1 asnawan tanggung jawab pendidikan keji

Asnawan, Tanggung Jawab Pendidikan Kejiwaan Anak Bagi Orang Tua

TANGGUNG JAWAB PENDIDIKAN KEJIWAAN ANAK
BAGI ORANG TUA
(Telaah Pemikiran Abdullah Nashih Ulwan)
Oleh: Asnawan

ABSTRAK

Pada hakikatnya kajian ini berdasarkan keprihatinan tokoh tersebut
berkenaan dengan masalah pendidikan kejiwaan anak yang menurut
pengamatannya sangat tidak sesuai nilai-nilai pendidikan yang
seharusnya sebagaimana dicontohkan Rosulullah SAW dan as-salafus
as shalih dalam mendidik putra-putrinya. Walaupun hal itu terjadi
dengan tempat dan waktu yang berbeda, tetapi perkara pendidikan
kejiwaan ini sangat relevan untuk dikaji pada saat sekarang, sehingga
penting untuk diketahui khususnya para orang tua dan pendidik
pada umumnya dalam mendidik dan membina buah hatinya.
Abdullah Nashih Ulwan adalah salah seorang pemikir pendidikan
Islam yang murni. Dia mendasarkan segala ide dan pemikirannya
pada Al-Qur’an dan Al-Hadits Rasulullah SAW, kemudian

memberikan ilustrasi penjelasannya pada apa yang telah diperbuat
Rasulullah SAW, para sahabatnya, dan para salaf yang salih. Hampirhampir beliau tidak menggambil referensi para pemikir di Barat
kecuali dalam keadaan yang sangat penting untuk maksud tertentu,
misalnya untuk menguatkan kebenaran Islam. Pendidikan kejiwaan
adalah suatu upaya mendidik anak guna membentuk,
menyempurnakan dan menyeimbangkan kepribadian anak, sehingga
ketika anak telah mencapai usia dewasa dapat terbebas dari berbagai
macam gangguan kejiwaan. Dengan terbebasnya anak dari gangguan
tersebut diharapkan anak dapat melaksanakan kewajiban-kewajiban
yang dibebankan kepada dirinya dengan baik dan mulia.
Key Word : Pemikiran, Tanggung Jawab, Pendidikan Anak,
Kejiwaan.
Pendahuluan
Al-Qur’an dan sunnah Nabi SAW adalah sumber ajaran Islam. Di
dalam dua sumber itu terdapat ayat-ayat atau pesan-pesan yang
mendorong manusia untuk belajar membaca dan menulis serta menuntut

JURNAL FALASIFA. Vol. 2, No.

3aret 45 4


ilmu, memikirkan, merenungkan, menganalisis, penciptaan langit dan
bumi. Oleh karena itu, tujuan dari pendidikan untuk memberi cahaya
terang kepada hati nurani dan pikiran serta menambah kemampuan Islam
dalam melakukan proses pengajaran dan pendidikan. Karena 3uhammad
SAW sendiri diutus pertama-tama untuk menjadi pendidik dan beliau
adalah guru yang pertama dalam Islam.
Dengan memahami sekaligus berupaya sekuat tenaga untuk dapat
mengaktualisasikan secara nyata dalam kehidupan dari kedua sumber
pokok ajaran Islam tersebut, maka akan terbentuklah generasi yang kokoh
dalam makna yang luas. Kajian ini secara khusus berusaha mendalami
pemikiran seorang tokoh pendidikan yang sudah tidak asing lagi dalam
kalangan dunia pendidikan, ia adalah Abdullah Nashih Ulwan. Fokus
utamanya berkaitan dengan penanaman dan pembentukan kejiwaan anak.
Pada hakikatnya kajian ini berdasarkan keprihatinan tokoh tersebut
berkenaan dengan masalah pendidikan kejiwaan anak yang menurut
pengamatannya sangat tidak sesuai nilai-nilai pendidikan yang seharusnya
sebagaimana dicontohkan Rasulullah SAW dan as-salafus as shalih dalam
mendidik putra-putrinya. Walaupun hal itu terjadi dengan tempat dan
waktu yang berbeda, tetapi perkara pendidikan kejiwaan ini sangat relevan

untuk dikaji pada saat sekarang, sehingga penting untuk diketahui
khususnya para orang tua dan pendidik pada umumnya dalam mendidik
dan membina buah hatinya. Dewasa ini, banyak sifat-sifat negatif yang
membelenggu dan tumbuh dalam diri kita. Diantara sifat-sifat negatif itu
antara lain adalah malu mengatakan yang benar, malas berbuat kebajikan,
penakut, dengki, marah, rendah diri, riya’ dan munafik. Sifat-sifat ini
tumbuh dalam jiwa yang lemah, jiwa yang telah dihancurkan oleh musuhmusuh Islam. Jiwa seperti ini beku, hina, tidak mempunyai keinginan kuat
dan tujuan.4
3unculnya sifat-sifat negatif tersebut sangat dipengaruhi oleh
berbagai ragam faktor. Ada yang karena faktor hereditas, seperti minder,
ada yang karena faktor lingkungan baik karena lingkungan alami seperti
kemiskinan, cacat fisik, dan kemampuan berfikir, maupun lingkungan
modifikasi seperti sikap dan perlakuan orangtua yang keliru terhadap
anak-anak. Oleh karena itu, jika sifat-sifat negatif ini tidak dihindarkan
sejak dini akan sangat berbahaya ketika anak tumbuh semakin besar dan

Saifullah, Muhammad Quthub dan Sistem Pendidikan Non Dikotomik (Yogyakarta: Suluh
Press,45589, hal. VI.
4 Syaikh 3uhammad Said 3ursi, Seni Mendidik Anak, Jilid 4, Penerjamah: 3uhammad
3uchson Anasy, (Jakarta : Pustaka Al- Kautsar, 455:9, hal. :.


4

Asnawan, Tanggung Jawab Pendidikan Kejiwaan Anak Bagi Orang Tua

berkembang semakain dewasa, karena sifat-sifat tersebut akan
menggerogoti kepribadiannya.2
3encermati kenyataan seperti ini, tentunya diperlukan suatu cara
untuk mendidik anak sesuai dengan masa perkembangannya, sebagaimana
dikatakan Seto 3ulyadi, (Psikolog dan ketua komnas perlindungan anak9 ;
”pendidikan tidak sekedar dilakukan melalui komando atau instruksiinstruksi sepihak saja, tetapi juga melalui pendekatan dari hati kehati yang
penuh dengan suasana kasih sayang. Semua ini hanya bisa dilakukan
melaui pendekatan yang efektif oleh ibu dan ayah kepada putra-putrinya di
rumah”.:
Sejalan dengan itu, pemikiran Abdullah Nashih Ulwan bahwa
untuk meminimalisir terjadinya berbagai penyimpangan kejiwaan anak,
beliau menawarkan arahan bagi pendidik dalam hal ini orang tua untuk
memperhatikan kejiwaan anak semenjak si anak mulai mengerti, sehingga
kelak sewaktu anak menginjak usia dewasa tidak mengalami kekacauan
jiwa. Pendidikan kejiwan menurut Abdullah Nashih Ulwan adalah sebuah

upaya untuk mendidik anak semenjak mulai mengerti supaya berani
terbuka, mandiri, suka menolong, bisa mengendalikan amarah, dan senang
kepada seluruh bentuk keutamaan jiwa dan moral secara mutlak.8 Perlu
diketahui juga, pada pembahasan beliau mengenai pendidikan kejiwaan ini
beliau lebih menyoroti sifat-sifat negatif maupun positif, yang sering
ditemui pada anak.
Banyak orang tua masa kini yang mencari bantuan psikolog atau
profesional kesehatan mental untuk mengatasi prilaku anak. 3ereka
mengeluhkan prilaku-prilaku buruk yang sering dilakukan oleh anak-anak
mereka, seperti suka mencari gara-gara, tidak sopan, mengeluhkan segala
hal, tidak menghiraukan orang tua, suka bertengkar, dan sifat-sifat negatif
yang lain.= Seorang anak untuk dapat tumbuh dan berkembang secara
optimal menjadi dirinya sendiri, agar bisa menjadi generasi muda yang
unggul penerus cita-cita perjuangan bangsa, mereka harus memperoleh
lingkungan yang kondusif. Yaitu dalam bentuk pemenuhan akan hak-

