Ardi Novra Integrated Model of the CSR P

LAPORAN PENELITIAN PUSAT-PUSAT PENELITIAN LEMBAGA PENELITIAN UNIVERSITAS JAMBI JUDUL PENELITIAN MODEL INTEGRASI PROGRAM CSR (Corporate Social Responsibility) DALAM PERENCANAAN PEMBANGUNAN PARTISIPATIF PENELITI

Dr. Ir. ARDI NOVRA, MP NIDN 0026116804

UNIVERSITAS JAMBI NOVEMBER, 2014

HALAMAN PENGESAHAN

1. Judul Penelitian : Model Integrasi Program CSR (Corporate Social Responsibility) dalam Perencanaan Pembangunan Partisipatif

2. Nama Ketua Peneliti

: Dr. Ir. Ardi Novra, MP

3. NIP

4. Pangkat/Golongan

: Pembina/IV a

5. Bidang Keahlian : Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan

6. Pusat Penelitian

: Puslit CSR

7. Perguruan Tinggi

: Universitas Jambi

8. Alamat Kantor : Kampus Unja Pinang Masak KM 14 Mendalo

Darat – Jambi

9. Alamat Rumah : Barcelona Regency F-16 Keluarahan Mayang Kecamatan Kota Baru, Jambi.

10. No. Telepon/Faks

11. e-mail

: ardnov@yahoo.com

12. Waktu Penelitian

: 6 (enam) bulan

13. Pembiayaan : Rp. 10.000.000 (sepuluh juta rupiah)

14. Lokasi Penelitian

: Kabupaten Batanghari

Jambi, 27 November 2014 Mengetahui,

Ketua Peneliti,

Ketua Lemlit UNJA

Dr. Ir. Adriani, MSi Dr. Ir. Ardi Novra, MP

NIP: 196701211993032001 NIP. 196811261994121001

RINGKASAN

Model pembangunan partisipatif merupakan pola pembangunan yang melibatkan semua pihak (pelaku) dalam proses pengambilan keputusan yang langsung mempengaruhi mereka yang terkena dampak pembangunan. Pelibatan masyarakat merupakan wujud dari a) penghargaan terhadap keberadaan manusia merdeka yang berhak untuk menetapkan sendiri nasibnya, b) kesempatan menjalankan tanggung jawab sosial sesuai fitrahnya sebagai manusia, dan c) kesempatan mendapatkan pengetahuan dan informasi yang sama. Senada dengan hal tersebut Corporate Social Responsibility (CSR) merupakan komitmen dunia usaha untuk bertindak etis, beroperasi secara legal dan berkontribusi dalam peningkatan ekonomi dan kualitas hidup karyawan dan keluarganya, komunitas lokal dan masyarakat (Budimanta, dkk., 2004).

Tujuan penelitian survey menggunakan pendekatan study data nyata atau lebih dikenal dengan Stock Taking Study (STS) ini adalah untuk mendesain suatu model deskriptif pengintegrasian program CSR dalam perencanaan pembangunan partisipatif. Penelitian direncanakan selama 6 bulan dengan unit analisis adalah pelaku Program Pengembangan Sistem Pembangunan Partisipatif (P2SPP) dalam Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat – Mandiri Perdesaan (PNPM-MP) Kabupaten Batanghari. Pengumpulan data dalam STS menggunakan pendekatan wawancara mendalam (indept interview) dengan lingkup pertanyaan praktek- praktek baik (best practice), cerita sukses (succes stories), kendala dan lingkup (constraint and scoping) integrasi, serta dukungan kebijakan (supporting policy). Hasil wawancana akan disusun dalam bentuk catatan lapangan (field note) dan selanjutnya akan dilakukan analisis deskriptif untuk mendesain suatu model kelembagaan integrasi program CSR dalam perencanaan pembangunan partisipatif. Hasil penelitian mengindikasikan bahwa introduksi program CSR melalui sharing pembiayaan pembangunan partisipatif potensial dilakukan dalam proses peencanaan pembangunan pada aras kecamatan. Penintegrasian dapat dilakukan melalui 3 model yaitu 1) Introduksi Dana CSR dalam Mekanisme PNPM-P2SPP,

2) Pendanaan Usulan Desa/Kelurahan Tidak Lolos Kompetisi dan 3) Pengembangan Musrenbang CSR. Alternatif model ketiga berupa pengembangan Musrenbang CSR tersendiri guna menutupi berbagai kelemahan pada alternatif 1 dan 2 diikuti oleh usulan desa/kelurahan sasaran pembinaan program CSR melalui perwakilan kecamatan. Pelaksanaan Musrenbang CSR akan lebih efektif dan efisien jika pemerintah daerah baik melalui instansi terkait maupun melalui fasilitator kabupaten PNPM-P2SPP dapat menggalang dana CSR dan perusahaan memiliki perspektif yang sama tentang pentingnya pengintegrasian yang bertujuan untuk lebih mengkoordinasikan program pembangunan agar sesuai kebutuhan dan tidak saling tindih. Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa dibutuhkan komitmen pemerintah daerah, pelaku PNPM dan dunia usaha (perusahaan) dalam mendorong pengintegrasi berbagai sumberdaya dan dana pembangunan.

Kata Kunci: Integrasi, CSR, partisipatif, perencanaan dan pembangunan

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

13

3.1. Tahapan Penarikan Sampel ...............................................................

14

3.2. Tahapan Analisis Deskriptif dan Output Diharapkan ........................

17

4.1. Tahapan Perencanaan Pembangunan Daerah....................................

20

4.2. Proses dan Tahapan P2SPP................................................................

34

4.3. Tahapan dalam Mekanisme Musrenbang CSR..................................

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Pembangunan adalah proses perubahan struktural dalam masyarakat yang terjadi dalam masyarakat dan tidak hanya menyangkut pada pertumbuhan ekonomi tetapi mencakup 3 nilai pokok yaitu a) berkembangnya kemampuan masyarakat memenuhi kebutuhan hidup pokok (basic needs), b) meningkatnya rasa harga diri (self esteem) masyarakat sebagai manusia dan c) meningkatnya kemampuan (freedom from servitude) sebagai bagian dari HAM. Partisipasi masyarakat merupakan salah satu indikator keberhasilan pembangunan, artinya sehebat apapun hasil pembangunan tetapi mengabaikan aspirasi dan peran serta masyarakat maka tetap dinyatakan sebagai pembangunan yang gagal.

Sedikitnya terdapat 3 alasan mengapa dalam pembangunan harus melibatkan partisipasi masyarakat (Conyer, 1991), yaitu a) partisipasi merupakan suatu alat guna memperoleh informasi mengenai kondisi, kebutuhan dan sikap masyarakat setempat yang tanpa kehadirannya program/proyek pembangunan akan gagal, b) masyarakat akan lebih mempercayai program/proyek pembangunan jika dilibatkan dalam proses persiapan dan perencanaannya karena mereka lebih mengetahui keberadaan proyek, dan c) adalah suatu hak demokrasi jika masyarakat dilibatkan dalam pembangunan masyarakat sendiri.

