Partipasi Masyarakat dalam Perencanaan P

 Partipasi Masyarakat dalam Perencanaan
Pembangunan Desa: Studi Kasus Perencanaan
Pembangunan Desa di Desa Karang Tengah, Kecamatan
Babakan Madang, Kabupaten Bogor

Thomas Oni Veriasa (H152150031)
Program Studi Perencanaan Pembangunan
Wilayah dan Perdesaan (PWD)
SEKOLAH PASCA SARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2016

PROLOG
MENGAPA PERLU PARTISIPASI DALAM PEMBANGUNAN DESA?
Lahirnya UU no 6 tahun 2014 tentang Desa, merupakan rangkaian proses yang panjang dan
penuh lika-liku dari upaya reformasi di Indonesia. Gerakan-gerakan untuk merubah
paradigma kebijakan yang sentralistik dengan kebijakan yang desentralistik semakin terus
menguat sejak lahirnya Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah
yang kemudian digantikan dengan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004, dan digantikan
lagi dengan UU 23 tahun 2014 tentang pemerintahan daerah serta direvisi 2 (dua) kali melalui

UU no 9/2015. Undang-Undang ini memberikan ruang gerak untuk mewujudkan mekanisme
pembangunan yang lebih praktis dengan kebijakan yang lebih representatif dan
mengakomodasikan kepentingan masyarakat. Dengan kata lain, bahwa pelibatan aktif
masyarakat mulai dari tingkat desa di dalam pengambilan kebijakan pembangunan daerah
mutlak diperlukan.
Keberadaan Undang-Undang desa ini, setidaknya memberikan harapan bagi perubahan
tentang tata cara pembangunan wilayah di Indonesia saat ini. Kebijakan-kebijakan yang dulu
selalu diinisiasi dengan pendekatan top-down diharapkan dapat diinisasiasi dengan
pendekatan bottom-up melalui pelibatan dan partisipasi masyarakat desa dalam perencanan
dan pengelolaan dan pengawasan pembangunan. Partisipasi ini seharusnya dibangun dan
dikembangkan mulai dari lapisan masyarakat terendah.
Pertanyaan yang muncul kemudian adalah: mengapa masyarakat perlu dilibatkan secara
langsung dalam proses pembangunan, ketika pada sistem demokrasi, rakyat telah terwakili
melalui kelembagaan legislatif? Dan di Indonesia, bukankah legislatif menjadi semakin kuat
semenjak Orde Reformasi, dibanding orde sebelumnya?
Ada dua jawaban yang dapat menjelaskan pertanyaan tersebut dan jawaban pertama adalah
klasik (serta nyata) adanya, bahwa banyak motif yang menggerakkan para wakil rakyat kita,
dan motif untuk mewakili suara konstituen bisa jadi bukan motif penggerak utama dalam
proses-proses pengambilan kebijakan publik. Jawaban kedua bersifat lebih substantif yaitu
pelibatan langsung masyarakat sangat dimungkinkan pada level perencanaan mikro, seperti

ditingkatan Rukun Tetangga (RT), Rukun Warga (RW), hingga tingkatan desa/kelurahan.
Semakin mikro (kecil) skala perencanaan, semakin tinggi pelibatan langsungnya. Dan
demikian sebaliknya. Semakin makro (luas) skala perencanaan, semakin rendah pelibatan
langsungnya, dan perwakilan menjadi dibutuhkan. Gambar 1 menunjukkan hal ini.

Gambar 1. Skala perencanaan berbanding terbalik dengan
tingkat pelibatan langsung masyarakat

Jadi, pendekatan partisipatif lebih banyak bermain di ranah pembangunan pada skala mikro
(RT, RW, dusun, hingga desa). Metode-metode partisipatif yang terkenal, seperti
Participatory Rural Appraisal (PRA/Pengkajian Perdesaan Secara Partisipatif), Rapid Rural
Appraisal (RRA/ Pengkajian Perdesaan Secara Cepat), sebagaimana namanya, adalah metode
yang diterapkan di tingkat desa.
Hal ini bukan berarti pendekatan partisipatif menjadi urusan “kecil” karena bermain di tingkat
mikro. Pertama, arus desentralisasi telah berlanjut dan tidak terbendung hingga ke tingkat
desa. Artinya, berbicara tentang otonomi daerah, pada akhirnya akan berbicara tentang
otonomi desa, berikut segala sumber daya yang diserahkan kepadanya. Kedua, konflik yang
meluas dan melibatkan masyarakat lokal yang terjadi di berbagai daerah dewasa ini, seringkali
dipicu di level mikro (khususnya terkait pengelolaan sumber daya alam). Pendekatan
partisipatif memungkinkan kita untuk lebih memahami dan mengelola potensi-potensi konflik

