Strategi Pengembangan Perkotaan di Wilay

Seminar Nasional Perencanaan Wilayah dan Kota ITS, Surabaya, 24 Nopember 2010
“INOVASI DALAM RISET DAN PRAKTEK PERENCANAAN
MENUJU PENATAAN RUANG KOTA MASA DEPAN”
ISBN No. xxxxxxxxxxx

Strategi Pengembangan Perkotaan di Wilayah
Gerbangkertosusila Berdasarkan Pendekatan Daya Saing Wilayah

Eko Budi Santoso 1*
Prodi Perencanaan Wilayah dan Kota – FTSP
*
Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Surabaya
Email : eko_budi@urplan.its.ac.id
Abstrak
Wilayah Gerbangkertosusila merupakan kawasan andalan di Propinsi Jawa Timur yang mengalami
pertumbuhan ekonomi yang sangat pesat, dan menjadi kawasan strategis nasional. Tingginya pertumbuhan
ekonomi di wilayah ini sejalan dengan fungsi dan peranannya sebagai pusat pertumbuhan wilayah di Jawa
Timur, bahkan pengaruhnya hingga wilayah Indonesia Timur. Dinamika pertumbuhan ekonomi wilayah
memberikan pengaruh terhadap perkembangan kawasan perkotaan di wilayah Gerbangkertosusila,
khususnya pada kawasan perkotaan metropolitan. Perbedaan dalam tingkat pertumbuhan ekonomi antar
wilayah sebagai akibat kemampuan daya saing wilayah yang berbeda, baik dalam keunggulan komparatif

maupun keunggulan kompetitif. Agar pengembangan kawasan perkotaan dapat dilakukan secara optimal,
maka diperlukan adanya strategi pembangunan perkotaan yang berbasis pada penguatan daya saing
wilayah.
Kata kunci: pengembangan perkotaan, daya saing wilayah

1.

Pendahuluan

Dinamika pertumbuhan kawasan
perkotaan merupakan akibat dari pengaruh
perkembangan faktor-faktor internal maupun
eksternal, yang masing-masing akan saling
terkait. Kota sebagai pusat pertumbuhan
mempunyai peran dalam mendorong
pertumbuhan kawasan yang ada di
sekitarnya. Menurut Yunus (2006), kota-kota
besar mempunyai pengaruh kekuatan
ekonomi yang berbeda-beda dalam tatanan
ekonomi

regional
maupun
nasional,
sehingga rentang pengaruhnya ke daerah
pinggiran juga berbeda-beda. Dalam
beberapa kasus perkembangan perkotaan
yang ada, bahkan menunjukkan adanya
perkembangan fisik kota yang melebihi atau
keluar dari batas wilayah administrasi kota.
Proses transformasi fisik-spasial ini lebih
lanjut mendorong terjadinya perubahan
bentuk
kawasan
perdesaan
menjadi
kawasan perkotaan (Yunus, 2006).
Selama ini seringkali terjadi dikotomi
antara kawasan perkotaan dan kawasan
perdesaan. Ada anggapan bahwa kawasan
perkotaan tingkat produktivitas ekonominya

lebih tinggi dibandingkan dengan kawasan
perdesaan. Ini akibat akumulasi investasi
pembangunan lebih pada mengutamakan

kawasan perkotaan dibandingkan kawasan
perdesaan, atau sering diistilahkan dengan
urban bias. Perdesaan secara politis, sosial dan
ekonomi cenderung memiliki posisi melayani
atau membantu perkotaan (Rustiadi, et al,
2009).
Menurut Porter (2000), pada hakekatnya
kemampuan daya saing suatu negara/wilayah
adalah produktivitas, dimana produktivitas
menjadi penentu utama standar hidup suatu
negara/wilayah dalam jangka panjang. Salah
satu
unsur
penting
yang
mendukung

produktivitas perusahaan menurut Porter
adalah lokasi geografis, dimana terdapat
konsentrasi geografis yang memberikan akses
terhadap input faktor-faktor yang dianggap
khusus sehingga mampu memberikan kinerja
tinggi. Kemampuan memacu pertumbuhan
suatu wilayah atau daerah sangat tergantung
dari keunggulan atau daya saing sektor-sektor
ekonomi di wilayahnya (Rustiadi, et al, 2009).
Daya saing wilayah bersifat dinamis, artinya
dapat mengalami peningkatan atau penurunan
tergantung pada kemampuan pemerintah
daerah mengembangkan produktivitas ekonomi
daerahnya.
Upaya peningkatan daya saing wilayah
dilakukan
dengan
memajukan
dan
mengembangkan potensi unggulan daerah,

baik yang mempunyai keunggulan komparatif
1

Seminar Nasional Perencanaan Wilayah dan Kota ITS, Surabaya, 24 Nopember 2010
“INOVASI DALAM RISET DAN PRAKTEK PERENCANAAN
MENUJU PENATAAN RUANG KOTA MASA DEPAN”
ISBN No. xxxxxxxxxxx

maupun keunggulan kompetitif. Peningkatan
daya saing wilayah terutama difokuskan
pada sektor-sektor ekonomi yang dapat
berperan sebagai penggerak ekonomi
wilayah (regional economic prime mover),
yang
diharapkan
memberikan
efek
pengganda (multiplier effect) terhadap
perekonomian daerah dan khususnya pada
sektor basis (Rustiadi, et al, 2009).

Wilayah-wilayah yang mempunyai
resources endowment yang berlimpah,
mempunyai kecenderungan menggunakan
pendekatan teori keunggulan komparatif
mengikuti pendekatan Ricardian (1817),
yang mendorong terjadinya spesialisasi
wilayah dalam memproduksi barang dan
jasa yang memiliki produktivitas dan
efisiensi tinggi. Sementara daerah-daerah
yang mempunyai sumberdaya alam terbatas
cenderung
menggunakan
pendekatan
keunggulan kompetitif mengikuti model yang
dikembangkan oleh Porter (1996).
Menurut Webster dan Muller (2000),
dalam mengkaji daya saing kota sudah
seharusnya mempertimbangkan struktur
ekonomi, territorial endowments, sumber
daya

manusia,
dan
lingkungan
kelembagaan (institutional milieu). Bahkan
pengembangan sumber daya manusia
harus sesuai dengan perekonomian yang
berkembang di kota-kota jika sumber daya
manusia untuk menjadi aset yang kompetitif.
2.

Peranan Ekonomi dan Daya Saing
Wilayah di Gerbangkertosusila

Sebagaimana
diketahui
wilayah
Gerbangkertosusila merupakan kawasan
andalan di Propinsi Jawa Timur yang
mengalami pertumbuhan ekonomi yang
sangat pesat, dan menjadi kawasan

strategis nasional. Tingginya pertumbuhan
ekonomi di wilayah ini sejalan dengan fungsi
dan perannya sebagai pusat pertumbuhan
wilayah di Jawa Timur, bahkan pengaruhnya
hingga wilayah Indonesia Timur.
Perekonomian Wilayah
Peran wilayah Gerbangkertosusila
yang
semakin
meningkat
sebagai
penggerak
dan
sekaligus
kontributor
pembangunan ekonomi di Jawa Timur, tidak
dapat dilepaskan dari kinerja pembangunan
ekonomi masing-masing kabupaten/kota.
Wilayah ini terdiri dari 7 kabupaten/kota
(Kota Surabaya, Kota Mojokerto, Kab.

