di sekitar daerah aliran sungai yang berfungsi untuk melindungi sungai dari kegiatan yang dapat mengganggu atau merusak bantaran/tanggul sungai, kualitas air sungai, dasar sungai, mengamankan aliran sungai dan mencegah terjadinya bahaya banjir. Penetapan kawasan sempadan sungai bagi perlindungan DAS, ditentukan berdasarkan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 05 Tahun 2008 tentang Pedoman Dan Penyediaan Pemanfaatan Ruang Terbuka Hijau di Kawasan Perkotaan yang menjelaskan bahwa Sempadan sungai bertanggul yang ditetapkan adalah sebagai berikut :  Garis sempadan sungai bertanggul di dalam kawasan perkotaan ditetapkan sekurang-kurangnya 3 meter di sebelah luar sepanjang kaki tanggul ;  Garis sempadan sungai bertanggul di luar kawasan perkotaan ditetapkan sekurang-kurangnya 5 meter di sebelah luar sepanjang kaki tanggul ;  Dengan pertimbangan untuk peningkatan fungsinya, tanggul dapat diperkuat, diperlebar dan ditinggikan yang dapat berakibat bergesernya garis sempadan sungai ;

   Kecuali lahan yang berstatus tanah negara, maka lahan yang diperlukan untuk tapak tanggul baru sebagai akibat dilaksanakannya ketentuan sebagaimana dimaksud pada butir (1) harus dibebaskan. Sempadan sungai tidak bertanggul yang ditetapkan adalah sebagai berikut :  Garis sempadan sungai tidak bertanggul di dalam kawasan perkotaan ditetapkan sebagai berikut :  Sungai yang mempunyai kedalaman tidak lebih dari 3 meter, garis sempadan ditetapkan sekurang-kurangnya 10 meter dihitung dari tepi sungai pada waktu ditetapkan;

   Sungai yang mempunyai kedalaman lebih dari 3 meter sampai dengan 20 meter, garis sempadan ditetapkan sekurang-kurangnya 15 meter dihitung dari tepi sungai pada waktu ditetapkan;

   Sungai yang mempunyai kedalaman lebih dari 20 meter, garis sempadan ditetapkan sekurang-kurangnya 3 meter dihitung dari tepi sungai pada waktu ditetapkan

  Kondisi sungai Kota Mojokerto saat ini semuanya sudah merupakan sungai bertanggul, maka ke depannya ditetapkan kawasan sempadan minimal 3 meter dari sebelah luar sepanjang kaki tanggul. Untuk lebih jelasnya lihat di bawah ini.

Tabel 10.2. Sempadan Sungai Untuk Sungai-sungai di Kota Mojokerto

NO NAMA SUNGAI SEMPADAN SUNGAI

  

1. Sungai Brantas Minimal 3 meter

  

2. Sungai Brangkal Minimal 3 meter

  

3. Sungai Sadar Minimal 3 meter

  

4. Sungai Cemporak Minimal 3 meter

  

5. Sungai Ngrayung Minimal 3 meter

  

6. Sungai Watu Dakon Minimal 3 meter

  

7. Sungai Ngotok/Pulo Minimal 3 meter

Sumber : RTRW Kota Mojokerto Tahun 2012 - 2032

  Pemanfaatan daerah sempadan sungai yang diijinkan, adalah :  Untuk budi daya pertanian, dengan jenis tanaman yang diijinkan ;  Untuk pemasangan papan reklame, papan penyuluhan dan peringatan serta rambu-rambu rentangan ;  Untuk pemasangan rentangan kabel listrik, kabel telepon dan pipa air minum ;  Untuk pondasi, pemancangan tiang jalan dan jembatan ;  Untuk pembangunan prasarana air.

  Kawasan sempadan sungai yang ada di Kota Mojokerto terdapat di wilayah : Kelurahan Surodinawan, Kelurahan Kranggan, Kelurahan Miji, Kelurahan Prajuritkulon, Kelurahan Blooto, Kelurahan Mentikan, Kelurahan Kauman, Kelurahan Pulorejo, Kelurahan Meri, Kelurahan Gunung Gedangan, Kelurahan Kedundung, Kelurahan Balongsari, Kelurahan Magersari, dan Kelurahan Wates dengan luas sebesar 32,36 Ha atau 1,97%.