2 Ruswan Thoyib & Darmuin, (ed.9, Pemikiran Pendidikan Islam Kajian tokoh Klasik dan
Kontemporer (Yogyakarta : Fakultas Tabiyah IAIN Wali Songo Semarang berkerjasama
dengan Pustaka Pelajar, ??89, hal. =8.
: 3ohamed A. Khalfan, Anakku Bahagia Anakku Sukses (Panduan Islami bagi Orang tua

dalam Membesarkan Anak, (Jakarta : Pustaka @ahra, 455:9, hal. VII.
8 Abdullah Nashih Ulwan, Pendidikan Anak dalam Islam, Penerjemah: Jamaludin 3iri
(Jakarta: Pustaka Amani, 45549, hal. 2=2.
= Larry J. Koeng, Smart Discipline. Menanamkan Disipline dan Menumbuhkan Rasa Percaya
Diri Pada Anak (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 45529, hal. 4 & :.

2

JURNAL FALASIFA. Vol. 2, No.

3aret 45 4

haknya yang paling mendasar, seperti hak untuk memperoleh
perlindungan dan bimbingan yang sebaik-baiknya.B
Keadaan negatif seperti tersebut di atas, menuntut orang tua untuk
menata atau memperbaiki perlakuan mereka terhadap putra-putrinya, agar
pertumbuhan jiwa anaknya tumbuh dengan baik. Berangkat dari beberapa
pokok pikiran di atas, maka dalam tulisan ini penulis mengungkapkan ideide beliau berkenaan dengan pendidikan kejiwaan anak yaitu berkaitan
dengan tanggung jawab pendidikan kejiwaan anak bagi orang tua. Ide-ide
Abdullah Nashih Ulwan, menurut analisa penulis, sangat representatif

untuk dikaji saat ini guna mengatasi keterpurukan pendidikan kejiwaaan
anak, sebagai akibat dari pola pendidikan orang tua yang tidak sesuai
terhadap anak.
Pentingnya Tanggung Jawab Orang Tua Berkaitan dengan Pendidikan
Kejiwaan Anak
Tanggung jawab dalam Kamus lengkap Bahasa Indonesia berarti
keadaan wajib menanggung segala sesuatunya (bila terjadi sesuatu boleh
dituntut, dipersalahkan, diperkarakan dan sebagainya9.C Sedangkan
pendidikan adalah menciptakan berbagai perubahan pada berbagai
dimensi keberadaan manusia dan prilakunya, dengan tujuan
mengarahkannya pada suau sasaran, yang merupakan hal penting dan
menentukan nasib seseorang. Segala bentuk perbaikan dan pembinaan
individu dalam masyarakat.
Hampir semakna dengan maksud pendidikan yaitu pembinaan
yang berarti pembentukan sikap hidup. Pembinaan dimaksudkan sebagai
upaya pengembangan manusia dari segi praktis. Dalam pembinaan orang
ingin mengembangkan sikap, kemampuan, dan kecakapan. Jadi pembinaan
lebih dekat dengan Etika dan 3oral, sedangkan informasi dari ilmu
pengetahuan dipakai sebagai penunjang dan ilustrasi atau contoh.
Pembentukan sikap hidup ini terjadi dalam proses yang lama, bahkan

seumur hidup. Oleh karena itu pembinaan kesehatan jiwa harus dimulai
sejak dini.? 3elaksanakan tanggung jawab orang tua merupakan suatu cara
untuk membangun potensi anak sekaligus sebagai cara mengatasi berbagai
masalah anak, Islam melarang orang tua yang tidak bertanggung jawab
kepada anaknya seperti tidak mengasuhnya, lalai membimbing dan tidak
menasehati anak.

Irwan Prayitno dan Datuak Rajo Bandaro Basa, Anakku Penyejuk Hati (Pondok Gede
Bekasi: Pustaka Tarbiyatuna, 455:9, hal. V.
C Hoetomo, Kamus Lengkap Bahasa Indonesia (Surabaya: 3itra Pelajar, 45589, hal. 85B.
? Johan Suban Tukan, Metode Pendidikan Seks, Perkawinan, dan Keluarga (Jakarta: Erlangga,
??:9, hal. 4C & 4?.
B

:

Asnawan, Tanggung Jawab Pendidikan Kejiwaan Anak Bagi Orang Tua

Keluarga adalah unit pertama dan institusi dalam masyarakat,
dimana hubungan yang terdapat didalamnya, sebagian besar sifatnyasifatnya hubungan-hubungan langsung. Disitulah berkembangnya individu

dan disitulah terbentuknya tahap-tahap awal pemasyarakatan (socialization9
dan mulai interaksi dengannya, ia mamperoleh pengetahuan, ketrampilan,
minat, nilai-nilai emosi dan sikapnya dalam hidup, dan dengan itu ia
memperoleh ketetentraman dan ketenangan. Keluarga adalah pokok
pertama yang mempengaruhi pendidikan seseorang. Lembaga keluarga
adalah lembaga yang kuat berdiri sendiri dan merupakan tempat mulamula seorang manusia digembleng untuk mengarungi hidupnya.
Sekurang-kurangnya ada lima fungsi keluarga, yang bila dilihat
dari segi pendidikan akan sangat menentukan kehidupan. 5
9 Keluarga dibentuk untuk reproduksi, memberikan keturunan, ini
merupakan tugas suci agama yang dibebankan melalui manusia.
Transmisi pertama melalui fisik.
49 Perjalanan keluarga selanjutnya mengharuskan ia bertanggung jawab,
dalam bentuk pemeliharaan yang harus diselenggarakan demi
kesejahteraan keluarga, anak-anak perlu pakaian yang baik,
kebersihan, permainan yang sehat, makanan yang bergizi, rekreasi dan
sarana hidup materil lainnya.
29 Lebih jauh keluarga berjalan mengharuskan ia menyelenggarakan
sosialisasi, memberikan arah pendidikan, pengisian jiwa yang baik dan
bimbingan kejiwaan.
:9 Freferensi adalah fungsi selanjutnya, karena hidup adalah ”Just a matter

of choice” maka orang tua harus mampu memberikan freferensi yang
terbaik untuk anggota keluarganya, terutama anak-anaknya. Freferensi
adalah tindak lanjut dari sosialisasi. Orang memberikan jalan yang
mana yang harus ditempuh dalam kehidupan anak.
89 Pewarisan nilai kemanusiaan, yang minimal dikemudian hari dapat
menciptakan manusia yang cinta damai, anak shaleh yang suka
mendoakan kepada orang tua secara teratur, yang mengembangkan
kesejahteraan sosial dan ekonomi umat manusia yang mampu menjaga
dan melaksanakan hak azazi kemanusiaan yang adil dan beradab serta
mampu menjaga kualitas dan moralitas lingkungan hidup.
Pelaksanaan tanggung jawab materi dan rohani merupakan suatu
kebutuhan baik bagi akal maupun kesadaran; tangung jawab meminta
manusia untuk tabah mengikuti kemajuan dan mengutuk faktor-faktor
yang menyebabkan kekacauan di dalam sistem kehidupan. Pelaksanaan
tanggung jawab memainkan suatu peranan yang besar dalam
5 Ramayulis, dkk, Pendidikan Islam dalam Rumah Tangga (Jakarta: Kalam 3ulia, ??=9.
Hal.:-8.

