Asuhan Keperawatan Fraktur Basis Cranial
Asuhan Keperawatan Fraktur Basis Cranial
DEFINISI
Trauma kepala atau Head trauma digambarkan sebagai trauma yang mengenai otak yang
dapat mengakibatkan perubahan pada fisik, intelektual, emosional, sosial, atau vokasional
Fritzell et al, 2001)
Cidera otak merupakan kerusakan akibat perdarahan atau pembengkakan otak sebagai respon
terhadap cedera dan menyebabkan peningkatan tekanan intra kranial (Smeltzer,2000)
EPIDEMOLOGI
Beberapa faktor yang menjadi resiko dari cidera kepala antara lain anak-anak yang berada
dalam rentang usia 6 bulan–2 tahun, usia 15-24 tahun, dan orang tua. Perbandingan angka
kejadian pada pria dan wanita adalah 2:1. Resiko tinggi cidera kepala juga terdapat pada
individu yang tinggal pada lingkungan yang termasuk dalam golongan sosioekonomi rendah
(Okie, 2005). Tingkat mortalitas pada kasus ini dipengaruhi oleh tingkat keparahan trauma,
respon pasca trauma, treatmen yang didapat.
ETIOLOGI
Beberapa faktor yang dapat menyebabkan terjadinya trauma kepala antara lain:
Kecelakaan lalu lintas(penyebab terbanyak),
pertengkaran,
jatuh,
kecelakaan olahraga,
tindakan criminal
KLASIFIKASI
Berdasarkan jenis luka, cidera otak dibagi menjadi 2 yaitu:
1. Cidera kepala tertutup: biasa disebut sebagai blunt trauma terjadi apabila benturan hebat pada
objek yang keras atau benda yang bergerak dengan kecepatan tinggi menabrak kepala.
Lapisan dura masih utuh, tidak ada bagian otak yang muncul keluar.
2. Cidera kepala terbuka: tulang tengkorak terbuka, menyebabkan isi kepala nampak dari luar
seperti skull, meningens, atau jaringan otak termasuk dura. Tereksposenya isi kepala ini
meningkatkan resiko terjadinya infeksi.
Berdasarkan nilai kesadaran:
Cidera otak ringan (GCS 13 – 15): tidak terjadi ganggguan neurologis, kadang asimptomatik,
penurunan kesadaran selama kurang dari 1 jam, amnesia kurang dari 24 jam
Cidera otak sedang (GCS 9 – 12): penurunan kesadaran dalam 1-24 jam, amnesia post trauma
selama 1-7 hari.
Cidera otak berat (GCS 3-8): penurunan kesadaran lebih dari 24 jam dan amnesia post trauma
lebih dari satu minggu.
Jenis cidera otak menurut Fritzell et al (2001) :
Concussion: benturan pada otak yang cukup keras dan mampu membuat jaringan otak
mengenai tulang tengkorak namun tidak cukup kuat untuk menyebabkan memar pada
jaringan otak atau penurunan keasadaran yang menetap. Contohnya seperti ketika kita
membentur tembok atau benda lain, sesaat kemudian kita akan merasa kepala berputar dan
diatasnya ada burung-burung emprit yang mengelilingi kepala kita, dan beberapa saat setelah
itu kita akan kembali sadar. Recovery time 24-48 jam. Gejala: penurunan kesadaran dalam
waktu singkat, mual, amnesia terhadap hal hal yang baru saja terjadi, letargi, pusing.
Contusion: memar pada jaringan otak yang lebih serius daripada concussion. Lebih banyak
disebabkan oleh adanya perdarahan arteri otak, darah biasanya terakumulasi antara tulang
tengkorak dan dura. Gejala: penurunan kesadaran,hemiparese, perubahan reflek pupil.
Epidural hematoma: terjadi berhubungan dengan proses ekselerasi-deselerasi atau coupcontracoup yang menyebabkan adanya gangguan pada sistem saraf pada daerah otak yang
mengalami memar. Gejala: penurunan kesadaran dalam waktu singkat yang akan berlanjut
menjadi penurunan kesadaran yang progresif, sakit kepala yang parah, kompresi batang otak,
keabnormalan pernafasa (pernfasan dalam), gangguan motorik yang bersifat
kontralateral,dilatasi pupil pada sisi yang searah dengan trauma, kejang, perdarahan. Epidural
hematoma merupakan jenis perdarahan yang paling berbahaya karena terjadi pada artesi otak.