Salah satu program pembangunan partisipatif adalah Program Pengembangan Sistem Pembangunan Partisipatif (P2SPP) sebagai upaya mengintegrasikan pengelolaan pembangunan partisipatif pola PNPM-MP ke dalam sistem reguler (Musrenbang). P2SPP mendorong penyelarasan perencanaan teknokratis, politis dengan partisipatif yang pada dasarnya memiliki dua agenda besar, yaitu peningkatan kapasitas masyarakat dan penguatan pemerintahan lokal dalam penyelenggaraan pembangunan berbasis pemberdayaan masyarakat. P2SPP memberikan tekanan pada aspek penguatan pemerintahan lokal. Karena penguatan dan pelembagaan pembangunan partisipatif hanya dapat dilakukan Salah satu program pembangunan partisipatif adalah Program Pengembangan Sistem Pembangunan Partisipatif (P2SPP) sebagai upaya mengintegrasikan pengelolaan pembangunan partisipatif pola PNPM-MP ke dalam sistem reguler (Musrenbang). P2SPP mendorong penyelarasan perencanaan teknokratis, politis dengan partisipatif yang pada dasarnya memiliki dua agenda besar, yaitu peningkatan kapasitas masyarakat dan penguatan pemerintahan lokal dalam penyelenggaraan pembangunan berbasis pemberdayaan masyarakat. P2SPP memberikan tekanan pada aspek penguatan pemerintahan lokal. Karena penguatan dan pelembagaan pembangunan partisipatif hanya dapat dilakukan

Menurut Ahmad dalam 108CSR.com (2012), selama ini dana CSR belum optimal dalam realisasinya dan paling tidak ada dua persoalan utama, yakni belum terumuskan pola sinergitas program dan pengelolaan CSR antara masyarakat, perusahaan dan pemda. Salah satu alternatif peluang untuk meningkatkan sinergitas tersebut adalah melalui pengintegrasian program CSR dengan program pemberdayaan masyarakat desa oleh pemerintah. P2SPP lebih mengedepankan sistem perencanaan dan pengelolaan pembangunan berbasis partisipasi dengan guna menjamin akuntabilitas dan transparansi pengelolaan kegiatan. Berdasarkan hal tersebut maka pengintegrasian program CSR dengan P2SPP potensial dilakukan karena secara mendasar memiliki prinsip yang sama, tetapi perlu suatu kajian model pengintegrasian.

Program Pengembangan Sistem Pembangunan Partisipatif (P2SPP) adalah upaya mengintegrasikan pengelolaan pembangunan partisipatif pola PNPM Mandiri Perdesaan (PNPM-MP) ke dalam sistem reguler. Pelaksanaan PNPM- MP berada di bawah binaan Direktorat PMD Kementrian Dalam Negeri dengan dukungan pembiayaan bersumber dari alokasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), dan Daerah (APBD), partisipasi dari CSR (Corporante Social Responcibility) dan dari dana hibah serta pinjaman dari sejumlah lembaga dan negara pemberi bantuan dibawah koordinasi Bank Dunia.

Pemanfaatan dana CSR untuk mendukung program pemerintah Provinsi Jambi sudah mulai dilaksanakan terutama dalam program Samisake (Satu Milyar Satu Kecamatan) yang diluncurkan pada tahun 2011 oleh Gubernur Jambi. Program Samisake mencakup delapan pilot proyek, yaitu bedah rumah, sertifikat tanah gratis, UMKM, jamkesmasda, beasiswa, bakorluh, pengadaan kendaraan roda enam dan kendaraan roda tiga. Pada sisi lain, pemanfaatan dana CSR untuk mendukung program P2SPP masih sangat rendah dan bahkan belum dilakukan sama sekali padahal potensi dana CSR sangat besar. Potensi dana Provinsi

Jambi jika dihitung berdasarkan analisis proyeksi progresif (perusahaan membayar maksimal) mencapai angka Rp 428 M, sedangkan berdasarkan analisis proyeksi pesimis mencapai Rp 28,5 M (Lemlit Unja dalam 108CSR.com, 2012). CSR yang diartikan sebagai komitmen usaha untuk bertindak etis, beroperasi secara legal dan berkontribusi dalam peningkatan ekonomi dan kualitas hidup karyawan dan keluarganya, komunitas lokal dan masyarakat (Budimanta dkk., 2004) secara pinsip memiliki tujuan yang sama dengan PNPM-MP.

Kesamaan tujuan dasar ini menyebabkan kedua program pada dasarnya dapat diintegrasikan satu sama lain, sehingga memberikan dampak positif yang lebih besar baik bagi masyarakat, perusahaan maupun pemerintah. Integrasi program akan mendorong program yang saling melengkapi antara kedua program, karena akan berbasis pada kebutuhan masyarakat. Ketersediaan infrastruktur SDM dalam program PNPM-MP akan mengurangi beban biaya monitoring dan supervisi oleh perusahaan terutama dalam memastikan pemanfaatan dana CSR yang akuntabel dan transparan oleh masyarakat binaan. Menurut Novra (2013) salah satu kelebihan dari perencanaan partisipatif disamping melibatkan masyarakat secara penuh mulai dari perencanaan, pembangunan sampai pada perawatan juga seluruh informasi pengelolaan dana dilakukan terbuka. Perencanaan oleh masyarakat yang dilakukan secara berjenjang mulai dari tingkat bawah (bottom up) mampu mendorong proses pembangunan yang sesuai kebutuhan.

Berdasarkan uraian pada latar belakang dan identifikasi permasalahan, maka dapat dikembangkan rumusan masalah sebagai berikut:

a. Bagaimanakah peluang pengintegrasian antara program CSR dengan program perencanaan pembangunan partisipatif PNPM-MP?.

b. Bagaimanakah model integrasi antara program CSR dengan program perencanaan pembangunan partisipatif PNPM-MP?.

1.2. Tujuan Penelitian

Secara umum tujuan penelitian adalah mengembangkan model integrasi program CSR dengan PNPM-MP yang memiliki dampak luas bagi upaya pemberdayaan dan kemandirian masyarakat, sedangkan secara khusus tujuan penelitian adalah;

a. Menganalisis potensi dan peluang pengintegrasian antara program CSR dengan program perencanaan pembangunan partisipatif PNPM-MP.

b. Mendesain suatu model integrasi antara program CSR dengan program perencanaan pembangunan partisipatif PNPM-MP.

