Laporan Praktikum Dan Tingkat reaksi

I.

PENDAHULUAN

A. Judul Percobaan
Tingkat Reaksi
B. Tujuan
Menentukan tingkat reaksi HCl dengan Na2S2O3

II.

METODE

A. Alat dan Bahan
Alat
1. Gelas beker
2. Tabung reaksi besar
3. Tabung reaksi kecil
4. Fortex
5. Stopwatch
6. Rak tabung reaksi

7. Pro pipet
8. Pipet ukur
Bahan
1. Larutan Na2S2O3
2. Larutan HCl
3. Larutan aquades
B. Cara Kerja
1. Penentuan tingkat reaksi Na2S2O3
Sebanyak 3 ml larutan HCl 3 M dimasukkan kedalam gelas beker menggunakan
pro pipet. Larutan Na2S2O3 0,1 M diencerkan untuk mendapatkan molaritas 0,08
M; 0,06 M; 0,04 M; 0,02 M, rumus V1.N1 = V2.N2 digunakan untuk perhitungan
pengenceran. Semua larutan hasil pengenceran difortex. Lalu larutan Na2S2O3 0.1
M dimasukkan kedalam tabung reaksi sebanyak 10 ml menggunakan pro pipet.
Tanda X dibuat di bawah gelas beker lalu larutan HCl 3 M . Kemudian stopwatch
dinyalakan bersamaan dengan penambahan larutan Na2S2O3 0.1 M kedalam gelas
beker yang berisi larutan HCl. Larutan didiamkan hingga keruh (tanda X tidak
terlihat) dan stopwatch dimatikan. Waktu dicatat. Percobaan diulangi dengan
konsentrasi larutan Na2S2O3 0.08 M, 0.06 M, 0.04 M, dan 0.01 M. Grafik tingkat

reaksi digambar dan tingkat reaksi Na2S2O3 ditentukan dengan menggunakan

rumus
V1
V2

=

[ Na2 S2 O3] y
[ Na2 S2 O3] y

2. Penentuan tingkat reaksi HCl
Sebanyak 5 ml larutan Na2S2O3 0.1 M dimasukkan kedalam gelas beker. Larutan
HCl 3 M diencerkan untuk mendapatkan molaritas 2,5 M; 2 M; 1,5 M; 1 M,
rumus V1. N1 = V2 . N2 digunakan untuk perhitungan pengenceran. Semua larutan
hasil pengenceran difortex. Kemudian larutan HCl 3 M dimasukkan kedalam
tabung reaksi sebanyak 15 ml menggunakan pro pipet. Tanda x dibuat dibawah
gelas beker Na2S2O3. Stopwatch dinyalakan bersamaan dengan penambahan
larutan HCl 3 M kedalam gelas beker berisi larutan Na 2S2O3. Stopwatch dimatikan
ketika terjadi kekeruhan dan tanda x tidak terlihat lagi.. Waktu dicatat. Percobaan
diulangi dengan konsentrasi larutan HCl 2.5 M, 2 M, 1.5 M, dan 1 M. Grafik
tingkat reaksi digambar dan tingkat reaksi HCl ditentukan dengan menggunakan

rumus
V1
V2

[ HC l] x
=
[ HCl] x

III.

HASIL

A. Hasil
Tabel 1. Waktu reaksi Na2S2O3 dengan HCl
Konsentrasi
HCl (ml)
Na2S2O3
t
0.1 M
3

37 s
0.08 M
3
44 s
0.06 M
3
64 s
0.04 M
3
132 s
0.02 M
3
600 s
Tabel 2. Waktu reaksi HCl dengan Na2S2O3
Konsentrasi HCl
Na2S2O3 (ml)
5 ml
5 ml
5 ml
5 ml

