BAB II IMPLEMENTASI PERLINDUNGAN KESEHATAN DAN KESELAMATAN KERJA PADA PERUSAHAAN PT. KARYA TANAH SUBUR - Aspek Hukum Perlindungan Keselamatan Dan Kesehatan Kerja Pada Perusahaan PT. Karya Tanah Subur (Padang Sikabu-Meulaboeh)

BAB II IMPLEMENTASI PERLINDUNGAN KESEHATAN DAN KESELAMATAN KERJA PADA PERUSAHAAN PT. KARYA TANAH SUBUR A. Pengertian Kesehatan dan Keselamatan Kerja

1. Pengertian Kesehatan Kerja

  Menurut Suma’mur Kesehatan Kerja adalah ilmu spesialisasi dalam ilmu kesehatan yang bertujuan agar para pekerja dan masyarakat pekerja memperoleh derajat kesehatan setinggi-tingginya baik fisik atau mental maupun sosial dengan usaha-usaha prevensif dan kuratif terhadap penyakit atau gangguan kesehatan yang diakibatkan faktor pekerjaan dan

   lingkungan kerja serta penyakit umum.

  Adapun kesehatan kerja memiliki sifat sebagai berikut, yaitu : a. sasaranya adalah manusia b. bersifat medis

  Konsep kesehatan kerja dewasa ini semakin banyak berubah, bukan sekedar kesehatan pada sektor industri saja, tetapi juga mengarah pada upaya kesehatan untuk semua orang dalam melakukan pekerjaanya 31) (total health of all at work).

  Suma’mur, ”Higene Perusahaan dan Kesehatan Kerja (Cetakan ke-2) (Jakarta : Gunung Agung, 1967), hal. 1.

  Dan ilmu ini tidak hanya hubungan antara efek lingkungan kerja dengan kesehatan, tetapi juga hubungan antara status kesehatan pekerja dengan kemampuannya untuk melakukan tugas yang harus dikerjakannya dan tujuan dari kesehatan kerja adalah mencegah timbulnya gangguan

   kesehatan daripada mengobatinya.

  Sehat senantiasa digambarkan keadaan fisik, mental dan sosial seseorang yang tidak saja bebas dari penyakit atau gangguan kesehatan lainnya juga menunjukan kemampuan seseorang untuk berinteraksi dengan

   lingkungan dan pekerjaannya.

  Paradigma baru dalam aspek kesehatan mengupayakan agar yang sehat tetap sehat dan bukan sekedar mengobati, merawat dan menyembuhkan gangguan kesehatan atau penyakit. Oleh karenanya, perhatian pertama di bidang kesehatan lebih ditujukan ke arah pencegahan terhadap kemungkinan timbul penyakit serta pemeliharaan kesehatan seoptimal mungkin.

  Status kesehatan seseorang, menurut Blum ditentukan oleh empat faktor yakni : a.

  Lingkungan, berupa lingkungan fisik (alami, buatan) kimia (organik, atau anorganik, logam berat atau debu), biologis (virus, bakteri, mikroorganisme) dan sosial budaya (ekonomi, pendidikan dan 32) pekerjaan).

  

J.M. Harrinton dan F.S. Gill, “Buku Saku Kesehatan Kerja” (Edisi : 3) (Jakarta : EGC), hal. 3. 33) Ibid b.

  Prilaku, yang meliputi : sikap, kebiasaan, dan tingkah laku.

  c.

  Pelayanan kesehatan yang meliputi : promotif, perawatan, pengobatan, pencegahan kecacatan, dan rehabilitasi.

  d.

  Dan yang terakhir Genetik yang merupakan faktor bawaan setiap manusia.

  Pekerjaan mungkin berdampak negatif bagi kesehatan akan tetapi sebaliknya pekerjaan juga dapat memperbaiki tingkat kesehatan dan kesejahteraan pekerja bila dikelola dengan baik. Demikian juga status kesehatan pekerja yang sangat mempengaruhi produktivitas kerjanya, pekerja yang sehat memungkinkan tercapainya hasil kerja baik bila dibandingkan dengan pekerja yang terganggu kesehatannya.

  Pada tahun 1950 satu komisi bersama ILO dan WHO menyusun definisi kesehatan kerja. Menurut komisi tersebut kesehatan kerja adalah merupakan promosi dan pemeliharaan kesejahteraan fisik, mental dan sosial pekerja pada jabatan apapun dengan sebaik-baiknya dan layanan tersebut memerlukan peran serta para manejer dan serikat kerja. Sejumlah kaum professional terlibat dalam bidang ini seperti Dokter, Ahli Higene Kerja, Ahli Toksiologi, Ahli Mikrobiologi, Ahli Ergonomi, Perawat, Sarjana Hukum, Ahli Labotarium, Ahli Epidemiologi, dan

   34) Insinyur Keselamatan.

  Ibid

  Sedangkan tujuan utama kesehatan kerja menurut Suma’ur adalah

  

  sebagai berikut : 1.

  Menciptakan tenaga kerja yang sehat dan produktif.

  2. Pencegahan dan pemberantasan penyakit-penyakit dan kecelakaan akibat kerja.

  3. Pemeliharaan dan peningkatan kesehatan dan gizi tenaga kerja.

  4. Pemberantasan kelelahan kerja dan penglipatgandaan kegairahan serta kenikmatan kerja.

  5. Perawatan dan mempertinggi efisiensi dan daya produktivitas tenaga manusia.

  6. Perlindungan bagi masyarakat sekitar perusahaan yang bersangkutan.

  7. Dan perlindungan masyarakat luas dari bahaya-bahaya yang mungkin ditimbulkan oleh produk-produk industri.

  Dengan demikian kesehatan kerja termasuk jenis perlindungan sosial yaitu suatu perlindungan yang berkaitan dengan usaha masyarakat yang tujuannya memungkinkan pekerja atau buruh mengenyam dan mengembangkan perikehidupannya sebagai manusia pada umumnya, dan khususnya sebagai anggota masyarakat dan

   35) anggota keluarga.

  Suma’mur, ”Higene Perusahaan dan Kesehatan Kerja (Cetakan ke-2) (Jakarta : Gunung Agung, 1967), hal. 2. 36) Zaeni Asyhadie, “Hukum Kerja Bidang Hubungan Kerja” (Jakarta : Rajawali Grafindo, 2007), hal. 78.

2. Pengertian Keselamatan Kerja

  Menurut Suma’mur keselamatan kerja adalah keselamatan yang bertalian dengan mesin, pesawat, alat kerja, bahan dan proses pengolahannya, landasan tempat kerja dan lingkungannya serta cara melakukan pekerjaan. Dan sasarannya adalah tempat kerja baik di darat, di dalam tanah, di permukaan air, maupun di udara.

