BUKU KESATU TENTANG ORANG tua tentang

BUKU KESATU TENTANG ORANG
Di buku 1 ini membahas tentang Orang yang berarti sebagai SUBYEK HUKUM yang di bagi menjadi 18
Bab dan di bagi menurut Bagian-bagian dan di atur dalam pasal 1 – 498 .
BAB I : MENIKMATI DAN KEHILANGAN HAK KEWARGAAN (pasal 1-3)
Dari Bab 1 ini di jelaskan bahwa masyarakat dapat menikmati haknya sebagai warga negara tanpa
adanya ketergantungan dengan hak kenegaraan, tentang anak yang masih dalam kandungan yang
dapat di anggap sebagai Subyek Hukum apabila di kehendaki serta Hukum yang tidak dapat
melanggar hak keperdataan seseorang.
BAB II : AKTA AKTA CATATAN SIPIL
BAGIAN 1 : Daftar Catatan Sipil Pada Umumnya (pasal 4-5)
Di jelaskan tentang Status Keluarga pada negara mengenai kelahiran, kematian, perkawinan dan
perceraian yang dicatat melalui Catatan Sipil dan pegawai pengurusnya di namakan Pegawai Catatan
Sipil. pasal ini juga di tuliskan tentang Aturan yang di buat oleh Mahkamah Agung tentang tempat
dan cara menyusun Akta serta hukuman bagi pelanggar yang di lakukan oleh Pegawai Catatan Sipil .
BAGIAN 2 : Nama, Perubahan Nama, dan Perubahan Nama Depan (pasal 5a-12)
Di bagian ini membahas tentang Pengesahan Nama Keturunan, Pergantian Nama, Permohonan Izin
mengenai Nama yang telah di catatkan di Catatan Sipil.
BAGIAN 3 : Pembetulan Akta Catatan Sipil dan Penambahannya (pasal 13-16)
Bagian ini membahas Bila Akta telah mengalami kerusakan / digelapkan maka hal tersebut bisa
menjadi dasar untuk penambahan atau perbaikan akta, perbaikan dapat di ajukan ke Pengadilan
Negri serta semua keputusan mengenai penambahan harus bersifat memiliki kekuatan tetap dan

dapat di buktikan oleh Pegawai Catatan Sipil.
BAB III : TEMPAT TINGGAL/DOMISILI (pasal 17-25)
Bagian ini membahas tentang Tempat Tinggal/Domisili seseorang yang di anggap sebagai Pusat
tempat tinggal/domisili dan juga aturan tentang perpindahan temat tinggal/domisili serta rumah
yang menjadi perebutan.
BAB IV : PERKAWINAN (pasal 26-102)
BAGIAN 1 : Syarat dan Segala Sesuatu yang Harus dipenuhi untuk dapat Melakukan Perkawinan
(pasal 27-49) .
Membahas tentang ikatan perkawinan, batasan umur melaksanakan pernikahan, larangan
pernikahan yang memiliki ikatan darah, menikahi pasangan zinanya, perizinan pernikahan, kepada
orang tua/wali serta izin pernikahan anak di bawah umur, kehadiran orangtua/wali.
BAGIAN 2 : Acara yang harus mendahului Perkawinan (pasal 50-58)

Mendaftarkan serta mengumumkan pernikahan ke Catatan
pasangan yang berada di Catatan Sipil yang berbeda.

Sipil, Pemberian dispensasi bagi

BAGIAN 3 : Mencegah Perkawinan (pasal 59-70)
Membahas tentang Hak untuk mencegah perkawinan yang hanya bisa dilakukan oleh pihak-pihak di

