JURNAL EDUKASI VOL 7 NO 1 JANUARI 2015.p

J u r n a l E d u k a s i |1

BANGSA KETINGGALAN KERETA: SEBUAH DOKUMENTER UNTUK
PEMBELAJARAN SEJARAH

FIKRUL HANIF SUFYAN*
*) Staf Dosen Tetap Prodi Pendidikan Sejarah STKIP Yayasan Abdi Pendidikan,
Email: fikrulhanif1980@gmail.com

ABSTRAK
“Bangsa Ketinggalan Kereta” merupakan film dokumenter yang diproduksi Kompas TV
pada tahun 2012. Film ini berisi tentang dekspripsi mengenai sejarah perkeretapian, dan
menjadi bagian menarik dalam pembelajaran sejarah, terutama media audio visual di
sekolah menengah dan Perguruan Tinggi-terutama untuk periode kolonial Belanda.
Tulisan ini memakai metode sejarah yang terdiri dari heuristik, kritik, interpretasi, dan
historiografi. Penulisan artikel ini, merupakan kombinasi dari sumber sejarah, dokumen
sejarah, jurnal, buku, laporan riset, dan film dokumenter iu sediri. Satu hal terpenting,
“Bangsa Ketinggalan Kereta” merupakan narasi sejarah yang berisi uraian pembangunan rel kereta api dari dulu sampai kini, yang makin menyusut seiring dengan
pertumbuhan penduduk di Indoensia. Dalam film dokumenter tersebut, setiap orang
akan diajak masuk dalam ruang waktu dan mengajarkan kepada mereka untuk
senantiasa mengingat, hadirnya rel kereta api, telah memudahkan pribumi untuk

memperpendek jarak tempuh, yang biasanya harus dilalui berhari-hari, kini hanya dalam
hitungan menit dan jam saja.
Kata Kunci: kereta, rel, sejarah, film, dokumenter.

2| V o l u m e 7 N o . 1 J a n u a r i 2 0 1 5

A. Pendahuluan
No document no history, sebuah
pameo dalam dunia sejarah yang menggambarkan pentingnya dokumentasi
dalam penelitian ataupun penulisan
sejarah. Ketika dokumen dalam bentuk
arsip, koran, majalah, literatur “diramu”
dalam sebuah bait tulisan, jadilah ia teks
sejarah. Namun dalam proses berikutnya, sangat disayangkan jika untaian
kata dalam teks sejarah terbuang
percuma, ketika si pembaca kurang
memahaminya, bahkan cenderung malas untuk membacanya, karena ia dianggap sebagai bagian dari masa lalu.
Sebagai pengajar di sekolah, tentunya guru sebagai ujung tombak dalam
usaha pencerdasan anak bangsa dihadapkan dengan persoalan di atas.
Ditambah, kurikulum 2013 menuntut

seorang guru sejarah dituntut memahami aspek-aspek lokalitas dan menularkannya kepada anak didiknya.
Persoalan pelik yang sering dihadapi
seorang guru, ketika siswa mulai bosan
dihadapkan dengan catatan angka-angka
mati, bosan menghafal nama-nama
orang besar, peristiwa-peristiwa besar,
dan lain sebagainya. Tidak mengherankan, bila siswa-siswa lebih menyukai
pelajaran-pelajaran di luar sejarah.
Ketika guru sejarah berhadapan dengan persoalan-persoalan tersebut, salah
satu media yang bermanfaat untuk
mengatasi kejenuhan itu adalah dengan
“mengapungkan” film dokumenter sejarah. Munculnya istilah film dokumenter
sebagai bagian integral dari media1
1

Menurut Azhar Arsyad kata media berasal
dari bahasa latin, yakni medium yang secara
harfiah artinya perantara atau pengantar. Maka
media dapat dikatakan sebagai perantara aatau
pengantar pesan dari pengirim ke penerima

pesan. Sedangkan NEA (National Education
Association) memberi batasan bahwa media
adalah bentuk-bentuk komunikasi baik tercetak
maupun audio visual serta peralatannya, media
mudahnya dapat dimanipulasi, dapat dilihat,
didengar dan dibaca. Maka jika merujuk
pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa
media adalah segala sesnuatu yang digunakan

audio visual bukanlah hal yang baru.
Sejak awal ditemukannya sinema, sineas film di Amerika dan Perancis telah
mencoba mendokumentasikan apa saja
yang ada di sekeliling mereka dengan
alat hasil temuan mereka. Seperti Lumiere bersaudara, mereka merekam
peristiwa sehari-hari yang terjadi di
sekitar mereka, seperti para buruh yang
meninggalkan pabrik, kereta api yang
masuk stasiun, buruh bangunan yang
bekerja, dan lain sebagainya. 2
Film-film berikutnya yang dihasilkan

