Pemberdayaan Ekonomi Dan Masyarakat Islam

“PEMBERDAYAAN EKONOMI MASYARAKAT
ISLAM”
MATA KULIAH; AGAMA ISLAM

OLEH :
ANGGIE ARIESTA – 1410.411.151

JURUSAN ILMU KOMUNIKASI
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN” JAKARTA
TAHUN 2014/2015

1

DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR……………………………………………………….
BAB I PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG.……………………………………………………
B. RUMUSAN MASALAH………………………………………………….
C. TUJUAN PENULISAN…………………………………………………..
D. METODE PENELITIAN…………………………………………………

BAB II PEMBAHASAN
A. PENGERTIAN PEMBERDAYAAN EKONOMI…………………….....
B. SISTEM EKONOMI ISLAM SEBAGAI UPAYA PEMBERDAYAAN
ISLAM………………………………………………………………..
C. KEBEBASAN BEREKONOMI UMAT ISLAM…………………………
D. LEMBAGA-LEMBAGA EKONOMI ISLAM……………………………
BAB III PENUTUP
A. KESIMPULAN……………………………………………………………
B. SARAN……………………………………………………………………
DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………..

3
4
5
5
5
6
8
12
15

23
23
24

2

KATA PENGANTAR
Assalamualaikum warahmatullahi wabaraukatuh,
Alhamdulillahirabbilalamin, banyak nikmat yang Allah berikan, tetapi sedikit sekali
yang kita ingat. Segala puji hanya layak untuk Allah SWT. atas segala berkat, rahmat,
taufik, serta hidayah-Nya yang tiada terkira besarnya, sehingga saya dapat
menyelesaikan makalah dengan judul “PEMBERDAYAAN EKONOMI
MASYARAKAT ISLAM”. Dalam penyusunan ini, saya memperoleh banyak bantuan
dari berbagai unsur yang sangat membantu. Karena materi yang menyangkut judul
tersebut cukup berat dan banyak sekali materi yang akhirnya saya belajar lagi dari
materi tersebut. Oleh karena itu, saya mengharapkan kritik dan saran yang
membangun agar makalah ini dapat lebih baik lagi. Akhir kata saya berharap agar
makalah ini bermanfaat bagi semua pembaca.
Wassalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh.


Jakarta, 16 Desember 2014

Penulis

3

BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Islam merupakan agama yang sempurna yang ajarannya mencakup serta
mengurus berbagai persoalan kehidupan manusia, baik yang dibahas secara rinci
maupun secara umum. Secara esensial ajaran Islam yang diturunkan Allah swt.
kepada Rasulullah saw. Secara umum terbagi kepada tiga ranah, yakni akidah, syariah
dan akhlaq yang masing-masing ranah mempunyai peranan yang saling melengkapi
satu dengan yang lainnya.
Ajaran Islam mengatur perilaku manusia, baik kaitannya sebagai makhluk
dengan Tuhannya maupun dalam kaitannya sebagai sesama makhluk, dalam term
fiqih atau ushul fiqih disebut dengan syariah. Sesuai dengan aspek yang diaturnya,
syariah ini terbagi kepada dua, yakni ibadah (Hablumminallah) dan muamalah
(Hablumminannas).

Sesuai dengan klasifikasi di atas, kegiatan ekonomi (mu’amalah) sebagai salah
satu bentuk implementasi dari hubungan antar sesama manusia (Hablumminannas),
merupakan bagian yang tak terpisahkan dari akidah, ibadah dan akhlak. Dengan kata
lain, masalah ekonomi tidak lepas sama sekali dari aspek akidah, ibadah, maupun
akhlak, hal ini didasarkan pada tinjauan dari persfektif Islam, dimana perilaku
ekonomi harus selalu diwarnai oleh nilai-nilai akidah, ibadah dan akhlak.
Hukum Islam yang mengatur hubungan kepentingan antar sesama manusia
yang menyangkut ekonomi dan bisnis dikenal dengan istilah fiqih muamalah. Fiqih
muamalah memuat norma dasar sebagai pedoman. Adapun operasionalnya secara
terperinci diserahkan kepada umat manusia, sesuai dengan kebutuhan dan
kemaslahatan mereka. Dengan demikian, praktek muamalah dapat mengalami
perubahan sesuai dengan perkembangan zaman.
Asas perekonomian Islam meliputi: asas suka sama suka (QS An-Nisa {2} :
29); asas keadilan (QS Al-Hadid {57} : 25); asas saling menguntungkan (QS AlBaqarah {2} : 278-279); asas tolong menolong (QS Al-Maidah {5} : 2). Islam
memerintahkan kepada para pemeluknya agar berusaha dan bekerja mencari rizki
yang halal. Dan dalam hal muamalah ini, Islam tidak membiarkan manusia menuruti
kehendak hawa nafsunya. Karena manusia memiliki kecenderungan yang berlebihan
terhadap dunia dengan segala gemerlapnya sekaligus dengan adanya perasaan yang
tidak pernah puas dengan apa yang telah dimilikinya (QS Ali Imran {3} ; 14).
Sesuai dengan kodratnya, manusia tidak mungkin hidup sendiri, untuk

memenuhi kebutuhan hidupnya dan untuk mencapai kehidupan yang sejahtera kita
diperintahkan untuk bekerja sama dalam bidang muamalah. Kerja sama harus
memenuhi prinsip ajaran Islam yang disadari akhlakul karimah, keikhlasan, keadilan,
kebenaran dalam melaksanakan amanah Allah SWT. , agar kita mendapat ridha dan
perlindungan-Nya. Firman Allah SWT. dalam hadits Qudsi yang diriwayatkan Abu
Daud yang artinya “……Allah telah berfirman: “Saya adalah pihak yang ketiga dari
dua orang yang berserikat selama salah seorang di antara keduanya tidak

4

menghianati rekannya, jika salah seorang di antara keduanya menghianati rekannya,
saya keluar dari persekutuan mereka.”
1.
2.
3.
4.

Adapun landasan kerjasama di bidang ekonomi adalah sebagai berikut:
Berlaku ihsan dalam semua muamalah yang dilakukan, hal ini hanya dapat
dilakukan oleh mereka yang mantap akidah dan imannya serta niay yang bersih

dan baik.
Menghindari usaha, sikap, cara dan pengolahan yang diharamkan serta bernilai
syubhat (QS Al-Baqarah {2} : 188).
Amanah dan jujur dalam setiap gerak-gerik berusaha, termasuk menjauhi praktek
“ghisy” yakni melakukan usaha yang curang dan menutupi aib barang yang
diperdagangkan.
Menghindari “ihtikar” yaitu menahan (menimbun) barang dari peredaran dengan
maksud supaya harganya melambung.

