Analisis Pengaruh Kehilangan Berat Pada
Analisis Pengaruh Kehilangan Berat Pada Batubara Lignit,
Bituminus Dan Antrasit Terhadap Nilai Kalori Selama Proses
Pirolisis
NAMA
: DISUSUN OLEH
Rizki pratama
NIM
21117021
TUGAS
PROPOSAL BAHASA
INDONESIA
TEKNIK KIMIA
FAKULTAS TEKNIK KIMIA
UNIVERSITAS SERANG RAYA
2018
BAB 1
PENDAHULUAN
I. LATAR BELAKANG
Batubara adalah salah satu sumber energi yang penting, berupa lapisan
batuan sedimen organik yang padat dan heterogen. Oleh karena sifatnya yang
heterogen ini maka batubara mempunyai kualitas yang berbeda-beda meskipun
tempat terbentuknya terdapat pada satu tempat. Tingkat temperatur dan
penekanan yang dialami dalam suatu lingkungan pengendapan lapisan batubara
tidaklah sama, ini adalah salah satu penyebab berbedanya kulitas batubara yang
dihasilkan. Perbedaan kualitas batubara tersebut diklasifikasikan berdasarkan
perbandingan antara kadar air, mineral metter, karbon tetap dan berdasarkan
nilai kalorinya. Hasil penambangan batubara pada umumnya menunjukkan
peringkat yang berbeda-beda, dari yang paling tinggi hingga paling rendah.
Batubara yang memiliki tingkatan paling tinggi dapat dimanfaatkan secara
langsung oleh konsumen, akan tetapi untuk batubara peringkat rendah harus
ditingkatkan melalui suatu proses tertentu agar sesuai dengan permintaan
konsumen.
Pemanfaatan batubara dapat dilakukan secara langsung maupun melalui
metode konversi. Salah satu metode konversi batubara yang dapat dilakukan
adalah dengan cara karbonisasi. Karbonisasi dilakukan untuk meningkatkan
kualitas batubara itu sendiri, dimana dalam proses karbonisasi akan terjadi
pengurangan berat seiring meningkatnya suhu yang diberikan pada batubara
tersebut.
Sehingga perlu dilakukan penelitian untuk menentukan kehilangan berat
maksimum yang dapat dialami suatu rank batubara tertentu dan suhu optimal
yang dibutuhkan dalam proses karbonisasi untuk memperoleh nilai kalori
maksimum pada batubara tersebut.
II. PERUMUSAN MASALAH
Permasalahan yang dibahas adalah bagaimana menentukan suhu
optimal yang dibutuhkan batubara dalam proses karbonisasi sehingga
diperoleh batubara dengan kualitas yang lebih baik.
III. TUJUAN PENELITIAN
Tujuan dari penelitian ini adalah :
1. Menganalisis parameter kualitas batubara yang terdiri dari kandungan air,
volatil meter, total karbon dan nilai kalori.
2. Menentukan pengurangan berat maksimum yang dapat dialami batubara
dalam proses karbonisasi.
3. Menentukan suhu optimal dalam proses karbonisasi untuk memperoleh
batubara dengan nilai kalori yang lebih tinggi.
IV. TINJAUAN PUSTAKA
Batubara adalah suatu benda paat yang kompleks, terdiri dari bermacammacam unsur yang mewakili banyak komponen kimia, dimana hanya sedikit dari
komponen kimia tersebut dapat diketahui. Pada umumnya benda padat tersebut
homogen, tetapi hampir semua berasal dari sisa-sia tanaman. Sisa-sisa tanaman
tanaman tersebut sangat kompleks (Thiessen, 1947).
Genesa batubara berdasarkan tempat terjadinya terdiri dari teori insitu dan
teori drift. Teori insitu, yaitu bahan-bahan pembentuk lapisan batubara terjadinya
ditempat dimana tumbuh-tumbuhan itu berada (terjadi di tempat itu juga) yang
mempunyai ciri-ciri sbb : penyebarannya luas dan kualitasnya baik (karena kadar
abunya rendah). Sedangkan teori drift, yaitu bahan-bahan pembentuk lapisan
batubara, terjadinya ditempat lain dari tumbuh-tumbuhan asal itu berada karena
sudah tertransportasi, yang mempunyai ciri-ciri sebagai berikut : penyebarannya
tidak luas tetapi banyak, kualitasnya kurang baik karena banyak mengandung
pengotor (Silalahi, 2002).
