Perlindungan Hukum terhadap Keselamatan dan Kesehatan Kerja dalam Kegiatan Produksi di PT. Sumo Internusa Indonesia.

(1)

DAFTAR PUSTAKA

Buku

Budiono, Abdul Rachmad, Hukum Perburuhan di Indonesia, Jakarta, Penerbit Raja Grafindo Persada, 1999.

Depnakertrans RI, Evaluasi Depnakertrans Tahun 1994/1995, Jakarta, 2005. Dimyati, Khudzaifah & Kelik Wardiono, Metode Penelitian Hukum, Surakarta:

Universitas Muhammadiyah Surakarta, 2004.

Djumaidi, Hukum Perburuhan Perjanjian Kerja, Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2008.

F.X, Djumialdi, Perjanjian Kerja, Jakarta: Bina Aksara, 1977.

G, Kartasapoetra, Hukum Perburuhan di Indonesia Berdasarkan Pancasila,

Jakarta: Sinar Grafindo, 1992.

Hakim, Abdul, Hukum Tenaga Kerja Berdasarkan UU No. 13 Tahun 2003, Bandung: Citra Aditya Bakti, 2004.

Halim, A. Ridwan, dkk, Seri Hukum Perburuhan Aktual, Jakarta: Pradnya Paramita, 1987.

Husni, Lalu, Pengantar Hukum Ketenagakerjaan Indonesia, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2000.

Ibrahim, Johnny Teori dan Metodologi Penelitian Hukum Normatif, Malang: UMM Press, 2007.

Kansil, Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka1986.

Mertokusumo, Soedikno, Mengenal Hukum (Suatu Pengantar), Yogyakarta: Liberty, 1988.

Muharam, Hidayat, Panduan Memahami Hukum Ketenagakerjaan Serta Pelaksanaannya di Indonesia, Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2006. Prints, Darwan, Hukum Ketenagakerjaan Indonesia, Bandung: PT. Citra Aditya


(2)

Purbacaraka dan Soerjono Soekanto, Sendi-sendi Ilmu Hukum dan Tata Hukum, Bandung, Alumni, 1986.

Sendjun, Pokok-Pokok Hukum Ketenagakerjaan di Indonesia. Jakarta: Rineka Cipta, 2001.

Soedjono, Wiwoho, Hukum Perjanjian Kerja, Jakarta: Bina Aksara, 1987.

Soepomo, Iman, Hukum Perburuhan Bagian Pertama Hukum Perburuhan,

Jakarta: PPAKRI Bhayangkari, 1968.

_______________, Hukum Perburuhan Undang-undang dan Peraturan– peraturan, Jakarta: Jambatan, 1972.

Soetiksno, Hukum Perburuhan, (Jakarta: tanpa penerbit, 1977). Subekti, Aneka Perjanjian, Bandung: Alumni, 1977.

Sumakmur, Keselamatan Kerja dan Pencegahan Kecelakaan Kerja, Jakarta: Haji Mas Agung, 1987.

YW, Sunindhia, dan Widayanti, Ninik, Masalah PHK dan Pemogokan, Jakarta: PT. Bina Aksara, 1988.

Peraturan Perundang-undangan

Undang-undang Dasar 1945 Pasca Amandemen Kitab Undang-undang Hukum Perdata

Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan

Undang-undang No. 22 tahun 1957 tentang Penyelesaian Perselisihan Perburuhan Undang-undang No. 3 tahun 1992 tentang Jamsostek

Undang-undang No. 21 Tahun 2000 tentang Serikat Pekerja/Serikat Buruh

Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi R.I. Nomor Kep.100/Men/ VI/2004 Tahun 2004 tentang Ketentuan Pelaksanaan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu.


(3)

BAB III

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP TENAGA KERJA

A. Pengertian Perlindungan Hukum

Secara umum dapat dijelaskan bahwa pengertian Perlindungan hukum adalah tindakan melindungi atau memberikan pertolongan dalam bidang hukum.45

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), yang dimaksud dengan hukum adalah peraturan yang dibuat oleh Pemerintah atau adapt yang berlaku bagi semua orang dalam masyarakat (Negara). Sedangkan, hukum dasarnya merupakan perlengkapan masyarakat untuk menjamin agar kebutuhan-kebutuhan dalam masya- rakat dapat dipenuhi secara teratur agar tujuan-tujuan kebijaksanaan publik dapat terwujud di dalam masyarakat. Berbicara perlindungan hukum berarti membahas tentang hak dan kewajiban tenaga kerja. Perlindungan hukum terhadap tenaga kerja di kapal merupakan salah satu bagian yang sangat penting dalam pelaksanaan hak bekerja dalam perusahaan, apalagi mengingat resiko Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) yang dimaksud Perlindungan adalah cara, proses, perbuatan melindungi. Menurut Pasal 1 ayat (4) Undang-undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan kekerasan dalam rumah tangga, yang dimaksud perlindungan adalah segala upaya yang ditujukan untuk memberikan rasa aman kepada korban yang dilakukan oleh pihak keluarga, advokat, lembaga sosial, kepolisian, kejaksaan, pengadilan atau pelaksana lainnya baik sementara maupun berdasarkan penetapan pengadilan.

45

WJS. Purwodarminto, Kamus Umum Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1959), hal. 224.


(4)

bahayanya, maka pekerjaan yang dilakukan oleh tenaga kerja haruslah sesuai dengan harkat dan martabat manusia itu sendiri.

Untuk menjamin hak-hak tenaga kerja tersebut, maka perlu dilakukan upaya pelaksanaan perlindungan hukum terhadap tenaga kerja tanpa terkecuali. Perlindungan hukum terhadap tenaga kerja dituangkan dalam Pasal 28 D ayat (2) UUD 1945, yang berbunyi:

“Setiap orang berhak untuk bekerja serta mendapatkan imbalan dan perlakuan yang adil dan layak dalam hubungan kerja”

Dalam hal ini pengusaha/ perusahaan harus memberikan perlindungan hukum kepada tenaga kerja sesuai dengan jenis pekerjaannya. Meskipun hanya seorang pelayan akan tetapi juga harus tetap diperhatikan. Mengingat peranan tenaga kerja sangat penting demi kelancaran perusahaan. Tenaga kerja harus memperoleh hak-hak mereka secara penuh, begitu juga sebaliknya tenaga kerja juga harus memenuhi kewajibannya dengan baik pula. Sehingga, akan tercipta hubungan kerja yang dinamis antara perusahaan dengan pihak tenaga kerja. Jadi perlindungan hukum tidak hanya semata-mata memberikan perlindungan

B. Tujuan perlindungan hukum terhadap tenaga kerja

Tujuan Perlindungan hukum sebagaimana tercantum dalam pasal 4 Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan adalah memberikan perlindungan kepada tenaga kerja dalam mewujudkan kesejahteraan dan meningkatkan kesejahteraan tenaga kerja dan keluarganya. Mengingat pentingnya peran tenaga kerja atau pekerja dalam sebuah perusahaan, maka tujuan


(5)

perlindungan hukum terhadap tenaga kerja harus dilaksanakan sebagaimana mestinya. Tanpa harus membedakan satu dengan yang lain karena pada dasarnya setiap tenaga kerja berhak memperoleh perlindungan. Selain itu, dengan mengingat tenaga kerja memiliki resiko, dengan begitu jika adanya keseimbangan antara hak dan kewajiban maka hubungan kerja dapat berjalan dengan lancar.

Pada dasarnya dalam hubungan antara tenaga kerja dan pengusaha, secara yuridis pekerja dipandang sebagai orang yang bebas karena prinsip negara Indonesia, tidak seorangpun boleh diperbudak. Secara sosiologis, pekerja itu tidak bebas sebagai orang yang terpaksa untuk menerima hubungan kerja dengan pengusaha meskipun memberatkan bagi pekerja itu sendiri, lebih-lebih saat sekarang ini dengan banyaknya jumlah tenaga kerja yang tidak sebanding dengan lapangan yang tersedia. Akibatnya tenaga kerja sering kali diperas oleh pengusaha dengan upah yang relatif kecil dan tidak ada jaminan yang diberikan. Selain itu, tenaga kerja memiliki resiko dalam pekerjaannya. Mengingat hal tersebut perusahaan harus memberikan kepastian hukum kepada tenaga kerja atau pekerja.

Dengan adanya kejelasan tujuan perlindungan hukum terhadap tenaga kerja dapat memberikan kepastian hukum yang jelas dalam pelaksanaannya sehingga tenaga kerja tidak dirugikan.

C. Bentuk perlindungan hukum terhadap tenaga kerja

Berdasarkan ketentuan pasal 1 angka 15 Undang-Undang No.13 Tahun 2003 pengertian hubungan kerja yaitu “Hubungan antara pengusaha dengan pekerja/buruh berdasarkan perjanjian kerja, yang mempunyai unsur pekerjaan,


(6)

upah dan perintah”. Hubungan kerja terjadi setelah adanya perjanjian kerja antara buruh dan majikan, yaitu suatu perjanjian dimana pihak kesatu, buruh, mengikatkan diri untuk bekerja dengan menerima upah pada pihak lainnya, majikan, yang mengikatkan diri untuk mempekerjakan buruh itu dengan membayar upah. “Pada pihak lainnya” mengandung arti bahwa pihak buruh dalam melakukan pekerjaan itu berada di bawah pimpinan pihak majikan.46

a. Menganggap para pekerja sebagai partner yang akan membantunya untuk menyukseskan tujuan usaha;

Hubungan kerja dilakukan oleh subyek hukum. Subyek hukum yang terikat dalam hubungan kerja ini adalah pengusaha dan pekerja. Pengertian pekerja/buruh berdasarkan pasal 1 angka 3 Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 yaitu ”Setiap orang yang bekerja dengan menerima upah atau imbalan dalam bentuk lain”.

Undang-Undang No.13 Tahun 2003 membedakan pengertian antara pengusaha, pemberi kerja dan perusahaan. Pasal 1 angka 4 Undang-Undang No.13 Tahun 2003 pengertian pemberi kerja yaitu “Orang perseorangan, pengusaha, badan hukum, atau badan-badan lainnya yang mempekerjakan tenaga kerja dengan membayar upah atau imbalan dalam bentuk lain.

Hubungan antara pengusaha dengan pekerja di dalam melaksanakan hubungan kerja diharapkan harmonis supaya dapat mencapai peningkatan produktifitas dan kesejahteraan pekerja. Untuk itu, para pengusaha dalam menghadapi para pekerja hendaknya:


(7)

b. Memberikan imbalan yang layak terhadap jasa-jasa yang telah dikerahkan oleh partnernya itu, berupa penghasilan yang layak dan jaminan-jaminan sosial tertentu, agar dengan demikian pekerja tersebut dapat bekerja lebih produktif (berdaya guna); dan

c. Menjalin hubungan baik dengan para pekerjanya.47

Agar kedua belah pihak dapat melaksanakan hubungan kerja dengan baik, tanpa adanya tindakan sewenang-wenang dari salah satu pihak maka diperlukan adanya campur tangan dari pemerintah dalam bentuk peraturan-perundang-undangan.

Adanya peraturan perundang-undangan ditujukan untuk pengendalian. Baik pemberi pekerja maupun yang diberi pekerjaan, masing-masing harus terkendali atau masing-masing harus menundukkan diri pada segala ketentuan dan peraturan yang berlaku, harus bertanggungjawab dalam melaksanakan kegiatan masing-masing sesuai dengan tugas dan wewenangnya, hingga keserasian dan keselarasan akan selalu terwujud.48

1. Waktu Kerja

Bentuk jaminan perlindungan hukum terhadap tenaga kerja diatur dalam Undang-undang Nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan antara lain:

Waktu kerja diatur dalam Pasal 77 Undang-undang nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjan. Oleh sebab, itu setiap pengusaha wajib melaksanakan ketentuan waktu kerja, sebagaimana dalam Pasal 77 ayat (2) Undang-undang

47

Sunindhia, YW, dan Widayanti, Ninik, Masalah PHK dan Pemogokan, (Jakarta: PT. Bina Aksara, 1988), hal. 129.

48

Kartasapoetra, G, Hukum Perburuhan di Indonesia Berdasarkan Pancasila, (Jakarta: Sinar Grafindo, 1992), hal. 13.


