PROBLE MATIKA LEMBAGA PENDIDIKAN TENTANG

PROBLEMATIKA LEMBAGA PENDIDIKAN TENTANG ANAK PUTUS SEKOLAH
Nama: Mawardah
Nim: 18201501010098

Abstrak
Tujuan dari tulisan ini adalah untuk mendeskripsikan tentang problematika lembaga pendidikan tentang
anak putus sekolah, dimana akan dijelaskan mengenai permasalahan anak putus sekolah beserta
faktor-faktor yang melatar belakanginya. Problematika anak putus sekolah merupakan suatu persoalan
yang harus segera ditanggapi dan di carikan solusi yang tepat untuk mengatasinya. Banyak warga
Negara Indonesia yang megalami putus sekolah, alasannya sederhana, yakni masalah ekonomi yang
tidak memadai, ini justru mempertanyakan tentang eksistensi dari undang-undang nomor 23 tahun
2003 yang menyatakan bahwa setiap warga Negara Indonesia wajib mendapatkan pendidikan dan
pemerintah wajib membiayainya. Masalah ekonomi adalah alasan atau faktor dominan yang
menyebabkan anak putus sekolah, banyak kalangan prihatin terhadap kenaikan biaya pendidikan yang
dapat memicu semakin banyaknya anak putus sekolah. Selain itu terdapat berbagai faktor lainnya baik
dari internal, maupun eksternalnya.
Kata kunci: Problematika lembaga pendidikan, Putus sekolah, faktor anak putus sekolah.

Pendahuluan
Pendidikan merupakan suatu kebutuhan bagi manusia, sebab dengan pendidikan manusia
dapat berkembang dan memajukan peradaban. Sejak dahulu kala masyarakat percaya terhadap

pendidikan sebagai suatu hal yang dapat memperbaiki kehidupan, dan kepercayaan tersebut terbukti
dengan adanya lembaga pendidikan yang berjejer dan terbangun megah, hal ini mengindikasikan
bahwa manusia butuh terhadap pendidikan demi menopang hidup dan budayanya.

Dikarenakan pendidikan merupakan suatu kebutuhan yang harus terpenuhi, maka manusia
memberikan perhatian lebih terhadap dunia pendidikan, mulai dari berbagai subsidi yang diberikan
pemerintah berupa APBN dan APBD yang di alokasikan terhadap pendidikan, juga keinginan
masyarakat untuk meraih kesejahteraan melalui pendidikan. Hal tersebut menjelaskan bahwa
masyarakat menaruh kepercayaan penuh terhadap pendidikan.
Namun, suatu sikap keprcayaan tersebut justru malah mereduksi pendidikan itu sendiri dalam
bentuk sekolah yang terinstitusionalisasi dan terspesifikasi dalam bidang-bidang dan jurusan-jurusan,
sehingga hal ini menyulitkan peserta didik untuk dapat memahami masalah-masalah kemanusiaan
secara holistis.1 Kenyataan ini bukan malah membuat pendidikan terbebas dari suatu permasalahan.
Justru persoalan dalam pendidikan kerap kali terjadi yang menuntut agar persoalan dapat terpecahkan
dengan baik yang diharapkan dapat menekan laju permasalahan itu sendiri.
Persoalan dalam dunia pendidikan bukanlah merupakan suatu yang asing bagi kita, sebab kian
banyaknya permasalahan yang dihadapi menyebabkan adanya krisis multi dimensi, seperti krisis
ekonomi yang berdampak pada krisis sosial dan moral. 2 dimana hal tersebut dapat berimplikasi
terhadap pendidikan.
Berbicara mengenai tantangan dan permasalahan pendidikan di Indonesia berarti berbicara

tentang pendidikan kita dewasa ini dalam perspektif masa depan. 3 Dalam hal ini pendidikan harus
memikirkan masa depan yang terbebas dari krisis kebudayaan, sebab pendidikan harus dapat
menciptakan suatu perubahan sosial dan memecahkan problem yang dihadapi yang tentunya harus
memahami dan mengidentifikasi permasalahan tersebut, menurut Muhammad Noor Syam keadaan
sekarang merupakan zaman yang mempunyai kebudayaan yang terganggu oleh kehancuran,
kebingungan, dan kesimpangsiuran.4 Oleh karenanya pendidikan harus mampu memecahkan
permasalahan sosial dan masayarakat.