oleh sineas cukup beragam. Salah satu
film dokumenter yang menarik untuk
dibahas dalam tulisan ini adalah Bangsa
Ketinggalan Kereta. Film yang diproduksi KG Production pada tahun 2012
ini, menampilkan lembaran episode perkembangan transportasi kereta api di
Sumatera Barat dan di Jawa Barat.
Selain itu, dalam film yang berdurasi 24
menit tersebut juga menampilkan sisi
unik dari aktivitas-aktivitas yang berhubungan dengan perekonomian di pedalaman Minangkabau.
Film produksi KG Production ini
pada dasarnya memberi ruang informasi
langsung pada penikmat film, bagaimana seharusnya memaknai dan menghargai deskripsi sejarah Minangkabau
dan sejarah nasional. Bangsa Ketinggalan Kereta ini tentunya memberi
untuk menyalurkan, merangsang fikiran,
perasaan, minat, serta perhatian siswa sehingga
proses belajar terjadi. Lebih lanjut baca Azhar
Arsyad, Media Pembelajaran. (Jakarta: Raja
Grafindo Persada, 1997), hlm. 3. Baca juga
dalam Harsya W Bachtiar, Media Pendidikan.
(Jakarta: Rajagrafindo Persada, 1984), hlm. 6.

2
Film yang dihasilkan Lumiere pada masa
itu masih sangat sederhana (hanya satu shot)
dan durasinya pun hanya beberapa detik saja.
Film-film ini lebih sering diistilahkan “actuality
films”. Beberapa dekade kemudian sejalan
dengan penyempurnaan teknologi kamera
berkembang
menjadi
film
dokumentasi
perjalanan atau ekspedisi, seperti South (1919)
yang mengisahkan kegagalan sebuah ekspedisi
ke Antartika. Lebih lanjut baca David
Parkinson, History of Film. (United Kingdom:
Thames & Hudson, Ltd, 1995), hlm. 29.

J u r n a l E d u k a s i |3

pemahaman lebih lanjut terhadap teks

sejarah yang terkadang sulit dipahami
oleh siswa. Setidaknya, film dokumenter ini bisa menggugah keingintahuan
siswa terhadap deretan rel-rel kereta api
mulai dari Padang, Pariaman, Padang
Panjang, Bukittinggi, Sawahlunto, Sijunjung, dan Payakumbuh yang seakan
menjadi saksi bisu dari masa keemasan
transportasi pada masa kolonial Belanda. Bagaimana perkembangan sejarah
film dokumenter?, Bagaimana kisahkisah dalam segmen film dokumenter
Bangsa Ketinggalan Kereta dan manfaatnya terhadap pembelajaran sejarah?,
akan penulis uraikan dalam tulisan yang
singkat ini.
B. Kerangka Konseptual
Secara harfiah, film (sinema) adalah
cinematographie yang berasal dari kata
cinema (gerak), tho atau phytos
(cahaya), dan graphie atau grhap
(tulisan, gambar, citra). Jadi pengertiannya adalah melukis gerak dengan
cahaya. Agar dapat melukis gerak
dengan cahaya, harus menggunakan alat
khusus, yang biasa disebut kamera.

Film sebagai karya seni sering diartikan
hasil cipta karya seni yang memiliki
kelengkapan dari beberapa unsur seni
untuk memenuhi kebutuhan yang
sifatnya spiritual. 3
Sedangkan dokumenter diartikan selalu berubah sejalan dengan perkembangan film dokumenter dari masa ke
masa. Sejak era film bisu, film dokumenter berkembang dari bentuk yang
sederhana menjadi semakin kompleks

3

Dalam hal ini unsur seni yang terdapat dan
menunjang sebuah karya film adalah: seni rupa,
seni fotografi, seni arsitektur, seni tari, seni
puisi sastra, seni teater, seni musik. Kemudian
ditambah lagi dengan seni pantomin dan novel.
Kesemuannya merupakan pemahaman dari
sebuah karya film yang terpadu dan biasa kita
lihat. Lebih lanjut lihat A. Baksin,Membuat
Film Indie itu Gampang. (Bandung: Katarsis,

1986).

