PEMILU DI ARAB SAUDI SEBAGAI PENANDA KEMENANGAN DEMOKRASI Oleh Bulbul Abdurahman Abstrak - Bulbul Abdurahman 2013 (PEMILU DI ARAB SAUDI SEBAGAI PENANDA KEMENANGAN DEMOKRASI)

  PEMILU DI ARAB SAUDI SEBAGAI PENANDA KEMENANGAN DEMOKRASI Oleh Bulbul Abdurahman Abstrak Perubahan dikawasan Timur Tengah sedang terjadi, dimana masyarakat dan negara negara yang ada di Timteng yang sebagian besar menganut paham monarki, mulai memalingkan wajahnya kearah sistem yang demokratis. Diawali oleh Iran, lalu pemerintahan baru di Irak, pemilu yang sukses di Palestina, dan yang paling fenomenal adalah pemilu yang diselenggarakan di Arab Saudi. Perubahan menuju pemerintahan yang demokratis memang dilakukan secara bertahap, namun pemilu yang terselenggara ini menjadi faktor penanda kemenangan demokrasi.

  Kata Kunci: Pemilu Arab, Demokrasi Pendahuluan

  Di Timur Tengah, khususnya Arab Saudi, berkaitan dengan hubungan Islam dan demokrasi, menurut Esposito dan

29 Pertama,

  Piscatori, terdapat tiga aliran pemikiran. aliran pemikiran yang berpendapat, Islam didalam dirinya

  shura

  demokratis tidak hanya karena prinsip (musyawarah),

  

  tapi juga karena konsep-konsep ijtihad ( independent

  reasoning ) dan ijma (konsensus/permufakatan).

  Kedua,

  aliran pemikiran yang menolak agama Islam dan demokrasi. Aliran ini muncul di Iran pada 1905-1911. Syakh Fadlallah Nuri mengemukakan, satu kunci

  impossible

  gagasan demokrasi yaitu persamaan semua warga negar adalah dalam Islam. Dan Syakh Muhammad Mutawwali al-Sha’rawi (Mesir, 1982) mengatakan “Islam tidak bisa dipadukan dengan demokrasi”. Menurut Huntington, didalam Islam terdapat unsur-unsur yang sesuai maupun bertentangan dengan demokrasi, namun kenyataannya tidak ada negara Islam yang menerapkan sistem demokrasi secara berkelanjutan dan menyeluruh.

  Ketiga , aliran pemikiran yang menyetujui adanya prinsip-prinsip demokrasi 29 dalam Islam, tetapi di lain pihak mengakui adanya perbedaan diantara keduanya.

  John L. Eaposito & James P. Piscatori, “Democratization and Islam”, The Middle East Journal, vol.45, no. 3, 30 summer, 1991.

  Secara harfiah ijtihad mengandung arti “berusaha semaksimal mungkin melaksanakan suatu pekerjaan tertentu”. Secara teknis mengandung arti “upaya maksimal untuk meyakini perintah Islam serta maksud sesungguhnya dari perintah Islam yang menyangkut masalah atau urusan tertentu.

  “Kalau di dunia Barat, suatu negara demokratis menikmati hak kedaulatan mutlak, dalam Islam kekhalifahan ditetapkan untuk dibatasi oleh batas-batas yang telah digariskan oleh hukum Illahi.” (Maududi).

  Esposito dan Piscatori memasukan Republik Islam dan Gerakan Hizh al- Nahda di Tunisia sebagai penganut aliran ketiga ini, juga Republik Islam Iran (dalam konstitusi pasal 1, 2, 3, 59 dan 62)., mencerminkan bahwa disatu sisi Iran menganggap Tuhan sebagai penguasa mutlak yang semua perintahnya harus diikuti, disisi lain, memandang perlunya partisipasi rakyat di bidang politik, ekonomi, sosial dan budaya.

