Review Teori Hubungan Internasional Indonesia

Review Teori Hubungan Internasional

Ahmad Ribhan – 2010230034

Review Realisme
Asumsi Realis (Steans & Pettiford) Sifat manusia secara alami egois, negara layaknya
seorang manusia diasumsikan berprilaku menurut kehendaknya saja, Negara adalah aktor
sentral : Negara adalah berdaulat , Motivasi negara adl kepentingan nasional yang diperjuangkan
melalui kebijakan luar negeri, Power adl kunci dlm memahami prilaku internasional dan
motivasi setiap negara , sejatinya hubungan internasional bersifat konfliktual , ketiadaan otoritas
sentral (supranasional) yang bertugas memberikan sangsi terhadap negara yang berprilaku
buruk!!
Realisme pada umumnya dianggap sebagai tradisi teoritis paling berpengaruh dalam
Hubungan Intermasional(HI), bahkan oleh pengkritiknya yang paling galak. Warisan filsafatnya,
yakni kritiknya terhadap internasionalisme liberal dan pengaruhnya terhadap praktek diplomasi
internasional telah menempatkannya dalam posisi penting walaupun tidak dominan, dalam
displin ilmu HI. Tidak ada teori lain yang mewarnai begitu banyak bentuk dan struktur kajian
politik internasional.
Dalam Realisme, elemen-elemen utama dalam hubungan internasional terdiri dari
beberapa gagasan utama, yakni actor dominan tetap berada pada Negara-bangsa(nation-state),
kepentingan nasional merupakan aspek utama yang harus diraih setiap Negara-bangsa untuk bisa

tetap eksis/survive dengan fokus utama pada isu high politics seperti keamanan melalui
instrument military power. Bahkan setiap Negara akan selalu berupaya untuk memaksimalkan
posisi kekuatan (power) relatifnya dibandingkan negara lainnya atau setidaknya tercipta balance
of power. Semakin besar keuntungan kekuatan militernya akan semakin besar pula jaminan
keamanan yang dimili negara tersebut.
Dengan demikian Realisme sangat menekankan tesis stabilitas hegemonic (hegemonic
stability) yang bisa dimiliki suatu negara. Sebagai konsekuensinya, kerjasama antar negara
dalam institusi internasional pun akan semakin sulit terwujud. Kalau pun tercipta sebuah
kerjasama institusional yang bersifat multilateral, Realisme berpendapat bentuk kerjasama
multilateral itu adalah hegemonic corporation yang didominasi oleh kekuatan hegemoni. Alhasil,

Review Teori Hubungan Internasional

Ahmad Ribhan – 2010230034

negara hegemon hanya akan memanfaatkan kerjasama multilateral ini untuk mencapai
kepentingan (keamanan) nasional dan tujuan politik luar negerinya semata.
Menurut Realist, institusi pada dasarnya merupakan sebuah refleksi dari distribution of
power dan didasarkan pada kalkulasi kepentingan nasional negara-negara besar dan oleh
karenanya institusi tidak menjadi faktor penting dalam penciptaan perdamaian dunia. Realisme

menyatakan bahwa konsep keamanan (nasional) merupakan sebuah kondisi yang terbebas dari
ancaman militer atau kemampuan suatu negara untuk melindungi negara-bangsanya dari
serangan militer yang berasal dari lingkungan eksternalnya.
Politik dunia, menurut kaum realism, berkembang berdasarkan system anarki. Sistem
anarki adalah system dimana mereka menganggap tidak adanya kekuatan supranasional yang
melebihi negara sehingga tidak ada dominasi kekuatan selain negara itu sendiri. Realisme
merupakan penganut state centric assumptions. Mereka tidak terlalu menganggap organisasi di
luar negara itu adalah sesuatu yang penting, yang mampu memberikan pemenuhan kebutuhan
negara. Perspektif ini hanya menganggap dengan adanya organisasi di luar negara hanya akan
menambah ‘kericuhan’ bagi hubungan internasional. Mereka memandang system anarki jauh
lebih teratur dan sesuai dengan norma-norma yang ada dalam negara. Pada akhirnya, mereka
hanya akan mengandalkan sumber daya milik mereka sendiri.
Joseph Grieco dan Stephen Krasner menyatakan bahwa sistem yang anarkis memaksa
negara untuk memperhatikan secara bersamaan : 1, absolute gains dari kerjasama dan 2, aturan
main dalam distribusi keuntungan di antara partisipan. Logikanya adalah, jika sebuah negara
mendapatkan keuntungan lebih besar dari yang lain maka ia akan semakin kuat. Sementara
negara yang lain akan semakin rentan (vulnerable). Selain itu, realis juga cepat dalam merespon
isu-isu baru. Barry Possen menawarkan penjelasan realis tentang konflik etnis. Ia mencatat
bahwa pecahnya negara-negara multietnis menempatkan kelompok etnis lawan dalam situasi
yang anarkis. Sehingga memicu intensitas ketakutan dan menggoda masing-masing kelompok