dengan jenis dan fungsi yang semakin
bervariasi.
Film dokumenter tidak seperti halnya
film fiksi, merupakan sebuah rekaman
peristiwa yang diambil dari kejadian
yang nyata atau sungguh-sungguh terjadi. Inovasi teknologi kamera dan suara
memiliki peran penting bagi perkembangan film dokumenter. 4 Sejak awalnya film dokumenter hanya mengacu
pada produksi yang menggunakan
format film (seluloid) namun selanjutnya berkembang hingga kini menggunakan format video (digital).
Pertunjukan film di Indonesia sudah
dikenal orang pada tahun 1990, sebab
pada tahun itu iklan bioskop sudah
termuat di koran-koran. Sedang pembuatan film, baru dikenal tahun 1910an. Itu pun sebatas pada pembuatan film
dokumenter, film berita atau film
laporan. Pada tahun 1926, barulah
dimulai pembuatan film cerita di
Bandung. 5
Dua aspek penting dari awal sejarah

film untuk melihat bagaimana status
dan peranan film ditumbuhkan. Pertama, film dilahirkan sebagai tontonan
umum (awal 1900-an), karena sematamata menjadi alternatif bisnis besar jasa
hiburan di masa depan manusia kota.
Kedua, film dicap 'hiburan rendahan'
orang kota. namun sejarah membuktikan bahwa film mampu melakukan
kelahiran kembali untuk kemudian
mampu menembus seluruh lapisan
masyarakat, juga lapisan menengah dan
atas, termasuk lapisan intelektual dan
budayawan. bahkan kemudian seiring
dengan kuatnya dominasi sistem Industri Hollywood, lahir film-film perlawanan yang ingin lepas dari wajah
seragam Hollywood yang kemudian
melahirkan film-film Auteur. Yakni
4

Misbach Yusah Biran, Sejarah Film 19001950. (Jakarta: Komunitas Bambu, 2010).
5
Gayus Siagian, Sejarah Film Indonesia.
Masa Kelahiran-Pertumbuhan. (Yogyakarta:

Laksana, 2011).

4| V o l u m e 7 N o . 1 J a n u a r i 2 0 1 5

film-film personal sutradara yang sering
disebut sebagai film seni.
C. Metode Penelitian
Metode dalam penelitian ini adalah
metode sejarah (historis). Menurut
Kuntowijoyo 6 metode historis tersebut
merupakan suatu metode dalam menyelidiki masa lampau yang meliputi teknik
pencarian sumber atau heuristik, pengujian validitas atau keaslian sumber
(kritik), serta historiografi atau penulisan atas data yang sudah dianalisis dan
disintesis. Dengan proses metode sejarah yang dilakukan sedemikian rupa
tadi dapat diceritakan kembali kejadian
di masa lampau tersebut dengan apa
adanya atau obyektifitas. Menurut Gottchalk 7, metode sejarah meliputi pengumpulan informasi yang diperlukan
dari berbagai sumber (heuristik), Pengujian otentisitas dan kredibilitas (kritik
sumber), analisis dan sintesis tentang
interpretasi fakta sejarah dan penulisan

(historiografi).
Heuristik merupakan tahap awal dalam metode sejarah berupa pengumpulan sumber-sumber sejarah, baik tertulis maupun lisan. Dalam tahap ini
penulis mencari sumber sejarah dengan
mengumpulkan sumber yang relevan
dengan topik yang dibahas lewat sebuah studi pustaka tentang perkembangan film dokumenter. Sumber-sumber pustaka sebagai data tertulis ini
berupa buku-buku, laporan penelitian,
dokumen yang menyebut perkembangan dari film dokumenter. Mengenai
dilakukannya studi perpustakaan bertujuan memperoleh keabsahan dari penelitian.
Tahap berikutnya adalah kritik sumber. Tahap ini dilakukan untuk membaca sumber-sumber yang diperoleh dan
6

Kuntowijoyo. Pengantar Ilmu Sejarah.
(Yogyakarta: Penerbit Kanisius, 1994), hlm.
10-12.
7
Louis Gottschalk, Mengerti sejarah. Terj.
Nugroho Notosusanto. Jakarta: Universitas
Indonesia Press, 1986) hlm. 38.

menilainya dengan kritis. Penilaian lebih banyak dicurahkan pada beberapa
teori, baik berupa pembenaran, sanggahan, sehingga dapat masuk kelangkah
selanjutnya berupa sintesis dan analisis
atas masa lampau. Fakta yang diperoleh
dianalisis dengan menggunakan analisis
prosesual dan struktural. Analisis prosesual digunakan guna menemukan munculnya film dokumenter. Analisis struktural 8 digunakan untuk mengana-lisis
kajian film dokumenter dan hubungannya dengan film Bangsa Ketinggalan Kereta. Tahap keempat yaitu tahap
laporan berbentuk kajian historiografi
tradisional dengan obyek penelitian
kisah tradisi lisan.
D. Pembahasan
1. Perkembangan Film Dokumenter Era
1922-1945
Tonggak awal munculnya film dokumenter secara resmi yang banyak diakui
oleh sejarawan adalah film Nanook of
the North (1922) karya Robert Flaherty.
Filmnya menggambarkan kehidupan
seorang eskimo bernama Nanook di wilayah Kutub Utara. Flaherty menghabiskan waktu hingga enam belas bulan lamanya untuk merekam aktifitas
keseharian Nanook beserta istri dan putranya, seperti berburu, makan, tidur,
dan sebagainya. Sukses komersil Nanook membawa Flaherty melakukan
ekspedisi ke wilayah Samoa untuk
memproduksi film dokumenter sejenis
berjudul Moana (1926). 9
8