“Suatu hari Rasulullah SAW, melewati setumpuk makanan, lalu beliau
memasukkan tangannya ke dalam makanan tersebut, (tiba-tiba) tangannya menyentuh
sesuatu yang basah, kemudian bersabda: “Apa ini hai pemilik makanan?” Penjual itu
menjawab:
“Ia terkena hujan, ya Rasul” Kemudian Rasulullah bersabda: “Kenapa tidak kamu
letakkan di bagian atas saja agar orang lain (pembeli) melihatnya”. “Barang siapa
berlaku curang, maka ia bukan golongan kami.” (HR. Bukhari)
B. RUMUSAN MASALAH
Bagaimanakah masyarakat Islam memberdayakan ekonomi dengan ketentuanketentuan yang sudah jelas ada dan apa saja yang bisa diterapkan dalam kehidupan
sehari-hari?
C. TUJUAN PENULISAN

Tujuan pembiuatan makalah ini adalah :
1. Mengetahui apa itu pemberdayaan ekonomi
2. Mengetahui sistem ekonomi Islam sebagai upaya pemberdayaan ekonomi
3. Mengetahui bagaimana kebebasan berekonomi umat Islam
4. Mengetahui lembaga-lembaga ekonomi Islam
D. METODE PENELITIAN
Metode penelitian yang saya gunakan dalam makalah ini adalah pengumpulan materi
melalui buku ataupun internet.

5

BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Pemberdayaan Ekonomi
Untuk mengetahui maksud dari pemberdayaan ekonomi umat, perlu
dikemukakan tentang pemberdayaan itu sendiri. Suatu masyarakat dikatakan berdaya
jika memiliki salah satu atau lebih dari beberapa variabel. Pertama, memiliki
kemampuan untuk memenuhi kebutuhan dasar hidup dan perekonomian yang stabil.
Kedua, memiliki kemampuan beradaptasi dengan perubahan lingkungan. Ketiga,
memiliki kemampuan menghadapi ancaman dan serangan dari luar. Keempat,

memiliki kemampuan berkreasi dan berinovasi dalam mengaktualisasikan diri dan
menjaga ko-eksistensinya bersama bangsa dan negara lain.
Permberdayaan di bidang ekonomi merupakan upaya untuk membangun daya
(masyarakat) dengan mendorong, memotivasi, dan membangkitkan kesadaran akan
potensi ekonomi yang dimilikinya serta berupaya untuk mengembangkannya.
Keberdayaan masyarakat adalah unsur dasar yang memungkinkan suatu masyarakat
bertahan. Dalam pengertian yang dinamis, yaitu mengembangkan diri dan mencapai
kemajuan. Keberdayaan masyarakat menjadi sumber dari apa yang dikenal sebagai
Ketahanan Nasional.
Selanjutnya, ketika membahas perekonomian umat, maka ada beberapa
kemungkinan yang perlu diperhatikan. Pertama, ekonomi umat itu hampir identik
dengan ekonomi pribumi Indonesia. Sementara itu umat Islam sendiri merupakan
87% dari total penduduk. Konsekuensi dari pengertian ini adalah bahwa jika
dilakukan pembangunan nasional yang merata secara vertikal maupun horisontal,
maka hal ini berarti juga pembangunan ke perekonomian umat Islam.
Kedua, yang dimaksud perekonomian umat itu adalah sektor-sektor yang
dikuasai oleh muslim-santri. Batasan ini mempunyai masalah tersendiri, karena sulit
membedakan mana yang Islam dan mana pula yang abangan. Sebagai contoh, apakah
seorang pengusaha besar tertentu yang dikenal kesalehannya, dapat digolongkan ke
dalam pengusaha santri? Jika menengok bahwa ia menjalankan shalat, maka ia dapat

dikategorikan sebagai santri,tetapi ia tidak masuk ke dalam anggota maupun
pendukung gerakan Islam, maka ia bukan santri atau Islam fungsional.
Arti ekonomi umat yang lain adalah badan-badan yang dibentuk dan dikelola
oleh gerakan Islam. Indikator ini mengacu kepada perusahaan-perusahaan yang
dikembangkan oleh gerakan Nasrani yang telah berhasil membangun diri sebagai
konglomerasi dan bergerak di bidang-bidang seperti perbankan, perkebunan,
perdagangan ekspor-impor, perhotelan, penerbitan,percetakan dan industri lainnya.
Jadi dapat dikerucutkan bahwa memberdayakan ekonomi umat disini, berarti
upaya untuk meningkatkan harkat dan martabat lapisan masyarakat Islam dari kondisi
tidak mampu, serta melepaskan diri dari perangkap kemiskinan dan keterbelakangan
ekonomi. Dengan kata lain, sebagai upaya membangun kemandirian umat di bidang
ekonomi.

6

Pemberdayaan ekonomi umat dapat dilihat dari tiga sisi:
1. Menciptakan suasana atau iklim yang memungkinkan potensi masyarakat
berkembang. Titik tolak pemikirannya adalah pengenalan bahwa setiap
manusia, dan setiap masyarakat, memiliki potensi yang dapat dikembangkan.
Tidak ada masyarakat yang sama sekali tanpa daya.

2. Memperkuat potensi ekonomi yang dimiliki oleh masyarakat itu. Untuk
memperkuat potensi ekonomi umat ini, upaya yang sangat pokok adalah
peningkatan taraf pendidikan, derajat kesehatan, serta terbukanya kesempatan
untuk memanfaatkan peluang-peluang ekonomi.
3. Mengembangkan ekonomi umat juga mengandung arti melindungi rakyat dan
mencegah terjadinya persaingan yang tidak seimbang serta mencegah 20
eksploitasi golongan ekonomi yang kuat atas yang lemah. Upaya melindungi
rakyat tersebut tetap dalam rangka proses pemberdayaan dan pengembangan
prakarsanya.
Jika dikaji lebih dalam, pemberdayaan ekonomi umat sendiri sebenarnya
mengandung tiga misi. Pertama, misi pembangunan ekonomi dan bisnis yang
berpedoman pada ukuran-ukuran ekonomi dan bisnis yang lazim dan bersifat
universal. Misalnya besaran-besaran produksi, lapangan kerja, laba, tabungan,
investasi, ekspor-impor dan kelangsungan usaha. Kedua, pelaksanaan etika dan
ketentuan hukum syari’ah yang harus menjadi ciri kegiatan ekonomi umat Islam.
Ketiga, membangun kekuatan ekonomi umat Islam sehingga menjadi sumber dana
pendukung dakwah Islam yang dapat ditarik melalui zakat, infak, sadaqah, waqaf
serta menjadi bagian dari pilar perekonomian.
Menurut Abdul Munir Mulkhan, bahwa sebenarnya di bidang ekonomi,
pemikiran Islam sangat potensial ditempatkan sebagai paradigm model harapan

rasional (rational expectation) mengenai masa depan yang lebih berorientasi
kemanusiaan. Resiko sosial mengenai ketidakadilan, ketimpangan dan kemiskinan
menjadi dasar tumbuhnya kesadaran kemanusiaan para pelaku ekonomi dan politik.
Public choice menjadi dasar pengembangan etika bisnis sebagai komitmen pelaku
ekonomi dalam pemberdayaan ekonomi rakyat yang lebih memperhatikan berbagai
persoalan mikro ekonomi-politik.
Jadi, dapat ditegaskan bahwa pemberdayaan ekonomi umat berarti
pengembangan sistem ekonomi dari umat oleh umat sendiri dan untuk kepentingan
umat, atau meningkatkan kemampuan rakyat secara menyeluruh dengan cara
mengembangkan dan mendinamiskan potensinya.