  Pada kawasan sempadan sungai juga terdapat RTH. RTH kawasan sempadan sungai adalah ruang terbuka hijau yang memiliki fungsi sebagai pengaman terhadap longsornya tanah di daerah aliran sungai (DAS), dan berfungsi sebagai daerah resapan air. Rencana pengembangan RTH sempadan sungai untuk kawasan kota ditempatkan pada sepanjang kanan kiri daerah aliran sungai yang melintas di wilayah Kota Mojokerto, dikembangkan dengan arahan luasan sebesar 32,37 Ha atau sekitar 1,97%. Adapun wilayah RTH sempadan sungai ini meliputi daerah : Kelurahan Surodinawan, Kelurahan Kranggan, Kelurahan Miji, Kelurahan Prajuritkulon, Kelurahan Blooto, Kelurahan Mentikan, Kelurahan Kauman, Kleurahan Pulorejo, Kelurahan Meri, Kelurahan Gunung Gedangan, Kelurahan Kedundung, Kelurahan Balongsari, Kelurahan Magersari, dan Kelurahan Wates. Adanya pemanfaatan pada daerah sempadan sungai dapat difungsikan sebagai ruang terbuka hijau dengan pembuatan taman, jalan, dsb, sehingga kondisi sungai dapat terjaga dan terawat dengan baik. Adapun arahan rencana pengelolaan untuk penataan kawasan sungai adalah sebagai berikut :  Penegasan batas fisik kawasan sempadan sungai bangunan oleh Pemerintah

  Daerah ; Untuk menghindari berkembangnya pemanfaatan lahan terbangun di sepanjang sungai yang ada di Kota Mojokerto, perlu adanya batas fisik tentang garis sempadan sungai yang belum ada bangunan sesuai dengan ketetapan yang telah ada ;

   Perlindungan sekitar sungai atau sebagai sempadan sungai dilarang mengadakan alih fungsi lindung yang menyebabkan kerusakan kualitas air sungai ;

   Penegasan batas kawasan sempadan sungai oleh Pemerintah Daerah ;  Perlu adanya sosialisasi kepada masyarakat tentang penetapan garis sempadan sungai, fungsi dan manfaat dari garis sempadan tersebut ;  Di dalam mengeluarkan ijin bangunan perlu mengacu pada garis sempadan yang telah ditetapkan, jika terjadi pelanggaran perlu adanya sanksi hukum yang tegas ;

   Perlu adanya pemantauan dan pengendalian terhadap bangunan di sepanjang sungai yang ada yang dapat dilakukan bersama-sama antara dinas dan instansi yang terkait dengan masyarakat ;

   Pemanfaatan ruang terbuka hijau di sepanjang sungai dapat dimanfaatkan untuk pembuatan taman, jogging track, dan sebagainya. Sehingga kondisi di sepanjang sungai tersebut dapat lebih terawat dan memiliki estetika, salah satunya adalah Sungai Brantas. Hal ini dimaksudkan karena selain berfungsi untuk melindungi juga dapat memberikan kontribusi bagi pelestarian lingkungan kota yang lebih asri.

  7. Pertanian Kota Mojokerto mempunyai kawasan pertanian yang terdapat di Kelurahan Prajuritkulon, Blooto, Surodinawan, dan Pulorejo. Kawasan pertanian yang ada tersebut diantaranya ialah kawasan pertanian tanaman pangan, holtikultura, kawasan perkebunan, kawasan peternakan, dan kawasan perikanan. Adapun kawasan pertanian tersebut seluas 104,25 Ha atau 6,33%. Dimana kawasan tersebut juga ditetapkan sebagai lahan pertanian pangan berkelanjutan (LP2B) di Kota Mojokerto. Untuk kawasan peternakan lokasinya menyatu dengan perumahan.