Nurani Soyo Mukti, Teori-Teori Pendidikan, (Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2015), hlm 39.
Gunawan Sumodiningrat dan Ari Wulandari, Revolusi Mental, (Yogyakarta: Media Pressindo, 2015), hlm 7
3
A. Atmadi dan Y. Setiyaningsih, Transformasi Pendidikan Memasuki Milenium Ketiga, (Yogyakarta: Kanisius, 2007), hlm 3
4
Jalalluddin dan Abdullah Idi, Filsafat Pendidikan, (Jakarata: Rajawalipers, 2014), hlm 116
1
2

Salah satu problematika yang kerap kali terjadi dalam suatu lembaga pendidikan adalah
kekerasan, bolos sekolah dan putus sekolah. Permasalahan ini muncul sebab tidak sejalannya
pendidikan formal, informal maupun non formal dan tidak saling bekerja sama dengan baik sehingga

tidak memiliki visi misi yang sama untuk memajukan pendidikan. 5 Selain permasalahan diatas, terdapat
suatu permasalahan yang masih menjamur dalam dunia pendidikan kita, diantaranya adalah masalah
pendidikan yang sudah bercampur baur dengan kapitalisme, liberalisme dan neo kolonialisme, problem
ini merupakan suatu krisis kebudayaan dalam suatu pendidikan, seharusnya pendidikan dapat
memecahkan permasalahan dalam suatu masyarakat demi menuju kedamaian.
Putus sekolah merupakan salah satu problematika yang banyak terjadi di Negara ini, sebab
permasalahan pedidikan saat ini adalah masalah pemerataan pendidikan, penulis banyak menemui
anak-anak bermain, bekerja dan lainnya padahal seharusnya mereka berada di bangku sekolah. Ini
merupakan suatu pertanyaan besar bagi Negara yang bernama Indonesia, padahal pendidikan
merupakan hak bagi setiap warga Negara, dan Undang-Undang 1945 sudah jelas dinyatakan bahwa
pendidikan adalah untuk mencerdaskan kehidupan bangsa, dan karenanya pendidikan merupakan hak
setiap warga Negara dan pemerintah wajib membiayainya.
Dari pemaparan di atas maka penulis akan mencoba untuk mengurai mengenai problematika
anak putus sekolah yang banyak terjadi di lembaga pendidikan dan mengidentifikasi mengenai faktorfaktor anak putus sekolah.
Problematika di Lembaga Pendidikan
Berbicara masalah problematika di lembaga pendidikan maka hal tersebut berbicara masalah
pendidikan kita saat ini. Mengingat situasi dan kondisi pendidikan di Indonesia dewasa ini yang sangat
memprihatinkan, yang masih ditambah dengan krisis ekonomi dan pemasalahan lainnya yang
mendesak untuk segera di tanggapi. 6 Hal ini mencerminkan suatu kondisi di Negara kita yang sarat
dengan permasalahan

5
6

Zaitun, Sosiologi Pendidikan, (Pekanbaru: Publising and Consulting Company, 2015), hlm 11
Ibd, hlm 9

Terdapat banyak permaslahan di Negara kita yang masih belum ditangani secara serius oleh
pemerintah, salah satu permasalahannya adalah masalah pendidikan, sampai saat ini pendidikan
masih menjadi barometer kemajuan suatu bangsa, Azyumardi Azra mengatakan bahwa “pendidikan itu
ibarat ajimat yang membebaskan manusia dari kemiskinan dan keterbelakangan” 7. Pernyataan tersebut
mengungkapkan mengenai pentingnya pedidikan, namun meskipun semua mengetahui bahwa
pendidikan merupakan suatu kebutuhan yang menjadi tolok ukur kemajuan suatu bangsa, masih
terdapat banyak warga Negara yang tak dapat merasakan manisnya mengenyam pendidikan. Padahal
undang-undang 1945 telah menyatakan dengan tegas bahwa pendidikan adalah untuk mencerdaskan
kehidupan bangsa, oleh karenanya pendidikan sudah di atur secara tersendiri dalam undang-undang,
termasuk masalah pembiayaan pendidikan.
Kebijakan dalam bidang pendidikan tidak memberikan ruang bagi warga Negara untuk dapat
merasakan pendidikan sampai pada jenjang yang lebih tinggi, lantas kenamakah eksistensi dari
Undang-Undang bahwa pemerintah wajib membiayai pendidikan?, ironis sekali, undang-undang yang
menjadi pijakan bangsa kita dimana didalamnya memuat falsafah bangsa justru tercerabut maknanya