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Perkembangan Program CSR

Corporate Social Responsibility (CSR) diartikan sebagai komitmen usaha untuk bertindak etis, beroperasi secara legal dan berkontribusi untuk peningkatan ekonomi beersamaan dengan peningkatan kualitas hidup karyawan dan keluarganya, komunitas lokal dan masyarakat luas (Budimanta, dkk., 2004,). Menurut Irianta (2004), CSR sebagai komitmen berkelanjutan kalangan bisnis untuk berprilaku etis dan memberikan sumbangan pada pembangunan ekonomi sekaligus memperbaiki kualitas hidup. Sedangkan menurut Kotler dan Nancy (2005), CSR merupakan komitmen perusahaan meningkatkan kesejahteraan komunitas melalui praktik bisnis yang baik dan mengkontribusikan sebagai sumber daya perusahaan. Pelaksanaan CSR penting guna membantu perusahaan menciptakan citra positifnya sehingga seharusnya bukan dilihat sebagai sentra biaya (cost) melainkan sebagai sentra laba (profit) (Wibisono, 2007).

Setiap proses pembangunan diharapkan mampu memanfaatkan segala potensi sumberdaya secara optimal termasuk sumberdaya lokal maupun sumberdaya finansial. Selama ini program CSR belum efektif karena lebih banyak berorientasi pada kegiatan yang bersifat “charity”. Paradigma baru CSR menyatakan bahwa perlu dibedakan antara program CSR dengan kegiatan charity, dimana charity hanya berlangsung sekali atau sementara waktu dan biasanya cenderung menimbulkan ketergantungan publik terhadap perusahaan, sedangkan CSR merupakan program yang berkelanjutan dan bertujuan menciptakan kemandirian.

CSR bukan sentra biaya (cost center) melainkan sentra laba (profit center) dimasa mendatang, jika diabaikan kemudian terjadi insiden maka biaya dikeluarkan untuk recovey bisa jadi lebih besar dibandingkan biaya yang dihemat melalui peniadaan CSR itu sendiri dan resiko non-finansial lain berupa buruknya citra perusahaan dimata publik (Wibisono, 2007). Implementasi CSR CSR bukan sentra biaya (cost center) melainkan sentra laba (profit center) dimasa mendatang, jika diabaikan kemudian terjadi insiden maka biaya dikeluarkan untuk recovey bisa jadi lebih besar dibandingkan biaya yang dihemat melalui peniadaan CSR itu sendiri dan resiko non-finansial lain berupa buruknya citra perusahaan dimata publik (Wibisono, 2007). Implementasi CSR

Menurut Zaidi (2003) dalam Ambadar (2008), terjadi pergeseran paradigma pelaksanaan CSR dari corporate charity, corporate philantrophy ke corporate citizenship . Haman dan Acutt (2003) mengemukakan motivasi utama CSR terkait dengan masalah akomodasi (kebijakan bisnis bersifat superfisial dan parsial) dan masalah legitimisasi (wacana mempengaruhi). Ambadar (2008) mengemukakan motivasi dan manfaat diharapkan dengan adanya CSR yaitu 1) terhindar dari reputasi negatif (hanya mengejar keuntungan jangka pendek), 2) kerangka kerja etis yang kokoh membantu manajer dan karyawan menghadapi masalah seperti permintaan lapangan kerja di lingkungan dimana perusahaan bekerja, 3) mendapat rasa hormat dari kelompok inti masyarakat yang membutuhkan keberadaan perusahaan, dan 4) perilaku etis perusahaan agar aman terhadap gangguan lingkungan sekitar dan beroperasi dengan lancar.

The World Business Council for Sustainable Development (WBSCD) mendefinisikan CSR sebagai komitmen dunia usaha untuk berkontribusi dalam pembangunan ekonomi berkelanjutan, bersamaan dengan peningkatan kualitas hidup karyawan dan keluarganya sekaligus peningkatan kualitas komunitas lokal dan masyarakat luas (Wibisono, 2007). European Multi-stakeholder Forum on CSR tanggal 29 Juni 2004 mendefiniskan CSR sebagai konsep terintegrasi di mana perusahaan memperhatikan aspek sosial dan lingkungan serta stakeholder lainnya eoperasi bisnis mereka atas dasar sukarela (Wibisono, 2007).

CSR dapat diartikan sebagai komitmen perusahaan untuk mempertanggung jawabkan dampak operasinya dalam dimensi sosial, ekonomi dan lingkungan, serta secara terus menerus menjaga agar dampak tersebut memberikan manfaat pada masyarakat dan lingkungan hidup (Achda, 2006). Perlu dibedakan antara program Corporate Social Responsibility dengan kegiatan charity, dimana charity hanya berlangsung sekali atau sementara waktu dan biasanya justru menimbulkan ketergantungan publik terhadap perusahaan, sedangkan CSR merupakan program yang berkelanjutan dan bertujuan untuk menciptakan kemandirian (Paradigma Baru CSR, 2006).

2.2. Pendekatan Perencanaan Pembangunan

Perencanaan pembangunan merupakan tahapan awal dalam proses pembangunan sebelum diimplementasikan dan menjadi penting untuk menyesuaikan tujuan yang ingin dicapai dengan sumber daya tersedia serta berbagai alternatif yang mungkin diperlukan. Untuk itu makna perencanaan pembangunan menurut Tjokrowinoto (1993) adalah sebagai suatu konsep yang menyangkut dua aspek yaitu sebagai suatu proses perumusan rencana pembangunan dan sebagai substansi dari rencana pembangunan itu sendiri. Proses perumusan rencana berkaitan dengan aktivitas bagaimana sebuah perencanaan pembangunan disusun, kapan dan siapa saja pihak-pihak yang terlibat, sedangkan substansi rencana berbicara mengenai apa isi dari rencana pembangunan yang disusun, permasalahan pokok dan isu strategis yang mendesak diselesaikan dalam pembangunan.

Pada konteks pembangunan daerah dikenal perencanaan pembangunan daerah yang diartikan sebagai suatu proses perencanaan yang dimaksudkan untuk melakukan perubahan menuju arah perkembangan lebih baik bagi suatu komunitas masyarakat, pemerintah dan lingkungannya dalam wilayah tertentu dengan mendayagunakan berbagai sumberdaya yang ada, dan memiliki orientasi yang bersifat menyeluruh, lengkap, tetapi tetap berpegang pada azas prioritas. Perencanaan pembangunan daerah memiliki dimensi kewilayahan Pada konteks pembangunan daerah dikenal perencanaan pembangunan daerah yang diartikan sebagai suatu proses perencanaan yang dimaksudkan untuk melakukan perubahan menuju arah perkembangan lebih baik bagi suatu komunitas masyarakat, pemerintah dan lingkungannya dalam wilayah tertentu dengan mendayagunakan berbagai sumberdaya yang ada, dan memiliki orientasi yang bersifat menyeluruh, lengkap, tetapi tetap berpegang pada azas prioritas. Perencanaan pembangunan daerah memiliki dimensi kewilayahan