Subdural hematoma: merupakan tipe trauma yang sering terjadi. Perdarahan pada meningeal
yang menyebabkan akumulasi darah pada daerah subdural (antara duramater dan arachnoid).
Biasanya mengenai vena pada korteks cerebri (jarang sekali mengenai arteri). Gejala: mirip
dengan epidural hematoma namun dengan onset of time yang lambat karena sobekan
pembuluh darah terjadi pada vena sedangkan pada epidural mengenai arteri.
Intracerebral hemorrhage: merupakan tipe perdarahan yang sub akut dan memiliki prognosa
yang lebih baik karena aliran darah pada pembuluh darah yang robek berjalan relatif lambat.
Sering terjadi pada bagian frontal dan temporal otak. ICH sering disebabkan oleh hipertensi.
Gejala: deficit neurologis yang tergantung pada letak perdarahan, gangguan motorik,
peningkatan tekanan intracranial.
Skull fracture (fraktur tulang tengkorak): terdapat 4 tipe yaitu linear, comminuted, basilar,
dan depressed. Fraktur pada bagian depan dan tengah tulang tengkorak akan mengakibatkan
sakit kepala yang parah. Gejala: mungkin asimtomatik tergantung pada penyebab trauma,
displacemenet (perubahan/pergeseran letak) tulang, perubahan sensor motorik,periorbital
ekimosis (bercak merah pada mata), adanya battle’s sign (ekimosis pada tulang mstoid),
akumulasi darah pada membran timpani.
KASUS
Riwayat Penyakit:
Tn. Joko (33 tahun) datang ke Rumah Sakit SituBondo pada tanggal 3 januari 2000 dengan
keluhan utama penurunan kesadaran. Pasien datang dibawa oleh polisi yang menemukannya
tidak sadar di jalan akibat kecelakaan sekitar 5 jam sbelum MRS. Dokter mendiagnosa tuan
Joko dengan COB+FBC (fraktur basis cranial)+F. Mandibula. Pengkajian yang dilakukan
pada tanggal 30 januari 2000 didapatkan hasil TTV = TD:130/80 mmHg nadi 68 kali
permenit, RR: 16 kali permenit, dan suhu aksila 37,2 derajat celcius. Pasien terpasang
trakheostomi, alat bantu nafas simple mask dengan flow oksigen 8 lpm, pada auskultasi paru
didapatkan ronchi basah di seluruh lapang paru. Akral pasien teraba hangat, penilaian tingkat
kesadaran didapatkan GCS : 3 X 5. Hasil pemeriksaan laboratorium terakhir didapatkan: Hb
9,09 mg /dL, RBC 3,19 10^6, HCT 29,3 %. Pemeriksaan CT scan menunjukkan adanya
perdarahan intracerebri dan memar pada sekitar cranial. Terapi yang diperoleh ciprofloxacin
2x 400 mg, cefazolin 2 x 100 mg, antrain 2x100 mg, ranitidin 3x 1,2 mg, neurotam 3x1 mg.
Diagnosa medis: COB+FBC (fraktur basis cranii)+F. Mandibula
PENGKAJIAN:
Hallo Anamnesa:
S : kecelakaan lalu lintas sehingga Tn. Joko merasakan pusing-pusing di kepala
O : - Penurunan kesadaran setelah terjadi kecelakaan laulintas 5 jam sebelum MRS
-
Memar pada regio cranial
Pemeriksaan Fisik:
Vital sign
TD:130/80 mmHg nadi 68 kali/menit RR: 16 kali/menit suhu: 37,2®C
Sistem Pernafasan (B1)
RR 16 kpm, suara nafas ronchi diseluruh lapang paru, irama teratur,sekret berwarna putih
keruh, terpasang trakheostomi dan simple mask 8 lpm
Masalah keperawatan = bersihan jalan nafas tak efektif
Sistem Kardiovaskular (B2)
irama jantung reguler, S1/S2 tunggal, suara jantung normal, CRT < 2 detik, akral HKM
Masalah keperawatan = tidak ditemukan masalah
Sistem Persyarafan (B3)
GCS= 3X5, pupil isokor, sklera putih, konjungtiva merah muda, reflek patologis kaku kuduk
dan kernig sign positif
Masalah keperawatan = gangguan perfusi jaringan cerebral
Sistem Perkemihan (B4)
pasien tidak terpasang kateter, balance cairan terakhir defisit 245 cc
Masalah keperawatan = tidak ditemukan masalah
Sistem Pencernaan (B5)
pasien terpasang NGT, intake nutrisi 7 x 200 cc terbagi menjadi 6 x 200 cc susu cair dan 1x
200 cc jus buah, retensi terakhir 10cc
Masalah keperawatan = resiko nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
Sistem Muskuloskeletal (B6)
pergerakan sendi bebas, kekuatan otot lengan ka/ki: 5/5 kaki ka/ki: 5/5
Masalah keperawatan = tidak ditemukan masalah
DIAGNOSA
Daftar Diagnosa keperawatan:
Bersihan jalan nafas tak efektif b. d akumulasi sputum
Gangguan perfusi jaringan cerebral b. d penurunan suplai oksigen otak
Resiko infeksi b. d adanya akumulasi perdarahan di dalam otak, port de entry kuman
sekunder terhadap pemasangan trakeostomi
INTERVENSI:
A)
Diagnosa
Bersihan jalan nafas tak efektif b. d akumulasi sputum: ketidakmampuan untuk
membersihkan sekresi atau obstruksi saluran pernafasan guna mempertahankan jalan nafas
yang bersih.
