SINERGI ANTAR LEMBAGA UNTUK PENGEMBANGAN

UNIVERSITAS PERTAHANAN

TUGAS SISTEM PERTAHANAN NEGARA
Dosen:
Dr. Herlina Juni Risma Saragih

SINERGI ANTAR LEMBAGA UNTUK PENGEMBANGAN INDUSTRI
PERTAHANAN DALAM NEGERI

AKBAR ABDI KUSUMAH
120160206004

FAKULTAS MANAJEMEN PERTAHANAN
PRODI INDUSTRI PERTAHANAN

BOGOR
NOVEMBER 2016

Latar Belakang
Industri pertahanan merupakan salah satu faktor penting dalam mendukung
kekuatan pertahanan suatu negara. Negara yang memiliki industri pertahanan yang

maju akan mempunyai kemampuan lebih dalam kekuatan pertahanannya. Kekuatan
pertahanan suatu negara akan lebih baik apabila ditunjang dengan kemampuan
negara tersebut memproduksi berbagai macam sarana dan prasarana pendukung
pertahanan melalui industri pertahanan yang dimilikinya.
Industri pertahanan yang kuat mempunyai dua efek utama, yaitu efek
langsung terhadap pembangunan kemampuan pertahanan, dan efek terhadap
pembangunan ekonomi dan teknologi nasional. Dalam bidang pembangunan
kemampuan pertahanan, industri pertahanan yang kuat menjamin pasokan
kebutuhan Alutsista dan sarana pertahanan secara berkelanjutan. Ketersediaan
Alutsista secara berkelanjutan menjadi hal utama dalam menyusun rencana
pembangunan kemampuan pertahanan dalam jangka panjang, tanpa adanya
kekhawatiran akan faktor-faktor politik dan ekonomi, seperti embargo. Industri
pertahanan dapat memberikan efek pertumbuhan ekonomi dan industri nasional,
yaitu

ikut

mengembangkan

pertumbuhan


industri

nasional

yang

berskala

internasional, penyerapan tenaga kerja, transfer teknologi, dan pengembangan
nasional di bidang sains dan teknologi.
Untuk membangun sebuah industri pertahanan yang mandiri memang tidak
mudah. Diperlukan berbagai macam upaya dan sumberdaya yang tidak sedikit.
Disamping memerlukan dana yang besar, juga dibutuhkan pengusaan teknologi
tinggi. Hal tersebut tidak bisa dilaksanakan dalam waktu yang singkat, serta
memerlukan kerjasama berbagai pihak. Kementerian Pertahanan Indonesia sebagai
penanggungjawab utama sistem pertahanan Indonesia memerlukan kerjasama
dengan pihak lain untuk mewujudkan pengembangan industri pertahanan yang
mandiri.


Pemberdayaan

industri

nasional

untuk

pembangunan

pertahanan

memerlukan kerja sama di antara tiga pilar industri pertahanan, yaitu Badan
Penelitian dan Pengembangan serta Perguruan Tinggi, Industri Pertahanan, dan
pihak Kemhan/TNI, dengan dibentengi oleh kebijakan nasional yang jelas untuk
menggunakan produk-produk hasil dalam negeri.
Untuk memenuhi tuntutan modernisasi Alutsista dan peningkatan sarana dan
prasarana dan fasilitas pangkalan militer, maka pemerintah Indonesia, dalam hal ini
khususnya Kementerian Pertahanan RI tentunya memerlukan kebijakan untuk


proses pengadaan bagi hal tersebut. Dalam buku Defence Procurement and
Industry Policy terbitan Routledge Studies in Defence and Peace Economics tahun
2010, disebutkan bahwa ada beberapa pedoman dalam proses pengadaan dalam
bidang pertahanan, yaitu:
1.

Local content requirement, apakah pengadaannya dari industri dalam negeri
ataukah dari luar negeri.

2.

Make-or-buy consideration, dibuat sendiri atau membeli dari pihak luar.

3.

Source selection requirement, cara menyeleksi pemasok, apakah dengan lelang
terbuka, atau penunjukan.

4.


Contracting arrangements, bentuk kontrak dengan pemasok

5.