Pendekatan yang digunakan dalam penyusunan perencanaan pembangunan daerah sesuai PP No. 8 Tahun 2008 adalah kombinasi pendekatan politik, teknokratik, partisipatif, atas-bawah (top down) dan bawah-atas (bottom up).

a. Pendekatan politik berkaitan dengan mekanisme pemilihan kepala daerah secara langsung oleh rakyat. Sebelum dipilih oleh rakyat, calon kepala daerah merumuskan visi dan misinya sebagai janji yang akan dilaksanakan apabila terpilih menjadi kepala daerah. Visi dan misi tersebut kemudian dijabarkan menjadi RPJM Daerah untuk jangka waktu 5 (lima) tahun selama kepala daerah terpilih memimpin daerah. Namun dalam penyusunan RPJM Daerah tersebut harus tetap mengacu kepada RPJP Daerah dan memperhatikan RPJP Nasional.

b. Pendekatan teknokratik berkaitan dengan profesionalisme dan keahlian penyusunan perencanaan pembangunan daerah. Bahwa penyusunan rencana pembangunan daerah perlu mempertimbangkan berbagai aspek dan keahlian sehingga hasil yang diperoleh bisa menyelesaikan masalah yang dihadapi daerah secara komprehensif.

c. Pendekatan partisipatif merupakan upaya melibatkan masyarakat dan para pemangku kepentingan (stake holder) dalam proses penyusunan perencanaan pembangunan daerah. Pergeseran pemahaman bahwa masyarakat bukan sekedar obyek tetapi juga merupakan pelaku pembangunan mendorong pelibatan masyarakat dalam proses penyusunan perencanaan pembangunan mulai dari tingkat bawah (desa/kelurahan). Partisipasi masyarakat juga merupakan wujud transparansi pemerintah dalam melaksanakan pembangunan daerah sesuai dengan asas-asas umum c. Pendekatan partisipatif merupakan upaya melibatkan masyarakat dan para pemangku kepentingan (stake holder) dalam proses penyusunan perencanaan pembangunan daerah. Pergeseran pemahaman bahwa masyarakat bukan sekedar obyek tetapi juga merupakan pelaku pembangunan mendorong pelibatan masyarakat dalam proses penyusunan perencanaan pembangunan mulai dari tingkat bawah (desa/kelurahan). Partisipasi masyarakat juga merupakan wujud transparansi pemerintah dalam melaksanakan pembangunan daerah sesuai dengan asas-asas umum

d. Pendekatan atas-bawah (top-down) dalam proses penyusunan perencanaan pembangunan daerah melibatkan Bappeda dan SKPD. Pendekatan bawah atas (bottom-up) dilakukan mulai dari pengusulan program atau proyek dari tingkat bawah (desa/kelurahan) oleh masyarakat. Penyelenggaraan Musrenbang dari tingkat desa/kelurahan yang dimaksudkan sebagai wahana menyerap aspirasi masyarakat dalam pembangunan yang kemudian hasilnya akan dibawa ke Musrenbang tingkat kecamatan dan selanjutnya Musrenbang tingkat kabupaten/kota. Program dan proyek yang diusulkan oleh masyarakat akan dinilai dari urgensi dan kemampuan pemerintah di tingkat bawah dalam melaksanakan usulan tersebut. Sejauh mana urgensi dan kemampuan pemerintah berkaitan dengan berbagai usulan yang masuk akan menentukan pelaksanaan program dan proyek nantinya. Apabila suatu usulan dianggap sangat urgen tetapi tidak mampu dilaksanakan oleh pemerintah di tingkat bawah maka akan diusulkan untuk dibawa ke Musrenbang di atasnya, yaitu di tingkat kecamatan, kabupaten/kota, provinsi dan nasional.

Implementasi otonomi daerah dan desentralisasi di Indonesia menuntut perubahan paradigma perencanaan dan keuangan daerah yang bersifat komprehensif mengarah kepada transparansi, akuntabilitas, demokratisasi, desentralisasi dan partisipasi masyarakat. Merujuk pada Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional, perencanaan adalah suatu proses untuk menentukan tindakan masa depan yang tepat, melalui urutan pilihan, dengan memperhitungkan sumber daya yang tersedia. Pembangunan dalam UU ini Pembangunan Nasional dimaksud upaya yang dilaksanakan oleh semua komponen bangsa dalam rangka mencapai tujuan bernegara.

Perencanaan pembangunan daerah di Indonesia merupakan satu kesatuan dalam sistem perencanaan pembangunan nasional. Artinya bahwa Perencanaan pembangunan daerah di Indonesia merupakan satu kesatuan dalam sistem perencanaan pembangunan nasional. Artinya bahwa

1. Mendukung koordinasi antar pelaku pembangunan.

2. Menjamin terciptanya integrasi, sinkronisasi, dan sinergi baik antar- daerah, antar-ruang, antar-waktu, antar-fungsi pemerintah maupun antara Pusat dan Daerah.

3. Menjamin keterkaitan dan konsistensi antara perencanaan, penganggaran, pelaksanaan dan pengawasan

4. Mengoptimalkan partisipasi masyarakat dan menjamin tercapainya penggunaan sumberdaya secara efisien, efektif, berkeadilan dan berkelanjutan.

2.3. Pembangunan Partisipatif

Model pembangunan partisipatif yaitu pola pembangunan yang melibatkan semua pihak (pelaku) dalam proses pengambilan keputusan yang langsung mempengaruhi mereka yang terkena pembangunan. Artinya pembangunan melibatkan semua pemainnya dalam posisi setara untuk rumusan kebutuhan, tujuan dan sasaran, langkah-langkah dan peran serta tanggung jawab masing- masing dalam pembangunan. Pelibatan masyarakat, merupakan wujud dari a) penghargaan terhadap keberadaan manusia merdeka yang berhak untuk menetapkan sendiri nasibnya tanpa ditentukan oleh pihak lain, b) kesempatan untuk menjalankan tanggung jawab sosial sesuai fitrahnya sebagai manusia, dan c) kesempatan untuk mendapatkan pengetahuan dan informasi yang sama.

