LOMBA KARYA TULIS ILMIAH NASIONAL

LOMBA KARYA TULIS ILMIAH NASIONAL
Dalam Rangka Mengikuti “ACTIVE 2016” HMJ Akuntansi
Universitas Sebelas Maret Surakarta

PENGOPTIMALAN PERAN AUDITOR DALAM SISTEM
PENGENDALIAN INTERNAL PENGELOLAAN ASET UNTUK
MEMINIMALISIR TERJADINYA FRAUD SESUAI DENGAN
IMPLEMENTASI INTERNATIONAL STANDARDS ON AUDITING
(Studi pada Perguruan Tinggi di Indonesia)
Ditulis oleh:
Asri Purwanti

Akuntansi/7211414112

Asmara Tampi

Akuntansi/7211414025

UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
SEMARANG
2016


i

ii

KATA PENGANTAR
Puji syukur kita panjatkan kepada Allat SWT yang telah memberikan
rahmat, taufiq, hidayah dan inayahnya. Shalawat dan salam selalu tercurahkan
kepada Rasulullah SAW. Berkat limpahan dan rahmat-Nya penulis mampu
menyelesaikan karya tulis ilmiah yang berjudul “Pengoptimalan Peran Auditor
dalam Sistem Pengendalian Internal Pengelolaan Aset untuk Meminimalisir
Terjadinya Fraud Sesuai dengan Implementasi International Standards on
Auditing (Studi pada Perguruan Tinggi di Indonesia)” dalam rangka lomba karya
tulis ilmiah nasional “ACTIVE 2016” HMJ Akuntansi Universitas Sebelas Maret
Surakarta
Terimakasih kepada Ibu Badingatus Solikhah S.E., M.Si., CA yang telah
membimbing penulis dalam pembuatan karya tulis ilmiah ini. Terimakasih kepada
orang tua, kakak, dan teman-teman yang telah memberikan dukungan dan
semangat hingga karya tulis ini selesai. Dalam penyusunan karya tulis ilmiah ini,
tidak sedikit hambatan yang penulis hadapi. Namun penulis menyadari bahwa

kelancaran dalam penyusunan karya tulis ilmiah ini tidak lain berkat bantuan,
dorongan, dan bimbingan orang tua, kakak, sahabat dan teman-teman, sehingga
kendala-kendala yang penulis hadapi teratasi.
Semoga karya tulis ilmiah ini dapat memberikan wawasan yang lebih luas
dan menjadi sumbangan pemikiran kepada pembaca khususnya para mahasiswa.
Penulis sadar bahwa karya tulis ilmiah ini masih banyak kekurangan dan jauh dari
sempurna. Untuk itu, penulis terbuka menerima kritik dan saran demi perbaikan
karya tulis ilmiah selanjutnya.

Semarang, 12 Oktober 2016
Penyusun

iii

DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL .......................................................................................... i
LEMBAR PENGESAHAN ...............................................................................ii
KATA PENGANTAR .......................................................................................iii
DAFTAR ISI ......................................................................................................iv
DAFTAR GAMBAR ......................................................................................... v

DAFTAR TABEL ..............................................................................................vi
ABSTRAK .........................................................................................................vii
BAB I

PENDAHULUAN ............................................................................. 1
1.1 Latar Belakang ........................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ...................................................................... 3
1.3 Tujuan Penulisan ........................................................................ 4
1.4 Manfaat Penulisan ...................................................................... 4

BAB II

KAJIAN TEORI ................................................................................ 5
2.1 Kecurangan (Fraud) ................................................................... 5
2.2 International Standards on Auditing (ISA) ................................ 6
2.3 Good Corporate Governance ..................................................... 6
2.4 Audit Internal .............................................................................. 8
2.5 Sistem Pengendalian Internal ..................................................... 9

BAB III METODE PENELITIAN .................................................................. 10

3.1 Teknik Pengumpulan Data dan Informasi ...................................10
3.2 Teknik Pengolahan Data dan Informasi ......................................10
3.3 Analisis Sintesis ...........................................................................11

iv

3.4 Teknik Pengambilan Simpulan.....................................................11
3.5 Teknik Perumusan Saran atau Rekomendasi ...............................12
BAB

IV PEMBAHASAN .........................................................................13
4.1 Potensi dan Penyebab Terjadinya Fraud
di Perguruan Tinggi.....................................................................13
4.2 Peran Auditor Internal dan Eksternal dalam
Meminimalisir Fraud di Perguruan Tinggi.................................14
4.3 Penerapan Pengendalian Internal pada Asset
untuk Meminimalisir Terjadinya Fraud......................................15

BAB


V

PENUTUP ..................................................................................20

5.1 Simpulan ......................................................................................20
5.2 Saran ............................................................................................20
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................21

v

DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Alur Pengelolaan Aset yang dapat Diterapkan ................................18

vi

DAFTAR TABEL
Tabel 1. Penyimpangan Aset Perguruan Tinggi yang Terjadi di Indonesia........16

vii


ABSTRACT

PENGOPTIMALAN PERAN AUDITOR DALAM SISTEM
PENGENDALIAN INTERNAL PENGELOLAAN ASET UNTUK
MEMINIMALISIR TERJADINYA FRAUD SESUAI DENGAN
IMPLEMENTASI INTERNATIONAL STANDARDS ON
AUDITING
(Studi pada Perguruan Tinggi di Indonesia)
Asri Purwanti*, Asmara Tampi
Fakultas Ekonomi/ Universitas Negeri Semarang, Semarang
asripurwanti@students.unnes.ac.id
Perguruan Tinggi merupakan entitas yang berkewajiban menyampaikan laporan
keuangan secara berkala kepada stakeholders, atas dana yang dikelolanya.
Tuntutan transparansi dan akuntabilitas dari stakeholders pada kenyataannya
belum dapat dilaksanakan sepenuhnya oleh Perguruan Tinggi. Hal ini dibuktikan
dengan terjadinya fraud, menurut Rozmita dan Nelly (2012), fraud yang banyak
terjadi di Perguruan Tinggi adalah missapropriaton assets. Perguruan Tinggi
sudah berupaya meminimalisir terjadinya fraud dengan membentuk auditor
internal, akan tetapi tumpang tindihnya jabatan fungsional dan struktural
menyebabkan profesionalisme auditor internal diragukan. Keadaan tersebut

memerlukan adanya solusi yang dapat diimplementasikan secara umum sesuai
batas aturan yang dimiliki setiap entitas. Pengoptimalan peran auditor dalam
sistem pengendalian internal pengelolaan aset sesuai implementasi International
Standards on Auditing dinilai dapat menjadi solusi bagi permasalahan tersebut.
Adapun tujuan penulisan karya tulis ini adalah (1) menjelaskan bagaimana
potensi dan penyebab terjadinya fraud di Perguruan Tinggi, (2) menjelaskan
peran auditor dalam meminimalisir fraud di Perguruan Tinggi, dan (3)
menjelaskan tahapan pengimplementasian International Standards on Auditing
oleh auditor dalam menerapkan pengendalian internal pada pengelolaan aset
untuk meminimalisir fraud. Teori yang mendukung karya tulis ilmiah ini adalah
Fraud, International Standards on Auditing, Good Corporate Governance, Audit
Internal, dan Sistem Pengendalian Internal. Metode penulisan yang digunakan
adalah analisis diskriptif dengan teknik pengumpulan data berupa studi literatur,
wawancara, dan dokumentasi. Pembahasan dalam karya tulis ilmiah ini
menekankan pada fraud di perguruan tinggi beserta penyebabnya, peran auditor
dalam meminimalisir fraud khususnya pada fraudulent statements, dan
perkembangan implementasi ISA di Perguruan Tinggi di Indonesia, serta
gagasan yang diberikan penulis. Simpulan menyebutkan bahwa kebanyakan fraud
di Perguruan Tinggi terjadi pada missapropriation asset, Auditor berperan
penting dalam meminimalisir hal tersebut dengan menerapkan pengendalian

internal sesuai dengan ISA. Praktek pelaksanaan sistem pengendalian internal
sebaiknya entitas termasuk Perguruan Tinggi harus mengoptimalkan semua
pihak yang berwewenang utamanya auditor, baik internal maupun eksternal.