  

  Ruang lingkup keselamatan dan kesehatan kerja menurut Pasal 2 Undang-Undang No. 1 tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja adalah mencakup keselamatan kerja dalam segala tempat kerja, baik di darat, di tanah, di permukaan air, di dalam air, maupun di udara.

  

  Dan yang dimaksud dengan tempat kerja di dalam Pasal 1 (1) UU No. 1 tahun 1970 yaitu tiap ruangan atau lapangan tertutup atau terbuka, bergerak atau tetap, dan halaman dan sekelilingnya yang berhubungan dengan tempat dimana tenaga kerja bekerja atau yang sering dimasuki untuk keperluan suatu usaha dan dimana terdapat sumber bahaya.

  

  Tujuan dari Keselamatan kerja menurut Suma”mur adalah :

   a.

  Melindungi tenaga kerja atas hak keselamatanya dalam melakukan pekerjaan untuk kesejahteraan hidup dan meningkatkan produksi serta produktivitas nasional.

  b.

  Menjamin keselamatan setiap orang lain yang berada di tempat kerja c. Sumber produk dipelihara dan dipergunakan secara aman dan efisien. 37)

  Suma”mur, “Keselamatan Kerja dan Pencegahan Kecelakaan (Jakarta : Haji Masagung 1981), hal. 1. 38) UU No. 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja 39) Ibid 40) Ibid

  Sedangkan sasaran utama dari keselamatan kerja adalah tempat kerja,

  

  yang padanya : a.

  Dibuat, dicoba dipakai atau dipergunakan mesin, pesewa alat, perkakas, peralatan atau instansi yang berbahaya atau dapat menimbulkan kecelakaan, kebakaran atau peledakan.

  b.

  Dibuat, diolah, dipakai, dipergunakan, diperdagangkan, diangkut, atau disimpan bahan atau barang yang dapat meledak, mudah terbakar, menggigit, beracun, menimbulkan infeksi, bersuhu tinggi.

  c.

  Dikerjakan pembangunan, perbaikan, perawatan, pembersihan atau pembongkarann rumah, gedung, atau terowongan di bawah tanah.

  d.

  Dilakukan usaha pertanian, perkebunan, pembukaan hutan, pengerjaan hutan, pengolahan kayu, atau hasil hutan lainnya, peternakan, perikanan, dan lapangan kesehatan.

  e.

  Dilakukan usaha pertambangan dan pengolahan emas, perak, logam, atau biji logam, batu-batuan, gas, minyak, atau mineral lainnya, baik di permukaan bumi atau di dasar perairan.

  f.

  Dilakukan pengangkutan barang, binatang atau manusia, baik di daratan, melalui terowongan, di permukaan air, dalam air, maupun udara.

  g.

  Dikerjakan bongkar muat barang muatan di kapal, perahu, dermaga, dok, stasiun atau gudang.

  h.

  Dilakukan penyelaman, pengambilan benda dan pekerjaan lain 41) di dalam air.

  Ibid i.

  Dilakukan pekerjaan di bawah tekanan udara atau suhu yang tinggi atau rendah. j.

  Dilakukan pekerjaan yang mengandung bahaya tertimbun tanah, kejatuhan, terkena pelantingan benda, terjatuh atau terperosok, hanyut atau terpelanting. k.

  Dilakukan pekerjaan dalam tangki, semur atau lobang. l.

  Terdapat atau menyebar suhu, kelembapan, debu, kotoran, api, asap, uap, gas, hembusan angin, cuaca, sinar, radiasi, suara atau getaran. m.

  Dilakukan pembuangan atau pemusnahan sampah atau limbah. n.

  Dilakukan pendidikan atau pembinaan, percobaan, penyelidikan atau riset yang mengunakan alat teknis o.

  Dibangkitkan, diubah, dikumpulkan, disimpan, dibagi-bagikan, atau disalurkan, listrik, gas, minyak atau air. p.

  Dilakukan pekerjaan-pekerjaan lain yang berbahaya.

  Lebih lanjut syarat-syarat keselamatan kerja menurut Pasal 3 UU

  

  No. 1 Tahun 1970 tentang keselamatan kerja, yaitu : a.

  Mencegah dan mengurangi kecelakaan, b. Mencegah, mengurangi dan memadamkan kebakaran, c. Mencegah dan mengurangi bahaya peledakan d. Memberi kesempatan atau jalan menyelamatkan diri e. Memperoleh penerangan yang cukup dan sesuai, menyelenggarakan suhu udara yang baik, memelihara ketertiban dan kebersihan, mengamankan dan memelihara bangunan.

f. 42) Mencegah agar jangan sampai terkena aliran listrik yang berbahaya.

  UU No. 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja.

  Jadi, Syarat keselamatan kerja mengandung prinsip teknis ilmiah yang menjadi kumpulan peraturan yang tersusun secara sistematis, jelas dan praktis, yang menyangkut bidang konstruksi, bahan pengolahan dan pembuatan alat-alat perlindungan dan lain-lainnya.

B. Dasar Hukum Pengaturan K3 di Indonesia Undang-undang No. 1 Tahun 1951 tentang Kerja

  Di dalam UU No.1 tahun 1951 tentang Kerja, mengatur tentang jam kerja, cuti tahunan, cuti hamil, cuti haid bagi pekerja wanita, peraturan tentang kerja anak-anak, orang muda, dan wanita, persyaratan tempat kerja, dan lain-lain. Dalam Pasal 16 ayat 1 UU No. 1 Tahun 1951 yang menetapkan, bahwa “Majikan harus mengadakan

  tempat kerja dan perumahan yang memenuhi syarat-syarat kebersihan dan Kesehatan ”.

  Undang-undang No. 2 Tahun 1952 tentang Kecelakaan Kerja

  Undang-undang No. 2 tahun 1952 tentang Kecelakaan Kerja, Undang-Undang Konpensasi Pekerja (Workmen Compensation Law) Undang-undang ini menentukan penggantian kerugian kepada buruh yang

   mendapat kecelakaan atau penyakit akibat kerja. 43) Suma’mur, “Higene Perusahaan dan Kesehatan”, Cetakan ke-2, (Jakarta : Gunung Agung, 1967), hal. 29. 44) Ibid

  Undang-undang No. 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja

  Dan Undang-undang Keselamatan Kerja diundangkan pada tahun 1970 dan menggantikan Veilligheids Reglement pada Tahun 1910 (Stb. No. 406).

  Mengatur tentang syarat-syarat keselamatan kerja, kewajiban dari pengurus, sanksi terhadap pelanggaran terhadap undang-undang ini dan juga mengatur tentang Panitia Pembina Kesehatan dan Keselamatan Kerja.

