BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) - Pengaruh Keselamatan Dan Kesehatan Kerja Terhadap Produktivitas Pekerja PT. X 2015

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)

  ILO (International Labor Organitation) mendefinisikan K3 sebagai promosi dan pemeliharaan derajat, fisik, mental, dan kesejateraan sosial yang tinggi dan semua pekerja pada semua pekerjaan; pencegahan diantara para pekerja dari penurunan kesehatan yang disebabkan oleh kondisi pekerjaan; perlindungan pekerja terhadap risiko-resiko yang dihasilkan oleh faktor-faktor buruk terhadap risiko-resiko yang dihasilkan oleh faktor-faktor buruk terhadap kesehatan; penempatan dan pemeliharaan pekerja di dalam lingkungan pekerjaan yang diadaptasi untuk peralatan fisiologi dan psikologi, dan untuk menyimpulkan adaptasi pekerja terhadap manusia dan setiap manusia terhadap pekerjaan, sedangkan menurut OSHA (occupational Health and Safety Administration) K3 diartikan sebagai aplikasi atau penerapan prinsip-prinsip sains atau ilmiah di dalam memahami pola resiko terhadap keselamatan orang dan benda baik dalam lingkungan industri maupun non-industri (OSHA, 2004).

  Secara fisiologi keselamatan dan kesehatan kerja menunjukkan kondisi- kondisi fisiologis-fisikal dan psikologis tenaga kerja yang diakibatkan oleh lingkungan kerja yang disediakan perusahaan. Kondisi fisiologis-fisikal meliputi penyakit-penyakit dan kecelakaan kerja seperti cedera, kehilangan nyawa, atau anggota badan. Kondisi-kondisi psikologis diakibatkan oleh stress pekerjaan dan kehidupan kerja yang berkualitas rendah. Hal ini meliputi ketidakpuasan, sikap menarik diri, kurang perhatian, mudah marah, selalu menunda pekerjaan dan kecenderungan untuk mudah putus asa terhadap hal-hal remeh (Rivai, 2006).

  Menurut Lalu (2005), bahwa Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) dilakukan dengan tindakan pencegahan untuk memberantas penyakit dan kecelakaan akibat kerja, bagaimana upaya pemeliharaan serta peningkatan gizi dan juga bagaimana mempertinggi efisiensi dan produktivitas manusia sehingga tujuan perusahaan dapat tercapai dengan baik dengan tidak meninggalkan masalah. Kemudian perlindungan terhadap masyarakat di sekitar lingkungan perusahaan agar terbebas dari polusi dan limbah produksi.

  Yusra (2008) Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3), adalah suatu sistem program yang dibuat bagi pekerja maupun pengusaha sebagai upaya pencegahan (preventif) timbulnya kecelakaan kerja dan penyakit akibat hubungan kerja dalam lingkungan kerja dengan cara mengenali hal-hal yang berpotensi menimbulkan kecelakaan kerja dan penyakit akibat hubungan kerja dan tindakan antisipatif bila terjadi hal yang demikian.

  Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) harus diterapkan dan dilaksanakan di setiap tempat kerja (perusahaan). Tempat kerja adalah setiap tempat yang didalamnya terdapat 3 (tiga) unsur, yaitu : 1.

  Adanya suatu usaha, baik itu usaha yang bersifat ekonomi maupun usaha sosial.

2. Adanya sumber bahaya.

3. Adanya tenaga kerja yang bekerja di dalamnya, baik secara terus-menerus maupun hanya sewaktu-waktu.

2.1.1 Keselamatan Kerja

  Keselamatan berasal dari bahasa Inggris yaitu kata „safety’ dan biasanya (accident) atau nyaris celaka (near-miss). Jadi pada hakekatnya keselamatan sebagai suatu pendekatan keilmuan maupun sebagai suatu pendekatan praktis mempelajari faktor-faktor yang dapat menyebabkan terjadinya kecelakaan dan berupaya mengembangkan berbagai cara dan pendekatan untuk memperkecil resiko terjadinya kecelakaan (Syaaf, 2007).

  Sedangkan pendapat Leon C Meggison yang dikutip oleh Prabu Mangkunegara (2000) bahwa istilah keselamatan mencakup kedua istilah yaitu resiko keselamatan dan resiko kesehatan. Keselamatan kerja menunjukan kondisi yang aman atau selamat dari penderitaan, kerusakan atau kerugian ditempat kerja. Resiko keselamatan merupakan aspek-aspek dari lingkungan kerja yang dapat menyebabkan kebakaran, ketakutan aliran listrik, terpotong, luka memar, keseleo, patah tulang, kerugian alat tubuh, penglihatan, dan pendengaran. Semua itu sering dihubungan dengan perlengkapan perusahaan atau lingkungan fisik dan mencakup tugas-tugas kerja yang membutuhkan pemeliharaan dan latihan.

  Menurut Lalu (2005), keselamatan kerja bertalian dengan kecelakaan kerja yaitu kecelakaan yang terjadi di tempat kerja atau dikenal dengan istilah kecelakaan industri. Kecelakaan industri ini secara umum dapat diartikan suatu kejadian yang tidak diduga semula dan tidak dikehendaki yang mengacaukan proses yang telah diatur dari suatu aktivitas. Ada 4 (empat) faktor penyebabnya yaitu:

  1. Faktor manusianya.

  2. Faktor material/bahan/peralatan.

  3.

  4. Faktor yang dihadapi (pemeliharaan/perawatan mesin-mesin).

  Menurut Lalu (2005) bahwa disamping ada sebabnya maka suatu kejadian juga akan membawa akibat. Akibat dari kecelakaan industri ini dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu : 1.

  Kerugian yang bersifat ekonomis, antara lain :

  a. Kerusakan/kehancuran mesin, peralatan, bahan dan bangunan b.

  Biaya pengobatan dan perawatan korban

  c. Tunjangan kecelakaan d.