VI.1 Klasifikasi Batubara
Pengklasifikasian batubara bertujuan untuk mengetahui kelas batubara.
Perbedan tumbuhan asal dan proses kualifikasi yang terjadi menyebabkan
batubara yang terbentuk pada suatu tempat belum tentu sama dengan ditempat
lain. Pengelompokan batubara secara umum didasarkan pada usia dan kandungan
karbonnya, yaitu :
VI.1.1 Batubara antrasit
Batubara antarsit mempunyai sifat-sifat, yaitu : warna hitam sangat
mengkilap, kompak, nilai kalor sanagt tinggi, kandungan karbon sangat tinggi,
kandungan air sangat sedikit, kandungan abu sangat sedikit, kandungan sulfur
sangat sedikit. Batubara antrasit digunakan untuk briket batubara, bahan baku
pembuatan karbon, bahan bakar fluidized bed boiler. Penggunaan batubara antrasit
untuk bahan bakar dalam tanur putar kurang disukai, karena akan menghasilkan
nyala yang lebih panjang dan suhu yang relatif lebih rendah (Speight, 2005).
VI.1.2 Batubara Bituminus
Batubara bituminus mempunyai sifat-sifat, yaitu : warna hitam mengkilat,
kurang kompak, nilai kalor tinggi, kandungan kalor relatif tinggi, kandungan air
sedikit, kandungan abu sedikit, kandungan sulfur sedikit. Batubara bituminus
digunakan pada industri baja, bahan bakar pembangkit listrik, karena sifat
kelemlehan (catring property) tinggi. Batubara bituminus adalah jenis batubara
yang lebih disukai pemakaian sebagai bahan bakar dalam tanah putar, karena
mempunyai kandungan voletile matter yang cukup, tetapi nilai kalornya relatif
tinggi (Speight, 2005).
VI.1.3 Batubara Sub Bituminus
Batubara Sub Bituminus mempunyai sifat-sifat, yaitu : warna hitam
mengkilap, kurang kompak, nilai kalor tinggi, kandungan karbon relatif tinggi,
kandungan air realtif banyak, kandungan abu realtif banyak, kandungan sulfur
realtif banyak. Batubara Sub Bituminus digunakan pada industri baja, dan bahan
bakar pembangkit listrik. Batubara sub Bituminus mempunyai kandungan ASH
yang besar dan kandungan air yang lebih tinggi tidak disukai karena hal tersebut
akan menurunkan suhu nyala dan membutuhkan excess air yang lebih besar
(Speight, 2005).
VI.1.4 Batubara Lignit
Batubara Ligmit mempunyai sifat-sifat, yaitu : warna hitam, sangat rapuh,
nilai kalor rendah, kandungan karbon sedikit, kandungan air tinggi, kandungan
abu
banyak, kandungan sulfur banyak. Batubara Sub Bituminus digunakan
sebagai bahan bakar pembangkit listrik karena banyak mengandung air. Aada
kalanya di dehidrasi terlebih dahulu. Batubara lignit emmpunyai kandungan
volatil matter yang tinggi dan berheating value yang renadah tidak disukai karena
akan menghasilkan suhu nyala yang rendah (Speight, 2005).
VI.2 Parameter Kualitas Batubara
Kualitas dari batubara dapat diketahui dengan menggunakan parameterparameter dari batubara. Parameter-parameter dari batubara adalah sbb :
VI.2.1 Kandungan Air.
Kandungan air dalam batubara secara umum ada dua yaitu air permukaan
(free moisture) dan kandungan air bawaan (inherent moisture). Kandungan air
permukaan secara mekanis terdapat dalam permukaan dan retakan-retakan serta
kapiler-kapiler besar (makro kapiler) batubara dan mempunyai tekanan gas
normal. Jumlah kandungan air bebas secara prinsip tergantung dari kondisi yaitu
dari lembab sampai kering. Hal tersebut juga tergantung dari penambangan,
benefisiasi, transportasi, penanganan dan penyimpanan juga distribusi ukuran
butirnya (Speight, 2005).