  Perlindungan Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) yang merupakan jenis perlindungan prevensif yang diterapkan untuk mencegah timbulnya Kecelakaan Kerja (K2) dan Penyakit Akibat Kerja (PAK). Undang-Undang No. 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja menegaskan bahwa perlindungan terhadap Pekerja/buruh di tempat kerja merupakan hak yang

   harus dipenuhi oleh setiap perusahaan yang mempekerjakan pekerja/buruh.

  Secara umum perlindungan di tempat kerja (work place) mencakup : a.

  Keselamatan dan Kesehatan Kerja; b. Moral dan Kesusilaan; c. Perlakuan yang sesuai dengan harkat dan martabat manusia serta nilai-nilai agama.

  Selain Undang-undang tentang Keselamatan Kerja, Pemerintah telah mengeluarkan regulasi guna mendukung Pelaksanaan Keselamatan dan Kesehatan Kerja, berbagai peraturan yang berhubungan dengan Keselamatan

   45) dan Kesehatan Kerja (K3) antara lain : Agusmidah, “Dinamika Hukum Ketenagakerjaan Indonesia” (Medan : USU Press 2010), hal. 73. 46) 47) UU No. 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan Pasal 86 ayat 1.

  Agusmidah, “Dinamika Hukum Ketenagakerjaan Indonesia” (Medan : USU Press 2010), hal. 73. a.

  UU No. 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja; b. Permenaker No. 4 Tahun 1995 Tentang Perusahaan Jasa Keselamatan dan Kesehatan Kerja; c.

  Instruksi Menaker RI No. 5 Tahun 1996 Tentang Pengawasan dan Pembinaan K3 pada Kegiatan Konstruksi Bangunan; dan d. Permenaker No. 5 Tahun 1996 tentang SMK3

  Undang-undang No. 3 Tahun 1992 tentang Jamsostek

  Undang-undang No 3 Tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja, dalam Pasal 1 butir (1) memberi perlindungan bagi tenaga kerja dalam bentuk santunan berupa uang sebagai pengganti sebagian dan penghasilan yang hilang atau berkurang akibat peristiwa atau keadaan yang dialami oleh tenaga kerja berupa kecelakaan kerja, sakit, hamil,

   bersalin, hari tua, dan meninggal dunia.

  Adapun jaminan sosial tenaga kerja menurut UU No. 3 tahun 1992 mengatur empat program pokok yang harus diselengarakan oleh Badan Penyelenggara Jamsostek. Dan kepada perusahaan yang mempekerjakan paling sedikit sepuluh orang pekerja atau membayar upah paling sedikit Rp 1.000.000,- sebulan wajib mengikutsertakan pekerjanya ke dalam program Jamsostek yang tercantum dalam Pasal 6 ayat 1 Undang-Undang

   48) No. 3 Tahun 1992 Tentang Jamsostek. Keempat program tersebut adalah : 49) UU No. 13 Tahun 2003 Pasal 1 butir 1.

  Zaeni Asyhadie, “Hukum Kerja, Hukum Ketenagakerjaan Bidang Hubungan Kerja” (Jakarta : PT. Rajawali Grafindo, 2007), hal. 105. a.

  Jaminan Kecelakaan Kerja b. Jaminan Kematian c. Jaminan Hari Tua d. Jaminan Pemeliharaan Kesehatan

  Undang-undang No. 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan

  Undang-undang No. 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan Undang-undang ini merupakan payung bagi peraturan lainnya yang menyangkut masalah ketenagakerjaan dalam penjelasan umumnya

  

  memuat aturan tentang : a.

  Pekerja Anak b. Pekerja Orang Muda c. Pekerja Wanita/Perempuan d. Tentang Penyandang Cacat e. Waktu Kerja, Istirahat dan Megaso f. Tempat kerja dan perumahan buruh; untuk semua pekerjaan tidak membeda-bedakan tempatnya, misalnya : di bengkel, di pabrik, di rumah sakit, di perusahaan pertanian, perhubungan, pertambangan, dan lain-lain.

  50) Zaeni Asyhadie, ”Hukum Kerja Bidang Hubungan Kerja” (Jakarta : Raja Grafindo, 2007), hal. 83.

  Pekerja Anak

  Anak yang dimaksud dalam Pasal 1 angka 26 UU No. 1 Tahun 1948 tentang Kerja adalah “Setiap orang yang berumur di bawah 18 tahun”, sedangkan menurut UU No. 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan Pasal 70

   ayat 2 Anak adalah “Setiap orang yang berumur paling sedikit 14 Tahun”.

  UU No. 13 tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan mengatur tentang norma kerja mulai Pasal 68 sampai Pasal 75 yang mana pasal-pasal tersebut melarang keras pengusaha mempekerjakan anak-anak di bawah umur 13-15 tahun, kecuali untuk melakukan pekerjaan ringan sepanjang tidak mengganggu perkembangan dan kesehatan fisik, mental, dan sosial dan apabila pengusaha

  

  mempekerjakan anak pada pekerjaan ringan harus memenuhi persyaratan : a.

  Adanya izin tertulis dari orang tua atau wali; b. Adanya perjanjian kerja antara pengusaha dengan orang tua atau wali; c. Waktu kerja maksimum 3 (tiga) jam; d. Dilakukan pada siang hari dan tidak mengganggu waktu sekolah; e. Keselamatan dan Kesehatan Kerja; f. Adanya hubungan kerja yang jelas; g.

  Menerima upah sesuai dengan ketentuan yang berlaku Dan secara khusus UU No. 1 tahun 1951 tentang kerja tidak memberi batasan tentang pekerja anak batasan yang dapat digunakan

  

  antara lain : 51)

  Agusmidah, “Dinamika Hukum Ketenagakerjaan Indonesia” (Medan : USU Press 2010), hal. 62. 52) 53) UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan Pasal 69 ayat 1 dan 2 Ibid a.

  Pekerja anak adalah anak-anak yang bekerja baik sebagai tenaga upahan maupun pekerja keluarga b.

  Pekerja anak adalah anak yang bekerja di sektor formal maupun informal dengan berbagai status hubungan kerja Tidak semua pekerjaan dapat diberlakukaan kepada anak, dalam hal ini ada kategori pekerjaan tertentu yang dianggap tidak baik meliputi :

   a.

  Segala sesuatu dalam bentuk perbudakan dan sejenisnya; b. Segala pekerjaan yang memanfaatkan, menyediakan, dan menawarkan anak untuk pelacuran, produksi pornografi, pertunjukan porno dan perjudian; c.

  Segala pekerjaan yang memanfaatkan, menyediakan, atau melibatkan anak untuk produksi dan perdagangan minuman keras, narkotika, psikotropika, dan zat adiktif lainnya; atau d. Semua pekerjaan yang membahayakan kesehatan, keselamatan, atau moral anak.