  Hilangnya waktu kerja e. Menurunnya jumlah maupun mutu produksi 2. Kerugian yang bersifat non ekonomis pada umumnya berupa penderitaan manusia yaitu tenaga kerja yang bersangkutan, baik itu merupakan kematian, luka/cidera berat maupun luka ringan. Menurut Glendon dan Literland (2001) indikator dari pengukuran keselamatan kerja adalah:

  1. Dukungan dan komunikasi

  Dukungan dan komunikasi antara supervisiors dengan pekerja dapat dilakukan dengan cara diskusi, pekerja bisa mengkomunikasikan masalah masalah yang berhubungan dengan pekerjaan, dan komunikasi menganai faktor risiko

  2. Prosedur yang adekuat

  Prosedur yang dikatakan adekuat adalah prosedur yang berisi berbagai informasi yang lengkap, teknik yang akurat, menjelaskan hal-hal yang boleh dilakukan maupun yang tidak boleh dilakukan beserta alasannya dan pekerja dapat dengan mudah menerapkan prosedur pekerjaan mereka.

  3. Beban kerja

  Beban kerja yang tidak terlalu tinggi dapat diukur dengan masih adanya waktu bekerja untuk beristirahat, target yang ditentukan masih realistis, dan pekerja memiliki cukup waktu menyelesaikan tugasnya.

  4. Alat Pelidung Diri

  Alat pelindung diri digunakan pekerja untuk menghindari kecelakaan yang dapat menggagngu pekerja saat bekerja, dan yang paling penting adalah APD yang digunakan nyaman bagi pekerja.

  5. Hubungan dengan perusahaaan

  Hubungan dengan perusahaaan diukur dengan adanya hubungan yang baik antara supervisiors dengan pekerja, pekerja dengan pekerja dan juga berhubungan dengan sikap moral pekerja.

6. Peraturan keselamatan

  Peraturan keselamatan harus selalu dilakukan dan peraturan keselamatan dapat diikuti tanpa adanya konflik dengan praktek kerja.

2.1.2 Kesehatan Kerja

  faktor kesehatan. Kesehatan berasal dari bahasa Inggris „health’, yang dewasa ini tidak hanya berarti terbebasnya seseorang dari penyakit, tetapi pengertian sehat mempunyai makna sehat secara fisik, mental dan juga sehat secara sosial. Dengan demikian pengertian sehat secara utuh menunjukkan pengertian sejahtera. Menurut Lalu (2005), kesehatan kerja adalah bagian dari ilmu kesehatan yang bertujuan agar tenaga kerja memperoleh keadaan kesehatan yang sempurna baik fisik, mental, maupun sosial sehingga memungkinkan dapat bekerja secara optimal. Pada dasarnya kesehatan itu meliputi empat aspek, antara lain :

  1. Kesehatan fisik terwujud apabila sesorang tidak merasa dan mengeluh sakit atau tidak adanya keluhan dan memang secara objektif tidak tampak sakit. Semua organ tubuh berfungsi normal atau tidak mengalami gangguan.

2. Kesehatan mental (jiwa) mencakup 3 komponen, yakni pikiran, emosional, dan spiritual.

  a.

  Pikiran sehat tercermin dari cara berpikir atau jalan pikiran.

  b.

  Emosional sehat tercermin dari kemampuan seseorang untuk mengekspresikan emosinya, misalnya takut, gembira, kuatir, sedih dan sebagainya. c.

  Spiritual sehat tercermin dari cara seseorang dalam mengekspresikan rasa syukur, pujian, kepercayaan dan sebagainya terhadap sesuatu di luar alam fana ini, yakni Tuhan Yang Maha Kuasa. Misalnya sehat spiritual dapat dilihat dari praktik keagamaan seseorang. Dengan perkataan lain, sehat spiritual adalah agama yang dianutnya.

  3. Kesehatan sosial terwujud apabila seseorang mampu berhubungan dengan orang lain atau kelompok lain secara baik, tanpa membedakan ras, suku, agama atau kepercayan, status sosial, ekonomi, politik, dan sebagainya, serta saling toleran dan menghargai.

  4. Kesehatan dari aspek ekonomi terlihat bila seseorang (dewasa) produktif, dalam arti mempunyai kegiatan yang menghasilkan sesuatu yang dapat menyokong terhadap hidupnya sendiri atau keluarganya secara finansial. Menurut Gary Dessler (1997), indikator kesehatan kerja terdiri dari : 1.

  Keadaan dan Kondisi Karyawan Keadaan dan kondisi karyawan adalah keadaan yang dialami oleh karyawan pada saat bekerja yang mendukung aktivitas dalam bekerja.

2. Lingkungan kerja adalah lingkungan yang lebih luas dari tempat kerja yang mendukung aktivitas karyawan dalam bekerja.

  3. Perlindungan karyawan merupakan fasilitas yang diberikan untuk menunjang kesejahteraan karyawan

  Tujuan kesehatan kerja menurut Lalu (2005) adalah: 1.

  Meningkatkan dan memelihara derajat kesehatan tenaga kerja yang setinggi- tingginya baik fisik, mental, maupun sosial.

  2. Mencegah dan melindungi tenaga kerja dari gangguan kesehatan yang 3.

  Menyesuaikan tenaga kerja dengan pekerjaan atau pekerjaan dengan tenaga kerja.

  4. Meningkatkan produktivitas kerja.

2.1.3 Tujuan K3

  Tujuan Pemerintah membuat aturan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) dapat dilihat pada Pasal 3 Ayat 1 UU No. 1 Tahun 1970 tentang keselamatan kerja, yaitu: 1.

  Suhu dan lembab mencegah dan mengurangi kecelakaan; 2. Mencegah, mengurangi dan memadamkan kebakaran; 3. Mencegah dan mengurangi bahaya peledakan; 4. Memberi kesempatan atau jalan menyelematkan diri pada waktu kebakaran atau kejadian-kejadian lain yang berbahaya

5. Memberikan pertolongan pada kecelakaan 6.

  Memberi alat-alat perlindungan diri pada para pekerja 7. Mencegah dan mengendalikan timbul atau menyebarluaskan suhu, kelembaban, debu, kotoran, asap, uap, gas, hembusan angin, cuaca, sinar atau radiasi, suara dan getaran

  8. Mencegah dan mengendalikan timbulnya penyakit akibat kerja, baik fisik maupun psikhis, peracunan, infeksi dan penularan;

  9. Memperoleh penerangan yang cukup dan sesuai; 10.

  Menyelenggarakan udara yang baik Menyelenggarakan penyegaran udara yang cukup; 12. Memelihara kebersihan, kesehatan dan ketertiban; 13. Memperoleh keserasian antara tenaga kerja, alat kerja, lingkungan, cara dan proses kerjanya

  14. Mengamankan dan memperlancar pengangkutan orang, binatang, tanaman atau batang

  15. Mengamankan dan memelihara segala jenis bangunan; 16.

  Mengamankan dan memperlancar pekerjaan bongkar-muat, perlakuan dan penyimpanan barang

  17. Mencegah terkena aliran listrik yang berbahaya 18.

  Menyesuaikan dan menyempurnakan pengamanan pada pekerjaan yang berbahaya

  19. Angka kecelakaan turun Keselamatan dan Kesehatan Kerja pada dasarnya mencari dan mengungkapkan kelemahan yang memungkinkan terjadinya kecelakaan. Fungsi ini dapat dilakukan dengan dua cara yaitu mengungkapkan sebab-akibat suatu kecelakaan dan meneliti apakah pengendalian secara cermat dilakukan atau tidak.