(8)

nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Selain itu, pengusaha wajib memberikan waktu cuti dan istirahat kepada pekerja. Hal tersebut diatur dalam pasal 79 ayat (2) yaitu:

a. Istirahat antara jam kerja, sekurang-kurangnya setengah jam setelah bekerja selama 4 jam terus menerus dan waktu istirahat tidak termasuk jam kerja

b. Istirahat mingguan 1 (satu) hari untuk 6 (enam) hari kerja dalam 1 (satu) minggu atau 2 (dua) hari untuk 5 (lima) hari kerja dalam 1 (satu) minggu. c. Cuti tahunan, sekurang-kurangnya 12 (dua belas) hari kerja setelah pekerja

yang bersangkutan bekerja selama 12 (dua belas) bulan secara terus menerus.

d. Istirahat panjang sekurang-kurangnya 2 (dua) bulan, dan dilaksanakan pada tahun ketujuh dari kedelapan masing- masing 1 (satu) bulan bagi pekerja yang telah bekerja selama 6 (enam) tahun secara terus menerus pada perusahaan yang sama dengan ketentuan pekerja tersebut tidak berhak lagi atas istirahat tahunannya dalam 2 (dua) tahun berjalan dan selanjutnya berlaku untuk setiap kelipatan masa kerja 6 (enam) tahun. 2. Keselamatan dan Kesehatan Kerja

Pengertian Keselamatan kerja adalah keselamatan yang bertalian dengan mesin, pesawat alat kerja, bahan dan proses pengelolaanya, landasan tempat kerja dan lingkungannya, serta cara-cara melakukan pekerjaan.49

49

Sumakmur, Keselamatan Kerja dan Pencegahan Kecelakaan Kerja, (Jakarta: Haji Mas

Obyek keselamatan kerja adalah segala tempat kerja, baik di darat, di permukaan air, di dalam air dan


(9)

di udara. Sedangkan Pengertian Kesehatan kerja adalah bagian dari ilmu kesehatan yang bertujuan agar tenaga kerja memperoleh keadaan yang sempurna, baik fisik, mental maupun sosial, sehingga memungkinkan dapat bekerja secara optimal.50

Adapun tujuan upaya keselamatan dan kesehatan kerja bertujuan untuk melindungi keselamatan tenaga kerja di kapal guna mewujudkan produktivitas kerja yang optimal, dengan cara pencegahan kecelakaan dan penyakit akibat kerja, pengendalian bahaya di tempat kerja, pomosi kesehatan, pengobatan, dan rehabilitasi.51

a. keselamatan dan kesehatan kerja

Keselamatan dan kesehatan kerja diatur dalam Pasal 86 ayat (1), (2), (3), Undang-undang nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan yaitu: (1) Setiap pekerja mempunyai hak untuk memperoleh perlindungan atas:

b. moral dan kesusilaan

c. perlakuan yang sesuai dengan harkat dan martabat manusia serta nilai-nilai agama

(2) Untuk melindungi keselamatan pekerja guna mewujudkan produktivitas kerja yang optimal diselenggarakan upaya keselamatan dan kesehatan kerja.

(3) Perlindungan sebagaimana yang dimaksud dalam ayat (1) dan (2) dilaksanakan sesuai dengan peraturan tertentu.

Ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai keselamatan kerja pada umumnya mengacu pada Undang-undang Nomor 1 Tahun 1970 tentang

50

Depnakertrans RI, Evaluasi Depnakertrans Tahun 1994/1995, Jakarta, 2005, hal. 11.

51

Abdul Hakim, Hukum Tenaga Kerja Berdasarkan UU No. 13 Tahun 2003, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 2004), hal. 65.


(10)

Keselamatan. Jadi setiap perusahaan perusahaan wajib menerapkan sistem manajemen keselamatan dan kesehatan kerja.

3. Pengupahan

Pengupahan merupakan sebagai salah satu aspek penting dalam perlindungan hukum tenaga kerja atau pekerja. Besarnya upah yang diperoleh pekerja didasarkan atas perjanjian kerja, sepanjang isinya tidak bertentangan dengan Undang-undang Nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, Peraturan Pemerintah nomor 7 tahun 2000 tentang Kepelautan, dan Peraturan gaji pelaut.

Adapun dasar perlindungan upah, antara lain:

a. Undang-undang Nomor 80 Tahun 1957 tetang persetujuan Konvensi International Labour Organization (ILO) Nomor 100 mengenai Pengupahan bagi pekerja laki-laki dan wanita untuk Pekerjaan yang sama. b. Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.

c. Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 1981 tentang Perlindungan Upah. d. Peraturan Menteri Tenaga kerja Nomor PER- 01/MEN/1999 tentang Upah

minimum jo Surat Keputusan Menteri Tenaga kerja dan Transmigrasi Nomor KEP-226/MEN/2000 tentang Perubahan Pasal 1, pasal 3, pasal 4, pasal 8, pasal 11, pasal 20, dan pasal 21 Peraturan Menteri Tenaga kerja Nomor PER- 01/MEN/1999 tentang Upah minimum.

e. Surat edaran Menteri Tenaga kerja dan Transmigrasi Nomor SE-01/MEN/1982 tentang Petunjuk Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 1981.


(11)

4. Bentuk lain dari perlindungan hukum tenaga kerja dinyatakan dalam Undang-undang No. 3 tahun 1992 tentang Jaminan Sosial (Jamsostek) Jaminan sosial adalah suatu perlindungan bagi tenaga kerja dalam bentuk santunan berupa uang sebagai pengganti sebagian dari penghasilan yang hilang atau berkurang dan pelayanan sebagai akibat peristiwa atau keadaan yang dialami oleh tenaga kerja yaitu kecelakaan, cacat, sehat, hari tua, dan meninggal dunia. (Pasal 1 angka (1) Undang-undang nomor 3 tahun 1992 tentang Jaminan sosial). Jaminan sosial (Jamsostek) sangat penting bagi pekerja, bahkan apabila pekerjaan tersebut memiliki resiko yang sangat besar yang mungkin dialami oleh tenaga kerja atau pekerja di kapal yaitu: kecelakaan, cacat, sehat, hari tua, dan meninggal dunia sehingga perlu upaya peningkatan perlindungan tenaga kerja melalui program jaminan sosial (Jamsostek).


(12)

BAB IV

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA DI PT. SUMO INTERNUSA INDONESIA

A. Gambaran umum PT. Sumo Internusa Indonesia 1. Sejarah Singkat Perusahaan

PT. Sumo Internusa Indonesia merupakan perusahaan yang bergerak di bidang advertising. Perusahaan ini didirikan pada tahun 2002 oleh Witaf Tanny yang notabene merupakan Warga Negara Indonesia Keturunan Cina, dan beralamat di Jl. Amal Luhur Nomor 118 Medan. Witaf Tanny berkedudukan sebagai Direktur Utama pada PT. Sumo Internusa Indonesia.

Pada awal pendirian, perusahaan ini mengalami hambatan dalam memasarkan produk. Hal ini disebabkan karena profil perusahaan ini kurang dikenal di kalangan pengusaha-pengusaha produk yang perlu untuk diperkenalkan ke masyarakat. Untuk mengatasi hal tersebut, perusahaan melakukan serangkaian promosi dan tindakan untuk menarik kepercayaan kalangan pengusaha tentang kemampuan perusahaan ini untuk memasarkan produk. Hasilnya dalam dua hingga tiga tahun pasca pendiriannya, perusahaan ini mulai berkembang dan mulai masuk dalam dunia persaingan usaha, bersaing dengan pengusaha lain yang juga bergerak di bidang usaha yang sama, dimana perusahaan ini mulai memperoleh laba melalui banyaknya kesepakatan yang dicapai dengan para pengusaha yang ingin memasarkan produk mereka.

Adapun visi PT. Sumo Internusa Indonesia ini adalah menjadi salah satu perusahaan yang memperkenalkan produk-produk berkualitas kepada masyarakat


(13)

Indonesia, yaitu sebagai perusahaan advertising. Sedangkan misinya adalah berkomitmen untuk memberikan pelayanan terbaik kepada pelanggan. Dalam pelaksanaan operasional perusahaan, PT. Sumo Internusa Indonesia bergerak dalam bidang iklan, yakni memasarkan produk-produk perusahaan tertentu yang memiliki kualitas.

Secara umum, tujuan didirikannya perusahaan ini adalah untuk: 1. Memperoleh laba

2. Memasarkan dan memperkenalkan produk-produk yang berkualitas 3. Membantu program pemerintah dalam menciptakan lowongan kerja 2. Struktur Organisasi Perusahaan

Pihak-pihak yang mengelola perusahaan diatur sedemikian rupa dalam suatu struktur organisasi. Struktur organisasi merupakan suatu kerangka dasar tertentu yang menunjukkan hubungan satuan-satuan organisasi dan individu-individu yang berada di dalam suatu organisasi. Melalui struktur organisasi maka tugas-tugas, wewenang dan tanggung jawab setiap pejabat dapat diketahui dengan jelas dan tegas. Sehingga diharapkan setiap satuan-satuan organisasi dapat bekerja bersamasama secara harmonis. Struktur organisasi pada PT. Sumo Internusa Indonesia telah menggambarkan dengan nyata dimana masing-masing bagian terletak dan apa fungsinya. Bentuk organisasi PT. Sumo Internusa Indonesia adalah berbentuk garis dan staff yang setiap bagiannya saling berhubungan satu dengan yang lainnya.


(14)

Berikut ini uraian tugas, wewenang dan tanggung jawab untuk beberapa jabatan dan kedudukan pada PT. Sumo Internusa Indonesia, adalah sebagai berikut:

1. Direktur utama

Memiliki tugas-tugas sebagai berikut:

a. Direksi menerima petunjuk dari dan bertanggung jawab kepada RUPS tentang kebijaksanaan umum untuk menjalankan tugas pokok perusahaan dan tugas-tugas lain yang ditetapkan oleh RUPS.

b. Melaksanakan tugas-tugas pokok perusahaan.

c. Mengendalikan pelaksanaan kebijaksanaan Direksi yang dilakukan oleh para Direktur serta mengendalikan pelaksanaan tugas Kepala Satuan Pengawasan Intern, Kepala Bagian Perencanaan dan pengembangan.

2. Manager Umum (General Manager) Memiliki tugas-tugas sebagai berikut:

a. Memimpin dan mengkoordinasikan kegiatan yang berhubungan dengan operasional perusahaan secara keseluruhan.

b. Mengontrol setiap kegiatan agar sesuai dengan jadwal yang sudah dibuat

c. Mengontrol kegiatan penyediaan sarana yang diperlukan d. Memperluas pasar.

3. Manager Pemasaran dan Pengembangan Usaha Memiliki tugas-tugas sebagai berikut:


(15)

a. Pembinaan dan penyelenggaraan pemasaran jasa kepelabuhan

b. Pembinaan dan penyelenggaraan pengembangan usaha dan teknologi informasi

c. Pembinaan dan penyelenggaraan perencanaan teknik dan konstruksi d. Pembinaan dan penyelenggaraan fasilitas perusahaan

4. Manager Operasional

Memiliki tugas-tugas sebagai berikut:

a. Pembinaan dan penyelenggaraan operasi pada

b. Pembinaan dan penyelenggaraan manajemen dan jaminan mutu 5. Manager Keuangan

Memiliki tugas-tugas sebagai berikut:

a. Pembinaan dan penyelenggaraan akuntansi manajemen b. Pembinaan dan penyelenggaraan perbendaharaan

c. Pembinaan dan penyelenggaraan akuntansi keuangan dan

d. Pembinaan dan penyelenggaraan kemitraan dan bina lingkungan. 6. Manager Personalia

Memiliki tugas-tugas sebagai berikut:

a. Pembinaan dan penyelenggaraan perencanaan dan pengembangan organisasi dan sumber daya manusia

b. Pembinaan dan penyelenggaraan hubungan ketenaga kerjaan dan administrasi sumber daya manusia dan


(16)

7. Satuan Pengawas Intern

Memiliki tugas sebagai berikut:

a. Penyelenggaraan penilaian pelaksanaan sistem pengendalian internal dan sistem pengendalian manajemen perusahaan

b. Penyelenggaraan pemeriksaan keuangan dan operasional perusahaan c. Penyelenggaraan dokumentasi laporan hasil pemeriksaan dan tindak

lanjut temuan hasil pemeriksaan intern 8. Sekretariat Korporasi

Memiliki tugas sebagai berikut:

a. Sebagai pejabat penghubung antara perusahaan dengan pemegang saham, regulator, lembaga lain dan publik

b. Sebagai pertanggung jawaban sekretariat, penyiapan pembinaan, penyusunan program kerja

c. Penyelenggaraan kegiatan hubungan masyarakat dan hubungan internasional

d. Penyelenggaraan kegiatan kesekretariatan Direksi dan hubungan antar lembaga dan pemantauan penerapan good corporate governance serta pelaksanaan program kerja dan penyelenggaraan penerapan sistem informasi manajemen di lingkungan kerja PT. Sumo Internusa Indonesia.

9. Biro Hukum

Memiliki tugas-tugas antara lain melindungi kepentingan perusahaan terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku, menelaah peraturan


(17)

perusahaan, memberikan bantuan dan pertimbangan hukum di dalam pengelolaan perusahaan dan penyiapan dokumen hukum dan sosialisasi peraturan perusahaan atau perundang-undangan yang berlaku, melaksanakan program kerja dan menyelenggarakan penerapan sistem informasi manajemen di lingkungan kerja perusahaan.