  Sedangkan kawasan perikanan yang terdapat di Kota Mojokerto ini terdiri dari waduk, perairan umum, dan kolam. Keberadaan dari waduk ini berlokasikan di Kelurahan Mentikan, Prajuritkulon, dan Pulorejo dengan luas sebesar 1,2 Ha. Pada kawasan perikanan yang terdapat di perairan umum, tepatnya terdapat di Sungai Brantas, Pulo/Ngotok, Brangkal, Sadar, Cemporat, Ngrayung, dan Watu Dakon. Serta untuk kawasan perikanan yang terdapat di kolam adalah seluas 6,1 Ha. Secara umum, rencana pengembangan kawasan pertanian diarahkan sebagai berikut :  Penerapan pola disinsentif meliputi pengurusan perizinan, pembukaan akses jalan, pemasangan utilitas (listrik, telepon, air bersih, drainase, dan persampahan).  Penerapan insentif meliputi bantuan pupuk dan obat-obatan secara berkala, kemudahan pengajuan kredit tanam, suplai air irigasi yang kontinu, dan stabilisasi harga jual hasil panen  Pengembangan prasarana pengairan.  Pengendalian kegiatan lain agar tidak mengganggu lahan pertanian yang subur.  Mempertahankan fungsi kawasan pertanian sesuai dengannya  Membatasi kegiatan pembangunan disekitar kawasan pertanian potensial.  Mengupayakan ekstensifikasi pertanian meliputi daya dukung tanah, daya dukung pengairan/irigasi, dan produktivitas lahan pertanian.

   Mengembangkan sentra produksi tanaman pertanian sesuai dengan jenis tanaman yang cocok dan produksi yang dominan.

  8. RTH Publik Seperti yang tertuang dalam UU No. 26 Tahun 2007 dan Permendagri No. 1 Tahun 2007 tentang Penyediaan Ruang Terbuka Hijau (RTH) Perkotaan, maka ruang terbuka hijau kota yang perlu dipertahankan keberadaannya untuk mendukung penyediaan Ruang Terbuka Hijau (RTH) Kota adalah sebesar 30% dari luas wilayah Kota dengan Ruang Terbuka Hijau (RTH) Publik sebesar 20% dan Ruang Terbuka Hijau (RTH) Privat sebesar 10%. Kondisi eksisting ruang terbuka hijau (RTH) publik di Kota Mojokerto pada tahun 2014 sebesar 71,284 Ha dengan jenis RTH yaitu taman RT, Taman RW, taman kelurahan, taman kecamatan, taman kota, taman jalan, hutan kota dan kebun bibit, tempat pemakaman umum (TPU), sempadan sungai, sempadan rel kereta api, sempadan SUTT/SUTET. Sedangkan untuk rencana kebutuhan ruang terbuka hijau (RTH) publik yaitu sebesar 329,409 Ha atau 20,02%.

  Rencana pengembangan ruang terbuka hijau (RTH) publik dapat dijelaskan sebagai berikut : a. RTH Taman RT

  Rencana pengembangan RTH taman RT untuk Kota Mojokerto sampai dengan tahun perencanaan tahun 2032 adalah seluas 2,14 Ha atau sekitar 0,13% dari luas keseluruhan. Untuk RTH taman RT ini tersebar secara merata di seluruh kelurahan yang ada di Kota Mojokerto.

  b. RTH Taman RW Rencana pengembangan RTH taman RW untuk Kota Mojokerto sampai dengan tahun perencanaan tahun 2032 adalah seluas 9,27 Ha atau sekitar 0,56% dari luas wilayah. Keberadaan dari RTH taman RW ini juga tersebar merata di seluruh wilayah kelurahan di Kota Mojokerto.

  c. RTH Taman Kelurahan Rencana pengembangan RTH taman kelurahan untuk Kota Mojokerto sampai dengan tahun perencanaan tahun 2032 adalah seluas 19,32 Ha atau sekitar 1,17%. Untuk RTH taman kelurahan ini terdapat di : Kelurahan Surodinawan, Kelurahan Kranggan, Kelurahan Prajuritkulon, Kelurahan Blooto, Kelurahan Pulorejo, Kelurahan Meri, Kelurahan Kedundung, dan Kelurahan Magersari.

  d. RTH Taman Kecamatan Untuk taman lingkungan tingkat kecamatan, jenis tanaman yang direkomendasikan adalah jenis tanaman yang memiliki fungsi ekologi dan klimatologi, fungsi peneduh, dan fungsi estetika. Rencana pengembangan RTH taman kecamatan untuk Kota Mojokerto sampai dengan tahun perencanaan tahun 2032 adalah seluas 14,48 Ha atau sekitar 0,88%. Adapun RTH taman kecamatan ini terdapat di Kelurahan Surodinawan, Kelurahan Gunung Gedangan, dan Kelurahan Kedundung.