  Belum adanya kesepakatan di kalangan pemikir dan tokoh Islam tentang hubungan antara Islam dan demokrasi merupakan salah satu kendala bagi berjalannya proses demokratisasi di negara-negara Islam Timur Tengah. Tradisi demokrasi belum mengakar di dunia Arab. Ini berbeda dengan negara-negara Timur Tengah non-Arab seperti Turki, Iran dan Israel.

  Ambivalensi negara-negara Barat terhadap proses demokratisasi di negara- negara Islam kawasan Timur Tengah. Jika dihambatnya proses demokratisasi di negara-negara non-Islam (seperti Myanmar, RRC, Thailand) mendapat reaksi yang keras dari Barat, namun dihambatnya proses demokratisasi di negara-negara Islam (seperti Aljazair dan Arab Saudi) justru didukung sepenuhnya oleh Barat.

  Pembahasan

  Namun saat ini sejarah telah dimulai di Arab Saudi, karena untuk pertamakalinya dalam sejarah Arab Saudi yang menganut sistem monarki absolut di selenggarakan pemilihan umum, untuk memilih sebagian kursi dewan kota praja Riyadh, pada tanggal 10 Februari 2005. Banyak kalangan yang menilai pemilu ini merupakan titik awal bagi sebuah proses reformasi di Arab Saudi. Meski demikian, kaum perempuan yang jumlahnya mencapai 50 persen dilarang untuk memberikan suaranya. Namun pihak kerajaan menjanjikan pada pemilu 2015, perempuan akan memiliki peran yang lebih besar.

  Kerajaan Arab Saudi yang dikenal konservatif membuat gebrakan untuk kaum hawa di negaranya. Perempuan Saudi kini bisa mengajukan diri menjadi kandidat dalam pemilu, dan dapat menggunakan hak pilih mereka mulai tahun 2015 tanpa perlu meminta izin dari wali pria. “Persetujuan tersebut datang dari Raja Abdullah dan Dewan Majelis Syuro, yang semuanya diisi oleh laki-laki,” ujar Anggota Dewan Syuro Fahad al-Anzi seperti dikutip The Straits Times, 29 Desember 2011.

  Meski perempuan Saudi bisa menggunakan hak politik mereka mulai 2015, namun saat ini mereka tetap dilarang bepergian, bekerja, belajar di luar negeri, menikah, bercerai, atau dirawat di rumah sakit tanpa izin wali pria. Perempuan Saudi bahkan tidak diizinkan menyetir mobil.

  Apapun, bagi Arab Saudi yang dikenal sebagai negara sangat konservatif dengan dominasi kaum Wahabi, langkah ini sudah cukup menunjukkan kemajuan berarti. Apalagi, Raja Abdullah yang dikenal gigih memperjuangkan hak wanita sudah berencana mengamandemen Undang-undang agar lebih mengakomodir kepentingan perempuan.

  Akhir September 2011 lalu, Raja Abdullah mengungkapkan rencananya untuk mengizinkan wanita menjadi anggota Dewan Syuro, serta memberikan hak pilih tanpa menunggu persetujuan wali pria.

  Pemilu 2005

  Pemilu 2005 untuk memilih sekitar 200 calon anggota dewan kota praja dari 592 kursi, dan sisanya tetap akan ditunjuk oleh pihak kerajaan. Kekuasaan politik seperti apa nantinya yang dimiliki oleh dewan kota, belum jelas diatur, namun pemilu untuk pertamakalinya ini cukup megagetkan warga pria Arab Saudi, sehingga dari sekitar 4 juta penduduk pria kota Riyadh hanya sekitar 400.000 pria yang mendaptarkan menjadi pemilih, dan sekitar sebanyak 149.000 yang memberikan suaranya.