menggunakan kekuatan untuk meningkatkan posisi relatif mereka. Permasalahan ini akan
semakin parah ketika di dalam wilayah masing-masing kelompok terdapat daerah-daerah yang
didiami oleh etnis lawan. Karena masing-masing pihak akan tergoda melakukan pembersihan

Review Teori Hubungan Internasional

Ahmad Ribhan – 2010230034

yang bersifat preemptif, kelompok minoritas dan melakukan ekspansi untuk memasukan anggota
kelompok mereka yang berada di luar batas wilayah.
Negara yang berdaulat adalah actor utama di hubungan internasional. Negara akan selalu
mencari kekuasaan dan memenuhi kepentingan nasionalnya. Karenanya, masing-masing negara
ingin memenuhi kepentingan nasional dan terkadang hubungan internasional tersebut mengalami
ketegangan karena adanya konflik dengan negara lain dalam memenuhi kepentingan itu. Hal ini
akan membuat negara berada pada pilihan, mendominasi atau didominasi. Tentu saja, setiap
negara ingin mendominasi, bukan didominasi.
Menurut Realisme, sebagaimana telah disinggung di atas, satu-satunya isntrumen untuk
melindungi dan mempertahankan kepentingan keamanan nasionalnya adalah dengan
meningkatkan military power yang dimiliki suatu negara-bangsa. Dalam hal ini, kuantitas dan
kualitas level of arms yang patut dimiliki aktor Negara merupakan sebuah solusi rasional yang

harus disediakan aktor Negara. Namun, hal ini juga akan mendorong perlombaan senjata(arms
race) antar aktor negara yang juga akan semakin mendorong perlombaan senjata yang semakin
anarkis yang mendorong terciptanya security dilemma.
Bagi Realis klasik seperti Hans, J Morgenthau, kepentingan keamanan yang sangat
fundamental

adalah Setiap negara bangsa harus mencapai kepentingan nasionalnya untuk

melindungi keamanannya dan kelangsungan hidupnya. Dalam argument, Realisme, kepentingan
Nasional memainkan peranan yang sangat krusial dimana melalui konsep ini, kebutuhan
keamanan suatu aktor negara-bangsa memiliki kaitan yang sangat erat antara karakteristik sistem
internasional, seperti anarki dan distrbusi power, dengan semua kebijakan dan tindakan yang
diambil aktor negara.
Hal di atas cukup menjelaskan bahwa agenda utama pandangan realism ialah keamanan
nasional dan kelangsungan hidup negara. Negara akan selalu ingin terus memperkuat
kekuatannya untuk mempertahankan stabilitasnya. Namun, karena negara memiliki rasa yang
selalu cemas dan curiga akan dominasi negara lain atau organisasi lain yang mampu mengancam
eksistensinya, negara akan terus berusaha memperkuat powernya. Perdamaian dan stabilitas
internasional bagi kaum realis hanya akan mampu tercipta jika adanya balance of power dalam