5 ml

1/t
0.03
0.02
0.01
7.58 x 10-3
1.67 x 10-3
Ulangan 1

t
3M
2.5 M
2M
1.5 M
1M

Ulangan 1

133 s

144 s
148 s
151 s
159 s

1/t
7.52 x 10-3
6.94 x 10-3
6.76 x 10-3
6.62 x 10-3
6.29 x 10-3

B. Pembahasan
Orde rekasi merupakan jumlah dari bilangan pangkat setiap konsentrasi
reaktan yang ada dalam hukum laju. Orde reaksi dapat berupa bilangan bulat
positif, nol, atau bilangan pecahan. Pada umumnya, reaksi kimia memiliki orde
reaksi berupa bilangan bulat positif (Hadyana, 2002).
Laju reaksi adalah laju yang diperoleh dari perubahan konsentrasi produk
dibagi dengan koefisien spesies tersebut dalam ersamaan kimia yang balans untuk
reaksi tersebut atau jumlah mol reaktan per satuan volume yang bereaksi dalam

satuan waktu tertentu. Laju reaksi kimia dapat dilihat dari perubahan konsentrasi
molekul reaktan atau konsentrasi molekul produk terhadap waktu. Laju reaksi
tidak tetap melainkan berubah terus menerus seiring dengan perubahan
konsentrasi (Oxtoby dkk, 2001).
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi kecepatan reaksi. Menurut Dewati
(2010), faktor – faktor yang mempengaruhi kecepatan reaksi yaitu :
1. Waktu

Semakin lama waktu reaksi, maka reaksi yang terjadi akan semakin
mendekati sempurna.
2. Temperatur
Hubungan antara temperature dan kecepatan reaksi dinyatakan oleh
persamaan Arrhenius berikut:
k = ko . e-E/RT
dengan:
k = tetapan laju reaksi
ko = faktor frekuensi
E = energy aktivasi
R = tetapan gas = 8.314
Untuk setiap kenaikan temperature akan memberikan kenaikan harga k. semakin

besar harga k, maka kecepatan reaksi akan semakin besar pula.
3. Komposisi dan Konsentrasi
Konsentrasi suatu bahan sangat berpengaruh terhadap kecepatan reaksi.
4. Katalis
Katalis adalah suatu zat yang mempercepat laju reaksi kimia pada suhu
tertentu.
5. Luas permukaan sentuh
Pada dasarnya, semakin kecil partikel pereaksi, maka semakin besar
permukaan pereaksi yang bersentuhan dalam reaksi, sehingga reaksinya
makin cepat.
Pada prinsipnya, hukum aksi massa menyatakan bahwa “laju reaksi kimia
sebanding dengan massa aktif senyawa – senyawa yang bereaksi”, tetapi untuk
larutan encer, massa aktif dapat digantikan dengan konsentrasi, yang jauh lebih
mudah untuk di ukur.
Menurut Prayitno (2007), bila dibuat sebuah kurva penurunan konsentrasi
reaktan sebagai fungsi waktu, maka akan diperoleh kurva bahwa slope kurvanya
pada setiap titik selalu negatif, karena konsentrasi reaktan selalu menurun. Jadi
laju reaksi pada setiap titik sepanjang kurva = - dC/dt. Tetapi apabila laju reaksi

dituliskan sebagai laju pembentukan produk, maka laju reaksi akan bernilai

positif. Jika konsentrasi produk setelah reaksi berlangsung t detik adalah x mol
dm-3, maka laju reaksinya + dx/dt. Pengukuran kinetika reaksi pertama kali
dilakukan oleh Wichelny menyimpulkan bahwa laju reaksi pada setiap waktu
sebanding dengan konsentrasi (C) yang tersisa pada setiap waktu, secara
matematik dapat dituliskan – dC/dt = k.C, dan dC/dt = sering kali disebut sebagai
differential rate expression dan k = konstanta laju reaksi.
Orde dan molekularitas merupakan dua pengertian yang berbeda. Bentuk
persamaan laju reaksi yang lebih umum adalah : Laju = k[A]x[B]y[C]z... dan
seterusnya dan orde reaksi keseluruhan merupakan jumlah semua pangkat yang
terdapat dalam persamaan laju reaksi, orde reaksi total : x + y + z + .... dan
seterusnya. Hukum laju reaksi : laju reaksi dinyatakan sebagai perubahan
konsentrasi zat pereaksi atau produk reaksi setiap satuan waktu (2,3,5,6,7).
Perubahan konsentrasi
∆X
Laju reaksi = Perubahan waktu atau Laju = ± ∆ t
Tanda negatif digunakan jika X adalah pereaksi dan tanda positif digunakan jika
X adalah produk reaksi. Laju keseluruhan dari suatu reaksi kimia pada umumnya
bertambah jika konsentrasi salah satu pereaksi dinaikkan. Hubungan laju reaksi
dan konsentrasi dapat diperoleh dari data eksperimen. Untuk reaksi, A + B →
produk dapat diperoleh bahwa laju reaksi dapat berbanding lurus dengan [A] x dan