  Tujuan dari penerapan Keselamatan dan Kesehatan Kerja adalah (Direktorat Pengawasan Norma K3, 2006): 1.

  Menempatkan tenaga kerja sesuai dengan harkat dan martabatnya sebagai manusia Meningkatkan komitmen pimpinan perusahaan dalam melindungi tenaga kerja 3. Meningkatkan efisiensi dan produktivitas kerja untuk menghadapi kompetisi perdagangan global

4. Proteksi terhadap industri dalam negeri 5.

  Perlunya upaya pencegahan terhadap masalah sosial dan ekonomi yang terkait dengan penerapan keselamatan dan kesehatan kerja.

  Rivai (2006) menyatakan tujuan keselamatan kerja antara lain: 1. Manfaat lingkungan kerja yang aman dan sehat

  Jika perusahaan dapat menurunkan tingkat dan beratnya kecelakaan-kecelakaan kerja, penyakit, dan hal yang berkaitan dengan stres, serta mampu meningkatkan kualitas kehidupan kerja para pekerjanya, perusahaan akan semakin efektif. Peningkatan

  • –peningkatan terhadap hal ini akan menghasilkan : a.

  Meningkatnya produktivitas karena menurunnya jumlah hari kerja yang hilang b.

  Meningkatnya efisiensi dan kualitas pekerja yang lebih berkomitmen c. Menurunnya biaya – biaya kesehatan dan asuransi d.

  Tingkat kompensasi pekerja dan pembayaran langsung yang lebih rendah karena menurunnya pengajuan klaim e.

  Fleksibilitas dan adaptibilitas yang lebih besar sebagai akibat dari meningkatnya partisipasi dan rasa kepemilikian f.

  Rasio seleksi tenaga kerja yang lebih baik karena meningkatnya citra perusahaan. Perusahaan kemudian bisa meningkatkan keuntungannya secara

2. Kerugian lingkungan kerja yang tidak aman dan tidak sehat

  Jumlah biaya yang besar sering muncul karena ada kerugian

  • – kerugian akibat kematian dan kecelakaan di tempat kerja dan kerugian menderita penyakit- penyakit yang berkaitan dengan pekerjaan. Selain itu ada juga yang berkaitan dengan kondisi
  • –kondisi psikologis. Perasaan pekerja yang menganggap dirinya tidak berarti dan rendahnya keterlibatannya dalam pekerjaan, barangkali lebih sulit dihitung secara kuantitatif, seperti ge
  • –gejala stress dan kehidupan kerja yang bermutu rendah.

2.1.4 Manfaat K3

  Keselamatan dan Kesehatan Kerja merupakan satu upaya pelindungan yang diajukan kepada semua potensi yang dapat menimbulkan bahaya. Hal tersebut bertujuan agar tenaga kerja dan orang lain yang ada di tempat kerja selalu dalam keadaan selamat dan sehat serta semua sumber produksi dapat digunakan secara aman dan efisien (Suma‟mur, 2004). Perhatian pada kesehatan karyawan dapat mengurangi terjadinya kecelakaan dalam melaksanakan pekerjaannya, jadi antara kesehatan dan keselamatan kerja bertalian dan dapat mencegah terjadinya kecelakaan di tempat kerja.

  Menurut Sculler dan Jackson (Cantika, 2005), apabila perusahaan dapat melaksanakan program keselamatan dan kesehatan kerja dengan baik maka perusahaan akan dapat memperoleh manfaat sebagai berikut : 1.

  Meningkatkan produktivitas karena menurunnya jumlah hari kerja yang hilang. Meningkatnya efisiensi dan kualitas pekerja yang lebih komitmen.

  3. Menurunnya biaya-biaya kesehatan dan asuransi.

  4. Tingkat kompensasi pekerja dan pembayaran langsung yang lebih rendah karena menurunnya pengajuan klaim.

  5. Fleksibilitas dan adaptabilitas yang lebih besar sebagai akibat dari partisipasi dan rasa kepemilikan.

  6. Rasio seleksi tenaga kerja yang lebih baik karena meningkatnya citra perusahaan.

  7. Perusahaan juga dapat meningkatkan keuntungannya secara substansial.

  Menurut Siagian (2002) ada 5 hal yang perlu diperhatikan dalam melaksanakan Kesehatan dan Keselamatan Kerja, yaitu:

  1. Apa pun bentuknya berbagai ketentuan formal itu harus ditaati oleh semua organisasi.

  2. Mutlak perlunya pengecekan oleh instansi pemerintah yang secara fungsional bertanggung jawab untuk itu antara lain dengan inspeksi untuk menjamin ditaatinya berbagai ketentuan lain dengan inspeksi untuk menjamin ditaatinya berbagai ketentuan formal oleh semua organisasi.

  3. Pengenaan sanksi yang keras kepada organisasi yang melalaikan kewajibannya menciptakan dan memelihara Keselamatan dan Kesehatan Kerja.

  4. Memberikan kesempatan yang seluas mungkin kepada para karyawan untuk berperan serta dalam menjamin keselamatan dalam semua proses penciptaan dan pemeliharaan kesehatan dan keselamatan kerja dalam organisasi.

5. Melibatkan serikat pekerja dalam semua proses penciptaan dan pemeliharaan

2.2 Produktivitas Kerja

  Istilah produktivitas kerja berasal dari kata produktivitas dan kerja. Menurut kamus Besar Bahasa Indonesia (1995), produktivitas berarti kemampuan untuk menghasilkan sesuatu daya untuk berproduksi. Kata kerja atau bekerja secara sederhana dapat diartikan sebagai suatu aktivitas kehidupan manusia ditandai oleh suatu aktivitas, yaitu bekerja untuk mempertahankan hidup.