viii

BAB I
PENDAHULUAN
1.1.

Latar Belakang

Perguruan tinggi merupakan salah satu entitas pengelola dana yang
bersumber dari masyarakat dan atau pemerintah, oleh karena itu terdapat
kewajiban untuk menyampaikan laporan keuangan secara berkala kepada
stakeholders atas dana yang dikelola. Dana yang dikelola oleh Perguruan Tinggi
semakin banyak seiring dengan peningkatan biaya pendidikan di dalamnya,
tentunya stakeholders menuntut untuk lebih menerapkan transparansi dan
akuntabilitas dalam pelaporan keuangan. Namun demikan, harapan dari
stakeholders belum sepenuhnya dapat diwujudkan. Hal ini disebabkan karena

belum memadainya instrumen organisasi untuk menciptakan pengelolaan yang
akuntabel dan transparan dan belum terbangunnya komitmen yang tinggi dari para
pengelola Perguruan Tinggi. Akibatnya muncul berbagai penyimpangan,
penyelewengan, dan korupsi atau yang lebih dikenal dengan fenomena fraud.
Fenomena fraud di lingkungan perguruan tinggi bukan merupakan hal
yang baru lagi. Dalam prakteknya, Perguruan Tinggi sudah berupaya untuk
meminimalisir kemungkinan terjadinya fraud, salah satunya dengan pembentukan
auditor internal (Rozmita dan Nely, 2012). Berdasarkan Peraturan Pemerintah
(PP) No. 19 Tahun 2005, pembentukan satuan pengendalian internal atau auditor
internal berperan dalam melakukan audit dalam bidang manajemen keuangan,
akademik, dan Sumber daya. Akan tetapi tumpang tindihnya jabatan fungsional
dan struktural di Perguruan Tinggi menyebabkan kurang efektifnya peran auditor
internal. Selain itu, tumpang tindihnya jabatan fungsional tersebut menyebabkan
profesionalisme auditor internal di Perguran Tinggi patut dipertanyakan. Hal ini
terbukti dengan posisi Perguruan Tinggi berada di peringkat kedua, dengan
jumlah 10 kasus dan kerugian negara mencapai 2 triliun Rupiah dalam rentang
tahun 2003 hingga 2013 (http://suaramahasiswa.com/2014). Oleh karena itu peran
auditor eksternal atau Akuntan publik sangat diharapkan banyak orang untuk
meningkatkan kepercayaan mereka terhadap hasil audit dan pendapat (opini) yang
diberikan.


Korupsi hanya satu dari tiga cabang fraud menurut Association of
Certified Fraud Examiners (ACFE). Dua cabang lainnya yakni asset
misappropriation dan fraudulent statements. Keluarnya Sarbanes-Oxley Act
memaksa auditor independen atau Akuntan Publik di seluruh dunia berhati-hati
dalam melakukan general audit, khususnya dalam upaya menemukan fraudulen
statements. Peran akuntan publik penting karena apabila terjadi kegagalan dalam
menemukan fraud, maka laporan keuangan menjadi menyesatkan dan membawa
konsekuensi besar seperti dalam kasus Arthur Andersen. Sedangkan untuk
corruption dan asset misappropriation menjadi perhatian dari audit investigatif.
Penanganan dan pendeteksian fraud sejak dini penting untuk dilakukan
guna mencegah terjadinya fraud yang semakin melebar dan mengakibatkan
rusaknya organisasi. Hal ini sudah terjadi pada kasus kelas dunia seperti
WorldCom. Inc dan Enron. Inc di USA pada awal tahun 2000-an. Berdasarkan
penelitian terdahulu, runtuhnya perusahaan kelas dunia tersebut disebabkan oleh
tidak berjalannya mekanisme Good Corporate Governance (Anugerah; 2012).
Mekanisme Good Corporate Governance perlu dilaksanakan dengan baik
pada lingkungan manajeman di semua entitas termasuk jajaran Perguruan Tinggi,
untuk dapat mencegah terjadinya fraud. Pimpinan Perguruan Tinggi melalui
Auditor Internal seharusnya mampu untuk menangkap redflag dari ketiga bentuk

kecurangan yang mungkin terjadi. Selain auditor internal dan pihak manajemen,
auditor eksternal juga berperan dalam mencegah terjadnya fraud. Hal tersebut
sesuai dengan ketentuan International Standards on Auditing (ISA) yang telah
diterapkan di Indonesia.
International Standards on Auditing (ISA) merupakan standar baru yang
diadopsi oleh IAI sejak 1 Januari 2013. Adopsi ISA ini ditujukan untuk
memenuhi jawaban atas Statement of Membership Obligation and International
Federation of Accountants. Sebagai anggota International Federation of
Accountants (IFAC), profesi Akuntan Publik di Indonesia wajib memenuhi
kewajiban dalam Statement of Membership Obligation (SMO) nomor tiga yaitu
berkenaan dengan standar pengendalian mutu, auditing, dan asurans untuk
anggota yang bersangkuan dalam hal ini Institut Akuntan Publik Indonesia IAPI).
Penarapan ISA juga merupakan wujud komitmen sebagai anggota G-20 yang