Partisipatif mengandung 2 agenda yaitu proses pembelajaran dan pengembangan program aksi bersama masyarakat yang ditujukan untuk mendorong terjadinya transformasi sosial sebagai suatu tanggungjawab moral. Menurut Deshler dan Sock (1985), bahwa secara garis besar terdapat 3 tipe partisipasi, yaitu a) Partisipasi teknis (technical participation) merupakan strategi untuk melibatkan masyarakat dalam kegiatan-kegiatan praktis dalam konteks pengembangan masyarakat, b) Partisipasi politis atau partisipasi asli (genuine participation) merupakan pengembangan kekuasaan dan kontrol lebih besar terhadap suatu situasi melalui peningkatan kemampuan masyarakat dalam melakukan pilihan kegiatan dan berotonomi, dan c) Partisipasi semu (pseudo participation) merupakan partisipasi politis yang digunakan orang luar atau elite masyarakat untuk kepentingannya sendiri, sedangkan masyarakat hanya sekedar obyek

Partisipasi teknis dan partisipasi politis sepadan dengan 2 tipe partisipasi yang ditemukan dalam referensi lain, yaitu partisipasi yang digunakan dalam pengembangan program dan partisipasi yang diperluas untuk partisipasi yang merambah ke dalam isu demokratisasi. Sedangkan menurut Niiranen (1993) dalam Kumorotomo (2007) terdapat 3 tiga bentuk partisipasi yaitu a) partisipasi dalam pemilihan (electoral participation), b) partisipasi dalam pembuatan keputusan (decision-making participation) dan c) Partisipasi dalam menentukan isi keputusan publik (determining the content of policies). Partisipasi masyarakat atau kelompok masyarakat dalam penyelesaian masalah pembangunan dibutuhkan karena mampu menguatkan rasa tanggung jawab, menunjang efisiensi dan keberhasilan pembangunan akan lebih terjamin, serta membantu proses pelaksanaan program secara teknis (Kumorotomo, 2007). Selanjutnya dinyatakan bahwa untuk mencapai tujuan tersebut maka kiat-kiat yang perlu dikembangkan antara lain a) orientasi pembangunan hasil bukan target, b) tidak timbulkan ketergantungan atau bersifat bagi-bagi habis (charity), c) jangan mengakomodasi kelompok tertentu, dan d) program harus mengembangkan tanggungjawab serta e) penanggulangan kemiskinan “mempercayai kemampuan masyarakat sasaran”.

Untuk itu pendekatan yang dilakukan kepada masyarakat seharusnya adalah Kerjasama yaitu pendekatan pembangunan yang mendudukkan masyarakat sebagai mitra pembangunan setara, hingga keputusan dimusyawarahkan dan diputuskan bersama, b) Pendelegasian, yaitu pendekatan pembangunan yang memberikan kewenangan penuh kepada masyarakat untuk mengambil keputusan yang langsung menyangkut kehidupan mereka, dan c) Kontrol sosial yaitu pendekatan pembangunan dimana keputusan tertinggi dan pengendalian ada di tangan masyarakat. Artinya partisipasi baru benar-benar terjadi bila ada kadar kedaulatan rakyat yang cukup dan kadar kedaulatan rakyat tertinggi adalah terjadinya kontrol sosial.

III. METODE PENELITIAN

3.1. Metode Penelitian

Penelitian yang direncanakan selama 6 (enam) bulan menggunakan metode survey dengan unit analisis adalah stakeholder terkait perencanaan pembangunan partisipatif dan CSR pada wilayah Kabupaten Batanghari. Kelompok stakeholder terdiri dari para fasilitator PNPM-MP baik pada tingkat kabupaten (Faskab), kecamatan (Faskec) dan pendamping lapangan dari unsur pemerintah daerah pada tingkat kecamatan, dan kabupaten, serta penanggung jawab CSR.

3.2. Jenis dan Sumber Data

Jenis data penelitian terdiri dari data primer yang dikumpulkan melalui observasi langsung menggunakan panduan interview dengan sumber informasi stakeholder terkait pembangunan partisipatif, dan data sekunder melalui ekplorasi data perusahaan, SKPD dan publikasi lembaga.

3.3. Teknik Penarikan Contoh

Penarikan contoh dalam penelitian berbasis sumber informasi yang dilakukan secara bertahap dengan teknik purposive samling seperti pada (Gambar 3.1).

Gambar 3.1. Tahapan Penarikan Sampel

3.4. Metode dan Tahapan Analisis

Metode analisis yang digunakan adalah analisis deskriptif berdasarkan fieldnote (catatan lapangan) yang dikumpulkan melalui wawancara (data primer) dan selanjutnya dilakukan komparasi dengan berbagai regulasi terkait (data sekunder), dengan ruang lingkup dan tahapan analisis seperti Gambar 3.2.

Gambar 3.2. Tahapan Analisis Deskriptif dan Output Diharapkan

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Proses Perencanaan Pembangunan Daerah

Penyusunan perencanaan pembangunan daerah dilakukan melalui beberapa tahapan yang harus dilalui oleh para perencana dan berdasarkan PP No. 8 Tahun 2008, secara garis besar dilakukan melalui 4 (empat) tahapan, yaitu:

1. Penyusunan Rancangan Awal rencana pembangunan dilakukan oleh Bappeda yang memuat visi, misi dan arah pembangunan daerah dan mengacu pada RPJP Provinsi (untuk kabupaten/kota) serta RPJP Nasional. Selain itu dalam penyusunan RPJP Daerah oleh Bappeda meminta masukan dari SKPD dan pemangku kepentingan. Penyusunan rancangan awal rencana pembangunan untuk RPJM Daerah yang dilakukan Bappeda memuat visi, misi dan program kepala daerah terpilih dengan tetap berpedoman pada RPJP Daerah dan memperhatikan RPJM Nasional, kondisi lingkungan strategis, serta hasil evaluasi terhadap pelaksanaan RPJM Daerah sebelumnya. Pola seperti ini diharapkan bisa dijalin kesinambungan antara program pembangunan yang telah dilaksanakan oleh kepala daerah sebelumnya.

Untuk penyusunan RPKD maka rancangan awal disusun dengan cara menjabarkan dari RPJM Daerah dengan mengkoordinasikannya dengan rancangan Rencana Kerja SKPD. Rancangan awal RKPD memuat rancangan kerangka ekonomi daerah, program prioritas pembangunan daerah, rencana kerja dan pendanaannya serta perkiraan maju dengan mempertimbangkan kerangka pendanaan dan pagu indikatif. Pagu indikatif merupakan jumlah dana yang tersedia untuk penyusunan program dan kegiatan tahunan. 2 Rancangan tersebut nantinya akan menjadi bahan dalam menyelenggarakan Musrenbang RKPD.