Tujuan:
Setelah pemberian intervensi dalam 1x15 menit jalan nafas pasien bersih/paten
Rencana
Rasional
Lakukan fisioterapi nafas fibrasi dan
Rasional : membantu mengalirkan dahak dan
suctioning
mengurangi akumulasi dahak
Kolaborasi pemberian oksigen tambahan
sesuai indikasi
Rasional : meningkatkan suplai oksigen
dalam tubuh
Auskultasi paru tiap 4 jam untuk
mendengarkan bunyi nafas
identifikasi adanya suara nafas tambahan
sebagai tanda adanya produksi sekret yang
menyebabkan jalan nafas terganggu
Pantau perubahan sistem pernafasan meliputi Rasional : sebagai data dasar perkembangan
RR, suara nafas, SaO2, konsistensi sekret dan kondisi pasien
irama nafas
B)
Diagnosa
Perubahan perfusi jaringan cerebral b. d penurunan suplai oksigen otak: suatu penurunan
jumlah oksigen yang mengakibatkan kegagalan untuk memelihara jaringan pada tingkat
cerebri.
Tujuan:
Setelah pemberian intervensi dalam 1 x 24 jam perfusi jaringan serebral dapat dipertahankan
secara adekuat
Intervensi:
Rencana
Posisikan kepala supine (datar)
pantau status kesadarn secara periodik, TTV,
dan tanda – tanda PTIK
Rasional
Pertahankan tirah baring, ciptakan
lingkungan yang tenang, batasi pengunjung
dan aktivitas pasien sesuai indikasi
Rasional : menghindari peningkatan
akumulasi cairan dalam otak dan mmbantu
menghindari PTIK
C)
Diagnosa
Resiko infeksi b.d adanya akumulasi perdarahan di dalam otak, port de entry kuman
sekunder terhadap pemasangan trakheostomi: suatu kondisi individu mengalami peningkatan
resiko terserang organisme patogen
Tujuan:
Setelah pemberian intervensi dalam 3x 24 jam tidak terjadi infeksi
Intervensi:
Rencana
Rasional
Lakukan perawatan trakheostomi dengan
Rasional : mencegah infeksi sekunder
teknik steril minimal 2 kali sehari
Ajarkan keluarga pasien untuk
mempertahankan kesterilan area insersi
trakheostomi
Rasional : meningkatkan dukungkan
keluarga untuk perbaikan kondisi pasien dan
meningkatkan pengetahuan keluarga tentang
kondisi pasien
Kolaborasi pemberian antibioti
Rasional : sebagai profilaksis atau
pengobatan pada kasus infeksi
Pantau hasil laboratorium DL, LED, kultur,
dan TTV
Rasional : mengevaluasi perkembangan
kondisi pasien melalui analisa perubahanperubahan pada hasil lab dan tanda-tanda
vital
IMPLEMENTASI
A)
Diagnosa
Bersihan jalan nafas tak efektif b. d akumulasi sputum: ketidakmampuan untuk
membersihkan sekresi atau obstruksi saluran pernafasan guna mempertahankan jalan nafas
yang bersih.