2

mendorong setiap anggotanya untuk menggunakan standar profesi internasional,
dan juga merupakan respon terhadap rekomendasi World Bank. Implementasi ISA
ini diaplikasikan melalui revisi terhadap Standar Profesional Akuntan Publik
(SPAP) yang digunakan sebelumnya.
International Standards on Auditing (ISA) seksi 240 membahas tentang
tanggung

jawab

auditor

untuk

mempertimbangan

fraud,

mengharuskan

diterapkannya pengendalian internal dalam suatu entitas. ISA mewajibkan auditor
menilai, menggunakan hasil penilaiannya, dan mengkomunikasikan kelemahan
lingkungan dan sistem pengendalian internal. ISA seksi 240 tersebut
menunjukkan adanya peran auditor dalam menilai fraud dan mempertimbangkan
untuk selanjutnya memberikan saran kepada manajemen dalam meminimalisir
adanya fraud. Meski demikian, dalam meminimalisir adanya fraud tidak hanya
menjadi tugas seorang auditor.
Penelitian terkait dengan fraud telah banyak dilakukan pada Perusahaan
Publik atau Sektor Pemerintahan akan tetapi penelitian yang dilakukan di
Perguruan Tinggi masih relatif jarang, dimana karakter yang berbeda dari
organisasi tersebut memungkinkan adanya symptom yang khas yang harus
dikenali oleh auditor berdasarkan implementasi International Standards on
Auditing (ISA). Selain itu rekomendasi dari hasil penelitian terdahulu masih
belum bisa diterapkan secara universal, oleh karena itu perlu adanya inovasi yang
dapat digunakan seorang auditor dalam meminimalisir adanya fraud dengan
berbasis pada implementasi International Standards on Auditing (ISA).
Berdasarkan uraian di atas, maka penelitian ini bertujuan untuk
mengoptimalkan peran auditor dalam meminimalisir terjadinya fraud yang
dilakukan dengan perbaikan sistem pengendalian internal pada pengelolaan aset.
Penelitian ini didasarkan pada penerapan International Standards on Auditing
(ISA). Oleh karena itu penulis mengambil judul penelitian “Pengoptimalan Peran
Auditor

dalam

Sistem

Pengendalian

Internal

Pengelolaan

Aset

untuk

Meminimalisir terjadinya fraud Sesuai dengan Implementasi International
Standards on Auditing (Studi pada Perguruan Tinggi di Indonesia)”.
1.2.

Rumusan Masalah

3

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas maka rumusan
masalah yang dapat diambil dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Bagaimana potensi dan penyebab terjadinya fraud di Perguruan Tinggi
berdasarkan teori fraud diamond?
2. Bagaimana peran auditor dalam meminimalisir terjadinya fraud di
Perguruan Tinggi?
3. Bagaimana tahapan pengimplementasian International Standards on
Auditing (ISA) oleh auditor dalam menerapkan pengendalian internal
pada pengelolaan aset untuk meminimalisir adanya fraud?
1.3.

Tujuan Penulisan

Tujuan dan manfaat penulisan karya ilmiah ini adalah untuk:
1. Menjelaskan bagaimana potensi dan penyebab terjadinya fraud di
Perguruan Tinggi berdasarkan teori fraud diamond?
2. Menjelaskan bagaimana peran auditor dalam meminimalisir terjadinya
fraud di Perguruan Tinggi.
3. Menjelaskan bagaimana tahapan pengimplementasian International
Standards on Auditing (ISA) oleh auditor dalam menerapkan
pengendalian internal pada pengelolaan aset untuk

meminimalisir

adanya fraud
1.4.

Manfaat Penulisan

Manfaat dari penulisan karya tulis ilmiah ini adalah sebagai berikut.
1.4 1 Manfaat Praktis
1. Sebagai bahan referensi dalam mengetahui potensi dan
penyebab terjadinya fraud di Perguruan Tinggi Indonesia.
2. Sebagai bahan referensi dalam mengetahui peran auditor dalam
meminimalisir terjadinya fraud di Perguruan Tinggi.
1.4 2

Manfaat Teoritis
1. Sebagai bahan masukan bagi entitas dalam mengoptimalkan
sistem pengendalian internalnya.
2. Sebagai referensi bagi auditor dalam mengoptimalkan perannya
dalam meminimalisisr terjadinya fraud di Perguruan Tinggi.

4

BAB II
KAJIAN TEORI
2.1 Kecurangan (Fraud)
International Standards on Auditing (ISA) seksi 240 – The Auditor’s
Responcibility to Consider Fraud in an Audit of Financial Statements Paragraf 6
mendefinisikan fraud sebagai ‘”.. tindakan yang disengaja oleh anggota
manajemen perusahaan, pihak yang berperan dalam governance perusahaan,
karyawan atau pihak ketiga yang melakukan pembohongan atau penipuan untuk
memperoleh keuntungan yang tidak adil atau ilegal”. Sedangkan dalam Standar
Auditing yang dikeluarkan Ikatan Akuntan Indonesia – Kompartemen Akuntan
Publik (IAI- KAAP) fraud didefinisikan sebagai kecurangan.
Salah satu indikator terjadinya kecurangan adalah Red flags. Red flags
merupakan suatu kondisi yang janggal atau berbeda dengan keadaan normal. Red
flags tidak mutlak menunjukkan apakah seseorang bersalah atau tidak, tetapi
merupakan tanda-tanda peringatan bahwa fraud mungkin terjadi (Hevesi, Alan G.,
Pattison, Mark P).
Faktor penyebab terjadinya fraud terdiri dari 3, yang biasa disebut dengan
fraud triangle. Donald R. Cressey dalam Tuanakotta (2014), berpendapat
mengenai beberapa hal yang menyebabkan terjadinya kecurangan. Hal tersebut
adalah pressure, opportunity, dan rationalization. Pressure berkaitan dengan
masalah - masalah yang tidak dapat dibagikan. Aspek opportunity terdiri atas dua
komponen, yakni general information dan adanya technical skill untuk melakukan
kecurangan. Aspek yang terakhir yaitu rationalization yang merujuk pada
perilaku untuk mencari pembenaran sebelum melakukan kecurangan.
Skema fraud menurut ACFE digolongkan menjadi 3 (tiga) bentuk
penyimpangan, yaitu penyimpangan pelaporan keuangan (fraudulent financial
reporting), asset misappropriation (penyalahgunaan aset) dan corruption. Untuk
meminimalisasi tindakan fraud dapat diupayakan dengan 3 hal yaitu fraud
prevention, fraud detection dan fraud investigation. Kecurangan atas penyajian
laporan keuangan umumnya dapat dideteksi melalui analisis laporan keuangan
analisis vertikal dan analisis horizontal. Penyalahgunaan aset dapat dideteksi

dengan metode antara lain seperti anaytical review, statistical sampling, vendor
or

outsider complints, site visit—observation. Sedangkan korupsi dapat dideteksi
melalui keluhan dari rekan kerja yang jujur, laporan dari rekan, atau pemasok
yang tidak puas dan menyampaikan keluhan ke perusahaan.
2.2 International Standards on Auditing (ISA)
International Standards on Auditing (ISA) merupakan standar audit yang
berbasis pada resiko. Indonesia sendiri mulai menggunakan ISA berdasarkan
putusan yang diumumkan PPAJP (sekarang, Pusat Pembinaan Profesi Keuangan
PPPK)/ Kementrian Keuangan dalam bulan Mei 2012. ISA mulai berlaku untuk
audit atas laporan keuangan emiten yang dimulai pada atau sesudah tanggal 1
Januari 2013, dan 1 Januari 2014 untuk entitas selain emiten. Dalam audit
berbasis resiko, auditor menggunakan kearifan profesional dalam pelaksanaan
audit dan lebih menekankan pada professional judgement (Tuanakotta, 2013:12).
Professional judgement adalah penerapan hasil pelatihan, pengetahuan, dan
pengalaman yang relevan dalam batas-batas standar audit, akuntansi dan etik,
ketika membuat keputusan mengenai pilihan yang tepat dalam keadaan yang
dihadapi pada suatu penugasan audit (Tuanakotta, 2013:G- 21).
Menurut Tuanakotta (2013:95) terdapat tiga langkah audit berbasis resiko,
yaitu:
1. Menilai Risiko (Risk Assessment)
Melaksanakan prosedur penilaian risiko untuk mengidentifikasi dan
menilai risiko salah saji material dalam laporan keuangan.
2. Menanggapi Risiko (Risk Response)
Merancang dan melaksanakan prosedur audit selanjutnya yang
menanggapi risiko (salah saji material) yang telah diidentifikasi dan
dinilai, pada tingkat laporan keuangan dan asersi.
3. Pelaporan (Reporting)
Merumuskan pendapat berdasarkan bukti audit yang diperoleh dan
membuat serta menerbitkan laporan yang tepat, sesuai kesimpulan
yang ditarik.
2.3 Good Corporate Governance
Menurut Siswanto Sutojo dan John Aldridge dalam bukunya Good
Corporate Governance (2008; 1), kata governance diambil dari kata latin, yaitu