Kandungan air bawaan berada pada mikro pori, yang mempunyai tekanan
lebih rendah dari tekanan uap normal. Kandungan air bawaan ini penting
diketahui, karena dapat digunakan untuk mengindikasi peringkat batubara.
Batubara makin tinggi kandungan air bawannnya, peringkatnya makin rendah.
Kadar air total (total moisture) adalah banyaknya air yang terkandung dalam
batubara sesuai kondisi di lapangan (as received), baik yang terikat secara
kimiawi maupun pengaruh kondisi luar. Kadar air total adalah penjumlahan dari
kadar air bebas dan kadar air bawaan, yang merupakan salah satu parameter
penting karena berpengaruh terhadap pengangkutan, penanganan dan penggerusan
terutama dalam proses pembakarannya (Speight, 2005).
Kadar air dalam batubara dapat meningkatkan kehilangan panas, karena
penguapan dan pemanasan berlebih dari uap, membantu pengikatan partikel halus
pada tingkatan tertentu dan membantu radiasi transfer panas. Adanya kandungan
air yang berlebihan maupun terlalu sedikit dapat menimbuikan masalah dari segi
handling. Bila kandungan air berlebih, akan menyebabkan batubara lengket dan
menempel pada berbagai tempat. Bahkan dapat pula menyebabakan penyumbatan
pada screen dan berbagai peraiatan lainnya. Kebalikannya, bila kandungan air
sangat kurang, akan menyebabkan berterbangannya debu batubara.
VI.2.2 Kandungan Abu
Seperti telah diketahui bahwa kandungan batu bara terdiri dari 3 unsur yaitu:
air, material batu bara (coal matter) dan material bukan batu bara (mineral matter).
Mineral matter terdiri atas 2 macam yaitu mineral matter bawaan (inherent
mineral matter) serta material mineral dari luar batu bara (extraneous mineral
matter). Inherent mineral matter berhubungan dengan tumbuh-tumbuhan yang
hidup di rawa-rawa dan sulit dipisahkan dari batu bara, biasanya berjumlah 0,5 –
1,0 %. Extraneous Mineral Matter terjadi saat terambil waktu penambangan
(parting), yang terbawa waktu terjadi banjir ke lapisan batubara pada waktu
pembentukannya. Extraneous Mineral Matter dapat dipisahkan dari batubara
dengan proses pencucian (Speight, 2005).
Jika batubara dipanaskan maka mineral matter tersebut akan mengalami
perubahan secara kimia menjadi abu. Abu merupakan sisa-sisa zat organik yang
terkandung dalam batubara sebagai pengotor, baik dari proses pembentukannya
maupun dari proses penambangannya. Perubahan secara kimia tersebut, yaitu:
kehilangan air dari senyawa-senyawa yang mengandung hidrogen, kehilangan
CO2 dari karbonat, oksidasi FeS2 menjadi besi sulfida dan magnesium oksida,
penguapan dan penguraian dari alkali chloride (Speight, 2005).
Abu merupakan kotoran yang tidak akan terbakar. Kandungannya berkisar
antara 5% hingga 40%. Abu mengurangi kapasitas handling dan pembakaran,
meningkatkan biaya handling, mempengaruhi efisiensi pembakaran dan efisiensi
boiler, menyebabkan penggumpalan dan penyumbatan
VI.2.3 Kandungan Sulfur.
Sulfur merupakan zat pencemar, maka adanya sulfur yang tinggi sangat
tidak dikehendaki. Senyawa sulfur di dalam batubara akan sangat merugikan
antara lain akan menimbulkan korosi, akan menimbulkan polusi SO 2 dari udara,
senyawa sulfur dioksidasi menjadi SO2 dan SO3. Kedua oksida ini di dalam
larutan alkali akan menjadi sulfat, misalnya BaSO4 yang dihasilkan merupakan
persentase sulfur di dalam batubara. Sulfur mempengaruhi kecenderungan
teradinya penggumpalan dan penyumbatan.