Review Teori Hubungan Internasional

Ahmad Ribhan – 2010230034

system internasional. Balance of power akan mencegah terjadinya dominasi dari negara satu
dengan negara yang lainnya. Selain itu, sebuah persamaan mengenai tatanan dan keamanan bisa
terpelihara dengan membetuk aliansi-aliansi antar negara untuk mencegah adanya negara
adikuasa yang bertindak sewenang-wenang.
Kekuatan tradisi kaum Realis terletak pada kemampuannya menyatakan argument karena
kebutuhan. Tradisi kaum realis berusaha menjabarkan realitas, memecahkan masalah dan
memahami keberlangsungan politik dunia. Untuk menyelesaikan tuga sini tradisi kaum realis
membangkitkan tradisi filsafat, dengan Hobbes, Rosseau, dan Machiavelli yang mencoba
kembali melengkapi teori dengan otoritas klasikisme. Dengan membangkitkan kembali para
pendahulu intelektualnya, realisme kembali menekankan kekekalan dan pentingnya kontinuitas
dalam penelitian teoritis. Perhatian Normatif dengan permasalahan sebab-sebab perang dan
keadaan damai, keamanan, ketertiban,akan terus menjadi pedoman penelitian. Realisme
menjelaskan Kompetisi dan konflik yang tidak bisa dihindari antar negara dengan menyoroti
sifat tidak aman dan anrkis dilingkungan Internasional.
Referensi:
Hermawan, Yulius. 2007. “Transformasi dalam Studi Hubungan Internasional:

Aktor, Isu, dan Metodologi. Graha Ilmu. Yogyakarta
Burchill, Scot & Linklater, Andrew. 1996. Teori-Teori Hubungan Internasional.
Edisi ke 5. Diterjemahkan oleh: M.Sobirin. Bandung. Nusa Media.

Review Teori Hubungan Internasional

Ahmad Ribhan – 2010230034

Review Neo-Realisme
Neorealisme atau realisme struktural adalah teori hubungan internasional yang dicetuskan
oleh Kenneth Waltz tahun 1979 dalam bukunya,Theory of International Politics. Waltz
mendukung pendekatan sistemik, yaitu struktur internasional bertindak sebagai pengekang
perilaku negara, sehingga hanya negara yang kebijakan-kebijakannya berada dalam cakupan
yang diharapkan dapat bertahan. Sistem ini sama seperti model mikroekonomi ketika firma
menetapkan harga dan kuantitas berdasarkan pasar. Neorealisme, yang lebih dikembangkan di
dalam tradisi ilmu politik Amerika Serikat, berupaya menata ulang tradisi realis klasik E.H.
Carr, Hans Morgenthau, dan Reinhold Niebuhr menjadi ilmu sosial yang teliti dan positivistik.
Teori neorealisme (realisme struktural) merupakan teori milik Kenneth Waltz yang
merupakan upaya perombakan teori realisme yang sudah ada. Teori ini berusaha untuk lebih
ilmiah dan lebih positivis. Neorealis tetap mempertahankan nilai realis bahwa hubungan

internasional antarnegara merupakan hubungan yag antagonistik dan konfliktual yang
disebabkan oleh struktur anarkis dalam sistem internasional. Hal yang membedakan neorealisme
dengan realisme dilihat dari aktor yang berperan di dalam sistem internasional.
Jika pada realisme aktor yang menjadi kunci utama dalam sistem internasional adalah
negara bangsa (nation-state), maka pada neorealisme aktornya adalah sistem itu sendiri.
Sehingga meskipun negara merupakan aktor yang dominan, non-state actors memiliki peranan
yang penting dalam sistem internasional. Struktur internasional dalam konsep neo realisme
adalah anarki internasional, negara sebagai ‘unit serupa’, perbedaan kapabilitas negara serta
adanya negara besar lebih dari satu dimana terdapat hubungan antar negara-negara tersebut.
Sedangkan konsep kunci dari neo realisme adalah perimbangan kekuatan, pengulangan
internasional, dan konflik internasional yang berupa perang dan perubahan internasional.
Neorealisme menjawab tantangan liberalisme dengan revisi terhadap teori realisme
secara radikal. Neorealisme terinspirasi dari model konstruksi teori Imre Lakatos dan teori
mikroekonomi; yang pertama membawa teori asumsi minimal sementara yang kedua membawa
determinan struktural terhadap perilaku negara. Menurut Waltz terkait penjelasan neorealis,
menjelaskan

tentang

pemimpin


negara

dalam menjalankan

kebijakan

luar

negeri,

Review Teori Hubungan Internasional

Ahmad Ribhan – 2010230034

yaitu, kepentingan para penguasa, dan kemudian negara, membuat suatu rangkaian tindakan,
kubutuhan kebijakan muncul dan persaingan negara yang diatur, kalkulasi yang berdasarkan
pada kebutuhan-kebutuhan ini dapat menemukan kebijakan-kebijakan yang akan menjalankan
dengan baik kepentingan-kepentingan negara, keberhasilan adalah ujian terakhir kebijakan itu,
dan keberhasilan didefinisikan sebagai memelihara dan memperkuat negara. Hambatanhambatan struktural menjelaskan mengapa metode-metode tersebut digunakan berulang kali