[B]y. Atau ditulis dengan: Laju = k [A]x [B]y
Disebut hukum laju reaksi atau persamaan laju reaksi, dengan k adalah
tetapan laju reaksi, x dan y merupakan bilangan bulat yang menyatakan orde ke x
terhadap A dan orde ke y terhadap B, sedangkan (x + y) adalah orde reaksi
keseluruhan. Hukum laju diperoleh secara eksperimen dan tidak bergantung pada
persamaan stoikiometri(2,3,5). Orde reaksi adalah jumlah pangkat konsentrasi
dalam bentuk diferensial. Secara teoritis orde reaksi merupakan bilangan bulat
kecil, namun dalam beberapa hal pecahan atau nol. Pada umumnya orde reaksi
terhadap suatu zat tertentu tidak sama dengan koefisien dalam persamaan
stoikiometri reaksi. Reaksi Orde Nol Suatu reaksi disebut orde ke nol terhadap
suatu pereaksi jika laju reaksi tidak dipengaruhi oleh konsentrasi pereaksi

tersebut. Jika [A] adalah konsentrasi dan [A]0 adalah konsentrasi pada saat t = 0,
maka
−d [ A ]
dan hasil integral [A]0 – [A] = k.t
dt =k
Menurut Chang (2005), hukum laju memungkinkan untuk menghitung laju
reaksi dari konstanta laju dan konsentrasi reaktan. Hukum laju dapat juga
dikonversi menjadi persamaan yang memungkinkan kita untuk menentukan

konsentrasi reaktan di setiap waktu selama reaksi berlangsung.
1. Reaksi Orde-Pertama
Reaksi orde pertama ialah reaksi yang lajunya bergantung pada
konsentrasi reaktan dipangkatkan dengan satu. Dalam reaksi orde pertama dari
jenis lajunya ialah
A → produk
laju = -

∆[ A]
∆t

Dari hukum laju, kita juga mengetahui bahwa
Laju = k [A]
Jadi
-

∆[ A]
= k[A]
∆t

Hasil integral untuk memperoleh hubungan antara konsentrasi pereaksi terhadap
waktu :
ln

[ A ]0
= k.t
[A]
Telah diketahui bahwa setiap reaksi dapat dinyatakan dengan persamaan
umum:
reaktan → produk

Persamaan ini memberitahukan bahwa, selama berlangsungnya suatu reaksi,
molekul reaktan bereaksi sedangkan molekul produk terbentuk. Sebagai hasilnya
kita dapat mengamati jalannya reaksi dengan cara memantau menurunnya
konsentrasi reaktan atau meninggkatnya konsentrasi produk.