Ada 3 macam bentuk sulfur yaitu :
a. Pyritic Sulfur (FeS2) biasanya berjumlah 20 – 80 % dari total sulfur dan
berasosiasi dengan abu batubara. di mana pada pemanasan dalam suasana
oksidasi dan berubah menjadi besi oksida Fe2O3 sambil melepas SO2.
b. Organic Sulfur biasanya berjumlah relatif dan bervariasi antara 20 – 80 % dari
total sulfur. Sulfur Organik terikat secara kimia dengan substansi atau zat-zat
lain.
c. Sulphate sebagaian besar terdiri dari kalsium sulfat (CaSO4) dan besi sulfat.
Secara umum untuk memperkirakan jumlah mineral matter dapat dicari
dengan menggunakan Formula Parr Asli (North America) :
MM = 1,08 A + 0,55 S
Formula diatas didasarkan pada Basis air dried, dimana MM adalah Mineral
Matter, A adalah Abu dan S adalah Sulfur.
VI.2.4 Zat Terbang.
Zat terbang (Volatile Matter) merupakan zat aktif yang menghasilkan energi
atau panas apabila batubara dibakar. Zat terbang terdiri dari Combustible gasses
(gas-gas yang mudah terbakar) seperti gas hidrogen, CO, dan CH 4 serta gas-gas
yang dapat dikondensasikan seperti tar dengan sejumlah kecil gas-gas yang tidak
terbakar seperti CO2 dan air yang terbentuk karena hasil dehidrasi dan kalsinasi.
Zat terbang
juga dapat digunakan sebagai ukuran untuk menentukan
peringkat batubara. Pengaruhnya dalam preparasi batubara adalah jika kandungan
zat terbang tinggi (>24 %) maka batubara akan mudah terbakar. Zat terbang
berbanding lurus dengan peningkatan panjang nyala api, dan membantu dalam
memudahkan penyalaan batubara, mengatur batas minimum pada tinggi dan
volum tungku, mempengaruhi kebutuhan udara sekunder dan aspek-aspek
distribusi, mempengaruhi kebutuhan minyak bakar sekunder (Speight, 2005).
VI.2.5 Karbon Tetap (Fixed Carbon)
Fixed Carbon menunjukkan kandungan karbon batubara, berupa zat padat
dan jumlahnya ditentukan oleh kadar air, abu dan zat terbang. Semakin tinggi nilai
karbon tetap semakin tinggi kandungan karbonnya yang berarti peringkatnya
semakin baik. Kandungan Fixed Carbon dapat dihitung melalui persamaan :
FC = 100 – ( A + VM + IM )
Dimana FC ; Fixed Carbon (Karbon tetap), IM ; Inherent Moisture (Kadar
Air Bawaan), AC ; Ash Content (Kadar Abu), VM ; Volatile Matter (Zat Terbang).
Rasio Fixed carbon dengan Volatile matter (zat terbang) disebut dengan Fuel
Ratio (FR). FR juga dapat digunakan sebagai pegangan untuk menentukan
peringkat batubara (Speight, 2005).
VI.2.6 Nilai Kalor
Nilai kalor dari batubara merupakan jumlah panas dari komponen yang
terbakar seperti karbon, hidrogen, dan sulfur. Nilai kalor yang benar-benar
dimanfaatkan dalam proses pembakaran batubara adalah nilai kalor bersih (net
calorific value) Yaitu nilai kalor pembakaran dimana semua air (H 2O) dihitung
dalam keadaan wujud gas.. Sedangkan nilai kalor yang biasa digunakan sebagai
laporan dari analisa adalah keseluruhan (gross calorific value) Yaitu nilai kalor
pembakaran dimana semua air (H2O dihitung dalam keadaan wujud cair..