  e. RTH Taman Kota Di wilayah Kota Mojokerto terdapat beberapa taman aktif berupa Taman Kota yang memiliki cakupan pelayanan skala kota. Taman yang dapat dikategorikan sebagai taman kota antara lain adalah Taman Kota Aloon-aloon yang ada di Kelurahan Kauman dan Magersari yang luasnya mencapai 10.200 m2 atau sekitar 1,02 Ha dan Taman Benteng Pancasila yang berada di Kelurahan Kedungsari yang luasnya mencapai 112 m2 atau sekitar 0,01 Ha. Pengembangan RTH taman kota untuk Kota Mojokerto direncanakan seluas 103,86 Ha atau sekitar 6,31 %. RTH taman kota ini memiliki fungsi sebagai keindahan kota. Adapun konsep pengembangan ruang terbuka : hijau selain sebagai taman kota yang juga sebagai taman wisata adalah : peningkatan potensi alam, sebagai wisata alam, dan sebagai penyangga air kawasan Kota Mojokerto.

  Rencana pengembangan RTH taman kota di Kota Mojokerto diarahkan pada : Kelurahan Kranggan, Kelurahan Blooto, Kelurahan Kauman, Kelurahan Pulorejo, Kelurahan Meri, Kelurahan Gunung Gedangan, Kelurahan Kedundung, Kelurahan Balongsari, Kelurahan Magersari, dan Kelurahan Wates.

  f. RTH Taman Jalan (Jalur Hijau) RTH taman jalan ini meliputi : RTH jalur jalan, dan RTH taman persimpangan jalan, monumen dan gerbang kota. Berdasarkan kondisi ekisting di Kota Mojokerto, luas jalur Hijau di Kota Mojokerto mencapai 2,286 Ha yang tersebar di beberapa ruas jalan Kota Mojokerto. Jenis vegetasi yang digunakan pada jalur hijau di Kota Mojokerto cukup beragam. Sedangkan rencana dari jalur hijau di Kota Mojokerto adalah sebesar 3,67 Ha, atau kira- kira sebesar 0,22% dari luas wilayah. Distribusi dari RTH taman jalan ini adalah sebagai berikut : Jl. Suromulang Timur, Jl. Suromulang Barat, Jl.

  Mojopahit, Jl.Mojopahit Selatan, Jl. Pahlawan, Jl. Jawa, Jl. Irian Jaya, Perumahan Kranggan Permai, Jl. Pahlawan,Jl. Bhayangkara, Jl. Cinde Baru 4, Perumahan DAM V Brawijaya, Jl. Komplek Balong Cangkring, Jl. Hasyim Ashari, Jl. Veteran, Jl. Watu Dakon, Jl. Gajah Mada, Jl. Benteng Pancasila, Jl.

  Empunala, Jl. Pemuda, Jl. Gunung Gedangan Timur, Jl. Gunung Gedangan, Jl. Residen Pamuji, Jl. Ahmad Yani, Jl. Sawunggaling, Jl. Durian, Jl. Raya Jabon, Terminal, Perumahan Permai Griya Meri, Jl. Bypass, Jl. Leci, dan Perumahan Permai Griya Ijen.

  g. RTH Pemakaman Umum Bentuk Ruang Terbuka Hijau RTH (RTH) lainnya di Kota Mojokerto berupa Makam. Pemakaman umum di Kota Mojokerto tersebar di Kelurahan dimana pada setiap kelurahan setidaknya memiliki 1 unit tempat pemakaman umum.

  Penyediaan ruang terbuka hijau pada areal pemakaman disamping memiliki fungsi utama sebagai tempat penguburan jenazah juga memiliki fungsi ekologis yaitu sebagai daerah resapan air, tempat pertumbuhan berbagai jenis vegetasi, pencipta iklim mikro serta tempat hidup burung serta fungsi sosial masyarakat disekitar seperti beristirahat dan sebagai sumber pendapatan. Luas pemakaman seluruhnya di Kota Mojokerto mencapai 24,620 Ha. Pemakaman tersebar di seluruh Kelurahan di Kota Mojokerto yang jumlahnya mencapai 13 unit.