oleh para pemangku kebijakan yang seakan tak tahu menahu mengenai keluhan rakyat yang selama
ini berada dalam kemiskinan dan keterbelakangan. Suatu kebijakan diambil berdasarkan kepentingan
pribadi, beginilah keadaan Negara kita, masih banyak korupsi yang merajalela, termasuk mengambil
keuntungan dari suatu kebijakan berkedok pendidikan, miris sekali, pemerintah yang seharusnya
berpihak dan memikirkan kepentingan rakyat malah justru mengambil hak rakyat. Ini merupakan
permasalahan yang mengakar dan menjamur di suatu Negara pemiliki asas panca sila dengan slogan
bhineka tunggal ika bernama Indoesia, suatu nilai yang suci namun dikotori oleh oknom yang tidak pro
rakyak.
Dari permasalahan diatas itulah yang barang kali disebut dengan istilah “pendidikan kita saat ini
masih jauh panggang dari arang”, sehingga perlu adanya suatu solusi konstruktif yang dapat menekan
laju permasalahan diatas.
7

Inggar Saputra, Quo Vadis Pendidikan, (Jakarta: Aksaramaya, 2014), hlm 1

Problematika Anak Putus Sekolah
Putus sekolah merupakan predikat yang diberikan kepada mantan peserta didik yang tidak
mampu menyelesaikan jenjang pendidikan sehingga tidak dapat melanjutkan studinya ke jenjang
pendidikan berikutnya.8 Dalam pendapat yang lain, putus sekolah didefinisikan sebagai orang yang
pernah bersekolah di salah satu tingkat pendidikan, tapi pada saat survey berlangsung mereka tidak

terdaftar di salah satu tingkat pendidikan formal. 9
Dalam pengertian yang lain, putus sekolah di artikan sebagai keadaan dimana anak
mengalami ketelantaran karena sikap dan perlakuan orang tua yang tidak memberikan perhatian yang
layak terhadap proses tumbuh kembang anak tampa memperhatikan hak-hak anak untuk
mendapatkan pendidikan yang layak. 10
Pendapat yang pertama dan kedua tampak sama dalam memberikan definisi dilihat dari
ketidak mampuan anak dalam melanjutkan pendidikan, sedang pendapat ketiga lebih menekankan
pada peranan orang tua terhadap pendidikan. kesemuanya diatas merupakan keadaan dimana anak
tidak dapat mengenyam manisnya pendidikan.
Banyak anak-anak Negeri ini yang putus sekolah, mereka berlalu lalang dijalanan hanya demi
mengais rupiah. Kondisi ini membuat penulis heran mengenai eksistensi undang-undang nomor 23
tahun 2003 dinyatakan bahwa setiap warga Negara Indonesia wajib mendapatkan pendidikan dan
pemerintah wajib membiayainya, nyatanya masih banyak anak-anak dipenjuru negeri kita yang putus
sekolah, dimana faktor yang mempengaruhinya kebanyakan adalah masalah ekonomi. Kemanakah
pendidikan di Negara ini?, dan dimanakah eksistensi UU nomor 23 tahun 2003 tersebut?
Putus sekolah banyak dikaji oleh para pemerhati pendidikan. Secara sederhana, dimaknai
sebagai kondisi dimana seseorang tidak mendapatkan lagi proses belajar mengajar di sekolah oleh