disamping perbedaan-perbedaan dalam diri manusia dan negara-negara yang menggunakannya.
Asumsi-asumsi dasarnya adalah, pertama, sistem internasional bersifat anarki, karena
tidak ada otoritas sentral untuk memaksakan tata tertib. Kedua, dalam sistem yang demikian,
kepentingan utama negara adalah keberlangsungannya sendiri, sehingga negara akan
memaksimalisasi powermereka

khususnya

kekuatan

militer.

Karena power tersebut

bersifat zero-sum, negara menjadi ‘posisionalis defensif’, sehingga struggle for power adalah
karakteristik permanen hubungan internasional dan konflik bersifat endemik.
Dan oleh karena itu, kerja sama antarnegara menjadi sulit atau bahkan tidak mungkin sama
sekali. Kalaupun ada, itu pun di bawah kondisi hegemoni suatu negara dominan yang
menggunakan power-nya untuk menciptakan dan memaksakan peraturan institusional.
Neo-Realisme pada dasarnya mengemuka sebagian kritik terhadap Realisme yang

cenderung menganggap aktor Negara sebagai satu-satunya aktor dominan dalam Hubungan
Internasional. Sementara itu, globalisasi yang sangat dicirikan dengan revolusi teknologi
informasi, komunikasi diyakini akan mengubah secara signifikan peta hubungan internasional
Realisme dengan kata lain dianggap sudah tidak mampu lagi menyediakan “usable map of the
world”.
Tokoh utama dari Neorealisme adalah Kenneth N. Waltz. Pendekatan yang digunakan
oleh Waltz adalah pendekatan global. Aktor utama dalam politik internasional masih negara.
Waltz berasumsi negara mengejar power dikarenakan sistem dunia yang anarki. Namun bedanya
denganrealism klasik adalah jika realisme klasik memandang power sebagai akhir, neorealisme
memandang power bukan suatu akhir, melainkan sebagai means atau cara. Cara yang
dimaksudkan disini terbagi menjadi dua interpretasi. Pertama power sebagai means internal dan

Review Teori Hubungan Internasional

Ahmad Ribhan – 2010230034

yang kedua adalah power sebagai means external. Power sebagai means internal maksdunya
adalah power atau kekuatan ini digunakan sebagai cara untuk memperkuat bidang dalam atau
internal suatu negara.
Misalkan untuk memajukan ekonomi. Sedangkan means eksternal diartikan bahwa power

disini digunakan sebagai alat bargain untuk beraliansi dengan negara-negara kuat, sehingga
negaranya akan semakin kokoh dimata musuh. Tujuan dari suatu negara adalah international
security atau keamanan internasional. Sedangkan dalam kerjasama internasional pada era Neo
Realisme ini kemungkinannya kecil. Kecilnya kemungkinan kerjasama internasional ini
disebabkan adanya question mark di kalangan negara tentang siapa yang lebih diuntungkan
dalam kerjasama itu. Sementara dalampengambilan kebijakan luar negeri suaru negara lebih
disebabkan karena sistem internasional yang anarki.
Neorealisme memberikan penilaian yang meyakinkan mengenai mengapa kebijakankebijakan luar negeri negara-bangsa sangatlah mirip, meski sifat internal mereka jauh berbeda.
Neorealisme juga memberikan penjelasan lebih rinci mengenai keberlangsungan sistem
internasional. Tetapi, neorealisme melebih-lebihkan otonomi yang dinikmati negara dari kondisi
domestic mereka, menekankan pentingnya struktur dan meremehkan potensi negara untuk
mengubah sistem internasional.
Referensi:
Hermawan, Yulius. 2007. “Transformasi dalam Studi Hubungan Internasional:
Aktor, Isu, dan Metodologi. Graha Ilmu. Yogyakarta.
Burchill, Scot & Linklater, Andrew. 1996. Teori-Teori Hubungan Internasional.
Edisi ke 5. Diterjemahkan oleh: M.Sobirin. Bandung. Nusa Media.
Sorensen, george and Robert Jackson, Introduction to International Relations,
Oxford University Press Inc, New York, 1999.