  Selain UU No. 1 tahun 1948 tentang kerja terdapat beberapa peraturan lain yang berkaitan dengan pekerja anak adalah :

   a.

  UU No. 20 tahun 1999 meratifikasi Konvensi ILO No. 138 Tahun 1973 Tentang Usia Minimum untuk Diperbolehkan Bekerja b. UU No. 1 Tahun 2000 meratifikasi Konvensi ILO No. 182 Tahun 1973 tentang Pelarangan dan Tindakan Segera untuk Menghapus Bentuk-bentuk

  Pekerjaan Terburuk Buat Anak 54) Ibid , hal. 68. 55) Ibid c.

  KEP. 135/MEN/2003 tentang Jenis-jenis Pekerjaan yang Membahayakan Kesehatan, Keselamatan dan Moral Anak d. KEP.15/MEN/VII/2004 tentang Perlindungan Bagi Anak yang Melakukan Pekerjaan untuk Mengembangkan Bakat dan Minat.

  e.

  Dan lain-lain

  Pekerja Orang Muda

  Tidak hanya pekerja anak yang mendapat perlindungan akan tetapi orang muda yang bekerja juga harus diperhatikan baik waktu kerja maupun waktu istirahat dan tempat kerja agar tidak terjadi kecelakaan kerja dan larangan menjalankan pekerjaan pada malam hari kecuali larangan tersebut tidak dihindarkan karena menyangkut kepentingan atau kesejahteraan umum dan larangan terhadap orang muda menjalankan pekerjaan berbahaya bagi kesehatan

   dan keselamatannya.

  Orang muda dilarang menjalankan pekerjaannya di tambang, lobang, di dalam tanah, atau tempat mengambil logam dan bahan-bahan lain di dalam tanah, tetapi larangan tersebut tidak berlaku terhadap buruh muda yang berhubungan dengan pekerjaannya kadang-kadang harus turun ke bawah tanah dan tidak menjalankan pekerjaannya dengan tangan tetapi dengan menggunakan

   alat-alat kerja tertentu. 56) 57) Penjelasan UU No. 1 Tahun 1951 tentang Kerja.

  Ibid

  Pekerja Wanita/Perempuan

  Mempekerjakan Perempuan di perusahaan tidaklah semudah yang

  

  dibayangkan. Masih ada beberapa hal yang harus diperhatikan antara lain : a.

  Para wanita pada umumnya bertenaga lemah, halus, tetapi tekun; b. Norma susila harus diutamakan agar tenaga kerja wanita tidak terpengaruh oleh perbuatan negatif dari tenaga kerja lawan jenisnya (laki-laki) terutama kalau bekerja pada malam hari; c. Para tenaga kerja wanita pada umumnya mengerjakan pekerjaan halus sesuai dengan kehalusan sifat dan tenaganya; d.

  Para tenaga kerja wanita yang masih gadis, telah bersuami yang dengan sendirinya mempunyai beban rumah tangga yang harus dilaksanakan pula.

  Dengan demikian UU No. 13 mulai Pasal 76 menentukan norma kerja

  

  perempuan sebagai berikut : a.

  Pekerja atau buruh Perempuan yang berumur kurang dari 18 tahun dilarang dipekerjakan antara pukul 23.00 WIB sampai 07.00 WIB.

  b.

  Pekerja atau buruh Perempuan yang hamil yang menurut keterangan dokter berbahaya bagi kesehatan dan keselamatan kandungannya.

  c.

  Pengusaha yang mempekerjakan pekerja atau buruh Perempuan antara pukul 23.00 WIB sampai pukul 07.00 WIB wajib : 1)

  Memberikan makanan dan minuman bergizi; dan 2)

  Menjaga kesusilaan dan keamanan di tempat kerja

  d. Dan pengusaha wajib menyediakan angkutan antar jemput bagi pekerja yang berangkat kerja antara pukul 23.00 WIB sampai 05.00 WIB. 58)

  Gunawi Kartasapoetra, “Hukum Perburuhan Pancasila Bidang Pelaksanaan Hubungan Kerja” (Bandung : Armico 1983), hal. 43. 59) UU No. 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan Pasal 76.

  Penyandang Cacat

  Pekerja cacat oleh UU diberi perlindungan untuk melakukan hubungan kerja dengan majikan/pengusaha. Dalam UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan Pasal 67 ayat 1 “Pengusaha yang mempekerjakan penyandang cacat wajib memberikan perlindungan sesuai dengan jenis dan derajat kecacatannya” perlindungan tersebut misalnya penyediaan aksebilitas, pemberian alat kerja, dan alat pelindung diri (APD).

  Penyandang Cacat Menurut UU No. 4 Tahun 1997 tentang Penyandang Cacat adalah “Setiap orang yang mempunyai kelainan fisik dan mental yang dapat mengganggu atau merupakan rintangan dan hambatan baginya untuk melakukan selayaknya” penyandang cacat menurut undang-undang No. 4 tahun 1997 ayat 1

  

  angka 1 terdiri dari : a.

  Penyandang Cacat Fisik yaitu kecacatan yang mengakibatkan gangguan pada fungsi tubuh, antara lain gerak tubuh, penglihatan, pendengaran dan kemampuan bicara; b. Penyandang Cacat Mental adalah kelainan mental atau tingkah laku baik cacat bawaan maupun akibat penyakit; c.

  Penyandang Cacat Fisik dan Mental adalah keadaan seseorang yang menyandang cacat dua jenis kecacatan sekaligus.

  60) UU No. 4 Tahun 1999 tentang Penyandang Cacat Pasal 1 angka 1

  Waktu Kerja, Istirahat, dan Waktu Megoso a.

  Waktu Kerja dan Megoso Waktu Kerja menurut Ketentuan Pasal 77 UU No. 13 Tahun 2003

  

  adalah : 1) 7 (tujuh) jam sehari dan 40 (empat puluh) seminggu untuk 6 (enam) hari kerja dalam 1 (minggu);

  2) 8 (delapan) jam dalam sehari dan 40 (empat puluh) jam seminggu untuk 5 (lima) hari kerja dalam 1 (satu) minggu.

  Waktu kerja harus diselingi waktu mengoso paling sedikit 30 (tiga puluh menit) setelah pekerja bekerja 4 (empat) jam berturut-turut.

  

  Dan ketentuan tersebut tidak berlaku bagi sektor-sektor tertentu, seperti : Pekerjaan pengoboran minyak lepas pantai, sopir angkutan jarak jauh, penerbangan jarak jauh, pekerjaan di kapal laut dan penebangan hutan.