dalamnya (orangtua, wali, wali pengawasan, mantan suami/istri,anak,pihak pengadilan,keluarga
sedarah/semenda) pencegahan perkawinan yang di dasar kekuatan hukum dan memiliki bukti
otentik.
BAGIAN 4 : Pelaksanakan Perkawinan (pasal 71-82)
Pengecekan kelengkapan surat perkawinan, perkawinan yang di laksanakan di muka umum,
kehadiran saat prosesi perkawinan, aturan mengenai tidak bolehnya dilaksanakan ucapara adat
sebelum di anggap sahnya perkawinan serta pelanggaran yang dilakukan pihak catatan sipil.
BAGIAN 5 : Perkawinan yang dilaksanakan di Luar Negri (pasal 83-84)
Membahas tentang tempat di selenggarakannya perkawinan antar warga negara dan sesama warga
negara namun di laksanakan di Luar Negri .
BAGIAN 6 : Batalnya Perkawinan ( pasal 85- 99a)
Pembatalan Perkawinan dapat dilakukan apabila melanggar pada pasal-pasal sebelumnya, sesuai
dengan pasal ketentuan yang terkait adanya dengan Perkawinan .
BAGIAN 7 : Bukti Adanya Suatu Perkawinan ( pasal 100-102)
Bukti perkawinan ditunjukkan dengan adanya Akta Perkawinan dan apabila terjadi kehilangan pada
akta tersebut maka Hakim lah yang akan memberi penilaian atas sah tidaknya pernikahan tersebut.
BAB V : HAK DAN KEWAJIBAN SUAMI ISTRI ( pasal 103-118)
Membahas tentang Hak dan kewajiban yang harus dilakukan dari Suami Istri, bantuan serta perizinan
yang dapat di lakukan oleh Suami dan Istri .
BAB VI : HARTA BERSAMA MENURUT UNDANG-UNDANG DAN KEPENGURUSANNYA

BAGIAN 1 : Harta Bersama Menurut Undang Undang (pasal 119-123)
Seluruh harta(Baik benda bergerak atau tidak bergerak) dan segala tanggungannya yang dimiliki
suami/istri menjadi harta dan tanggungan bersama saat dinyatakan telah sah sebagai suami istri
BAGIAN 2 : Pengurusan Harta (pasal 124-125)
Suami yang memegang kekuasaan dalam kepenguruan harta dan pemberi kuasa terhadap istri .
BAGIAN 3 : Pembubaran gabungan harta bersama dan untuk melepaskan diri padanya ( pasal 126138)
Pemisahan harta yang bubar demi hukum, para ahli waris dari pihak suami/istri serta hilangnya hak
akibat pelepasan diri padanya.

BAB VIII : PERJANJIAN KAWIN
BAGIAN 1 : Perjanjian Kawin pada Umumnya (pasal 139-154)
Perjanjian harta dengan tidak mengurangi hak dari suami/istri yang harus di catat dengan akta
notaris, perjanjian kawin yang tidak boleh di rubah dengan cara apapun, serta ketidak berlakuannya
perjanjian bila belum di laksanakannya perkawinan.
BAGIAN 2 : Gabungan Keuntungan dan Kerugian dan gabungan hasil pendapatan (pasal 155-167)
Perjanjian yang menjelaskan bahwa hanya ada penggabungan penghasilan dan pendapatannya saja,
dan tidak ada penggabungan harta menyeluruh secara bersama .
BAGIAN 3 : Hibah-Hibah Antara Kedua Calon Suami Istri (pasal 168-175)
Dibagian ini membahas tentang pemberian hibahyang sesuai dengan perjanjian dari suami/istri,
pemberian hibah yang tidak dapat di tarik kembali , syarat pemberian hibah .

BAGIAN 4 : Hibah yang di berikan Kepada Kedua Calon Suami Istri atau kepada Anak-anak dan
Perkawinan Mereka (pasal 176-179)
Membahas tentang adanya penghibahan yang di berikan oleh pihak ketiga sebelum perkawinan yang
sekiranya pantas untuk di berikan kepada calon suami/istri dan hibah yang di anggap untuk anaknya .
BAB VIII : GABUNGAN HARTA BERSAMA ATAU PERJANJIAN KAWIN PADA PERKAWINAN KEDUA ATAU
SELANJUTNYA (pasal 180-185)
Di bab ini membahas tentang penggabungan harta benda secara menyeluruh pada perkawinan, dan
tentang dilarangnya untuk menjanjikan keuntungan yang lebih besar serta pembagian rata antara
Suami dan Istri .
BAB IX : PEMISAHAN HARTA BENDA (pasal 186- 198)
Di BAB ini membahas tentang permisahan harta benda yang di lakukan secara terbuka dan
pembagian harta sesuai dengan akta otentik serta mengenai tanggung jawab dalam membiayai
rumah tangga dan pendidikan anak .
BAB X : PEMBUBARAN PERKAWINAN
BAGIAN 1 : Pembubaran Perkawinan pada umunya ( pasal 199)
Sebab- sebab bubarnya perkawinan .