  Secara umum, produktivitas diartikan sebagai pengaruh antara hasil nyata maupun fisik (barang-barang dan jasa) dengan masukan yang sebenarnya.

  Produktivitas adalah ukuran efisiensi produktif. Suatu perbandingan antara hasil keluaran dan masukan atau output : input. Masukan sering dibatasi dengan masukan tenaga kerja, sedangkan keluaran diukur dalam kesatuan fisik bentuk dan nilai. Produktivitas di bidang industri mempunyai arti ukuran yang ditampilkan oleh daya produksi yaitu campuran dari produksi dan aktivitas, sebagai ukuran yaitu seberapa baik kita menggunakan sumber daya dalam mencapai hasil yang diinginkan (Edy, 2009).

  Dikemukakan oleh Yuniasih dan Suwatno dalam bukunya Manajemen Sumber Daya Manusia bahwa produktivitas dapat diukur dengan dua standar utama, yaitu produktivitas fisik dan produktivitas nilai. Produktivitas fisik dapat diukur dari aspek kuantitas dan kualitas produk yang dihasilkan, sedangkan produktivitas nilai komitmen terhadap pekerjaan (Yuniasih dan Suwatno, 2008).

  Adapun alat ukur produktivitas yang digunakan dalam penelitian ini adalah mengaju pada teori Hameed & Amjad (2009). Menurutnya faktor-faktor yang digunakan dalam produktivitas kerja meliputi: 1.

  Kuantitas kerja adalah merupakan suatu hasil yang dicapai oleh karyawan dalam jumlah tertentu dengan perbandingan standrt yang ada atau ditetapkan perusahaan 2. Kualitas kerja adalah merupakan suatu stanar hasil yang berkaitan dengan mutu dari suatu produk yang dihasilkan karyawan. Dalam hal ini merupakan suatu kemampuan karyawan dalam menyelesaikan pekerjaanya secara teknis dengan perbandingan standart yang ditetapkan oleh perusahaan

  3. Ketepatan waktu merupakan tingkat suatu aktivitas diselesaikan pada wal waktu yang dinyatakan, dilihat dari sudut koordinasi dengan hasil output serta memaksimalkan waktu yang tersedia untuk aktivitas lain

  Produktivitas merupakan perbandingan antara pemasukan dan pengeluaran atau dapat pula dibuat rumusan sebagai berikut: Produktivitas = hasil yang dicapai/sumber daya yang digunakan. Jumlah sumber daya yang dipakai ada beberapa unsur yang secara relatif dapat menunjang proses produktivitas tenaga kerja yakni : (Melayu, 2002) 1.

  Peranan tenaga kerja dalam perusahaan Dalam hal ini diharapkan adanya kesungguhan hati untuk mematuhi dan sifat kelalaian dan kecorobohan dalam menjalankan tugas yang merupakan pangkal kesulitan.

  2. Peranan para pemimpin perusahaan Penanganan manajemen dalam pola yang lebih menguatamakan pendekatan manusiawi merupakan inti dari diperolehnya dorongan semangat dan kegairan kerja untuk berproduksi tinggi. Untuk kepentingan ini ada dua macam cara yang dapat ditempuh yaitu: pendekatan spiritual dan pendekatan behavioristik.

  3. Pendekatan spiritual Pendekatan spiritual merupakan suatu usaha untuk meningkatkan semangat yang lahir dari hati nurani secara manusiawi yang sangat diperlukan untuk berproduksi tinggi.

  4. Pendekatan behavioristik Pendekatan behavioristik merupakan suatu usaha untuk meningkatkan semangat dan kegairahan kerja serta menggerakkan hati sangat diperlukan sebagai modal merubah perilaku untuk lebih produktif.

  5. Peranan masyarakat pemakai barang atau jasa.

  Proses produktivitas tenaga kerja secara tidak langsung juga perlu memperhatikan sikap para pelanggan, seperti adanya kritik, saran-saran. Pujian- pujian yang didasarkan atas pengalaman mereka memakai produk selama ini. tidak langsung, serta ikut memperbaiki proses produksi dari perusahaan penghasil produk tersebut.

  6. Peranan pemerintah Peranan pemerintah sangat penting, terutama program pendayagunaan sumber daya manusia dalam pembangunan nasional secara terpadu. Pemerintah berkewajiban memberi ijin, pengawasan, pembinaan serta perlindungan bagi masyarakat pemakai barang dan jasa. Dengan kata lain pemerintah perlu secara langsung menggerakkan aktifitas kerja secara maksimal dan penuh tanggung jawab.

  Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa produktivitas merupakan perbandingan anatara keluaran dan masukan serta mengutarakan cara pemanfatan baik terhadap sumber-sumber dalam memproduksi suatu barang atau jasa.

2.2.1 Jenis Produktivitas

  Bila dikelompokkan akan dijumpai tiga-tipe dasar produktivitas (Gasperz, 2000). Tiga dasar ini merupakan model pengukuran produktivitas yang paling sederhana berdasarkan pendekatan rasio output/input, yaitu :

1. Produktivitas parsial

  Perbandingan dari keluaran terhadap salah satu faktor masukan. Sebagai contoh, produktivitas tenaga kerja (perbandingan dari keluaran dan masukan tenaga kerja) merupakan salah satu ukuran produktivitas parsial. Pada pengukuran produktivitas parsial produktivitas unit proses secara spesifik dapat diukur.

  Produktivitas faktor-total Perbandingan dari keluaran dengan jumlah tenaga kerja dan modal. Keluaran bersih adalah keluaran total dikurangi jumlah barang dan jasa yang dibeli.

  Berdasarkan faktor di atas jenis inputyang digunakan dalam pengukuran produktivitas faktor total hanya tenaga kerja dan modal.

3. Produktivitas total

  Perbandingan dari keluaran dengan jumlah keseluruhan faktor-faktor masukan, pengukuran total produktivitas faktor mencerminkan pengaruh bersama seluruh masukan dalam menghasilkan keluaran.

2.2.2 Metode Pengukuran Produktivitas Kerja

  Pengukuran produktivitas merupakan suatu alat manajemen yang penting disemua tingkat ekonomi. Di beberapa negara maupun perusahaan pada akhir-akhir ini telah terjadi kenaikan minat pada pengukuran produktivitas. Karena itu sudah saatnya kita membicarakan alasan mengapa kita harus mengukur produktivitas tersebut. Indeks produktivitas juga bermanfaat dalam menentukan perbandingan antara negara seperti tingkat pertumbuhan dan tingkat produktivitas.