  Dalam hal demikian, pengusaha yang mempekerjakan pekerja melebihi

  

  waktu kerja harus memenuhi syarat : 1)

  Adanya persetujuan pekerja/buruh yang bersangkutan; 2)

  Waktu kerja lembur hanya dapat dilakukan paling banyak 3 (tiga) jam dalam 1 (satu) hari dan 14 (empat belas) jam dalam 1 (satu) minggu; 3)

  Pengusaha yang mempekerjakan pekerja untuk kerja lembur wajib 61) membayar upah lembur sesuai dengan upah yang berlaku. 62) UU No. 13 tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan Pasal 77.

  Zaeni Asyhadie, ”Hukum Kerja Bidang Hubungan Kerja” (Jakarta : Raja Grafindo, 2007), hal. 91. 63) Ibid b.

  Waktu Istirahat (Cuti) Waktu istirahat (cuti) pekerja atau buruh hampir sama dengan waktu

  

  istirahat Pegawai Negeri Sipil (PNS) tetapi secara yuridis, waktu istirahat

  

  bagi pekerja/buruh ada 4 (empat) macam yaitu : 1)

  Istirahat mingguan atau istirahat (cuti) mingguan ditetapkan satu hari untuk enam hari kerja dalam seminggu.

  2) Istirahat (cuti) tahunan (Pasal 76 ayat (2) UU No. 13 tahun 2003), cuti tahunan sekurang-kurangnya 12 hari setelah pekerja yang bersangkutan bekerja selama 12 bulan, dan harus dimohonkan kepada pengusaha dan harus ada persetujuan pengusaha.

  3) Istirahat (cuti) panjang sekurang-kurangnya 2 bulan dan dilaksanakan pada tahun ke 7 (tujuh) dan 8 ( kedelapan) masing-masing 1 bulan yang sudah bekerja selama 6 tahun berturut-turut pada perusahaan yang sama dengan ketentuan pekerja tidak berhak lagi untuk istirahat tuhunan dalam dua tahun berjalan.

  4) Istirahat (cuti) haid, hamil, dan bersalin bagi pekerja perempuan yang merasa sakit sewaktu mengalami “datang bulan” harus diberitahukan kepada pengusaha dan tidak wajib bekerja untuk hari pertama dan kedua masa haidnya.

  Jadi, aturan yang mengatur masalah K3 di Indonesia baik sebelum dan

  

  sesudah Indonesia merdeka antara lain : 64) 65) Ibid 66) Ibid

  Zaeni Asyhadie, “Hukum Kerja Bidang Hubungan Kerja” (Jakarta : Rajawali Grafindo, 2007), hal. 81.

a) Aturan yang mengatur masalah K3 sebelum Indonesia Merdeka antara lain :

  1) Maatregenlen ter Baperking van de Kindearrbied en de Nachtarbeid van

  

vroewen, yang biasa disingkat Maatregelen yaitu peraturan yang mengatur

  tentang pembatasan pekerjaan anak dan wanita pada malam hari, yang dikeluarkan dengan ordonantie No. 647 Tahun 1925 dan mulai berlaku tanggal 1 Maret 1926. 2)

  Bepalingen Betreffende de Arbeit van Kinderen en Jeugdige Persoonen

  

ann Boord van scepen , biasa disingkat Bepalingen Betreffende yaitu

  peraturan tentang pekerjaan anak dan orang muda di kapal yang diberlakukan dengan Ordenantie No. 87 Tahun 1926 dan berlaku tanggal

  1 Mei 1926. 3)

  Konvensi ILO No. 4 tentang pekerjaan wanita pada malam hari, diratifikasi dengan Stb. No. 461 Tahun 1923.

  4) Konvensi ILO No. 5 tentang usia terendah bagi anak untuk dapat berkerja di perusahaan industri, diratifikasi dengan Stb. No. 515 Tahun 1928.

  5) Konvensi ILO No. 7 tentang usia terendah untuk bekerja di kapal, diratifikasi dengan Stb. No. 76 Tahun 1932.

  6) Mijn politie reglemen Stb. Nomor 341 Tahun 1931 peraturan tentang pengawasan di tambang.

  7) Voorschrifren Omtrent de dienst en rushtijden van bestuur der van

  

motorrijtuigen peraturan tentang waktu kerja dan waktu megaso bagi

pengemudi kendaraan bermotor diumumkan dalam Bijblad 14136.

8) Riuaw Panglongregeling peraturan tentang panglong di Riau.

  9) Aanvaulende Plantersregering atau peraturan tentang perburuhan di perusahaan perkebunan.

  10) Arbeidsregeling nijtverheidsbedrijvn atau peraturan perburuhan di perusahaan industri

  

b) Aturan yang mengatur masalah K3 sesudah Indonesia Merdeka antara lain :

  1) UU No. 33 Tahun 1947 jo. UU No. 2 Tahun 1951 tentang Kecelakaan;

  2) UU No. 12 Tahun 1948 jo. UU 1 Tahun 1951 tentang Kerja;

  3) UU No. 23 Tahun 1948 jo. UU. No. 3 Tahun 1951 tentang Pengawasan

  Perburuhan; 4)

  UU No. 23 Tahun 1951 tentang Kewajiban Melaporkan Perusahaan; 5)

  UU No. 21 Tahun 1954 tentang Perjanjian Perburuhan antara Serikat Buruh dengan Pengusaha;

  6) UU No. 12 Tahun 1957 tentang Perselisihan Perburuhan;

  7) UU No. 12 Tahun 1964 tentang Pemutusan Hubungan Kerja pada

  Perusahaan-perusahaan Swasta; 8) UU No. 14 Tahun 1969 tentang Ketentuan Pokok Mengenai Tenaga Kerja. 9) UU No. 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja. 10) UU No. 3 Tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja. 11)

  Undang-Undang No. 20 Tahun 1999 Tentang usia minimum untuk diperbolehkan Bekerja/Concerning Minimum Age For Admission to

  Employment (Konvensi ILO No. 123 tahun 1973).

   67) Zaeni Asyhadie, “Hukum Kerja Bidang Hubungan Kerja“ (Jakarta : Rajawali Grafindo Persada, 2007), hal. 15. 68) Dr. Agusmidah, “Dinamika Hukum Ketenagakerjaan Indonesia” (Medan : USU Press 2010), hal. 30.

  12) Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2000 tentang Serikat Pekerja/Serikat

  Buruh; 13)

  Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan; 14)

  Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial

  15) Undang- Undang Nomor 39 Tahun 2004 tentang Perlindungan dan

  Penempatan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri

C. Implementasi Kesehatan dan Keselamatan Kerja di PT. Karya Tanah Subur

1. Sejarah dan Perkembangan PT. Karya Tanah Subur

  PT. Karya Tanah Subur (KTS) adalah Bagian dari PT. Astra Agro Niaga (AAN) merupakan perusahaan yang bergerak di bidang perkebunan kelapa sawit yang awal berdirinya perusahaan tersebut adalah areal PT. Dina Maju (DM) yang bergerak di bidang perkayuan dan pada Tahun 1987 yang pemilik dulu Bapak Oesman Jakoup mendirikan PT. Karya Tanah Subur.