Sidoarjo, Kab. Gresik, Kab. Lamongan, Kab.
Mojokerto dan Kab. Bangkalan) memberikan

sumbangan PDRB terhadap Propinsi Jawa
Timur pada tahun 2000 sebesar 43,67 %,
meningkat pada tahun 2005 menjadi 45,25 %,
dan tahun 2007 sebesar 44,57%. Kondisi ini
memberikan indikasi bahwa wilayah ini
berkembang semakin produktif dan sangat
kompetitif dibandingkan wilayah lainnya di
Propinsi Jawa Timur.

Gambar 1: PDRB Kabupaten/Kota di Wilayah
Gerbangkertosusila Tahun 2007
Sumber: JICA GKS-ISP Study, 2009

2.2

Pendapatan Per Kapita
Tingkat kesejahteraan masyarakat dapat

diukur dengan besarnya pendapatan per kapita.
Kondisi pendapatan per kapita di wilayah
Gerbangkertosusila
menempatkan
Kota
Surabaya pada posisi unggul, dan diikuti oleh
Kabupaten Sidoarjo dan Kabupaten Gresik.
Sedangkan
Kabupaten
Bangkalan
dan
Kabupaten Lamongan berada pada tingkatan
bawah dalam pendapatan per kapita. Kondisi
yang sangat menyolok dimana Kota Surabaya
mampu menghasilkan pendapatan per kapita
lima kali lebih tinggi dibandingkan Kabupaten
Bangkalan atau Kabupaten Lamongan.

2.1


Gambar 2: PDRB per Kapita di Wilayah
Gerbangkertosusila Tahun 2006 dan 2007
Sumber: JICA GKS-ISP Study, 2009

Adanya kesenjangan pendapatan per
kapita yang tinggi antar daerah di wilayah
Gerbangkertosusila menimbulkan mobilitas
penduduk antar daerah akibat kekuatan daya
tarik daerah yang mempunyai tingkat

2

Seminar Nasional Perencanaan Wilayah dan Kota ITS, Surabaya, 24 Nopember 2010
“INOVASI DALAM RISET DAN PRAKTEK PERENCANAAN
MENUJU PENATAAN RUANG KOTA MASA DEPAN”
ISBN No. xxxxxxxxxxx

pendapatan tinggi. Tingkat kesejahteraan
yang lebih tinggi/baik menjadi salah satu
faktor yang mendorong peningkatan arus
urbanisasi, khususnya ke Kota Surabaya.

langsung maupun tidak langsung dapat
berpengaruh terhadap daya saing kedua
daerah tersebut.

2.3

3.

Daya Saing Wilayah
Semakin kuatnya daya saing wilayah
Gerbangkertosusila tidak dapat dipisahkan
dari peningkatan produktivitas ekonomi yang
terjadi di wilayah ini. Meskipun pada
kenyataannya tingkat daya saing daerah
pada
masing-masing
kabupaten/kota
tersebut
berbeda-beda.
Penentuan
peringkat daya saing daerah yang dilakukan
PPSK BI dan LP3E FE Unpad (2008) dikaji
berdasarkan faktor input, yang meliputi
perekonomian
daerah,
sumber
daya
manusia dan ketenagakerjaan, lingkungan
usaha produktif, infrastruktur, sumber daya
alam dan lingkungan, serta perbankan dan
lembaga keuangan. Sedangkan faktor
output meliputi produktivitas tenaga kerja,
PDRB per kapita, dan tingkat kesempatan
kerja.
Berdasarkan hasil pemetaan daya
saing Kabupaten/Kota di Indonesia pada
tahun 2007 menunjukkan tiga daerah di
wilayah Gerbangkertosusila yang masuk
dalam kelompok peringkat teratas, yaitu
Kota Surabaya (peringkat 13), Kabupaten
Sidoarjo (peringkat 29), dan Kabupaten
Gresik
(peringkat
44).
Sementara
Kabupaten Bangkalan hanya menempati
peringkat 331 dari 434 Kabupaten/ Kota di
Indonesia.

Wil. GKS

111

157
135

Kab. Bangkalan

293

Kab. Lamongan
Kab. Mojokerto

141

346
331
343

189

266
221

178

80
83
83

Kota Mojokerto
48
40
44

Kab. Gresik
Kab. Sidoarjo

25
29

Kota Surabaya

6
0

41

18
13
50

100

150

200

250

300

350

400

Peringkat Daerah
Daya Saing Daerah

Daya Saing Indikator Input

Daya Saing Indikator Output

Gambar 3: Daya Saing Daerah di Wilayah
Gerbangkertosusila Tahun 2007
Sumber: Diolah dari Data PPSK Bank Indonesia –
LP3E FE UNPAD (2008)

Hal ini juga menunjukkan bahwa
kemampuan daya saing antar daerah di
wilayah Gerbangkertosusila sangat berbeda
bahkan
ada
semacam
disparitas
antardaerah. Dari sisi keruangan (spasial)
antara Kota Surabaya dan Kabupaten
Gresik dan Kabupaten Sidoarjo ada
kedekatan
keruangan,
yang
secara

Metodologi
Daya saing perkotaan menurut Webster
dan Muller (2000) mengacu pada kemampuan
suatu wilayah perkotaan untuk memproduksi
dan memasarkan serangkaian produk (barang
dan jasa) yang merupakan nilai yang baik (tidak
harus harga terendah) sehubungan dengan
produk yang sebanding pada daerah perkotaan
lainnya. Menurut Turok (2004), terdapat tiga
komponen
penting
sebagai
penentu
pembangunan ekonomi, yaitu: (1) kemampuan
perusahaan lokal untuk mengekspor produknya
ke pasar luar, (2) nilai produk dan efisiensi
dalam produksi (produktivitas), dan (3)
penggunaan sumber daya manusia lokal,
modal dan sumber daya alam. Sedangkan daya
saing adalah suatu fungsi saling keterhubungan
yang kompleks antar komponen-komponen
tersebut.
Adanya spesialisasi / konsentrasi sektor
ekonomi di suatu wilayah masih menjadi salah
satu pendekatan dalam mengukur daya saing
wilayah. Kemampuan mengekspor produk
(barang dan jasa) banyak dipengaruhi oleh
kekuatan sektor basis, yang dapat dianalisis
menggunakan perhitungan LQ (Location
Quotient). Hasil analisa LQ dipetakan dalam
bentuk diagram sarang laba-laba untuk melihat
kinerja seluruh sektor, baik sektor basis
maupun non basis.
Menurut Webster dan Muller (2000),
dalam mengkaji daya saing, maka perlu fokus
pada kegiatan ekonomi dan tempat/lokasi.
Kegiatan ekonomi berkaitan dengan bagaimana
kota bersaing di dunia nyata, sedangkan
tempat/lokasi
sangat
penting
dalam
menentukan dimana kegiatan akan berlokasi,
dikembangkan, atau berlangsung dalam waktu
tertentu. Untuk itu, dalam merumuskan strategi
daya saing kota dapat dilakukan dengan
analisa SWOT atau kajian keunggulan dan
kelemahan daya saing daerah. Pembandingan
(banchmarking) daya saing daerah dilakukan
terhadap faktor-faktor input, yang meliputi
perekonomian daerah, sumber daya manusia
dan ketenagakerjaan, lingkungan usaha
produktif, infrastruktur, sumber daya alam dan
lingkungan, serta perbankan dan lembaga
keuangan (PPSK BI dan LP3E FE Unpad,
2008) .
Data-data yang dipergunakan dalam
makalah ini adalah data-data sekunder, yang
berasal dari publikasi BPS Jawa Timur, profil
3