  h. RTH Hutan Kota RTH hutan kota merupakan kumpulan tumbuh-tumbuhan berupa pohon dan asosiasinya yang tumbuh pada lahan kota atau di sekitar kota. Kondisi eksisting hutan kota di Kota Mojokerto terletak pada pertigaan Jalan Trunojowo dan Jalan Ahmad Yani dengan luas 0,476 Ha. Adapun rencana luas dari RTH hutan kota tersebut di tahun 2032 adalah seluas 87,09 Ha atau sekitar 5,27%. Arahan rencana RTH hutan kota tersebut adalah terdapat di : Kelurahan Kranggan, Kelurahan Miji, Kelurahan Blooto, Kelurahan Mentikan, Kelurahan Pulorejo, Kelurahan Meri, Kelurahan Gunung Gedangan, Kelurahan Kedundung, Kelurahan Balongsari, Kelurahan Magersari, dan Kelurahan Wates. i. RTH Sempadan Rel KA

  RTH sempadan rel kereta api merupakan ruang terbuka hijau yang penempatannya disepanjang kanan kiri jalan kereta api yang memiliki fungsi sebagai pelindung terhadap kecelakaan dan kebisingan. Kawasan sempadan rel kereta api yang ditetapkan di Kota Mojokerto meliputi : Kelurahan Miji, Kelurahan Prajuritkulon, Kelurahan Blooto, Kelurahan Mentikan, Kelurahan Meri, Kelurahan Gunung Gedangan, Kelurahan Kedundung, Kelurahan Balongsari, Kelurahan Magersari, dan Kelurahan Wates dengan arahan luasan total 17,55 Ha atau sekitar 1,07%.

  Kriteria garis sempadan jalan kereta api yang ditetapkan adalah sebagai berikut :  Garis sempadan jalan rel kereta api adalah ditetapkan dari as jalan rel terdekat apabila jalan rel kereta api itu lurus.  Garis sempadan jalan rel kereta api yang terletak di tanah timbunan diukur dari kaki tanggul.  Garis sempadan jalan rel kereta api yang terletak di dalam galian, diukur dari puncak galian tanah atau atas serongan.  Garis sempadan jalan rel kereta api yang terletak pada tanah datar diukur dari as jalan rel kereta api.  Garis sempadan jalan rel kereta api pada belokan adalah lebih dari 23 m diukur dari lengkung dalam sampai as jalan. Dalam peralihan jalan lurus ke jalan lengkung diluar as jalan harus ada jalur tanah yang bebas, yang secara berangsur

  • –angsur melebar dari jarak lebih dari 11 sampai lebih dari 23 m. Pelebaran tersebut dimulai dalam jarak 20 m di muka lengkungan untuk selanjutnya menyempit lagi sampai jarak lebih dari 11 m.

   Garis sempadan jalan rel kereta api tidak berlaku apabila jalan rel kereta api terletak di tanah galian yang dalamnya 3,5 m.  Garis sempadan jalan perlintasan sebidang antara jalan rel kereta api dengan jalan raya adalah 30 m dari as jalan rel kereta api pada titik perpotongan as jalan rel kereta api dengan as jalan raya dan secara berangsur

  • –angsur menuju pada jarak lebih dari 11 m dari as jalan rel kereta api pada titik 600 m dari titik perpotongan as jalan kereta api dengan as jalan raya.

  Upaya pengendalian kawasan sempadan rel kereta api meliputi :  Pemberian papan peringatan larangan melakukan aktifitas kegiatan pada jarak 20 m dari tengah rel lebih dari 11 m kiri kanan rel dapat dikembangkan sebagai RTH.  Membatasi perkembangan bangunan.  Untuk kawasan yang yang belum terdapat aktifitas sempadannya dapat digunakan sebagai RTH. j. RTH SUTT

  RTH sempadan SUTT merupakan jalur hijau yang penempatannya pada daerah di sekitar jalur yang dilewati SUTT, dengan fungsi sebagai sarana keamanan terhadap bahaya tegangan tinggi. Jalur hijau untuk daerah sekitar

  SUTT yang berdasarkan pada Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 05/PRT/M/2008 bahwa jarak bebas (minimum) antara penghantar SUTT 500 KV dengan bangunan tidak tahan api adalah minimal 14-15 meter. Untuk pengaman jalur tegangan tinggi dibuat buffer zone yang difungsikan sebagai RTH yang dibuat di sepanjang jalur tegangan tinggi tersebut dengan lebar minimal 14-15 meter dari kiri dan kanan jalur.