  Dan pada Tahun 1987 PT. Dina Maju menjadi PT. Karya Tanah Subur dan Pada Tahun 1991 bergabung menjadi anak Perusahaan PT. Astra Agro Niaga dan pada tahun 1995 berdirinya Pabrik Karya Tanah Subur dan mulai beroperasi dengan kapasitas 20 ton TBS per jam.

  Pada masa konflik Aceh mulai tahun 1997 sampai 2004 PT. Karya Tanah Subur masih tetap beroperasi dengan Exsist walau harus kehilangan banyak karyawan yang potensial. Dan pada tahun 2006 PT. Karya Tanah Subur berhasil memproduksi CPO sebanyak 22,389 ton yang merupakan jumlah terbesar selama PT. Karya Tanah Subur berdiri dari tahun 1987 sampai 2009.

2. Pelaksanaan K3 dan SMK3 di PT. Karya Tanah Subur

  Dalam pelaksanaan K3 dan SMK3 di PT. Karya Tanah Subur

  

  Manajemen dan Ahli K3 melaksanakan beberapa hal : 1)

  Awareness K3 melalui five minute talk, training, rambu-rambu, dan poster yang menyangkut dengan pelaksanaan K3 dan SMK3.

2) Pelaksanaan unsafe patrol untuk perbaikan kondisi lokasi kerja.

  3) Teguran kepada karyawan yang melakukan unsafe action

  4) Penyediaan APD yang layak sesuai standart keselamatan

  5) Pemberitahuan legal terkait K3

  6) Sertifikasi operator/karyawan yang bekerja pada alat yang berdampak K3 besar seperti di pabrik yang berkaitan dengan alat

  Boiler, Crane, Alat Berat. 7)

  Pemeriksaan kondisi fisik lingkungan kerja 8) 69) Penerapan aspek argonomi pada proses panen

  

Hasil Wawancara dengan Asisten Safety Health And Environment Bapak

Muhammad Iqbal.

  Tabel 1. Pemeriksaan Kesehatan Pekerja Sebelum Diterima Bekerja pada Perusahaan PT. Karya Tanah Subur Pemeriksaan Kesehatan Tidak Jumlah No. Diperiksa Diperisa (%) Pekerja Sebelum Bekerja

  Kesehatannya diperiksa 1. sebelum diterima bekerja

  85 15 100 di perusahaan Setiap calon pekerja pada perusahaan PT. Karya Tanah Subur ternyata dari responden yang berjumlah 100 orang pada umumnya diperiksa kesehatan 85% dan yang tidak diperiksa sekitar 15%.

  

Tabel 2. Pemeriksaan Kesehatan Setelah Bekerja di PT. Karya

Tanah Subur Pemeriksaan Kesehatan Jumlah No. Pernah Tidak Setelah Bekerja (%)

  1. Pemeriskaan kesehatan secara khusus

  40 60 100

  2. Pemeriskaan kesehatan secara berkala

  75 25 100 Dari Tabel 2 karyawan yang telah bekerja pada PT. Karya Tanah Subur yang diperiksa kesehatan secara khusus akibat penyakit yang ditimbulkan dari pekerjaannya misalnya penyakit paru-paru, dan lain-lain sekitar 40% dan yang tidak diperiksa sekitar 15% dan karyawan yang diperiksa secara berkala setiap tahunnya sekitar 75% dan yang tidak diperiksa 25% dari jumlah responden 100 orang.

  

Tabel 3. Fasilitas Kesehatan dan Keselamatan Kerja pada

PT. Karya Tanah Subur No. Fasilitas K3 Pada PT. Karya Tanah Subur Baik Cukup Belum Jumlah

  30 10 100

  27 5 100

  11. Ketersediaan air minum di tempat kerja

  60

  20 10 100

  12. Sirkulasi dan ventilasi udara

  60

  13. Pencahayaan di tempat kerja

  10. Kondisi tempat kerja

  50

  20 30 100

  14. Ketersediaan kantin di tempat kerja

  45 55 - 100

  15. Pemberian tempat tinggal yang layak

  28

  45 27 100

  68

  64 36 - 100

  1. Ketersediaan Poliklinik 100 - - 100

  5. Ketersediaan loker

  2. Pemberian APD oleh perusahaan

  89 11 - 100

  3. Jumlah WC/Toilet di PT. KTS

  85

  5 10 100

  4. Penjelasan tentang kondisi tempat kerja

  85 15 - 100

  80 20 - 100

  9. Pelatihan kerja

  6. Pemasangan rambu-rambu

  72 28 - 100

  7. Kondisi WC/Toilet di PT. KTS

  70

  20 10 100

  8. Ketersediaan APAR

  68 32 - 100

  Dari Tabel 3 peran pimpinan perusahaan dalam mengelola sistem keselamatan dan kesehatan kerja dengan memberikan fasilitas bagi karyawan PT. Karya Tanah Subur sudah cukup baik, hal ini dapat dilihat antara lain didukung oleh fasilitas : Ketersediaan Poliklnik, Pemberian APD oleh perusahaan, Jumlah WC/Toilet di PT. KTS, Penjelasan tentang kondisi tempat kerja, Ketersediaan loker, Pemasangan rambu-rambu, Kondisi WC/Toilet di PT. KTS, Ketersediaan APAR, Pelatihan kerja, Kondisi tempat kerja, Ketersediaan air minum di tempat kerja, Sirkulasi dan ventilasi udara, Pencahayaan di tempat kerja, Ketersediaan kantin di tempat kerja, Pemberian tempat tinggal yang layak.

  

Tabel 4. Pencegahan Penyakit Akibat Kerja di Perusahaan

PT. Karya Tanah Subur No. Penyakit Akibat Kerja di PT. KTS Pernah Tidak Sering Jumlah 1.

  Peremajaan mesin-mesin di PT. KTS

90

10 - 100 2.

  Pemberian makanan apabila kerja lembur

89

11 - 100

3. Penggunaan APD oleh karyawan

  15 21 100 4. Karyawan yang mengalami gangguan kesehatan

  53 47 100

  40 60 100

  6 Pelatihan pembinaan K3

  45 55 100

  5. Dimintai keterangan oleh ahli K3

  48 52 100

  4. Tidak tahu tentang Balai K3

  3. Tidak tahu UU yang mengatur K3

  

55

  55 45 100

  

64

  Tidak tahu hak dan kewajiban tentang K3 67 33 100

  No. Kerjasama dengan Instansi Pemerintah Pernah Tidak Jumlah (%) 1.