Seminar Nasional Perencanaan Wilayah dan Kota ITS, Surabaya, 24 Nopember 2010
“INOVASI DALAM RISET DAN PRAKTEK PERENCANAAN
MENUJU PENATAAN RUANG KOTA MASA DEPAN”
ISBN No. xxxxxxxxxxx

dan pemetaan daya saing ekonomi daerah
PPSK BI – LP3E FE Unpad, serta dokumen
perencanaan yang relevan.
4.

sektor basis. Sementara itu, bentuk diagram
sarang laba-laba mengarah ke kiri dan kanan,
sedangkan selebihnya mengelompok dan
mendekati titik tengah.

Hasil dan Pembahasan
Pertanian

4.1

Kemampuan Ekonomi Wilayah
Kemampuan
ekonomi
wilayah
diidentifikasi melalui analisa LQ untuk
memetakan
spesialisasi
wilayah
berdasarkan
sektor
basisnya.
Untuk
memberikan gambaran posisi masingmasing sektor ekonomi disajikan dalam
bentuk diagram sarang laba-laba.

Kota Surabaya
Kota
Surabaya
mempunyai
kemampuan perekonomian daerah yang
tinggi dilihat dari sumbangan PDRB,
pendapatan per kapita, dan daya saing
daerah.
Pembandingan
(benchmark)
terhadap daerah kabupaten/kota lainnya di
GKS, Kota Surabaya berada pada posisi
teratas. Sektor basis yang mendukung
perekonomian daerah adalah industri
pengolahan, infrastruktur, perdagangan,
keuangan dan jasa perusahaan. Sektor
sekunder dan tersier menjadi penting
peranannya dalam perekonomian Kota
Surabaya yang mencakup 6 kegiatan sektor
ekonomi. Pada diagram sarang laba-laba,
bentuk diagram mengarah ke bawah.

2

Jasa-Jasa

Pertambangan & Penggalian

1.5
1

1.93

0.5 0.5
0.22 0.28

Keuangan, Persewaan & Jasa
Perusahaan

0.25

Industri Pengolahan

0

1.77

1.05

0.51
0.81

Pengangkutan & Komunikasi

Listrik & Air Bersih

Perdagangan, Hotel & Restoran

Konstruksi

Gambar 5: Hasil Analisa LQ Kabupaten Sidoarjo

Kabupaten Gresik
Kemampuan
perekonomian
daerah
Kabupaten Gresik masih tergolong cukup baik
dari sisi sumbangan PDRB, pendapatan per
kapita, dan daya saing daerah. Pembandingan
(benchmark) terhadap daerah kabupaten/kota
lainnya di GKS, Kabupaten Gresik menempati
posisi ketiga setelah Kota Surabaya dan
Kabupaten Sidoarjo, meskipun demikian tidak
berbeda jauh dengan Kabupaten Sidoarjo.
Sektor basis yang mendukung perekonomian
daerah
adalah
pertambangan,
industri
pengolahan, dan infrastruktur. Kabupaten
Gresik mempunyai 6 kegiatan sektor ekonomi
yang berperan sebagai sektor basis. Diagram
sarang laba-laba hanya membentuk satu sudut
yang mengarah ke sudut kanan bawah.

Pertanian
2

Jasa-Jasa

Keuangan, Persewaan & Jasa
1.27

Pertanian

1

0.87

Perusahaan

Pertambangan & Penggalian

1.5

0.5
0.010.01
0

Industri Pengolahan

1.11

1.75
1.54

Pengangkutan & Komunikasi

Listrik & Air Bersih

Jasa-Jasa

Keuangan, Persewaan & Jasa
Perusahaan

1.28

Perdagangan, Hotel & Restoran

3.5
3
2.5
2
1.5
1.16
1 0.58
0.24
0.5
0.74
0
0.41

1.78 Konstruksi

0.81

Pengangkutan & Komunikasi

Perdagangan, Hotel & Restoran

Pertambangan & Penggalian

Industri Pengolahan

1.68

3.01
1.39

Listrik & Air Bersih

Konstruksi

Gambar 4: Hasil Analisa LQ Kota Surabaya

Kabupaten Sidoarjo
Kemampuan perekonomian daerah
Kabupaten Sidoarjo masih tergolong cukup
baik
dari
sisi
sumbangan
PDRB,
pendapatan per kapita, dan daya saing
daerah.
Pembandingan
(benchmark)
terhadap daerah kabupaten/kota lainnya di
GKS, Kabupaten Sidoarjo menempati posisi
kedua setelah Kota Surabaya. Sektor basis
yang mendukung perekonomian daerah
adalah industri pengolahan dan infrastruktur.
Kabupaten Sidoarjo hanya mempunyai 3
kegiatan sektor ekonomi yang menjadi

Gambar 6: Hasil Analisa LQ Kabupaten Gresik

Kota Mojokerto
Sumbangan PDRB Kota Mojokerto paling
rendah
di
wilayah
Gerbangkertosusila,
meskipun demikian pendapatan per kapita dan
daya saing daerahnya relatif cukup baik,
dibandingkan dengan Kabupaten Mojokerto
yang menjadi daerah belakangnya. Sektor
basis yang mendukung perekonomian daerah
adalah infrastruktur, perdagangan dan jasa.
Kota Mojokerto mempunyai 6 kegiatan sektor
4

Seminar Nasional Perencanaan Wilayah dan Kota ITS, Surabaya, 24 Nopember 2010
“INOVASI DALAM RISET DAN PRAKTEK PERENCANAAN
MENUJU PENATAAN RUANG KOTA MASA DEPAN”
ISBN No. xxxxxxxxxxx

ekonomi yang berperan sebagai sektor
basis. Diagram sarang laba-laba mempunyai
bentuk yang mengarah ke bawah.

Lamongan mempunyai 3 kegiatan sektor
ekonomi yang berperan sebagai sektor basis.
Sementara itu, diagram sarang laba-laba
mempunyai bentuk sudut yang dominan
mengarah ke atas.