yang ada sehingga tidak tercetus menjadi konfrontasi dan krisis. Apalagi, pendekatan ini
membuat semua pihak dapat bersuara dan didengar, proses komunikasi yang seringkali buntu
pada fase pra-konflik di banyak kasus sehingga tercetuslah konfrontasi.
Ketiga, sistem perencanaan pembangunan yang ada di negara kita saat ini 1
memungkinkan untuk hasil perencanaan di tingkat mikro dibawa dan membentuk
perencanaan makro melalui mekanisme Musyawarah Perencanaan Pembangunan
(Musrenbang). Musrenbang awalnya dilakukan di tingkat desa, kemudian hasilnya
dimusyawarahkan pada Musrenbang Kecamatan, selanjutnya diteruskan ke Musrenbang
Kabupaten/Kota, hingga dilanjutkan ke Musrenbang Provinsi dan berujung pada Musrenbang
Nasional.
Paper ini mengambil studi kasus di desa Karang Tengah, Kecamatan Babakan Madang,
Kabupaten Bogor. Wilayah desa ini berbatasan langsung dengan kawasan konservasi yaitu
Taman Wisata Alam Gunung Pancar. Proses perencanaan pembangunan desa secara
partisipatif di desa Karang Tengah di laksanakan pada 29-31 Maret 2005 namun proses pra
kondisi dan kajian keadaan desa dilakukan sebelumnya sejak oktober 2004.
Pertanyaan penelitian dalam paper ini adalah sebagai berikut:
1. Bagaimana Desain Proses Perencanaan Partisipatif Pembangunan Desa Karang Tengah?
2. Bagaimana partisipasi masyarakat didalam setiap tahapan proses perencanaan
pembangunan desa Karang Tengah?
1


Sistem perencanaan pembangunan diatur oleh UU No. 25/2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan
Nasional dan dioperasionalkan lebih lanjut dalam PP No. 8/2008 tentang Tahapan, Tata Cara Penyusunan,
Pengendalian dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan

TINJAUAN PUSTAKA

PELIBATAN DAN PARTISIPASI MASYARAKAT
Partisipasi masyarakat adalah sebuah pendekatan untuk memberikan kesempatan bagi
masyarakat terlibat secara langsung dalam proses pengambilan keputusan terkait urusanurusan publik agar keputusan yang diambil didasari informasi yang mendekati sempurna
(quasi-perfect information) dengan tingkat penerimaan masyarakat yang tinggi. Partisipasi
masyarakat dalam pembangunan perdesaan adalah partisipasi langsung. Partisipasi langsung
(bukan partisipasi perwakilan) merupakan pendekatan partisipatif yang lebih banyak bermain
pada skala mikro (RT, RW, dusun, dan desa).
Kesempatan yang diberikan kepada masyarakat untuk berpartisipasi juga harus disertai
kewenangan yang memadai sehingga pendekatan partisipatif juga mencakup distribusi ulang
kekuasaan (redistribution of power), bukan sekadar partisipasi semu. Meskipun demikian,
masyarakat tidak dibiarkan sendiri dalam memanfaatkan kesempatan yang dibuka dan
kewenangan yang didistribusikan. Agar pemanfaatannya dapat lebih bertanggungjawab dan
berkualitas, maka diperlukan proses-proses pengorganisasian, pendampingan, penguatan,

dan pemberdayaan yang dilakukan oleh pihak-pihak luar.
Pelibatan pihak luar dalam pendekatan partisipatif adalah untuk mengorganisir,
mendampingi, menguatkan, dan memberdayakan dengan tujuan akhir adalah keberdayaan
masyarakat.
Dengan demikian, ada syarat agar pendekatan partisipatif menjadi bermakna dan bukan
partisipasi kosong belaka. Syarat tersebut adalah kesediaan pemerintah (pusat sampai desa)
untuk memberikan kesempatan dengan kewenangan kepada masyarakat pada proses-proses
pengambilan keputusan.
Oleh karena itu, partisipasi harus dibangun dan dikembangkan mulai dari lapisan masyarakat
terendah. Partisipasi di dalam demokrasi dapat membantu perkembangan di dalam melawan
sikap apatisme, frustasi dan kebencian yang timbul akibat perasaan kehilangan kuasa
(powerlessness) dan penindasan (oppression) yang terjadi di hadapan struktur kekuasaan
yang tidak responsif (Campfens, 1997).
Pelibatan komunitas ini penting di dalam mengembangkan partisipasi dan aksi kolektif yang
merupakan esensi dari pengembangan komunitas. Pelibatan komunitas adalah proses
kerjasama dari bekerja dengan komunitas untuk mengatasi kehidupan yang lebih baik,
melintasi batas-batas disiplin ilmu dan menggunakan beberapa pengetahuan dari dalam dan
luar komunitas (Lommerse, 2011 dalam Tiwari dkk, 2014)
Pelibatan komunitas ini adalah tentang belajar dan pertukaran pengetahuan, identifikasi
prioritas dan kemungkinan, membuat keputusan, dan membuat sesuatu terjadi. Beeck dkk