Mengenai model analisis struktural lihat
Sartono Kartodirdjo, Pendekatan Ilmu Sosial
Dalam Metodologi Sejarah, (Jakarta: Gramedia,
1993). hlm. 100-101, dan Christhoper Lloyd,
The Structure of History, (Cambridge:
Blackwell, 1993).
9
Walau tidak sesukses Nanook namun
melalui film inilah pertama kalinya dikenal
istilah “documentary”, melalui ulasan John
Grierson di surat kabar New York Sun. Oleh
karena
peran
pentingnya
bagi
awal
perkembangan film dokumenter, para sejarawan
sering kali menobatkan Flaherty sebagai “Bapak
Film Dokumenter”. Effendy, Mari Membuat

J u r n a l E d u k a s i |5

Sukses Nanook juga menginspirasi
sineas-produser Merian C. Cooper dan
Ernest B. Schoedsack untuk memproduksi film doku-menter penting, Grass:
A Nation’s Battle for Life (1925) yang
menggambarkan sekelompok suku lokal
yang tengah bermigrasi di wilayah
Persia. Kemudian berlanjut dengan
Chang: A Drama of the Wilderness
(1927) sebuah film dokumenter perjalanan yang mengambil lokasi di pedalaman hutan Siam (Thailand). Eksotisme film-film tersebut kelak sangat
memengaruhi produksi film (fiksi)
fenomenal produksi Cooper, yaitu King
Kong (1933). 10 Lebih lanjut David
Parkinson menulis:
Film dokumenter berkembang semakin kompleks di era 30-an. Munculnya
teknologi suara juga semakin memantapkan bentuk film dokumenter dengan
teknik narasi dan iringan ilustrasi
musik. Pemerintah, institusi, serta perusahaan besar mulai mendukung produksi film-film dokumenter untuk
kepentingan yang beragam. Salah satu
film yang paling berpengaruh adalah
Triump of the Will (1934) karya sineas
wanita Leni Riefenstahl, yang digunakan sebagai alat propaganda Nazi. 11
Film: Panduan untuk menjadi produser.
(Jakarta: Panduan, 2002).
10
Di Eropa, beberapa sineas dokumenter
berpengaruh juga bermunculan. Di Uni Soviet,
Dziga Vertov memunculkan teori “kino eye”. Ia
berpendapat bahwa kamera dengan semua
tekniknya memiliki nilai lebih dibandingkan
mata manusia. Ia mempraktekkan teorinya
melalui serangkaian seri cuplikan berita pendek,
Kino Pravda (1922), serta The Man with Movie
Camera
(1929)
yang
menggambarkan
kehidupan keseharian kota-kota besar di Soviet.
Sineas-sineas Eropa lainnya yang berpengaruh
adalah Walter Ruttman dengan filmnya, Berlin Symphony of a Big City (1927) lalu Alberto
Cavalcanti dengan filmnya Rien Que les
Heures. Lebih lanjut baca David Parkinson,
History of Film. (United Kingdom: Thames &
Hudson, Ltd, 1995), hlm. 57.
11
Untuk kepentingan yang sama, Riefenstahl
juga memproduksi film dokumenter penting
lainnya, yakni Olympia (1936) yang berisi
dokumentasi even Olimpiade di Berlin. Melalui