6

gubemance yang artinya mengarahkan dan mengendalikan. Kata tersebut
diadaptasi menjadi corporate governance dalam ilmu manajemen bisnis dan
diartikan sebagai upaya mengarahkan (directing) dan mengendalikan (control)
kegiatan organisasi, termasuk perusahaan. Mardiasmo dalam bukunya Akuntansi
Sektor Publik (2001;17), mengartikan governance sebagai cara mengelola urusanurusan publik. World Bank memberikan definisi governance sebagai the way
stale power is used in managing economic and social resources for development
of society. Good Corporate Governance (GCG) didefinisikan sebagai struktur
karena GCG berperan dalam mengatur hubungan antara dewan komisaris, direksi,
pemegang saham, dan stakeholders lainnya. Sementara sebagai sistem, GCG
menjadi dasar mekanisme pengecekan dan perimbangan (check and balances)
kewenangan atas pengendalian perusahaan yang dapat membatasi peluang
pengelolaan yang salah, dan peluang penyalahgunaan aset perusahaan. Good
Corporate Governance (GCG) sebagai proses karena GCG memastikan
transparansi dalam proses perusahaan atas penentuan tujuan perusahaan,
pencapaian, dan pengukuran kinerjanya.
Prinsip GCG merupakan kaidah, norma, ataupun korporasi yang
diperlukan dalam sistem pengelolaan perusahaan yang sehat. Dengan demikian
untuk lebih meningkatkan kinerja perusahaan atau lembaga, pelaksanaan prinsip
GCG perlu lebih dioptimalkan.
Prinsip-prinsip tersebut menurut OECD yang dikutip oleh Iman dan Amin
(2002;9) mencakup:
1) Perlindungan terhadap hak-hak pemegang saham (The rights of
shareholders).
2) Persamaan perlakuan terhadap seluruh pemegang saham (The
equitable treatment of shareholders).
3) Peranan stakeholders yang terkait dengan perusahaan (The role of
shareholders).
4) Keterbukaan dan transparansi (Disclosure and transparency).
5) Akuntabilitas dewan komisaris (The responsibilities of the board).

7

2.4 Audit Internal
Audit internal menurut definisi yang dikemukanan oleh Sawyer, dkk
(2005) adalah
Sebuah penilaian yang sistematis dan objektif yang dilakukan oleh auditor
internal terhadap operasi dan kontrol yang berbeda-beda dalam organisasi
untuk menentukan apakah (1) informasi keuangan dan operasi telah akurat
dan dapat diandalkan, (2) risiko yang dihadapi perusahaan telah
diidentifikasi dan diminimalisasi, (3) peraturan eksternal serta kebijakan
dan prosedur internal yang bisa diterima telah diikuti, (4) kriteria operasi
yang memuaskan telah dipenuhi, (5) sumber daya telah digunakan secara
efisien dan ekonomis, (6) tujuan organisasi telah dicapai secara efektifsemua dilakukan dengan tujuan untuk dikonsultasikan dengan manajemen
dan membantu anggota organisasi dalam menjalankan tanggung jawabnya
secara efektif.
Menurut The Institute of Internal Auditors, fungsi dari audit internal
adalah untuk menyediakan review yang berkelanjutan mengenai efektivitas
manajemen risiko, proses pengendalian, dan tata kelola. Fungsi ini dapat dicapai
oleh audit internal melalui (a) menyediakan penilaian yang independen dan tidak
bias mengenai operasi perusahaan, (b) menyediakan manajemen tentang informasi
mengenai efektivitas manajemen risiko, proses pengendalian, dan tata kelola, (c)
bertindak sebagai catalyst dalam rangka peningkatan manajemen risiko, proses
pengendalian, dan tata kelola, (d) menjadi penasihat manajemen mengenai hal-hal
yang perlu diketahui, dan kapan waktu untuk mengetahui hal-hal tersebut.
Kuntadi (2009) apabila auditor internal berkualitas atau berperan dengan
baik maka pengendalian internal akan lebih baik dan dengan sendirinya kinerja
organisasi akan semakin meningkat. Soh dan Nonna (2011) dalam penelitiannya
memberikan wawasan mengenai peranan dan tanggung jawab internal auditor
(IA) serta fungsi dan faktor-faktor yang dianggap perlu untuk menjamin
efektivitasnya.
Peranan audit internal adalah untuk membantu perusahaan dalam
melakukan audit bagi kepentingan manajemen, memecahkan beberapa hambatan
dalam sebuah organisasi dan mendukung upaya manajemen untuk membangun
budaya yang mencakup etika, kejujuran, dan integritas.. Untuk menjalankan tugas
dengan baik audit internal harus berada di luar fungsi lini suatu organisasi atau
berada di luar hierarchy manajemen, tetapi tidak terlepas dari hubungan atasanbawahan seperti lainnya atau idealnya langsung bertanggungjawab terhadap
8

direktur. Audit internal harus mampu menjaga objektivitas terhadap organisasi
mereka dan mampu mengidentifikasi ancaman terhadap statusnya. Objektif adalah
keteguhan pendapat yang didasarkan atas fakta-fakta yang bisa diverifikasi, tidak
bias dan tidak hanya tergantung pada atasan.
2.5 Sistem Pengendalian Internal
Perlindungan

terbaik

sebuah

perusahaan

terhadap

penipuan

dan

penyimpangan adalah sistem pengendalian internal yang efektif, dan manajemen
memiliki

tanggung

jawab

untuk

mengembangkan

dan

melembagakan

pengendalian ini, sehingga mereka bertanggung jawab atas sistem pengendalian
internal yang rusak yang memungkinkan terjadinya perbuatan penipuan (Josiah,
Adediran dan Akpeti; 2012). Komponen pengendalian intern menurut COSO
adalah: lingkungan pengendalian (control environment), penaksiran risiko (risk
assessment), aktivitas pengendalian (control activities), informasi dan komunikasi
(informasi and communication), dan pemantauan (monitoring).
Tujuan pengendalian internal adalah untuk memberikan keyakinan
memadai dalam pencapaian tiga golongan tujuan, (1) keandalan informasi
keuangan, (2) kepatuhan terhadap hukum dan peraturan yang berlaku, (3)
efektivitas dan efisiensi operasi. Oleh karena itu tidak semua tujuan pengendalian
internal tersebut relevan dengan audit atas laporan keuangan, tanggung jawab
auditor dalam mematuhi standar pekerjaan lapangan kedua sebagaimana disajikan
di atas, hanya dibatasi pada golongan tujuan pertama keandalan pelaporan
keuangan. Oleh karena itu, auditor berkewajiban untuk memahami pengendalian
internal yang ditujukan untuk memberikan keyakinan memadai bahwa laporan
keuangan disajikan secara wajar sesuai dengan prinsip akuntansi berterima umum
di Indonesia.
Dalam melaksanakan tanggung jawabnya untuk mamahami pengendalian ,
yang harus diperhatikan oleh auditor adalah

pengendalian atas reliabilitas

pelaporan keuangan dan pengendalian atas kelas kelas transaksi
Section 404 (b) Sarbanes-Oxley mengharuskan auditor membuat laporan
tentang efektivitas pengendalian internal atas pelaporan keuangan. Sehingga
audotor harus memahami dan melakukan pengujian atas pengendalian untuk