Rencana
Rasional
Lakukan fisioterapi nafas fibrasi dan
Rasional : membantu mengalirkan dahak dan
suctioning
mengurangi akumulasi dahak
Kolaborasi pemberian oksigen tambahan
sesuai indikasi
Rasional : meningkatkan suplai oksigen
dalam tubuh
Auskultasi paru tiap 4 jam untuk
mendengarkan bunyi nafas
identifikasi adanya suara nafas tambahan
sebagai tanda adanya produksi sekret yang
menyebabkan jalan nafas terganggu
Pantau perubahan sistem pernafasan meliputi Rasional : sebagai data dasar perkembangan
RR, suara nafas, SaO2, konsistensi sekret dan kondisi pasien
irama nafas
Kriteria hasil:
Irama nafas teratur
Suara nafas vesikuler (tidak terdapat suara nafas tambahan)
Frekuansi nafas antara 12-20 kali/menit
Tidak didapatkan sekret
Saturasi oksigenasi 95-100%.
B)
Diagnosa
Perubahan perfusi jaringan cerebral b. d penurunan suplai oksigen otak: suatu penurunan
jumlah oksigen yang mengakibatkan kegagalan untuk memelihara jaringan pada tingkat
cerebri.
Rencana
Rasional
Posisikan kepala supine (datar)
Pertahankan tirah baring, ciptakan
lingkungan yang tenang, batasi pengunjung
dan aktivitas pasien sesuai indikasi
pantau status kesadarn secara periodik, TTV,
dan tanda – tanda PTIK
Rasional : menghindari peningkatan
akumulasi cairan dalam otak dan mmbantu
menghindari PTIK
Kriteria hasil:
Pasien akan mempertahankan atau meningkatkan tingkat kesadaran
Fungsi kognitif dan sensorik baik
Tidak ada tanda PTIK (muntah proyektil, nyeri kepala hebat, penurunan kesadaran)
TTV dalam batas normal (TD= 60-90 mmgh/90-130mmhg, nadi 60-100 kpm, suhu 36,5 –
37,5 derajat celcius, RR 12- 20 kpm)
C)
Diagnosa:
Resiko infeksi b.d adanya akumulasi perdarahan di dalam otak, port de entry kuman
sekunder terhadap pemasangan trakheostomi: suatu kondisi individu mengalami peningkatan
resiko terserang organisme patogen
Rencana
Rasional
Lakukan perawatan trakheostomi dengan
Rasional : mencegah infeksi sekunder
teknik steril minimal 2 kali sehari
Ajarkan keluarga pasien untuk
mempertahankan kesterilan area insersi
trakheostomi
Rasional : meningkatkan dukungkan
keluarga untuk perbaikan kondisi pasien dan
meningkatkan pengetahuan keluarga tentang
kondisi pasien
Kolaborasi pemberian antibioti
Rasional : sebagai profilaksis atau
pengobatan pada kasus infeksi
Pantau hasil laboratorium DL, LED, kultur,
dan TTV
Rasional : mengevaluasi perkembangan
kondisi pasien melalui analisa perubahanperubahan pada hasil lab dan tanda-tanda
vital
Kriteria hasil:
Tidak ada tanda-tanda infeksi (tumor, rubor, calor, dolor)
Laboratorium menunjukkan hasil normal (WBC dalam rentang 4,5 – 10,0 10^3)
Hasil kultur normal
Sputum tidak berwarna, berbau, atau purulen.
EVALUASI
S : kecelakaan lalu lintas sehingga Nn. Sinden merasakan nyeri di kepala
O : - Penurunan kesadaran setelah terjadi kecelakaan laulintas 5 jam sebelum MRS
Memar pada regio cranial
TD:120/70 mmHg nadi 78 kali/menit RR: 18 kali/menit suhu: 36,7®C
A : masalah keperawatan belum teratasi
P : lanjutkan intervensi dan kaji masalah keperawatan yanglain
Daftar Pustaka
Carpenito, LJ.,2004. Nursing Care Plans & Documentation: Nursing Diagnoses and
Collaborative Problems 4th Edition. Philadelpia :LWW Publisher
Frizzell, et all, 2001. Handbook of Pathophysiology. New York: Springhouse corp
Japardi, I., 2002. Penatalaksanaan Cidera Kepala Akut. Medan : USU
Okie, S., 2005. Traumatic Brain Injury in the War Zone, The New England Journal of
Medicine, 352:2043-2047.
Smeltzer, BG., 2000. Brunner’s and Suddarth’s Textbook of Medical Surgical Nursing 3 ed.