Bagaimana dengan perkembangan
film Amerika pada era 1930an? Pada
masa depresi besar atau dalam istilahnya disebut zaman malaysie, telah
memicu pemerintah mendukung para
sineas dokumenter untuk memberikan
informasi seputar latar belakang penyebab depresi. Salah satu sineas yang
menonjol adalah Pare Lorentz. Ia mengawali dengan The Plow that Broke the
Plains (1936), dan sukses film ini membuat Lorentz kembali dipercaya memproduksi film dokumenter ber-pengaruh
lainnya, The River (1937). Kesuksesan
film-film tersebut membuat pemerintah
Amerika serta berbagai institusi makin
serius mendukung proyek film-film dokumenter. Dukungan ini semakin intensif pada dekade mendatang setelah
perang dunia berkecamuk.
Pada era tahun 1940an, Perang Dunia
II telah mengubah status film dokumenter ke tingkat yang lebih tinggi. Pemerintah Amerika bahkan meminta bantuan industri film Hollywood untuk
memproduksi film-film (propaganda)
yang mendukung perang. Film-film
dokumenter menjadi semakin populer di
masyarakat. Sebelum televisi muncul,
publik dapat menyaksikan kejadian dan
peristiwa di medan perang melalui film
dokumenter serta cuplikan berita pendek yang diputar secara reguler di
teater-teater.
Beberapa sineas papan atas Hollywood, seperti Frank Capra, John Ford,
William Wyler, dan John Huston diminta oleh pihak militer untuk memproduksi film-film dokumenter Perang. Capra
misalnya, memproduksi tujuh seri film
dokumenter panjang bertajuk, Why We
Fight (1942-1945) yang dianggap sebagai seri film dokumenter propaganda
terbaik yang pernah ada. Capra bahkan
teknik editing dan kamera yang brilyan, atlitatlit Jerman sebagai simbol bangsa Aria
diperlihatkan lebih superior ketimbang atlit-atlit
negara lain. Lebih lanjut baca David Parkinson,
History of Film. (United Kingdom: Thames &
Hudson, Ltd, 1995), hlm. 59.

6| V o l u m e 7 N o . 1 J a n u a r i 2 0 1 5

bekerja sama dengan studio Disney
untuk membuat beberapa sekuen animasinya. Sementara John Ford melalui
The Battle of Midway (1942) dan
William Wyler melalui Memphis Belle
(1944) keduanya juga sukses meraih
piala Oscar untuk film dokumenter terbaik. 12
Sedangkan di Indonesia, tayangan
film pertama kali muncul di Batavia
(Jakarta), tepatnya di Tanah Abang
Kebonjae, pada 5 Desember 1900. Namun, kehadiran bioskop ini tidak dapat
dikatakan sebagai tonggak awal sejarah
film Indonesia. Alasannya, film-filmnya
saat itu masih impor dari luar negeri.
Film cerita pertama yang diproduksi
di Indonesia, tepatnya di Bandung, baru
ada pada tahun 1926. Pada tahun 1926,
NV Java Film Company, yang berdiri di
Bandung, membuat film cerita rakyat
Tatar Sunda “Loetoeng Kasaroeng”.
Bahkan setahun kemudian, G. Krugers,
pembuat “Loetoeng Kasaroeng”, kem12

Sineas Swedia, Arne Sucksdorff menggunakan lensa telefoto dan kamera tersembunyi
untuk merekam kehidupan satwa liar dalam The
Great Adventure (1954); Oceanografer Jeacques
Cousteau memproduksi beberapa seri film
dokumenter kehidupan bawah laut, seperti The
Silent World (1954); Observasi kota tampak
melalui karya Frank Stauffacher, Sausalito
(1948) serta Francis Thompson, N.Y., N.Y.
(1957). Mengikuti gaya eksotis Flaherty, John
Marshall memproduksi The Hunters (1956)
mengambil lokasi di gurun Kalihari di Afrika.
Lalu Robert Gardner memproduksi salah satu
film antropologis penting, Dead Birds (1963)
yang menggambarkan suku Dani di Indonesia
dengan ritual perangnya. Di Perancis, beberapa
sineas berpengaruh seperti Alan Resnais,
Georges Franju, serta Chris Marker lebih
terfokus pada masalah seni dan budaya. Resnais
mencuat namanya setelah filmnya, Van Gogh
(1948) meraih penghargaan di Venice dan
Academy
Award.
Franju
memproduksi
beberapa film dokumenter berpengaruh seperti
Blood of the Beast (1948) dan Hotel des
invalides (1951). Sementara Marker memproduksi Sunday in Peking (1956) dan Letter from
Siberia (1958). Lebih lanjut baca David
Parkinson, History of Film. (United Kingdom:
Thames & Hudson, Ltd, 1995), hlm. 102.