10.Biro Logistik

Memiliki tugas-tugas antara lain: pembinaan dan pelaksanaan program kerja pengembangan sistem logistik perusahaan, pembinaan dan pelaksanaan program kerja bidang pengadaan dan perbekalan bidang teknik dan non teknik, pembinaan dan pelaksanaan program kerja bidang administrasi dan ketata usahaan pengadaan barang dan jasa, dan pembinaan dan pelaksanaan program kerja dan penyelenggaraan penerapan sistem informasi manajemen di lingkungan kerja.

Struktur Organisasi PT. Sumo Internusa Indonesia

Direktur

General Manager

Manager Pemasaran & pengembangan usaha

Manager Operasional

Manager Keuangan

Manager Personalia

Sekretariat Korporasi Biro

Hukum

Biro Logistik Satuan


(18)

B. Pelaksanaan perlindungan hukum terhadap keselamatan dan kesehatan tenaga kerja di PT. Sumo Internusa Indonesia

Kecelakaan kerja tidak pernah diduga, bahkan tidak pernah diinginkan untuk dapat menimpa, karenanya resiko kecelakaan kerja harus selalu ditekan untuk menghindari setiap bentuk kecelakaan sekecil. Disamping itu juga pentingnya kewaspadaan terhadap bahaya yang timbul akibat adanya pemakaian alat-alat teknologi yang canggih serta diperlukan untuk meningkatkan pengetahuan, ketrampilan, ketangkasan didalam penggunaan alat-alat yang modern, dengan demikian kerugian yang ditimbulkan oleh resiko kerja dapat dicegah dan dapat dikendalikan. Dalam kecelakaan kerja yang terjadi di PT. Sumo Internusa Indonesia yang menimpa tenaga kerja dikarenakan keteledoran tenaga kerja yang tidak taat pada anjuran perusahaan untuk memakai peralatan kerja dan tidak berhati-hati dalam melakukan pekerjaan.

Ketidakpatuhan dan keengganan sebagian tenaga kerja diperusahaan untuk memakai peralatan pelindung diri didasarkan pada berbagai alasan, misalnya kewajiban bagi tenaga kerja untuk memakai masker atau alat penutup hidung dan mulut, kewajiban oleh tenaga kerja ini kadang-kadang dilaksanakan dengan alasan pemakaian masker atau alat penutup hidung dirasakan tidak enak dan tidak nyaman karena sulit bernafas serta kurangnya kebebasan dalam melakukan pekerjaan sehingga tidak sesuai tidak dapat berbicara satu dengan yang lainnya. PT. Sumo Internusa Indonesia dalam rangka untuk menciptakan agar tidak terjadi kecelakaan kerja terhadap tenaga kerja untuk melakukan upaya-upaya yaitu penyediaan alat-alat pelindung diri berupa alat penutup hidung dan mulut (masker), alat penutup telinga, alat penutup diri berupa pakaian kerja serta


(19)

penyuluhan, pembinaan, dan pengawasan terhadap tenaga kerja yang berkenaan dengan pekerjaannya. Upaya-upaya lain yang ditempuh oleh PT. Sumo Internusa Indonesia agar tidak terjadi kecelakaan kerja yaitu berupa pembinaan dan penyuluhan terhadap semua buruh yang dilakukan oleh pihak perusahaan pada waktu sebelum memulai pekerjaannya.

Menurut Andrry, Manajer Umum PT. Sumo Internusa Indonesia, setiap pekerja atau buruh mendapat istirahat dengan upah penuh yaitu dalam hal:

1. Istirahat mingguan 1 (satu) hari untuk 6 (enam) hari kerja dalam 1 (satu) minggu atau 2 (dua) hari untuk 5 (lima) hari kerja dalam 1 (satu) minggu; 2. Cuti tahunan, sekurang-kurangnya 12 (dua belas) hari kerja setelah

pekerja/buruh yang bersangkutan bekerja selama 12 (dua belas) bulan secara terus menerus;

3. Istirahat panjang sekurang-kurangnya 2 (dua) bulan dan dilaksanakan pada tahun ketujuh dan kedelapan masing-masing 1 (satu) bulan bagi pekerja/buruh yang telah bekerja selama 6 (enam) tahun secara terus menerus pada perusahaan yang sama dengan ketentuan pekerja/buruh tersebut tidak berhak lagi atas istirahat tahunannya dalam 2 (dua) tahun berjalan dan selanjutnya berlaku untuk setiap kelipatan masa kerja 6 (enam) tahun;

4. Pekerja/buruh melaksanakan ibadah yang diwajibkan oleh agamanya; 5. Istirahat bagi pekerja/buruh perempuan selama 1,5 (satu setengah) bulan

sebelum saatnya melahirkan anak dan 1,5 (satu setengah) bulan sesudah melahirkan menurut perhitungan dokter kandungan atau bidan;


(20)

6. Istirahat bagi pekerja/buruh perempuan yang mengalami keguguran kandungan selama 1,5 (satu setengah) bulan atau sesuai dengan surat keterangan dokter kandungan atau bidan.27 Akan tetapi untuk daerah dimana penduduknya memerlukan hari libur lain dari pada hari-hari libur diatas dapat ditetapkan peraturan lain tentang hari libur yang khusus bagi pekerja yang berkepentingan di daerah itu, tetapi dalam hal demikian jumlah hari libur untuk daerah itu tidak lebih jumlahnya dari 15 (lima belas) hari.

Dalam perusahaan, proses produksi terkadang dilaksanakan 24 jam secara terus menerus, pihak pengusaha dapat melaksanakannya dengan baik asal segala ketentuan yang telah ada dan ketentuan-ketentuan yang terdapat dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan dan mereka yang belum mencapai usia kerja, diperhatikannya benar-benar. Untuk menangani pekerjaan selama 24 jam sehari itu, pihak pengusaha dapat mengadakan shifting atau pengelompokan tenaga kerja, yaitu kelompok pekerja yang bekerja pagi sampai siang hari, kelompok pekerja yang bekerja siang sampai sore dan kelompok pekerja yang bekerja malam sampai subuh.52

Seorang perempuan memiliki kondisi psikologis yang berbeda dengan seorang pria. Karena itu tenaga kerja wanita harus mendapatkan perlindungan khusus dan perlakuan yang istimewa sebagai seorang perempuan didalam semua

52


(21)

lapangan kerja selalu mempertimbangkan hakekat, martabat dan sifat alamiahnya dalam memainkan peran ganda. Hak-hak tenaga kerja perempuan antara lain:53

1. Cuti haid, hamil dan gugur kandungan; 2. Istirahat menyusui bayi;

3. Tidak ada diskriminasi dalam pekerjaan;

4. Wanita dilarang dipekerjaan dalam tambang dan lain-lain tempat yang membahayakan martabat wanita.

Perlindungan tenaga kerja perempuan dilaksanakan dengan memperluas area perlindungan hingga mencapai sektor-sektor informal, khususnya dalam unit-unit produksi dalam industri-industri rumah tangga. Dalam hubungan dengan peningkatan partisipasi masyarakat, upaya perlindungan tenaga kerja perempuan dijalankanmelalui cara mendorong kelompok-kelompok perempuan dalam memainkan peranannya dan melalui aktifitas penyebaran berbagai informasi tentang perlindungan. Informasi itu mencakup hak-hak dan kewajiban tenaga kerja perempuan, penghapusan diskriminasi dalam pekerjaan, perlindungan fungsi-fungsi keibuan dalam pekerjaan, waktu kerja harmonis.

Disamping itu, penyajian informasi tentang kesehatan keluarga dan perlindungan perempuan yang bekerja pada malam hari dengan cara memberikan fasilitas kendaraan untuk mengantar dan menjemput yang disiapkan oleh perusahaan.30 Guna memberikan perlindungan bagi tenaga kerja perempuan sesuai dengan kodrat, harkat dan martabatnya ada peraturan tentang larangan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) bagi pekerja perempuan karena menikah, hamil, atau

53


(22)

melahirkan, ini diatur dalam Pasal 153 ayat (1)e Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Pada intinya Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tersebut melarang mengadakan PHK bagi pekerja perempuan karena hamil, melahirkan, gugur kandungan, atau menyusui bayinya, baik dalam hubungan kerja untuk waktu tertentu, maupun untuk waktu tidak tertentu.54

1. Para perempuan umumnya bertenaga lemah, halus tetapi tekun

Pengusaha yang mempekerjakan tenaga kerja perempuan dalam bidang usaha atau perusahaannya hendaknya dalam pemberian tugas atau penempatannya dalam jenis-jenis pekerjaan tertentu selalu memakai pertimbangan-pertimbangan yang sebijaksana mungkin, mengingat:

2. Norma-norma susila harus diutamakan agar tenaga-tenaga kerja perempuan tersebut tidak terpengaruh oleh perbuatan-perbuatan negatif dari tenaga kerja lawan jenisnya, terutama kalau dikerjakan pada malam hari

3. Para tenaga kerja perempuan itu umumnya mengerjakan pekerjaan-pekerjaan halus yang sesuai dengan kehalusan sifat dan tenaganya

4. Para tenaga kerja perempuan itu ada yang masih gadis dan ada pula yang telah bersuami atau berkeluarga yang dengan sendirinya mempunyai beban-beban rumah tangga yang harus dilaksanakannya pula.55

Upah adalah pembayaran yang diterima buruh atau pekerja selama ia melakukan pekerjaan atau dipandang melakukan pekerjaan. Dipandang dari sudut nilainya, upah nominal yaitu jumlah yang berupa uang riil, yaitu banyaknya

54


(23)

barang yang dapat dibeli dengan jumlah uang itu. Bagi pekerja atau buruh yang terpenting adalah upah riil ini, karena dengan upahnya itu mendapatkan cukup barang yang diperlukan untuk kehidupannya bersama dengan keluarganya. Kenaikan upah nominal tidak mempunyai arti baginya, jika kenaikan upah itu disertai dengan atau disusul oleh kenaikan harga keperluan hidup dalam arti yang seluas-luasnya.

Turunnya harga barang keperluan hidup karena misalnya bertambahnya produksi barang itu, akan merupakan kenaikan upah bagi buruh walaupun jumlah uang yang ia terima dari majikan adalah sama sediakala. Sebaliknya naiknya harga barang keperluan hidup, selalu berarti turunnya upah bagi pekerja atau buruh.56

1. Sistem upah jangka waktu. Menurut sistem pengupahan ini upah ditetapkan menurut jangka waktu buruh melakukan pekerjaan; untuk tiap jam diberi upah jam-jaman, untuk sehari bekerja diberi upah harian, untuk seminggu bekerja diberi upah mingguan, untuk sebulan bekerja diberi upah bulanan dan sebagainya

Menurut cara penetapan upah, ada beberapa sistem upah, sebagai berikut :

2. Sistem upah potongan. Sistem upah ini seringkali digunakan untuk mengganti sistem upah jangka waktu, dimana atau bilamana hasil pekerjaan tidak memuaskan, karena upah ini hanya dapat ditetapkan jika hasil pekerjaan dapat diukur menurut ukuran tertentu misalnya jumlah

56


(24)

banyaknya, jumlah beratnya, jumlah luasnya dari apa yang dikerjakan, maka sistem ini tidak dapat digunakan di semua perusahaan.