2011 dalam Tiwari, 2014 menjelaskan bahwa pelibatan komunitas seharusnya dikonsepkan

sebagai cara-cara bekerja, membentuk dan mengelola lingkungan melalui pengembangan
strategi, proses, desain dan konstruksi.
Salah satu indikator keberhasilan dalam tahap pelibatan komunitas adalah terbangunnya
kepercayaan (trust building). Kepercayaan dan kredibilitas adalah faktor yang esensi di dalam
membangun hubungan dan seharusnya dilihat sebagai perekat dan pemersatu bersama. Ada
dua hal yang perlu di bangun terkait dengan kepercayaan yaitu 1) kepercayaan komunitas
dengan pendamping, 2) kepercayaan di antara anggota komunitas.
Kepercayaan diantara anggota komunitas adalah basis yang membentuk modal sosial
komunitas. Kepercayaan akan berkembang ketika individuindividu saling percaya dan
berjaringan satu dengan yang lain di dalam sebuah institusi (Svendsen dan Svendsen, 2009).
Modal sosial yang dibangun oleh kepercayaan diantara individu di dalam komunitas akan
berkontribusi besar terhadap keberhasilan aksi kolektif (collective action).
BERBAGAI TIPE PARTISIPASI
Berbagai tipe partisipasi dideskripsikan oleh Pretty J. N (1995) yang diadaptasikan dari Adnan
dkk (1992) yaitu:
• Keikutsertaan pasif. Orang mengambil bagian dengan diberitahukan apa yang akan
terjadi atau apa yang telah telah terjadi. Misalnya pengumuman secara sepihak oleh
suatu administrasi atau oleh manajemen proyek; tanggapan masyarakat tidak

diperhitungkan. Informasi yang diberikan hanya dimiliki oleh para profesional dari luar.
• Keikutsertaan di dalam memberi informasi. Orang mengambil bagian dengan menjawab
pertanyaan yang diajukan oleh manager proyek dan peneliti dengan menggunakan
daftar pertanyaan survei atau pendekatan serupa. Orang tidak mempunyai kesempatan
untuk mempengaruhi cara bekerja, seperti hasil penemuan dari penelitian atau
merancang disain tidak bersama maupun mengecek ketelitiannya.
• Keikutsertaan dengan konsultasi. Orang mengambil bagian dengan menjadi konsultan,
dan pelaksana eksternal mendengarkan pandangan. Pelaksana eksternal ini
menggambarkan solusi dan permasalahan, dan bisa dimodifikasi dipandang dari sudut
tanggapan masyarakat. Proses konsultatif seperti itu tidak mengizinkan apapun bagian
dalam pengambilan keputusan dan para profesional tidak berkewajiban untuk
mengumumkan pandangan masyarakat.
• Keikutsertaan untuk insentif material. Orang mengambil bagian dengan menyediakan
sumber daya, sebagai contoh bekerja keras, sebagai penukar makanan, tunai atau
insentif material lain. Banyak di tempat asal penelitian dan bio-prospecting masuk dalam
kategori ini, sebab orang perdesaan menyediakan sumber daya tetapi tidak dilibatkan di
dalam percobaan atau proses pembelajaran. Adalah sangat umum untuk melihat hal ini
dan disebut partisipasi, sekalipun begitu orang tidak punya kehendak untuk melakukan
perpanjangan aktivitas manakala insentif berakhir.
• Keikutsertaan fungsional. Orang mengambil bagian dengan pembentukan kelompok

untuk mencapai sasaran hasil yang ditentukan berhubungan dengan proyek, yang dapat
melibatkan promosi atau pengembangan organisasi sosial yang diaktifkan secara
eksternal. Keterlibatan seperti ini tidak cenderung untuk tercapai pada tahap awal
perencanaan atau siklus proyek, sampai keputusan utama telah dibuat. Institusi ini
cenderung menjadi bergantung pada pemrakarsa eksternal dan facilitators, tetapi bisa
menjadi mandiri.