Pertanian
3
2.5

Jasa-Jasa

Pertambangan & Penggalian

2
1.34

2.5

1

Keuangan, Persewaan & Jasa
Perusahaan

Pertanian

1.5
0.50.05
0
0

1.48

Industri Pengolahan

2

Jasa-Jasa

0.54

2.39

Pertambangan & Penggalian

1.5

1.42

1
2.82
Pengangkutan & Komunikasi

Keuangan, Persewaan & Jasa

2.08
1.41

Listrik & Air Bersih

1.53

0.5

Perusahaan

0.69

0

Industri Pengolahan

0.13
0.19

0.28
Perdagangan, Hotel & Restoran

0.92

Konstruksi

1.08

Pengangkutan & Komunikasi

0.82

Perdagangan, Hotel & Restoran

Listrik & Air Bersih

Konstruksi

Gambar 7: Hasil Analisa LQ Kota Mojokerto

Kabupaten Mojokerto
Kemampuan perekonomian daerah
Kabupaten Mojokerto masih tergolong
cukup baik dari sisi sumbangan PDRB,
pendapatan per kapita, dan daya saing
daerah.
Pembandingan
(benchmark)
terhadap daerah kabupaten/kota lainnya di
GKS, Kabupaten Mojokerto masih berada
pada peringkat kelima. Sektor basis yang
mendukung perekonomian daerah adalah
pertanian
dan
industri
pengolahan.
Kabupaten Mojokerto hanya mempunyai 2
kegiatan sektor ekonomi yang menjadi
sektor basis. Diagram sarang laba-laba
mempunyai bentuk sudut yang mengarah ke
atas dan samping kanan.

Gambar 9: Hasil Analisa LQ Kabupaten Lamongan

Kabupaten Bangkalan
Kemampuan
perekonomian
daerah
Kabupaten Bangkalan masih tergolong rendah
baik dari sisi sumbangan PDRB, pendapatan
per kapita, dan daya saing daerah.
Pembandingan (benchmark) terhadap daerah
kabupaten/kota lainnya di GKS, Kabupaten
Bangkalan menempati posisi terbawah. Sektor
basis yang mendukung perekonomian daerah
adalah pertanian, infrastruktur dan jasa-jasa.
Kabupaten Bangkalan mempunyai 4 kegiatan
sektor ekonomi yang berperan sebagai sektor
basis. Adapun bentuk diagram sarang laba-laba
membentuk bidang yang mengarah ke atas.

Pertanian
Pertanian

2

Jasa-Jasa

2

Pertambangan & Penggalian

1.5

Jasa-Jasa

1.25
0.82

Keuangan, Persewaan & Jasa
Perusahaan

1

0.76
1.33

Industri Pengolahan

Keuangan, Persewaan & Jasa
Perusahaan

0

0.89

0.5
0.92
0

0.65

0.66

Industri Pengolahan
0.16
0.51

0.53

Pengangkutan & Komunikasi

Pertambangan & Penggalian

1.72

1
0.5

0.68

2

1.5

1.18

0.8

Listrik & Air Bersih

Pengangkutan & Komunikasi

Listrik & Air Bersih

0.97
1.26

Perdagangan, Hotel & Restoran

Konstruksi

Perdagangan, Hotel & Restoran

Konstruksi

Gambar 8: Hasil Analisa LQ Kab. Mojokerto

Gambar 10: Hasil Analisa LQ Kabupaten Bangkalan

Kabupaten Lamongan
Kemampuan perekonomian daerah
Kabupaten Lamongan masih tergolong
rendah dari sisi sumbangan PDRB,
pendapatan per kapita, dan daya saing
daerah.
Pembandingan
(benchmark)
terhadap daerah kabupaten/kota lainnya di
GKS, Kabupaten Lamongan menempati
posisi kedua terendah setelah Kabupaten
Bangkalan. Sektor basis yang mendukung
perekonomian daerah adalah pertanian,
perdagangan,
dan
jasa.
Kabupaten

Hasil analisa LQ yang dipetakan dalam
bentuk diagram laba-laba, menunjukkan Kota
Surabaya mampu mengoptimalkan kinerja
sektor sekunder dan sektor tersier yang
ditunjukkan bentuk diagram yang mengarah ke
bawah. Sementara itu, bentuk diagram yang
ditunjukkan
Kabupaten
Lamongan
dan
Kabupaten Bangkalan masih mengarah ke atas
dan menempatkan sektor primer sebagai sektor
basis. Berdasarkan konsep spesialisasi daerah,
tidak ada satupun daerah yang unggul pada
semua sektor, sehingga dalam upaya untuk
5

Seminar Nasional Perencanaan Wilayah dan Kota ITS, Surabaya, 24 Nopember 2010
“INOVASI DALAM RISET DAN PRAKTEK PERENCANAAN
MENUJU PENATAAN RUANG KOTA MASA DEPAN”
ISBN No. xxxxxxxxxxx

mengembangkan daya saing daerah maka
setiap daerah harus fokus pada sektorsektor tertentu yang menjadi andalan
daerahnya.
Beberapa
daerah
yang
mengandalkan kekuatan sektor pertanian
dan sektor pertambangan, serta sektor
industri berbasis sumber daya alam
memberikan gambaran adanya kekuatan
resources endowment yang dapat menjadi
keunggulan komparatif daerah itu.
4.2

dan
Kabupaten
Bangkalan
menghadapi
keterbatasan kapasitas fiskal daerah.
Sumber daya manusia dan ketenagakerjaan
Jumlah penduduk dan angkatan kerja,
rasio ketergantungan, angka harapan hidup,
rata-rata lama sekolah penduduk dan tenaga
kerja menjadi keunggulan bagi Kota Surabaya,
Kabupaten Gresik, Kabupaten Sidoarjo,
sedangkan Kabupaten Mojokerto, Kabupaten
Lamongan dan Kabupaten Bangkalan hanya
unggul dalam jumlah penduduk dan angkatan
kerja.
Kota Mojokerto mempunyai masalah
keterbatasan jumlah penduduk dan angkatan
kerja, sedangkan Kabupaten Lamongan dan
Kabupaten Bangkalan pada rata-rata lama
sekolah penduduk dan tenaga kerja. Kabupaten
Bangkalan juga menghadapi usia harapan
hidup yang rendah.