8


JURNAL FALASIFA. Vol. 2, No.

3aret 45 4

meningkatkan akhlak yang baik dan kehidupan kerohanian. Kendati dalam
kepercayaan (agama9, tanggung jawab bukan merupakan perbudakan
melainkan kebebasan yang sesungguhnya. Tanggung jawab menarik
manusia ketatanan prilaku yang sesuai dengan sistem kehidupan yang
paling memadai. Tanggung jawab itu ada selama manusia ada, tetapi
dalam bentuknya yang berbeda-beda. Sudah sepantasnya mengharapkan
seseorang untuk memenuhi tanggung jawabnya jika ia mampu dan
berkehendak untuk memenuhinya. Sebab ketiadaan rasa tanggung jawab
dan pelanggaran berbagai peraturan hanya akan menunjukkan kejahilan
akan asas-asas kehidupan dan mengantar kepada kesengsaraan dan
kerusakan.
Atas dasar tanggung jawab itulah maka orang tua mempunyai
peranan penting dalam pembinaan kejiwaan anak. Tidak satu pun orang
tua di muka bumi ini yang mengharapkan anak-anaknya tumbuh secara
abnormal namun tidak semua anak bisa tumbuh dan besar sesuai harapan
orang tua. Ada yang secara fisik tumbuh normal, namun secara psikologis
mengalami gangguan-gangguan. Ada beragam masalah psikologis atau
kejiwaan yang lazim di derita anak-anak dalam masa pertumbuhan, baik
yang nampak sepele maupun berat. 4
Psikologi dan Ilmu Jiwa
Jiwa atau nafs bukanlah hal yang berdiri sendiri. Ia merupakan satu
kesatuan dengan badan. Antara jiwa dan badan muncul suatu
keseimbangan yang mencerminkan adanya totalitas dan unitas. Untuk
dapat membahas masalah kejiwaan tentu tidak dapat lepas dari suatu
disiplin keilmuan yang banyak berbicara masalah jiwa.
Sebagai salah satu disiplin ilmu, psikologi yang dalam istilah lama
disebut ilmu jiwa itu bersumber dari kata bahasa Inggris psychology. Kata
psychology merupakan dua akar kata yang berasal dari bahasa Greek
(Yunani9, yaitu 9 Psyche yang berarti jiwa; 49 Logos yang berarti Ilmu. Jadi
secara harfiah psikologi memang berarti ilmu jiwa. Kini, berbagai kalangan
profesional baik yang berkecimpung dalam dunia pendidikan maupun
dunia profesi lainnya yang menggunakan layanan atau ”jasa kejiwaan” itu
lebih terbiasa menyebut psikologi daripada ilmu kejiwaan. Dalam
ensiklopedia pendidikan, Poerbakawatja dan Harahap ( ?C 9 membatasi
psikologi sebagai ”cabang ilmu pengetahuan yang mengadakan
penyelidikan atas gejala-gejala dan kegiatan-kegiatan”. Dalam ensiklopedia

Sayyid 3ujtaba 3usayi Lari, Psikologi Islam (3embangun Kembali Generasi 3uda
Islam9 (Bandung: Pustaka Hidayah, ??59, hal. 4 .
4 James Le Fanu, Deteksi Dini Masalah-masalah Psikologi Anak, Penerjemah: Irham Ali
Syaifuddin (Yogyakarta : Think, 455=9.

=

Asnawan, Tanggung Jawab Pendidikan Kejiwaan Anak Bagi Orang Tua

ini dibatasi pula bahwa kegiatan jiwa tersebut meliputi respon organisme
dan hubunganya dengan lingkungan. 2
Dalam psikologi Islami dalam mengkaji jiwa dengan
memperhatikan badan. Keadaan tubuh manusia bisa jadi merupakan
cerminan jiwanya. Ekspresi badan hanyalah salah satu fenomena kejiwaan
dalam merumuskan siapa manusia itu, psikologi Islami melihat manusia
tidak semata-mata dari prilaku yang diperlihatkan badannya. Bukan pula
berdasarkan tentang spekulasi tentang apa dan siapa manusia. Psikologi
Islami bermaksud menjelaskan manusia dengan memulainya dengan
merumuskan apa kata Tuhan tentang manusia. Psikologi Islami menyadari
adanya kompleksitas dalam diri manusia dimana hanya Sang Penciptalah
yang mampu memahami dan mengurai komplesitas itu. Sedangkan tugas
dari Psikologi Islami setelah menerangkan gejala-gejala yang terjadi pada
manusia, adalah memprediksi prilaku manusia, mengontrol, dan
mengarahkan prilaku itu. Berbeda dengan tugas Psikologi Barat yang
hanya menerangkan (explanation9, memprediksi (prediktion9, dan
mengontrol (controling9 prilaku manusia. 3aka, tugas Psikologi Islami
adalah lebih dari itu, yaitu menerangkan, memprediksi, mengontrol, dan
terutama mengarahkan manusia untuk mencapai ridho-Nya. Dengan
demikian kehadiran Psikologi Islami dipenuhi dengan suatu misi besar,
yaitu menyelamatkan manusia dan mengantarkan manusia untuk
memenuhi kecenderungan alaminya untuk kembali pada-NYa dan
mendapatkan ridho-Nya. :
Adapun tujuan utama dari studi psikologi. Pertama, agar seseorang
mempunyai pemahaman yang baik tentang individu baik diri sendiri
maupun orang lain. Kedua, dengan hasil pemahaman tersebut seseorang
diharapkan dapat bertindak maupun memberikan perlakuan yang lebih
bijaksana. Tindakan yang bijaksana menyangkut penggunaan cara atau
metode yang tepat terhadap individu yang tepat, pada saat dan situasi yang
tepat. Seseorang yang telah mempelajari psikologi diharapkan menjadi
orang yang dapat mengerti dirinya dan mengerti orang lain serta dapat
memberikan perlakuan yang bijaksana. Dengan perkataan lain seseorang
yang telah mempelajari psikologi menjadi orang yang arif dan bijaksana. 8
Orang tua sebagai pendidik pertama bagi putra-putrinya sudah
selayaknya mengetahui dan sekaligus memahami ilmu yang membahas
banyak tentang masalah kejiwaan ini, tertama sesuai dengan tema sentral
2 3uhibbin Syah., Psikologi Pendidikan dengan Pendekaan Baru (Bandung : PT Remaja
Rosdakarya, 455:9, hal. B& ?.
: Djamaludin Ancok dan Fuat Nashari Suroso, Psikologi Islami (solusi Islam atas problemproblem psikologi) (Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 455:9. hal. :?- 85.
8 Nana Syaodih Sumadinata, Landasan Psikologis Pendidikan dengan Pendekatan Baru
(Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 455:9, hal.44.

B

JURNAL FALASIFA. Vol. 2, No.