7

B. Sistem Ekonomi Islam Sebagai Upaya Pemberdayaan Ekonomi
Diantara nilai-nilai dasar sistem ekonomi yang berlandaskan pada tauhid,
sebagaimana yang diutarakan oleh seorang pakar ekonomi yang bernama Saefudin,
yaitu sebagai berikut:
1. Kepemilikan (ownership)
2. Keseimbangan (equilibrium)
3. Keadilan (justice)
Secara lemih mendetil ketiga nilai dasar tersebut dapat diuraikan sebagai
berikut:
1. Kepemilikan (ownership) dalam ekonomi Islam merupakan:
a. Pemilikan terletak pada kemanfaatannya dan bukan menguasai secara
mutlak terhadap sumber-sumber ekonomi. Seorang muslim yang tidak memproduksi
manfaat dari sumber-sumber yang diamanatkan Allah padanya akan kehilangan hak
atas sumber-sumber tersebut.
b. Pemilikan terbatas sepanjang usia hidup manusia di dunia, dan bila
orang itu mati, harus didistribusikan (alihkan kpemilikannya) kepada ahli warisnya
menurut ketentuan Islam.
2.

Keseimbangan (equlibrium).

Pengaruh faktor keseimbangan terlihat pada berbagai praktek ekonomi
muslim, misalnya kesederhanaan (tawassuth), berhemat dan menjauhi pemborosan
(mubazzir). Konsep keseimbangan ini tidak hanya timbangan kebaikan hasil usahanya
diarahkan untuk di dunia dan di akhirat saja, tetapi berkait juga dengan kepentingan
(kebebasan) perorangan dengan kepentingan umum yang harus dipelihara, dan
keseimbangan antara hak dan kewajiban harus direalisasikan.
3.

Keadilan (justice).

Kata keadilan disebut lebih dari 1000 kali menunjukkan betapa nilai dasar ini
memiliki bobot yang sangat dimuliakan dalam Islam, selain itu kata yang paling
banyak disebut dalam Al-quran setelah Allah dan ilmu pengetahuan, ialah keadilan.
Baik yang berkaitan dengan aspek sosial, politik maupun ekonomi. Seorang ulama
kontemporer yang bernama Yusuf Al-Qardhawi menyatakan, bahwa “Ruh sistem
Islam merupakan pertengahan yang adil”
8

Dalam ekonomi Islam, wujud dari usaha untuk mewujudkan ke-tiga prinsip
(nilai) dasar diatas dapat dilihad dalam berbagai bentuk diantaranya yaitu sebagai
berikut:
1. Zakat
Sumber utama pendapatan dalam pemerintahan negara Islam pada periode
klasik serta negara-negara Islam pada umumnya merupakan zakat, yang notabene
merupakan salah satu dari rukun Islam. Namun zakat bukanlah pajak untuk menjamin
penerimaan negara. Sebab, distribusi hasil pengumpulan zakat harta ditunjukkan pada
delapan kelompok sasaran (mustahiq) sebagaiman yang dijelaskan dalam firman
Allah SWT yang artinya:
“zakat itu untuk orang-orang fakir, orang miskin, pengurus zakat, orang
muallaf hatinya, untuk memerdekakan budak (hamba), orang yang berhutang, orang
yang berjuang dijalan Allah dan untuk orang musafir sebagai suatu keperluan dari
Allah. Allah maha mengetahui lagi bijaksana.”
Sistem zakat dalam ekonomi Islam merupakan sebagai garda terdepan sistem
fiskal. Zakat memiliki fungsi alokasi, distribusi, dan sekaligus stabilisasi dalam
perekonomian. Jika dikelola dengan baik, zakat akan menjadi salah satu solusi dari
sasaran akhir perekonomian suatu negara. Yakni terciptanya kesejahteraan bagi
masyarakat. Paling tidak ada beberapaeffect jika zakat dikelola dengan baik :
a.

Zakat Mendorong Pemilik Modal Untuk Mengelola Hartanya
Zakat mal itu dikenakan pada harta diam yang dimiliki seseorang setelah satu

tahun, harta yang produktif dan digunakan untuk produksi tidak dikenakan zakat.
b.

Meningkatkan Etika Bisnis
Kewajiban zakat dikenakan pada harta yang diperoleh dengan cara yang halal.

Zakat memang menjadi pembersih harta, tetapi tidak membersihkan harta yang
diperoleh secara batil. Maka hal ini akan mendorong pelaku usaha agar
memperhatikan etika bisnis.
c.

Pemerataan Pendapatan

Pengelolan zakat yang baik dan alokasi yang tepat sasaran akan mengakibatkan
pemerataan pendapatan. Dengan zakat distribusi pendapatan lebih merata, dan tiap
orang akan memiliki akses lebih terhadap distribusi pendapatan.
d.

Pengembangan Sektor Riil
9

Salah satu cara dalam pendistribusian zakat bisa dilakukan dengan memberikan
bantuan modal usaha bagi para mustahiq. Pendistribusian zakat dengan cara ini akan
mendorong para mustahiq untuk melakukan usaha pada sektor rill. Hal ini akan
memberikan dua efek yaitu meningkatnya penghasilan dari mustahiq dan juga akan
berdampak ekonomi secara makro.
2. Pelarangan Riba
Zakat dijadikan sebagai sarana untuk menciptakan keadilan sosial ekonomi.
Oleh karena itu, sarana untuk mencegah timbulnya fenomena ketidak adilan yang
paling menonjol merupakan pelarangan riba. Hakikat pelarangan riba dalam Islam
merupakan suatu penolakan terhadap timbulnya resiko finansial tambahan yang
ditetapkan dalam transaksi uang atau modal maupun jual beli yang dibebankan pada
satu pihak saja sedangkan pihak yang lainnya dijamin keuntungannya. Menurut
Qardhawi, bahwa “nash Alqur`an (yang berkaitan dengan riba) menunjukkan bahwa
dasar pengharaman riba merupakan melarang perbuatan zalim bagi masing-masing
dari kedua belah pihak, maka tidak boleh menzalimi dan tidak boleh dizalimi”.
Bunga pinjaman uang, modal dan barang dalam segala bentuk dan macamnya,
baik yang tujuan produktif maupun konsumtif, dengan tingkat bunga tinggi atau
rendah, dalam jangka waktu panjang atau pendek merupakan termasuk riba.[9]
3.

Kerjasama Ekonomi

Kerja sama (cooperative) merupakan karakter dalam masyarakat ekonomi
Islam versus kompetisi bebas dari masyarakat kapitalis dan kediktatoran ekonomi
marxisme.