Review Teori Hubungan Internasional

Ahmad Ribhan – 2010230034

Review Liberalisme
Asumsi dasar dari liberalisme adalah keyakinan terhadap kemajuan. Meskipun
sebenarnya masih menjadi perdebatan dikalangan kaum liberal itu sendiri. setelah perang dunia
kedua, dengan demikian, optimisme liberal telah berbubah drastis. Menurut John Locke, negara
muncul untuk menjamin kebebasan warga negaranya dan kemudian mengijinkan mereka
menghidupi kehidupannya dan menggapai kebahagiaannya tanpa campur tangan tak semestinya
dari orang lain.
Kaum liberal mengatakan bahwa modernisasi adalah proses yang menimbulkan
kemajuan dalam banyak bidang kehidupan. Potensi akan pikiran dan rasionalitas manusia adalah
salah satu hal yang diyakini oleh liberalis. Modernitas membentuk kehidupan yang lebih baik,
bebas dari pemerintahan otoriter, dan tingkat kesejahteraan material yang jauh lebih tinggi
(Jackson & Sorensen, 2005:140).
Agenda utama dari liberalisme adalah sosial ekonomi dan kesejahteraan.Pasca perang
dunia ke dua, ada empat aliran pemikiran utama liberalisme. Yaitu, liberalisme sosiologis,
liberalisme interdependensi, liberalisme institusional serta liberalisme republikan.
Liberalisme sosiologis
Dalam paham liberalisme sosiologis, hubungan internaisonal merupakan sebuah
hubungan-hubungan transnasional, baik itu hubungan antara masyarakat, kelompok-kelompok,
dan organiasi-organisasi yang berasal dari negara yang berbeda. Pemahaman ini lebih
mengedepankan pada hubungan antara rakyatnya. Karena ia berpendapat bahwa hubungan antar
rakyat lebih kooperatif dan lebih mendukung perdamaian dari pada hubungan antara pemerintah
nasional.
Kemudian ia juga mengatakan bahwa hubungan transnasional diantara rakyat dari
negara-negara yang berbeda membantu menciptakan bentuk masyarakat manusia yang hadir
sepanjang atau bahkan dalam persaingan dengan bangsa. Burton, menggambarkan jaringan labalaba untuk menunjukkan bahwa kerjasama yang dilakukan itu saling menguntungkan dan
antagonistik.

Review Teori Hubungan Internasional

Ahmad Ribhan – 2010230034

Liberalisme interdependensi
Seperti yang kita ketahui bahwa interdependensi merupakan ketergantungan timbal balik,
rakyat dan pemerintah dipengaruhi oleh apa yang terjadi dimanapun, oleh tindakan rekannya di
negara lain. Maka dari itu, tingkat hubungan yang paling banyak terjadi adalah hubungan
interdependensi.Sepanjang sejarah, negara berupaya mencari kekuasaan dengan alat militer dan
perluasan wilayah. Tetapi bagi negara-negara industrialis pembangunan ekonomi dan
perdagangan luar negeri adalah alat-alat dalam mencapai keunggulan dan kesejahteraan yang
lebih mencukupi dan dengan sedikit biaya. Kemudian, pembagian tenaga kerja yang tinggi dalam
perekonomian internasional meningkatkan interdependensi antara negara, dan hal itu menekan
dan mengurangi konflik kekerasan antar negara. Akan tetapi, masih tetap ada resiko bahwa
negara modern tergelincir kembali ke pilihan militer dan memasuki konfrontasi kekerasan.
Liberalisme institusional
Dalam pembahasan ini, erat kaitannya dengan pernyataan Woodrow Wilson yang ingin
mengubah hubungan internasional dari hutan politik kekuasaan yang kacau menuju kebun
binatang pergaulan yang erat diatur dan damai. Bagaimanapun juga, kaum liberal institusional
tidak sepakat dengan pandangan kaum realis bahwa institusi internasional hanyalah secarik
kertas, dan bahwa mereka berada dalam belas kasihan sepenuhnya negara kuat. Akan tetapi
mereka juga merupakan kepentingan yang independen dan mereka dapat memajukan kerjasama
antara negara-negara.
Secara ringkas, institusional membantu memajukan kerjasama antara negara-negara dan
oleh karena itu membantu mengurangi kepercayaan negara-negara dan rasa takut negara satu
sama lain yang dianggap jadi masalah tradisional yang dikaitkan dengan anarki internasional.
Liberalisme Republikan
Liberalisme republikan berupan bentukan dari sebuah pernyataan bahwa negara-negara
demokrasi liberal bersifat lebih damai dan patuh pada hukum dibandingkan sistem politik lain.
Dalam hal ini, bukan berarti negara-negara demokrasi tidak pernah berperang. Akan tetapi
negara-negara demokrasi berperang sesering negara-negara non demokrasi. Pendapat dari
liberalisme republikan ini terlalu mengagung-agungkan demokrasi. Ia selalu menganggap bahwa