  Pelaksanaan pemilu di Riyadh merupakan fase pertama dari fase-fase pemilihan anggota dewan kota di seluruh negeri. Para pengkritik menilai pemilihan di Riyadh tidak lebih sebagai proses artifisial dan hanya sapuan lipstik bagi kehidupan demokrasi, terutama karena setengah anggota dewan kota tidak dipilih, tetapi tetap diangkat olh penguasa monarki. Namun sebaliknya bagi kalangan diplomat dan pihak-pihak yang mentoleransi proses perubahan, pelaksanaan pemilihan anggota dewan kota di Riyadh merupakan awal yang baik menuju proses perubahan yang lebih besar. Bahkan pemilihan itu dianggap sebagai lompatan besar di negeri yang selama ini menganut sistem monarki absolut.

  Suka atau tidak suka, tekanan gelombang perubahan ibarat hukum besi yang tidak dapat dihindari. Tuntutan itu tidak hanya datang dari dalam negeri, tetapi juga dari luar negeri, terutama AS yang merupakan salah satu sekutu terdekat monarki Arab Saudi. Selama ini, penguasa monarki berusaha keras menarik ulur waktu mempertahankan status quo, tetapi tuntutan pembaharuan justru meningkat dari waktu ke waktu.

  Pemilu merupakan sebuah konsep yang asing bagi rakyat Arab Saudi yang selama ini diperintah dengan sistem monarki absolut. Seluruhnya ada 1.818 kandidat yang mencalonkan diri di tahap pertama. Sementara dalam pemilu tahap kedua, diselenggarakan pada 3 Maret 2005, waktu pelaksanaannya mencakup provinsi di sebelah Timur dan Barat Daya Saudi. Namun, para pemilih di Mekkah dan Madinah baru memilih pada 21 April 2005.

  Menurut seorang pengusaha Arab Saudi, Mohammad al-Faqeer, ini barulah permulaan, sebuah kesempatan bagi rakyat agar suaranya didengar. Pemilu yang dilaksanakan seminggu setelah Presiden AS, George Walker Bush menyampaikan pidato kenegaraannya yang mendesak Arab Saudi untuk menunjukkan kepemimpinannya di kawasan dengan memperluas peran rakyat dalam menetukan masa depan.

  Pemilu di Arab Saudi juga bertepatan dengan beredarnya rumor kencang mengenai kesehatan Raja Fahd yang dikhabarkan sakit keras dan memunculkan spekulasi suksesi. Berdasarkan skenario kerajaan, apabila Raja Fahd meninggal dunia, mahkota kerajaan akan jatuh ke saudara tirinya, Pangeran Abdullah (81), yang saat ini telah melaksanakan tugas sehari-hari, khususnya sejak Raja Fahd terserang stroke, 10 tahun yang lalu. Oleh karenanya, seorang pejabat Saudi mengatakan “suksesi akan berlangsung mulus, mudah, dan sederhana. Tak akan

   banyak perubahan”.

  Meski demikian, banyak pihak meramalkan raja yang baru akan menemui sejumlah tantangan berat, diantaranya dari generasi muda para pangeran yang mengincar kekuasaan. Selain itu, tantangan juga datang dari dalam dan luar negeri, diantaranya upaya memperbaiki hubungan dengan AS yang rusak akibat serangan

  11 September 2001. Sementara itu, didalam negeri tantangan datang dari kaum militan yang sejak beberapa tahun terakhir melakukan serangkaian serangan berdarah untuk menumbangkan kekuasaan dinasti Ibnu Saud, termasuk karena kedekatan pihak kerajaan dengan AS.

  Pangeran Abdullah merupakan satu dari 44 putra dari “Bapak Modern Arab Saudi”, Raja Abdul Aziz al-Saud (Ibnu Saud), yang berkuasa dari tahun 1932 sampai tahun 1953. Abdullah bukanlah termasuk “tujuh sudairi” atau tujuh anak laki-laki dari istri favorit Ibnu Saud, Hassa al-Sudairi, sepertihalnya Raja Fahd. Namun meski bukan putra dari pasangan Raja Abdul Aziz al-Saud-Hassa al-Sudairi, kekuatan Abdullah terletak pada dukungan 57.000 garda nasional dan para kepala suku yang berpengaruh.