3aret 45 4

kajian ini yaitu berkaitan dengan masalah pendidikan kejiwaan anak, sebab
dengan memahami kejiwaan anak ini orang tua dapat memberikan
perlakuan yang bijaksana terhadap anak sehingga sang anak terhindar dari
gangguan-gangguan kejiwaan yang dikarenakan pengalaman pendidikan
yang buruk dari orang tuanya.
Atas dasar itulah maka mempelajari psikologi sangatlah penting
bagi orangtua atau pendidik dalam memberikan pembinaan terhadap anak
terutama berkaitan dengan persoalan kejiwaan anak.
Kesehatan Jiwa untuk Anak-Anak
Guna membantu memahami kehidupan anak dan membantu
mengatasi permasalahannya, orang tua dan pendidik harus mengetahui
psikologi adaptasi dalam lingkup ilmu kesehatan jiwa. Sebelum membahas
tentang kesehatan jiwa anak terlabih dahulu perlu diketahui tantang
Pengertian ilmu kesehatan jiwa. Ilmu kesehatan jiwa dikenal sebagai,”Ilmu
mengadaptasikan jiwa atau target persentuhan atau penyatuan pribadi,
penerimaan seseorang terhadap diri sendiri dan penerimaan orang lain
terhadap dirinya, yang kesemuanya itu bermuara pada perasaan bahagia
dan kesenangan jiwa.” =.
Dalam psikologi, adaptasi disebut sebagai proses dinamika yang
berkesinambungan yang dituju oleh seseorang untuk mengubah tingkah
lakunya, supaya muncul hubungan yang selaras antara dirinya dengan
lingkungannya. 3aksudnya lingkungan disini, mencakup segala sesuatu
yang dapat mempengruhi seluruh kemampuan dan kekuatan-kekuatan
yang ada disekeliling seseorang. Semua itulah yang sangat berperan
mendukung jerih payahnya sehingga berhasil mencapai kehidupan rohani
yang mantap. Lingkungan ini dibagi menjadi tiga, yaitu, lingkungan alam,
lingkungan masyarakat, dan lingkungan diri sendiri. B
Bila dikaitkan dengan tujuan dari pendidikan kejiwaan yang
digagas oleh Abdullah Nashih Ulwan sangat relevan, sebab menurut beliau
bahwa tujuan dari pendidikan ini adalah untuk membentuk, membina dan
menyeimbangkan kepribadian anak. Hal itu dengan harapan agar anak
pada masa dewasanya dapat terhindar dari berbagai macam gangguan
kejiwaan. C
Dari pernyataaan Abdullah Nashih Ulwan tersebut dapat diketahui
dengan jelas bahwa maksud dari pendidikan kejiwaan ini bagi anak adalah
untuk mendidik anak semenjak anak mulai mengerti supaya berani

Syaikh 3. Jamaluddin 3ahfuzh, Psikologi Anak dan Remaja Muslim, alih bahasa : Abdul
Rosyad Shiddiq dan Ahmad Vathir @aman ( Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 45589, hal. 2.
B Ibid., hal. 8- =.
C Abdullah Nashih Ulwan, Pendidikan, hal. 2=2.
=

C

Asnawan, Tanggung Jawab Pendidikan Kejiwaan Anak Bagi Orang Tua

terbuka, mandiri, suka menolong, bisa mengendalikan amarah dan senang
kepada seluruh bentuk keutamaan jiwa dan moral. ?
Sketsa Biogarafi Abdullah Nashih Ulwan
Dalam kajian ini penulis mencoba menganalisa dan menyelidiki
pemikiran Abdullah Nashih Ulwan tentang tanggung jawab orang tua
berkaitan dengan pendidikan kejiwaan anak. Oleh karena itu terlebih
dahulu penulis memulai dengan menyelidiki perjalanan hidup Abdullah
Nashih Ulwan secara global dan kaitannya dengan kondisi sosial politik
mesir saat itu. Hal itu disebabkan tidak banyak diketahui riwayat hidup
pemikir besar di bidang pendidikan ini. Oleh karena itu dengan adanya
keterbatasan sumber-sumber tersebut, salah satu cara untuk mendapatkan
gambaran tentang kehidupan Abdullah Nashih Ulwan adalah dengan
melacak perjalanan hidupnya dimulai selama menjadi mahasiswa di
Perguruan Tinggi al-Azhar 3esir.
Nama lengkapnya adalah Abdullah Nashih Ulwan. Lahir tahun
?4C 3 di kota Halab, Syiria. Studi tingkat lanjutan atas ditempuh pada
jurusan Syariah dan pengetahuan Alam di kota kelahirannya, lulus tahun
?:?. selanjutnya ia melanjutkan di Fakultas Ushuluddin Universitas alAzhar, 3esir, Lulus tahun ?84. sedangkan ijazah di bidang pendidikan
dan pengajaran setingkat magister diperoleh tahun ?8:. Namun dia tidak
sempat menyelesaikan program doktornya karena diusir dari 3esir oleh
pemerintahan Abd Nasser. Sejak saat itu, Ulwan mengajar materi
pendidikan Islam tingkat Tsanawiyah di kota Halab dan aktivitas hidupnya
banyak dicurahkan di bidang pendidikan, pengajaran, serta dakwah di
madrasah dan masjid di kota kelahirannya.45
Setelah kembali ke kota kelahirannya, pada tahun ?8:, ia
ditetapkan sebagai tenaga pengajar untuk materi pendidikan Islam di
sekolah-sekolah Lanjutan Atas di Hallab. Keaktifannya sebagai seorang da’i
yang berceramah di masjid-masjid, dan sekolah-sekolah, menjadikannya
seorang yang ditokohkan di masyarakat. Demikianlah pokok-pokok uraian
singkat tentang latar belakang Abdullah Nashih Ulwan menutut dan
menjadi 3ahasiswa di al-Azhar. Dengan alasan tersebut maka penulis
mendapatkan gambaran yang jelas tentang corak dan pemikiran Abdullah
Nashih Ulwan sehingga dapat menyimpulkan dan menganalisanya.

Ibid.,
Abdullah Ahmad Na’im, dkk, Pemikiran Islam Kontemporer (Yogyakarta : Penerbit
Jendela, 45529, hal. 2:.
?

45

?

JURNAL FALASIFA. Vol. 2, No.