Keunggulan dan Kelemahan Daya
Saing Daerah
Faktor-faktor input yang terdiri dari
perekonomian
daerah,
sumber
daya
manusia dan ketenagakerjaan, lingkungan
usaha produktif, infrastruktur, sumber daya
alam dan lingkungan, serta perbankan dan
lembaga keuangan dinilai berdasarkan
keunggulan dan kelemahan daya saing
daerah yang dimiliki pada masing-masing
daerah. Secara umum Kota Surabaya lebih
unggul dibandingkan kota/kabupaten lainnya
di wilayah Gerbangkertosusila untuk semua
faktor-faktor input, selanjutnya diikuti oleh
Kabupaten Sidoarjo. Kabupaten Gresik
masih mempunyai keunggulan faktor-faktor
input, kecuali dalam indikator lingkungan
usaha produktif masih belum kompetitif.
Sementara itu, Kabupaten Bangkalan
masih jauh tertinggal dibandingkan daerah
lainnya dalam daya saing faktor inputnya.
Kabupaten Mojokerto, dan Kabupaten
Lamongan meskipun masih belum kompetitif
dalam
faktor
input,
namun
masih
mempunyai keunggulan dalam sumber daya
manusia dan ketenagakerjaan, serta
perbankan
dan
lembaga
keuangan.
Demikian pula Kota Mojokerto masih ada
kelemahan dalam sumber daya manusia,
infrastruktur, dan perbankan dan lembaga
keuangan.

Lingkungan usaha produktif
Sedikitnya
jumlah
Perda
yang
bermasalah menjadi keuunggulan , jumlah
sektor basis, penduduk dengan pendidikan
perguruan tinggi lebih banyak menjadi
keunggulan
Kabupaten
Sidoarjo,
Kota
Mojokerto, Kabupaten Mojokerto, Kabupaten
Bangkalan. Sementara itu, jumlah penduduk
yang berpendidikan tinggi menjadi unggulan
Kota Surabaya, Kabupaten Sidoarjo, Kota
Mojokerto. Jumlah sektor basis menjadi
unggulan Kota Surabaya, dan Kota Mojokerto.
Banyaknya Perda bermasalah menjadi
hambatan bagi Kota Surabaya dan Kabupaten
Gresik. Daerah yang mempunyai sektor basis
sedikit adalah Kabupaten Sidoarjo, Kabupaten
Lamongan,
dan
Kabupaten
Mojokerto.
Sedangkan Kabupaten Bangkalan menghadapi
minimumnya belanja pelayanan publik per
kapita, minimnya penduduk dengan pendidikan
perguruan tinggi, dan tingginya tingkat
kemiskinan.

Perekonomian daerah
Kota Surabaya masih mempunyai
keunggulan dalam hal produktivitas sektor
tersier, dan besarnya investasi per kapita,
yang tidak terdapat di daerah yang lain.
Keunggulan dalam potensi ekspor daerah,
kemahalan daerah, dan kepadatan industri
selain Kota Surabaya, juga terdapat pada
daerah-daerah lainnya kecuali Kabupaten
Bangkalan.
Kelemahan perekonomi daerah pada
umumnya
berkaitan
dengan
masih
rendahnya total pengeluaran pemerintah
dibandingkan dengan PDRB kecuali Kota
Mojokerto. Selain itu, Kabupaten Lamongan

Infrastruktur, SDA dan lingkungan
Kabupaten
Sidoarjo
mempunyai
keunggulan
dalam
produktivitas
sektor
pengangkutan, kondisi jalan, sambungan
telepon, konsumsi dan produksi listrik,
konsumsi BBM, rasio luas lahan produktif,
sumber daya air. Kabupaten Gresik, Kabupaten
Mojokerto, dan Kota Mojokerto meskipun tidak
seunggul Kabupaten Sidoarjo, namun masih
lebih baik dari Kabupaten Lamongan dan
Kabupaten Bangkalan yang hanya punya
keunggulan kondisi jalan. Sedangkan Kota
Surabaya berada pada posisi netral, tidak
mempunyai keunggulan maupun kelemahan
dalam infrastruktur, SDA dan lingkungan.

6

Seminar Nasional Perencanaan Wilayah dan Kota ITS, Surabaya, 24 Nopember 2010
“INOVASI DALAM RISET DAN PRAKTEK PERENCANAAN
MENUJU PENATAAN RUANG KOTA MASA DEPAN”
ISBN No. xxxxxxxxxxx

Kabupaten Lamongan mempunyai
kelemahan dalam produktivitas sektor
pengangkutan, rasio luas lahan produktif.
Kelemahan Kota Mojokerto dalam kondisi
jalan,
Kabupaten
Mojokerto
dalam
produktivitas sektor pengangkutan, dan
Kabupaten Gresik dalam rasio luas lahan
produktif. Sedangkan Kabupaten Sidoarjo
dan Kabupaten Bangkalan mempunyai
mempunyai posisi netral untuk indikator
lainnya.
Perbankan dan lembaga keuangan
Keunggulan faktor perbankan dan
lembaga keuangan berkaitan dengan
kemampuan
memfasilitasi
kegiatan
perekonomian . Sebaran jumlah kantor bank
menjadi unggulan di Kabupaten Sidoarjo,
Kabupaten Mojokerto, dan Kabupaten
Lamongan. Total kredit yang disalurkan
perbankan unggul di Kabupaten Sidoarjo
dan Kabupaten Gresik. Kota Mojokerto
unggul dalam produktivitas sektor keuangan
dan Kabupaten Gresik dalam produktivitas
koperasi.
Secara umum tidak ada kelemahan
yang cukup menonjol dalam faktor input ini.
Namun kelemahan dalam produktivitas
sektor keuangan masih perlu diperhatikan
oleh Kabupaten Sidoarjo.
4.3

Konsep Pengembangan Perkotaan
Gerbangkertosusila
Wilayah Gerbangkertosusila sebagai
satu entitas wilayah yang mencakup sistem
perkotaan dan sistem perdesaan yang
saling berinteraksi. Dalam konteks sistem
perkotaan telah terbentuk hubungan antara
kota metropolitan, kota besar/sedang dan
kota kecil, sesuai dengan perannya masingmasing (PKN, PKW, dan PKL). Faktor jarak
antara kota yang berdekatan, pertumbuhan
penduduk
dan
ekonomi,
perluasan
permukiman dan area terbangun kota
menimbulkan aglomerasi perkotaan di
wilayah ini. Oleh karena peranan aglomerasi
perkotaan sedemikian besar dalam sistem
perekonomian, kependudukan, sosial dan
budaya nasional yang tercipta melalui
proses
panjang,
maka
wilayah
ini
menunjukkan peranan dominasi dalam
konstelasi nasional (Yunus, 2006).
Konfigurasi sistem perkotaan di
wilayah Gerbangkertosusila akan selalu
tumbuh dan berkembang dengan arah dan
besaran yang berbeda-beda. Perbedaan
fungsi dan peran masing-masing kota
seharusnya bukan menjadi kompetitor