• Keikutsertaan interaktif. Orang mengambil bagian dalam analisa sambungan, yang
menuju ke arah rencana tindakan dan pembentukan kelompok lokal baru atau
memperkuat yang ada. Kegiatan ini cenderung untuk melibatkan metodologi
interdisciplinary yang mencari berbagai perspektif dan menggunakan proses
pembelajaran tersusun dan sistematis. Kelompok ini mengambil kendali atas keputusan
lokal, dengan demikian orang mempunyai suatu kehendak dalam pemeliharaan struktur
atau praktek.
• Pengerahan diri. Orang mengambil bagian dengan mengambil prakarsa, yang tidak
terikat pada institusi eksternal untuk merubah sistem. Pengerahan diri seperti ini
memulai aksi kolektif dan pengerahan yang bisa jadi untuk menghadapi tantangan
distribusi kekayaan tidak adil ada dan kekuasaan.
PERENCANAAN PARTISIPATIF
Perencanaan adalah sebuah kegiatan merancang masa depan. Perencanaan merupakan

suatu proses yang berkesinambungan yang mencangkup keputusan- keputusan atau pilihan
– pilihan berbagai alternatif penggunaan sumber daya untuk mencapai tujuan – tujuan
tertentu pada masa yang akan datang (Conyers & Hills , 1984).
Perencanaan partisipatif adalah sebuah upaya membangun konsensus (kesepakatan)
diantara beragam kepentingan yang ada di masyarakat dimana gesekan antar kepentingan
dapat menjadi bagian dari dialog sebelum konsensus dapat mewujud.
Perencanaan partisipatif juga merupakan “sebuah proses pengambilan keputusan dari
seperangkat pilihan yang tersedia mengenai tujuan yang ingin dicapai di masa depan dan aksiaksi apa yang akan dilakukan untuk mencapainya dengan mempertimbangkan sumber daya
yang tersedia”.
Dengan demikian, kesepakatan yang dibangun dalam perencanaan partisipatif meliputi tiga
bidang yaitu 1) kesepakatan mengenai penetapan tujuan (atau visi/misi), 2) kesepakatan
mengenai urutan aksi-aksi atau kegiatan yang akan dilakukan, dan 3) kesepakatan mengenai
pengalokasian sumber daya yang tersedia guna mendukung pencapaian tujuan dan
pelaksanaan aksi-aksi atau kegiatan.
Kegiatan perencanaan dilakukan melalui metode partisipatif dengan cara pengkajian
perdesaan secara partisipatif (Participatory Rural Appraisal /PRA). Dalam perencanaan ini,
komunitas dilibatkan dalam berbagai tahap, yaitu mengumpulkan, mengkategorikan
masalah, dan menganalisanya dan menemukan solusinya (Chambers, 1992.). Hal inilah yang
di sebut perencanaan partisipatif (Participatory Planning), dimana reprentasi dari setiap
lapisan masyarakat menyuarakan aspirasinya ke dalam rencana-rencana yang berkaitan

dengan kehidupan mereka.
Beberapa teknik yang digunakan adalah kajian sejarah, transek lahan, pemetaan wilayah,
analisa kerangka logis (logical frame work analysis), diskusi kelompok terfokus (Focus Group
Discussion) dan konsultasi publik.

HASIL DAN DISKUSI

GAMBARAN UMUM WILAYAH
Desa Karang Tengah merupakan desa penyangga yang berbatasan langsung dengan Tman
Wisata Alam Gunung Pancar. Taman wisata alam (TWA) G. pancar dengan luas 447,5 ha,
secara administratif berada dalam wilayah Desa Karang Tengah dan Desa Bojong Koneng,
Kecamatan Babakan Madang, Kabupaten Bogor. TWA G. Pancar merupakan daerah
konservasi yang ditetapkan
melalui SK Menhut no. 156/Kpts-II/1988 dan hak
pengusahaannya diberikan kepada PT Wana Wisata Indah melalui SK Menhut No. 54 /kptsII
/1993.
Secara topografi wilayah taman wisata alam G. pancar adalah berbukit- bukit dengan
ketinggian dari permukaan laut (dpl) 1529 m. Kemiringan yang cukup tinggi dalam kawasan
ini berpotensi untuk terjadinya longsor, banjir, berkurangnya air dan kekeringan. TWA G.
pancar memiliki alam yang indah dan udara yang sejuk. Disamping itu terdapat pula