3aret 45 4

Karya-Karya Abdullah Nashih Ulwan
Data mengenai karya Abdullah Nashih Ulwan penulis dapat dari
Syaikh Wahbi Sulaiman Al-Ghawajji Al- Albani dalam kata pengantarnya
di dalam kitab Tarbiyatu ’l – Aulad fi ’l-Islam karya Abdullah Nashih Ulwan.
Abdullah Nashih Ulwan merupakan seorang pemikir Islam yang begitu
tajam pengamatannya dalam memahami realitas umat, hal ini terbukti dari
berbagi karya yang merupakan hasil pemikirannya yang tidak sedikit
diberikan kepada umat. Dengan harapan umat tidak telepas dari nilai-nilai
Islam, dalam meghadapi berbagai fenomena kehidupan yang tidak sedikit
godaan dan rayuan yang melenakan.
Berbagai buah karyanya akan penulis paparkankan sebagi berikut:
Ketika ia berbicara mengenai tugas-tugas profetik yang dilakukan oleh
Rasulullah Saw yang mempunyai misi sebagai abdullah dan khalifatullah,
ia menulis Ila Warasatil Anbiya-i (Kepada Pewaris Para Nabi9, yang
ditujukan kepada para ulama, yang berlabel pewaris para nabi agar
mencontoh Rasulullah Saw dalam melaksanakan kewajibannya berdakwah
menyampaikan Islam dengan hikmah dan ajaran yang baik, sehingga umat
tidak lari dari Islam.
Ketika ia melihat keadaan umat yang mempunyai kecenderungan
melalaikan waktu dengan berbuat sia-sia, tanpa kontrol yang baik terhadap
hasil teknologi berupa audio visual, ia pun mengingatkan akan berbagai
dampak negatifnya. Keadaan demikian menuntutnya menulis sebuah buku
berjudul Hukmul Islam Fit Tillviziyyun (Hukum Islam tentang Televisi9 yang
ia kembangkan menjadi sebuah buku yang berjudul Shubuhat Wa Rudud
(Keragu-raguan dan berbagai sanggahan9. Pengembangan ini dimaksudkan
agar umat lebih paham akan dampak dan pengaruh media sehingga
mereka lebih waspada terhadap pengaruh negativ yang disebarluaskan
melalui media, yang tidak menutup kemungkinan mempunyai misi
menghancurkan nilai-nilai moral spiritual umat.
Generasi muda juga tidak luput dari perhatianya, yaitu dengan
munculnya buku berjudul Hatta Ya’Lamasy Syabab (Agar Para Pemuda
3engerti9. Sebab generasi muda merupakan suatu generasi yang
menentukan bagi keberlangsungan Islam pada masa berikutnya. Generasi
muda merupakan aset yang begitu berharga, bila tidak diperhatikan dan
diarahkan akan sangat berbahaya, bagi keberlangsungan Islam. Pada masa
ini terjadi transisi yang begitu besar dalam pribadinya yang sangat
membutuhkan suatu bimbingan yang mendorong dirinya untuk berbuat
positif.
Ketika ia berbicara mengenai urusan-urusan sosial masyarakat
kepada para petinggi negara, ia menulis buku berjudul At-Takafulul Ijtima’i
Fil Islam (Jaminan Sosial dalam Islam9. Buku tersebut berupaya
membentengi Islam dari sistem kapitalis Barat yang menyesatkan.
5

Asnawan, Tanggung Jawab Pendidikan Kejiwaan Anak Bagi Orang Tua

Ketika ia menunjukkan media untuk menyelamatkan masyarakat
dari bahaya kapitalisme tersebut, ia menulis untuk mereka sebuah buku
berjudul Ahkamut Ta’min (Hukum-Hukum Asuransi9 dan menyebutkan
bahaya-bahayanya serta menjelaskan peran penggantinya yang benar yaitu
dalam jaminan sosial yang Islami.
Dan pada saat ia melihat keadaan pendidikan yang menyimpang
dari kaidah-kaidah hukum Islam, ia menulis sebuah karya tentang
Tarbiyatul Aulad fil Islam (Pendidikan Anak dalam Islam9 yang
dipersembahkan kepada umat agar mengikuti ajaran Islam yang sempurna
dalam menghasilkan generasi yang baik dan mulia. Buku tersebut
dijadikannya menjadi empat bagian, dengan isi bahasan mencapai 2B=
halaman. Hal ini menunjukkan bahwa ia memiliki integritas yang cukup
besar tehadap masalah pendidikan generasi mendatang.4
Setelah melihat karya-karya Abdullah Nashih Ulwan tersebut maka
pantaslah jika Syaikh Wahbi Sulaiman Al-Ghawajji Al-Albani sampai
mengatakan, sekirannya saya diminta untuk menilai dirinya, maka akan
saya katakan, bahwa dia adalah seorang beriman yang pandai dan hidup
dalam sorot kedua mata, sayap, hati, dan darahnya.
Corak dan Wacana Pemikirannya Tentang Pendidikan
Sebelum menggungkapkan corak pemikiran Ulwan tersebut, lebih
dahulu penulis memaparkan perkembangan pemikiran Islam kontemporer,
para ahli membaginya menjadi lima kelompok yang dominant:44
a. Pertama, fundamentalistik, kelompok pemikiran yang sepenuhnya
percaya pada doktrin Islam sebagai satu-satunya alternatif. Bagi
kelompok ini, Islam sendiri telah cukup, mencakup tatanan sosial,
politik dan ekonomi sehingga tak perlu menggunakan metode maupun
teori-teori Barat. 3ereka menyerukan kembali kepada sumber asli (alQur’an dan as-Sunnah9, sebagaimana yang dipraktikkan oleh Nabi Saw
dan para al-khulafa ar-rasyidin. Jadi pada prinsipnya sunnah-sunnah
Rasul harus dihidupkan dalam kehidupan modern.
b. Kedua, tradisionalistik (salaf9, kelompok pemikiran yang berusaha
berpegang teguh pada tradisi-tadisi yang telah mapan. Hal ini berbeda
dengan kaum fundamental yang sama sekali menolak modenitas dan
hannya membatasinya pada
al-khulafa ar-rasyidin yang empat.
Sedangkan pandangan kelompok tradisional beranggapan lain, yaitu
dengan melebarkan tradisi sampai pada al-salaf as-salih (tidak berhenti
sampai pada al-khulafa ar-rasyidin9 dan tidak menolak pencapaian
Abdullah Nashih Ulwan, Pendidikan Anak, hal. xxix- xxx
A. Khudhori Soleh, Pemikiran Islam Kontemporer (Yogyakarta: Jendela, 45529, hal. xvxxi.
4

44

JURNAL FALASIFA. Vol. 2, No.

3aret 45 4

modernitas, sains dan teknologi. Dengan demikian, kelompok ini
masih mau mengadopsi peradaban luar, tetapi dengan syarat semua
itu harus diIslamkan lebih dahulu (Islamisasi segala aspek kehidupan9.
Yaitu dari mulai masalah etika sampai ilmu pengetahuan dan landasan
epistimologisnya. Semua itu dimaksudkan agar seluruh gerak dan
tindakan umat adalah Islami.
c. Ketiga, reformistik, yaitu kelompok pemikiran yang berusaha
merekonstruksi ulang warisan-warisan budaya (tradisi9 Islam dengan
cara memberi intepretasi baru dengan kerangka modern dan prasyarat
rasional, sehingga tetap survive dalam kehidupan modern. Keadaan
tersebut berbeda dengan kaum tradisional yang tetap melangengkan
tradisi masa lalu seperti apa adanya.
d. Keempat, postradisionalistik, yaitu kelompok pemikiran yang berusaha
mendekonstruksi warisan-warisan budaya Islam berdasarkan standar
modenitas. Dalam satu segi kelompok ini tidak jauh berbeda dengan
kalangan refomistik, yaitu bahwa keduanya sama-sama berpandangan
bahwa warisan tradisi Islam agar dapat tetap survive dan relevan,
harus diinterpretasi dan dipahami sesuai standar modernitas. Tetapi
menurut kaum postradisionaltisik, interpretasi baru melalui
pendekatan rekonstruktif tidaklah cukup, tetapi harus lebih, yakni
dekonstruktif. Seluruh bangunan Islam klasik harus dibongkar, setelah
sebelumnya diadakan kajian dan analisis terhadapnya. Tujuannya,
agar segala yang dianggap absolute berubah menjadi relatif dan
ahistoris menjadi historis.
e. Kelima, modernistik, yaitu kelompok pemikiran yang hanya megakui
sifat rasional-ilmiah dan menolak cara pandang agama serta
kecenderungan mistis berdasar nalar praktis. Bagi meraka, agama dan
tradisi masa lalu sudah tidak relevan dengan tuntutan zaman harus
ditinggalkan. Karakter utama dari gerakan ini adalah berfikir kritis,
baik dalam soal keagamaan maupun kemasyarakatan, dan penolakan
terhadap sikap jumud (kebekuan berfikir9 dan taqlid.
Kelima model atau kecenderungan itulah yang tampaknya
meramaikan khasanah pemikirah Islam saat ini. Bila hal itu dikaitkan
dengan gagasan pemikiran Abdullah Nashih Ulwan dan keterkaitannya
dengan gerakan Ikhwanul 3uslimin, mengindikasikan bahwa corak
pemikiran beliau banyak diwarnai dengan konsepsi pergerakan tersebut.
Dalam gerakan Ikhwanul 3uslimin, misalnya berkaitan dengan
kegiatan pendidikan seluruhnya harus didasarkan pada ajaran yang
terdapat dalam Al-Qur’an dan praktek kehidupan Rasulullah dan para
sahabatnya. Dalam kaitan ini, maka Ikhwnul 3uslimin dapat digolongkan