Salah

satu

bentuk

kerja

sama

dalam

ekonomi

Islam

yaitu qirad.Qirad merupakan kerja sama antara pemilik modal atau uang dengan
pengusaha pemilik keahlian atau keterampilan atau pelaku usaha. Qirad dikenal di
dunia ekonomi sebagai penyertaan modal, tanpa beban bunga modal atau bunga uang.
4. Jaminan Sosial
Dalam Alquran sering ditekankan tentang sosial. Tujuan doktrin sosial
antara lain merupakan untuk menjamin tingkat dan kualitas hidup yang minimum bagi
seluruh lapisan masyarakat. Jaminan sosial secara tradisional berkonotasi dengan
10

pengeluaran-pengeluaran sosial baik untuk kepentingan negara atau untuk kebajikan
humanis dan tujuan-tujuan bermanfaat lainnya menurut syariah Islam.
5. Peran Negara
Dalam hal ini negara berperan sebagai pemilik manfaat sumber-sumber,
produsen, distributor dan sekaligus sebagai lembaga pengawasan kehidupan ekonomi.
Dalam

negara

Islam

fungsi

pengawasan

dilakukan

melalui

lembaga Hisbah(Pengawasan). Hisbah merupakan institusi negara yang pernah ada
pada zaman nabi Muhammad SAW, sebagai lembaga pengawas pasar atau kegiatan
ekonomi yang menjamin tidak adanya pelanggaran aturan moral dalam pasar
(monopoli), pemaksaan terhadap hak konsumen, kemanan dan kesehatan kehidupan
ekonomi. Hisbah ini independent dari kekuasaan yuridis maupun eksekutif.
Dari pembahasan diatas dapat ditegaskan bahwa perbedaan yang utama antara
sistem ekonomi Islam dan sistem ekonomi konvensional yaitu: Pertama: secara
epistemologis ekonomi Islam dipercaya sebagai bagian integral dari ajaran Islam itu
sendiri, sehingga pemikiran ekonomi Islam langsung bersumber dari Tuhan. Kedua,
ekonomi Islam dilihat sebagai sistem yang bertujuan bukan hanya mengatur
kehidupan manusia di dunia, tapi juga menyeimbangkan kepentingan manusia di
dunia dan akhirat. Ini membawa implikasi dari aspek normatif: apa yang baik dan
buruk, apa yang harus dilakukan atau dihindari bukan semata-mata dilihat dari aspek
efisiensi sebagaimana dikenal dalam ekonomi konvensional, melainkan bagaimana
agar tindakan di kehidupan duniawi juga menghasilkan imbalan diakhirat. Ketiga,
sebagai konsekuensi dari landasan normatif itu, sejumlah aspek positif atau teknis
dalam ekonomi konvensional tak bisa diaplikasikan karena bertentangan dengan nilainilai yang dibenarkan oleh Islam.

11

C. Kebebasan Berekonomi Umat Islam
Dalam kerangka merealisasikan konsep kebebasan individu pada kegiatan
ekonomi, kapitalisme menekankan prinsip persamaan bagi setiap individu masyarakat
dalam kegiatan ekonomi secara bebas untuk meraih kekayaan. Realitasnya, konsep
kebebasan tersehut menimbulkan kerancuan bagi proses distribusi income
(pendapatan) dan kekayaan. Selain itu, sistem tersebut secara otomatis
mengklasifikasikan masyarakat menjadi dua bagian, yaitu pemilik modal dan para
pekerja. Dalam konsep sosialisme, masyarakat tidak mempunyai kebebasan sedikit
pun dalam melakukan kegiatan ekonomi. Kepemilikan individu dihilangkan dan tidak
ada kebebasan untuk melakukan transaksi dalam kesepakatan perdagangan.
Dalam ekonomi Islam, tidak menafikan intervensi pemerintah, Kebijakan
pemerintah merupakan sebuah keniscayaan ketika perekonomian dalam kondisi
darurat, selama hal itu dibenarkan secara syar’i. Intervensi harus dilakukan ketika
suatu kegiatan ekonomi berdampak pada kemudharatan bagi kemaslahatan
masyarakat. Intervensi juga harus diterapkan ketika pasar tidak beroperasi secara
normal akibat penyimpangan mekanisme pasar, seperti halnya kebijakan pemerintah
dalam memberantas monopoli (false demand and supply) dan mekanisme pasar. Maka
dan itu, tetap dibenarkan kepemilikan individu dan kebebasan bertransaksi sepanjang
tetap dalam koridor syaniah. Kebebasan tersebut akan mendorong masyarakat untuk
beramal dan berproduksi demi tercapainya kemaslahatan hidup bermasyarakat.
Sepanjang sejarah umat Muslim,kebebasan ekonomi sudah dijamin dengan
berbagai tradisi masyarakat dan dengan sistem hukumnya. Nabi Muhammad SAW.
tidak bersedia menetapkan harga-harga walaupun pada saat harga itu melambung
tinggi. Ketidaksediaan itu didasarkan atas prinsip tawar-menawar secara suka rela
dalam perdagangan yang tidak memungkinkan pemaksaan cara-cara tertentu agar
penjual menjual barang-barang mereka dengan harga lebih rendah daripada harga
pasar selama perubahan-perubahan itu disebabkan oleh faktor-faktor nyata dalam
permintaan dan penawaran yang tidak dibarengi dengan dorongan-dorongan
monopolik maupun monopsonik. Lebih dari itu, Nabi berusaha sungguh-sungguh
untuk memperkecil kesenjangan informasi di pasar ketika beliau menolak gagasan
untuk menerima para produsen pertanian sebelum mereka sampai di pasar dan
mengetahui benar apa yang ada di sana. Beliau sangat tegas dalam mengatasi masalah
penipuan dan monopoli, sehingga beliau menyamakan keduanya dengan dosa-dosa
paling
besar
dan
kekafiran.
Menurut Ibnu Taimiyah, individu-individu sepenuhnya berhak menyimpan
harta milik mereka, dan tidak ada seorang pun berhak mengambil semua atau
sebagian daripadanya tanpa persetujuan mereka secara bebas, kecuali dalam hal-hal
tertentu di mana mereka diwajibkan melepas hak-hak tersebut.
Islam
mengakui
kebebasan
ekonomi,tidak
mengingakari
atau
mengesampingkannya seperti yang dilakukan oleh ekonomi sosialis,namun tidak
melepaskannya tanpa kendali seperti yang dilakukan ekonomi kapitalis. Sikap islam
sejak
semula
adalah
adil
dan
lurus.
Pada saat islam mengakui kebebasan ekonomi,ia menentukan ikatanikatan,dengan tujuan merealisasikan dua hal:

12

1. Agar kegiatan ekonomi berdasarkan hukum menurut pandangan Islam.
2. Terjaminnya hak negara dalam ikut campur,baik untuk mengawasi
kegiatan ekonomi terhadap individu-individu maupun untuk mengatur
atau melaksanakan beberapa macam kegiatan ekonomi yang tidak
mampu ditangani oleh individu-individu atau tidak mampu
mengeksploitasinya dengan baik.
o Kegiatan Ekonomi harus berdasarkan Syariat
Kemerdekaan individu dalam melaksanakan kegiatan ekonomi terikat oleh
kewajiban menempatkan kegiatan ini diatas hukum menurut pandangan Islam.
Setiap kegiatan ekonomi itu ada hukumnya menurut Islam,kecuali yang telah oleh
nash sebagai haram. Demikian itu sesuai dengan kaidah, “Segala sesuatu pada asalnya
adalah
boleh.”
Orang yang memperhatikan kegiatan ekonomi yang diharamkan Islam, akan
berkesimpulan bahwa macam-macam yang diharamkan itu benar-benar menyimpang
dari jalan fitrah yang sehat. Macam-macam kegiatan ekonomi yang diharamkan ini
adakalanya terdiri atas sogokan atau penyalahgunaan pengaruh dan kekuasaan atau
penipuan terhadap sesama manusia atau merampas harta mereka secara batal atau
menghukumi sendiri dalam soal kebutuhan-kebutuhan pokok hidup mereka maupun
menggunakan kesempatan dari kondisi mereka yang sangat fakir dan membutuhkan.
Dengan mengharamkan cara-cara tersebut di atas dalam kegiatan ekonomi,
Islam mempunyai tiga macam tujuan, yaitu:
1. Mengapa hubungan-hubungan ekonomi manusia agar berdiri di atas
landasan gotong royong saling cinta dan kasih, kejujuran dan keadilan,
sebagai ganti dari saling membenci, perselisihan, penganiayaan,
penipuan dengan segala akibatnya.
2.
Menumbuhkan landasan tersebut di atas sebagai ganti dari
penggunaan cara-cara eksploitasi yang menyebabkan manusia
memperoleh harta tanpa jerih payah.
3. Menutup lubang-lubang yang akan menyebabkan terpusatnya
kekayaan pada tangan beberapa individu saja. Cara-cara usaha yang
dibolehkan syariat pada umumnya akan menbawa pada keuntungan
yang seimbang dan logis. Adapun keuntungan-keuntungan yang
mencolok dan kekayaan yang terlampau besar pada umumnya berasal
dari cara-cara usaha yang berdasarkan syariat. Di balik
pengharamannya Islam menerapkan cara-cara semacam ini untuk
merealisasikan persesuaian antara kesempatan-kesempatan dan cara
penyelesaian atas faktor-faktor terpenting, yakni hal yang sering
menyebabkan hilangnya keseimbangan ekonomi dalam masyarakat.
Secara umum makna kebebasan dalam ekonomi, dapat melahirkan dua
pengertian yang luas, yakni; kreatif dan kompetitif. Dengan kreatifitas, seseorang bisa
mengeluarkan ide-ide, bisa mengekplorasi dan mengekspresikan potensi yang ada
dalam diri dan ekonominya untuk menghasilkan sesuatu. Sedangkan dengan
kemampuan kompetisi, seseorang boleh berjuang mempertahankan, memperluas dan
menambah
lebih
banyak
apa
yang
diinginkannya.

13

Dalam ekonomi Islam, makna kebebasan adalah memperjuangkan apa yang
menjadi haknya dan menunaikan apa yang menjadi kewajibannya sesuai perintah
syara’.
Sebagaimana konsep kepemilikan, konsep kebebasan dalam berekonomi
menurut Islam, tidak boleh keluar dari aturan-aturan syari’at. Bahwa manusia diberi
keluasan dan keleluasaan oleh Allah untuk berusaha mencari rizki Allah pada segala
bidang.
Kebebasan ekonomi Islam adalah kebebasan berakhlaq. Berakhlaq dalam
berkonsumsi, berproduksi dan berdistribusi. Dengan kebebasan berkreasi dan
berkompetisi akan melahirkan produktifitas dalam ekonomi. Dengan dasar ayat diatas
juga, Islam menyarankan manusia untuk produktif. Kegiatan produksi adalah bagian
penting dalam perekonomian.

14

D. Lembaga-lembaga Ekonomi Islam
Upaya untuk mengubah lembaga ekonomi dan keuangan konvensional dengan
prinsip syariah merupakan sesuatu yang sulit diwujudkan secara gampang meskipun
tidak bisa duikatakan mustahil dan kalaupun mungkin akan memaksa waktu yang
sangat lama dan menghadapi tantangan yang sangat berat. Oleh karena itu, alternatif
yang mungkin diambil yaitu dengan mendirikan lembaga-lembaga ekonomi dan
keuangan berdasar syariah secara mandiri terpisah dari lembaga-lembaga ekonomi
dan keuangan konvensional.
Adapun lembaga-lembaga ekonomi yang telah berdiri saat ini dengan
menggunakan sistem ekonomi Islam antara lain:
1. Badan Amil Zakat (BAZ)
BAZ merupakan kependekan dari Badan Amil Zakat. Institusi

ini

sebelumnya biasa disebut dengan BAZIS (Badan Amil Zakat Infaq dan Sadaqah).
Sedangkan pengertian BAZIS secara istilah antara lain ditemukan dalam Surat
Keputusan Bersama (SKB) Menteri Dalam Negeri dan Menteri Agama Nomor 29
Tahun 1991/47 Tahun 1991 Tentang Pembinaan Badan Amil Zakat, Infaq, dan
Sadaqah. Dalam pasal 1 SKB tersebut disebutkan bahwa yang dimaksud dengan
BAZIS merupakan Lembaga Swadaya Masyarakat yang mengelola penerimaan,
pengumpulan, penyaluran, dan pemanfaatan zakat, infaq, dan shadaqah secara
berdayaguna dan berhasil guna.
Latarbelakang dikeluarkannya UU tentang Pengelolaan
Pembentukan Badan Amil Zakat (BAZ) adalah sebagai berikut :

Zakat

dan

Pertama, Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk beribadat
menurut agamanya masing-masing. Kedua, Penunaian Zakat merupakan kewajiban
umat Islam dan merupakan sumber dana untuk kesejahteraan masyarakat. Ketiga,
Zakat merupakan pranata keagamaan untuk mewujudkan keadilan sosial. Keempat,
Upaya sistem pengelolaan zakat perlu terus ditingkatkan agar berhasil guna dan
berdaya guna, untuk itu diperlukan Undang-Undang Pengelolaan Zakat.
Perintah zakat adalah merupakan salah satu perintah yang berulang-ulang
disebutkan dalam al-Quran dan kata-katanya dirangkaikan dengan perintah untuk
melaksanakan ibadah salat. Perintah zakat tersebut yang memakai kata-kata zakat
terdapat sebanyak 31 kali, sedangkan yang memakai kata-kata lain yang maknanya
adalah zakat terdapat sebanyak 80 kali. Dari 31 kali kata zakat tersebut, 28 Kali kata
atau perintah zakat dirangkaikan dengan perintah salat, satu kali terpisah antara salat