terhadap kota lainnya, melainkan dapat saling
mendukung dan melengkapi satu kota terhadap
kota lainnya. Menurut Yunus (2006), apabila
kota-kota
yang
bergabung
mempunyai
kedudukan yang sejajar baik dari segi
peranannya dalam konstelasi perekonomian
maupun jumlah penduduk maka dominasi
pusat-pusat kegiatan tidak akan tampak,
namun apabila koalisi perkotaan tercipta dari
gabungan kota besar utama dengan kota-kota
yang lebih kecil di sekitarnya, maka konstelasi
perekonomian akan terlihat adanya dominasi
peran dari pusat kegiatan utama.
Berdasarkan konsepsi konfigurasi sistem
perkotaan menurut McGee (dalam Yunus,
2006), ada beberapa tipologi perkotaan yang
bisa diidentifikasi dari sistem perkotaan di
wilayah Gerbangkertosusila, yaitu eksistensi
kota-kota besar, daerah peri-urban, daerah
desa-kota, dan kota-kota kecil. Menurut Yunus
(2006), intensitas transformasi keruangan
(spasial) sangat bervariasi, dimana makin dekat
ke kota dan/atau jalur jalan/transportasi utama
maka proses transformasi akan berlangsung
makin intens. Fakta-fakta empirik yang ada
menunjukkan bahwa berkembangnya Kota
Surabaya sebagai kota utama di wilayah
Gerbangkertosusila,
juga
diikuti dengan
berkembangnya daerah peri-urban akibat
pengembangan
permukiman
baru,
dan
berkembangnya desa-kota pada koridor
pergerakan antar
kota. Perkembangan
tersebut tidak lepas dari adanya pertumbuhan
perkotaan yang tidak terkontrol (urban
sprawling), perpindahan penduduk ke kawasan
perumahan baru di daerah peri-urban dan
konversi penggunaan lahan yang tidak sesuai
(JICA ISP, 2009).
Konsep pengembangan perkotaan pada
wilayah Gerbangkertosusila diarahkan dengan
pendekatan Polycentric Urban Region untuk
mengurangi dominasi Kota Surabaya. Dalam
pendekatan ini, dipilih beberapa kawasan
perkotaan yang akan dikembangkan sebagai
pusat pelayanan perkotaan berdasarkan
peranan dan fungsi tertentu. Pendekatan
polycentric ini diharapkan dapat berperan
mengurangi perkembangan perkotaan yang
tidak terkendali (urban sprawl). Beberapa
pandangan
yang
berkembang
dalam
pendekatan polycentrism ini berkaitan dengan
kontribusinya
terhadap
daya
saing,
keunggulannya bagi daerah pinggiran sama
seperti
daerah
pusat,
menciptakan
pemanfaatan potensi wilayah secara penuh,
dan konektivitas untuk keseluruhan wilayah
(Faludi, 2005). Adanya beberapa pusat
perkotaan akan dapat menciptakan persaingan
7

Seminar Nasional Perencanaan Wilayah dan Kota ITS, Surabaya, 24 Nopember 2010
“INOVASI DALAM RISET DAN PRAKTEK PERENCANAAN
MENUJU PENATAAN RUANG KOTA MASA DEPAN”
ISBN No. xxxxxxxxxxx

dalam pemanfaatan potensi wilayah, tidak
hanya terbatas pada barang dan jasa yang
mempunyai
keunggulan
komparatif,
melainkan juga mendorong terjadinya
keunggulan kompetitif.

Gambar 9: Struktur Perkotaan di Wilayah GKS
Sumber: JICA GKS-ISP Study, 2009

Pusat-pusat perkotaan utama di
wilayah
Gerbangkertosusila
ditetapkan
mempunyai peran dan fungsi yang berbedabeda. Menurut Porter (2000), lokasi
mempengaruhi
keunggulan
kompetitif
melalui pengaruhnya terhadap produktivitas
dan
terutama
pada
pertumbuhan
produktivitas,
diantaranya
melalui
pembentukan klaster-klaster ekonomi pada
lokasi tertentu. Adanya kawasan ekonomi
khusus
yang
diintegrasikan
dalam
pengembangan perkotaan dapat mendorong
keunggulan kompetitif jika didukung dengan
konsentrasi keterampilan dan pengetahuan
yang sangat khusus sebagai faktor inputnya.

Gambar 10: Konsep Struktur Wilayah GKS
Sumber: JICA GKS-ISP Study, 2009

4.4

Strategi
Pengembangan
Daya
Saing Perkotaan
Strategi pengembangan daya saing
perkotaan
dilakukan
dengan
tujuan
meningkatkan produktivitas dan efisiensi
faktor-faktor
input
dalam
rangka
mewujudkan polycentric urban region di
wilayah
Gerbangkertosusila.
Adanya

perbedaan peran dan fungsi perkotaan dapat
menimbulkan kompetisi ataupun kolaborasi
antar kawasan perkotaan. Namun kompetisi
yang sebenarnya jauh berbeda. Kompetisi
adalah bersifat dinamis dan bertumpu pada
inovasi dan mencari perbedaan strategis
(Porter, 2000).
Strategi pengembangan perkotaan yang
berdaya saing di wilayah Gerbangkertosusila
perlu mempertimbangkan spesialisasi daerah
yang dibentuk adanya resources endowment,
keunggulan dan kelemahan daya saing daerah,
serta konsep perkotaan yang dikembangkan
melalui pendekatan polycentric urban region.
Beberapa strategi pengembangan perkotaan
yang
dapat
diterapkan
pada
wilayah
Gerbangkertosusila adalah:
ƒ Strategi berbasis pada inovasi perkotaan
yang didukung peningkatan kualitas
pelayanan perkotaan, ekonomi berbasis
pengetahuan (knowledge based economy),
dan pemanfaatan ICT. Dalam hal ini Kota
Surabaya seharusnya tidak lagi bersaing
dengan kota-kota sekunder di sekitarnya,
melainkan harus mampu bersaing dalam
tataran global. Oleh sebab itu, keunggulan
kompetitif harus menjadi pendorong utama
pertumbuhan kota.
ƒ Strategi berbasis pada upaya peningkatan
produktivitas daerah melalui diversifikasi
dan
pengembangan
sektor
basis,
peningkatan lingkungan usaha, serta
pengembangan infrastruktur dan sumber
daya manusia. Strategi ini diarahkan pada
perkotaan Sidoarjo dan Gresik dengan
meningkatan produktivitas lahan sesuai
dengan
rencana
tata
ruang,
mengoptimalkan aglomerasi ekonomi, dan
mendorong regulasi yang lebih ramah
investasi.
ƒ Strategi berbasis pada optimalisasi peran
dan fungsi perkotaan yang didukung
pengembangan sumber daya manusia,
peningkalan kualitas pelayanan perkotaan,
dan pengembangan ekonomi kreatif.
Strategi ini diarahkan pada Kota Mojokerto
yang mempunyai keterbatasan lahan untuk
pengembangan
kota.
Keterbatasan
resources endowment mengharuskan Kota
Mojokerto
memanfaatkan
pendekatan
keunggulan kompetitif sebagai pilihan untuk
meningkatkan daya saing kotanya, salah
satunya dengan memanfaatkan posisi
strategisnya sebagai outlet pemasaran bagi
wilayah sekitarnya.
ƒ Strategi berbasis pada pengelolaan sumber
daya alam dan pengembangan ekonomi
lokal.
Strategi
ini
diarahkan
pada
8