4

Asnawan, Tanggung Jawab Pendidikan Kejiwaan Anak Bagi Orang Tua

kepada kelompok sunni dan salafi, hal ini disebabkan karena dalam
melakukan setiap aktivitas selalu merujuk pada kemurnian ajaran Islam.42
Landasan pendidikan yang demikian itu sejalan dengan corak
pemikiran Abdullah Nashih Ulwan yang digolongkan sebagai salah
seorang pemikir pendidian Islam yang murni. Beliau mendasarkan segala
ide dan pemikirannya pada Al-Qur’an dan hadits Rasulullah SAW, yang
kemudian di ilustrasikan penjelasannya pada apa yang telah diperbuat
Rasullullah, para sahabatnya dan para as- salaf as-shalih.4:
Dari bebarapa gambaran di atas, dapat penulis simpulkan bahwa
corak pemikiran Abdullah Nashih Ulwan dapat dikelompokan kedalam
corak pemikiran salafi, hal itu dengan jelas terlihat dalam karya terbesarnya
dalam bidang pendidikan kitab Tarbiyatul Aulad Fil Islam. Yang dalam
setiap pembahasannya tidak terlepas dari sumber primernya Al-Qur’an dan
hadits Rasulullah SAW, yang kemudian didukung dengan cerita para
sahabat dan sikap prilaku para salaf yang salih dalam mengamalkan Islam.
Sedangkan berkaitan dengan sikapnya mengenai isu modernitas ia
sangatlah selektif, dalam pandangannya modernisasi bukan berarti
westernisasi (gaya hidup serba Barat9 yang sarat dengan kultur
materialisme dan hedonisme.
Hal tersebut dapat dilihat, misalnya mengenai sikapnya terhadap
pesatnya penemuan modern seperti: sarana informasi, komunikasi dan
produk- produk lainnya. Dalam pandangannya penemuan tersebut di
ibaratkan sebagai sebuah senjata yang memiliki dua sisi yang tajam, bisa
dipergunakan untuk kebaikan maupun sebaliknya.
Hasil-hasil teknologi modern tersebut jika dipergunakan untuk
kemaslahatan seperti menyebarluaskan kebaikan, mengokohkan akidah
Islam, memperkuat akhlak mulia, menghubungkan generasi sekarang
dengan kejayaan dan sejarahnya, mengarahkan umat pada kemaslahatan
dunia dan agamanya sangatlah dianjurkan. Sedangkan apabila produk
modern tersebut disalahgunakan seperti untuk menyebarluaskan dan
memperkokoh kerusakan dan penyimpangan nilai-nilai moralitas dan
spiritualitas umat maka hukumnya adalah haram, baik itu melihat maupun
mendengarnya.48
. Wacana pemikiran tentang pendidikan
Abdullah Nashih Ulwan telah menulis berbagai masalah
pendidikan dan dakwah. 3eskipun demikian pandanganpandangannya secara spesifik tentang pendidikan telah banyak dimuat
di dalam kitabnya Tarbiyatul Aulad fil Islam. 3emang pendidikan
42

Ibid., hal. ?2.
Ruswan thoyib &Darmuin, (ed9, Pemikiran, hal. 82.
48 Abdullah Nashih Ulwan, Pendidikan Anak, hal. 85 -854.
4:

2

JURNAL FALASIFA. Vol. 2, No.

3aret 45 4

merupakan masalah yang sangat penting, sehingga ketika kita
menyebut masalah pendidikan itu berarti menyangkut masalah orang
tua, masyarakat, sekolah dan negara. Karena manusia dalam kegiatan
pendidikan merupakan subyek dan obyek yang terlibat di dalamnya.
3anusia mempunyai peranan dan tanggung jawab yang besar
sebagai khalifah sekaligus sebagai ’abd dalam kaitannya dengan
konsep pendidikan. Hal ini senada dengan firman Allah SWT dalam
Q.S. Al-An’am (=9 ayat =8:

!
Artinya: Dan Dia lah yang menjadikan kamu penguasa-penguasa di bumi dan
Dia meninggikan sebahagian kamu atas sebahagian (yang lain) beberapa
derajat, untuk mengujimu tentang apa yang diberikan-Nya kepadamu.
Sesungguhnya Tuhanmu Amat cepat siksaan-Nya dan Sesungguhnya Dia
Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.:;
Dari ayat tersebut di atas jelas bahwa manusia yang dapat
melaksanakan fungsi-fungsi demikian itulah yang diharapkan muncul
dari kegiatan pendidikan. Karena pendidikan memegang kunci
kemajuan dan peradaban umat manusia. Nasib umat manusia di masa
depan tidak bisa dilepaskan begitu saja dari keberadaan pendidikan.
Dari perspektif demikian, maka sangat wajar jika banyak pihak
menaruh kepedulian terhadap dunia pendidikan, tidak terkecuali
Abdullah Nashih Ulwan. Beliau dalam menulis kitabnya dimulai
dengan sejumlah keprihatinan yang begitu mendalam semuanya
terangkum dalam tiga sebab utama yaitu 6 9 ketidaktahuan terhadap
tabiat Ad- Din; 649 cinta dunia dan takut mati; 629 ketidaktahuan
terhadap tujuan yang semestinya menjadi akhlaq Muslim.4B Itulah tiga
sebab utama yang menurutnya menimbulkan manusia tertutup
terhadap pintu hidayah dan kemajuan, tidak ada alternatif lain yang
lebih efektif menurut beliau kecuali dengan jalan pendidikan.
Dari
pandangan
Abdullah
Nashih
Ulwan
tersebut
mengambarkan betapa pendidikan menjadi penyelesaian masalah
yang paling strategis. Pendidikan mengembangkan tugas bagaimana
agar umat Islam mengetahuai tabiat ad-Din mereka, membebaskan

4=
4B

Freeware Al- Qur’an Digital
Abdullah Nashih Ulwan, Pendidikan Anak, hal. xvi.