15

dan zakat, satu kali berdiri sendiri perintah zakat tanpa diiringi dengan kata salat, dan
satu kali bermakna bukan zakat akan tetapi anak yang saleh.
Perintah zakat, selain terdapat dalam al-Quran, juga terdapat dalam hadis
Rasulullah saw, dan dilanjutkan secara berkesinambungan oleh al-Khulafaurrasyidun
sesudahnya dengan penjelasan sebagai berikut :
Pertama, Perintah Nabi untuk memungut zakat terdapat dalam Hadis Sahih, yaitu :
Abu Burdah menceritakan, bahwa Rasulullah saw mengutus Abu Musa dan Muaz Bin
Jabal ke Yaman guna mengajar orang-orang di sana tentang soa-soal agama mereka.
Rasulullah menyuruh mereka, jangan mengambil shodaqah/zakat (hasil bumi) kecuali
empat macam ini, ialah Hinthoh (gandum), Syair (sejenis gandum lain), Tamar
(kurma) dan Zabib (anggur kering).
Kedua, Pada masa al-Khulafaurrasyidun, kegiatan pengumpulan zakat sebagai
perintah Allah dan RasulNya tetap dilanjutkan, bahkan Kholifah Pertama Abu Bakar
Shiddiq memerangi kelompok ataupun golongan yang tidak mau (mengingkari)
membayar zakat. Pendapat Kholifah ini pertama kali ditentang oleh pembesar Sahabat
antara lain oleh Umar Bin Khattab, namun pada akhirnya Umar Bin Khattabpun
mendukung kebijakan yang ditempuh oleh Abu Bakar ini.
Ketiga, Pada masa al-Khulafaurrasyidun Kedua dibawah pimpinan Umar Bin
Khattab, kegiatan pengumpulan zakat lebih digalakkan lagi, yaitu dengan membentuk
Baitul Maal sebagai sarana penampungan dan penyaluran zakat, termasuk di
dalamnya infaq, shodaqah, nazar dan kafarat.
Keempat, Kegiatan pengumpulan zakat berlanjut pada masa Bani Umayyah dan
Abbasiyyah, namun puncaknya adalah pada masa Umar Bin Abdul Aziz, dimana
kesejahteraan ummat Islam sangat tinggi, sehingga khalifah kesulitan mencari orang
(mustahik) tempat pembayaran zakat.
Undang-undang Nomor 38 Tahun 1999 tentang pengelolaan Zakat
menetapkan bahwa tujuan pengelolaan Zakat adalah sebagai berikut:
1. Meningkatnya kesadaran masyarakat dalam penunaian dan dalam pelayanan
ibadah Zakat.
2. Meningkatnya fungsi dan peranan pranata keagaman dalam upaya
mewujudkan kesejahteraan masyarakat dan keadilan sosial.
3. Meningkatnya hasil guna dan daya guna Zakat.
Lahirnya Undang-Undang Nomor 38 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat ini
adalah merupakan sebuah kebanggaan bagi ummat Islam, sebab dengan demikian
maka ajaran agama Islam ini telah menjadi bahagian dari hukum nasional yang wajib
diamalkan oleh seluruh ummat Islam. Namun demikian Undang-Undang mempunyai
kelemahan antara lain adalah :

16

1. UU ini tidak mengatur tentang kewajiban dan sanksi bagi Muzakki. UndangUndang ini memang secara tersurat pada pasal 2 telah menyebutkan bahwa
setiap warga negara Indonesia yang beragama Islam dan mampu atau badan
yang dimiliki oleh orang muslim berkewajiban menunaikan zakat, namun UU
ini tidak menyebutkan sanksi yang akan dikenakan kepada muzakki yang tidak
membayar zakat.
2. UU ini tidak memberikan hak kepada pengelola zakat untuk menghitung
jumlah kekayaan muzakki dan menetapkan jumlah zakat yang harus
dibayarkan, akibatnya muzakki mempunyai kebebasan untuk membayar atau
tidak membayar zakatnya. Dengan demikian maka zakat ini bersifat sukarela,
padahal zakat ini adalah merupakan kewajiban.

2. Bank Syariah
Perbankan syariah adalah merupakan sebuah lembaga keuangan yang berdasarkan
hukum Islam yang adalah merupakan sebuah lembaga baru yang amat penting danm
strategis peranannya dalam mengatur perekonomian dan mensejahterakan umat Islam.
Kehadiran lembaga perbankan bukan hanya dapat mengatur perekonomian
masyarakat, akan tetapi kehadirannya dapat juga menghancurkan perekonomian
sebuah Negara sebagaimana yang dialami bangsa Indonesia decade delapan puluhan
dan sembilan puluhan.
Oleh karena itulah maka diperlukan perbankan yang berorientasi syariah sehingga
dapat melindungi uang si penanam modal dan juga memberikan keuntungan bagi si
pemiunjam modal. Pada keduanya terjalin hubungan yang sinergis dan saling
menguntungkan, serta kesepakatan bersama apabila terjadi kerugian yang tidak
diinginkan bersama. Apabila terjadi keuntungan, maka sesungguhnya hal itu mudah
diatur, akan tetapi apabila terjadi kerugian ataupun jatuh pailit, maka timbullah
percekcokan. Dalam kaitan dengan ini, hukum Islam telah memberikan aturan main
yang saling menguntungkan dan tidak saling merugikan.
Bank Islam ataupun Bank Syariah sebagaimana disebutkan oleh Fuad Mohammad
Fakhruddin adalah bank dimana kebanyakan pendirinya adalah orang yang beragama
Islam dan seluruhnya atau sebahagian besar sahamnya kepunyaan orang Islam
sehingga dengan demikian maka kekuasaan dan wewenang baik mengenai
administrasi maupun mengenai yang lainnya terletak di tangan orang Islam.
Menurut Karnaen A. Perwataatmadja dan Syafi`i Antonio, bank syariah
memiliki dua pengertian, yaitu:
1. Bank yang beroperasi sesuai dengan prinsip-prinsip syari`at Islam;
2. Bank yang tata cara beroperasinya mengacu kepada ketentuan-ketentuan
Alqur`an dan hadis.

17

Bank Syariah juga memiliki beberapa ciri atau karakteristik sendiri, yang
antara lain merupakan sebagai berikut:
1)

Berdimensi keadilan dan pemerataan

2)

Adanya pemberlakukan jaminan

3)

Menciptakan rasa kebersamaan

4)

Bersifat mandiri

5)

Persaingan secara sehat

6)