VI.3 Sampling Batubara dan Penyiapan Sampel Uji
Tujuan utama dari pemercontohan ialah untuk mengumpulkan secara
terkendali sejumlah material dari mana ia diambil. Material yang diambil tersebut
disebut contoh (sample), merupakan material yang akan dipersiapkan melalui
prosedur tertentu hingga ia memenuhi syarat untuk uji – uji yang dikehendaki,
apakah itu uji fisik atau analisis laboratorium. Tipe uji atau analisis yang akan
dilakukan, tergantung pada karakteristik apa yang ingin diukur. Data- data yang
diperoleh dari contoh akan dimanfaatkan untuk berbagai tujuan seperti :
1. Menentukan karakteristik pencucian dari endapan batubara dengan uji endap
apung. Digunakan untuk merancang pabrik pencucian.
2. Mendapatkan informasi tentang batubara yang ditambang.
3. Memeriksa kondisi batubara pada tempat–tempat tertentu selama material
tersebut bergerak, hingga dapat dibandingkan dengan syarat optimum.
4. Mendapatkan
data-data
perolehan/kehilangan
yang
bertujuan
untuk
memperbaikinya, yaitu dengan meningkatkan perolehan atau sebaliknya
menurunkan kehilangan.
5. Menentukan karakteristik fisik/kimia dari produk yang dihasilkan seperti
kandungan abu, air, sulfur dan nilai kalor.
Data yang diperoleh dari suatu analisis sangat tergantung pada mewakili
(representative) atau tidaknya percontoh (sample) yang dianalisis. Terdapat
berbagai standar pemercontohan agar dapat diperoleh percontoh yang mewakili.
Beberapa faktor penting yang patut diperhatikan pada saat melakukan
pemercontohan batubara adalah : Pemilihan metode pemercontohan, pemilihan
lokasi pemercontohan, pemercontohan dilakukan pada kondisi steady –state.
jumlah percontoh harus cukup untuk semua kebutuhan analisis, pemilihan metode
mereduksi jumlah/berat percontoh dan penomoran. Pengambilan sampel batubara
terdiri dari sampel insitu dan sample eksitu. Sampel insitu diambil langsung pada
lapisan batu bara sebelum dilakukan penambangan.
Sampel eksitu, sampel
batubara yang diambl setelah ditambang (Speight, 2005).
Sampel batubara perlu diremuk, digerus, dibagi maupun diperkecil
jumlahnya sebelum dilakukan analisis. Proses pekerjaan ini disebut dengan
reduksi sampel. Karena analisis batubara biasanya dilakukan dengan sampel yang
tidak banyak, maka proses reduksi harus dilakukan dengan benar agar didapatkan
hasil analisis yang akurat. Proses ini dilakukan dengan salah satu atau gabungan
dari cara-cara berikut ini: metode reduksi inkremen (increment reduction method),
metode reduksi dengan menggunakan Riffle Divider. metode reduksi dengan
mesin pereduksi (alat pembagi sampel/splitter), metode reduksi berdasarkan
proporsi masing-masing ukuran butir. Metode conical quartering dan alternate
shovel sebenarnya dapat pula dipakai, tetapi karena tingkat kesalahannya besar
sebaiknya dihindari pemakaiannya (Speight, 2005).
VI.4 Analisis Batubara
Terdapat beberapa metode untuk menganalisis batubara diantaranya yaitu :
analisis ultimate dan analisis proximate.
VI.4.1 Analisis Proksimat
Analisis proksimat dilakukan untuk menentukan jumlah air (moisture), zat
terbang (volatile matter), karbon padat (fixed carbon), dan kadar abu (ash).
Kandungan air dinyatakan dalam persen massa yang menunjukkan nilai
berkurangnya massa/berat dari sampel batubara, setelah dikeringkan dengan
pemanasan pada pada suhu 107 ± 2 °C dan diberi penutup. Sampel kemudian
didinginkan hingga suhu kamar dan ditimbang lagi. Kehilangan berat merupakan
kadar airnya (Speight, 2005).
Kadar abu merupakan hal penting dalam perancangan grate tungku, volum
pembakaran, peralatan kendali polusi dan sistem handling abu pada tungku.