:

Asnawan, Tanggung Jawab Pendidikan Kejiwaan Anak Bagi Orang Tua

manusia dari cinta dunia dan takut mati serta mengembangkan
manusia ke arah kemuliaan.
Persoalan-persoalan di atas berpijak pada satu dasar pijakan,
yaitu bahwa setiap orang yang merasa berkepentingan dengan
perdamaian dan merasa bertanggung jawab dengan persoalan
pendidikan, akan berusaha untuk mengubah kenyataan pahit yang
banyak dialami umat manusia dan menyumbangkan apa saja yang
dimilikinya berupa fasilitas-fasilitas maupun sarana-prasarana supaya
ia dapat melihat masyarakat ini berada pada taraf yang layak,
kehidupan yang sejahtera dan mulia.
Kemudian persoalan-persoalan tersebut mengarah kepada satu
tujuan, yaitu bahwa setiap orang yang berkerja di bidang pendidikan,
pembinaan dan perbaikan akan mengarahkan kekuatan dan tekadnya
untuk mendirikan masyarakat ideal dan menciptakan umat yang kuat
iman, moral, jasmani, ilmu dan mental, supaya dapat mencapai
kemenangan yang gemilang, kesatuan dan kemuliaan yang besar dan
luas..
Diantara indikasi dan pengertiannya adalah; pendidikan
individu, keluarga, masyarakat dan pendidikan umat manusia.
Masing-masing dari pendidikan tersebut memiliki banyak aspek yang
mengacu pada pendirian masyarakat yang utama dan menciptakan
umat yang ideal.
Pendidikan anak tidak lain hanyalah merupakan bagian dari
pendidikan individu, dimana Islam berusaha mempersiapkan dan
membinanya supaya menjadi anggota masyarakat yang berguna dan
insan yang saleh di dalam kehidupan ini. Dalam pendangan Abdullah
Nashih Ulwan pendidikan akan ditampilkan dalam kehidupan
biologis, intelektual, psikis, sosial, dan seksnya. Pertimbangan kearah
kesehatan berbagai segi kehidupan anak itu merupakan tanggung
jawab suami istri sebagai orang tua. Pengertian pertanggung jawaban
orang tua berkenaan dengan segi-segi kehidupan anak
mengimplikasikan bahwa dalam visi Abdullah Nashih Ulwan segi-segi
kehidupan tersebut merupakan komponen-komponen utama bagi
pribadi anak.
Visi tersebut di atas menunjukkan pentingnya upaya orang tua
dalam rangka pengembangan dan pembimbingannya. Upaya seperti
itu tidak dibatasi pada tindakan verbal belaka, tetapi melihat seluruh
aspek kehidupan seperti dalam memenuhi kewajiban nafkahnya,
menjaga kesehatannya (termasuk kesegaran jasmaniahnya) dan
membina tata cara kehidupan sehari-hari.
Secara operasional, visi Abdullah Nashih Ulwan tentang anak
dan pendidikan seperti dikemukakan dalam bagian metodologi
8

JURNAL FALASIFA. Vol. 2, No.

Maret 45 4

pendidikan seperti keteladanan, pembiasaan, nasehat, hukuman,
peringatan dan petunjuk praktis dalam menyelenggarakan kehidupan
sehari-hari.
4. Tanggung Jawab Pendidikan Kejiwaan Anak Bagi Orang Tua
Berikut akan penulis jabarkan pemikiran Ulwan tentang
pendidikan kejiwaan anak bagi orang tua secara urut dimulai dari
sifat-sifat mendasar yang harus dimiki pendidik, dilanjutkan
pengertian dan tujuan pendidikan kejiwaan, faktor-faktor terpenting
yang harus dihindarkan orang tua dari anak-anak yang terdiri dari
sifat minder, penakut, kurang percaya diri, dengki, dan pemarah.
Pembahasan tersebut penulis akhiri dengan tanggung jawab
pendidikan kejiwaan dalam perspektif Islam. Ulwan mensyaratkan
bagi setiap pendidik untuk memiliki lima sifat mendasar dalam
menjalankan tanggung jawabnya sebagai pendidik, yaitu:4C
a. Sifat Ikhlas
Sebagai seorang pendidik dalam mejalankan fugsinya
hendaknya meniatkan segala aktifitasnya yang dikerjakannya
dalam mendidik, seperti perintah, larangan, nasihat, pengawasan,
atau hukuman sekalipun semata-mata karena mencari keridaan
dan pahala dari Alllah Swt.
Dengan melaksanakan keikhlasan baik dalam perbuatan
maupun perkataan, maka sangat bermanfaat bagi diri dan anakanaknya. Sehingga segala yang dinasihatkan akan memiliki kesan
dan bekasan yang mendalam pada diri anak-anaknya. Ikhlas
sebagaimana yang dipaparkan Ulwan merupakan pondasi iman
dalam ajaran Islam. Dengan kata lain, iman merupakan syarat
diterimanya sebuah amal oleh Allah Swt.
b. Takwa
Sifat terpenting yang harus dimiliki oleh seorang pendidik
adalah takwa, yang didefinisikan Ulwan sebagai berikut: Menjaga
diri dari azab Allah Swt dengan menanamkan dalam diri setiap
muslim, bahwa ia senantiasa merasa berada di bawah
pengawasan-Nya (muraqabah). Dan senantiasa berpijak pada
metode yang telah digariskan Allah Swt, baik itu dengan
sembunyi-sembunyi maupun dengan terang-terangan, serta
berusaha menggunakan sesuatu yang halal dan menjauhi yang
haram.
Seorang pendidik adalah teladan dan panutan yang akan
diikuti dan dan ditiru anak, sekaligus penanggung jawab pertama
4C

Abdullah Nashih Ulwan, Pendidikan Anak, Jilid 4, hal. 22B-285.

=

Asnawan, Tanggung Jawab Pendidikan Kejiwaan Anak Bagi Orang Tua

dalam pendidikan anak berdasar iman dan ajaran Islam. Jika
pendidik tidak menghiasi dirinya dengan takwa dan prilaku
dengan muamalah yang Islami, maka dimungkinkan anak akan
tumbuh menyimpang, terombang-ambing dalam kerusakan,
kesesatan dan kebodohan. Hal ini karena anak telah meniru orang
yang mendidiknya dan mengarahkannya, yang telah berada
dalam lumpur dosa, berselimut kemungkaran dan kerusakan.
c. Ilmu
Seorang pendidik harus memiliki ilmu pengetahuan perihal
pokok-pokok pendidikan yang dibawa oleh syari’at Islam. Dia
harus menguasai hukum-hukum halal dan haram, mengetahui
prinsip-prinsip etika Islam dan memahami secara global
peraturan-peraturan dan kaidah-kaidah syari’at Islam. Dengan
penguasaan kemampuan dasar ini akan mengantarkan seorang
pendidik untuk menjadi alim yang bijak, mampu meletakkan
segala sesuatu pada tempat yang sebenarnya, dapat mendidik
anak-anak pada pokok-pokok dan persyaratan ajaran agama,
dapat mendidik dan memperbaiki sikap dan prilaku anak dengan
pada dasar-dasar kokoh ajaran-ajaran Al-Qur’an dan hadits Nabi
Saw. Jika pendidik tidak mengetahui kaidah-kaidah asasi dalam
pendidikan ini, maka anak akan dilanda kemelut spiritual, moral,
dan sosial.
Oleh karena itu, seorang pendidik, hendaknya membekali
dirinya dengan ilmu pengetahuan yang bermanfaat dengan
metode-metode pendidikan yang sesuai, untuk mendidik generasi
Muslim yang akan hidup dimasa sekarang dan yang akan datang.
d. Penyabar
Dengan sifat penyabar, seorang pendidik akan tampil lebih
terpuji dan disukai oleh anak-anak, sehingga akan lebih berhasil
dalam menjalankan tugas pendidikannya, termasuk tanggung
jawabnya membentuk dan memperbaiki kepribadian anakanaknya. Karena seorang pendidik adalah teladan bagi anak-anak,
maka seorang pendidik yang penyabar akan memberikan
pengaruh positif pada anak-anak, sehingga mereka menghiasi
dirinya dengan akhlak terpuji dan terjauh dari perangai tercela.
Semua ini bukan berarti bahwa selamanya seorang pendidik harus
berlemah lembut dan sabar, jika pendidik melihat kemaslahatan
yang lebih dalam memberikan hukuman baik itu dengan
kecaman ataupun pukulan, maka hendaknya jangan merasa raguragu untuk melaksanakannya.