Review Teori Hubungan Internasional

Ahmad Ribhan – 2010230034

demokrasi itu merupakan satu sistem yang paling baik yang tidak akan pernah perang sama
sekali. Bahkan dengan adanya demokrasi justru kerjasama ekonomi dan interdependensi antar
negara akan semakin kuat.
Dalam pembahasan liberalisme ini memang pada dasarnya lebih terfokus pada bidang
ekonomi. Apalagi sejak pasca perang dunia dua. Neoliberalisme adalah suatu perwujudan baru
dari paham liberalisme yang saat ini telah menguasai sistem perekonomian dunia. Paham ini
merupakan suatu sistem ekonomi yang sama dengan kapitalisme, di mana kebebasan individu
lebih diutamakan dan tanpa campur tangan dari pemerintah. Yang menjadi penentu utama dalam
kegiatan ekonomi adalah mekanisme pasar, bukan pemerintah.
Kritis terhadap Liberalisme
Kontradiksi antara ekonomi dan kebebasan politik
“Kritik ini ditujukan terhadap kondisi dimana pasar bebas dan institusi privat sebagai titik
sentral dari liberalisme yakni konsep kebebasan dan pilihan menjadi problem.”
Pasar bebas dan privat property justru menyebabkan sentralisasi kemamakmuran hanya
menjadi atau hanya terdominasi oleh kelompok tertentu.
Referensi:
Hermawan, Yulius. 2007. “Transformasi dalam Studi Hubungan Internasional:
Aktor, Isu, dan Metodologi. Graha Ilmu. Yogyakarta.
Burchill, Scot & Linklater, Andrew. 1996. Teori-Teori Hubungan Internasional.
Edisi ke 5. Diterjemahkan oleh: M.Sobirin. Bandung. Nusa Media.
Robert Jackson & Sorensen (2005) Pengantar Hubungan Internasional. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar.
Donald

(2012)

Teori

Hubungan

Internasional

Liberalisme.

Available

from: http://ddonaldd-fisip11.web.unair.ac.id/artikel_detail-44349-Umum-Jurnal
%203THI.html diakses pada tanggal 5 April 2015.

Review Teori Hubungan Internasional

Ahmad Ribhan – 2010230034

Review Neo-Liberalisme
Neoliberalisme merupakan salah satu perspektif dalam Hubungan Internasional,
Neoliberalisme memiliki pola faktor pendorong utama untuk menjalin kerja sama internasional
adalah distribusi kekuatan internasional. Serta neoliberalisme ini menggambarkan konsepkonsep mengenai rasionalitas serta lebih memilih untuk bekerjasama dengan institusi dan juga
organisasi – ornganisasi internasional untuk mewujudkan kepentingannya.
Neoliberalisme merupakan salah satu perspektif dalam Hubungan Internasional, yang
lahir pada tahun 1980-an Neoliberalisme memiliki pola faktor pendorong utama untuk menjalin
kerja sama internasional adalah distribusi kekuatan internasional. Serta neoliberalisme ini
menggambarkan konsep-konsep mengenai rasionalitas serta lebih memilih untuk bekerjasama
dengan institusi dan juga organisasi – ornganisasi internasional untuk mewujudkan
kepentingannya.
Neoliberalisme lebih percaya pada kerjasama secara optimis. Neo-liberalisme
memandang bahwa negara memiliki interest untuk bekerjasama (Mingst, 2004 dalam Jones,
2007). Namun, pandangan neo-liberalisme mengenai interest negara untuk kerjasama kurang
tepat (Jones 2007). Contoh yang terjadi adalah di mana Amerika Serikat yang tidak ikut serta
dalam Protokol Kyoto karena hal itu akan memengaruhi Amerika Serikat secara finansial. Neoliberalisme memandang bahwa kerjasama akan sulit terjadi bila tidak ada common
interests(Wardhani, 2014).
Meskipun negara merupakan aktor yang dominan, faktor non-state actors juga memiliki
peranan yang penting dalam sistem internasional pada teori neoliberalisme, sehingga
neoliberalisme mempercayai bahwa institusi dan interedepedensi mengarah kepada proses
kerjasama yang sempurna dalam hubungan internasional.
Dalam neoliberalisme, untuk mencapai stabilitas nasional, harus ada teori stabilitas
hegemoni. Negara hegemon atau penghegemon adalah suatu negara yang memiliki power yang
lebih unggul dibanding yang lain yang berhak mengatur stabilitas negara. Teori stabilitas