bali menggarap film “Eulis Acih”, dan
“Karnadi Tangkap Bangkong”. 13
2. Sumbangsih Bangsa Ketinggalan
Kereta dalam Pembelajaran Sejarah
Muncul pertanyaan, apa kelebihan
film dokumenter dalam pembelajaran
sejarah? Tanpa harus menggurui, film
Bangsa Ketinggalan Kereta turut mempermudah siswa yang mulai mengantuk
ketika mendengar penjelasan-penjelasan
dari gurunya. Minat siswa terhadap
mata pelajaran pada hari ini, menurut
Gusti Asnan cenderung mengalami
kemunduran karena penyaji itu sendiri
masih gagap teknologi. 14
Salah satu terobosan penting yang
mampu membangkitkan gairah pembelajaran sejarah adalah melalui penyajian
media pembelajaran berbasis audio visual, dan satu contoh terdepan adalah
film dokumenter. Melalui film dokumenter yang bisa dijumpai diberbagai
channel siaran televisi, dunia maya, sebenarnya bisa mengubah pelajaran
sejarah yang dulunya dianggap monoton
menjadi pelajaran yang mengasyikkan.
Selain itu, film-film dokumenter juga
mendorong guru-guru sejarah untuk
kreatif membuat media audio visual
meskipun dalam bentuk yang sederhana, sehingga bisa meningkatkan hasil
pembelajaran secara maksimal. Mengapa harus film dokumenter, bukan media
gambar? Bukan hal yang aneh, bila
siswa dan mahasiswa hari ini lebih suka
menerima informasi-informasi melalui
audio visual, dibandingkan dengan
membaca buku secara manual.
Fenomena-fenomena di atas merupakan sebuah kewajaran dan tidak terelakkan karena perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi, menuntut
13

Misbach Yusah Biran, Sejarah Film 19001950. (Jakarta: Komunitas Bambu, 2010).
14
Gusti Asnan, “Sejarah Publik dan Pembelajaran Sejarah”, Power Point. Disajikan dalam
workshop Media Audio Visual untuk Peningkatan Pembelajaran Sejarah tanggal 28 Desember
2013 di STKIP Abdi Pendidikan Payakumbuh.

J u r n a l E d u k a s i |7

setiap pengajar untuk mampu beradaptasi di dalamnya. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, bahwa pada era
1930an, industri film di Amerika sudah
menyajikan peristiwa-peristiwa dampak
dari masa depresi ekonomi dan mendapat sokongan penuh dari pemerintah
Amerika Serikat.
Tidak hanya di Amerika, di Indonesia pun melalui produksi NIFM Polygoon-Haarlem sudah merekam jejakjejak aktivitas pada era 1930an di Indonesia pada umumnya dan Sumatera
Barat khususnya.
Perkembangan film dokumenter hari
ini cenderung mengalami kemajuan pesat. Bangsa Ketinggalan Kereta merupakan salah satu film yang diproduksi
KG Production pada tahun 2012. Film
berdurasi 24 menit ini menampilkan
suasana sejarah sosial, ekonomi, sekaligus geografis Minangkabau pada masa
Hindia Belanda hingga masa pendudukan Jepang. Aspek yang disoroti dalam
film berdurasi menengah ini adalah berbanding terbaliknya kesadaran pemerintah pada hari ini dengan pemerintah
Hindia Belanda dalam melayani transportasi publik dan distribusi hasil bumi
di Sumatera Barat. Pada masa kekuasaannya, pemerintah kolonial Belanda
memang memiliki kesadaran lebih
tinggi untuk mendokumentasikan seluruh aktivitas mereka di tanah jajahan,
melalui dokumen arsip, surat kabar,
foto-foto, dan yang paling mutakhir
adalah film dokumenter. Kesadaran mereka untuk mendokumentasikan seluruh
peristiwa yang terjadi di tanah jajahan
dalam bentuk audio visual, memang
agak berbeda dengan kesadaran dari
kita sebagai bangsa yang pernah
“dijajah” dalam memaknai arti pentingnya dokumentasi sejarah. Maka, film
Bangsa Ketinggalan Kereta menarik
untuk dicermati, terutama membantu
guru dan siswa dalam memahami
bagian episode kecil sejarah lokal di Sumatera Barat.