3. Sistem upah permufakatan. Sistem upah ini pada dasarnya adalah upah potongan, yaitu upah untuk hasil pekerjaan tertentu, misalnya pada pembuatan jalan, pekerjaan memuat, membongkar, dan mengangkut barang, dan sebagainya, tetapi upah itu bukanlah diberikan kepada buruh masing-masing, melainkan kepada sekumpulan buruh yang bersama-sama melakukan pekerjaan itu

4. Sistem skala upah berubah. Pada sistem ini terdapat pertalian antar upah dengan harga penjualan hasil perusahaan. Cara pengupahan ini dapat dijadikan oleh perusahaan yang harga barang hasilnya untuk sebagian terbesar atau seluruhnya tergantung dari harga pasaran di luar negeri. Upah akan naik atau turun menurut naik urunnya harga penjualan barang hasil perusahaan. Cara pengupuahan ini terdapat pada perusahaan pertambangan.57

Dalam hal pengupahan ini, pihak pengusaha dan pihak pekerja merasa puas. Pihak pengusaha merasa puas dengan mengeluarkan sejumlah besar permodalan untuk upah pekerja karena pekerja mengimbanginya dengan kegairahan kerja, kerajinan, dan tanggung jawab atas pekerjaannya, sehingga produk yang dihasilkan perusahaan makin meningkat kualitas maupun


(25)

kuantitasnya, pihak pekerja merasa puas karena pihak pengusaha memerhatikan nasib hidupnya yaitu pemberian upah yang layak.58

Bagi pekerja yang telah bekerja pada perusahaan selama enam tahun berturut-turut berhak atas istirahat yang lebih lama dari ketentuan diatas sesuai dengan kebijksanaan pihak pengusaha. Istirahat tahunan yang lamanya 12 hari kerja diberikan kepada pekerja yang bekerja pada perusahaan yang telah mempunyai masa kerja 12 bulan berturu-turut. Tetapi bilamana 6 bulan setelah lahir haknya itu ternyata pihak pekerja yang bersangkutan tidak menggunakan haknya (bukan karena alasan yang diberikan oleh pengusaha atau bukan karena alasan istimewa), maka hak istirahat tahunan tersebut menjadi gugur. Gugurnya hak ini harus sepengetahuan Direktorat Pengawasan Perburuhan pada Departemen Tenaga Kerja.59

Pada umumnya, dengan terpadunya peranan pengusaha dan peranan Organisasi Buruh sehingga keduanya dapat melakukan musyawarah dan mufakat, maka upah yang diberikan kepada para buruh telah dapat dikatakan upah yang wajar. Menentukan upah yang wajar kedua belah pihak dalam musyawarah dan mufakat telah berhasil mempertemukan pertimbangan-pertimbangannya, sehingga terwujud suatu kesepakatan mengenai upah yang wajar tersebut. Dengan demikian kenaikan upah yang tidak disertai dengan peningkatan dalam produksi dapat berakibat pada kenaikan harga produk yang dihasilkan dalam perusahaan, yang mungkin pula ada kaitannya dengan peningkatan harga-harga produk lain, sehingga nilai upah yang dinaikkan itu tidak ada artinya baik dipandang dari segi

58

Ibid

59


(26)

ekonomi, maupun bagi pemenuhan kebutuhan beserta keluarganya (pekerja dan anggota-anggota keluarga yang ditanggungnya)

Jadi peningkatan upah haruslah disertai adanya peningkatan produk, dan hal ini hendaknya diresapkan oleh para pekerja. Tanpa adanya kesadaran untuk meningkatkan produk, selain perusahaan itu akan menjadi lemah karena penghasilan yang kurang selalu tersedot dengan adanya pembengkakan upah, modal untuk operasi makin lama akan semakin berkurangdan pada akhirnya perusahaan akan menderita kerugian, yang memungkinkan pula kalau kerugian itu diderita secara terus-menerus, perusahaan yang bersangkutan akan menjadi tidak tahan dan perusahaan terpaksa harus ditutup. Dalam keadaan demikian, pihak pekerja pula pada akhirnya akan menderita, kemana pula mereka akan mencari kerja padahal pengangguran sangat tidak diharapkan oleh mereka.

Tenaga kerja dalam suatu perusahaan merupakan pihak yang mempunyai peranan penting, karena itu hak kewajiban perlu diberikan bagi tenaga kerja. Mengenai hak dan kewajiban tenaga kerja di PT. Sumo Internusa Indonesia, perusahaan telah memberikannya dengan rincian sebagai berikut:

1. Hak-hak tenaga kerja di PT. Sumo Internusa Indonesia , meliput i:

a. Tenaga kerja berhak untuk menerima upah yang merupakan pendapatan, terdiri dari upah pokok dari tunjangan-tunjangan. Ketentuan pemberian upah didasarkan pada tingkat pendidikan, keahlian, status pekerja, golongan serta masa kerja.

b. Tenaga kerja berhak untuk mendapat waktu istirahat (cuti) sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku


(27)

c. Tenaga kerja berhak untuk diikutsertakan dalam program Jamsostek. d. Tenaga kerja berhak untuk mendapatkan perlindungan atas

keselamatan dan kesehatan kerja.

2. Kewajiban tenaga kerja di PT. Sumo Internusa Indonesia , meliputi:60 a. Setiap tenaga kerja harus melakukan pekerjaannya denga

sebaik-baiknya.

b. Setiap tenaga kerja harus taat dan tunduk pada peraturan tata tertib perusahaan dan taat kepada perintah atasan dan petunjuk-petunjuk serta pedoman yang diberikan atau dikeluarkan oleh perusahaan yang tidak bertentangan dengan peraturan yang berlaku.

c. Setiap tenaga kerja harus menggunakan mesin-mesin dengan sebaik-baiknya dan selalu merawat mesin-mesin tersebut agar tidak cepat rusak.

d. Setiap tenaga kerja dalam menggunakan bahan produksi hanya untuk keperluan perusahaan saja

e. Setiap tenaga kerja diwajibkan untuk masuk dan pulang kerja tepat waktu.

Sementara sebagai wujud adanya perlindungan kepada tenaga kerja di PT. Sumo Internusa Indonesia, perusahaan memberikan berbagai sarana kesejahteraan, antara lain terdiri dari:

60


(28)

1. Penyediaan alat perlindungan diri Untuk menjamin keselamatan tenaga kerjanya dalam menjalankan pekerjaan, PT. Sumo Internusa Indonesia menyediakan alat-alat perlindungan diri, yang meliputi:

a. Alat pelindung muka dan pernafasan, berupa masker b. Alat pelindung kaki, berupa sepatu kerja

2. Alat pemadam kebakaran

Kebakaran perusahaan merupakan salah satu peristiwa kecelakaan kerja yang dapat memusnahkan harta benda maupun jiwa manusia, selain itu juga membawa pengaruh terhadap kelangsungan hidup perusahaan. Dalam hal ini, PT Musitex menyediakan alat-alat pemadam kebakaran, yang meliputi:

a. Fire Hidrant tetap atau permanent

Yaitu alat pemadam kebakaran yang terpasang tetap di tempat. b. Fier Hidrant Portable

Yaitu alat pemadam kebakaran yang data dipindah-pindahkan.61

1. Dengan dioperasikannya mesin-mesin serta peralatan-peralatan besar akan membawa risiko terhadap jiwa orang yang bekerja.

Sejalan dengan perkembangan industri dan teknologi dalam proses produksi baik barang maupun jasa, keselamatan dan kesehatan kerja merupakan salah satu faktor yang sangat penting dalam kelancaran proses produksi tersebut. Hal ini mengingat:


(29)

2. Penggunaan beberapa jenis bahan baku dengan skala tinggi serta mempunyai sifat dan kadar kontaminan yang berlainan akan berpengaruh terhadap kesehatan kerja maupun masyarakat sekitar.

3. Adanya peningkatan produktivitas jika tercapai keelamatan kerja.

4. Berbagai keadaan lingkungan kerja yang ditimbulkan, baik di dalam maupun di luar lingkungan kerja antara lain berupa bising, panas, dan lain-lain yang berpengaruh terhadap tenaga kerja dalam melakukan pekerjaannya. PT. Sumo Internusa Indonesia memberikan perlindungan keselamatan kerja bagi tenaga kerjanya dengan tujuan untuk:

a. Melindungi tenaga kerja di tempat kerja supaya selalu terjamin keselamatan dan kesehatan kerjanya sehingga dapat meningkatkan produksi dan produktivitas kerja.

b. Melindungi bahan dan peralatan produksi supaya dapat dicapai secara aman dan efisien.

c. Mencegah dan mengurangi kecelakaan kerja, kebakaran, peledakan, dan penyakit akibat kerja.

d. Menciptakan lingkungan kerja dan tempat kerja yang aman, nyaman, dan sehat.

Dalam melaksanakan perlindungan keselamatan kerja terhadap tenaga kerja di PT. Sumo Internusa Indonesia , perusahaan melihat ketentuan-ketentuan yang ditetapkan dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1970 sebgai dasar hukum dari perlindungan keselamatan kerja. Berbagai program atau sarana kesejahteraan yang dilaksanakan sebagai upaya perlindungan tenaga kerja tersebut antara lain


(30)

dilakukan dengan meningkatkan dan memperbaiki syarat-syarat kerja termasuk upah atau gaji, jaminan social, kondisi kerja termasuk kesehatan, keselamatan, dan lingkungan kerja.

Sebagai usaha untuk mewujudkan keselamatan dan kesehatan kerja, PT. Sumo Internusa Indonesia telah melaksanakan syarat-syarat keselamatan kerja sebagaimana diatur dalam Pasal 3 Undang-Undang-undang Nomor 1 Tahun 1970, antara lain:62

1. Mencegah dan mengurangi kecelakaan

Untuk mencegah dan mengurangi adanya kecelakaan kerja, PT. Sumo Internusa Indonesia memberikan fasilitas-fasilitas pengaman pada setiap tenaga kerja yang bekerja langsung menangani proses produksi. Fasilitas-fasilitas pengaman tersebut berupa alat-alat perlindungan diri dan pemadam kebakaran. Selain itu PT. Sumo Internusa Indonesia juga mengadakan pelatihan-pelatihan dan pengarahan-pengarahan tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3).

2. Mencegah, mengurangi dan memadamkan kebakaran

Langkah-langkah yang diambil dan dilakukan PT. Sumo Internusa Indonesia dalam rangka pengamanan terhadap bahaya kebakaran adalah sebagai berikut:

a. Mengadakan pengamanan terhadap bahan-bahan yang mudah terbakar. b. Memberikan pengarahan dan menanamkan kesadaran kepada setiap


(31)

c. Mengadakan pengawasan dan pemeriksaan terhadap alat-alat yang mampu menimbulkan kebakaran, contohnya: listrik.

d. Mengeluarkan peraturan yang tercantum dalam tata tertib perusahaan seperti:

1) Dilarang merokok.

2) Tanpa seijin atasan, dilarang membakar sampah di sembarang tempat.

3) Menyediakan dalam ruangan pabrik peralatan pemadam kebakaran. 3. Memberikan pertolongan pada kecelakaan

PT. Sumo Internusa Indonesia menyediakan alat-alat P3K disetiap bagian dalam pabrik untuk memberikan pertolongan pertama jika terjadi kecelakaan kerja. Selain itu juga disediakan poliklinik perusahaan yang berfungsi untuk memberikan perawatan terhadap tenaga kerja yang mengalami kecelakaan kerja.

4. Memberi alat-alat perlindungan diri pada tenaga kerja

Dalam rangka memberikan rasa aman kepada setiap tenaga kerja dalam bekerja, maka PT. Sumo Internusa Indonesia memberikan alat-alat perlindungan diri. Alat-alat tersebut dibuat untuk melindungi bagian- bagian tubuh dari para tenaga kerja

5. Mencegah dan mengendalikan timbulnya penyakit akibat kerja, baik secara fisik maupun psikis, peracunan, infeksi dan penularan.

PT. Sumo Internusa Indonesia menyediakan poliklinik (Balai Kesehatan) untuk memeriksa kesehatan tenaga kerja secara periodik. Hal tersebut


(32)

dilakukan untuk mencegah dan mengendalikan timbulnya penyakit akibat kerja.

6. Memelihara kebersihan, kesehatan dan ketertiban

Dalam ruangan pabrik sebelum setiap tenaga kerja melakukan pekerjaannya, harus terlebih dahulu membersihkan alat-alat, barang-barang yang tercecer dan menyusunnya di tempat semula dengan bersih serta rapi. Selain itu setiap tenaga kerja harus menjaga kebersihannya di tempat kerjanya masing-masing. Pihak perusahaan menyediakan fasilitas kamar mandi dan WC yang juga dijaga kebersihannya untuk mencegah penularan penyakit.

7. Memperoleh keserasian antara tenaga kerja, alat kerja, lingkungan, cara dan proses kerjanya. Dalam mencapai keserasian antara tenaga kerja, alat kerja, lingkungan, cara dan proses produksinya, maka PT. Sumo Internusa Indonesia menyediakan alat perlindungan kerja yang disesuaikan dengan fungsi perlindungan dan cara kerjanya, serta menciptakan lingkungan kerja yang sehat.

Syarat-syarat keselamatan kerja adalah sangat penting dan perlu ditaati menurut ketentuan Undang-Undang supaya tenaga kerja bekerja dengan selamat dan produktif, terhindar dari risiko kecelakaan kerja. Mengenai penerimaan dan penempatan tenaga kerja baru, seperti yang diatur dalam Pasal 8 ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1970, maka PT. Sumo Internusa Indonesia dalam hal ini pengurus melakukan pemeriksaan terhadap kesehatan badan, kondisi mental dan kemampuan fisik dari tenaga kerja yang akan diterimanya, melalui berbagai tes


(33)

yang dilakukan baik secara lisan (wawancara) maupun tertulis. Kegiatan pemeriksaan dan tes tersebut dilakukan untuk mengetahui kemampuan mental dan fisik tenaga kerja yang akan diterimanya dan selanjutnya untuk menempatkan tenaga kerja pada posisi yang sesuai dengan kemampuannya tersebut. Bagi tenaga kerja baru, PT. Sumo Internusa Indonesia memberikan Training tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3). Pelatihan keselamatan adalah penting mengingat kebanyakan kecelakaan terjadi pada tenaga kerja baru yang belum terbiasa dengan bekerja secarahati-hati. Pelatihan keselamatan kerja diawali dengan memperkenalkan tenaga kerja baru pada lingkungan kerja dan dijelaskan kepadanya tentang bahaya-bahaya yang dihadapinya dan cara-cara untuk menghindari dengan melakukan pekerjaan secara baik dan dengan mematuhi ketentuan keselamatan kerja. Tenaga kerja baru dididik tentang ketentuan-ketentuan yang berlaku di perusahaan seperti lalu lintas perusahaan, ketata-rumahtanggaan, ketentuan keselamatan penggunaan alat transport, keselamatan dalam penggunaan alat listrik, dan kewaspadaan jika beban-beban berat dipindahkan.