9

semua saldo akun, kelas transaksi, dan pengungkapan yang signifikan, serta asersi
terkait dengan laporan keuangan.

10

BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Teknik Pengumpulan Data dan Informasi
Teknik Pengumpulan data dilakukan secara langsung dari subyek yang
diteliti dan studi literarur dari sumber-sumber yang mendukung. Studi literatur
dilakukan dengan cara mempelajari dan menganalisis beberapa literatur yang
berkaitan dengan pokok permasalahan. Studi literatur berupa data dan informasi
yang diperoleh dari beberapa media, baik media cetak maupun media elektronik.
Data-data yang telah didapatkan kemudian dipelajari dan didiskusikan dengan
orang yang berkompeten pada permasalahan terkait, sehingga memperoleh
penguatan argumen dan pemahaman. Selain itu, penulis juga memperoleh dan
mengumpulkan data dengan metode penelitian lapangan. Adapun cara yang
digunakan sebagai berikut:
3.3 1

Wawancara
Yaitu teknik pengumpulan data melalui tanya jawab langsung dengan

praktisi audit internal Universitas Negeri Semarang. Penulis melakukan
wawancara dengan pihak yang sesuai dengan pembahasan yaitu pejabat bagian
audit dari lembaga yang dilteliti dan dosen yang berkompeten dalam bidang yang
diteiti. Waeancara dengan auditor internal Universitas Negeri Semarang
diharapkan dapat memberikan gambaran potensi dan penanggulangan fraud di
lingkungan Perguruan Tinggi.
3.3 3

Studi Literatur

Yaitu teknik pengumpulan data dengan melakukan studi pada literatur-literatur
seperti buku, jurnal, skripsi, dan media lain untuk mendukung karya tulis ini.
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder. Data
sekunder diperoleh dari pihak kedua yaitu melalui situs-situs internet, jurnaljurnal, buku-buku dan literatur lain yang membahas mengenai International
Standard on Auditing (ISA), Fraud, Sistem Pengendalian Internal, dan teori lain
yang mendukung penulisan karya tulis ini.
3.2 Teknik Pengolahan Data dan Informasi

11

Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis
deskriptif. Statistika deskriptif merupakan bagian dari statistika yang mempelajari
alat, teknik, atau prosedur yang digunakan untuk menggambarkan atau
mendeskripsikan kumpulan data atau hasil pengamatan.
Sintesis dari penelitian ini dilakukan dengan pembuktian langsung pada
saat studi lapangan dengan membandingkan teori yang sudah ada. Sintesis adalah
kegiatan berpikir logis yang melakukan penggabungan semua pengetahuan yang
diperoleh untuk menyusun suatu pandangan atau konsep. Sintesis dalam filsafat
fraud di perguruan tinggi sesuai implementasi ISA, merupakan kombinasi bagian
atau elemen untuk menghasilkan pandangan atau sistem yang lebih legkap atau
sempurna. Koherensi yang dihasilkan dianggap mampu menunjukkkan kebenaran
secara lengkap daripada hanya sebagai kumpulan dari bagian-bagian.
3.3 Analisis Sintesis
Analisis data dilakukan melalui tiga tahap, yaitu: (1) mereduksi data, (2)
menyajikan data, dan (3) menyimpulkan data. Reduksi data dilakukan dengan
memfokuskan dan mengabstraksikan

data mentah menjadi informasi yang

berharga, penyajian data dilakukan dalam bentuk naratif, tabel, gambar, dan
grafik. Sedangkan dalam menyimpulkan data diambil dari intisari sajian data yang
telah terorganisir dalam bentuk pernyataan kalimat yang singkat dan memberikan
pengetahuan yang luas. Hasil pengolahan data disajikan dan diperhitungkan untuk
menjawab rumusan masalah yang ada.
3.4 Teknik Pengambilan Simpulan
Penarikan kesimpulan merupakan penilaian mengenai

peran auditor

dalam sistem pengendalian internal pengelolaan aset untuk meminimalisir
terjadinya fraud sesuai dengan implementasi ISA dalam penerapannya di
Perguruan Tinggi di Indonesia. Jika diterima, gagasan tersebut dianggap sebagai
bagian dari pengetahuan ilmiah, sebab telah memenuhi persyaratan keilmuan.
Syarat keilmuan yakni mempunyai kerangka penjelasan yang konsisten dengan
pengetahuan ilmiah sebelumnya serta telah teruji kebenarannya. Melalui
kesimpulan maka akan terjawab rumusan masalah yang telah ditentukan.
Metode yang digunakan dalam pengambilan kesimpulan adalah metode
induktif. Dimana contoh-contoh kongkrit dan fakta-fakta diuraikan terlebih

12

dahulu, baru kemudian dirumuskan menjadi suatu kesimpulan atau generalisasi.
Pada metode induktif, data dikaji melalui proses yang berlangsung dari fakta.
Penarikan simpulan dilakukan dengan cara:
1. mengadakan deskripsi, menggambarkan secara jelas dan cermat halhal mengenai Fraud, ISA, Pengelolaan Aset, dan Peran Auditor.
2. menerangkan/eksplanasi,

menerangkan

kondisi-kondisi

yang

mendasari terjadinya peristiwa peristiwa/gejala adanya Fraud.
3. menyusun teori, mencari dan merumuskan hukum-hukum mengenai
hubungan antara kondisi yang satu dengan yang lain atau hubungan
peristiwa yang satu dengan yang lain.
4. membuat prediksi/peramalan, membuat ramalan, estimasi dan proyeksi
mengenai peristiwa-peristiwa yang bakal terjadi atau gejala-gejala
yang akan muncul.
5. melakukan pengendalian, melakukan tindakan guna mengendalikan
peristiwa-peristiwa atau gejala-gejala.
3.5 Teknik Perumusan Saran atau Rekomendasi
Saran berisi usulan konkret serta operasional yang merupakan tindak
lanjut sumbangan penelitian terhadap perkembangan IPTEKS. Saran dirumuskan
berdasarkan kesimpulan yang ada untuk selanjutnya terdapat tindak lanjut
terhadap gagasan dan perbaikan kondisi yang ada mengenai fraud. Perbaikan
yang dimaksud adalah perbaikan mengenai gagasan yang lebih baik, peran pihakpihak tertentu dalam meminimalisir adanya fraud maupun solusi masalah-masalah
terkait.