Bangsa Ketinggalan Kereta merupakan salah bentuk film yang memadukan benang merah sejarah dan masa
kini. Film yang dikemas apik oleh
Dandhy D Laksono ini melakukan proses pengambilan gambar di beberapa
lokasi. Terpilihnya kawasan Sumatera
Barat sebagai salah satu lokasi shoting,
karena kereta api pernah mengalami
masa keemasan pada pada masa Hindia
Belanda, mengalami kemunduran pada
tahun 1980an. Generasi yang lahir pada
akhir 1990an, hanya bisa menikmati
deretan rel kereta api yang masih
membentang antara Padang hingga ke
Payakumbuh.
Bangsa Ketinggalan Kereta memulai
pe-nyajiannya dengan informasi, pada
tahun 1939 Nederalands Indie memiliki
panjang rel 6000 kilometer. Puluhan
tahun kemudian, atau tepatnya tahun
2004 panjang rel kereta api ini menyusut menjadi 4337 kilometer. 15 Tentu
kondisi ini sangat ironis mengenai
perkembangan rel kereta api yang terus
mengalami penurunan karena tergilas
oleh perkembangan sarana transportasi.
Pada tahun 1930 jumlah penduduk
Hindia Belanda mencapai 39 juta jiwa
dan dilayani oleh rel kereta api
sepanjang 4.000 kilometer (1 kilometer
rel tersedia untuk 9800 penduduk). 16
Pada tahun 2004, jumlah penduduk
Indonesia mencapai 220 juta jiwa dan
panjang rel kereta api menyusut
menjadi 4337 kilometer. Artinya, satu
kilometer rel kereta api dipaksa untuk
melayani 55.000 penduduk. Kondisi riil
ini merupakan gambaran bertolak
belakangnya pemahaman pemerintah
hari ini dengan pemerintah Hindia
Belanda mengenai model transportasi
massal di Indonesia.

15

Bangsa Ketinggalan Kereta dalam
produksi KG Production 2012.
16
Lebih lanjut baca Gedenkboek der
Staatsspoor en Tramvegen in Nederlandsch
Indie 1875-1940 terbitan tahun 1941.

8| V o l u m e 7 N o . 1 J a n u a r i 2 0 1 5

Kecenderungan pada masa pemerintah Hindia Belanda selama ada rute
yang mampu dilayani kereta api tidak
akan dikeluarkan izin angkutan umum
lainnya. Pada hari ini, pemerintah justru
melakukan kebijakan yang kontra produktif. Pemerintah lebih merestui membanjirnya mobil dan kendaraan bermotor, dibanding memikirkan upaya untuk
mengatasi kemacetan.
Pertanyaan yang cukup menggelitik,
apakah benar pemerintah Hindia Belanda membuat rel kereta api untuk mensejahterakan masyarakat jajahannya?
Bisa iya, bisa juga tidak. Pada dasarnya
pemerintah Hindia Belanda membangun
rel kereta api untuk mempermudah distribusi hasil tambang, perkebunan, dan
mobilitas militer di negeri jajahan-nya.
Sebagai pembanding dari film Bangsa
Ketinggalan Kereta adalah Door de
Padangsche Bovenlanden (1930) produksi NIFM Polygoon Harleem. Film
dokumenter ini menyajikan perjalanan
kereta api yang dimulai dari Simpangharu Padang menuju kawasan Fort de
Kock. Jika dilihat dari sisi pengambilan
gambar, si kameramen berada di
lokomotif tempat si masinis bekerja.
Dalam perjalanan kereta api menuju
Fort de Kock, narator mengisahkan
bahwa jalur perjalanan yang menghubungkan beberapa daerah strategis,
yakni Padang, Padang Panjang, Fort de
Kock, Payakumbuh, Sawahlunto, dan
lainnya.
Door tunnels en over bruggen, langs
woeste bergstroomen en water-valleen.... we snellen door het verbijsterend schoone landschap. 17
Terjemahan:
Melalui terowongan dan jembatan,
menyisiri air sungai (gunung) dan air
terjun.... Kami terburu-buru melihat
pemandangan indah yang menakjubkan.
17

Lebih lanjut lihat film Door de
Padangsche Bovenlanden produksi NIFM
Polygoon-Haarlem tahun 1940.

Kondisi pemandangan alam di sepanjang lembah Anai memang tidak jauh
berbeda dengan kondisi pada hari ini.
Hanya saja, yang membedakannya adalah kondisi jalan darat yang ada di sisi
rel kereta api pada tahun 1940, tentu saja belum beraspal hotmix. Menurut
Gedenkboek der Staatspoor en Tramvegen in Nederlandsch Indie 1875-1925
terbitan tahun 1925, mengisahkan bahwa keberadaan kereta api di Sumatera
Barat tidak lepas dari kebijakan ekonomi regional pemerintah Kolonial Belanda pada abad ke-19. Untuk membangun
proyek tiga serangkai ini (Tambang
Batu bara Ombilin, Jalur Kereta Api
dan pelabuhan Emmahaven) sampai
tahun 1899 Pemerintah Kolonial Belanda telah mengeluarkan investasi yang
mencapai 35.034.000 Gulden.
Investasi besar yang dikeluarkan
pemerintah kolonial Belanda pada abad
ke-19 itu, tentunya berhubungan erat
dengan kebijakan ekonomi dan persiapan mereka menghadapi perlawan kaum
Padri. Namun, ada hal menarik dari perjalanan kereta api sepanjang lembah
Anai. Berapa banyak tenaga manusia
yang dieksploitasi dalam membangun
rel, jembatan kereta api yang tentunya
tidak dibantu dengan peralatan berat?.
Jalur kereta api di sepanjang lembah
Anai, melalui kawasan perbukitan,
terowongan bawah tanah, dan jembatan
yang terletak di atas arus sungai yang
deras tentu menjadi pekerjaan yang
sangat berat dan membahayakan
keselamatan si pekerja. 18
18