Dalam rangka memenuhi ketentuan Pasal 9 Undang-Undang-undang Nomor 1 Tahun 1970 mengenai pembinaan, PT. Sumo Internusa Indonesia menunjuk pengurus sebagai pihak yang berkewajiban melakukan pembinaan kepada para tenaga kerjanya. Kegiatan pembinaan tersebut antara lain:63

1. Memberikan pengarahan kepada para tenaga kerja tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja yang meliputi:

63


(34)

a. Bahaya kecelakaan kerja dan kebakaran. b. Cara menggunakan peralatan kerja.

c. Penyakit-penyakit yang ditimbulkan akibat kerja.

d. Alat-alat perlindungan diri bagi tenaga kerja dalam menjalankan pekerjaannya.

e. Cara-cara dan sikap yang aman dalam melaksanakan pekerjaannya. 2. Mempekerjakan tenaga kerja yang bersangkutan setelah syarat- syarat

kerja yang telah ditentukan.

3. Menyelenggarakan pembinaan bagi semua tenaga kerja dalam pencegahan pemberantasan kebakaran, serta peningkatan keelamatan dan kesehatan kerja.

Mengenai kewajiban dan hak tenaga kerja sebagaimana ditetapkan dalam Pasal 12 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1970, juga telah dipenuhi PT. Sumo Internusa Indonesia, dimana kewajiban dan hak tenaga kerja tersebut antara lain:

1. Memakai alat-alat perlindungan diri yang diwajibkan.

2. Memenuhi dan menaati semua syarat-syarat keselamatan dan kesehatan kerja yang diwajibkan.

3. Meminta kepada pengurus agar dilaksanakan semua syarat keselamatan dan kesehatan kerja yang diwajibkan

Kewajiban pengurus sebagaimana yang tercantum dalam Pasal 14 Undang-Undang ini juga sudah dilaksanakan dan diterapkan di lingkungan kerja di PT. Sumo Internusa Indonesia, hal itu dibuktikan dengan:


(35)

a. Tersedianya semua alat perlindungan diri yang diwajibkan pada para tenaga kerja dan bagi setiap orang lain yang memasuki tempat kerja tersebut dengan petunjuk-petunjuknya.

b. Adanya gambar-gambar, poster-poster dan slogan tentang keselamatan kerja di lingkungan atau ruangan kerja.

c. Penempelan secara tertulis semua peraturan tata tertib dan syarat- syarat keselamatan kerja yang diwajibkan

Mengenai pelaksanaan jaminan kerja sebagai upaya perlindungan bagi tenaga kerja di PT. Sumo Internusa Indonesia, dapat dilihat dari praktek kesehariannya pada:

1. Alat-alat perlindungan Kerja

Penyediaan alat-alat perlindungan diri merupakan kewajiban perusahaan, sebagaimana yang diatur dalam Pasal 14 sub c Undang-Undang Keselamatan Kerja. Mengenai pengadaan fasilitas atau sarana perlindungan diri di PT. Sumo Internusa Indonesia telah memenuhi kewajibannya dengan melengkapi peralatan perlindungan diri yang sesuai dengan kebutuhan yang diperlukan para tenaga kerjanya. Pada PT. Sumo Internusa Indonesia pengadaan fasilitas perlindungan diri yang telah tersedia di tempat kerja, antara lain:

a. Alat pelindung kepala (topi pengaman)

1) Topi biasa, untuk melindungi kepala atau rambut dari kotoran atau benda lain.


(36)

2) Tutup kepala, untuk melindungi rambut dari putaran mesin, menghindari kotor dan sebagainya.

b. Alat pelindung mata

1) Kacamata, untuk melindungi mata dari berbagai percikan benda-benda asing seperti debu, bahan-bahan kimia dan sebagainya. 2) Gogles, yaitu kaca untuk melindungi mata terhadap sinar- sinar

yang tajam dan membahayakan. Misalnya sinar merah, ultraviolet, radiasi, sinar las. Kacamata tersebut biasanya disesuaikan dengan kondisi bahaya yang ada, bentuknya rapat dan ada yang disatukan dengan masker.

c. Alat pelindung telinga

Sumbat atau tutup telinga, untuk melindungi telinga terhadap kebisingan. Alat ini biasanya terbuat dari silicon atau sintetis dan plastik yang agak lunak atau kenyal.

d. Alat pelindung muka

Tameng muka, untuk melindungi muka dan mata terhadap percikan bunga api listrik

e. Alat pelindung pernafasan (Respirator)

Masker, untuk melindungi pernafasan atau mulut dari debu anorganik dengan kada rendah dan tidak membahayakan, biasanya terbuat dari kain katun


(37)

1) Bahan dari katun, melindungi tangan terhadap goresan- goresan benda tajam, kasar, keras, melindungi kotor dan sebagainya.

2) Bahan dari terpal, melindungi terhadap benda-benda panas, percikan bunga api, juga terhadap benda-benda berat.

3) Bahan dari kulit atau fiberglass, melindungi terhadap panas arus listrik.

g. Alat pelindung kaki

1) Sepatu biasa, sepatu kain beralas karet seperti yang dipakai waktu kerja sehari-hari

2) Sepatu karet, untuk melindungi kaki terhadap berbagai zat kimia atau zat cair yang bersifat korosif, juga terhadap bakteri atau jamur yang biasa terdapat dalam air

h. Alat pelindung diri terhadap arus listrik

Tes pen, avo meter, merger Alat yang dipakai untuk mengetahui adanya tegangan arus listrik.

i. Alat pelindung untuk seluruh badan

Wear pack atau lab jas atau apron Untuk melindungi badan terhadap bahan kimia, debu dan terhadap kotoran.

Jenis alat perlindungan diri yang tersedia cukup memadai dan sesuai dengan jenis-jenis pekerjaan yang dilakukan. Penggunaan peralatan perlindungan diri tersebut merupakan upaya preventif untuk menghindari bahaya-bahaya yang tidak diinginkan


(38)

2. Tempat Kerja

Memelihara dan merawat kebersihan lingkungan kerja merupakan faktor pendukung pelaksanaan perlindungan keelamatan kerja di PT. Sumo Internusa Indonesia. Adapun hal-hal yang dilakukan PT. Sumo Internusa Indonesia mengenai lingkungan kerja adalah sebagai berikut:

a. Penerangan tempat kerja

PT. Sumo Internusa Indonesia telah memberikan sarana penerangan yang cukup memadai di tempat kerja. Adapun sumber penerangan yang digunakan di lingkungan kerja PT. Sumo Internusa Indonesia berasal dari diesel, PLN, sumber penerangan lain.

b. Ventilasi

Mengrnai penyegaran udara, suhu serta lembab udara, PT. Sumo Internusa Indonesia menyediakan kipas angin dan penyegaran udara secara alami (angin) melalui lubang ventilasi yang dipasang di tempat-tempat kerja. c. Semua tempat di lingkungan kerja

PT. Sumo Internusa Indonesia telah melaksanakan perawatan dan pemeliharaan terhadap lingkungan kerja dalam rangka mewujudkan lingkungan kerja yang bersih dan sehat. Kebersihan lingkungan kerja meliputi: halaman sekitar lingkungan kerja, lantai, dinding, atap, tempat kerja, gudang, tempat istirahat, tempat makan, kamar kecil, ruang ganti pakaian dan lain sebagainya.


(39)

Untuk menghindari tenaga kerja dari rasa lelah dan bosan dalam bekerja yang dapat mengakibatkan kecelakaan kerja, maka PT. Sumo Internusa Indonesia memberikan jam kerja dan jam istirahat yaitu buruh tidak boleh bekerja lebih dari 7 jam sehari dan 40 jam seminggu. Selama 7 jam diberi waktu istirahat sedikit-dikitnya setengah jam dan tidak termasuk waktu kerja.

4. Peralatan kerja atau mesin-mesin

Mengenai peraltan kerja, PT. Sumo Internusa Indonesia telah memberikan perawatan yang baik sesuai dengan syarat-syarat keselamatan kerja, misalnya:

a. Memasang standard operasional procedure (SOP) pada setiap mesin. b. Memeriksa peraltan kerja dan bejana bertekanan secara berkala.

c. Memasang gambar-gambar kecelakan kerja di dekat mesin yang beroperasi. 41

Setiap kegiatan usaha memerlukan peralatan kerja, begitu juga pada PT. Sumo Internusa Indonesia. Adapun peralatan kerja tersebut dikelompokkan menjadi 3, yaitu:

1. Alat atau sarana transportasi

Alat tersebut dapat berupa kendaraan seperti truk dan lain sebagainya. 2. Alat produksi

Yaitu mesin-mesin berat yang digunakan dalam proses produksi dari bahan baku benang menjadi sarung. Alat-alat produksi ini sangat penting, karena tanpa alat-alat tersebut proses produksi tidak dapat berjalan.


(40)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Dari penelitian yang sudah dilakukan, dapat diberikan beberapa kesimpulan yang merupakan jawaban dari beberapa permasalahan-permasalahan yang telah dikemukakan terlebih dahulu:

1. Perjanjian kerja dilihat dari segi hubungan kerja merupakan suatu karakteristik yang essensial yang diakui oleh pengusaha, pekerja dan oleh pemerintah. Hubungan antara pekerja dan pengusaha merupakan hubungan yang berdimensi banyak. Hubungan yang terjadi menyangkut dari segala aspek kehidupan, yaitu aspek ekonomis, aspek sosial, aspek budaya, aspek politik, dan juga menyangkut aspek keamanan. Perlindungan terhadap tenaga kerja akan dapat dilaksanakan melalui pengaturan yang terdapat dalam perjanjian kerja yang telah diselenggarakan para pihak, yakni antara pengusaha dan pekerja.

2. Perlindungan terhadap tenaga kerja diberikan dalam bentuk waktu kerja, pengupahan, kesejahteraan, keselamatan dan kesehatan kerja. Dimana bentuk perlindungan tersebut sesuai dengan perjanjian yang telah disepakati. Perlindungan tersebut juga harus sesuai dengan undang-undang yang ada, yaitu Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003. Sedangkan tujuan perlindungan hukum sebagaimana tercantum dalam pasal 4 Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan adalah


(41)

memberikan perlindungan kepada tenaga kerja dalam mewujudkan kesejahteraan dan meningkatkan kesejahteraan tenaga kerja dan keluarganya.

3. PT. Sumo Internusa Indonesia dalam rangka untuk melaksanakan perlindungan keselamatan dan kesehatan terhadap tenaga kerja antara lain menyediakan alat-alat pelindung diri berupa alat penutup hidung dan mulut ( masker ), alat penutup telinga, alat penutup diri berupa pakaian kerja serta penyuluhan, pembinaan, dan pengawasan terhadap tenaga kerja yang berkenaan dengan pekerjaannya. Disamping itu juga telah memberikan perlindungan kesehatan kerja antara lain pemberian cuti haid, melahirkan, waktu istirahat, gugur kandungan, cuti tahunan, disamping itu juga diberikan upah kerja lembur.

B. Saran

Dalam kesempatan ini penulis akan mengemukakan saran-saran sebagai berikut:

1. Bahwa perusahaan PT. Sumo Internusa Indonesia telah melaksanakan apa yang telah ditentukan dalam ketentuan Undang-Undang Nomor 13 tahun 2003, dengan memberikan perlindungan terhadap tenaga kerja, memperhatikan kesejahteraan, kesehatan kerja, keselamatan kerja, dan keselamatan lingkungan. Keadaan demikian hendaknya dipertahankan oleh perusahaan dan lebih ditingkatkan lagi sehingga tujuan akan tercapai tanpa adanya pihak-pihak yang dirugikan.


(42)

2. Terjalin hubungan harmonis antara pihak-pihak perusahaan dengan tenaga kerja tetap terjaga dengan baik, sehingga semua tenaga kerja dapat bekerja dengan tenang yang pada akhirnya akan meningkatkan produktivitas kerja dan menghasilkan produk yang semakin berkualitas.

3. Dengan perkembangan dunia yang semakin maju, masalah-masalah hubungan perburuhan juga mengalami peningkatan sesuai denagn kemajuan zaman. Oleh karena itu pembuat undang- undang diharapkan dapat menyempurnakan peraturan perundang-undangan yang mengatur masalah perburuhan sehingga dapat mengikuti perkembangan masalah perburuhan yang semakin meningkat.