  Tabel 5. Kerjasama Antara Perusahaan dengan Instansi Pemerintah

Daerah Dalam Melindungi K3 di Perusahaan PT. Karya

Tanah Subur

  Dari Tabel 4 peran perusahaan dalam mencegah penyakit akibat kerja baik melalui penggunaan APD oleh karyawan maupun peremajaan mesin yang dilakukan oleh perusahaan serta memberikan makanan apabila bekerja lembur sehingga karyawan yang mengalami gangguan kesehatan hanya 55% dan yang tidak 34%.

  34 11 100

  2. Dimintai keterangan oleh P2K3 Dari Tabel 5 kerjasama antara perusahaan dengan pemerintah dalam melindungi K3 di perusahaan belum berjalan dengan bagus karena banyak karyawan yang tidak tahu adanya pelatihan tentang K3, Balai K3. Undang-undang yang mengatur K3 dan mereka juga tidak tahu tentang hak dan kewajiban mereka tentang K3 yang disebabkan kurangnya sosialisasi yang dilakukan oleh pemerintah daerah dan tidak menyeluruh ke setiap karyawan di PT. Karya Tanah Subur.

3. Kendala-kendala Dalam Pelaksanaan K3 dan SMK3 di PT. Karya Tanah Subur

  Dalam menerapkan K3 dan SMK3 pada PT Karya Tanah Subur

  

  masih menghadapi berbagai macam kendala, misalnya : 1)

  Kebiasaan karyawan dalam mentaati peraturan yang berkaitan dengan K3 2)

  Peraturan yang menyangkut dengan K3 masih dianggap sebagai beban dan aturan yang tidak menyenangkan 3)

  Pengetahuan tentang K3 oleh karyawan masih rendah 4)

  Budaya kerja yang belum budaya K3. Apabila Budaya K3 diterapkan maka semua tindakan yang dilakukan karyawan menjadi lebih safety.

  70)

Hasil Wawancara dengan Asisten Safety Health and Environment Bapak

Muhammad Iqbal.

4. Tanggungjawab Pelaksanaan K3 dan SMK3 di PT. Karya Tanah Subur

  Yang bertanggungjawab dalam pelaksanaan kesehatan dan keselamatan kerja dan SMK3 di Perusahaan PT. Karya Tanah Subur yaitu :

  

1) EGM / Deputy EGM, memiliki Tugas antara lain : a.

  Mencanangkan dan menetapkan komitmen bagi seluruh karyawan untuk mengimplementasikan K3 dan SMK3 b.

  Menyusun dan menetapkan kebijakan K3 sebagai acuan seluruh karyawan c.

  Secara formal menyetujui dan mengesahkan seluruh dokumen K3 d.

  Meninjau keseluruhan kinerja dalam perusahaan pada tiap tahun e.

  Berpartisipasi jika diperlukan dalam menyelesaikan masalah K3 f.

  Meninjau kecelakaan atau insident serius dan memantau tindakan perbaikan g.

  Meninjau kinerja K3 dari manajemen menengah h. Menjamin kesesuaian perusahaan dengan perundangan K3 i. Menjalankan kebijakan K3 yang sudah ditetapkan secara 71) bersama Manual Sistem Manajemen, hal. 16-17.

  2) General Manager atau Deputy Manager, memiliki tanggungjawab : a.

  Bertanggungjawab untuk menerapkan SMK3 di perusahaan tersebut b.

  Menjamin semua tindakan yang sesuai diambil untuk menerapkan kebijakan K3, prosedur K3 dan persyaratan perundangan c.

  Memantau kinerja K3 dalam wilayah yang menjadi tanggung jawabnya d.

  Berpartisipasi jika diperlukan dalam menyelesaikan masalah K3 e. Meninjau kecelakaan atau insident dalam menyiapkan laporan jika diperlukan f.

  Secara berkala meninjau kinerja K3 dari manajemen ini

  3) Senior Manager/Operasional Senior Manager, memiliki tanggung

  jawab : a.

  Bertanggung jawab untuk menerapkan SMK3 di unit kerja masing-masing b.

  Menjamin semua tindakan yang sesuai diambil untuk menerapkan kebijakan K3, prosedur K3 dan persyaratan perundangan.

  c.

  Memantau kinerja K3 dalam wilayah yang menjadi tanggungjawabnya d.

  Berpartisipasi jika diperlukan dalam menyelesaikan masalah K3 e. Meninjau kecelakaan atau insident dalam menyiapkan laporan jika diperlukan f.

  Secara berkala meninjau kinerja K3 dari manajemen ini

  4) Manager, memiliki tanggungjawab; a.

  Berpartisipasi jika diperlukan dalam menyelesaikan masalah K3 b. Menjalankan kebijakan K3 yang sudah diterapkan secara bersama c. Memantau kinerja K3 dalam wilayah yang menjadi tanggungjawabnya d.

  Meninjau kecelakaan atau insident dalam menyiapkan laporan jika diperlukan e.

  Menunjukan komitmen terhadap K3 melalui partisipasi dalam diskusi formal dan informal, kunjungan tempat kerja dan inspeksi bahaya f. Meninjau laporan yang berhubungan dengan K3 dan mengambil tindakan yang sesuai.

  g.

  Secara berkala meninjau kinerja K3 dari manajemen ini

  5) Pengawas atau Pekerja, memiliki tanggungjawab; a.

  Mematuhi semua prosedur kerja yang aman sesuai dengan instruksi kerja.

  b.

  Mengambil tindakan yang pantas bagi diri mereka dan orang lain yang dapat terpengaruh oleh tindakan mereka.

  Peran dan tanggungjawab perusahaan dalam K3, Perusahaan berperan aktif di setiap level manejerial untuk pelaksanaan K3, terutama melalui P2K3 dengan kegiatan safety patrol. Sedangkan perusahaan bertanggungjawab dalam pengelolaan SMK3 sesuai amanah dalam UU No. 1 tahun 1970 tentang K3.

  Salah satu bentuk komitmen PT.Karya Tanah Subur dalam memberikan perlindungan K3 melalui perbaikan kondisi tempat kerja, pengamanan mesin dan alat kerja serta penyediaan alat perlindungan diri

   yang layak dan sesuai serta pelayanan kesehatan di poliklinik kebun.

5. Kerjasama PT. Karya Tanah Subur dengan Instansi Pemerintah

  Kerja antara Perusahaan dengan Depnakertrans hanya dalam hal sertifikasi peralatan proses dan pengecekan kondisi lingkungan kerja

  

  serta koordinasi dan konsultasi saja . Konsultasi misalnya, PT. Karya Tanah Subur beberapa kali berkonsultasi dengan Depnakertrans terkait sosialisasi peraturan perundangan terbaru tentang masalah K3.