  Secara umum pengukuran produktivitas berarti perbandingan yang dapat dibedakan dalam 3 (tiga) jenis yang sangat berbeda, menurut Sinungan (2009) yaitu:

  1. Perbandingan-perbandingan antara pelaksanaan sekarang dengan pelaksanaan secara historis yang tidak menunjukkan apakah pelaksanaan sekarang ini memuaskan.

  2. Perbandingan perlawanan antara satu unit (perorangan tugas, seksi, proses) 3.

  Perbandingan pelaksanaan sekarang dengan target yang akan dicapai, dan inilah yang terbaik untuk memusatkan perhatian pada sasaran/tujuan.

  Dari pengertian sebelumnya dapat diambil suatu cara di dalam penyusunan perbandingan-perbandingan ini dengan mempertimbangkan tingkatan daftar susunan dan perbandingan pengukuran dari produktivitas. Tujuan dari pengukuran produktivitas antara lain untuk membandingkan hasil-hasil:

  1. Pertambahan produksi dari waktu ke waktu.

  2. Pertambahan pendapatan dari waktu ke waktu.

  3. Pertambahan kesempatan kerja dari waktu ke waktu.

  4. Jumlah hasil sendiri dengan hasil orang lain.

  5. Komponen prestasi utama sendiri dan komponen prestasi utama orang lain.

2.2.3 Manfaat Produktivitas

  Setiap manajer perusahaan sangat penting mengetahui tingkat produktivitas organisasi yang sedang dikelola agar dapat menyusun rencana perbaikan produktivitas setiap sumber daya yang akan dimanfaatkan pada periode berikutnya. Secara lebih rinci, Sumanth menjelaskan sejumlah manfaat bagi menajemen perusahaan apabila melakukan pengukuran produktivitas, (Tarigan, 2009) yaitu:

  1. Perusahaan dapat menilai efisiensi dari proses konversi sumber daya yang dioperasikan sehingga dapat diperkirakan banyaknya output yang akan dihasilkan pada setiap penambahan sumber daya.

  2. Perusahaan akan dapat menyusun secara lebih akurat rencana pengembangan pengukuran produktivitas dilakukan dengan berkesinambungan.

  3. Sasaran perusahaan, baik yang bersifat ekonomis maupun nonekonomis dapat ditentukan prioritasnya dengan memperhatikan upaya pengukuran produktivitas.

  4. Target perbaikan produktivitas pada masa yang akan datang dapat direvisi/dimodifikasi secara realistis.

  5. Strategi perbaikan produktivitas di masa yang akan datang dapat dirumuskan lebih baik berdasarkan gap antara target pencapaian dan aktual produktivitas yang diperoleh.

  6. Pengukuran produktivitas dapat membantu dalam membandingkan suatu perusahaan dengan perusahaan lain yang sejenis.

  7. Nilai-nilai produktivitas yang diperoleh dari hasil pengukuran merupakan masukan yang berharga dalam perencanaan profit perusahaan.

  8. Manajemen perusahaan dapat memanfaatkan hasil pengukuran produktivitas sebagai dasar tindakan dalam memotivasi persaingan.

  9. Collective bargaining dapat dilaksanakan secara lebih rasional apabila data estimasi produktivitas tersedia.

2.2.4 Upaya Peningkatan Produktivitas Kerja

  Edy Sutrisno (2009) mengemukakan berbagai upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan produktivitas kerja :

  1. Perbaikan terus menerus bahwa seluruh komponen organisasi harus melakukan perbaikan secara terus menerus. Upaya meningkatkan produktivitas kinerja, salah satu implikasinya ialah bahwa seluruh komponen organisasi harus melakukan perbaikan secara terus-menerus. Pandangan ini bukan hanya merupakan salah satu etos kerja yang penting sebagai bagian dari filsafat manajemen mutakhir. Pentingnya etos kerja ini terlihat dengan lebih jelas apalagi diingat bahwa suatu organisasi selalu dihadapkan kepada tuntutan yang terus-menerus berubah, baik secara internal maupun eksternal. Tambahan pula ada ungkapan yang mengatakan bahwa satu- satunya hal yang konstan di dunia ini adalah perubahan. Secara internal, perubahan yang terjadi adalah perubahan strategi organisasi, perubahan pemanfaatan teknologi, perubahan kebijaksanaan, dan perubahan dalam praktik- praktik SDM sebagai akibat diterbitkan perundang-undangan baru oleh pemerintah dan berbagai faktor lain yang tertuang dalam keputusan manajemen.

  Sedangkan perubahan tindakan suatu organisasi yang dominan peranannya di masyarakat.

  2. Peningkatan mutu hasil pekerjaan Berkaitan dengan upaya perbaikan secara terus-menerus adalah peningkatan mutu hasil kerja oleh semua orang dan segala komponen organisasi, dan dalam hal ini peningkatan mutu sumber daya manusia adalah hal yang sangat penting. dipasarkan, baik berupa barang maupun jasa, akan tetapi menyangkut segala jenis kegiatan dimana organisasi terlibat. Berarti mutu menyangkut semua jenis kegiatan yang diselenggarakan oleh semua satuan kerja, baik pelaksana tugas pokok maupun pelaksana tugas penunjang, dalam organisasi. Peningkatan mutu tersebut tidak hanya penting secara internal, akan tetapi juga secara eksternal karena akan tercermin dalam interaksi organisasi dengan lingkungannya yang pada gilirannya turut membentuk citra organisasi dimata berbagai pihak disemua organisasi.