Adanya dewan pengawas Syariah

Dari definisi tersebut di atas maka dapat disimpulkan bahwa Bank Islam ataupun
Bank Syariah adalah bank yang mana seluruh atau sebahagian besar sahamnya milik
orang Islam dan beroferasi dengan menggunakan ketentuan-ketentuan syariah Islam
(al-Quran dan al-Sunnah) yang dibawa oleh Nabi Muhammad saw.
3. Baitul Māl Wa Tamwīl
Baitul Māl Wa Tamwīl (BMT) merupakan balai usaha mandiri terpadu yang
isinya berintikan bayt al-māl wa al-tamwīl dengan kegiatan mengembangkan usahausaha produktif dan investasi dalam meningkatkan kualitas kegiatan ekonomi
pengusaha kecil dan menunjang pembiayaan kegiatan ekonominya. Selain itu, bayt
al-māl wa al-tamwīl juga bisa menerima titipan zakat, infaq, dan shadaqah, serta
menyalurkan sesuai dengan peraturan dan amanatnya.
Baitul māl wa tamwīl merupakan lembaga ekonomi atau keuangan syariah non
perbankan yang sifatnya informal. Disebut informal karena lembaga ini didirikan oleh
Kelompok Swadaya Masyarakat (KSM) yang berbeda dengan lembaga keuangan
perbankan dan lembaga keuangan formal lainnya. Oleh karena itu, selain berfungsi
sebagai lembaga keuangan BMT juga bisa berfungsi sebagai lembaga ekonomi.
Sebagai lembaga keuangan ia menghimpun dana dari masyarakat (anggota BMT) dan
menyalurkan dana kepada masyarakat (anggota BMT). Sebagai lembaga ekonomi ia
juga berhak melakukan kegiatan ekonomi, seperti perdagangan, industri, dan
pertanian.
Pada masa pemerintahan Rasulullah saw, Baitul Maal bertempat di Masjid
Nabawi yang ketika itu dipergunakan sebagai kantor pusat Negara yang sekaligus
18

berfungsi sebagai tempat tinggal Rasulullah. Binatang-binatang yang merupakan
perbendaharaan Negara tidak disimpan di Baitul Maal sesuai dengan alamnya,
binatang-binatang tersebut ditempatkan di lapangan terbuka. Namun harta Negara
seperti uang dan lain sebagainya yang dapat disimpan, ditempatkan di Baitul Maal
yang adalah merupakan perbendaharaan dan Kas Negara.
Apa yang dilakukan oleh Rasulullah saw ini adalah merupakan langkah maju
sebagai sebuah kelengkapan alat Negara dalam rangka mengelola dan
memberdayakan segenap potensi keuangan Negara untuk selanjutnya dipergunakan
sebesar-besarnya untuk keperluan rakyat. Ternyata ide cemerlang Rasulullah saw ini
adalah merupakan ide pertama yang dilakukan oleh ummat manusia dalam mengelola
sebuah institusi kenegaraan. Sekalipun pada saat itu belum disebut sebagai sebuah
Negara dan pemerintahan, namun ciri-ciri yang ada padanya telah menunjukkan
bahwa sesungguhnya Negara Madinah itu sudah ada dan sudah maju serta mandiri.
4. Bank Perkreditan Rakyat Syariah
Bank Perkreditan Rakyat Syariah (BPRS) adalah bank perkreditan rakyat yang
melakukan usaha berdasarkan prinsip syariah ataupun disebut juga bank perkreditan
rakyat yang pola operasionalnya mengikuti prinsip-prinsip muamalah Islam. BPRS ini
dapat dibentuk dengan badan hukum berupa Perseroan terbatas (PT), Koperasi dan
Perusahaan Daerah.
BPRS didirikan sebagai langkah aktif dalam rangka restrukturisasi
perekonomian Indonesia yang dituangkan dalam berbagai paket kebijaksanaan
keuangan, moneter, dan perbankan secara umum, dan secara khusus mengisi peluang
terhadap kebijaksanaan bank dalam penetapan tingkat suku bunga (rate of interest)
yang selanjutnya secara luas dikenal sebagai system perbankan bagi hasil atau system
perbankan Islam.
Pendirian BPRS sebagaimana tersebut di atas adalah bertujuan untuk
meningkatkan kesejahteraan ekonomi umat Islam terutama masyarakat golongan
ekonomi menengah, meningkatkan pendapatan perkapita, menambah lapangan kerja,
mengurangi urbanisasi serta membina semangat ukhuwah islamiyah melalui kegiatan
ekonomi.
BPRS ini adalah merupakan asset berharga ummat Islam yang sangat potensial
dalam rangka meningkatkan perekonomian umat Islam, namun sangat disayangkan
dari 50 unit BPRS yang telah berdiri di Indonesia, yang sudah operasional barulah 17
unit. Hal inipun belum menunjukkan kinerja yang maksimal dalam mengentaskan
kemiskinan dan meningkatkan kesejahteraan umat Islam.
5. Asuransi Syariah
Asuransi dalam Islam lebih dikenal dengan istilah takaful yang berarti saling
memikul resiko di antara sesama orang Islam, sehingga antara satu dengan yang
lainnya menjadi penanggung atas resiko yang lainnya. Saling pikul resiko ini

19

dilakukan atas dasar tolong menolong dalam kebaikan dimana masing-masing
mengeluarkan dana/sumbangan/derma (tabarruk) yang ditunjuk untuk menanggung
resiko tersebut. Takaful dalam pengertian tersebut sesuai dengan surat al-Maidah (5) :
2 Dan tolong menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebaikan dan taqwa dan
jangan tolong menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Asuransi seperti ini
disebut dengan Asuransi Syariah.
Asuransi Syariah sebagaimana tersebut di atas mempunyai prinsip-prinsip pokok
sebagai berikut :
1.
2.
3.
4.

Saling bekerjasama dan saling membantu.
Saling melindungi dari berbagai kesusahan.
Saling bertanggungjawab.
Menghindari unsur gharar, maysir, dan riba.

Asuransi syariah adalah merupakan asset berharga dan merupakan potensi ummat
Islam yang apabila dapat dikelola dan dikembangkan dengan baik, maka akan dapat
mengangkat harkat dan martabat umat Islam, khususnya dalam mengentaskan umat
dari kemiskinan dan kehinaan, serta akan dapat meningkatkan kesejahteraannya
dengan baik. Namun demikian secara jujur diakui bahwa terdapat beberapa kendala
dalam pelaksanaan Asuransi Syariah ini di lapangan.
6. Obligasi Syariah
Obligasi Syariah adalah suatu kontrak perjanjian tertulis yang bersifat jangka
panjang untuk membayar kembali pada waktu tertentu seluruh kewajiban yang timbul
akibat pembiayaan untuk kegiatan tertentu menurut syarat dan ketentuan tertentu serta
membayar sejumlah manfaat secara priodik menurut akad.
Perbedaan mendasar antara Obligai Syariah dan Obligasi Konvensional adalah
terletak pada penetapan bunga yang besarnya sudah ditentukan di awal transaksi jual
beli, sedangkan pada obligasi syariah saat perjanjian jual beli tidak ditentukan
besarnya bunga, yang ditentukan adalah berapa proporsi pembagian hasil apabila
mendapatkan keuntungan di masa mendatang.
Obligai syariah sebagaimana tersebut di atas dapat dibagi kepada jenis-jenis
obligasi syariah sebagai berikut :
1. Obligasi Mudharabah, yaitu obligasi yang menggunakan akad mudharabah
(akad kerjasama antara pemilik modal / sahohibul maal / investor yang
menyediakan dana penuh 100 % dan tidak boleh aktif dalam pengelolaan
usaha dan pengelola / mudhorib / emiten mengelola harta secara penuh dan
mandiri dengan persyaratan-persyaratan tertentu.
2. Obligasi Ijarah, yaitu obligasi berdasarkan akad ijarah (suatu jenis akad untuk
mengambil manfaat dengan jalan penggantian) artinya pemilik harta
memberikan hak untuk memanfaatkan obyek dengan manfaat tertentu dan