Supplier relation management, bentuk kerjasama dari mulai proses pengiriman
sampai dengan layanan purna jual.
Dari lima pertimbangan tersebut, dalam prakteknya sekarang ini sebagian

besar pengadaan Alutsista bagi kepentingan TNI, terutama yang mengandung
teknologi tinggi masih didatangkan dari luar negeri. Namun demikian sudah banyak
pula kebutuhan Alutsista TNI yang dipasok oleh industri-industri pertahanan dalam
negeri baik BUMN maupun swasta.
Untuk membangun kekuatan pertahanan, idealnya kebutuhan Alutsista TNI
seharusnya dapat dipasok oleh industri-industri yang berasal dari dalam negeri. Bila
hal tersebut dapat dilaksanakan maka ketergantungan terhadap asing menjadi
semakin kecil, sehingga tingkat kerawanan terhadap kesiapan dan kemampuan
Alustista TNI dapat dikurangi.
Dalam industri pertahanan terdapat fenomena gunung es. Artinya yang
terlihat di permukaan adalah produk dari hasil industri pertahanan tersebut, tetapi
sebenarnya terdapat hal yang lebih besar yang tidak nampak dari permukaan. Hal

tersebut

adalah service

providers, industri

pertahanan,

infrastruktur

dan

teknologi, technological center (penelitian dan pengembangan), dan Institusi militer
dan universitas. Penelitian dan pengembangan menjadi salah satu dasar dari
terciptanya sebuah produk. Dengan penelitian dan pengembangan baik maka akan
dihasilkan pula sebuah produk yang berkualitas.
Kebijakan Pemerintah dalam Pengembangan Industri Pertahanan
Seperti

disebutkan


di

atas

bahwa

kesadaran

pemerintah

untuk

mengembangkan industri pertahanan sudah dimulai sejak puluhan tahun yang lalu,

tetapi seiring dengan berjalannya waktu, berbagai macam kendala dihadapi oleh
pemerintah untuk terus mengembangkan industri pertahanan tersebut. Salah
satunya adalah munculnya krisis ekonomi pada era tahun 1998, yang menyebabkan
beberapa BUMNIS terpaksa menunda atau bahkan membatalkan beberapa proyek
yang sudah direncanakan.

Meskipun terkendala berbagai hal, pemerintah tetap melakukan kebijakan
pengembangan

industri

pertahanan

dengan

melakukan

revitalisasi

industri

pertahanan. Salah satu langkah yang ditempuh adalah dengan mengeluarkan
Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 42 Tahun 2010 tentang Komite
Kebijakan Industri Pertahanan dan UU no 16 Tahun 2012 tentang industri
pertahanan.
Dalam pelaksanaannya Komite Kebijakan Industri Pertahanan tersebut

dibantu oleh kelompok kerja yang berasal dari pemerintah maupun kalangan
profesional lainnya. Terkait dengan Program Nasional Riset Pertahanan dan
Keamanan yang sedang disusun oleh KKIP, hal tersebut akan menjadi embrio dalam
melengkapi road map dari kegiatan Riset di Bidang Pertahanan dan Keamanan yang
sudah

diselesaikan

oleh

Dewan

Riset

Nasional. Road

map berisi

riset


pengembangan dan penerapan dari produk-produk alutsista dan almatsus (alat
matra khusus) untuk Matra Darat, Laut dan Udara serta Kepolisian.
Penelitian dan Pengembangan dalam Industri Pertahanan Indonesia
Pemerintah Indonesia menerapkan kebijakan untuk menghidupkan kembali,
serta mengembangkan industri pertahanan dalam negeri. Hal tersebut dibuktikan
dengan dibentuknya Komite Kebijakan Industri Pertahanan dan disyahkannya UU
No 16 tahun 2012 tentang Industri Pertahanan. Kebijakan-kebijakan pemerintah
tentang industri pertahanan tersebut akan berlansung dengan baik bila salah
satunya adalah didukung adanya penelitan dan pengembangan dalam bidang
pertahanan, khususnya bidang industri pertahanan.
Hal tersebut menunjukkan bahwa kemampuan industri pertahanan dalam
negeri dalam membuat produk-produk Alutsista yang berteknologi tinggi masih
kurang. Hal tersebut dikarenakan perhatian pemerintah terhadap bidang penelitian
dan pengembangan termasuk didalamnya penelitian dan pengembangan dalam
bidang

pertahanan

masih


kurang.