13

BAB IV
PEMBAHASAN
4.1 Potensi dan Penyebab Terjadinya Fraud di Perguruan Tinggi
Perguruan Tinggi dituntut untuk menyampaikan laporan keuangan yang
transparan dan akuntabel kepada stakeholders. Penyampaian laporan keuangan
Perguruan Tinggi kepada stakeholders dalam kenyataannya belum terbebas dari
unsur fraud secara keseluruhan. Hal ini dapat dilihat temuan Indonesian
Corruption Watch (ICW), di sektor pendidikan, kasus korupsi di Perguruan
Tinggi menempati posisi kedua, dengan jumlah 10 kasus dan kerugian negara
mencapai

2 triliun

Rupiah

dalam

rentang

tahun 2003 hingga

2013

(http://suaramahasiswa.com/2014). Korupsi di Perguruan Tinggi merupakan salah
satu indikasi adanya kecurangan-kecurangan atau fraud dalam bentuk lain yang
dapat terjadi di entitas ini.
Berdasarkan penelitian Rozmita dan Nelly (2012), bagi organisasi yang
tidak berorientasi pada laba, termasuk Perguruan Tinggi, maka misappropriation
asset memiliki potensi lebih sering terjadi dibandingkan dengan jenis fraud
lainnya, yaitu corruption dan fraudulent statements. Penelitian tersebut
menjelaskan bahwa hal yang menyebabkan fraud di perguruan tinggi adalah
lemahnya pengendalian internal (lack of internal control), dan accounting
anomally. Sedangkan menurut perwakilan ICW Siti Juliantari Rahman
(http://suaramahasiswa.com/2014), modus fraud yang sering digunakan di
Perguruan Tinggi adalah penggelapan dana, mark up, pemotongan anggaran,
laporan fiktif, serta korupsi pengadaan perangkat IT.
Implikasi potensi dan penyebab terjadinya fraud di atas juga terjadi di
Perguruan Tinggi Indonesia. Tumpang tindihnya jabatan fungsional menjadi salah
satu faktor pressure untuk melakukan fraud. Karena karyawan dosen selain
dituntut untuk mengajar juga harus melakukan pencatatan laporan keuangan dan
ada juga melakukan audit internal. Apabila didasarkan teori fraud triangle, bahwa
terjadinya fraud disebabkan oleh tiga alasan yaitu adanya tekanan untuk
melakukan penyelewengan, adanya kesempatan untuk melakukannya, dan adanya
pembenaran terhadap tindakan tersebut. Potensi terjadinya fraud di perguruan
tinggi di Indonesia kemungkinan dapat dilakukan juga melalui computer crime,

karena kebanyakan perguruan tinggi di Indonesia sudah menggunakan sistem
online. Semua sistem baik SDM maupun keuangan menggunakan sistem
komputerisasi. Oleh karena itu diperlukan komitmen yang tinggi dari para
pengelola Perguruan Tinggi untuk melaksanakan pengelolaan dana dan pelaporan
keuangan secara akuntabel dan transparan kepada stakeholders.
Selain faktor-faktor di atas, fraud di Perguruan Tinggi dapat terjadi karena
adanya unsur Capability. Hal ini sesuai dengan teori fraud diamond. Fraud
diamond merupakan sebuah pandangan baru tentang fenomena Fraud yang
dikemukakan oleh Wolfe dan Hermanson (2004). Fraud diamond merupakan
suatu bentuk penyempurnaan dari teori Fraud triangle. Fraud diamond
menambahkan satu elemen kualitatif yang diyakini memiliki pengaruh signifikan
terhadap Fraud yakni Capability. Fraud yang umumnya bernominal besar tidak
mungkin terjadi apabila tidak ada orang tertentu dengan kapabilitas khusus yang
ada dalam perusahaan. Kapabilitas para pejabat dan posisi tertentu Perguruan
Tinggi serta ego individu, kemampuan melakukan kebohongan dan kapabilitas
lainnya dapat memungkinkan pihak tertentu melakukan fraud.
4.2 Peran Auditor Internal dan Eksternal dalam Meminimalisir Fraud di
Perguruan Tinggi
Bentuk kecurangan yang terjadi di Perguruan Tinggi dapat timbul karena
management fraud atau disebabkan oleh employee fraud. Management fraud yang
terjadi biasanya dalam bentuk penggelapan aktiva, misalnya penggelapan uang
yang didukung dengan manipulasi laporan keuangan. Kecurangan ini harus dapat
diantisipasi agar dapat menghasilkan laporan keuangan yang transparan dan
akuntabel bagi stakeholders serta tidak menghambat tujuan dari Perguruan Tinggi
itu sendiri.
Audit internal diharapkan oleh manajemen dapat mencurahkan perhatian
pada tugas pengelolaan, sedangkan tugas pengawasan sehari-hari atas perusahaan
dapat dilaksanakan secara lebih intensif dan efektif tanpa mengurangi
tanggungjawabnya (Gusnardi, 2006).
Peran auditor internal di Perguruan Tinggi didasarkan pada Undangundang Pendidikan Tinggi Nomor 4 tahun 2014 yang menjelaskan dasar dan
tujuan serta kemampuan Perguruan Tinggi untuk melaksanakan otonomi,

14

dievaluasi secara mandiri oleh Perguruan Tinggi dengan membentuk organisasi
pengawas dan penjamin mutu di Perguruan Tinggi (Pasal 28 c, & 29 ayat 7).
Salah satu otonomi non academic yang dilakukan oleh Perguruan Tinggi adalah
dengan membentuk auditor internal. Albrecht dalam Fraud Examination (2003)
menjelaskan bahwa salah satu pilar utama dalam memerangi fraud yaitu
pencegahan fraud (fraud prevention). Peran auditor internal adalah untuk
mencegah terjadinya fraud dengan memastikan bahwa pengendalian internal di
Perguruan Tinggi berjalan dan mampu memitigasi risiko munculnya fraud dan
error.
Tugas utama dari profesi auditor internal di dalam entitas termasuk
Perguruan Tinggi adalah menyediakan review yang berkelanjutan mengenai
efektivitas manajemen risiko, pengendalian, dan proses tata kelola (IIA, 2014).
Profesi auditor internal di Perguruan Tinggi merupakan salah satu aspek yang
penting dalam rangka menciptakan tata kelola yang baik (good university
governance).
Di sisi lain, auditor eksternal juga dapat berperan dalam meminimalisir
terjadinya fraud, berdasar ISA 240 ‘The Auditor’s Responsibilities Relating to
Fraud in an Audit of Financial Statements’, bahwa auditor wajib mengidentifikasi
dan menilai risiko salah saji material dalam laporan keuangan yang disebabkan
oleh kecurangan, memperoleh bukti audit yang cukup, dan menanggapi dengan
tepat kecurangan atau dugaan mengenai kecurangan yang diidentifikasi selama
audit berlangsung. Jadi peran auditor eksternal di Perguruan Tinggi adalah untuk
memahami pengendalian internal yang diterapkan di Perguruan Tinggi dan
menilai apakah pengendalian internal tersebut memang diimplementasi, dengan
melakukan prosedur tertentu di samping bertanya kepada karyawan entitas, untuk
memastikan bahwa pengendalian internal sudah tepat untuk memitigasi resiko,
serta memberikan rekomendasi bagi Perguruan Tinggi.
4.3 Penerapan Pengendalian Internal pada Asset untuk Meminimalisir
Terjadinya Fraud Sesuai dengan Implementasi ISA
Pengendalian internal seperti yang diungkapkan sebelumnya merupakan
proses, kebijakan, dan prosedur yang dirancang oleh manajemen untuk
memastikan pelaporan keuangan yang andal dan pembuatan laporan keuangan