  Kawasan sempadan SUTT pada Kota Mojokerto terdapat di Kelurahan Meri, Kelurahan Gunung Gedangan, dan Kelurahan Kedundung dengan arahan luasan total sebesar 19,94 Ha atau sekitar 1,21%.

  Upaya pengelolaan kawasan sempadan SUTT, meliputi :  Pemberian papan peringatan larangan melakukan aktifitas kegiatan di bawah jaringan pada jarak minimal 20m dari garis tengah tiang SUTT.

   Untuk kawasan yang belum terdapat aktifitas digunakan sebagai RTH dengan vegetasi yang tidak tinggi tajuknya. Ruang udara yang harus bebas dari Ruang udara yang harus bebas dari kegiatan budi daya/transportasi kegiatan budi daya/transportasi bebas dari kegiatan budi daya Daerah daratan yang harus 20 m Daerah daratan yang harus bebas dari kegiatan budi daya 20 m

  9. Lahan Dapat diamati dari tabel luas wilayah menurut penggunaan lahan/tutupan lahan Kota Mojokerto tahun 2012 dapat dianalisa bahwa luas lahan di Kota Mojokerto adalah seluas 1.646 Ha. Untuk penggunaan lahan tidak terbangun cukup mendominasi dengan memiliki prosentase sebesar 60,67%. Penggunaan lahan tidak terbangun didominasi oleh lahan sawah seluas 440,70 Ha atau 26,79 %, kebun sebesar 192,71 Ha atau sebesar 11,70%, semak belukar seluas 101,87 Ha atau 6,19%, tanah kosong seluas 61,6 Ha atau 3,74%, hutan kota seluas 0,33 Ha atau sebesar 0,02%, taman seluas 19,49 Ha atau 1,18%, Taman Pemakaman

  Umum (TPU) seluas 20,38 Ha atau 1,24%, lapangan seluas 5,37 Ha atau 0,33%, kolam seluas 1,21 Ha atau 0,07%, Tempat Pemrosesan Akhir Sampah (TPAS) seluas 2,65 Ha atau 0,16%, rawa seluas 1,87 Ha atau 0,11%, perikanan seluas 1,22 Ha atau 0,07%, jalan seluas 105,36 Ha atau 6,4% dan sungai seluas 44 Ha atau sebesar 2,67%. Dari angka-angka tersebut dapat dilihat bahwa lahan di Kota Mojokerto termasuk lahan yang subur karena sebagian besar lahannya digunakan untuk lahan pertanian. Namun tetap harus dilakukan control ketat, karena tetap tidak menutup kemungkinan bahwa ke depannya akan ada kawasan lindung yang akan dialihfungsikan untuk kegiatan-kegiatan lain demi mendukung kelancaran pembangunan di Kota Mojokerto. Salah satu upaya mengantisipasi kemungkinan dampak negatif tersebut, maka diperlukan kegiatan penghijauan di Kota Mojokerto.

  10. Sanitasi dan Permukiman Kumuh Ada 3 (tiga) pendekatan atau strategi yang dapat ditempuh untuk pembangunan perumahan dan permukiman yang melibatkan peran serta masyarakat yaitu:  Pendekatan