Review Teori Hubungan Internasional

Ahmad Ribhan – 2010230034

hegemoni ini bertujuan untuk menciptakan stabilitas internasional yang dicapai dengan
pengaturan penghegemon dalam bidang politik, ekonomi, maupun militer.
Jadi teori ini lebih mementingkan pada hasil perbuatan manusia, bukan perilaku manusia
tersebut. Dalam neoliberalis, lebih memusatkan perhatian pada isu –isu politik dan ekonomi yang
bersifat kooperatif dibanding konflik. Serta bagi neoliberalis kooperasi internasional
bersifat positive sum yang berarti kedua belah pihak saling diuntungkan dalam kooperasi
tersebut. Oleh karena itu, teori neoliberalisme bisa dkatakan lebih kearah ekonomi dan politik.
Bukan hanya politik saja seperti teori liberalisme klasik.

NeoLiberal Institutionalism
Akar paling awal munculnya versi dari neoliberalisme ini (neoliberal institusionalisme)
adalah dengan adanya para sarjana yang mengkaji dan terintegrasi pada tahun 1940an dan
1950an serta adanya “integration studies” pada tahun 1960an. Kajian ini menyarankan bahwa
cara untuk menciptakan kedamaan dan kesejahteraan adalah dengan menciptakan wadah bagi
negara-negara beserta sumber dayanya bahkan menyerahkan sebagian kedaulatan negara agar
tercipta sebuah komunitas yang terintegrasi dengan tujuan meningkatkan pertumbuhan ekonomi
dan memecahkan masalah yang muncul pada tingkat regional.
Selanjutnya, proses terbentuknya Uni eropa yang di awali dari komunitas regional yang
melakukan kerjasama multilateral dalam produksi batu bara dan baja hingga bertranformasi
menjadi komunitas yang terintegrasi—utamanya dalam bidang ekonomi—yang menantang
pandangan tradisional pemikiran realist dengan—argumentasi dua perang dunia—terhadap
institusi dan kerjasama.
Pada peristiwa ini dengan berkaca pada kegagalan di PD(Perang Dunia) II, maka bentuk
institusi kerjasama dan integrasi yang di bentuk lebih pragmatis dengan mengurangi tingkat
“keidealisannya” seperti apa yang pernah ada pasca PD I. Kaum neoliberal institusionalis
memandang institusi sebagai mediator dan alat untuk menciptakan kerjasama diantara para aktor
dalam sistem (sementara kaum neorealis melihat kompetisi dan konflik meminimalisir
kemungkinan itu). Bahkan sekarang ini kaum neoliberal institusionalis sedang terfokus untuk