15

sesuai dengan kerangka akuntansi yang berlaku (Tuanakotta, 2014). Auditor
internal sangat diharapkan perannya dalam memastikan berlangsungnya suatu
pegendalian internal di dalam suatu entitas. Seperti yang diungkapkan Sawyer,
Dittenhofer dan Scheiner (2006:358), jika auditor internal ingin berhasil dalam
mendeteksi kecurangan, mereka harus mengembangkan kewaspadaan yang tinggi
mengenai bagaimana fraud dapat terjadi dan mengapa. Dengan mengetahui apa
itu beserta jenis-jenisnya maka dapat melakukan antisipasi dini atau mencegah
fraud, sekaligus bisa memberikan respon yang tepat misal dengan memberikan
teguran atau melaporkannya kepada pihak manajemen.
Berdasarkan penelitian Zakaria, Susela dan Zarina (2006), audit internal
sangat penting untuk diterapkan di Perguruan Tinggi. Karena di Perguruan Tinggi
memiliki potensi besar terjadi fraud dalam bentuk misappropriation asset
(Rozmita dan Nelly (2012). Pengendalian internal yang dimaksud harus
menerapkan manajemen aset yang baik, dimana ada optimalisasi dalam
perencanaan pengelolaan aset, pelaksanaan, dan pengawasan pengelolaan aset.
Masalah utama penatausahaan atau inventarisasi pengelolaan aset yaitu
ketidaktertiban dalam pengolahan data barang sehingga menyebabkan kesulitan
mengelola aset. Hingga kini masih banyak penyimpangan yang terjadi dalam
pengelolaan aset di perguruan tinggi. Penyimpangan tersebut mengindikasikan
bahwa perguruan tinggi yang terlibat belum maksimal dalam menerapkan GUG
(Good University Governance). Berikut ini contoh penyimpangan yang terjadi di
perguruan tinggi.
Tabel 1. Penyimpangan Aset Perguruan Tinggi yang Terjadi di Indonesia
N
o
1

Nama PTN

Aspek Ketidakteraturan
rekening

Universitas

Penggunaan

tidak Tahun

2010,

Negeri

memiliki izin Kementerian Keuangan, Opini

BPK

Lampung dan

berupa:

Universitas

langsung, atau tidak dimasukkan ke disclaimer atas

Negeri

rekening bendahara umum negara atau laporan

Semarang

Kementerian Keuangan senilai Rp 11,42 keuangan

Penggunaan

yang

Keterangan

PNBP

secara adalah

miliar di Universitas Negeri Lampung Kemendiknas

16

dan
2

Universitas

Negeri

Semarang.

Universitas

(http://edukasi.kompas.com/ )
Pertanggungjawaban kegiatan

Bangka

lengkap, dimana: Nilai aset tetap minimal Opini

Belitung

senilai

Rp

belum Tahun 2011

289.029.342.338

BPK

yang adalah

disajikan di neraca pada lima satker baru disclaimer atas
(Universitas

Masamus

Merauke, laporan

Universitas Bangka Belitung, Universitas keuangan
Borneo

Tarakan,

Batam,

dan

Politeknik

Politeknik

Manufaktur

Bangka
3

Negeri Kemendiknas

Belitung).

Politeknik

(http://m.news.viva.co.id/)
Penggunaan rekening yang

tidak Tahun

2010,

Negeri

memiliki izin Kementerian Keuangan, Opini

BPK

Lampung

berupa: Pendapatan Negara Bukan Pajak adalah
(PNBP) pada rekening bendahara atau disclaimer atas
rektor yang digunakan langsung Rp 12 laporan
miliar, yakni pada Politeknik Negeri keuangan
Jakarta, Politeknik Negeri Lampung, dan Kemendiknas
Universitas

4

Negeri

Makassar.

Politeknik

(http://edukasi.kompas.com/ )
Pertanggungjawaban kegiatan

Manufaktur

lengkap, dimana:

Bangka

penilaian dan tanah seluas 71.687 meter adalah

Belitung

persegi pada Polman Bangka Belitung. disclaimer atas

belum Tahun

2011

Belum dilakukan Opini

BPK

Aset yang merupakan hibah dari PT laporan
Tambang Timah tersebut belum dicatat di keuangan
neraca Kemendikbud 2011, sehingga Kemendiknas
tidak

dapat

diyakini

kewajarannya.

(http://m.news.viva.co.id/)
Sumber: http://edukasi.kompas.com; http://m.news.viva. co.id/ dalam SNA 18
(2015)
Pengelolaan aset perguruan tinggi yang riskan terhadap penyalahgunaan
perlu

diminimalisir.

Peminimalisiran
17

tersebut

dapat

dilakukan

dengan

mengoptimalkan peran auditor dan GUG (Good University Governance) atau
langsung memperkuat pengendalian internalnya. Dalam pengendalian internal
pihak perguruan tinggi dapat melibatkan auditor internal yang dibentuknya.
Keterlibatan auditor tersebut adalah untuk memberikan evaluasi bagi perusahaan
agar fraud yang terjadi dapat diantisipasi dan diminimalisisr.
Proses pengelolaan aset dari hulu hingga hilir atau sejak dari perencanaan,
pelaksanaan pengelolaan, dan pengawasan perlu untuk ditingkatkan sistem
manajemennya. Selain itu auditor internal juga harus mengambil peran, utamanya
dalam survei pendahuluannnya harus menyeluruh sehingga auditor internal
tersebut dapat memberikan rekomendasi bagi pengeloaan aset agar dapat
meminimalisisr terjadinya fraud. Berikut adalah alur pengelolaan aset yang dapat
diterapkan di perguruan tinggi dengan keterlibatan semua pihak.