(43)

BAB II

PERJANJIAN KERJA SEBAGAI LANDASAN PERLINDUNGAN TENAGA KERJA

A. Pengertian dan Unsur-unsur dalam Perjanjian Kerja 1. Pengertian perjanjian kerja

Perjanjian kerja yang dalam bahasa Belanda biasa disebut

Arbeidsovereenkoms, dapat diartikan dalam beberapa pengertian. Pengertian yang pertama disebutkan dalam ketentuan Pasal 1601a KUHPerdata, mengenai perjanjian kerja disebutkan bahwa Perjanjian kerja adalah suatu perjanjian di mana pihak yang satu si buruh, mengikatkan dirinya untuk di bawah perintahnya pihak yang lain, si majikan untuk suatu waktu tertentu, melakukan pekerjaan dengan menenima upah.

Iman Soepomo, “mengemukakan bahwa perihal pengertian tentang perjanjian kerja adalah suatu perjanjian di mana pihak kesatu, bunuh, mengikatkan diri untuk bekerja dengan menerima upah pada pihak lainnya, majikan, yang mengikatkan diri untuk mengerjakan buruh itu dengan membayar upah.”12

Perjanjian Kerja adalah perjanjian antara seorang “buruh” dengan seorang “majikan”, perjanjian mana ditandai oleh ciri-ciri; adanya suatu upah atau gaji tertentu yang diperjanjikan dan adanya suatu hubungan di peratas

Perihal pengertian perjanjian kerja, ada lagi pendapat dari Subekti yang menyatakan:

12

Iman Soepomo, Hukum Perburuhan Bagian Pertama Hukum Perburuhan,( Jakarta: PPAKRI Bhayangkari, 1968), hal. 9.


(44)

(bahasa Belanda; dierstverhanding) yaitu suatu hubungan berdasarkan mana pihak yang satu (majikan) berhak memberikan perintah-perintah yang harus ditaati oleh pihak yang lain.13

Setelah diketengahkan tentang beberapa pengertian mengenai perjanjian kerja, khususnya pengertian yang ditentukan pada Pasal 1601a KUHPerdata tersebut, ada dikemukakan perkataan “di bawah perintah”, maka perkataan inilah yang merupakan norma dalam perjanjian kerja dan yang membedakan antara perjanjian kerja dengan perjanjian-perjanjian lainnya. Perihal ketentuan “di bawah” ini mengandung arti bahwa salah satu yang mengadakan perjanjian kerja harus tunduk pada pihak lainnya, atau di bawah perintah atau pimpinan orang lain, berarti ada unsur wenang perintah dan dengan adanya unsur wenang perintah berarti antara kedua pihak ada kedudukan yang tidak sama yang disebut subordinasi. Jadi di sini ada pihak yang kedudukannya di atas, yaitu yang memerintah dan ada pihak yang kedudukannya di bawah, yaitu yang diperintah, maka dengan adanya ketentuan tersebut, pihak buruh mau tidak mau harus tunduk pada dan di bawah perintah dari pihak majikan.”14

Ketentuan tersebut di atas, menunjukkan bahwa kedudukan buruh atau pekerja, adalah tidak sama dan seimbang yaitu di bawah. Jika dibandingkan dengan kedudukan dari pihak majikan, dengan demikian dalam melaksanakan hubungan hukum atau kerja, maka kedudukan hukum antara kedua belah pihak jelas tidak dalam kedudukan sama dan seimbang. Ketentuan tersebut jika dibandingkan dengan pengertian perjanjian pada umumnya seperti yang telah

13

Subekti, Aneka Perjanjian, (Bandung: Alumni, 1977), hal. 63. 14


(45)

diuraikan sebelumnya, yaitu seperti yang ditentukan pada Pasal 1313 KUHPerdata, jelas bahwa kedudukan antara para pihak yang membuat perjanjian adalah sama dan seimbang, karena di dalam pasal tersebut ditentukan bahwa satu orang lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih. Jelaslah pengertian tentang perjanjian tersebut berlainan jika dibandingkan dengan pengertian perjanjian kerja pada Pasal 1601a KUHPerdata, karena di dalam ketentuan pasal tersebut dinyatakan dengan tegas tentang adanya dua ketentuan, yaitu tentang satu pihak yang mengikatkan diri dan hanya satu pihak pula yang di bawah perintah orang lain, pihak ini adalah pihak buruh atau pekerja. Sebaliknya pihak yang menurut ketentuan tersebut tidak mengikatkan dirinya dan berhak pula untuk memerintah kepada orang lain, adalah pihak majikan atau pengusaha. Oleh karena itu “perumusan tersebut bisa dikatakan kurang lengkap, maka ketentuannya kurang adil. Ketidakadilannya adalah tentang ketentuan yang diuraikan didalamnya.”15

Pengertian tentang perumusan dalam KUH Perdata di atas akan lain, jika perumusan tentang perjanjian kerja tersebut seperti yang dikemukakan Iman Soepomo, yang mana beliau mengemukakan bahwa yang terikat dalam perjanjian kerja adalah kedua belah pihak. Pihak pertama si buruh mengikatkan dirinya

”Ketidakadilan dalam KUH Perdata ini, kemungkinan besar adanya pengaruh oleh suatu pandangan dari zaman ke zaman di masyarakat manapun juga, yang memandang bahwa orang-orang yang melakukan pekerjaan, terutama melakukan pekerjaan untuk kepentingan orang lain, sebagai orang-orang yang derajatnya sangat rendah.”

15


(46)

untuk bekerja dan mempunyai hak untuk menerima upah, sebaliknya pihak si majikan mengikatkan dirinya untuk mempekerjakan buruh serta berkewajiban untuk membayar upah. 16

Pengertian mengenai perjanjian kerja yang selaras dengan apa yang dikemukakan oleh Iman Soepomo, adalah seperti yang diketengahkan oleh A. Ridwan Halim, di bawah ini: “Perjanjian kerja adalah suatu perjanjian yang diadakan antara majikan tertentu dan karyawan atau karyawan-karyawan tertentu, yang umumnya berkenaan dengan segala persyaratan yang secara timbal-balik harus dipenuhi oleh kedua belah pihak, selaras dengan hak dan kewajiban mereka masingmasing terhadap satu sama lainnya”. 17

Selanjutnya menurut Wiwoho Soedjono, pengertian “perjanjian kerja adalah hubungan antara seseorang yang bertindak sebagai pekerja atau buruh dengan seseorang yang bertindak sebagai majikan”.

18

16

Iman Soepomo, Op. cit, hal. 57. 17

A. Ridwan Halim, dkk., Seri Hukum Perburuhan Aktual, (Jakarta: Pradnya Paramita, 1987), hal. 29.

18

Wiwoho Soedjono, Hukum Perjanjian Kerja, (Jakarta: Bina Aksara, Dengan adanya pengertian tentang perumusan perjanjian kerja tersebut, di dalam perkembangannya masalah-masalah yang berkenaan dengan penyelenggaraan atau penerapan penjanjian kerja, perlu dicarikan jalan keluarnya. Untuk mengatasi dan menjembatani kesenjangan tersebut, perlu adanya suatu perlindungan dari pihak lain atau pihak ketiga, guna pemberian perlindungan pada salah satu pihak. Adanya perbedaan yang prinsip antara perjanjian pada umumnya dengan perjanjian kerja, merupakan suatu kenyataan yang tidak bisa dipungkiri. Hal ini disebabkan jika dalam suatu


(47)

perjanjian antara para pihak yang membuatnya mempunyai derajat dan kondisi yang sama serta mempunyai hak dan kewajiban yang sama dan seimbang. Namun tidak demikian halnya dalam ketentuan tentang perjanjian kerja, karena antara para pihak yang mengadakan perjanjian kerja, walaupun pada prinsipnya mempunyai kedudukan dan derajat yang sama dan seimbang, akan tetapi dikarenakan berbagai aspek yang melingkari di sekelilingnya, seperti telah diuraikan sebelumnya, maka kenyataan menunjukkan bahwa kedudukan dan derajat bagi para pihak yang mengadakan perjanjian kerja tersebut, menjadi tidak sama dan seimbang.

Perjanjian kerja jika dilihat dari segi obyeknya, maka perjanjian kerja itu mirip dengan perjanjian pemborongan, yaitu sama-sama menyebutkan bahwa pihak yang satu menyetujui untuk melaksanakan pekerjaan bagi pihak yang lain dengan pembayaran tertentu. Namun perbedaannya antara satu dengan yang lainnya, bahwa pada perjanjian kerja ada terdapat gabungan kedinasan atau kekuasaan antara buruh dan majikan. Sedangkan pada perjanjian pemborongan tidak ada hubungan semacam itu, melainkan melaksanakan pekerjaan yang tugasnya mandiri.19

2. Unsur-unsur perjanjian kerja

Unsur-unsur yang harus dipenuhi agar perjanjian bisa dinyatakan sah dan mengikat sebagai undang-undang bagi yang membuatnya, haruslah memenuhi ketentuan-ketentuan yang ada pada Pasal 1320 KUH Perdata. Demikian juga dalam perjanjian kerja, pada prinsipnya unsur-unsur seperti yang ditentukan Pasal

19

Djumialdi, Djumialdi, F.X., Perjanjian Kerja, (Jakarta: Bina Aksara, 1977), hal. 32.hal. 34-35.


(48)

1320 KUH Perdata tersebut masih juga menjadi pegangan dan harus diterapkan, agar suatu perjanjian kerja tersebut keberadaannya bisa dianggap sah dan konsekuensinya dianggap sebagai undang-undang bagi yang membuatnya. Walaupun demikian di dalam pembuatan perjanjian kerja, selain tetap berpedoman pada ketentuan Pasal 1320 KUH Perdata, ternyata masih ada unsur-unsur lain yang harus dipenuhi.

Menurut seorang pakar Hukum Perburuhan dari negeri Belanda, yaitu Mr. MG. Rood, ”bahwa suatu perjanjian kerja baru ada, manakala di dalam perjanjian kerja tersebut telah memenuhi 4 (empat) syarat, yaitu work, service,time and pay".20

a. Adanya Unsur Pekerjaan (Work) Berikut ini adalah penjabarannya:

Di dalam suatu perjanjian kerja tersebut haruslah ada suatu pekerjaan yang diperjanjikan dan dikerjakan sendiri oleh pekerja yang membuat perjanjian kerja tersebut. Pekerjaan mana yaitu yang dikerjakan oleh pekerja, haruslah berdasarkan dan berpedoman pada perjanjian kerja. Pekerja yang melaksanakan pekerjaan atas dasar perjanjian kerja, pada pokoknya wajib untuk melaksanakannya sendiri. Sebab apabila para pihak bebas untuk melaksanakan pekerjaannya, untuk dilakukan sendiri atau menyuruh pada orang lain untuk melakukannya, akibatnya hal tersebut akan sulit untuk dikatakan sebagai pelaksanaan dari perjanjian kerja. Bahkan pada Pasal 4 Peratuan Pemerintah Nomor 8 Tahun 1981 tentang Perlindungan Upah, dinyatakan bahwa: ”Upah tidak dibayar bila buruh tidak melakukan


(49)

pekerjaan”. Ketentuan tersebut di atas, bisa disebut when do not work, do not get pay, maksudnya dari kalimat tersebut adalah jika seseorang tidak mau bekerja, maka berarti seseorang tersebut tidak berkehendak untuk mendapatkan upah. Walaupun demikian di dalam pelaksanaannya, jika seseorang atau pihak pekerja, sewaktu akan melaksanakan pekerjaannya sebagai implementasi dari isi yang tercantum dalam perjanjian kerja, akan tetapi berhalangan. Ternyata ketentuan tersebut bisa dikesampingkan, yaitu dalam pelaksanaannya ternyata pekerjaan tersebut bisa diwakilkan atau digantikan oleh orang lain, sepanjang sebelumnya telah diberitahukan dan mendapatkan persetujuan terlebih dahulu dari pihak lain, yaitu majikan selaku pemberi kerja. Ketentuan ini bisa didapat dalam Pasal 1383 KUH Perdata jo 1603a KUHPerdata. Adapun bunyi dari ketentuan-ketentuan tersebut adalah sebagai berikut: Pasal 1383 KUH Perdata berbunyi: ”Suatu perjanjian untuk berbuat sesuatu tak dapat dipenuhi oleh seseorang dan pihak ketiga berlawanan dengan kemauan si berpiutang, jika si berpiutang ini mempunyai kepentingan supaya perbuatannya dilakukan sendiri oleh si berpiutang”. Dalam Pasal 1603a KUHPerdata adalah “Buruh wajib melakukan sendiri pekerjaannya; hanyalah dengan izin majikan ia dapat menyuruh seseorang ketiga menggantikannya (Pasal 1383 KUHPerdata)”.

b. Adanya Unsur Pelayanan (Service)

Bahwa dalam melakukan pekerjaan yang dilakukan sebagai manifestasi adanya perjanjian kerja tersebut, pekerja haruslah tunduk pada perintah