A→B
Untuk reaksi diatas kita dapat menyatakan laju sebagai:
Laju = -

∆[ A]
∆[ B]
atau laju =
∆t
∆t

dengan ∆ [ A ] dan ∆ [ B ] adalah perubahan konsentrasi (dalam molaritas) selama
waktu ∆ t . Karena konsentrasi A menurun selama selang waktu tersebut, ∆ [ A ]
merupakan kuantitas negative. Laju reaksi adalah kuantias positif, sehingga tanda
minus diperlukan dalam rumus laju agar lajunya positif. Sebaliknya, laju
pembetukan produk tidak memerlukan tanda minus sebab ∆ [ B ] adalah kuantitas
positif (konsentrasi B meningkat seiring waktu).
Ciri reaksi orde pertama yaitu menurunya konsentrasi reaktan seiring
dengan waktu, dan plot dari hubungan garis lurus untuk memperoleh konstanta
laju. Kemiringan garis sama dengan –k.
2. Waktu Paruh
Waktu paruh ialah waktu yang diperlukan agar konsentrasi reaktan turun
menjadi setengah dari konsentrasi awalnya. Waktu orde pertama tidak bergantung
pada konsentrasi awal reaktan.
3. Reaksi Orde Kedua
Reaksi orde kedua adalah reaksi yang lajunya bergantung pada konsentrasi
salah satu reaktan dipangkatkan dua atau pada konsentrasi dua reaktan berbeda
yang masing – masingnya dipangkatkan satu. Jenis yang paling sederhana
melibatkan hanya satu molekul reaktan:
A → produk
dengan
laju = -

∆[ A]
∆t

dari hukum laju
laju = k[A]2
hasil integral untuk memperoleh hubungan antara konsentrasi pereaksi terhadap
waktu :

1
1

=k . t
[
A
]0
[A]
Satu jenis reaksi orde kedua yang lain ialah
A + B → produk
dan hukum lajunya ialah
laju = k[A][B]
Reaksi ini adalah reaksi orde pertama dalam A dan orde pertama dalam B,
sehingga orde reaksi keseluruhanya adalah 2. Reaksi orde pertama dan kedua
merupakan jenis reaksi yang paling lazim. Reaksi dengan orde ke-nol jarang
terjadi. Untuk reaksi orde ke-nol hukum lajunya ialah
laju = k[A]0
=k
4. Reaksi Orde Ketiga
Suatu reaksi dapat dinyatakan dengan :
−d [ A ]
= k [A]3
dt
Hasil integral untuk memperoleh hubungan antara konsentrasi pereaksi terhadap
waktu :
¿ - ¿ = k.t
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa semakin besar konsentrasi
larutan, maka semakin cepat suatu reaksi akan berlangsung, sedangkan jika
konsentrasi suatu larutan kecil, maka semakin lama waktu yang dibutuhkan
larutan tersebut untuk bereaksi.
Reaksi yang berlangsung dalam percobaan adalah sebagai berikut:
2 HCl(aq) + Na2S2O3(aq) → 2 NaCl(aq) + H2O(l) + SO2(g) + S(s)
Saat asam klorida dicampurkan dengan natrium tiosulfat, warna larutan
berubah menjadi putih keruh. Hal ini disebabkan oleh reaksi pembentukan dan
pengendapan belerang. Selain menghasilkan endapan belerang, dari reaksi
dihasilkan diatas juga menghasilkan gas belerang disulfida sehingga menimbulkan
bau. Jika larutan natrium tiosulfat dibuat semakin encer atau konsentrasinya
berkurang maka, pembentukkan endapan semakin membutuhkan waktu yang

lama. Hal ini sesuai dengan teori pengaruh konsentrasi terhadap laju reaksi, yaitu
semakin tinggi konsentrasi maka, waktu reaksi semakin cepat sedangkan semakin
kecil konsentrasi maka, waktu reaksi semakin lambat.
Berdasarkan perhitungan rumus, orde reaksi Na2S2O3 didapatkan nilai y
sebesar 1, dan pada orde reaksi HCl nilai x sebesar 0. Jadi jumlah bilangan
pangkat setiap konsentrasi reaktan HCl dan Na2S2O3 adalah 1 dan 0. Sehingga
persamaan reaksinya:
V = k [Na2S2O3]1
yang berarti laju reaksi berbanding lurus dengan konsentrasi Na2S2O3 dan
konsentrasi HCl tidak mempengaruhi laju reaksi.
Pada grafik orde reaksi HCl adalah 0 dengan laju yang relative konstan
meskipun pada konsentrasi 2.5 M dan 3 M laju reaksi nya berlangsung lebih
cepat. Pada grafik orde reaksi Na2S2O3 laju reaksinya 1 dengan laju yang
meningkat sebanding dengan meningkatnya konsentrasi larutan. Perbandingan
hasil orde reaksi HCl dengan Na2S2O3 pada perhitungan dengan rumus dan grafik
adalah sama.