BAGIAN 2 : Pembubaran Perkawinan setelah Pisah Meja dan Ranjang (pasal 200-206b)
Di Bab ini di bahas tentang tuntutan pembubaran perkawinan apa bila selama 5 tahun telah Pisah
Meja dan ranjang dengan cara mendaftarkan ke Pengadilan Negri, adanya proses Mediasi/ proses

mendamaikan kedua pihak apabila di mungkinkan , serta perkawinan kembali dari perkawinan yang
dulu di bubarkan.

BAGIAN 3 : Perceraian Perkawinan ( pasal 207- 232a )
Bagian ini membahas tentang Dasar-dasar yang mengakibatkan perceraian, kewajiban memberi
tunjangan, terjaminnya keuntungan bagi anaknya akibat dari perceraian kedua orangtua nya.
BAB XI : PISAH MEJA DAN RANJANG (pasal 233-249)
Di Bab ini membahas tentang Gugatan yang di ajukan atas dasar perbuatan penganiayaan atau yang
melampaui batas kewajaran namun kedua belah pihak dapat tidak mengajukan alasan gugatan
asalkan perkawinan sudah berjalan paling sedikit 2 tahun , pisah ranjang dan pisah meja bukan
berarti perkawinan tersebut di bubarkan namun memiliki jangka waktu hingga 5 tahun untuk
memutuskan , Akibat-akibat yang di timbulkan dari pisah meja dan ranjang serta Hak asuh anak .
BAB XII : KEBAPAKAN DAN ASAL KETURUNAN ANAK-ANAK
BAGIAN 1 : Anak anak sah (pasal 250-271a)
Bagian ini membahas tentang ke Absahan seorang anak terhadap bapaknya, Gugatan yang di ajukan
apabila adanya pengingkaran tentang ke absahan anak, Tuntutan mengenai suatu kedudukan perdata
atau untuk mengingkari keabsahan seorang anak.
BAGIAN 2 : Pengesahan Anak-anak Luar Kawin (pasal 272-279)
Bagian ini membahas tentang di sahkan nya seorang anak di luar kawin dengan pernikahan yang
menyusul sesuai dengan pengakuan dari bapak dan ibu mereka, pengakuan anak di buktikan dengan

akta kelahiran, anak di luar kawin yang di akui menurut UU, berlakunya UU yang sama terhadap anak
yang orang tuanya menikah menyusul.
BAGIAN 3 : Pengakuan Anak-anak Luar Kawin (pasal 280-289)
Pembahasan mengenai pengakuan dari bapak dan ibu yang melahirkan hubungan perdata,
pengakuan anak dari ibu yang masih di bawah umur, tentang pelarangan menyidik siapa bapak
biologis dari anak tersebut .
BAB XIII : KEKELUARGAAN SEDARAH DAN SEMENDA (pasal 290-297)
Di bab ini di jelaskan mengenai pengertian Keluarga Sedarah dan Semenda yang memiliki derajatderajat yang di sebut garis yang di bagi menjadi garis lurus dan garis menyimpang didalam keluarga.
BAB XIV :KEKUASAAN ORANG TUA
BAGIAN 1 : Akibat Kekuasaan Orang tua terhadap Pribadi Anak (pasal 298-306)
Bagian ini mengatur tentang kewajiban anak untuk menghormati dan menghargai orang tua dan
kewajiban orang tua untuk memelihara, mendidik, serta membiayai pendidikan anak hingga dewasa,
pelepasan atau pemecatan kekuasaan orang tua hingga di angkatnya seorang wali, penyerahan
kekuasaan ke lembaga negara karna adanya pengakuan ketidak puasan terhadap sikap anaknya.
BAGIAN 2 : Akibat-akibat Kekuasaan Orang Tua terhadap Barang-barang Anak (pasal 307-319)