(50)

orang lain, yaitu pihak pemberi kerja dan harus tunduk dan di bawah perintah orang lain, majikan. Dengan adanya ketentuan tersebut, menunjukkan bahwa pekerja dalam melaksanakan pekerjaannya berada di bawah wibawa orang lain, yaitu majikan. Dengan adanya ketentuan tersebut maka seorang Dokter misalnya dalam melaksanakan tugasnya, yaitu memeriksa dan atau mendiagnose pada pasiennya atau seorang Notaris yang melayani kliennya, dalam melakukan pekerjaannya tidak bisa disamakan dengan pengertian melaksanakan perjanjian kerja. Alasannya, karena unsur service dalam melakukan pekerjaan tersebut tidak terdapat di dalamnya. Sebab dalam melakukan pekerjaannya, tidak tunduk dan di bawah perintah orang lain, karena mempunyai keahlian tertentu yang tidak dipunyai dan dikuasai si pemberi kerja, yaitu si pasien atau klien. Di samping itu, di dalam melaksanakan pekerjaannya, pekerjaan itu harus bermanfaat bagi si pemberi kerja, misalnya jika dalam suatu perjanjian kerja dinyatakan bahwa bidang pekerjaan yang dijanjikan adalah suatu pekerjaan pengaspalan jalan. Maka pekerja dalam melaksanakan pekerjaannya haruslah bermanfaat bagi si pemberi kerjanya, misalnya sejak si pekerja bekerja memecah batu dan menghamparkannya di sepanjang jalan yang sedang diperkeras atau di aspal. Dengan demikian bisa diambil suatu kesimpulan bahwa prinsip dalam unsure pelayanan adalah suatu kewajiban yang harus dilakukan oleh pekerja dan harus bermanfaat bagi pemberi kerja, dan sesuai dengan apa yang dimuat di dalam isi perjanjian kerja. Oleh karena itu, “jika suatu pekerjaan yang


(51)

tujuannya bukan untuk memberikan manfaat bagi pemberi kerja, tetapi mempunyai tujuan untuk kemanfaatan pekerja itu sendiri. Maka tujuan pekerja melakukan pekerjaan misalnya untuk kepentingan praktek seorang siswa atau mahasiswa, maka perjanjian tersebut jelas bukan merupakan perjanjian kerja.”21

c. Adanya Unsur Waktu Tertentu (Time)

Melakukan hubungan kerja haruslah dilakukan sesuai dengan waktu yang telah ditentukan dalam perjanjian kerja atau peraturan perundang-undangan. Oleh karena itu dalam melakukan pekerjaannya, pekerja tidak boleh melakukan sekehendak dari majikan dan juga boleh dilakukan dalam kurun waktu seumur hidup, jika pekerjaan tersebut dilakukan selama hidup dari pekerja tersebut, di sini pribadi manusia akan hilang, sehingga timbullah apa yang dinamakan perbudakan dan bukan perjanjian kerja. Pelaksanaan pekerjaan tersebut di samping harus sesuai dengan isi dalam perjanjian kerja, juga majikan. Dengan kata lain dalam rangka pelaksanaan pekerjaannya, “buruh tidak boleh bekerja dalam waktu yang seenaknya saja, akan tetapi harus dilakukan sesuai dengan waktu yang telah ditentukan pada perjanjian kerja atau peraturan perusahaan, dan juga pelaksanaan pekerjaannya tidak boleh bertentangan ketentuan perundangundangan, kebiasaan setempat dan ketertiban umum.”22

d. Adanya Unsur Upah (Pay)

21

Ibid., hal. 38-39. 22


(52)

Menurut Djumaldi, jika seseorang yang bekerja, dalam melaksanakan pekerjaannya bukan bertujuan untuk mendapatkan upah, akan tetapi yang menjadi tujuannya adalah selain upah, maka pelaksanaan pekerjaan tersebut sulit untuk dikatakan sebagai pelaksanaan dari perjanjian kerja. Selanjutnya jika “seseorang bekerja bertujuan untuk mendapatkan manfaat bagi diri pekerja dan bukan untuk bertujuan mencari upah. Maka unsur keempat dalam suatu perjanjian kerja ini, yaitu unsur pay tidak terpenuhi.”23

Contoh dari ketentuan tersebut, misalnya dalam hal perjanjian kerja praktek dari seorang pelajar atau mahasiswa. Mereka dalam melaksanakan masa prakteknya, misalnya mahasiswa dari Akademi Perhotelan dan Pariwisata, maka sewaktu mahasiswa tersebut berpraktek di suatu hotel, walaupun mereka telah bekerja dan di bawah perintah orang lain serta dalam waktu-waktu tertentu pula. Akan tetapi karena tujuan untuk melakukan pekerjaan bukan untuk mencari upah, namun untuk menimba ilmu dan meningkatkan pengetahuan serta mencani pengalaman dan juga untuk mendapatkan tanda kelulusan praktek di suatu hotel dan sekali lagi bukan mencari pemenuhan tentang upah. Dengan demikian bisa diambil suatu kesimpulan, walaupun ketiga unsur telah terpenuhi, akan tetapi karena unsur yang keempat tidak terpenuhi, yaitu unsur pay atau upah, maka hubungan tersebut bukan merupakan implementasi dari pelaksanaan suatu perjanjian kerja. Upah maksudnya adalah imbalan prestasi yang wajib dibayar oleh majikan untuk pekerjaan itu.24

Jika pekerja diharuskan memenuhi prestasi yaitu melakukan pekerjaan di bawah perintah orang lain yaitu majikan, maka majikan sebagai pihak pemberi kerja wajib pula memenuhi prestasinya, berupa pembayaran atas upah. Dalam hal menguraikan tentang upah, adalah kewajiban essensial dan hubungan kontraktual antara penerima kerja, yaitu buruh dengan majikan. Pemberian majikan, yang sifatnya tidak wajib, sesuai dengan 23


(53)

yang ditentukan di dalam perjanjian kerja atau berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, yang sifatnya tidak mengikat untuk dilaksanakan, maka pemberian tersebut tidak bisa dikategorikan atau diklasifikasikan sebagai upah, misalnya berupa bonus, persenan dan tunjangan hari raya dan lain sebagainya. Hal ini menurut Djumialdi “yang disebut dengan upah adalah imbalan yang diberikan oleh pengusaha kepada buruh secara teratur dan terus-menerus.”25

B. Jenis-jenis Perjanjian Kerja

Pasal 56 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (UU Ketenagakerjaan), menyebutkan, berdasarkan jangka waktu (sementara atau terus-menerus) dan jenis suatu pekerjaan (berulang-ulang atau selesainya suatu pekerjaan tertentu), hubungan kerja dapat dibuat dalam suatu perjanjian kerja untuk waktu tertentu dan perjanjian kerja untuk waktu tidak tertentu.

1. Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT)

Pasal 1 Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi R.I. Nomor Kep.100/Men/VI/2004 Tahun 2004 tentang Ketentuan Pelaksanaan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (Kep.100/Men/VI/2004), yang dimaksud dengan penjanjian kerja waktu tertentu adalah perjanjian kerja antara pekerja/buruh dan pengusaha untuk mengadakan hubungan kerja dalam waktu tertentu atau untuk pekerjaan tertentu.

a. Isi perjanjian kerja waktu tertentu (PKWT)

25


(54)

Syarat kerja dan ketentuan yang memuat hak dan kewajiban antara pengusaha dan pekerja/buruh yang diperjanjikan dalam PKWT, dipersyaratkan tidak boleh lebih rendah dari ketentuan dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku.26

b. Persyaratan pembuatan PKWT

Penjelasan Pasal 54 ayat (2) UU Ketenagakerjaan, bahwa yang dimaksud dengan tidak boleh lebih rendah atau bertentangan dengan peraturan perusahaan, perjanjian kerja bersama, dan peraturan perundang-undangan yang berlaku adalah apabila di perusahaan telah ada peraturan perusahaan atau perjanjian kerja bersama, isi perjanjian kerja baik kualitas maupun kuantitas tidak boleh lebih rendah dari peraturan perusahaan atau perjanjian kerja bersama di perusahaan yang bersangkutan.

”Merujuk ketentuan Pasal 56 - Pasal 59 UU Ketenagakerjaan, pembuatan PKWT harus memenuhi unsur-unsur sebagai berikut:

1) Didasarkan atas jangka waktu atau selesainya suatu pekerjaan tertentu. 2) Harus dibuat secara tertulis dan menggunakan Bahasa Indonesia. 3) Tidak boleh ada masa percobaan.

4) Hanya dapat dibuat untuk pekerjaan yang menurut jenis dan sifat atau kegiatan pekerjaannya akan selesai dalam waktu tertertu.

5) Tidak dapat diadakan untuk pekerjaan yang bersifat tetap.”27

Penjelasan Pasal 59 ayat (2) UU Ketenagakerjaan, bahwa yang dimaksud dengan pekerjaan yang bersifat tetap dalam ayat ini adalah pekerjaan yang

26

Pasal 2 Kep.100/Men/VI/2004 jo. Pasal 54. ayat (2) UU Ketenagakerjaan

27


(55)

sifatnya terus-menerus, tidak terputus-putus, tidak dibatasi waktu dan merupakan bagian dari suatu proses produksi dalam satu perusahaan atau pekerjaan yang bukan musiman. Pekerjaan yang bukan musiman adalah pekerjaan yang tidak bergantung pada cuaca atau suatu kondisi tertentu. Apabila pekerjaan itu merupakan pekerjaan yang terus-menerus, tidak terputus-putus, tidak dibatasi waktu, dan merupakan bagian dari suatu proses produksi, tetapi bergantung pada cuaca atau pekerjaan itu dibutuhkan karena adanya suatu kondisi tertentu, pekerjaan tersebut merupakan pekerjaan musiman yang tidak termasuk pekerjaan tetap sehingga dapat menjadi objek perjanjian kerja waktu tertentu.

c. Perpanjangan dan Pembaruan PKWT

Berdasarkan Pasal 59 UU Ketenagakerjaan, PKWT yang didasarkan atas jangka waktu tertentu dapat diadakan untuk paling lama 2 tahun (PKWT I) dan hanya boleh diperpanjang 1 kali untuk jangka waktu paling lama 1 tahun (perpanjangan PKWT pertama atau PKWT kedua). Dalam hal pengusaha ingin melakukan perpanjangan PKWT, maka paling lama tujuh hari sebelum PKWT berakhir perusahaan telah memberikan pemberitahuan secara tertulis maksud mengenai perpanjangan PKWT tersebut kepada pekerja yang bersangkutan. Pembaruan PKWT (PKWT ketiga) hanya boleh dilakukan 1 kali paling lama 2 tahun dan pembaruan PKWT ini baru dapat diadakan setelah melebihi masa tenggang waktu 30 hari berakhirnya perjanjian kerja waktu tertentu yang lama. Dalam masa tenggang waktu tiga puluh hari ini tidak boleh ada hubungan kerja apa pun antara pengusaha dan pemberi kerja.


(56)

Menurut Keputusan Menteri perjanjian kerja waktu tertentu untuk pekerjaan yang sekali selesai atau sementara sifatnya maksudnya adalah perjanjian kerja waktu tertentu yang didasarkan atas selesainya pekerjaan tertentu dan dibuat untuk waktu paling lama tiga tahun. Dalam hal pekerjaan tertentu yang diperjanjikan dalam perjanjian kerja waktu tertentu dapat diselesaikan lebih cepat dari yang diperjanjikan, perjanjian kerja waktu tertentu tersebut putus demi hukum pada saat selesainya pekerjaan. Perjanjian kerja waktu tertentu yang didasarkan atas selesainya pekerjaan tertentu harus dicantumkan batasan suatu pekerjaan dinyatakan selesai.28

Perjanjian kerja waktu tertentu, dalam hal dibuat berdasarkan selesainya pekerjaan tertentu namun karena kondisi tertentu pekerjaan tersebut belum dapat diselesaikan, dapat dilakukan pembaruan perjanjian kerja waktu tertentu. Pembaruan dilakukan setelah melebihi masa tenggang waktu tiga puluh hari setelah berakhirnya perjanjian kerja. Selama tenggang waktu tiga puluh hari tidak boleh ada hubungan kerja antara pekerja/buruh dan pengusaha.29

e. PKWT untuk pekerjaan yang bersifat musiman.

28

Pasal 3 ayat (1), (2), dan ayat (4) Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi R.I. Nomor Kep.100/Men/VI/2004 Tahun 2004 tentang Ketentuan Pelaksanaan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu.