Perencanaan
kebutuhan dan
penganggaran;

Pengadaan

Penerimaan,
penyimpanan
dan
penyaluran

Penilaian

Pengaman dan
Pemeliharaan

Pemanfaatan

Penatausahaan

Pemindahtang
anan

Pembinaan,
pengawasan,
dan
pengendalian

pembiayaan

Penghapusan

Gambar 1. Alur Pengelolaan Aset yang dapat Diterapkan
Sumber: Ilustrasi Penulis (2016)

18

Penggunaan

Berdasarkan gambar di atas, maka auditor dapat melakukan audit tiap
tahap tanpa dibatasi dengan tetap mempertimbangkan etika profesionalnya.
Pengendalian internal memiliki lima unsur pokok yang disebutkan oleh Messier
(2006, h.251) sebagai berikut:
1. Lingkungan pengendalian.
2. Proses penentuan resiko entitas.
3. Sistem informasi dan proses bisnis terkait yang relevan terhadap
pelaporan keuangan dan komunikasi.
4. Prosedur pengendalian.
5. Pemantauan pengendalian.
Untuk dapat memahami pengendalian internal, Halim (2008, h. 226)
mengatakan terdapat lima prosedur yang dapat digunakan yaitu:
1. Menelaah pengalaman sebelumnya dengan klien.
2. Mengajukan pertanyaan kepada manajemen, pengawas, dan staf
personel.
3. Menginspeksi dokumen dan catatan.
4. Mengamati kegiatan dan operasi entitas.
5. Mempelajari buku manual prosedur dan kebijakan pengendalian
klien.
Dalam pelaksanaan standar auditing yang kedua yang berbunyi
“Pemahaman memadai atas pengendalian internal harus diperoleh untuk
merencanakan audit dan menentukan sifat, saat dan lingkup pengujian yang akan
dilakukan”, auditor harus melakukan pengujian terhadap efektivitas pengendalian
internal dalam mencapai tujuan tertentu yang telah ditetapkan. Pengujian ini
menurut Mulyadi (2002, h.198) disebut dengan istilah pengujian kepatuhan
(compliance tests) atau sering disebut dengan pengujian pengendalian (test of
control).
Berdasarkan ketentuan ISA auditor internal harus dapat memetakan resiko
dengan tepat, sehingga auditor dapat berfokus pada resiko yang kemungkinan
besar terjadi.

19

BAB V
PENUTUP
5.1 Simpulan
Perguruan Tinggi termasuk ke dalam entitas yang seharusnya menerapkan
Good University Governance (GUG) yang penerapannya hampir sama Good
Corporate Governance (GCG), dimana di dalamnya memuat Sistem Pengendalian
Internal. Upaya untuk mencapai Good University Governance salah satunya
adalah dengan menerapkan pengendalian internal yang dapat dicapai melalui
pengoptimalan peran auditor internal. Penulis berfokus pada pengendalian internal
pengelolaan aset untuk meminimalisir terjadinya fraud berdasarkan implementasi
International Standards on Auditing. Di Perguruan Tinggi, misappropriation
asset memiliki potensi lebih sering terjadi dibandingkan dengan jenis fraud
lainnya, yaitu corruption dan fraudulent statements.Terjadinya fraud di perguruan
tinggi dapat terjadi karena adanya Pressure, Opportunity, Rasionalization, dan
Capability. Pengoptimalan peran auditor dalam pengelolaan aset dapat dilakukan
dengan tidak membatasi auditor internal dalam memberikan jasa auditnya.
Auditor internal harus dapat memetakan resiko dan mengupayakan pengelolaan
aset yang sesuai dengan standar yang ditetapkan perusahaan.
5.2 Saran
Auditor internal suatu entintas seharusnya mengoptimalkan perannya turut
dalam mengoptimalkan pencapaian tujuan perusahaan dengan mengupayakan
untuk memberikan rekomendasi bagi entitasnya agar terhindar adanya fraud.
Dalam proses pendeteksian resiko auditor internal sebaiknya dapat memetakkan
resiko yang potential terjadi, menekankan skeptisisme professional sehingga
proses audit internal dapat berjalan dengan efektif temuan audit dapat bermanfaat
bagi manajemen.

DAFTAR PUSTAKA
Abdul Halim. 2008. Auditing (Dasar-dasar Audit Laporan Keuangan). Edisi
Keempat. Yogyakarta: Unit Penerbitan dan Percetakan STIM YKPN.
Albrecht, W. Steve dan Chad O. Albrecht. 2003. Fraud Examination. Ohio:
South-Western
Aldridge, John. E Siswanto. 2008. Good Corporate Governance. Jakarta: PT.
Damar Mulia Pustaka
Anugerah, Rita. 2014. Peranan Good Corporate Governance dalam Mencegah
Fraud. Jurnal Akuntansi, Vol. 3, No. 1, Oktober 2014 : 101 - 113. Data
Elektronik dari http://download.portalgaruda.org (diakses pada 9/10/2016
pukul 6.42)
Dewi, Rozmita dan Nelly Nur Apandi. 2014. Gejala Fraud dan Peran Auditor
Internal dalam Pendeteksian Fraud di Lingkungan Perguruan Tinggi (Studi
Kualitatif). http://www.asp.trunojoyo.ac.id (diakses pada 14/10/2016
pukul 13.42)
Gusnardi. (2006). Analisis Faktor Audit Internal dan Pengaruhnya Terhadap
Pelaksanaan Good Corporate Governance. Ekuitas, Vol.1, No.3, ISSN
1411-0393.
Hevesi, Alan G. dan Pattison, M. P. 2001. ”Red Flags for Fraud”. State of New
York Office of The State Comptroller.
IIA. 2014. Standar Internasional Praktik Profesional Auditor Internal (Standar).
Data elektronik diakses dari https://na.theiia.org/standards-guidance/Public
%20Documents/IPPF-2013-Indonesian.pdf. (diakses tanggal 15 Mei
2016).
Iman Sjahputra Tunggal dan Amin Widjaja Tunggal, 2002, Membangun Good
Corporate Governance (GCG), Cet. I, Harvarindo, Jakarta.
International Standards on Auditing 240. The Auditor's Responsibilities Relating
to Fraud in an Audit of Financial Statements. Data Elektronik dari
www.ifac.org (diakses pada 9/10/2016 pukul 7.52)
Josiah, M., Adediran A Samson, and Akpeti O Elizabeth. 2012. Evaluation of
roles of auditors in the fraud detection and investigation in Nigerian
industries. American Journal of Social and Management Sciences ISSN
Print: 2156-1540.
Kuntadi, Cris. 2009. Peningkatan Kapasitas Auditor Internal Dalam Pelaksanaan
Reviu Atas Laporan Keuangan.

27

Mardiasmo. 2001. Akuntansi Sektor Publik. Yogyakarta; Penerbit Andi Messier,
William F, Jr., et al. 2006. Jasa Audit & Assurance Pendekatan Sistematis,
Jilid 1. Jakarta: Salemba Empat.
Mulyadi, 2002. Auditing, Buku Dua, Edisi ke Enam. Jakarta: Salemba Empat.
Nasution, Dara Adinda Kesuma. 2014. Di Sektor Pendidikan, Kasus Korupsi di
Perguruan Tinggi Duduki Peringkat Dua. Data Elektronik dari
http://suaramahasiswa.com/ (diakses pada 10/10/2016 pukul 7.30)
Nn. 2011. BPK: Keuangan PTN Bermasalah. http://nasional.kompas.com/
(diakses pada 20/09/2016 pukul 0.54)
Peraturan Pemerintah (PP ) No 19 Tahun 2005.
Sawyer, Lawrence B., Mortimer, A.D., dan James, H.S. 2005. Sawyer’s Internal
Auditing: Buku 1 Edisi 5. Jakarta: Salemba Empat.
Simposium Nasional Akuntansi 18. 2015. Analisis Penerapan Good University
Governance melalui Efektifitas Pengendalian Intern dan Komite
Organisasional. Centro Multi Akuntansi. Universitas S