Menurut JIS, kandungan abu didefenisikan sebagai berikut : Pada saat awal proses
pengabuan (insenerasi, pembakaran menjadi abu), belerang organik dan belerang
pirit terbakar menjadi oksida belerang. Pemanasan dilakuka terus dan dikontrol
agar jumlah sulfatnya berada pada tingkat minimum selama pengabuan dan
ditambah dengan adanya penguraian sempurna dari karbonat, maka zat sisa
anorganik yang terjadi selama sulfat tidak mengalami penguraian itulah yang
disebut kandungan abu. Pada analisis ini, sampel dibakar pada temperatur 815 ±
10°C di dalam media udara dengan mengikuti pola peningkatan temperatur yang
telah ditetapkan. Jumlah abu yang tertinggal, lalu dihitung sebagai persen massa
dari sampel. Inilah yang kemudian disebut sebagai kandungan abu (ash content)
dalam persen.
Pengukuran bahan yang mudah menguap (volatile matter), sampel
dimasukkan kedalam krusibel tertutup, lalu sambil diupayakan agar tidak terjadi
kontak dengan udara, sampel dipanaskan pada temperatur 900 ± 20°C, dalam
waktu yang cukup singkat. Setelah itu kehilangan massa akibat pemanasan
terhadap sampel dihitung berdasarkan persen massa. Kemudian nilai tersebut
dikurangi dengan nilai kandungan air dari analisa kuantitatif yang dilakukan
bersamaan. Hasilnya inilah yang berupa kandungan zat terbang, yang terdiri dari
unsur-unsur yang mudah menguap di dalam batubara itu sendiri, atau zat-zat yang
terlepas ke udara akibat proses pemanasan.
Jumlah fixed carbon dan bahan yang mudah menguap secara langsung turut
andil terhadap nilai panas batubara. Fixed carbon bertindak sebagai pembangkit
utama panas selama pembakaran. Kandungan bahan yang mudah menguap yang
tinggi menunjukan mudahnya penyalaan bahan bakar. Kandungan karbon tetap
didapatkan dari analisis tak langsung, Fixed Carbon atau FC dihitung dari
pengurangan nilai 100 dengan kadar air, bahan mudah menguap dan abu (Speight,
2005)..
VI.4.2 Analisa Ultimat
Merupakan analisis terhadap unsur-unsur yang terkandung di dalam
batubara, meliputi kadar karbon, hidrogen, nitrogen, belerang dan oksigen yang
berfungsi untuk menentukan kadar zat-zat yang mungkin dapat mengganggu
proses pengolahan ataupun kualitas batubara (Speight, 2005).
VI.4.3 Nilai Kalori
Nilai kalori atau nilai panas atau kadang-kadang disebut energi spesiflk,
ditentukan dengan membakar conto dengan berat tertentu di dalam bomb
calorimeter dengan cara adiabatik. Nilai kalori dihitung dari pengamatan
temperatur yang dilakukan sebelum dan sesudah combustion (Speight, 2005).
Basis pelaporan kualitas batubara yang dipakai adalah sebagai berikut :
a. Air dried basic (adb) atau as analysed basic, hasil ini diperoleh dari analisis
batubara setelah pengeringan. Kebanyakan analisis mula-mula dilaporkan atas
dasar ini, dan dapat diubah dengan perhitungan pada dasar lain (Miller, 2005).
b. As sampled basic (asb) atau As Received (ar), dihitung atas dasar lokasi
dimana sample diambil (Miller, 2005).
c. Dry basic (db), analisis didasarkan atas dasar persen bebas air untuk
menghindari variasi pada analisis proksimat yang disebabkan oleh perbedaan
kandungan air (Miller, 2005).
d. Dry, ash free basic (daf), dasar yang dipakai untuk menunjukkan kondisi
hipotesis dimana batubara tersebut bebas dari air dan abu. Biasanya digunakan
untuk zat terbang, nilai kalor, carbon dan hydrogen (Miller, 2005).
e. Dry, mineral matter free basic (dmmf), dasar ini juga untuk menunjukkan
kondisi hipotesis dimana batubara bebas dari semua air dan mineral matter.
Dasar ini biasa dipakai pada analisis ultimat, zat terbang dan nilai kalori
(Miller, 2005).