Bagian ini mengatur tentang Kekuasaan orang tua untuk mengurus dan bertanggung jawab terhadap
barang-barang kepunyaan anak yang masih di bawah umur tersebut, pelarangan mengenai
memindahtangankan barang-barang anak yang masih di bawah umur, Hak untuk menikmati hasil dan
hak untuk tidak menikmati hasil kekayaan dan barang dari anak yang belum dewasa yang terkait

dengan kewajiban-kewajiban.
BAGIAN 2A : Pembebasan dan Pemecatan dan Kekuasaan Orangtua (pasal 319a-319m)
Bagian ini mengatur tentang permohonan pembebasan kekuasaan orang tua yang di ajukan oleh
dewan perwalian atau tuntutan jaksa apabila terbukti bahwa bapak dan ibunya tidak cakap atau
tidak mampu melaksanakan kewajibannya dengan baik atau adanya penyalahgunaan tentang
kekuasaan orang tua di sertai peristiwa yang mendasari adanya tuntutan tersebut dan dapat di
ajukan ke Pengadilan Negri untuk di beri keputusan mengenai kekuasaan orang tua tersebut.
BAGIAN 3 : Kewajiban-kewajiban antara Timbal Balik antara Kedua orangtua atau Keluarga Sedarah
dalam Garis ke atas dan Anak-anak beserta keturunannya .
Bagian ini mengatur tentang Anak yang tidak berhak menuntut kedudukan yang tetap terhadap
orang tuanya, kewajiban anak untuk memberi nafkah kepada Orang tua dan Keluarga sedarah dalam
garis ke atas apabila dalam keadaan miskin, kewajiban menantu untuk memberi nafkah kepada
mertua mereka dengan adanya 2 pengecualian dan hal ini berlaku timbal balik, pembuktian ketidak
mampuan untuk menyediakan uang maka dengan keputusan Pengadilan negri agar ia di bawa
kerumahnya dan penuhi kebutuhannya dan perjanjian untuk melepaskan hak menikmati nafkah di
anggap batal .
BAB XIV A : PENENTUAN, PERUBAHAN, DAN PENCABUTAN TUNJANGAN NAFKAH (pasal 329a-329b)
Bagian ini membahas tentang Nafkah untuk pemeliharaan dan pendidikan seorang anak di bawah
umur dan kemampuan pihak yang membayar sesuai dengan tanggungannya. Penetapan mengenai
tunjangan atas tuntutan pihak yang di hukum untuk membayar nafkah atau atas tuntutan pihak yang

harus di beri nafkah boleh dicabut atau diubah oleh Hakim yang didasarkan atas beberapa
pertimbangan.
BAB XV : KEBELUMDEWASAAN DAN PERWALIAN
BAGIAN 1 : Kebelumdewasaan (pasal 330)
Bagian ini membahas tentang penetapan umur kebelumdewasaan yaitu mereka yang belum
mencapai 21 tahun dan tidak kawin sebelumnya. Penentuan istilan ini digunakan dalam beberapa
peraturan perundang-undangan untuk menghilangkan keragu-raguan .
BAGIAN 2 : Perwalian pada umumnya (pasal 331-334)
Di bagian ini mengatur tentang perwalian yang hanya ada 1 wali saja dengan ada pengecualian,
mengatur tentang berlakunya perwalian hingga berakhirnya perwalian serta pengangkatan perwalian
dan golongan orang-orang yang tidak dapat diangkat menjadi wali, kewajiban seorang wali. Apabila
tugas wali telah berakhir diwajibkan memberikan suatu penutupan pertanggung jawaban yang
dilakukan kepada si anak, apabila dia telah menjadi dewasa atau pada warisnya jikalau anak itu telah
meninggal.