2. Musyawarah Perencanaan Pembangunan (Musrenbang) yang merupakan media partisipasi publik yang digunakan untuk menjaring dan menampung 2. Musyawarah Perencanaan Pembangunan (Musrenbang) yang merupakan media partisipasi publik yang digunakan untuk menjaring dan menampung

a. Musrenbangdes membahas berbagai usulan yang muncul dengan memperhatikan skala prioritas berdasarkan urgensi yang dibutuhkan masyarakat. Kegiatan yang bisa dijalankan oleh desa/kelurahan secara mandiri akan dilaksanakan oleh desa/kelurahan. Sedangkan usulan kegiatan yang tidak bisa dilakukan oleh desa/kelurahan maka dibawa ke Musrenbang tingkat kecamatan.

b. Musrenbangkec dilakukan untuk mengkoordinasikan rencana kegiatan desa/kelurahan dalam lingkup wilayah kecamatan yang bersangkutan dan dalam forum tersebut dilakukan pemilahan terhadap usulan-usulan program/ kegiatan yang tidak bisa dilaksanakan desa/kelurahan.

c. Forum SKPD yaitu suatu forum koordinasi dalam rangka mensinkronkan Rencana Kerja (Renja) SKPD dengan hasil Musrenbangkec dan hasil musyawarah Forum SKPD dibawa ke dalam Forum Musrenbang Kabupaten/Kota.

d. Musrenbang Kabupaten/Kota dilaksanakan untuk keterpaduan rancangan Renja antar SKPD dan antar Rencana Pembangunan Kecamatan dan menghasilkan RKPD kabupaten/kota.

e. Muserenbang Provinsi ditujukan untuk penyusunan rencana pembangunan provinsi.

3. Perumusan Rancangan Akhir dilaksanakan setelah proses pelaksanaan Musrenbang kabupaten/kota oleh Bappeda berdasarkan hasil Musrenbang RKPD. Rancangan akhir RKPD tersebut dilengkapi dengan pendanaan yang menunjukkan prakiraan maju.

4. Penetapan Rencana merupakan proses akhir dalam penyusunan rencana pembangunan. RKPD kabupaten/kota merupakan rencana pembangunan dalam skala kabupaten/kota yang memiliki jangka waktu tahunan, menurut

PP No.8 Tahun 2008 pasal 23 ayat (1), ditetapkan dengan Peraturan Bupati/Walikota tentang RKPD Kabupaten/Kota tersebut kemudian disampaikan kepada Gubernur dengan tembusan kepada Menteri Dalam Negeri. RKPD yang telah ditetapkan tersebut nantinya dipergunakan sebagai dasar dalam penyusunan Rancangan APBD.

Berdasarkan pada uraian tersebut, maka proses perencanaan mulai dari tingkat desa/kelurahan dapat diringkas seperti pada Gambar 4.1.

Gambar 4.1. Tahapan Perencanaan Pembangunan Daerah

4.2. Proses Perencanaan Pembangunan Partisipatif

PNPM-P2SPP merupakan replikasi dari Program Pengembangan Kecamatan (PPK) dan pemilihan “Bumi Serentak Bak Regam” ini menjadi bukti sejarah

awal tanda-tanda keberhasilan program pemberdayaan masyarakat Kabupaten Batanghari. Pada tahun 2006 Kabupaten Batanghari menjadi satu dari 4 (empat) daerah yang ditawarkan Program Pengembangan Sistem Pembangunan Partisipatif (P2SPP). Dasar pemilihan Kabupaten Batanghari karena mampu memenuhi 4 (empat) kriteria yaitu sebagai kabupaten lokasi PPK dengan kinerja baik, memiliki komitmen tinggi dalam mendukung program, dan bersedia memberi kontribusi 25% dari Bantuan Langsung Masyarakat (BLM) yaitu Rp 4 miliar serta kesediaan menyediakan dana Pendampingan Administrasi Program (PAP) sekurang-kurangnya 5% dari total BLM.

P2SPP yang digagas Tim Koordinasi Nasional diluncurkan pada Mei 2006 merupakan upaya nyata untuk melembagakan sistem pembangunan partisipatif dalam skala yang lebih luas, yang juga diterapkan dalam program pembangunan regular di daerah. Ruang lingkup P2SPP meliputi peran aparat pemerintah daerah dalam pemberdayaan masyarakat melalui Setrawan, mengupayakan pengintegrasian prinsip dan prosedur pemberdayaan masyarakat (dalam hal ini prinsip dan prosedur PPK) ke dalam sistem pembangunan regular, pemberian stimulan berupa Bantuan Langsung untuk Masyarakat (BLM) ditingkat kabupaten, serta review Peraturan Daerah yang mengakomodir upaya pemberdayaan atau program pembangunan berbasis masyarakat. Program P2SPP Kabupaten Batanghari merupakan salah satu proyek percontohan (pilot project) yang dinilai sangat berhasil dari 8 kabupaten pilot proyek (Kabupaten Boyolali, Minahasa Selatan, Ngada, Ogan Komering Ulu, Jombang, Tabanan dan Tapanuli Induk).

Pada tahun awal P2SPP telah melakukan 4 bidang kegiatan yaitu pada bidang sarana dan prasarana (1 unit saluran irigasi/drainase, 1 unit pasar, 7.450 meter jalan, dan prasaran umum lainnya sepanjang 5.432 meter atau luas 210.000

2 m 2 ), bidang pendidikan dengan pembangunan 12 unit atau 910 m ) gedung 2 m 2 ), bidang pendidikan dengan pembangunan 12 unit atau 910 m ) gedung

Kabupaten Batanghari meraih penghargaan terbaik tingkat nasional dalam implementasi sistem perencanaan partisipatif yang terintegrasi dengan sistem perencanaan reguler khususnya untuk program P2SPP dan PNPM-MP se- Indonesia. Musrenbangda yang merupakan tindak lanjut dari musrenbangdes dan musrenbang kecamatan serta Forum SKPD yang melibatkan wakil rakyat dan SKPD terkait. Perencanaan pembangunan dilakukan melalui pendekatan aspek demokratis, politis, teknokratik dimana usulan dari bawah dan persetujuan dari atas sesuai amanah UU No. 25 tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional dan UU No. 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Kedua legislasi ini mengamanatkan bahwa setiap Kepala Daerah diwajibkan menyusun RKPD setiap tahunnya sebagai aktualisasi dari pelaksanaan RPJM daerah yang merupakan penjabaran Visi dan Misi serta Program Kepala daerah.

Tahapan proses integrasi perencanaan dan penganggaran pembangunan partisipatif (IP4) melalui tahapan pada setiap aras wilayah pemerintahan, yaitu aras desa/kelurahan, aras kecamatan dan aras kabupaten (Gambar 4.2).

RPJMDes MD

RT/DUSUN

TPU Desa

MKP CAMPURAN

ADD

Macet SPP dan tidak ada RPJMDes

Verifikasi Usulan

Tidak lolos verifikasi kecamatan Tim 6 Desa

Tahapan

MUSRENBANG KECAMATAN

Keputusan Ranking di bawah P2SPP

(MAD)

Pembiayaan Ranking di bawah 10 besar APBD

Usulan Partisipatif

PNPM/P2SPP

APBD

Usulan Ranking yang Terdanai PNPM

10 Usulan ranking teratas APBD

5 usulan P2SPP Kecamatan Tim 6 Kecamatan

Usulan Masuk Renja MUSRENBANG P2SPP

INTEGRASI MUSRENBANG

FORUM SKPD

SKPD

Usulan Kecamatan yang Terdanai P2SPP

MUSRENBANG KABUPATEN (RKPD) Usulan yang Tidak

Terdanai P2SPP Usulan Tidak Masuk Renja SKPD

Usulan Masuk RKPD Usulan Tidak Masuk RKPD

Usulan Tidak Masuk APBD RAPAT ANGGARAN (APBD) Usulan APBD Tidak Terealisasi

REALISASI ANGGARAN (LKPD)

Gambar 4.2. Proses dan Tahapan P2SPP

Perencanaan pembangunan yang melibatkan partisipasi aktif masyarakat dilakukan secara bertahap dari level kelompok terkecil dalam kehidupan masyarakat desa dan/atau kelurahan.