pemandian air panas serta Goa Garunggang, sehingga menambah pesona G. Pancar sebagai
kawasan wisata. Walaupun kawasan G. pancar merupakan daerah konservasi dan wisata alam
namun desa yang berada disekitarnya, terutama desa Karang Tengah dan dusun yang ada
didalamnya merupakan daerah yang tertinggal sehingga memerlukan sentuhan-sentuhan
pembangunan.
Permasalahan utama yang mengemuka di desa Karang Tengah adalah rendahnya penghasilan
masyarakat yang disebabkan sempitnya lahan garapan pertanian, rendahnya harga jual, dan
disamping itu sistem bercocok tanam selain padi sawah tidak dilakukan secara intensif dengan
pola produksi yang belum mantap. Masalah yang cukup menonjol dalam bidang sosial adalah
rendahnya kualitas sumber daya manusia, yang diukur dari tingkat pendidikan, 90 %
masyarakat tamat Sekolah Dasar sejak tahun 1982 (sebelum tahun 1982 sebagian masyarakat
tidak tamat SD karena tidak ada fasilitas pendidikan), tamatan SMP kurang lebih 10%,
disamping itu sulitnya transportasi menyebabkan kurangnya keinginan masyarakat untuk
menyekolahkan anaknya ke jenjang yang lebih tinggi, sejalan dengan itu pula penduduk usia
sekolah sudah diharuskan membantu orang tuanya untuk menambah ekonomi keluarga.
Masuknya nilai-nilai budaya luar yang tidak bisa disaring sangat mempengaruhi perilaku
generasi penerus, yang menyebabkan berkurangnya inisiatif dan kreatifitas seperti, gotong
royong, kegiatan yang bermanfaat dibidang ekonomi, agama, pelestarian alam, SDM, dll.
Persoalan lain yang terkait dengan kawasan konservasi TWA Gunung Pancar adalah sebagai
berikut 1) Rendahnya pemahaman masayarakat tentang konservasi; 2) Tumpang tindihnya
penggunaan lahan pertanian; 3) Ketidakjelasan batas antara lahan perhutani, masyarakat,
dan TWA G. Pancar; 4) Menurunnya debit dan kualitas air sangat nyata pada musim kemarau;
5) Potensi rawan longsor.

TAHAPAN PROSES PERENCANAAN PEMBANGUNAN DESA
Tidak ada resep yang paling tepat untuk menjamin keberhasilan pembangunan desa. Hal ini
karena berkaitan dengan perilaku sosial dari masyarkat tersebut yang dinamis. Pola
pembangunan desa di suatu wilayah, tidak akan sama dengan pembangunan desa di wilayah
yang lain. Karena setiap desa memiliki karakteristik wilayah dan nilai-nilai sosial budaya yang
berbeda dengan desa yang lain.
Pusat Informasi Lingkungan Indonesia (PILI) Bogor melakukan pendampingan kepada desa
Karang Tengah dengan menggunakan Perencanaan Partisipatif Pembangunan Desa sebagai
alat pemecahan masalah dan alat pemersatu masyarakat. Terdapat 3 (Tiga) komponen utama
di dalam tahapan kegiatan perencanaan pembangunan desa secara partisipatif yang
dilakukan oleh PILI. Komponen-komponen tersebut adalah 1) Pra Kondisi Masyarakat; 2)
Pengkajian keadaan desa; 3) Perencanaan Pembangunan Desa Secara Partisipatif;
PILI: Organizer, Facilitator, Technical
Assistant

1

3 DATA REVIEW & FORMATION OF
SOSIALIZATION

Material
Preparation
and Roles
Sharing

A COMMUNITY RESEARCH TEAM

Acception of the
Community Research
Team as a Village
5 Development
Planning
PARTICIPATORY

Village Planning
(3 days)
March 29-31, 2005

VILLAGE PLANNING

December, 2004

October 7, 2004

VILLAGE LEVEL

October-December 2004

SUB-VILLAGE
(RW/KAMPUNG)

4

2 INTENSIVE SOSIALIZATION
IN EACH SUB-VILLAGE

Key Strategic/ta Focus Group
Discussion in
Person rget
Sub-Village level
Groups.
(Kampung).

TRAINING & PARTICIPATORY
ACTION RESEACH

Rapid Survey
Training for
Community
Research Team

Participatory
Action
Reseacrh on
Village
Resources in
each subvillage.

January-February, 2005

Field survey Data
verification and
group discussion
in focus on
purpose and the
utilization of
village resources
data.
Institutional Strengthening & Reconstruction of Social
Capital/Value

Sosialization of
Village Planning
and Selection of
participants in
sub village level

Gambar 2. Tahapan Proses Perencanaan Pembangunan Desa Karang Tengah,
Kecamatan Babakan Madang. Kab. Bogor.