Muhammad Rifa’i, Sosiologi Pendidikan, (Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2011), hlm 201
Hening Riyadiningsih dan Ratna Puji Astuti, “Kondisi Psikologis Anak Putus Sekolah”. E-mail:

heningriyadiningsih@gmail.com Dosen Fakultas Ekonomi Universitas Wijayakusuma Purwokert, hlm., 3.
10
Ahmad Fauzi R, “Analisis Peranan Pemerintah Daerah Terhadapa Anak Putus Sekolah di Kabupaten Wajo”, (Skripsi
Universitas Hasanuddin, Makasar, 2015), hlm., 34.
8
9

sebab-sebab tertentu.11 Anak Putus sekolah artinya tidak melakukan aktivitas pendidikan, tidak bekerja,
ataupun tidak berpenghasilan tetap, keadaan seperti ini merupakan beban bagi Negara sebab anak
yang putus sekolah dan mengagur merupakan beban tanggunagan Negara.
Faktor-faktor yang Menyebabkan Anak Putus Sekolah
Terdapat berbagai faktor anak putus sekolah. Dan sebagian besar alasannya adalah masalah
ekonomi.12 Ekonomi memang kerap menjadi alasan kenapa anak putus sekolah, masalah ekonomi bisa
memutuskan cita-cita anak Negeri, pendidikan di Negara kita saat ini masih bercampur baur dengan
kapitlisme dimana hanya orang-orang bermodal saja yang mendapatkan pendidikan secara layak,
masalah pemerataan pendidikan masih merupakan permasalahan dalam dunia pendidikan.
Beeby menyebutkan tiga faktor yang menyebabkan anak putus sekolah, yaitu:
1) Faktor internal
Faktor internal merupakan faktor dari dalam yang sangat dekat dengan diri individu itu sendiri,
yaitu kurannya minat belajar dari individu itu sendiri, sehingga yang mendominasi dirinya

adalah sifat kemalasan.
2) Faktor eksternal
Faktor yang terdapat dari luar individu, seperti teman sebaya, lingkungan dan masyarakat.
kenakalan remaja menjadi faktor sebabnya karena teman sebaya mempengaruhi anak putus
sekolah, dengan cara mengajak anak membolos dan memilih bermain dari pada belajar.
Kemudian pergaulan bebas sehingga terjadi kehamilan diluar nikah.
3) Faktor lainnya
Ekonomi merupakan faktor dominan yang menyebabkan anak putus sekolah. Sebab ekonoi
merupakanpersoalan utama bagi seorang atau sekelompok orang yang diukur ekonomi ini
sangat terbatas dalam biaya pendidikan, terlebih lagi sekarang biaya pendidikan semakin
Yunia Fitri dan Sindung Haryanto, Jurnal Tentang Modal Sosial dan Strategi Bertahan Hidup di Keluarga Anak Putus
Sekolah Perkotaan, Vol.18. No.2, hlm. 107.
12
Muhammad Rifa’i, Sosiologi Pendidikan, hlm. 203.
11

tinggi, sehingga tidak bisa dijangkau oleh masyarakat pedesaan yang tergolong masyarakat
kurang mampu. Faktor lainnya adalah disebabkan karena percerian orang tua, faktor
intelegensi serta faktor sosial lainnya. 13
Masalah ekonomi adalah alasan atau faktor dominan yang menyebabkan anak putus sekolah,

banyak kalangan prihatin terhadap kenaikan biaya pendidikan yang dapat memicu semakin banyaknya
anak putus sekolah.14 pendidikan telah diperdagangkan sehingga diberi label sekolah murah dan
sekolah mahal, ini akan berdampak terhadap kualitas pendidikan, mimpi untuk menciptakan
masyarakat bangsa yang cerdas masih jauh panggang dari api, seakan mimpi itu telah pupus,
pendidikan yang bertujuan untuk mengubah masyarakat dari kemiskinan dan keterbelakangan tidak
mendapatkan penanganan yang serius dari pemerintah.
Mendapatkan pendidikan merupkan hak setiap warga Negara, sebab undang-undang 1945 telah
menyatakan dengan tegas perihal tersebut, dan tentunya ini bukan sekadar slogan semata, hal
tersebut merupakan kewajiban pemerintah sebagai penyelenggara kehidupan di Negara ini. Maka
pemerataan kesempatan mengikuti proses pendidikan dan pembelajaran tidak hanya terbatas pada
kelompok keluarga yang mampu, tetapi harus menyeluruh untuk setiap lapisan masyarakat. 15
pendidikan itu seharusnya dapat dijangkau oleh segala lapisan masyarakat, sebab mengikuti
pendidikan dan pembelajaran sampai tuntas merupakan hak masyarakat, dan pemerintah
berkewajiban untuk menyelenggarakan pendidikan tersebut untuk semua lapisan, namun, ironis sekali,
para pemangku kebijakan seakan perlahan lepas tangan sehingga pendidikan kita sampai saat ini
masih belum merata pada setiap lapisan, hal tersebut seolah menjadi impian yang tak terwujud.
Kemiskinan telah menjadi faktor yang dominan anak putus sekolah, pendidikan untuk orang
miskin memang sebuah dilema yang perlu mendapat perhatian ekstra dari banyak pihak, terutama
pemerintah sebagai penanggung jawab utama dan di amanahkan oleh rakyat untuk menjalankan