20

membayar imbalan kepada pemilik obyek. Dalam akad ijarah disertai adanya
perpindahan manfaat tetapi tidak perpindahan kepemilikan.
7. Pegadaian Syariah
Pegadaian syariah dalam hukum Islam dikenal dengan istilah rahn. Rahn
secara bahasa berarti at-tsubut (tetap), al-dawam (kekal), dan al-habas (jaminan).
Secara istilah rahn berarti menjadikan sesuatu barang yang berharga sebagai jaminan
hutang dengan dasar bisa diambil kembali oleh orang yang berhutang setelah dia
mampu menebusnya.
Pegadaian Syariah sebagaimana tersebut telah berdiri dan beroperasi di
Indonesia pada 9 Kantor wilayah, 22 pegadaian unit syariah, dan 10 kantor gadai
syariah. Jumlah pegadaian tersebut masih jauh dari mencukupi dan memadai sebab
jumlah itu baru 2,9 % dari total 739 perum pegadaian cabang di seluruh Indonesia.
Idealnya di mana ada perum pegadaian, maka di situ pula ada perum pegadaian
syariah, sehingga tersedia alternativ pilihan bagi masyarakat.

8. Reksadana Syariah
Salah satu produk investasi yang sudah menyesuaikan diri dengan aturanaturan syariah adalah reksadana. Produk investasi ini bisa menjadi alternativ yang
baik untuk menggantikan produk perbankan yang pada saat ini dirasakan memberikan
hasil yang relativ kecil.
Reksadana Syariah adalah reksadana yang beroperasi menurut ketentuan dan
prinsip syariah Islam, baik dalam bentuk akad antara pemodal sebagai pemilik harta
dengan manejer investasi sebagai wakil shohibul maal, maupun antara manejer
investasi sebagai wakil shohibul maal dengan pengguna investasi. Reksadana syariah
dan reksadana konvensional sebenarnya hampir sama pengertian dan bentuknya,
hanya saja berbeda dari sisi pengelolaan, kebijaksanaan invesatasi, akad, pelaksanaan
investasi dan pembagian keuntungan.

9. Badan Arbitrase Syariah Nasional
Badan Arbitrase Syariah Nasional adalah suatu badan yang dibentuk oleh
Majelis Ulama Indonesia yang bertugas untuk menyelesaaikan perkara perbankan di
luar pengadilan umum.
Badan Arbitrase Syariah Nasional sebagaimana tersebut di atas memiliki
tujuan sebagai berikut :
1. Menyelesaikan perselisihan-perselisihan / sengketa-sengketa keperdataan
dengan prinsip mengutamakan usaha-usaha perdamaian / islah sebagaimana
yang dimaksud dalam Surat al-Nisa ayat 128 dan al-Hujurat ayat 9.
21

2. Meneyelasaikan sengketa bisnis yang operasionalnya mempergunakan hukum
Islam.
3. Menyelesaikan kemungkinan adanya sengketa di antara bank-bank syariah.
4. Memberikan penyelesaian yang adil dan cepat dalam sengketa
muamalah/perdata yang timbul dalam bidang perdagangan, jasa, industri dan
lain sebagainya.

22

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Setelah pemaparan di atas, dapat kita ketahui bahwa dalam kehidupan
ekonominya manusia memiliki masalah-masalah yang cukup rumit. Dan sebagai
solusinya, Islam telah menawarkan konsep-konsep yang berdasarkan Al-Qur‟an dan
As-Sunnah. Dengan demikian, semakin terbukti bahwa ekonomi Islam adalah sistem
ekonomi yang paling sempurna
Politik pengembangan ekonomi dalam Islam itu berarti bahwa perhatian
terhadap bidang ekonomi merupakan bagian dari politik syariah dan apa yang menjadi
tuntutannya tentang pemeliharaan sumber-sumber ekonomi dan pengembangannya,
meningkatkan kemampuan produksi dengan mengembangkan seni dan metodenya,
dan hal-hal lain yang menjadi keharusan dalam merealisasikan kesejahteraan ekonomi
umat, memenuhi kebutuhan yang mendasar, dan memerangi kemiskinan.
Sesungguhnya kualitas lingkungan pengembangan ekonomi akan terealisasi dengan
terwujudnya lingkungan yang Islami dengan segala aspek kehidupan di mana pilarpilar terpenting yang menopang lingkungan tersebut adalah kesalehan umat, kebaikan
sistem pemerintah, adil, kebebasan dan persamaan dan keamanan dan ketentraman.
Nilai-nilai dasar ekonomi yang berfalsafah tauhid adalah meliputi;
Kepemilikan (ownership), keseimbangan (equilibrium) dan keadilan (justice). Dalam
ekonomi Islam, nilai instrumental yang strategis dan sangat berpengaruh pada tingkah
laku ekonomi manusia dan masyarakat serta pembangunan ekonomi umumnya,
adalah meliputi: Zakat, pelarangan riba, kerjasama ekonomi, jaminan sosial dan peran
Negara.
Adapun lembaga-lembaga ekonomi yang telah berdiri saat ini dengan
menggunakan sistem ekonomi Islam antara lain: BAZ, Bank Syariah, IDB, BUS dan
BPRS, asuransi takaful, USPS, LPESM dan Baitul Māl wa Tamwīl.

B. Saran
Setelah mambaca makalah ini, diharapkan pembaca dapat lebih tergerak
hatinya untuk mamahami, mendalami, dan mengamalkan apa yang sudah dijelaskan
tersebut. Saya mohon maaf jika ada kekurangan dalam pembuatan makalah ini.
Semoga ekonomi Islam dapat berkembang dengan baik di Negara kita.

23

DAFTAR PUSTAKA
Tim IMTAQ MGMP PAI. 2009. Pendidikan Agama Islam Kurikulum 2006 untuk
Kelas XI. Jakarta: Kirana Cakra Buana.
Yunus, Muhammad. 1996. Pendidikan Agama Islam. Jakarta: Erlangga
Ramadhan, Muhammad. 2012. Islam dan Pemberdayaan Ummat. Diakses tanggal
16 Desember 2014 dari situs
http://habapendidikan.blogspot.com/2012/03/islam-dan-pemberdayaanekonomi-ummat.html
Hadiwijaya, Dany. 2010. Kebebasan Berekonomi. Diakses tanggal
16 Desember
2014 dari situs http://danyhadiwijaya.blogspot.com/2011/01/
kebebasab-ekonomi-islam.html
Elsikha, Syafii. 2013. Prinsip Ekonomi Islam. Diakses tangga 16
Desember 2014
dari situs http://syafiielsikha.blogspot.com/2013/11/prinsipekonomi
-islam.html

24