1. Pra Kondisi
Kegiatan pra kondisi masyarakat merupakan kegiatan yang terkait dengan membangun
dukungan dan kepercayaan (trust building) kepada masyarakat; menghubungi relasi yang luas
dan kuat dengan masyarakat, mempersiapkan kader-kader lokal (local champion) untuk
melakukan mobilisasi masyarakat dalam kegiatan perencanaan partisipatif. Berbagai kegiatan
di bangun seperti upaya penyadaran bertahap bagi masyarakat dan upaya membangkitkan
nilai-nilai sosial seperti gotong royong dan kerjasama masyarakat serta kegiatan pengkajian
keadaan desa bersama masyarakat. Tahapan kegiatan pra kondisi ini dilakukan selama 3 (tiga)
bulan yaitu Oktober – Desember 2004.







Sosialiasasi Kegiatan di Tingkat Desa. Sosialisasi dilakukan di tingkat desa Karang Tengah
pada 7 Oktober 2004. PILI beserta pemerintah desa menyampaikan maksud dan tujuan
perencanaan pembangunan desa kepada para pihak yang kepentingan di tingkat desa
seperti kepala desa, kepala dusun/kampung, aparat keamanan seperti kepolisian dan
babinsa, tokoh-tokoh masyarakat dan tokoh pemuda dan pihak swasta.
Sosialisasi Intensif ke level kampung/RT/RW
Sosialisasi intensif dilakukan pada tingkat kampung dan RT/RW dengan metode Rapid
Rural Appraisal (RRA) atau pengkajian desa secara cepat dilakukan pada bukan OktoberDesember 2004. Pendamping dari PILI melakukan sosialisasi intensif dan pendekatan ke
masyarkat di tiap-tiap dusun/kampung yang secara bersamaan juga untuk
mengumpulkan data dan informasi secara cepat melalui observasi dan wawancara semiterstruktur. Selain itu, kegiatan ini juga bertujuan untuk mengidentifikasi dan
membangun kontak dengan orang kunci (key person) dan kelompok-kelompok strategis
di tiap-tiap dusun/kampung. Tahap ini merupakan langkah penting untuk masuk ke
dalam masyarakat sampai lapisan terbawah dengan mengidentifikasi kader-kader lokal
yang akan memobilisasi masyarakat dalam perencanaan partisipatif.
Review Data RRA dan Membentuk Tim Desa
Data awal yang dikumpulkan pendamping PILI ditelaah di tingkat desa bersama aparat
pemerintah desa dan sekelompok orang kunci (key person) pada akhir Desember 2004.
Tim desa kemudian dibentuk oleh pemerintah desa yang berisi aparat desa dan orangorang kunci yang telah diidentifikasi untuk melakukan kajian keadaan desa secara
mendalam.

2. Kajian Keadaan Desa
Salah satu komponen penting dalam perencanaan desa adalah data dan informasi keadaan
desa yang terkini. Kajian keadaan desa dilakukan untuk mengumpulkan data primer dengan
menggunakan metode Participatory Action Research (PAR) selama bulan Januari – Februari
2005. Tim Desa melakukan pengkajian keadaan desa dengan memetakan potensi Sumber
Daya Alam, Sumber Daya Fisik, Sumber Daya Manusia, Sumber Daya Sosial, Sumber Daya
Ekonomi beserta permasalahannya di desa Karang Tengah. Pengkajian Perdesaan secara
partisipatif berasumsi bahwa orang perdesaan (komunitas) memiliki pengetahuan berharga
mengenai pokok materi yang mempengaruhi hidup mereka. Melalui proses yang tepat,
pendekatan ini tidak hanya memberikan identifikasi permasalahan dan isu secara cepat dan
efisien, tetapi dalam banyak situasi memberikan hasil jauh lebih seksama, menyeluruh dan
mendalam, kerangka kerja dimana untuk menganalisa isu dibanding yang dapat disajikan
dengan metoda survei konvensional (FAO, 1995).
Tahapan Kajian Keadaan Desa adalah sebagai berikut:
 Training of Trainer (ToT) Tim Desa
Pelatihan Kajian Keadaan Desa kepada Tim Desa dilakukan oleh fasilitator PILI dengan
mengenalkan teknik-teknik PRA yaitu transek tata guna lahan, sketsa desa, pemetaan
potensi desa, analisis perubahan dan kecenderungan dan kajian sejarah kampung.
 Kajian Keadaan Wilayah di Setiap Kampung
Kajian keadaan desa dilakukan oleh Tim Desa di setiap wilayah kampung di desa karang
tengah. Kajian ini dilakukan selama lebih dari 1 bulan.
 Verifikasi Data Lapang bersama Masyarkat (FGD), Sosialisasi Tentang Perencanaan
Pemangunan Desa dan Seleksi Peserta dari Tiap-Tiap Kampung.