B

JURNAL FALASIFA. Vol. 2, No.

Maret 45 4

e. Rasa tanggung jawab
Seorang pendidik harus menanamkan dalam hatinya rasa
tanggung jawab yang besar dalam pendidikan anak, baik itu dari
segi keimanan, akhlak, pembentukan jasmani dan ruhaninya, serta
dalam mempersiapkan mental maupun sosialnya. Rasa tanggung
jawab ini akan mendorong upaya mengawasi anak dan
memperhatikannya,
mengarahkan
dan
mengikutinya,
membiasakan dan melatihnya. Di samping itu orang tua juga
harus yakin, bahwa jika ia melalaikan tanggung jawabnya itu,
pada suatu ketika secara bertahap anak akan terjerumus pada
jurang kerusakan. Jika kerusakan si anak sudah semakin parah,
maka teramat sulit bagi orang tua sebagai pendidik untuk
memperbaikinya.
Penutup
Berdasarkan kajian yang dilakukan terhadap pemikiran Abdullah
Nashih Ulwan tantang Tanggung Jawab Pendidikan Kejiwaan Anak bagi
Orang Tua dalam Islam, maka dapat disimpulkan bahwa:
Pendidikan kejiwaan adalah suatu upaya mendidik anak guna
membentuk, menyempurnakan dan menyeimbangkan kepribadian anak,
sehingga ketika anak telah mencapai usia dewasa dapat terbebas dari
berbagai macam gangguan kejiwaan. Dengan terbebasnya anak dari
gangguan tersebut diharapkan anak dapat melaksanakan kewajibankewajiban yang dibebankan kepada dirinya dengan baik dan mulia.
Diantara berbagai macam gangguan kejiwaan yang terdapat pada
diri seorang anak, yang sangat penting untuk diperhatikan orang tua dan
pendidik menurut Ulwan adalah menghindarkan anak dari belenggu sifatsifat negatif, seperti: sifat minder, penakut, rasa rendah diri, hasud dan
pemarah.
Dengan terhindarnya anak dari sifat dan watak tersebut, berarti
orang tua telah menanamkan dan mempersiapkan dasar-dasar kejiwaan
yang mulia di dalam jiwa sang anak, sehingga pada diri anak akan
terpancar sifat keberanian, saling menghargai, sanggup memikul tanggung
jawab, mengutamakan orang lain, saling mencintai dan menyayangi antar
sesama. Dengan upaya ini pula, orang tua berarti telah mempersiapkan
putra-putrinya menjadi generasi yang berkepribadian, yang akan
menghadapi tantangan kehidupan dengan semangat optimisme dibarengi
dengan tekad yang kuat dan akhlak yang terpuji.
Munculnya berbagai gangguan-ganguan kejiwaan anak tersebut
menurut Ulwan pada prinsipnya disebabkan oleh tiga faktor yaitu: 6 9
faktor biologis atau genetis dan pengaruh penyakit-penyakit tertentu, 649
pola kepribadian yang dipengaruhi pola asuh, dan 629 penyebab yang
C

Asnawan, Tanggung Jawab Pendidikan Kejiwaan Anak Bagi Orang Tua

bersifat psikososial atau lingkungan, seperti perlakuan orang tua yang salah
terhadap anak
Terkait dengan pendidikan kejiwaan, pada dasarnya Islam telah
meletakkan dasar kesehatan kejiwaan untuk membantu para pendidik
melakukan pendekatan yang efektif dalam mengarahkan jiwa dan pola
pikir anak, berdasarkan Al-Qur’an dan keteladanan yang diberikan Nabi
saw, para sahabatnya serta salafus saleh dalam membina pendidikan
kejiwaan anak. Dengan menerapkan perintah Allah Swt yang termuat
dalam Al-Qur’an dan mencontoh keteladan Rosulullah Saw, para sahabat
dan salafus saleh dalam mendidik purta-putrinya, menurut Ulwan upaya
pendidikan anak dapat melahirkan generasi yang sehat salah satunya
berkaitan dengan sisi kejiwaannya.

?

JURNAL FALASIFA. Vol. 2, No.

Maret 45 4

DAFTAR PUSTAKA

Abdullah Nashih Ulwan, Pendidikan Anak dalam Islam, Penerjemah:
Jamaludin Miri Jakarta: Pustaka Amani, 4554.
Saifullah, Muhammad Quthd dan Sistem Pendidikan Non Dikotomik,
7ogyakarta: Suluh Press,4558.
Syaikh Muhammad Said Mursi, Seni Mendidik Anak, Jilid 4, Penerjamah:
Muhammad Muchson Anasy, Jakarta: Pustaka Al- Kautsar, 455:.
Ruswan Thoyib & Darmuin, 6ed.9, Pemikiran Pendidikan Islam Kajian tokoh
Klasik dan Kontemporer,7ogyakarta: Fakultas Tabiyah IAIN Wali
Songo Semarang berkerjasama dengan Pustaka Pelajar, ??8.
Mohamed A. Khalfan, Anakku Bahagia Anakku Sukses (Panduan Islami bagi
Orang tua dalam Membesarkan Anak, Jakarta: Pustaka @ahra, 455:.
Larry J. Koeng, Smart Discipline. Menanamkan Disipline dan Menumbuhkan
Rasa Percaya Diri Pada Anak, Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama,
4552.
Irwan Prayitno dan Datuak Rajo Bandaro Basa, Anakku Penyejuk Hati,
Pondok Gede Bekasi: Pustaka Tarbiyatuna, 455:.
Hoetomo, Kamus Lengkap Bahasa Indonesia, Surabaya: Mitra Pelajar, 4558.
Johan

Suban Tukan, Metode Pendidikan
Keluarga,Jakarta: Drlangga, ??:.

Seks,

Perkawinan,

dan

Ramayulis, dkk, Pendidikan Islam dalam Rumah Tangga, Jakarta: Kalam
Mulia, ??=.
Sayyid Mujtaba Musayi Lari, Psikologi Islam, Membangun Kembali Generasi
Muda Islam9, Bandung: Pustaka Hidayah, ??5.
James Le Fanu, Deteksi Dini Masalah-masalah Psikologi Anak, Penerjemah:
Irham Ali Syaifuddin, 7ogyakarta : Think, 455=.
Muhibbin Syah., Psikologi Pendidikan dengan Pendekaan Baru, Bandung : PT
Remaja Rosdakarya, 455:.

45

Asnawan, Tanggung Jawab Pendidikan Kejiwaan Anak Bagi Orang Tua

Djamaludin Ancok dan Fuat Nashari Suroso, Psikologi Islami (solusi Islam
atas problem-problem psikologi), 7ogyakarta: Pustaka Pelajar, 455:.
Nana Syaodih Sumadinata, Landasan Psikologis Pendidikan dengan Pendekatan
Baru, Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 455:.
Syaikh M. Jamaluddin Mahfuzh, Psikologi Anak dan Remaja Muslim, alih
bahasa : Abdul Rosyad Shiddiq dan Ahmad Vathir @aman,
Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 4558.
Abdullah Ahmad Na’im, dkk, Pemikiran Islam Kontemporer, 7ogyakarta:
Penerbit Jendela, 4552
A. Khudhori Soleh, Pemikiran Islam Kontemporer, 7ogyakarta: Jendela, 4552.

4

JURNAL FALASIFA. Vol. 2, No.

44

Maret 45 4