Philadelpia: LWW Publisher
DEFINISI
Trauma kepala atau Head trauma digambarkan sebagai trauma yang mengenai otak yang
dapat mengakibatkan perubahan pada fisik, intelektual, emosional, sosial, atau vokasional
Fritzell et al, 2001)
Cidera otak merupakan kerusakan akibat perdarahan atau pembengkakan otak sebagai respon
terhadap cedera dan menyebabkan peningkatan tekanan intra kranial (Smeltzer,2000)
EPIDEMOLOGI
Beberapa faktor yang menjadi resiko dari cidera kepala antara lain anak-anak yang berada
dalam rentang usia 6 bulan–2 tahun, usia 15-24 tahun, dan orang tua. Perbandingan angka
kejadian pada pria dan wanita adalah 2:1. Resiko tinggi cidera kepala juga terdapat pada
individu yang tinggal pada lingkungan yang termasuk dalam golongan sosioekonomi rendah
(Okie, 2005). Tingkat mortalitas pada kasus ini dipengaruhi oleh tingkat keparahan trauma,
respon pasca trauma, treatmen yang didapat.
ETIOLOGI
Beberapa faktor yang dapat menyebabkan terjadinya trauma kepala antara lain:
Kecelakaan lalu lintas(penyebab terbanyak),
pertengkaran,
jatuh,
kecelakaan olahraga,
tindakan criminal
KLASIFIKASI
Berdasarkan jenis luka, cidera otak dibagi menjadi 2 yaitu:
1. Cidera kepala tertutup: biasa disebut sebagai blunt trauma terjadi apabila benturan hebat pada
objek yang keras atau benda yang bergerak dengan kecepatan tinggi menabrak kepala.
Lapisan dura masih utuh, tidak ada bagian otak yang muncul keluar.
2. Cidera kepala terbuka: tulang tengkorak terbuka, menyebabkan isi kepala nampak dari luar
seperti skull, meningens, atau jaringan otak termasuk dura. Tereksposenya isi kepala ini
meningkatkan resiko terjadinya infeksi.
Berdasarkan nilai kesadaran:
Cidera otak ringan (GCS 13 – 15): tidak terjadi ganggguan neurologis, kadang asimptomatik,
penurunan kesadaran selama kurang dari 1 jam, amnesia kurang dari 24 jam
Cidera otak sedang (GCS 9 – 12): penurunan kesadaran dalam 1-24 jam, amnesia post trauma
selama 1-7 hari.
Cidera otak berat (GCS 3-8): penurunan kesadaran lebih dari 24 jam dan amnesia post trauma
lebih dari satu minggu.
Jenis cidera otak menurut Fritzell et al (2001) :
Concussion: benturan pada otak yang cukup keras dan mampu membuat jaringan otak
mengenai tulang tengkorak namun tidak cukup kuat untuk menyebabkan memar pada
jaringan otak atau penurunan keasadaran yang menetap. Contohnya seperti ketika kita
membentur tembok atau benda lain, sesaat kemudian kita akan merasa kepala berputar dan
diatasnya ada burung-burung emprit yang mengelilingi kepala kita, dan beberapa saat setelah
itu kita akan kembali sadar. Recovery time 24-48 jam. Gejala: penurunan kesadaran dalam
waktu singkat, mual, amnesia terhadap hal hal yang baru saja terjadi, letargi, pusing.
Contusion: memar pada jaringan otak yang lebih serius daripada concussion. Lebih banyak
disebabkan oleh adanya perdarahan arteri otak, darah biasanya terakumulasi antara tulang
tengkorak dan dura. Gejala: penurunan kesadaran,hemiparese, perubahan reflek pupil.
Epidural hematoma: terjadi berhubungan dengan proses ekselerasi-deselerasi atau coupcontracoup yang menyebabkan adanya gangguan pada sistem saraf pada daerah otak yang
mengalami memar. Gejala: penurunan kesadaran dalam waktu singkat yang akan berlanjut
menjadi penurunan kesadaran yang progresif, sakit kepala yang parah, kompresi batang otak,
keabnormalan pernafasa (pernfasan dalam), gangguan motorik yang bersifat
kontralateral,dilatasi pupil pada sisi yang searah dengan trauma, kejang, perdarahan. Epidural
hematoma merupakan jenis perdarahan yang paling berbahaya karena terjadi pada artesi otak.