  Kesejahteraan (welfare strategy). Dalam pendekatan kesejahteraan ini pemerintah memberi bantuan penuh kepada masyarakat yang membutuhkan rumah. Masyarakat yang dibantu tergolong dalam kelompok yang rentan atau sangat miskin, seperti kelompok masyarakat yang hidup di bawah garis kemiskinan, pengungsi akibat konflik sosial dan etnis, yang memerlukan uluran tangan dari pemerintah atau pihak luar agar dapat hidup layak.  Strategi Responsif (responsive strategy). Dalam strategi ini masyarakat yang dibantu adalah mereka yang berpenghasilan rendah dan secara ekonomi kurang aktif atau mereka yang terkena bencana alam atau musibah lainnya, seperti penggusuran, krisis ekonomi, dengan tujuan memulihkan kembali kepada kehidupan normal atau kondisi yang lebih baik.  Pendekatan Pemberdayaan (empowerment strategy). Peran masyarakat dominan. Fokus dari strategi ini adalah kelompok masyarakat berpenghasilan rendah dan aktif secara ekonomi serta tidak memiliki akses kepada sumber daya perumahan. Pendekatan yang dipilih dalam pelaksanaan kegiatan penataan permukiman kumuh di Kota Mojokerto adalah pendekatan atau strategi pembangunan perumahan dan permukiman yang ketiga, yaitu pendekatan pemberdayaan (empowerment strategy). Tujuan dari pendekatan pemberdayaan adalah untuk memampukan masyarakat memecahkan sendiri masalah yang dihadapi dengan potensi dan kemampuan yang dimilikinya. Di bidang perumahan dan permukiman, sejak tahun 1980-an konsep pemberdayaan ini berkembang menjadi enabling strategy, sehingga peran pemerintah bergeser dari penyedia menjadi pendorong atau fasilitator. Melalui enabling strategy sumber daya yang dimiliki negara akan menjadi lebih berdayaguna karena adanya berbagi peran dan kemitraan (role sharing and resources sharing) antara pemerintah, masyarakat, dan swasta. Masyarakat atau komunitas dapat ikut ambil bagian untuk mengisi kegiatan yang diprogramkan oleh pemerintah maupun bertindak sebagai pemeran utama bagi kegiatan yang diprakarsainya sendiri. Agar keterlibatan masyarakat di bidang penyelenggaraan perumahan dan permukiman menjadi dinamis dan berkelanjutan, maka diperlukan terbentuknya gerakan dari, oleh, dan untuk masyarakat. Dari sini timbul pola pikir untuk memberdayakan atau memampukan masyarakat dalam mengatasi permasalahan yang dihadapinya sendiri secara mandiri. Untuk semakin dapat memberikan alternatif dalam pemenuhan kebutuhan akan perumahan dan permukiman terutama dikawasan yang padat penduduknya, perlu dirintis Konsep pembangunan rumah susun dengan pendekatan peremajaan kota. Program penyediaan rumah susun tersebut dapat diintegralkan dengan Program Perbaikan Kampung (Kampung Improvement Program), sehingga tidak hanya diperoleh permukiman yang layak huni tapi juga lingkungan pendukung yang baik. Adapun elemen yang ditata dari Konsep penyediaan perumahan dan permukiman dengan pola ini adalah perbaikan saluran air hujan, saluran air limbah, sarana mandi cuci kakus (MCK), pengadaan air bersih, serta penanganan persampahan. Bagi kawasan yang masih memiliki lahan relatif luas maka dapat dikembangkan konsep kapling siap bangun untuk masyarakat berpenghasilan rendah. Kemudian konsep rumah sangat sederhana (RSS) yang dilaksanakan dengan subsidi pemerintah, usaha koperasi dalam pengadaan rumah, dan kemitraan antara pemerintah, dunia usaha, serta masyarakat. Pada kawasan yang dinilai merupakan kawasan cepat tumbuh maka diperlukan konsep penataan kawasan terintegrasi dalam bentuk RTBL (Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan). Dalam RTBL ini maka pengembangan kawasan perumahan dan permukiman yang menjadi salah satu elemen penataan dapat diperdetail sehingga dihasilkan desain tapak sebagai panduan perwujudan fisik bangunan dan lingkungan serta panduan bagi pengendalian pelaksanaan. RTBL

juga berisi rencana keserasian antarbangunan dan estetika lingkungan, di samping rencana fisik bangunan. Konsep penataan sarana prasarana sanitasi di kawasan permukiman kumuh adalah sebagai berikut : a. Peningkatan pelayanan air bersih, baik kualitasnya maupun kapasitas pelayanannya, mengingat bahwa air bersih ini merupakan kebutuhan dasar penduduk yang sangat penting.

  b. Mengingat bahwa air limbah merupakan buangan yang tidak dapat dipergunakan lagi tanpa mengalami proses pengelolaan terlebih dahulu dan penambahan kapasitas air limbah sebagai akibat dari meningkatnya jumlah penduduk, maka perlu dibuat suatu sistem jaringan riolering yang lebih baik, yang dapat menampung seluruh air buangan dan jika diperlukan sekali dapat dikembangkan suatu instalasi pengelolaan air limbah (sewerage treatment).

  c. Peningkatan sarana-prasarana sanitasi dengan membuat MCK umum bagi masyarakat yang belum memiliki MCk serta mensosialisasikan MCK tersebut pada masyarakat yang belum mengerti manfaatnya MCK bagi kehidupannya dan kebersihan lingkungan sekitarnya.