Seminar Nasional Perencanaan Wilayah dan Kota ITS, Surabaya, 24 Nopember 2010
“INOVASI DALAM RISET DAN PRAKTEK PERENCANAAN
MENUJU PENATAAN RUANG KOTA MASA DEPAN”
ISBN No. xxxxxxxxxxx

Kabupaten Mojokerto yang memiliki
keunggulan
dalam
resources
endowment.
Kawasan
perkotaan
Mojokerto
seharus
mampu
memanfaatkan potensi ini sebagai
keunggulan
komparatif
dengan
mengintegrasikan
sektor
pertanian
dengan kegiatan agroindustri, kegiatan
agrobisnis, serta kegiatan pemanfaatan
jasa-jasa lingkungan.
ƒ Strategi berbasis pada penguatan
potensi
ekonomi
lokal
melalui
pengembangan
lingkungan
usaha
produktif. Strategi ini diarahkan pada
Kabupaten Lamongan dan Kabupaten
Bangkalan yang mempunyai daya saing
daerah yang rendah. Pembangunan
infrastruktur
fisik,
pengembangan
sumber daya manusia, lingkungan
usaha produktif untuk mengatasi
ketertinggalan daya saing daerah. Tidak
cukup mengejar ketertinggalan hanya
melalui keunggulan komparatif, namun
diperlukan
pula
menciptakan
keunggulan kompetitif di wilayahnya.
Oleh sebab itu, perlu dikembangkan
leap frog development strategy untuk
mencapai keunggulan yang lebih tinggi.
Adanya strategi pengembangan perkotaan
yang berbeda ini diharapkan dapat
mendorong terjadinya kolaborasi dan sinergi
antar kawasan perkotaan, dan pada
akhirnya mampu meningkatkan daya saing
wilayah secara berkelanjutan.
5.

Kesimpulan
Kajian
strategi
pengembangan
perkotaan berdasarkan daya saing wilayah
melihat dari sisi kemampuan keunggulan
kompetitif maupun keunggulan komparatif.
Sumber daya manusia di perkotaan menjadi
bagian dari keunggulan komparatif jika
ditinjau dari sisi jumlah penduduk dan
tenaga kerja, dan dapat menjadi bagian dari
keunggulan kompetitif jika ditinjau dari sisi
kualitas sumber daya manusia, seperti
penduduk yang menamatkan pendidikan
pada perguruan tinggi.
Pengembangan
perkotaan
tidak
hanya mengandalkan pada kelimpahan
resources
endowment,
namun
agar
kawasan perkotaan mampu bersaing
dengan
kawasan
perkotaan
lainnya
diperlukan adanya keunggulan kompetitif.
Untuk mengembangkan daya saing wilayah,
diawali dengan penentuan spesialisasi
wilayah yang didasarkan keunggulan

komparatif. Selanjutnya dilakukan pemetaan
daya saing wilayah sebagai masukan dalam
menentukan keunggulan kompetitif.
Produktivitas merupakan sumber daya
saing perkotaan, sehingga kota yang berdaya
saing adalah kota yang produktif. Strategi yang
diterapkan bagi pengembangan perkotaan
adalah meningkatkan produktivitas faktor-faktor
input yang menjadi dasar pengembangan
perkotaan.
6.

Pustaka

Faludi, A. (2005). Polycentric territorial
cohesion policy. Town Planning Review.
Vol. 76 (1): hal. 107 – 118.
JICA GKS-ISP Team (2009). JICA Study on
Formulation of Spatial Planning for
Gerbangkertosusila Zone. Surabaya: JICA
Porter, M.E. (1996). Competitive Advantage,
Agglomeration Economies, and Regional
Policy. International Regional Science
Review. Vol. 19 (1 & 2): hal. 85 – 94.
Porter, M.E. (2000). Location, Competition, and
Economic Development: Local Clusters in a
Global Economy, Economic Development
Quarterly. Vol. 14, No. 1, February 2000:
hal. 15 – 34.
Porter,
M.E.
(2003).
The
Economic
Performance of Regions. Urban Studies.
Vol. 37, No. 6 & 7: hal. 549 – 578.
PPSK Bank Indonesia dan LP3E FE Unpad
(2008). Profil dan Pemetaan Daya Saing
Ekonomi Daerah Kabupaten/Kota di
Indonesia. Jakarta: Rajawali Pers.
Rustiadi, E., S. Saefulhakim, dan D.R. Panuju
(2009). Perencanaan dan Pengembangan
Wilayah. Jakarta: Crestpent Press dan
Yayasan Obor Indonesia.
Turok, Ivan (2004). Cities, Regions and
Competitiveness. Regional Studies, 38 (9):
hal. 1069 – 1083.
Webster, D. dan L. Muller (2000). Urban
Competitiveness
Assessment
in
Developing Country Urban Regions: The
Road Forward. Paper prepared for Urban
Group, INFUD. Washington, D.C.: The
World Bank.
Yunus, H.S. (2006). Megapolitan: Konsep,
Problematika dan Prospek. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar.

9

Seminar Nasional Perencanaan Wilayah dan Kota ITS, Surabaya, 24 Nopember 2010
“INOVASI DALAM RISET DAN PRAKTEK PERENCANAAN
MENUJU PENATAAN RUANG KOTA MASA DEPAN”
ISBN No. xxxxxxxxxxx

Tabel 1: Peringkat Daya Saing Daerah dalam Indikator Input
Peringkat Nasional Dalam Indikator Input
Wilayah
No.
Kabupaten/Kota
Ekonomi
SDM
Lingk Usaha Infrastrukt. Keuangan

Total

1
2
3
4
5
6

Kota Surabaya
Kab. Sidoarjo
Kab. Gresik
Kota Mojokerto
Kab. Mojokerto
Kab. Lamongan

12
36
62
69
171
344

4
11
69
201
78
59

72
134
358
49
273
329

6
13
10
114
82
83

3
13
31
182
66
85

6
25
40
83
141
189

7

Kab. Bangkalan

346

141

303

135

244

293

Rata2 Wil. GKS

149

80

217

63

89

111

Sumber: PPSK Bank Indonesia dan LP3E FE Unpad (2008).

Tabel 2: Kajian Keunggulan dan Kelemahan Daya Saing Daerah di Wilayah Gerbangkertosusila
No.
1.

2.

Keunggulan
Kota Surabaya
Perekonomian daerah: produktivitas sektor tersier, potensi
ekspor daerah, investasi per kapita, kemahalan daerah,
kepadatan industri pengolahan
SDM dan ketenagakerjaan: jumlah penduduk dan angkatan
kerja, rasio ketergantungan, angka harapan hidup, rata2
lama sekolah penduduk dan tenaga kerja
Lingkungan usaha produktif: jumlah sektor basis, penduduk
dengan pendidikan perguruan tinggi
Kabupaten Sidoarjo
Perekonomian daerah: potensi ekspor daerah, kemahalan
daerah, kepadatan industri pengolahan

3.