  3. Pemberdayaan sumber daya manusia Memberdayakan sumber daya manusia yang ada di dalam organisasi dapat dilakukan dengan memberikan hak-haknya sebagai manusia, seperti kebebasan untuk memperoleh pekerjaan yang layak, memperoleh imbalan yang wajar, memperoleh rasa aman, melibatkan dalam pengambilan keputusan, dll. SDM merupakan unsur yang paling strategik dalam organisasi. Karena itu memberdayakan SDM merupakan etos kerja yang sangat mendasar yang harus dipegang teguh oleh semua eselon organisasi dalam hierarki organisasi. Memberdayakan SDM mengandung berbagai kiat seperti mengakui harkat dan martabat manusia, perkayaan mutu kekaryaan dan penerapan gaya manajemen yang partisipatif melalui proses demokratisasi dalam kehidupan organisasi

4. Filsafat organisasi

  Cakupan dalam hal ini seperti memberikan perhatian kepada budaya organisasi, kehidupan dalam organisasi. Selain itu, perlunya ketentuan formal dan prosedur, seperti standar pekerjaaan yang harus dipenuhi, disiplin organisasi, system imbalan, serta prosedur penyelesaian pekerjaan

  Berdasarkan definisi teoritik di atas, dapat diartikan bahwa upaya-upaya yang dapat meningkatkan produktivitas kinerja diantaranya adalah pertama, perbaikan terus-menerus dimana hal tersebut implikasinya secara menyeluruh di dalam komponen organisasi dapat memicu sebuah perubahan. Kedua, peningkatan mutu hasil pekerjaan. Ketiga, pemberdayaan SDM. Ketiga upaya tersebut penting untuk dilakukan dalam meningkatkan etos kerja yang akan meningkatkan mutu dari hasil pekerjaan serta pemberdayaan SDM salah satu upaya yang penting dalam peningkatan produktivitas kerja yang tinggi.

2.2.5 Faktor-faktor yang Memengaruhi Produktivitas Kerja

  Meningkatkan produktivitas kerja yang tinggi, pimpinan perusahaan harus memiliki sikap mental yang berorientasi produktif dan selalu menggunakan potensi yang maksimal, optimis, tekun, dan berusaha sungguh-sungguh dalam menghadapi tantangan pembangunan.

  Produktivitas tenaga kerja dipengaruhi oleh berbagai faktor, baik yang berhubungan dengan tenaga kerja itu sendiri maupun faktor lain seperti pendidikan, keterampilan, displi, sikap dan etika kerja, motivasi, gizi dan kesehatan, tingkat penghasilan, jaminan sosial, lingkungan dan iklim kerja, teknologi, sarana

  Faktor- faktor yang harus dipertimbangkan dalam peningkatan produktivitas kerja karyawan, antara lain :

1. Faktor usia

  Dalam rangka menempatkan karyawan, faktor usia pada diri karyawan yang lulus dalam seleksi perlu mendapatkan pertimbangan. Hal tersebut dimaksudkan untuk menghindari rendahnya produktivitas yang dihasilkan oleh karyawan yang bersangkutan. Petani (dalam penelitian ini disebut karyawan panen) berusia lanjut berumur 65 tahun keatas, biasanya fanatik terhadap tradisi dan sulit untuk diberikan pengertian yang dapat mengubah cara berpikir, cara kerja, dan cara hidupnya. Karyawan panen bersikap apatis terhadap adanya teknologi baru. Karyawan panen dan pemupuk yang berusia lanjut tidak mempunyai kekuatan tenaga dalam mengusahakan usahataninya sehingga hanya mampu mengusahakan dalamskala kecil. Usia tenaga kerja yang produktif berumur 16- 64 tahun, sedangkan pada usia 65 keatas sudah dikatakan usia lanjut (Van den ban dan Hakwiks, 1999).

  2. Faktor prestasi akademis Prestasi akademis yang telah dicapai oleh karyawan yang bersangkutan selama mengikuti jenjang pendidikan harus mendapatkan pertimbangan. Dengan mempertimbangkan faktor prestasi akademis, maka dapat ditetapkan dimana akademisnya. Pendidikan yang minim mengakibatkan kurangnya pengetahuan dalam memanfaatkan sumber sumber alam yang tersedia. Hal ini berakibatkan pada setiap usaha usaha penduduk yang hanya mampu menghasilkan pendapatan yang rendah. Rendahnya mutu SDM (pengetahuan dan keterampilan karyawan pemanen dan pemupuk) karena kurangnya pendidikan dan pelatihan yang mereka peroleh. Lemahnya pendidikan karyawan pemanen dan pemupuk dapat mengakibatkan kemiskinan (Van den ban dan Hakwiks, 1999).

  3. Faktor status perkawinan (jumlah tanggungan) Mengenai status perkawinan karyawan adalah merupakan hal yang sangat penting. Selain untuk kepentingan ketenagakerjaan juga sebagai bahan pertimbangan dalam penempatan karyawan. Jumlah tanggungan semakin banyak menekankan akan adanya lahan tanaman yang luas untuk membiayai kebutuhan keluarganya. Jumlah tanggungan semakin tinggi dan rendahnya pendidikan disektor pertanian dapat mengakibatkan tingkat pendapatan yang rendah dan pengembangan pertanian akan terlambat, hal ini mengakibatkan tabungan rendah, investasi pengembangan rendah, sulit memperoleh modal pinjaman (Van den ban dan Hakwiks,1999).

4. Faktor pengalaman

  Pengalaman bekerja pada pekerjaan yang sejenis yang telah dialami sebelumnya perlu mendapatkan pertimbangan dalam rangka penempatan karyawan tersebut.

  Hal tersebut berdasarkan pada kenyataan yang menunjukkan bahwa makin lama bersangkutan. Banyaknya pengalaman bekerja memberikan kecenderungan bahwa karyawan yang bersangkutan memiliki keahlian dan pengalaman yang relatif tinggi. Pengalaman seseorang dalam berusaha tani berpengaruh pula dalam menerima inovasi dari luar. Lamanya pengalamaan diukur mulai sejak kapan karyawan panen dan pemupuk itu aktif secara mandiri mengusahakan usaha taninya tersebut sampai diadakan penelitian. Petani yang sudah mempunyai pengalaman dalam mengelolah usaha taninya merasa sudah mempunyai keterampilan dan pengetahuan yang tinggi, sehingga sebagian petani tidak percaya terhadap penyuluhan. Seseorang yang mempunyai pengalaman yang tinggi tidak dapat dikatagorikan mempunyai tingkat produksi yang tinggi. Tingginya produksi tergantung pada pemeliharaan tanaman yang dibudidayakan (Van den ban dan Hakwiks,1999).