Subdural hematoma: merupakan tipe trauma yang sering terjadi. Perdarahan pada meningeal
yang menyebabkan akumulasi darah pada daerah subdural (antara duramater dan arachnoid).
Biasanya mengenai vena pada korteks cerebri (jarang sekali mengenai arteri). Gejala: mirip
dengan epidural hematoma namun dengan onset of time yang lambat karena sobekan
pembuluh darah terjadi pada vena sedangkan pada epidural mengenai arteri.
Intracerebral hemorrhage: merupakan tipe perdarahan yang sub akut dan memiliki prognosa
yang lebih baik karena aliran darah pada pembuluh darah yang robek berjalan relatif lambat.
Sering terjadi pada bagian frontal dan temporal otak. ICH sering disebabkan oleh hipertensi.
Gejala: deficit neurologis yang tergantung pada letak perdarahan, gangguan motorik,
peningkatan tekanan intracranial.
Skull fracture (fraktur tulang tengkorak): terdapat 4 tipe yaitu linear, comminuted, basilar,
dan depressed. Fraktur pada bagian depan dan tengah tulang tengkorak akan mengakibatkan
sakit kepala yang parah. Gejala: mungkin asimtomatik tergantung pada penyebab trauma,
displacemenet (perubahan/pergeseran letak) tulang, perubahan sensor motorik,periorbital
ekimosis (bercak merah pada mata), adanya battle’s sign (ekimosis pada tulang mstoid),
akumulasi darah pada membran timpani.
KASUS
Riwayat Penyakit:
Tn. Joko (33 tahun) datang ke Rumah Sakit SituBondo pada tanggal 3 januari 2000 dengan
keluhan utama penurunan kesadaran. Pasien datang dibawa oleh polisi yang menemukannya
tidak sadar di jalan akibat kecelakaan sekitar 5 jam sbelum MRS. Dokter mendiagnosa tuan
Joko dengan COB+FBC (fraktur basis cranial)+F. Mandibula. Pengkajian yang dilakukan
pada tanggal 30 januari 2000 didapatkan hasil TTV = TD:130/80 mmHg nadi 68 kali
permenit, RR: 16 kali permenit, dan suhu aksila 37,2 derajat celcius. Pasien terpasang
trakheostomi, alat bantu nafas simple mask dengan flow oksigen 8 lpm, pada auskultasi paru
didapatkan ronchi basah di seluruh lapang paru. Akral pasien teraba hangat, penilaian tingkat
kesadaran didapatkan GCS : 3 X 5. Hasil pemeriksaan laboratorium terakhir didapatkan: Hb
9,09 mg /dL, RBC 3,19 10^6, HCT 29,3 %. Pemeriksaan CT scan menunjukkan adanya
perdarahan intracerebri dan memar pada sekitar cranial. Terapi yang diperoleh ciprofloxacin
2x 400 mg, cefazolin 2 x 100 mg, antrain 2x100 mg, ranitidin 3x 1,2 mg, neurotam 3x1 mg.
Diagnosa medis: COB+FBC (fraktur basis cranii)+F. Mandibula
PENGKAJIAN:
Hallo Anamnesa:
S : kecelakaan lalu lintas sehingga Tn. Joko merasakan pusing-pusing di kepala
O : - Penurunan kesadaran setelah terjadi kecelakaan laulintas 5 jam sebelum MRS
-
Memar pada regio cranial
Pemeriksaan Fisik:
Vital sign
TD:130/80 mmHg nadi 68 kali/menit RR: 16 kali/menit suhu: 37,2®C
Sistem Pernafasan (B1)
RR 16 kpm, suara nafas ronchi diseluruh lapang paru, irama teratur,sekret berwarna putih
keruh, terpasang trakheostomi dan simple mask 8 lpm
Masalah keperawatan = bersihan jalan nafas tak efektif
Sistem Kardiovaskular (B2)
irama jantung reguler, S1/S2 tunggal, suara jantung normal, CRT < 2 detik, akral HKM
Masalah keperawatan = tidak ditemukan masalah
Sistem Persyarafan (B3)
GCS= 3X5, pupil isokor, sklera putih, konjungtiva merah muda, reflek patologis kaku kuduk
dan kernig sign positif
Masalah keperawatan = gangguan perfusi jaringan cerebral
Sistem Perkemihan (B4)
pasien tidak terpasang kateter, balance cairan terakhir defisit 245 cc
Masalah keperawatan = tidak ditemukan masalah
Sistem Pencernaan (B5)
pasien terpasang NGT, intake nutrisi 7 x 200 cc terbagi menjadi 6 x 200 cc susu cair dan 1x
200 cc jus buah, retensi terakhir 10cc
Masalah keperawatan = resiko nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
Sistem Muskuloskeletal (B6)
pergerakan sendi bebas, kekuatan otot lengan ka/ki: 5/5 kaki ka/ki: 5/5
Masalah keperawatan = tidak ditemukan masalah
DIAGNOSA
Daftar Diagnosa keperawatan:
Bersihan jalan nafas tak efektif b. d akumulasi sputum
Gangguan perfusi jaringan cerebral b. d penurunan suplai oksigen otak
Resiko infeksi b. d adanya akumulasi perdarahan di dalam otak, port de entry kuman
sekunder terhadap pemasangan trakeostomi
INTERVENSI:
A)
Diagnosa
Bersihan jalan nafas tak efektif b. d akumulasi sputum: ketidakmampuan untuk
membersihkan sekresi atau obstruksi saluran pernafasan guna mempertahankan jalan nafas
yang bersih.