Review Teori Hubungan Internasional

Ahmad Ribhan – 2010230034

menciptakan global governance dengan berusaha membentuk dan menciptakan mekanisme
untuk melanggengkan sebuah institusi terkait dengan proses globalisasi yang sedang terjadi.
Core Assumption dari neo liberal Institutional antara lain dapat dijabarkan sebagai
berikut: Aktor Negara merupakan unit sentral analisis. Non state aktor merupakan sub ordinat
dari aktor negara (ini merupakan kebalikan dari Liberalisme tahun 1970an).Struktur
Anarki merupakan struktur dari sistem internasional. Hal ini dikarenakan negara yang
merupakan unit sentral analisisnya saling berinteraksi dalam upayanya mendapatkan tujuannya
masing-masing.
Oleh karena itu maka pendistribusian power atau kapabilitas menjadi hal yang penting
dalam struktur sistem.Kerjasama masih dapat dimungkinkan terjadi melalui adanya suatu rezim
internasional serta institusi internasional. Karena dengan adanya suatu rezim internasional, maka
negara-negara industri dapat difasilitasi guna mencapai kepentingan mereka. Proses Integrasi
pada tingkatan regional serta global semakin meningkat. Hal ini dikarenakan perkembangan
proses modernisasi yang kemudian menciptakan permasalahan bersama.
·

Perkembangan masa depan dari Uni Eropa merupakan ujian yang paling penting bagi neo

liberalisme. Karena melalui Uni Eropa, konsep neo liberal institutionalisme tentang
pembentukan rezim internasional oleh negara-negara dalam mencapai kepentingan bersama
dapat terlihat apakah berhasil atau tidak. Motivasi Negara-negara akan bergabung dalam
hubungan kerjasama bahkan jika negara lain memperoleh keuntungan yang lebih banyak dari
interaksi tersebut. Absolute gains lebih penting dibandingkan relative gains. Negara fokus pada
individual absolute gains serta tidak tertarik akan gain akan negara lain.
Complex Interdependence
untuk tiba pada pembahasan interdependensi kompleks (complex interdependence) dalam
neoliberal institusionalisme maka dapat dilihat hubungan keduanya di kemukakan secara jelas
oleh sarjana liberal institusionalis generasi ketiga, yaitu transnasionalisme dan complex
interdependence yang di mulai pada tahun 1970an. Penteorisi pada kelompok ini menyajikan
argumen bahwa dunia saat ini telah menjadi semakin pluralistik dengan pengertian bahwa aktor-

Review Teori Hubungan Internasional

Ahmad Ribhan – 2010230034

aktor yang ada telah banyak terlibat kedalam interaksi internasional dimana diantara aktor satu
sama lain menjadi saling ketergantungan (dependent) lebih dari sebelumnya.
Complex interdependence mengasumsikan dunia pada saat ini kedalam empat
karakteristik (core assumption), yaitu:meningkatnya hubungan diantara negara dan non-state
actor agenda-agenda yang ada dalam hubungan internasional sudah tidak lagi di bedakan
kedalam high and low politics di kenalinya berbagai saluran interaksi diantara aktor lintas negara
menolak keampuhan kekuatan militer sebagai alat pemerintahan. Di tambah dengan fenomena
globalisasi yang tengah terjadi dewasa ini sebagai bentuk meningkatnya jumlah hubungan dan
saluran

interaksi

serta

meningkatnya

interkonektivitas

maka

keadaan

“complex

interdependence” membuat sistem yang anarki dan kepentingan negara (self interested) yang ada
tetap menyediakan ruang bagi kemungkinan adanya kerjasama, baik dalam bentuk institusi
maupun rezim internasional. Hal ini di sebabkan kondisi dimana negara atau aktor non-negara
akan sangat terpengaruh dengan keputusan yang diambil oleh pihak lain di tempat lain.
Misalnya, kebijakan menaikan suku bunga perbankan di Amerika Serikat akan sangat
mempengaruhi tingkat suku bunga di negara lainnya. Dari gambaran contoh itu terlihat
bagaimana interdependensi yang terjadi di bentuk oleh “efek resiprokal” diantara negara dan
aktor di negara-negara berbeda. Arus barang, orang dan jasa meningkat secara dramatis.
Referensi:
Hermawan, Yulius. 2007. “Transformasi dalam Studi Hubungan Internasional: Aktor,
Isu, dan Metodologi. Graha Ilmu. Yogyakarta.
Burchill, Scot & Linklater, Andrew. 1996. Teori-Teori Hubungan Internasional. Edisi
ke 5. Diterjemahkan oleh: M.Sobirin. Bandung. Nusa Media.
Robert Jackson & Sorensen (2005) Pengantar Hubungan Internasional. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar.
Baylis, John & Smith, Steve (eds.) The Globalization of World Politics, 2nd edition,
Oxford, pp. 182-199.