Pada masa itu pemerintah kolonial Belanda
menyusun sebuah proyek pembangunan
ekonomi yang lebih dikenal dengan proyek tiga
serangkai, yaitu: (1) Pembangunan Tambang
Batu Bara Ombilin (TBO), (2) Pembangunan
Jaringan Kereta Api dan (3) Pembangunan
Pelabuhan Teluk Bayur. Kebijakan ekonomi
tersebut merupakan Pilot Project Sistemic
linkage yang maksudnya jika salah satu dari
ketiga pembangunan tersebut gagal maka
hilanglah fungsi yang lainnya. Karena itu
siapapun
yang
mengerjakannya
harus
mengerjakan sekaligus.
Lebih lanjut baca

J u r n a l E d u k a s i |9

Namun, satu hal yang konkrit, bahwa
pembangunan rel kereta api membawa
dampak politis terhadap pemerintah
Hindia Belanda. Kereta api sebagai proyek nasional untuk menaklukkan daerah
jajahannya. Menurut Gusti Asnan, pada
akhir abad ke-19 dan awal abad ke 20
sebagian besar wilayah Sumatera sudah
dikuasai oleh pemerintah Hindia Belanda. 19 Salah satu ambisi mereka adalah
menyatukan seluruh daerah jajahan dari
utara ke selatan, dan salah satu sarana
yang paling efektif untuk mencapai
daerah-daerah jajahan itu adalah kereta
api.
D. Simpulan
Kejenuhan terhadap sumber-sumber
bacaan pada dasarnya bisa diatasi, apabila penikmat sejarah, guru sejarah,
dosen sejarah mau meluangkan waktu
untuk menonton film-film dokumenter
sejarah yang sudah beredar luas, ataupun khusus disimpan di lembagalembaga arsip maupun perpustakaan.
Film dokumenter pada dasarnya merupakan saksi hidup yang menegaskan,
bahwa ia merupakan produk masa
lampau dan menjadi bagian dari realitas
yang pernah terjadi.
Film dokumenter tentunya juga bagian dari sumber sejarah yang tidak
akan lekang oleh perjalanan waktu.
Melalui aksi lensa, kameramen berupaya menyuguhkan aktivitas orang perorangan, keluarga, kelompok, masyarakat, tanpa sedikitpun ia setting pasca
produksi film.

Gedenkboek der Staatsspoor en Tramvegen in
Nederlandsch Indie 1875-1925 terbitan tahun
1925.
19
Bangsa Ketinggalan Kereta dalam
produksi KG Production 2012.

DAFTAR RUJUKAN
Arsip
Bangsa Ketinggalan Kereta dalam
produksi KG Production 2012.
Door de Padangsche Bovenlanden
produksi NIFM Polygoon-Haarlem
tahun 1940
Gedenkboek der Staatsspoor en
Tramvegen in Nederlandsch Indie
1875-1925.
Gedenkboek der Staatsspoor en
Tramvegen in Nederlandsch Indie
1875-1940.
Buku
Arsyad,
Azhar.
1997.
Media
Pembelajaran.
Jakarta:
Raja
Grafindo Persada.
Bachtiar, Harsya W. 1984. Media
Pendidikan. Jakarta: Rajagrafindo
Persada.
Biran,Misbach Yusah. 2010. Sejarah
Film 1900-1950. Jakarta: Komunitas
Bambu.
Effendy, 2002. Mari Membuat Film:
Panduan untuk menjadi produser.
(Jakarta: Panduan.
Parkinson, David. 1995. History of
Film. United Kingdom: Thames &
Hudson, Ltd.
Siagian,Gayus. 2011. Sejarah Film
Indonesia. Masa Kelahiran-Pertumbuhan. Yogyakarta: Laksana.
Power Point
Gusti Asnan, “Sejarah Publik dan
Pembelajaran Sejarah”, Power Point.
Disajikan dalam workshop Media
Audio Visual untuk Peningkatan
Pembelajaran Sejarah tanggal 28
Desember 2013 di STKIP Abdi
Pendidikan Payakumbuh.

10| V o l u m e 7 N o . 1 J a n u a r i 2 0 1 5