  Berbagai faktor yang mempengaruhi produktivitas kerja diantaranya adalah :

  1. Sikap kerja, berupa motivasi kerja, disiplin kerja, dan etika kerja. Sikap kerja erat kaitannya dengan ergonomis kerja. Ergonomis yang merupakan pendekatan multi dan interdisiplin yang berupaya menyerasikan alat, cara dan lingkungan kerja terhadap kemampuan, kebolehan dan batasan tenaga kerja sehingga tercipta kondisi kerja yang sehat, selamat, aman, dan efisien. Dalam hal ini ergonomik juga berupaya menciptakan kesehatan dan keselamatan kerja bagi tenaga kerja sehingga mampu meningkatkan produktivitas kerjanya. Tujuan ergonomik dan K3 hampir sama yaitu untuk menciptakan kesehatan dan semua tempat kerja untuk meningkatkan kesehatan dan keselamatan kerja tenaga kerja guna meningkatkan produktivitas kerja tenaga kerja.

  2. Pendidikan, pada umumnya orang yang mempunyai pendidikan lebih tinggi akan mempunyai wawasan yang lebih luas yang berpengaruh terhadap produktivitas kerja.

  3. Keterampilan, apabila pegawai semakin terampil maka akan lebih mampu bekerja serta menggunakan fasilitas kerja dengan baik. Pendidikan merupakan salah satu hal yang sangat besar pengaruhnya terhadap peningkatan produktivitas. Semakin tinggi pendidikan karyawan, semakin besar ia dapat bekerja dengan efektif dan efesien sehingga mampu meningkatkan prestasinya ke jenjang yang lebih baik dan lebih tinggi.

  4. Manajemen, berkaitan dengan sistem yang diterapkan oleh pimpinan untuk memimpin serta mengendalikan staf. manajemen yang tepat menimbulkan semangat yang lebih tinggi baik pegawai untuk bekerja. Perilaku pemimipin sering disebut gaya kepemimpinan (style of leadership) yaitu pola tingkah laku yang dirancang untuk mengintegerasikan tujuan tertentu. Seorang pemimpin yang efektif ádalah pimpinan yang dapat memotivisir dan bergairah dalam melaksanakan tugasnya.

  5. Tingkat penghasilan, dapat menimbulkan konsentrasi kerja, kemampuan yang dimiliki dapat dimanfaatkan untuk menigkatkan produktivitas. lebih kuat dan berpengaruh pada semangat kerja. Salah satu tugas pimpinan perusahaan adalah berusaha untuk mempertahankan kesehatan para karyawannya. Kesehatan fisik maupun mental karyawan yang buruk akan menyebabkan kecenderungan adanya tingkat absensi yang tinggi dan rendah tingkat produktivitasnya, dan sebaliknya karyawan yang memiliki kondisi yang prima dapat menyelesaikan pekerjaannya dengan sangat baik. Untuk itu gizi setiap karyawan perlu diperhatikan karena hal ini besar pengaruhnya terhadap peningkatan produktivitas.

  7. Jaminan sosial, untuk menigkatkan pengabdian dan semangat kerja pegawai.

  8. Lingkungan dan iklim kerja, akan mendorong pegawai senang bekerja dan menigkatakan rasa tanggung jawab untuk melakukan pekerjaan dengan baik menuju kearah peningkatan produktivitas.

  9. Sarana produksi, apabila sarana produksi yang digunakan baik berpengaruh terhadap peningkatan produktivitas.

  10. Teknologi, apabila teknologi yang dipakai tepat dan lebih maju tingkatannya berakibat tepat waktu dalam penyelesaian proses produksi, jumlah produksi yang dihasilkan lebih banyak dan bermutu, dan memperkecil terjadinya pemborosan bahan sisa.

  11. Kesempatan berpretasi, akan menimbulkan dorongan psikologis untuk meningkatkan dedikasi serta pemanfaatan potensi yang dimiliki untuk Berbagai faktor yang diuraikan diatas dapat saling berpengaruh, dan dapat mempengaruhi penigkatan produktivitas baik secara langsung maupun tidak langsung.

2.3 Hubungan Keselamatan dan Kesehatan Kerja dengan Produktivitas

  Keselamatan dan Kesehatan kerja baik sekarang maupun di masa datang merupakan sarana menciptakan situasi kerja yang aman nyaman, dan seha, ramah lingkungan sehingga dapat mendorong efisiensi dan produktivitas yang pada akhirnya dapat meningkatkan kesejahteraan semua pihak baik bagi perusahaan maupun pekerja. Dengan demikian pemantauan dan pelaksanaan norma-norma kesehatan dan keselamatan kerja di tempat kerja merupakan usaha meningkatkan kesejahteraan pekerja, keamanan aset produksi dan menjaga kelangsungan bekerja dan berusaha dalam kerangka pembangunan berkelanjutan (Chandra, 2002).

  Keselamatan dan Kesehatan Kerja berkaitan dengan melindungi sumber daya manusia dan fasilitas di tempat kerja. K3 sangat di perlukan dalam berbagai bidang industri dan merupakan suatu bentuk kepeduliaan kepada pekerja untuk terhindar dari berbagai bahaya yang ada di tempat kerja merekaa. Selain itu, bagi industri K3 diperlukan untuk mencegah kerugiaan bencana seperti ledakan, kebaran, dan sebagainya. Fungsi manajemen K3 dalam suatu industri berkaitan dengan peningkatan produktivitas dan efisiensi.

  Keuntungan dari tempat kerja yang aman dan sehat dapat mengurangi tingkat meningkatkan kualitas kehidupan kerja bagi pekerjanya, perusahaan bisa lebih efektif. Beberapa manfaat positif dari tempat kerja yang aman dan sehat adalah: 1.

  Produktivitas lebih tinggi karena berkurangnya hari kerja yang hilang 2. Meningkatnya efisiensi dan kualitas tenaga kerja yang lebih sehat 3. Berkurangnya pengeluaran medis dan asuransi 4. Menurunnya tingkat pembayaran pegawai dan pembayaran langsung karena sedikitnya tuntutan yang diajukan

5. Serta meningkatnya reputasi sebagai perusahaa terbaik

  Hasil penelitian yang dilakukan Hesapro Tahun 2013 menunjukkan bahwa kecelakaan kerja dan sakit yang berhubungan dengan pekerjaan memiliki dampak negatif baik pada tingkat perusahaan maupun di tingkat makro. Dampak negatif dari yang berhubungan dengan pekerjaan dan hubungan antara daya saing nasional dan tingkat insiden nasional kecelakaan kerja. Temuan penelitian mendukung bahwa langkah-langkah kesehatan dan keselamatan memiliki dampak positif tidak hanya pada keselamatan dan kinerja kesehatan tetapi juga pada produktivitas perusahaan.