4.2.1. Perencanaan Pada Aras Desa/Kelurahan

Integrasi perencanaan dan penganggaran pembangunan partisipatif (IP4) diawali dengan proses penggalian gagasan pada tingkat desa/kelurahan atau yang lebih dikenal dengan MD (Menggagas Masa Depan Desa). Proses penggalian gagasan oleh masyarakat desa secara prosedural formal seperti Musyawarah Dusun (Mundus) agak sulit dilakukan karena alasan sulitnya sinkronisasi waktu berkumpul dalam jumlah banyak akibat bervariasinya sumber

pekerjaan masyarakat.

Bagi

kelompok masyarakat yang bekerja pada jalur formal seperti PNS dan Guru waktu sore dan hari libur (minggu) adalah waktu yang tepat, sedangkan bagi para petani pada sore hari tersebut mereka masih berada di kebun atau ladang. Letak lahan garapan yang cukup jauh dan bahkan menyeberang sungai menyebabkan mereka sepanjang hari berada di lahan garapan dan baru sampai di rumah menjelang magrib dan tidak mengenal namanya hari libur (minggu). Pelaksanaan pada malam hari juga mengalami kesulitan karena jarak antara rumah yang cukup berjauhan terutama jika sudah lain RT, kelompok perempuan sulit untuk datang dan malam adalah waktu istirahat dan ibadah bagi penghuni desa yang mayoritas muslim. Untuk itu dalam proses penggalian gagasan seringkali dilakukan secara tidak prosedural dan personal tetapi lebih mengedepankan gagasan berbagai kelompok formal dan informal yang ada di desa.

Gagasan yang masuk dari berbagai sumber selanjutnya menjadi usulan Dusun atau RT yang akan dibawa dalam Musrenbagdes dan biasanya jumlah gagasan yang dibawa sebagai usulan tidak banyak (berkisar 5 – 7 gagasan). Proses Musrenbangdes bertujuan menentukan prioritas usulan yang telah digagas oleh berbagai komponen masyarakat desa dengan mengedepankan prinsip keterwakilan (reprensentative) banyak pihak, yaitu a) perwakilan aparat pemerintahan desa (Kades, Sekdes, BPD, Kadus dan Ketua RT), b) tokoh Gagasan yang masuk dari berbagai sumber selanjutnya menjadi usulan Dusun atau RT yang akan dibawa dalam Musrenbagdes dan biasanya jumlah gagasan yang dibawa sebagai usulan tidak banyak (berkisar 5 – 7 gagasan). Proses Musrenbangdes bertujuan menentukan prioritas usulan yang telah digagas oleh berbagai komponen masyarakat desa dengan mengedepankan prinsip keterwakilan (reprensentative) banyak pihak, yaitu a) perwakilan aparat pemerintahan desa (Kades, Sekdes, BPD, Kadus dan Ketua RT), b) tokoh

Usulan kegiatan yang disampikan oleh berbagai komponen masyarakat desa secara umum terdiri dari usulan yang disampaikan oleh perwakilan dusun atau RT yang menjadi usulan campuran dan usulan kelompok perempuan yang merupakan usulan dari hasil MKP (Musyawarah Khusus Perempuan). Jenis usulan dimusyawarahkan dalam Musrenbangdes untuk menentukan usulan prioritas dan jika tidak tercapai kesepakatan maka dilakukan proses voting untuk menentukan ranking usulan prioritas tetapi usulan SPP secara otomatis menjadi usulan prioritas desa. Hasil voting menghasilkan 4 usulan prioritas pembangunan tahun bersangkutan yang terdiri dan 3 usulan campuran dan 1 usulan MKP dicantumkan dalam RKPDes Tahunan, sedangkan usulan pembangunan lain diakomodir dalam RPJMDes (5 tahun). Keputusan lain yang diperoleh dalam Musrenbangdes antara lain a) penunjukkan Tim 6 yang akan mewakili desa dalam Musrenbang Kecamatan yang terdiri dari Kepala Desa, BPD, perwakilan SPP, tokoh masyarakat dan masing-masing 1 orang perwakilan masyarakat umum laki-laki dan perempuan, dan b) TPU (Tim Penulis Usulan) yang akan dibantu oleh 2 orang KPMD, ketua dan anggota TPK (Tim Pelaksana Kegiatan) jika nantinya usulan mampu meraih sumberdana PNPM atau P2SPP.

Seluruh usulan prioritas tahun bersangkutan akan disusun oleh TPU yang terdiri dari KPMD Teknis dan Pemberdayaan, Sekretaris Desa (Sekdes) dan 2 orang perwakilan masyarakat yang dipilih secara musyawarah tetapi diprioritaskan perwakilan Dusun lokasi rencana usulan pembangunan. Selanjutnya melalui SK Kades ditunjuk anggota Tim 11 yang bertugas Seluruh usulan prioritas tahun bersangkutan akan disusun oleh TPU yang terdiri dari KPMD Teknis dan Pemberdayaan, Sekretaris Desa (Sekdes) dan 2 orang perwakilan masyarakat yang dipilih secara musyawarah tetapi diprioritaskan perwakilan Dusun lokasi rencana usulan pembangunan. Selanjutnya melalui SK Kades ditunjuk anggota Tim 11 yang bertugas

4.2.2. Perencanaan Pada Aras Kecamatan

Tidak semua usulan desa secara otomatis dapat diikut sertakan dalam Musrenbang Kecamatan karena setiap usulan harus lolos verifikasi Tim Verifikasi yang terdiri dari unsur masyarakat, SKPD terkait, BKAD, serta FKT dan FKP. Usulan yang tidak lolos verifikasi seperti usulan ganda, tidak layak dari aspek finansial (batas maksimal pembiayaan Rp. 350 juta), sudah dianggarkan atau merupakan kewenangan pemerintah daerah atau pusat serta kelengkapan administrasi termasuk berita acara MKP dan Musrenbangdes yang tidak memenuhi syarat. Syarat sahnya Musrenbangdes minimal dihadiri 40 orang peserta yang mampu mewakili berbagai kelompok masyarakat yang dibuktikan melalui Berita Acara

(lampiran usulan). Proses verifikasi usulan desa dilakukan transparan dan partisipatif dimana penilaian kelayakan usulan FKT dan