SDM dan ketenagakerjaan: jumlah penduduk dan angkatan
kerja, rata2 lama sekolah penduduk dan tenaga kerja, rasio
ketergantungan
Lingkungan usaha produktif: Perda yang bermasalah,
penduduk dengan pendidikan perguruan tinggi
Infrastruktur, SDA dan lingkungan: produktivitas sektor
pengangkutan, kondisi jalan, sambungan telepon, konsumsi
dan produksi listrik, konsumsi BBM, rasio luas lahan
produktif, sumber daya air
Perbankan dan lembaga keuangan: jumlah kantor bank,
total kredit perbankan
Kabupaten Gresik
Perekonomian daerah: potensi ekspor daerah, kemahalan
daerah

4.

SDM dan ketenagakerjaan: jumlah penduduk dan angkatan
kerja, rasio ketergantungan, angka harapan hidup, rata2
lama sekolah penduduk dan tenaga kerja
Infrastruktur, SDA dan lingkungan: kondisi jalan, konsumsi
dan produksi listrik, konsumsi BBM, sumber daya air
Perbankan dan lembaga keuangan: produktivitas koperasi,
total kredit perbankan
Kota Mojokerto
Perekonomian daerah: kemahalan daerah, kepadatan
industri pengolahan
SDM dan ketenagakerjaan: rasio ketergantungan, rata2
lama sekolah penduduk dan tenaga kerja, angka harapan
hidup
Lingkungan usaha produktif: jumlah Perda yang
bermasalah, jumlah sektor basis, penduduk dengan
pendidikan perguruan tinggi
Infrastruktur, SDA dan lingkungan: produktivitas sektor
pengangkutan, rasio luas lahan produktif, sumber daya air
Perbankan dan lembaga keuangan: produktivitas sektor
keuangan

Kelemahan
Perekonomian daerah: total pengeluaran pemerintah
daerah terhadap PDRB

Lingkungan usaha produktif: Perda yang bermasalah

Perekonomian daerah: total pengeluaran pemerintah
daerah terhadap PDRB

Lingkungan usaha produktif: jumlah sektor basis

Perbankan dan lembaga keuangan: produktivitas
sektor keuangan
Perekonomian daerah: total pengeluaran pemerintah
daerah terhadap PDRB

Infrastruktur, SDA dan lingkungan: rasio luas lahan
produktif
Lingkungan usaha produktif: belanja pelayanan publik
per kapita, jumlah Perda bermasalah

SDM dan ketenagakerjaan: jumlah penduduk dan
angkatan kerja

Infrastruktur, SDA dan lingkungan: kondisi jalan

10

Seminar Nasional Perencanaan Wilayah dan Kota ITS, Surabaya, 24 Nopember 2010
“INOVASI DALAM RISET DAN PRAKTEK PERENCANAAN
MENUJU PENATAAN RUANG KOTA MASA DEPAN”
ISBN No. xxxxxxxxxxx

5.

Kabupaten Mojokerto
Perekonomian daerah: kemahalan daerah, kepadatan
industri pengolahan
SDM dan ketenagakerjaan: jumlah penduduk dan angkatan
kerja, rasio ketergantungan
Lingkungan usaha produktif: jumlah Perda yang bermasalah
Infrastruktur, SDA dan lingkungan: kondisi jalan, sumber
daya air
Perbankan dan lembaga keuangan: jumlah kantor bank

6.

Lingkungan usaha produktif: belanja pelayanan publik
per kapita, jumlah sektor basis daerah
Infarstruktur, SDA dan lingkungan: produktivitas sektor
pengangkutan

Kabupaten Lamongan
Perekonomian daerah: kemahalan daerah
SDM dan ketenagakerjaan: jumlah penduduk dan angkatan
kerja, rasio ketergantungan
Infrastruktur, SDA dan lingkungan: kondisi jalan
Perbankan dan lembaga keuangan: jumlah kantor bank

7.

Perekonomian daerah: total pengeluaran pemerintah
daerah terhadap PDRB

Perekonomian daerah: kapasitas fiskal daerah, total
pengeluaran pemerintah daerah terhadap PDRB
SDM dan ketenagakerjaan: rata2 lama sekolah tenaga
kerja
Infarstruktur, SDA dan lingkungan: produktivitas sektor
pengangkutan, rasio luas lahan produktif
Lingkungan usaha produktif: belanja pelayanan publik
per kapita, jumlah sektor basis daerah

Kabupaten Bangkalan
Infrastruktur, SDA dan lingkungan: kondisi jalan
SDM dan ketenagakerjaan: jumlah penduduk dan angkatan
kerja
Lingkungan usaha produktif: jumlah Perda yang bermasalah

Perekonomian daerah: kapasitas fiskal daerah, total
pengeluaran pemerintah daerah terhadap PDRB
SDM dan ketenagakerjaan: rata2 lama sekolah
penduduk dan tenaga kerja, angka harapan hidup
Lingkungan usaha produktif: belanja pelayanan publik
per kapita, penduduk dengan pendidikan perguruan
tinggi, poverty gap index

Sumber: PPSK Bank Indonesia dan LP3E FE Unpad (2008).

11

Seminar Nasional Perencanaan Wilayah dan Kota ITS, Surabaya, 24 Nopember 2010
“INOVASI DALAM RISET DAN PRAKTEK PERENCANAAN
MENUJU PENATAAN RUANG KOTA MASA DEPAN”
ISBN No. xxxxxxxxxxx

Tabel 3: Roles and Functions of Major Urban Centers of GKS
Center

Roles and Functions

Regional Center

Surabaya

Primate Urban Center, Gateway and image city of the region
to the outside GKS, especially foreign countries
Regional Center of political, administrative, economic and
social activities, with higher functions of business, service and
commercial, administrative, and cultural aspects

SMA sub-centers
(20 km from
Surabaya)

Sidoarjo

Sub-regional center of industrial and commercial services
Sub-center of Southern GKS
Strong linkage with Surabaya and Pasuruan to enhance the
economy

Gresik

Sub-regional center of northern SMA and industrial and
commercial activities
Strong linkage with Surabaya, Lamongan and Paciran/
Brondong economic zone
SMA sub-center of Madura Island
Core urban center of Madura Island to accommodate the
Island economy

Bangkalan

GKS sub-centers
(40 km from
Surabaya)

Kota Mojokerto

Lamongan

Paciran dan
Brondong

Sub-center of GKS to accommodate Mojokerto and Jombang
Zone
Strong linkage with Jombang, and Surabaya with highway
Center of district industrial and commercial activities
Sub-center of GKS to accommodate agricultural-based district
economy
Strong linkage with Surabaya, Paciran/Brondong, Babat,
Bojonegoro
Sub-center as special economic zone composed of industrial,
port, and logistics development with environment
countermeasures

Sumber: JICA-ISP Team, 2009

12

Seminar Nasional Perencanaan Wilayah dan Kota ITS, Surabaya, 24 Nopember 2010
“INOVASI DALAM RISET DAN PRAKTEK PERENCANAAN
MENUJU PENATAAN RUANG KOTA MASA DEPAN”
ISBN No. xxxxxxxxxxx

13