  Masyarakat Arab Saudi, seperti penduduk dunia lainnya, yang terpengaruh oleh oleh gelombang pembaharuan dan perubahan, menuntut reformasi sosial- politik. Sebaliknya penguasa monarki Arab Saudi memilih bersikap hati-hati dalam menanggapi tuntutan pembaharuan. Timbul semacam kekhawatiran, arus 31 pembaruan yang tak terkendali dapat menimbulkan kekacauan, bahkan dapat KOMPAS, 11 Februari 2005, hal 3. membahayakan posisi monarki sendiri. Sebab sejarah telah membuktikan, Uni Soviet ambruk dan pecah karena gerakan pembaruan dan keterbukaan yang berlangsung terlalu cepat dan tak terkendali. Sehingga, Pangeran Abdullah yang saat ini menjalankan tugas kerajaan mengambil langkah pembaruan secara bertahap.

  Pemilihan setengah anggota Dewan Kota di Riyadh merupakan bagian dari pelaksanaan pembaruan yang hati-hati. Apabila pemilihan di kota Riyadh berlangsung aman, tertib, dan damai, maka jalan semakin dilapangkan menuju proses pembaruan lebih lanjut.

  Dari wacana yang berkembang di Arab Saudi, muncul pemikiran untuk merubah sistem monarki absolut yang selama ini di praktekan dengan konsep monarki konstitusional seperti yang sedang di praktekkan di Inggris. Perubahan ini menuntut kerelaan dinasti Saud untuk melepaskan sebagian besar genggaman kekuasaannya, tanpa harus kehilangan kehormatan dan martabat. Wacana tersebut diatas memang telah mengusik dinasti Saud, tetapi tidak sampai merasa sangat terganggu seperti dalam menghadapi tuntutan Osama bin Laden beserta pendukungnya, yang menghendaki sistem monarki diganti total dengan sistem kekuasaan yang pernah dijalankan kaum Taliban di Afghanistan. Kebijakan penguasa monarki yang memberikan saluran pada tuntutan pembaruan secara otomatis membuat kampanye kaum militan pendukung Osama kehilangan daya tariknya. Apalagi kaum militan cenderung menggunakan metode kekerasan.

  Namun untuk memasuki perkembangan dunia saat ini, dalam pandangan pemikiran modernisasi, pemerintah Arab Saudi dan juga masyarakatnya harus mengatasi bentuk-bentuk dan struktur tradisional yang membuka jalan bagi transformasi social, ekonomi dan politik. Salah seorang tokoh yang berjasa besar pada pemikiran modernisasi adalah Max Weber(Weberian) yang banyak dipengaruhi

   oleh Nietzsche.

  Weber tertarik sekali dengan rasionalisasi dari tingkah laku yang membuat masyarakat Eropa menjadi besar dan maju. Rasionalisasi ini berjalan dalam institusi birokrasi yang rasional pula. Birokrasi yang rasional ini tidak saja dikembangkan dalam pemerintahan, tetapi juga oleh perusahaan-perusahaan kapitalisme industrial. 32 Dengan demikian birokrasi merupakan mekanisme kontrol impersonal yang Bob S. Hadiwinata, Politik Bisnis Internasional, Kanasius, Jogjakarta, 2001. diberlakukan untuk meningkatkan produksi melalui metode rasional seperti kalkulasi

   cost-benefit ratio, doktrin efesiensi dan pembagian kerja yang dispesialisasikan.

  Untuk mengidentifikasi prinsip-prinsip demokrasi yang dapat diterima secara universal perlu diketahui ranah atau domain demokrasi itu sendiri. Ranah demokrasi itu adalah bagaimana keputusan-keputusan yang mengikat secara kolektif dibuat. Suatu system pembuatan keputusan kolektif dikatakan demokratik selama sistem tersebut dikontrol oleh semua anggota kelompok atau mereka yang berada dibawah kewenangannya dan semua anggota dianggap sederajat, jadi prinsip demokrasi

  popular control political equality

  adalah (kontrol oleh publik), dan (kesederajatan

   politik).