  Hasil penelitian juga mendukung keberadaan hubungan pentingnya antara lingkungan kerja yang baik dan produktivitas perusahaan. Dengan demikian, kualitas lingkungan kerja memiliki pengaruh yang kuat pada produktivitas dan profitabilitas. Hubungan antara program keselamatan dan kesehatan kerja dan efek positif dan hasil kinerja perusahaan telah ditunjukkan dengan jelas. Survei literatur juga menunjukkan bahwa K3 tidak harus dilihat sebagai murni biaya, tetapi juga sebagai investasi untuk komponen integral dari manajemen (Hesapro, 2013).

  Mengintegrasikan kesehatan dan keselamatan dalam strategi perusahaan dan kebijakan merupakan bagian dari strategi bisnis dan juga lingkaran perbaikan terus- menerus yang mendorong perusahaan untuk mencapai yang terbaik. Hasil yang terlihat pada tingkat organisasi sejak kerja langkah-langkah keselamatan dan kesehatan menyebabkan perubahan dengan menciptakan kondisi kerja yang lebih baik, meningkatkan iklim sosial dan proses organisasi. Studi kasus, survei dan penelitian lain yang terkait dengan beberapa intervensi kesehatan mendukung gagasan bahwa intervensi hasilnya akan berkontribusi terhadap produktivitas perusahaan. Pengembangan program K3 dan tindakan saja tidak cukup, program K3 hanya dapat berkontribusi secara berkelanjutan jika tujuan perusahaan mengembangkan program yang dirancang dengan baik dan berdasarkan pendekatan partisipatif (Hesapro, 2013).

2.4 Landasan Teori

  Strategi Community Uni Eropa 2007-2012 menyatakan kesehatan dan keselamatan di tempat kerja meningkatkan kualitas dan produktivitas di tempat kerja. Hal ini disebabkan oleh kenyataan bahwa kurangnya perlindungan yang efektif untuk menjamin kesehatan dan keselamatan di tempat kerja dapat menyebabkan ketidakhadiran, setelah kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja, dan dapat menyebabkan kecacatan kerja permanen. Hal ini tidak hanya menjadi masalah pada ekonomi yang sangat besar terkait dengan kesehatan dan keselamatan di tempat kerja menghambat pertumbuhan ekonomi dan mempengaruhi daya saing bisnis, sebagian besar biaya ini juga jatuh pada sistem jaminan sosial dan keuangan publik.

  Strategi Uni Eropa pada kesehatan dan keselamatan di tempat kerja menegaskan interaksi antara kesehatan dan keselamatan kerja di satu sisi dan produktivitas di sisi lain. Investasi di bidang kesehatan dan keselamatan di tempat kerja harus dipandang sebagai investasi, bukan biaya. Asosiasi Eropa untuk Pusat Produktivitas Nasional mengeluarkan memorandum pada tahun 2005, The High Road

  to Wealth , melihat pada produktivitas dari perspektif penciptaan nilai. Beberapa faktor yang berkontribusi terhadap penciptaan nilai ini dapat dilihat pada Gambar 2.1.

  Kesehatan dan Keselamatan Kerja adalah salah satu dari faktor-faktor ini. Modal manusia merupakan prasyarat untuk pengembangan berorientasi masa depan. Inilah sebabnya mengapa perusahaan semakin membutuhkan pekerja berkualitas, termotivasi dan pekerja yang efisien yang mampu dan bersedia untuk berkontribusi secara aktif untuk inovasi teknis dan organisasi. Pekerja sehat bekerja dalam kondisi kerja yang sehat dengan demikian merupakan prasyarat penting bagi perusahaan untuk bekerja dengan lancar dan produktif .

Gambar 2.1 The Finnish Work Environment Fund (EANPC, 2005)

2.5 Kerangka Konsep

  Kerangka konsep pada penelitian ini sebagai berikut:

  Gambar. 2.2 Kerangka Konsep Penelitian

  Keselamatan 1.

  Peraturan keselamatan 2. Komunikasi dan dukungan

3. Alat pelindung diri 4.

  Pelatihan K3 Kesehatan 1.

  Kondisi fisik pemanen 2. Pemeriksaan kesehatan 3. Sarana pelayanan kesehatan

  Produktivitas

  1.Kuantitas

  2. Kualitas

  3. Ketepatan Waktu

Dokumen yang terkait

Pengaruh Keselamatan dan Kesehatan Kerja terhadap Produktivitas Kerja Karyawan pada PT. Multi Structure Duri-Riau

7 158 120

Pengaruh Keselamatan Dan Kesehatan Kerja Terhadap Produktivitas Pekerja PT. X 2015

18 325 138

Pengaruh Keselamatan Dan Kesehatan Kerja (K3) Terhadap Kinerja Karyawan Pada PT. Adhi Karya Kawasan Medan (Plant Patumbak).

11 128 75

Pengaruh Penerapan Program Keselamatan Dan Kesehatan Kerja (K3) Terhadap Keamanan Kerja Dan Produktivitas Kerja Karyawan Bagian Produksi PT. Sinar Oleochemichal Internasional (SOCI) Mas Medan

11 143 212

Pengaruh Jaminan Keselamatan Dan Kesehatan Kerja (K3) Terhadap Kinerja Karyawan Pada PT. PERTAMINA Unit Pemasaran - 1 Medan

1 32 117

Pengaruh Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) Terhadap Kinerja Karyawan Pada PT. Ecogreen Oleochemicals Medan Plant

2 54 109

Analisis Pengaruh Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) Serta Lingkungan Kerja Terhadap Produktivitas Kerja Karyawan PT. Sinar Sosro Tanjung Morawa Medan

31 176 154

Pengaruh Pelaksanaan Program Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) terhadap Produktivitas Kerja Karyawan pada PT. Bormindo Nusantara Duri

0 5 10

E.5 Pengaruh Penerapan Program Keselamatan Dan Kesehatan Kerja (K3) Terhadap Produktivitas Tenaga Kerja Pembesian Balok Gerder Pada Pt. Wika Beton Pasuruan

0 1 14

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) - Hubungan Persepsi Keselamatan dan Kesehatan Kerja dengan Perilaku K3 pada Pekerja Bagian Produksi PT. Supratama Juru Enginering Medan Tahun 2015

0 3 22