29

Pasal 3 ayat (5), (6) dan ayat (7) Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi R.I. Nomor Kep.100/Men/VI/2004 Tahun 2004 tentang Ketentuan Pelaksanaan Perjanjian Kerja


(57)

“Pekerjaan yang bersifat musiman adalah pekerjaan yang pelaksanaannya bergantung kepada musim atau cuaca dan hanya dapat dilakukan untuk satu jenis pekerjaan pada musim tertentu.”30

“Pekerjaan-pekerjaan yang harus dilakukan untuk memenuhi pesanan atau target tertentu dapat dilakukan dengan perjanjian kerja waktu tertentu sebagai pekerjaan musiman dan hanya diberlakukan untuk pekerja/buruh yang melakukan pekerjaan tambahan.”31

“Perjanjian kerja waktu tertentu untuk pekerjaan yang bersifat musiman ini tidak dapat dilakukan pembaruan.”32

f. PKWT untuk pekerjaan yang berhubungan dengan produk baru

“Perjanjian kerja waktu tertentu dapat dilakukan untuk pekerjaan yang berhubungan dengan produk baru, kegiatan baru, atau produk tambahan yang masih dalam percobaan atau penjajakan.”33

“Perjanjian kerja waktu tertentu untuk pekerjaan yang berhubungan dengan produk baru hanya dapat dilakukan untuk jangka waktu paling lama 2 tahun dan dapat diperpanjang satu kali paling lama 1 tahun tetapi tidak dapat

30

Pasal 4 Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi R.I. Nomor Kep.100/Men/VI/2004 Tahun 2004 tentang Ketentuan Pelaksanaan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu.

31

Pasal 5 Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi R.I. Nomor Kep.100/Men/VI/2004 Tahun 2004 tentang Ketentuan Pelaksanaan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu

32

Pasal 7 Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi R.I. Nomor Kep.100/Men/VI/2004 Tahun 2004 tentang Ketentuan Pelaksanaan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu

33

Pasal 8 ayat (1) Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi R.I. Nomor Kep.100/Men/VI/2004 Tahun 2004 tentang Ketentuan Pelaksanaan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu


(58)

dilakukan pembaruan.”34 Kemudian juga, “perjanjian kerja waktu tertentu untuk pekerjaan yang berhubungan dengan produk baru hanya dapat diberlakukan bagi pekerja/buruh yang melakukan pekerjaan di luar kegiatan atau di luar pekerjaan yang biasa dilakukan perusahaan.”35

g. Perjanjian kerja harian lepas

“Pekerjaan-pekerjaan tertentu yang berubah-ubah dalam hal waktu dan volume pekerjaan serta upah didasarkan pada kehadiran, dapat dibuat perjanjian kerja harian lepas.”36

“Perjanjian kerja harian lepas harus memenuhi ketentuan bahwa pekerja/buruh bekerja kurang dari 21 hari dalam 1 bulan. Mengenai pekerja/buruh yang bekerja selama 21 hari atau lebih selama 3 bulan berturut-turut atau lebih, maka perjanjian kerja harian lepas berubah menjadi perjanjian kerja waktu tidak tertentu.”37

“Perjanjian kerja harian lepas yang memenuhi ketentuan-ketentuan sebagaimana dimaksud di atas dikecualikan dari ketentuan batasan jangka waktu

34

Pasal 8 ayat (2) dan ayat (3) Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi R.I. Nomor Kep.100/Men/VI/2004 Tahun 2004 tentang Ketentuan Pelaksanaan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu

35

Pasal 9 Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi R.I. Nomor Kep.100/Men/VI/2004 Tahun 2004 tentang Ketentuan Pelaksanaan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu

36

Pasal 10 ayat (1) Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi R.I. Nomor Kep.100/Men/VI/2004 Tahun 2004 tentang Ketentuan Pelaksanaan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu

37

Pasal 10 ayat (2) dan ayat (3) Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi R.I. Nomor Kep.100/Men/VI/2004 Tahun 2004 tentang Ketentuan Pelaksanaan Perjanjian Kerja


(1)

Dalam penulisan skripsi ini, penulis banyak menerima bantuan, bimbingan dan motivasi dari berbagai pihak, untuk itu penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Bapak Prof. Chairuddin P. Lubis, DTM & H, Sp. A(K), sebagai Rektor Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Prof. Dr. Runtung, SH, M. Hum sebagai Dekan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Prof. Dr. Budiman Ginting, SH, MH, sebagai Pembantu Dekan I Fakultas Hukum USU.

4. Bapak Syafruddin Hasibuan, SH, MH, DFM, sebagai Pembantu Dekan II Fakultas Hukum USU.

5. Bapak Muhammad Husni, SH, M. Hum sebagai Pembantu Dekan III Fakultas Hukum USU.

6. Bapak Prof. Dr. Budiman Ginting, SH, MH sebagai Ketua Jurusan Departemen Hukum Ekonomi dan sealFakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

7. Prof. Dr. Sunarmi, SH. M. Hum sebagai Sekretaris Departemen Hukum Ekonomi Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

8. Prof. Dr. Budiman Ginting, SH, MH, sebagai Dosen Pembimbing I, terima kasih atas bimbingan dan dukungan Bapak kepada penulis selama penulisan skripsi.


(2)

9. Suria Ningsih, SH, M. Hum, sebagai Dosen Pembimbing II, terima kasih atas bimbingan dan dukungan Bapak kepada penulis selama penulisan skripsi.

10.Affan Mukti, SH, MS sebagai Dosen Penasehat Akademik selama penulis menjalani perkuliahan di Fakultas Hukum USU.

11.Seluruh staf Departemen Hukum Pidana Fakultas Hukum USU. 12.Seluruh Bapak dan Ibu staf pengajar di Fakultas Hukum USU.

13.Kepada ayahanda ibunda tercinta, yang telah memberikan kasih sayang, perhatian, dan memberi kesempatan pada penulis untuk berjuang menuntut ilmu sehingga dapat menyelesaikan studi di perguruan tinggi ini.

14.Kepada saudara-saudaraku terima kasih atas dukungan, doa dan perhatian yang sangat besar yang selalu mendukungku terima kasih kepada seluruh keluarga besarku yang memberikan dorongan semangat kepada penulis selama mengikuti perkuliahan hingga selesai skripsi ini.

15.Kepada teman-temanku, khusunya stambuk 2005 Fakultas Hukum USU yang tidak bisa disebutkan satu persatu, terima kasih atas segalanya.

16.Dan kepada semua pihak yang telah berpartisipasi atas penulisan skripsi ini yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu.

Demikianlah yang penulis dapat sampaikan, atas segala kesalahan dan kekurangannya penulis mohon maaf yang sebesar-besarnya.


(3)

Atas perhatiannya penulis ucapkan terima kasih.

Medan, 7 Nopember 2010


(4)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... iv

ABSTRAKSI ... vi

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang... 1

B. Permasalahan ... 4

C. Tujuan dan Manfaat Penulisan ... 4

D. Keaslian Penulisan ... 5

E. Tinjauan Kepustakaan ... 6

F. Metode Penelitian ... 14

G. Sistematika Pembahasan ... 16

BAB II PERJANJIAN KERJA SEBAGAI LANDASAN PERLINDUNGAN TENAGA KERJA ... 18

A. Pengertian dan Unsur-unsur dalam Perjanjian Kerja ... 18

B. Jenis-jenis Perjanjian Kerja ... 28

C. Pihak-pihak dalam Perjanjian Kerja ... 34

D. Hak dan Kewajiban Para Pihak dalam Perjanjian Kerja ... BAB III PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP TENAGA KERJA ... 50

A. Pengertian Perlindungan Hukum ... 50

B. Tujuan perlindungan hukum terhadap tenaga kerja... 51

C. Bentuk perlindungan hukum terhadap tenaga kerja ... 52


(5)

BAB IV PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA DI PT. SUMO INTERNUSA

INDONESIA ... 59

A. Gambaran umum PT. Sumo Internusa Indonesia ... 59

B. Pelaksanaan perlindungan hukum terhadap keselamatan dan kesehatan tenaga kerja di PT. Sumo Internusa Indonesia ... 65

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 87

A. Kesimpulan... 87

B. Saran ... 88


(6)

ABSTRAKSI

Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan merupakan salah satu solusi dalam perlindungan buruh maupun majikan tentang hak dan kewajiban masing-masing pihak. Perlindungan buruh diatur di dalam Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan Pasal 67-101 meliputi perlindungan buruh penyandang cacat, anak, perempuan, waktu kerja, keselamatan dan kesehatan kerja, pengupahan, dan kesejahteraan. Perlindungan tenaga kerja yang bertujuan agar bisa menjamin hak-hak dasar pekerja/buruh dan menjamin kesempatan serta perlakuan tanpa diskriminasi. Hal ini merupakan esensi dari disusunya undang-undang ketenagakerjaan yaitu mewujudkan kesejahteraan para pekerja/buruh yang akan berimbas terhadap kemajuan dunia usaha di Indonesia.

Permasalahan yang diangkat dalam skripsi ini adalah mengenai bagaimana kedudukan perjanjian kerja sebagai dasar dari perlindungan hukum bagi tenaga kerja, bagaimana bentuk dan tujuan perlindungan hukum terhadap tenaga kerja, dan bagaimana pelaksanaan perlindungan hukum terhadap kesehatan dan keselamatan kerja di PT. Sumo Internusa Indonesia.

Penulisan ini menggunakan metode penelitian hukum normatif-empiris, dalam penelitian empiris dilakukan untuk memperoleh data primer, yaitu dengan melakukan wawancara dengan Manajemen PT. Sumo Internusa Indonesia, sedangkan penelitian hukum normatif, dilakukan melalui kajian terhadap peraturan perundang-undangan dan bahan–bahan hukum yang berkaitan dengan skripsi. Pada penelitian hukum jenis ini, hukum dikonsepkan sebagai apa yang tertulis dalam peraturan perundang-undangan (law in books) atau hukum dikonsepkan sebagai kaidah atau norma yang merupakan patokan berperilaku manusia yang dianggap pantas. Penelitian hukum normatif ini sepenuhnya menggunakan data sekunder.

Perjanjian kerja dilihat dari segi hubungan kerja merupakan suatu karakteristik yang essensial yang diakui oleh pengusaha, pekerja dan oleh pemerintah. Hubungan antara pekerja dan pengusaha merupakan hubungan yang berdimensi banyak. Hubungan yang terjadi menyangkut dari segala aspek kehidupan, yaitu aspek ekonomis, aspek sosial, aspek budaya, aspek politik, dan juga menyangkut aspek keamanan. Perlindungan terhadap tenaga kerja diberikan dalam bentuk waktu kerja, pengupahan, kesejahteraan, keselamatan dan kesehatan kerja. Dimana bentuk perlindungan tersebut sesuai dengan perjanjian yang telah disepakati. Perlindungan tersebut juga harus sesuai dengan undang-undang yang ada, yaitu Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003. PT. Sumo Internusa Indonesia dalam rangka untuk melaksanakan perlindungan keselamatan dan kesehatan terhadap tenaga kerja antara lain menyediakan alat-alat pelindung diri berupa alat penutup hidung dan mulut ( masker ), alat penutup telinga, alat penutup diri berupa pakaian kerja serta penyuluhan, pembinaan, dan pengawasan terhadap tenaga kerja yang berkenaan dengan pekerjaannya. Disamping itu juga telah memberikan perlindungan kesehatan kerja antara lain pemberian cuti haid, melahirkan, waktu istirahat, gugur kandungan, cuti tahunan, disamping itu juga diberikan upah kerja lembur.


Dokumen yang terkait

PERLINDUNGAN HUKUM KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA TERHADAP TENAGA KERJA DI PT. X SIDOARJO.

1 2 106

PERLINDUNGAN HUKUM KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA TERHADAP TENAGA KERJA DI PT. X SIDOARJO.

0 1 106

Penerapan Keselamatan dan Kesehatan Kerja Dalam Rangka Perlindungan Hukum Di PT.Danliris Kabupaten Sukoharjo.

0 0 14

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Perlindungan Hukum terhadap Keselamatan dan Kesehatan Kerja dalam Kegiatan Produksi di PT. Sumo Internusa Indonesia.

0 0 17

BAB III PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP TENAGA KERJA A. Pengertian Perlindungan Hukum - Perlindungan Hukum terhadap Keselamatan dan Kesehatan Kerja dalam Kegiatan Produksi di PT. Sumo Internusa Indonesia.

0 2 40

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Perlindungan Hukum terhadap Keselamatan dan Kesehatan Kerja dalam Kegiatan Produksi di PT. Sumo Internusa Indonesia.

0 0 17

BAB II PERJANJIAN KERJA SEBAGAI LANDASAN PERLINDUNGAN TENAGA KERJA A. Pengertian dan Unsur-unsur dalam Perjanjian Kerja 1. Pengertian perjanjian kerja - Perlindungan Hukum terhadap Keselamatan dan Kesehatan Kerja dalam Kegiatan Produksi di PT. Sumo Intern

0 0 33

BAB III PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP TENAGA KERJA A. Pengertian Perlindungan Hukum - Perlindungan Hukum terhadap Keselamatan dan Kesehatan Kerja dalam Kegiatan Produksi di PT. Sumo Internusa Indonesia.

1 6 40

PERLINDUNGAN HUKUM KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA TERHADAP TENAGA KERJA DI PT. X SIDOARJO

0 0 51

PERLINDUNGAN HUKUM KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA TERHADAP TENAGA KERJA DI PT. X SIDOARJO

0 1 51