Data-data hasil kajian lapang Tim Desa kemudian didokumentasikan dan diverifikasi
bersama masyarakat di tiap-tiap kampung melalui focus group discussion (FGD). Selain
itu Tim Desa menjelaskan kepada masyarakat tentang pentingnya data keadaan desa
dalam perencanaan pembangunan desa. Bersamaan dengan itu, Tim Desa juga
mensosialisasikan rencana kegiatan musyawarah Perencanaan pembangunan desa yang
akan dilakukan. Peserta dari tiap-tiap kampung dipilih oleh masyarakat itu sendiri
berdasarkan keterwakilan kelompok.
3. Perencanan Partisipatif Pembangunan Desa
Musyawarah Perencanaan Pembangunan Desa Karang Tengah dilaksanakan pada 29-31
Maret 2005. Musyawarah diikuti oleh 85 orang peserta yang mewakili pemerintah desa dan
kelompok kepentingan dari tiap-tiap kampung. Kegiatan ini dimulai dengan persiapan
material perencanaan dan pembagian peran dari pihak yang terlibat yaitu: Pemerintah Desa,
Tim Desa, PILI dan Masyarakat. Tahapan musyawarah perencanaan dapat dijelaskan pada
Gambar 3.
Identifikasi Sumber
Daya Desa
Merumuskan

2

Mimpi/Visualisasi
VISI

Identifikasi dan

1
3

Analisa Masalah

Tim/ organisasi untuk
menindaklanjuti Hasil

Desain Proses

8

Musyawarah

perencanaan

4

Perencanaan

Merumuskan
Visi dan Misi

Pembangunan Desa
Penyusunan

7
5

Anggaran Desa
(APBDes)

Merumuskan Tujuan
dan Tindakan

6
Prioritas, Pentahapan kegiatan,
Indokator dan Tata Waktu

Gambar 3. Desain Proses Musyawaran Perencanaan Pembangunan Desa Karang
Tengah, Kecamatan Babakan Madang. Kab. Bogor.

PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM SETIAP TAHAPAN PROSES PERENCANAAN
Tahapan Perencanaan Pembangunan Desa Karang Tengah dibagi menjadi 3 (tiga) tahapan
utama yaitu Pra Kondisi, Kajian Keadaan Desa dan Perencanaan Pembangunan Desa. Dalam
setiap tahapan tersebut, masyarakat dilibatkan dalam berproses. Namun, bagaimana tipe
partisipasi masyarakat di setiap tahapan prosesnya.
Untuk mengukurnya, Cohen dan Uphoff (1980) menggambarkan dengan bagaimana proses
partisipasi terjadi. Setidaknya ada tujuh ukuran yang dapat digunakan yaitu:









Dari manakah datangnya inisiatif, apakah dari luar ataukah dari orang lokal itu sendiri?
Apa insentif bagi orang lokal untuk berpartisipasi, apakah kesukarelaan (voluntary
participation), ataukah karena dibayar (remunerated participation), ataukah karena
instruksi/paksaan (coercive participation)/
Bagaimana pola pengorganisasian dari partisipasi, apakah orang berpartisipasi sebagai
individu atau sebagai kolektif (anggota suatu kelompok)?
Apakah orang berpartisipasi secara langsung (direct participation) ataukah diwakili
oleh orang lain (indirect representation)?
Seberapa lama durasi partisipasi yang direncanakan?
Seberapa banyak (lingkup) aktivitas-aktivitas yang akan dipartisipasikan?
Seberapa tinggi tingkat partisipasi orang lokal?