Verifikasi Kecamatan didampingi langsung oleh masyarakat pada saat turun lapangan. Hasil verifikasi

Tim

langsung diumpan balikkan guna memberi kesempatan pada desa pengusul untuk perbaikan seperti estimasi biaya yang tidak sesuai diberi kesempatan untuk perbaikan beberapa hari (tergantung kebijakan masing-masing langsung diumpan balikkan guna memberi kesempatan pada desa pengusul untuk perbaikan seperti estimasi biaya yang tidak sesuai diberi kesempatan untuk perbaikan beberapa hari (tergantung kebijakan masing-masing

Musrenbang Kecamatan menjadi sesuatu yang menarik untuk diamati karena perilaku perwakilan desa selama proses menjadi indikasi partisipasi dan motivasi. Mekanisme pemilihan usulan yang didanai dilakukan melalui voting terbuka oleh seluruh Tim 6 masing-masing desa/kelurahan. Peserta voting dibagi dalam 6 kelompok (sesuai jumlah Tim 6) wakil masing-masing desa tetapi hasil akhir tetap berdasarkan hasil akumulasi. Usulan desa sendiri atau desa lainnya yang dianggap menjadi prioritas akan diberi nilai tinggi oleh peserta voting dengan nilai tertinggi sesuai dengan jumlah usulan. Sebagai contoh jika jumlah usulan seluruhnya 45 maka nilai tertinggi untuk usulan yang menjadi priritas adalah 45 dan terendah 1. Pada saat voting peserta diminta untuk hati-hati karena kesalahan dalam menentukan peringkat akan

berakibat pada pembatalan seluruh nilai yang telah mereka berikan seperti salah menulis peringkat (dicoret dan diganti), pemberian nilai sama pada usulan berbeda atau tidak memberi nilai untuk usulan desa lain.

Sebagai anggota Tim 6 wakil desa dituntut keseriusan dan kahati-hatian karena suatu kelalaian akan berakibat fatal bagi usulan desa sendiri yang selalu diberi nilai tertinggi. Hangusnya nilai hasil pemeringkatan oleh salah satu tim 6 desa bahkan dapat menjadi penyebab utama kegagalan usulan desa sendiri memperoleh peringkat pendanaan meskipun berbagai lobby sebelum dan menjelang Musrenbang Kecamatan intensif dilakukan. Menang atau kalah dalam proses voting tidak akan ada yang menyalahkan tetapi tanggung jawab sebagai wakil desa menjadi motivasi utama untuk tetap intens melakukan lobby Sebagai anggota Tim 6 wakil desa dituntut keseriusan dan kahati-hatian karena suatu kelalaian akan berakibat fatal bagi usulan desa sendiri yang selalu diberi nilai tertinggi. Hangusnya nilai hasil pemeringkatan oleh salah satu tim 6 desa bahkan dapat menjadi penyebab utama kegagalan usulan desa sendiri memperoleh peringkat pendanaan meskipun berbagai lobby sebelum dan menjelang Musrenbang Kecamatan intensif dilakukan. Menang atau kalah dalam proses voting tidak akan ada yang menyalahkan tetapi tanggung jawab sebagai wakil desa menjadi motivasi utama untuk tetap intens melakukan lobby

Penuh kesederhanaan tetapi semangat tetap membara karena berharap dapat memberi kontribusi bagi pembangunan desa tercinta, menjadi gambaran umum perilaku masyarakat dalam Musrenbang Kecamatan. Tidak mengeluh walau Musrenbang Kecamatan dilakukan diruang sederhana, harapan di depan mata menjadi penguat motivasi untuk tetap berada di lokasi acara termasuk saat perhitungan hasil voting yang dilakukan secara terbuka. Perhitungan hasil

voting diawali pada masing-masing kelompok dan ruang perwakilan masing-masing desa dan selanjutnya akan diakumulasikan secara terbuka sebagai output utama kesepakatan antar perwakilan desa. Keterbukaan menjadi faktor utama yang menyebabkan hasil

voting selalu dapat diterima, menjadi bukti nyata bahwa pembangunan partisipatif telah mampu mendorong masyarakat desa semakin dewasa. Jika ada riak itu menjadi suatu dinamika dalam mencapai kata sepakat dan melalui musyawarah yang berlandaskan kekeluargaan menyebabkan masyarakat semakin arif menerima apapun hasilnya.

Output utama Musrenbang Kecamatan adalah usulan desa yang terdanai oleh PNPM-MP dan usulan yang akan dibawa dalam Musrenbang gabungan P2SPP dan forum SKPD berdasarkan raihan ranking masing usulan. Usulan ranking teratas berdasar hasil voting akan langsung terdanai PNPM-MP dengan jumlah sesuai dengan anggaran tersedia dan 5 besar usulan peraih ranking berikutnya yang belum terdanai akan dibawa dalam Musrenbang P2SPP, serta 10 usulan desa ranking teratas yang akan direkomendasikan untuk didanai melalui APBD. Pengumuman hasil voting dalam Musrenbang Kecamatan yang ditunggu-tunggu perwakilan desa langsung diumumkan pada hari pelaksanaan.

4.2.3. Perencanaan Pada Aras Kabupaten

Misi utama P2SPP adalah mendorong terjadinya integrasi antara rencana pembiayaan pembangunan reguler (APBD) dan non-reguler (P2SPP). Program yang bersifat ad-hoc atau sementara ini menjadi jembatan guna menuju suatu sistem pembangunan yang lebih partisipatif dan dimulai dari bawah (bottom- up ). Pemerintah daerah diharapkan mulai membuka diri untuk lebih “mengakomodir” rencana pembangunan yang telah disusun masyarakat desa. Menuju kearah sana sejak tahun 2006 telah dicoba untuk menggabungkan pelaksanaan Musrenbang P2SPP dengan Forum SKPD atau disebut dengan Musrenbang Kabupaten.

Peserta Musrenbang Kabupaten terdiri dari perwakilan masing-masing kecamatan (Tim 6 Kecamatan), SKPD terkait serta pelaku PNPM baik jalur fungsional (Faskab, FKT dan FKP, UPK) maupun jalur birokrasi (PJOK dan PJAK) Kabupaten, dan undangan seperti Team Leader Provinsi dan Kepada dan staf Badan Pemberdayaan Masyarakat dan Pemerintah Desa (BPMPD) Provinsi beserta lain-lainnya baik dari unsur masyarakat maupun perguruan tinggi. Tim 6 kecamatan yang terdiri dari unsur-unsur masyarakat (Ketua BKAD, 2 orang yang dipilih dalam Musrenbang Kecamatan termasuk perwakilan perempuan), unsur pemerintahan kecamatan (camat dan ketua PKK atau yang mewakili) serta PJOK (Penanggung Jawab Operasional Kegiatan) tingkat kecamatan.