  Menurut Robert Dahl : Adalah suatu sistem yang benar-benar atau hampir mutlak apabila pemerintahan bertanggungjawab kepada warga negara. Dalam pengertian ini, adanya akuntabilitas (pertanggungjawaban) kepada rakyat. Sedangkan menurut Joseph A. Schumpeter: Suatu sistem politik dikatakan sebagai

  Pertama

  sistem politik yang demokratis adalah apabila: , Para pengambil keputusan

  Kedua

  kolektif dipilih melalui Pemilu periodik; , Calon-calon bebas bersaing untuk merebut suara dan berhak memilih. Selain itu menurut Schumpeter dikataka demokrasi apabila didalamnya ada persaingan (kompetisi) dan partisipasi. Sedangkan tujuan negara yang demokratis dalam pandangan Peter Bachrach adalah Suatu pemerintahan yang memaksimalkan perkembangan diri setiap individu dan warga negara.

  Paling tidak yang menjadi titik tekan dalam proses demokratisasi adalah:

  Pertama

  , Penekanan pada kebebasan (individu ataupun kelompok untuk

  Kedua Free markets

  berekspresi, pers, Pemilu dan sebagainya); , yang

   free competition and rule of law, free flow information Ketiga

  mengutamakan ; ,

  Civil society Kebangkitan .

  Lalu mengapa orang atau katakakanlah masyarakat internasional perlu adanya perhatian pada perkembangan demokrasi, sedikitnya ada empat alasan:

  Pertama

  , Masa depan demokrasi erat kaitannya dengan kebebasan individu di dunia: Kedua , Masa demokrasi penting bagi AS sebagai negara pelopor demokrasi, 33 Semakin negara-negara demokrasi, semakin cocoklah lingkungan bagi kepentingan 34 Leo Agustino, Ekonomi Politik Pembangunan, Sebuah Pengantar, Dialog Press, Bandung, 2000.

  David Beetham, Democracy and Human Rights, Polity Press, Cambridge, 1999 AS; Menurut Michael Boyle, tidak ada masyarakat liberal yang berperang satu sama lain; Rezim non-demokrasi merupakan tantangan bagi AS.

  Ketiga

  , Pemerintahan tidak akan permanen, bila “separoh demokratis, separoh otoriter”. Selain itu hubungan antar negara dalam konsep interdepedensi tidak akan berjalan mulus apabila satu sama lain berbeda sistem pemerintahan;

  Keempat

  , Perluasan atau kemunduran demokrasi, mempunyai implikasi terhadap nilai-nilai sosial lainnya: pertumbuhan ekonomi, persamaan sosial ekonomi, stabilitas politik, keadilan sosial dan kemerdekaan nasional.

  Pertama

  Adapun persyaratan demokrasi menurut John Stuart Mill, adalah: , Nationality sebuah tatanan masyarakat homogen dalam batasan nasional; Kedua , Kemampuan dan keinginan warga negara untuk menentukan pilihan setelah mempertimbangkan dengan matang.

  Dengan demikian, proses membawa negara Arab Saudi menjadi demokratis membutuhkan waktu yang cukup lama, sebab bagaimanapun juga persyaratan- persyaratan menjadi sebuah rezim yang demokratis harus tersedia. Kalau Arab Saudi mau membangun demokrasi dari atas, maka perlu diciptakan atau dibentuk lembaga-lembaga kenegaraan yang demokratis, sehingga pada akhirnya masyarakat akan tergiring pada rezim demokratis.

  Sedangkan kalau ingin membangun demokrasi dari bawah, maka perlu

  civil society

  dibangunya yang kuat, sehingga pada akhirnya nanti akan membawa lembaga-lembaga di pemerintahan kearah yang lebih demokratis. Bahkan akan menjadi lebih epektif apa perubahan tersebut dilakukan dari atas dan bawah,

  civil society

  dimana lembaga-lembaga yang demokratis dipersiapkan, pembangunan dipacu untuk terus bertumbuh.