1. Partisipasi Masyarakat Pada Tahap Pra Kondisi
Pada tahap Sosialisasi, sosialisasi intersif dan Rapid Rural Appraisal (RRA),
pendamping/peneliti melibatkan masyarakat sebagai pemberi informasi dan konsultasi.
Keikutsertaan di dalam memberi informasi adalah masyarakat mengambil bagian dengan
menjawab pertanyaan yang diajukan oleh pendamping/peneliti dengan menggunakan
daftar pertanyaan survei atau pendekatan serupa. Masyarakat juga terlibat dalam
konsultasi dan menggambarkan solusi serta permasalahan dari sudut tanggapan
masyarakat.
2. Partisipasi Masyarakat Dalam Tahap Kajian Keadaan Desa
Pada tahap ini partisipasi masyarakat dalam kegiatan sudah lebih baik. Masyarakat secara
sukrela mulai terlibat dan bekerjasama dalam penelitian keadaan desanya sendiri dan
secara langsung memberikan umpan balik terhadap keakuratan data hasil kajian. Tim Desa
Yang berisikan orang desa berjumlah 14 orang dan keterlibatan masyarakat dalam
melakukan verifikasi data kajian di tiap-tiap dusun/kampung merupakan tipe partisipasi
Keikutsertaan fungsional.
3. Partisipasi Masyarakat Dalam Tahap Perencanaan Partisipatif Pembangunan Desa
Pada tahap perencanan partisipatif pembangunan desa, partisipasi masyarakat
menekankan pada partisipasi dalam menganalisa masalah, yang menuju ke arah rencana
tindakan dan pembentukan kelompok lokal baru atau memperkuat yang ada. Partisipasi
masyarakat dalam perencanaan lebih menekankan pengambilan keputusan secara sadar
oleh masyarakat atas pilihan-pilihan yang tersedia. Dalam kegiatan ini PILI memfasilitasi
perencanaan dengan metodologi interdisciplinary yang mencari berbagai perspektif dan
menggunakan proses pembelajaran tersusun dan sistematis. Partisipasi masyarakat dalam
perencanaan pembangunan desa Karang Tengah merupakan tipe partisipasi keikutsertaan
interaktif.

EPILOG
Keseluruhan tahapan kegiatan perencanaan pembangunan desa merupakan
rangkaian kegiatan untuk membangun dukungan dan kepercayaan (trust building) kepada
masyarakat; membangun relasi yang luas dan kuat dengan masyarakat, mempersiapkan
kader-kader lokal (local champion) dan sebagai upaya penyadartahuan bertahap bagi
masyarakat serta upaya membangkitkan nilai-nilai sosial seperti gotong royong dan
kerjasama masyarakat.
Pendekatan yang digunakan dalam Perencanaan Pembangunan Desa Karang Tengah
adalah pendekatan partisipatif. Pendekatan partisipatif digunakan agar masyarakat dapat
menjadi pelaku utama di dalam Perencanaan Pembangunan Desa. Pendekatan ini juga
menempatkan masyarakat sebagai pengambil keputusan pembangunan desa. Dengan
memiliki rencana pembangunan desa, posisi tawar desa Karang Tengah akan meningkat
ketika bersinergi dengan pemangku kepentingan (stake holder) lainnya.
PUSTAKA
Campfens, Hubert (Eds). 1997. Community Development Around The World: Practice, Theory,
Research, Training. University of Toronto Press. Toronto, Canada.
Cernea MM. 1992. The Building Blocks of Participation: Testing a Social Methodology. Di
dalam: Bhatnagar B & Williams AC, editor. Participatory Development and the World
Bank: Potential Directions for Change. Washington, D.C.: The World Bank.
Chambers, Robert. 1992. Rural Appraisal: Rapid, Relaxed, and Participatory. Institute of
Development Studies Discussion Paper 311. Sussex: HELP.
Crush, Jonathan. 1995. Power of Development. Routledge. New York
Food and Agriculture Organization of United Nations (FAO). 1995. Planning for sustainable
use of land resources. Towards a new approach. FAO Land and Water Bulletin, Volume 2.
Rome
Frank, Flo and Anne Smith. 1999. The Community Development Handbook: A Tool To Build
Community Capacity. Canada. Minister of Public Works and Government Services Canada.
Hogue, Teresa. (1993). Community Based Collaboration: Community Wellness Multiplied.
Oregon State University. Oregon Center for Community Leadership.
Kumar, Somesh dan A. Shanti Kumari. 1991. The Thippapur Experience: A PRA Diary. RRA
Notes Participatory Methods for Learning and Analysis No 14. IIED.London.
Nasdian, Fredian Tonny. 2014. Pengembangan Masyarakat. Yayasan Pustaka Obor Indonesia.
Jakarta
Phillips, Rhonda dan Robert H. Pittman. 2008. An Introduction to Community Development.
Taylor & Francis E-Library. New York.
Svendsen, Gert Tinggaard dan Gunnar Lind Haase Svendsen. 2009. Handbook of Social Capital:
The Troika of Sociology, Political Science and Economics. Edward Elgar Publishing Limited.
UK.
Tiwari, Reena, Marina Lommerse, Dianne Smith. 2014. M2 Models and Methodologies for
Community Engagement. Springer Science – Business Media Singapore. Singapore.

View publication stats