  PT. Karya Tanah Subur selalu ingin up to date, dan tidak ketinggalan bila ada aturan baru.

  Hubungan kerjasama PT. Karya Tanah Subur dengan Balai K3, sesuai dengan fungsi Balai K3 maka kerjasamanya dalam bentuk koordinasi dengan Balai K3 dalam hal pengukuran dan pengecekan kondisi tempat kerja. Pengukuran yang dimaksud meliputi pengukuran faktor kimia, biologi, fisik, non fisik, dan lain-lain. Dari hasil pengukuran tersebut PT. Karya Tanah Subur melakukan evaluasi intern, dan menindaklanjuti serta mendokomentasi hasil pengukuran dan membuat kebijakan sesuai dengan hasil pengukuran dan juga 72) mendokumentasikannya. 73) Hasil wawancara dengan Assisten Safety Health And Enveriont Bapak Muhammad Iqbal

Hasil Wawancara dengan Bapak Muhammad Iqbal Assisten Safety Health and

  Environment .

6. Manfaat dan Keuntungan Pelaksanaan K3 dan SMK3 pada PT. Karya Tanah Subur

  Manfaat yang dirasakan oleh PT. Karya Tanah Subur setelah menerapkan K3 dan SMK3 yaitu : a.

  Muncul rasa aman, nyaman dalam menjalankan pekerjaan yang dapat dirasakan oleh karyawan PT. Karya Tanah Subur b.

  Ruangan kerja menjadi bersih, teratur, rapi, indah, sehingga suasana kerja menjadi kondusif dan produktivitas kerja lebih baik.

  c.

  Semua kelengkapan keselamatan diri dan P3K siap sedia setiap saat dapat digunakan kapan saja karena kondisi APD dan isi P3K selalu dipantau dan dievaluasi.

  d.

  Manajemen K3 terorganisasi dengan baik. Apabila perusahaan sudah memiliki manajemen yang baik tentang pengelolaan K3 dan SMK3 maka implementasi K3 dan SMK3 jadi fokus dan maksimal.

  e.

  Karyawan memiliki pemahaman dan pengetahuan lebih mengenai masalah K3, SMK3, dan tindakan tanggap darurat.

  f.

  Dengan pemahaman K3 yang cukup para karyawan bertindak dan bekerja dengan lebih safety.

  g.

  Apabila suatu perusahaan melaksanakan K3 dan SMK3 dengan baik, maka, Tidak pernah terjadi kecelakaan dan tidak ada mengalami perselisihan hubungan industrial di bidang K3 maka akan meningkatkan moralitas, kepercayaan, dan image perusahaan di mata publik.

  Sedangkan Keuntungan dari pelaksanaan K3 yang dirasakan oleh PT. Karya Tanah Subur setelah menerapkan K3 yaitu : a.

  Keuntungan yang dirasakan Langsung (tangible) yaitu dapat menghemat uang perusahaan baik melalui : 1) premi asuransi. 2) pengeluaran akibat biaya perkara pengadilan dan pertanggungjawaban. 3) kompensasi perusahaan. 4) biaya akibat terhambatnya proses produksi 5) peningkatan moralitas karyawan 6) penurunan angka absensi 7) penurunan waktu ‘menganggur’ peralatan 8) meningkatkan nilai saham perusahaan 9) menciptakan tempat kerja yang efisien dan produktif karena tenaga kerja merasa aman dalam bekerja.

  b.

  Keuntungan yang tidak terasa langsung (intangible) yaitu penerapan K3 dapat meningkatkan keuntungan secara langsung dengan cara : 1) penerapan K3 akan membangun kepercayaan para pemegang saham akan meningkat transparansi fungsi-fungsi perusahaan dan mengurangi ketidakkonsistenan.

  2) para investor mengenali kwalitas suatu perusahaan sehingga para investor tidak ragu untuk menanamkan modalnya.

  3) pelaksanaan K3 mulai mendapat perhatian lebih luas dari kalangan masyarakat, LSM, pemerintah, karyawan, rekan bisnis, dan lain-lain sehingga perusahaan yang melaksanakan K3 mendapat pencitraan yang baik. 4) menciptakan hubungan yang harmonis bagi karyawan dan perusahaan. 5) perawatan terhadap mesin dan peralatan semakin baik, sehingga membuat umur alat semakin lama.

Dokumen yang terkait

Pengaruh Program Keselamatan Dan Kesehatan Kerja Terhadap Kinerja Karyawan Pada PT. Waskita Karya Medan

16 160 138

Perlindungan Hukum terhadap Keselamatan dan Kesehatan Kerja dalam Kegiatan Produksi di PT. Sumo Internusa Indonesia.

0 54 102

Aspek Hukum Perlindungan Keselamatan Dan Kesehatan Kerja Pada Perusahaan PT. Karya Tanah Subur (Padang Sikabu-Meulaboeh)

1 68 100

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) - Pengaruh Keselamatan Dan Kesehatan Kerja Terhadap Produktivitas Pekerja PT. X 2015

1 0 32

BAB II PROFIL INSTANSI A. Sejarah Perusahaan - Penerapan Keselamatan Dan Kesehatan Kerja Pada Pabrik Kelapa Sawit Sei Silau PT. Perkebunan Nusantara III (Persero)

0 1 21

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Perlindungan Hukum terhadap Keselamatan dan Kesehatan Kerja dalam Kegiatan Produksi di PT. Sumo Internusa Indonesia.

0 0 17

BAB III PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP TENAGA KERJA A. Pengertian Perlindungan Hukum - Perlindungan Hukum terhadap Keselamatan dan Kesehatan Kerja dalam Kegiatan Produksi di PT. Sumo Internusa Indonesia.

0 2 40

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Perlindungan Hukum terhadap Keselamatan dan Kesehatan Kerja dalam Kegiatan Produksi di PT. Sumo Internusa Indonesia.

0 0 17

BAB II PERJANJIAN KERJA SEBAGAI LANDASAN PERLINDUNGAN TENAGA KERJA A. Pengertian dan Unsur-unsur dalam Perjanjian Kerja 1. Pengertian perjanjian kerja - Perlindungan Hukum terhadap Keselamatan dan Kesehatan Kerja dalam Kegiatan Produksi di PT. Sumo Intern

0 0 33

BAB III PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP TENAGA KERJA A. Pengertian Perlindungan Hukum - Perlindungan Hukum terhadap Keselamatan dan Kesehatan Kerja dalam Kegiatan Produksi di PT. Sumo Internusa Indonesia.

1 6 40