Tujuan:
Setelah pemberian intervensi dalam 1x15 menit jalan nafas pasien bersih/paten
Rencana
Rasional
Lakukan fisioterapi nafas fibrasi dan
Rasional : membantu mengalirkan dahak dan
suctioning
mengurangi akumulasi dahak
Kolaborasi pemberian oksigen tambahan
sesuai indikasi
Rasional : meningkatkan suplai oksigen
dalam tubuh
Auskultasi paru tiap 4 jam untuk
mendengarkan bunyi nafas
identifikasi adanya suara nafas tambahan
sebagai tanda adanya produksi sekret yang
menyebabkan jalan nafas terganggu
Pantau perubahan sistem pernafasan meliputi Rasional : sebagai data dasar perkembangan
RR, suara nafas, SaO2, konsistensi sekret dan kondisi pasien
irama nafas
B)
Diagnosa
Perubahan perfusi jaringan cerebral b. d penurunan suplai oksigen otak: suatu penurunan
jumlah oksigen yang mengakibatkan kegagalan untuk memelihara jaringan pada tingkat
cerebri.
Tujuan:
Setelah pemberian intervensi dalam 1 x 24 jam perfusi jaringan serebral dapat dipertahankan
secara adekuat
Intervensi:
Rencana
Posisikan kepala supine (datar)
pantau status kesadarn secara periodik, TTV,
dan tanda – tanda PTIK
Rasional
Pertahankan tirah baring, ciptakan
lingkungan yang tenang, batasi pengunjung
dan aktivitas pasien sesuai indikasi
Rasional : menghindari peningkatan
akumulasi cairan dalam otak dan mmbantu
menghindari PTIK
C)
Diagnosa
Resiko infeksi b.d adanya akumulasi perdarahan di dalam otak, port de entry kuman
sekunder terhadap pemasangan trakheostomi: suatu kondisi individu mengalami peningkatan
resiko terserang organisme patogen
Tujuan:
Setelah pemberian intervensi dalam 3x 24 jam tidak terjadi infeksi
Intervensi:
Rencana
Rasional
Lakukan perawatan trakheostomi dengan
Rasional : mencegah infeksi sekunder
teknik steril minimal 2 kali sehari
Ajarkan keluarga pasien untuk
mempertahankan kesterilan area insersi
trakheostomi
Rasional : meningkatkan dukungkan
keluarga untuk perbaikan kondisi pasien dan
meningkatkan pengetahuan keluarga tentang
kondisi pasien
Kolaborasi pemberian antibioti
Rasional : sebagai profilaksis atau
pengobatan pada kasus infeksi
Pantau hasil laboratorium DL, LED, kultur,
dan TTV
Rasional : mengevaluasi perkembangan
kondisi pasien melalui analisa perubahanperubahan pada hasil lab dan tanda-tanda
vital
IMPLEMENTASI
A)
Diagnosa
Bersihan jalan nafas tak efektif b. d akumulasi sputum: ketidakmampuan untuk
membersihkan sekresi atau obstruksi saluran pernafasan guna mempertahankan jalan nafas
yang bersih.