IV.KESIMPULAN
Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa:
Tingkat reaksi HCl dan Na2S2O3 berdasarkan perhitungan rumus
didapatkan nilai orde reaksi Na2S2O3 sebesar 1 dan nilai orde reaksi HCl sebesar 0,
sedangkan berdasarkan grafik tingkat reaksi Na2S2O3 adalah 1 yang ditandai
dengan grafik laju reaksi yang membentuk garis lurus dengan gradien positif dan
tingkat reaksi HCl adalah 0 yang ditandai dengan grafik laju reaksi yang konstan.

DAFTAR PUSTAKA

Chang, R. 2003. Kimia Dasar. Erlangga, Jakarta.
Dewati, R. 2010. Kinetika Reaksi Pembuatan Asam Oksalat Dari Sabut Siwalan
Dengan Oksidator H2O2. Jurnal Penelitian Ilmu Teknik Vol 10 (1) : 2937.
Hadyana, P.A. 2002. Kamus Kimia. Balai Pustaka, Jakarta.
Oxtoby, D.W., Gillis, H.P., dan Nachtrieb, N.H. 2001. Prinsip – Prinsip Kimia
Modern. Erlangga, Jakarta.
Prayitno. 2007. Kajian Kinetika Kimia Model, Matematik Reduksi Kadmium
Melalui Laju Reaksi, Konstante, Dan Orde Reaksi Dalam Proses
Elektrokimia. Jurnal Ganendra Vol 10 (1) : 28-29.

LAMPIRAN
1. Pengeceran
a. Perhitungan pengenceran Na2S2O3
V1. N1 = V2 . N2
V1 . 0,1 = 10 . 0,08
0,8
V1 = 0,1 = 8 mL
Keterangan:
V1. N1 = V2 . N2
V1 . 0,1 = 10 . 0,06
0,6
V1 = 0,1 = 6 mL

V1 = volume Na2S2O3 yang diperlukan
N1 = normalitas Na2S2O3 awal
V2 = volume total larutan

V1. N1 = V2 . N2
V1 . 0,1 = 10 . 0,04
0,4
V1 = 0,1 = 4 mL

N2 = normalitas Na2S2O3 yang diinginkan

V1. N1 = V2 . N2
V1 . 0,1 = 10 . 0,02
0,2
V1 = 0,1 = 2 mL
b. Perhitungan pengenceran HCl
V1. N1 = V2 . N2
V1 . 3 = 15 . 2,5
37,5
V1 = 3 = 12,5 mL
V1. N1 = V2 . N2
V1 . 3 = 15 . 2
30
V1 = 3 = 10 mL

Keterangan:
V1 = volume HCl yang diperlukan
N1 = normalitas HCl awal
V2 = volume total larutan

V1. N1 = V2 . N2
V1 . 3 = 15 . 1,5
22,5
V1 = 3 = 7,5 mL
V1. N1 = V2 . N2

N2 = normalitas HCl yang diinginkan

V1 . 3 = 15 . 1
15
V1 = 3 = 5 mL
2. Perhitungan Orde Reaksi
a. Perhitungan Orde Na2S2O3
V 1 K [ HCl]x [Na2 S 2 O 3 ] y
V 2 = K [ HCl]x [Na2 S 2 O 3 ] y
V 1 [Na2 S 2 O 3 ]y
V 2 = [Na2 S 2 O 3 ]y
0.02 [0.08] y
0.008 = [0.04] y
2.5 = 2 y
y=1
b. Perhitungan Orde HCl
V 1 K [ HCl]x [Na2 S 2 O 3 ] y
V 2 = K [ HCl]x [Na2 S 2 O 3 ] y
V 1 [HCl]x
V 2 = [HCl]x
0.006 [2] x
0.006 = [1] x
1 = 2x
x=0