BAGIAN 3 : Perwalian oleh Ayah dan Ibu ( pasal 345-354A)
Apabila salah satu wali telah meninggal dunia maka perwalian bagi anak yang belum dewasa
ditanggung oleh orangtua yang masih hidup,
BAGIAN 4 : Perwalian yang Diperitahkan oleh Bapak atau Ibu
Bagian ini membahas tentang orang tua yang dapat mengankat seorang wali atas beberapa atau

seorang anaknya. Pengankatan seorang wali bagi seorang anak di luar kawin yang dengan sah diakui
oleh ayah dan ibunya yang telah dipertahan sebaigai wali atau diangkat sebagai wali, tidak
mempunyai kekuasaan, kecuali bila disahkan oleh Pengadilan Negri.
BAGIAN 5 : Perwalian yang Dipertahankan oleh Pengadilan Negri.
Bagian ini membahas tentang apabila seorang anak belum dewasa dan tidak berada dibawah
kekuasaan orang tuanya, maka pengadilan negri harus mengankat seorang wali, bila anak tersebut
tidak mempunyai tempat tinggal di Indonesia, maka pengankatan dilakukan oleh Pengadilan Negri di
tempat tinggalnya terakhir.
BAGIAN 6 : Perwalian oleh Perkumpulan, Yayasan dan Lembaga Sosial.
Bagian ini mengatur tentang perwalian yang dapat di perintahkan kepada perkumpulan berbadan
hokum yang berkedudukan hukum di Indonesia, yang memiliki kewajiban dan hak hak yang sama
dengan yang diberikan atau diperintahkan kepada wali, kecuali jika undang undang menentukan yang
lain. Pengurus perkumpulan atau yayasan tersebut melaporkan secara tertulis penempatan anak
tersebut disuatu rumah atau lembaga kepada dewan perwalian atau kejaksaan yang dalam daerah
hukumnya terletak rumah atau lembaga tersebut.
BAGIAN 7 : Perwalian Pengawas
Bagian ini membahas tentang kewajiban pengawas yaitu mewakili kepentingan anak belum dewasa.
BAGIAN 8 : Alasan alasan yang dapat melepaskan Diri dari Perwalian
Bagian ini mengatur tentang beberapa syarat yang diperbolehkan melepaskan diri dari perwalian,dan
barang siapa yang ini melepaskan diri dari perwalian, harus memohon pembebasan dari hakim yang

memerintahkan.Namun, permohonan itu tidak dapat diterima, apabila perwalian itu dibebankan
kepadanya permohonan dan kesanggupan dari perwalian itu.
BAGIAN 9 : Pengecualian, Pembebasan dan Pemecatan dari Perwalian
Bagian ini membahas tentang orang orang yang dikecualikan dalam perwakilan, selain pegawai
pegawai kehakiman bangsa Eropa. Dan mengatur tentang pemecatan seorang wali yang dilakukan
oleh pengadilan negri tempat tinggalnya, atau bila tidak ada, pada pengadilan negri tempat tinggal
terakhirnya.

BAGIAN 10 : Pengawasan Wali terhadap Anak Belum Dewasa

BAGIAN 11: Tugas Pengurusan Wali
BAGIAN 12 : Perhitungan Pertanggungjawaban Perwalian
BAB XVI
PENDEWASAAN (Pasal 419-432)
Pada bab ini menjelaskan tentang, pendewasaan seorang anak dibawah umur yang boleh dinyatakan
dewasa dan dapat diberiakn hak hak tertentu orang dewasa, namun dengan berbagai syarat.
Permohonan akan surat pernyataan dewasa dapat diajukan kepada pemerintah, bila telah mencapai
20 tahun penuh, dan melampirkan beberapa berkas. Anak yang dinyatakan dewasa, dalam segala hal
sama dengan orang dewasa kecuali dalam perkaawinan.
BAB XVII

PENGAMPUAN (Pasal 433-462)
Pada bab ini membahas tentang setiap orang dewasa yang mengalami penyakit ingatan atau dalam
keadaan dungu atau gelap mata harus ditemapatkan dibawah pengampuan.Namun, bila orang yang
bersangkutan tidak dimintakan pengampuan, maka jawatan kejaksaan wajib memintanya.Putusan
suatu pengampuan dapat diucapkan di sidang terbuka, setelah memanggil dengan sah semua pihak
berdasarkan kesimpulan jaksa, apabila dimohonkan banding, maka hakim banding sekiranya ada alas
an, mendengar lagi orang yang dimintakan pengampuan. Dan, seorang anak yang berada dibawah
pengampuan tidak dapat melakukan perkawinan.
BAB XVIII
KETIDAKHADIRAN
BAGIAN 1 : Hal-hal Yang Diperlukan (Pasal 463- 466)