  Penutup

  Mengingat jauhnya perbedaan antara rezim monarki yang telah lama

  trend

  dipraktekkan di Arab Saudi dengan nilai-nilai demokrasi yang sedang menjadi dalam pengelolaan negara, maka perlu kiranya elite-elite politik di Arab Saudi mau belajar dan diberi kesempatan untuk menata perangkat-perangkat yang diperlukan untuk terciptanya rezim yang demokratis.

  Daftar Bacaan: Bob S. Hadiwinata, Politik Bisnis Internasional, Kanasius, Jogjakarta, 2001.

  Democracy and Human Rights David Beetham, , Polity Press, Cambridge, 1999.

  The Middle

  John L. Eaposito & James P. Piscatori, “Democratization and Islam”, East Journal , vol.45, no. 3, summer, 1991.

  Ekonomi Politik Pembangunan, Sebuah Pengantar,

  Leo Agustino, Dialog Press, Bandung, 2000.

  KOMPAS, 11 Februari 2005.

Dokumen yang terkait

PEMILIHAN UMUM DI INDONESIA PADA MASA TRANSISI DEMOKRASI: PEMILU 2004 DAN 2009 Oleh Ade Priangani Abstrak - Ade Priangani 2013 (PEMILIHAN UMUM DI INDONESIA PADA MASA TRANSISI DEMOKRASIPEMILU 2004 DAN 2009)

0 0 45

PEMILU PARLEMEN DAN PRESIDEN DI AMERIKA SERIKAT, VENEZUELA, PHILIPINA DAN KOREA SELATAN Oleh: Ade Priangani Abstrak - Ade Priangani 2013 (PEMILU PARLEMEN DAN PRESIDEN DI AMERIKA SERIKAT, VENEZUELA, PHILIPINA DAN KOREA SELATAN)

0 0 22

Ade Priangani 2014 (DAYA SAING INVESTASI DAN PERDAGANGAN KEPULAUAN RIAU SEBAGAI GARDA TERDEPAN PERBATASAN INDONESIA-SINGAPURA)

0 0 25

Agus Herlambang 2013 (MYANMAR NEGARA LAMA YANG BARU MENGECAP DEMOKRASI)

0 0 14

MASA DEPAN DEMOKRASI DI IRAK PASCA PEMILIHAN UMUM TAHUN 2010 Oleh Agus Herlambang Abstrak - Agus Herlambang 2013 (MASA DEPAN DEMOKRASI DI IRAK PASCA PEMILIHAN UMUM TAHUN 2010)

0 0 16

PEMILU MEKSIKO 2006 : TERTAHANNYA GELOMBANG BALIK DEMOKRASI DI NEGARA-NEGARA AMERIKA LATIN Oleh Alif Oktavian Abstrak - Alif Oktavian 2013 (PEMILU MEKSIKO 2006 TERTAHANNYA GELOMBANG BALIK DEMOKRASI DI NEGARA-NEGARA AMERIKA LATIN)

0 0 9

Alif Oktavian 2013 (POLITIK DAN PEMILU DI CINA NEGERI KOMUNIS YANG MENERAPKAN PEMILU LANGSUNG)

0 0 13

PEMILU IRAN: KEMENANGAN KELOMPOK MODERAT ATAS KELOMPOK KONSERVATIF Oleh Anton Minardi Abstrak - Anton Minardi 2013 (PEMILU IRAN ;KEMENANGAN KELOMPOK MODERAT ATAS KELOMPOK KONSERVATIF)

0 0 23

Aswan Haryadi 2013 (PERKEMBANGAN SISTEM PEMERINTAHAN-SISTEM POLITIK DAN PEMILU DI JEPANG)

0 1 24

Awang Munawar 2013 (WARISAN POLITIK DAN DINAMIKA POLITIK INDONESIA KEKINIAN)

0 0 27