Akibatnya

penemuan-penemuan

serta

kemampuan Indonesia untuk memproduksi berbagai peralatan berteknologi tinggi
menjadi kurang.
Kurangnya perhatian terhadap sektor penelitian dan pengembangan
sebenarnya merupakan salah satu dampak dari krisis ekonomi tahun 1998. Dana
untuk penelitian dan pengembangan dalam berbagai sektor terpaksa dikurangi
karena pemerintah lebih terkonsentrasi untuk membangun kembali infratruktur yang
terkait dengan kesejahteraan rakyat serta yang terkait dengan upaya pemulihan
ekonomi. Bidang pertahanan dan keamanan juga mengalami pemotongan anggaran
sebagai akibat dari krisis ekonomi. Akibatnya sektor penelitan dan pengembangan
yang terkait dengan bidang pertahanan tentunya kurang mendapat perhatian
beberapa waktu yang lalu. Disamping itu bahwa untuk melakukan penelitian dan
pengembangan sebuah produk peralatan pertahanan memerlukan biaya yang
sangat besar.
Kemampuan Penelitian dan pengembangan Pada Industri Pertahanan Yang
Diharapkan
Peningkatkan kemampuan penelitian dan pengembangan pada industri
pertahanan di satu sisi memang akan berhadapan dengan berbagai persoalan
seperti sulitnya memperoleh transfer teknologi, persaingan produk industri
pertahanan dengan negara maju. Belum terwujudnya penelitian dan pengembangan
untuk mendukung kebutuhan Alutsista, dikarenakan pembangunan nasional masih
dititik beratkan di sektor ekonomi. Apabila kita dapat mencermati peluang dan
kendala dari pengamatan perkembangan lingkungan strategis sekarang ini, maka
kemampuan penelitian dan pengembangan pada Industri pertahanan dapat
ditingkatkan.
Untuk mewujudkan kemampuan penelitian dan pengembangan pada industri
pertahanan yang diharapkan, diperlukan Penelitian dan pengembangan yang lebih
fokus untuk melaksanakan fungsinya, yang dapat mendukung industri pertahanan
yang jelas arah produksinya, didukung SDM yang berwawasan teknologi pertahanan
dan tidak terkendala dengan pembiayaan penelitian dan pengembangannya,
sehingga harapan-harapan ini dapat terwujud apabila :
1.

Industri

pertahanan

yang

Penelitian

dan

pengembangannya

mampu

melaksanakan upaya-upaya deversifikasi produk industrinya baik untuk
keperluan militer maupun non militer. Hal ini untuk mengantisipasi apabila

Negara dalam keadaan damai tentunya permintaan produk militer berskala
kecil. Apabila produk non militernya diakui dan bisa diterima oleh pasar, maka
hal ini akan memperkuat Penelitian dan pengembangannya untuk produk
militer.
2.

Industri pertahanan juga berusaha mengembangkan kemampuan SDMnya
dalam rangka penguasaan teknologi dan investasi teknologi sehingga
mempunyai spesialisasi atau kompetensi sesuai kebutuhan.

Peningkatan Kemampuan Penelitian dan pengembangan pada Industri
Pertahanan
Untuk meningkatkan kemampuan penelitian dan pengembangan pada
Industri Pertahanan dapat dilakukan bebera hal, dinatranya :
1.

Unit Penelitian dan pengembangan industri pertahanan dapat menjadi sarana
untuk mengejar ketertinggalan teknologi militer dengan berperan aktif memenuhi
persyaratan teknis Alutsista TNI dengan mengukur kemampuan penelitian dan
pengembangan yang dimiliki, serta melibatkan penelitian dan pengembangan
Angkatan/Kemhan serta perguruan tinggi.

2.

Adanya sinergi yang saling mendukung/menguntungkan antara Kemhan,
Kementerian BUMN dan Kemenperin. Sehingga kemhan dapat menyampaikan
keinginannya untuk mengajak Industri pertahanan dalam memproduksi Alutsista
yang dapat memenuhi persyaratan teknis pengguna/TNI dan sesuai dengan
kelaikan militer. Kementerian BUMN dan Kemenperin atau Industri pertahanan
sendiri dapat memahami persyaratan teknis dan persyaratan kelaikan militer
tersebut dalam merancang Alutsista yang dikehendaki pengguna dengan
memberdayakan unit Penelitian dan pengembangannya.

3.

Memperjuangkan alih teknologi dan kandungan lokal (local contain) yang
sebanyak mungkin dalam setiap kontrak pengadaan Alutsista untuk kepentingan
TNI dengan memberi kesempatan kepada SDM Penelitian dan pengembangan
Angkatan/Kemhan, Universitas dan lembaga Penelitian dan pengembangan
yang lain untuk ikut berperan dalam alih teknologi.