Yunia Fitri dan Sindung Haryanto, hlm 107
Inggar Saputra, Quo Vadis Pendidikan,hlm, 2
15
Mohammad Saroni, Pendidikan Untuk Orang Miskin, (Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2013), hlm
13
14

22

undang-undang 1945 tentang pendidikan. 16 Dapat kita bayangkan suatu kondisi dimana warga Negara
dihuni oleh masyarakat yang tidak berpendidikan, ini akan menghambat pembangunan, sebab orang
yang tidak sekolah lalu dia menganggur, maka ia merupakan beban bagi Negara.
Ada juga faktor lain yang menyabakan anak putus sekolah, yaitu karena melakukan tindak
kriminal. Contoh seperti kasus Deli Suhadi, yang menjadi tersangka pencurian voucher kartu perdana
senilai Rp 10.000, lantaran dugaan pencurian ini, dia berada dalam rumah tahanan Pondok Bambu,
Jakarta Timur. Dan ironisnya penahanan tersebut terjadi pada saat sekolah sedang masa ujian. 17
Selain peristiwa ekonomi, yang menjadi penyebab anak putus sekolah adalah terlalu jauhnya
lembaga pendidikan sehingga jarak menjadi alasan kenapa anak putus sekolah. Hal ini biasanya terjadi
di wilayah terpencil, Indonesia bagian timur. 18 Ini merupakan permasalahan yang harus ditanggulangi
oleh pemerntah demi pemerataan pendidikan, sebab tiap warga Negara berhak mendapatkan

pendidikan yang layak. pemertaan ekonomi, dan pemerataan pendidikan perlu dilakukan agar rakyat
mendapatkan hanknya, ini merupakan tugas pemerintah untuk dapat mengatasi dan mengambil
kebijkan yang pro rakyat.
DAFTAR PUSTAKA
Atmadi, A. dan Y. Setiyaningsih, Transformasi Pendidikan Memasuki Milenium Ketiga, Yogyakarta:
Kanisius, 2007
Fauzi R, Ahmad, “Analisis Peranan Pemerintah Daerah Terhadapa Anak Putus Sekolah di Kabupaten
Wajo”, Skripsi Universitas Hasanuddin, Makasar, 2015.
Fitri, Yunia dan Sindung Haryanto, Jurnal Tentang Modal Sosial dan Strategi Bertahan Hidup di
Keluarga Anak Putus Sekolah Perkotaan, Vol.18.
Hening Riyadiningsih dan Ratna Puji Astuti, “Kondisi Psikologis Anak Putus Sekolah”. E-mail:
heningriyadiningsih@gmail.com Dosen Fakultas Ekonomi Universitas Wijayakusuma Purwokert,
Mohammad Saroni, Pendidikan Untuk Orang Miskin, hlm 31
Muhammad Rifa’i, Sosiologi Pendidikan, hlm 205-206
18
Muhammad Rifa’i, Sosiologi Pendidikan, hlm 207
16
17

Jalalluddin dan Abdullah Idi, Filsafat Pendidikan, Jakarata: Rajawalipers, 2014
Rifa’i, Muhammad, Sosiologi Pendidikan, Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2011
Saputra, Inggar, Quo Vadis Pendidikan, Jakarta: Aksaramaya, 2014
Saroni, Mohammad, Pendidikan Untuk Orang Miskin, Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2013
Soyo Mukti, Nurani, Teori-Teori Pendidikan, Yogyakarta: Ar-RuzzMedia, 2015.
Sumodiningrat, Gunawan dan Ari Wulandari, Revolusi Mental, Yogyakarta: Media Pressindo, 2015
Zaitun, Sosiologi Pendidikan, Pekanbaru: Publising dan Consulting Company, 2015