  d. Mengembangkan sistem jaringan drainase yang lebih baik dengan meningkatkan kualitas dan kuantitas dimensi saluran sehingga dapat menampung seluruh debit air hujan, serta kalau perlu memisahkannya dengan saluran pembuangan air limbah, maupun jaringan irigasi. Tetapi dalam beberapa kasus atau keadaan, saluran limbah dan saluran drainase dapat disatukan.

  e. Mengembangkan serta meningkatkan sistem pengelolaan sampah yang menyangkut :  Penentuan lokasi pengumpulan awal  Meningkatkan cara pengangkutan  Menentukan lokasi pengumpulan akhir  Pemilihan cara atau sistem pemrosesan akhir

  f. Memperkuat kerjasama antar instansi pemerintah yang berkaitan dengan permasalahan permukiman kumuh, serta mengembangkan kerjasama/kemitraan dengan pihak masyarakat (pokmas, LSM) dan pihak swasta/dunia usaha.

  

Sumber: Penanganan Kawasan Kumuh dan Permukiman Tradisional, Departemen Pekerjaan Umum,

2007.

Gambar 10.2. Peranan Pemerintah, Swasta dan Masyarakat Dalam Penyelesaian Permasalahan Permukiman Kumuh

  11. Persampahan Konsep 3R (Reduce, Reuse, Recycle) merupakan faktor penting untuk menuju Zero Waste (Tidak Menghasilkan Sampah). Sejumlah negara maju telah menerapkan Zero Waste ini dalam Visi Pembangunan suatu kota.

  Pada prinsipnya Zero Waste dapat dipahami sebagai upaya memaksimalkan sistem daur-ulang dan meminimalisasi sampah (waste). Dalam prakteknya adalah upaya untuk mengoptimalkan produk-produk yang telah dihasilkan agar dapat didaur-ulang, diperbaiki, digunakan kembali oleh alam atau dalam pasar. Melalui Zero Waste ini paling tidak bisa diterapkan dalam suatu sistem proses manufaktur agar sumberdaya yang digunakan tidak hilang dan menjadi langka atau dengan kata lain lebih memberikan jaminan keberlangsungan manfaat sumberdaya tadi. Dengan demikian sumberdaya atau bahan-bahan yag digunakan untuk membuat suatu produk tidak hanya menjadi sampah atau sampah yang dibuang ke tempat penampungan sampah ataupun dibakar dan dimusnahkan dalam suatu alat insinerator. Kebijakan gerakan Zero Waste ini ditujukan kepada seluruh stakeholder, mulai dari seluruh lapisan masyarakat, industri dan juga pemerintah daerah yang bersangkutan. Sebagai syarat bagi keberhasilan program ini adalah partisipasi aktif seluruh stakeholder pembangunan daerah. Adapun peran dan fungsi yang dijalankan oleh masing-masing stakeholder atau lapisan masyarakat di daerah adalah sebagai berikut :  Perancang industri

  Harus dapat memastikan bahwa seluruh produknya dirancang untuk jangka panjang (atau tahan lama), dapat diperbaiki dan mudah didaur-ulang.  Manufaktur

  Menggunakan bahan-bahan atau sumberdaya alam atau artifisial dalam proses produksi yang tidak menimbulkan polusi melalui teknik proses yang telah teruji.  Pedagang ritel

  Harus ikut berpartisipasi mendidik publik tentang produk dan jasa yang bisa tahan lama, dapat diperbaiki, dan pada akhirnya masa pakai barang-barang tersebut didaur ulang.  Pemerintah Daerah

  Berperan menyusun standar yang dapat mendorong dihasilkannya produk- produk yang bisa tahan lama, dapat diperbaiki, dan dapat didaur ulang. Selain itu Pemerintah Daerah juga dapat merancang suatu sistem pemulihan sumberdaya yang menjadi sampah dan program daur ulang sesuai dengan karakter daerahnya. Pemerintah daerah juga harus dapat memastikan partisipasi aktif warganya secara luas dalam membentuk komunitas Zero

  Waste.

   Pemerintah Pusat Berperan menetapkan target nasional dari program Zero Waste berikut aturan-aturan operasional yang mendukung.

   Individu/ warga Berpartisipasi secara aktif dan mendukung program Zero Waste dengan kesadaran penuh akan manfaat program ini. Partisipasi ini dapat berupa, misalnya, hanya membeli barang-barang yang dapat dimanfaat kembali, didaur ulang, dan dapat diasimilasi.