Rencana
Rasional
Lakukan fisioterapi nafas fibrasi dan
Rasional : membantu mengalirkan dahak dan
suctioning
mengurangi akumulasi dahak
Kolaborasi pemberian oksigen tambahan
sesuai indikasi
Rasional : meningkatkan suplai oksigen
dalam tubuh
Auskultasi paru tiap 4 jam untuk
mendengarkan bunyi nafas
identifikasi adanya suara nafas tambahan
sebagai tanda adanya produksi sekret yang
menyebabkan jalan nafas terganggu
Pantau perubahan sistem pernafasan meliputi Rasional : sebagai data dasar perkembangan
RR, suara nafas, SaO2, konsistensi sekret dan kondisi pasien
irama nafas
Kriteria hasil:
Irama nafas teratur
Suara nafas vesikuler (tidak terdapat suara nafas tambahan)
Frekuansi nafas antara 12-20 kali/menit
Tidak didapatkan sekret
Saturasi oksigenasi 95-100%.
B)
Diagnosa
Perubahan perfusi jaringan cerebral b. d penurunan suplai oksigen otak: suatu penurunan
jumlah oksigen yang mengakibatkan kegagalan untuk memelihara jaringan pada tingkat
cerebri.
Rencana
Rasional
Posisikan kepala supine (datar)
Pertahankan tirah baring, ciptakan
lingkungan yang tenang, batasi pengunjung
dan aktivitas pasien sesuai indikasi
pantau status kesadarn secara periodik, TTV,
dan tanda – tanda PTIK
Rasional : menghindari peningkatan
akumulasi cairan dalam otak dan mmbantu
menghindari PTIK
Kriteria hasil:
Pasien akan mempertahankan atau meningkatkan tingkat kesadaran
Fungsi kognitif dan sensorik baik
Tidak ada tanda PTIK (muntah proyektil, nyeri kepala hebat, penurunan kesadaran)
TTV dalam batas normal (TD= 60-90 mmgh/90-130mmhg, nadi 60-100 kpm, suhu 36,5 –
37,5 derajat celcius, RR 12- 20 kpm)
C)
Diagnosa:
Resiko infeksi b.d adanya akumulasi perdarahan di dalam otak, port de entry kuman
sekunder terhadap pemasangan trakheostomi: suatu kondisi individu mengalami peningkatan
resiko terserang organisme patogen
Rencana
Rasional
Lakukan perawatan trakheostomi dengan
Rasional : mencegah infeksi sekunder
teknik steril minimal 2 kali sehari
Ajarkan keluarga pasien untuk
mempertahankan kesterilan area insersi
trakheostomi
Rasional : meningkatkan dukungkan
keluarga untuk perbaikan kondisi pasien dan
meningkatkan pengetahuan keluarga tentang
kondisi pasien
Kolaborasi pemberian antibioti
Rasional : sebagai profilaksis atau
pengobatan pada kasus infeksi
Pantau hasil laboratorium DL, LED, kultur,
dan TTV
Rasional : mengevaluasi perkembangan
kondisi pasien melalui analisa perubahanperubahan pada hasil lab dan tanda-tanda
vital
Kriteria hasil:
Tidak ada tanda-tanda infeksi (tumor, rubor, calor, dolor)
Laboratorium menunjukkan hasil normal (WBC dalam rentang 4,5 – 10,0 10^3)
Hasil kultur normal
Sputum tidak berwarna, berbau, atau purulen.
EVALUASI
S : kecelakaan lalu lintas sehingga Nn. Sinden merasakan nyeri di kepala
O : - Penurunan kesadaran setelah terjadi kecelakaan laulintas 5 jam sebelum MRS
Memar pada regio cranial
TD:120/70 mmHg nadi 78 kali/menit RR: 18 kali/menit suhu: 36,7®C
A : masalah keperawatan belum teratasi
P : lanjutkan intervensi dan kaji masalah keperawatan yanglain
Daftar Pustaka
Carpenito, LJ.,2004. Nursing Care Plans & Documentation: Nursing Diagnoses and
Collaborative Problems 4th Edition. Philadelpia :LWW Publisher
Frizzell, et all, 2001. Handbook of Pathophysiology. New York: Springhouse corp
Japardi, I., 2002. Penatalaksanaan Cidera Kepala Akut. Medan : USU
Okie, S., 2005. Traumatic Brain Injury in the War Zone, The New England Journal of
Medicine, 352:2043-2047.
Smeltzer, BG., 2000. Brunner’s and Suddarth’s Textbook of Medical Surgical Nursing 3 ed.
Philadelpia: LWW Publisher