VI.5 Karbonisasi
Karbonisasi adalah salah satu proses alternatif untuk konversi batubara
dalam bentuk bahan bakar lain. Karbonisasi dilakukan dengan memanaskan
batubara tanpa kontak dengan udara pada temperatur beberapa ratus derajat untuk
menghasilkan material-material, seperti: padatan yang mengalami pengayaan
karbon yang disebut char/semicoke, larutan yang merupakan campuran
hidrokarbon disebut tar, aqueous liquor, dan hidrokarbon lain dalam bentuk gas
(Edgar, 1983).
Karbonisasi batubara pada umumnya diklasifikan menjadi dua, yaitu
karboisasi temperatur rendah dan karbonisasi temperatur tinggi. Karbonisasi
temperatur rendah dilakukan pada suhu kurang dari 1300oF (704,4oC) untuk
menghasilkan bahan bakar lagi . Sedangkan karbonisasi temperatur tinggi dilakukan
pada suhu 1650oF (898,9oC), secara langsung dapat menghasilkan menghasilkan
coke bahan bakar untuk industri peleburan besi dan baja (Edgar, 1983).
Karbonisasi disebut juga pirolisis, dimana proses pembakaran diharapkan
dapat memperkaya unsur karbon material organik pada batubara. Proses pirolisis
dapat dilakukan melalui dua metode, yaitu : Gray-King dan Fischer (Edgar, 1983).
1. Tes karbonisasi Gray-King
Tes Gray-King menentukan jumlah padatan, larutan dan gas yang
diproduksikan akibat karbonisasi. Tes dilakukan dengan memenaskan sampel
didalam tabung tertutup dari temperatur 300°C menjadi 600°C selama 1 jam
untuk karbonisasi temperatur rendah atau dari 300°C menjadi 900°C selama 2
jam untuk karbonisasi temperatur tinggi (Edgar, 1983).
2.
Tes Karbonisasi Fischer atau Fischer-Schroder
Prinsipnya sama dengan metode Gray-King, perbedaan terletak pada
peralatan dan kecepatan pemanasan. Pemanasan dilakukan di dalam tabung
alumunium selama 80 menit. Tar dan liquor dikondensasikan ke dalam air
dingin. Akhirnya didapatkan persentase coke, tar dan, air sedangkan jumlah
gas didapat dengan cara mengurangkannya. Tes Fischer umum digunakan
untuk batubara rank rendah (brown coal dan lignit) untuk karbonisasi
temperatur rendah (Edgar, 1983).
Karbonisasi pada batubara akan mengakibatkan perubahan sifat fisik dan
kimia pada batubara tersebut, dimana batubara yang dipanaskan akan mengalami
perubahan yang berbeda tergantung pada peringkat/jenis batubara tersebut. Faktor
signifikan yang menentukan hasil pirolisis salah satunya zat mudah terbang
sehingga dalam proses pirolisis dimana semakin besar suhu yang diberikan akan
semakin banyak berat sampel yang akan berkurang (Gambar 6.1), hingga sampai
pada pengurangan berat maksimum pada sampel tersebut (Edgar, 1983).
Gambar 6.1 Pengaruh rank batubara terhadap kehilangan berat selama proses
pirolisis (Edgar, 1983).
V. METODE PENELITIAN
Penyusunan Tugas Akhir ini dilakukan dengan menggabungkan antara
teori dan kenyataan dilapangan, sehingga dari keduanya didapatkan
pendekatan masalah yang paling baik. Urutan penelitian yang digunakan
sebagai berikut :
VII.1 Studi literatur
Mempelajari literatur berupa teori-teori, rumusan-rumusan dan datadata yang berhubungan dengan percontohan, analisis dan proses karbonisasi
batubara, agar pembaca dapat memahami laporan tugas akhir yang dibuat.
VII.2 Pengamatan lapangan
Pengamatan dilakukan tujuannya untuk menentukan batas-batas tempat
atau lokasi yang nantinya akan dilakukan pengambilan data, dimana lokasi
pengambilan sampel di area kerja PT Bukit Asam (Persero), Tanjung Enim.
VII.3 Pengumpulan data
Pengumpulan data dilakukan untuk mendapatkan data-data yang
diperlukan dalam rangka penyusunan tugas akhir ini, yang terdiri dari :
a. Data sekunder, yaitu data-data mendukung yang diambil dari literaturliteratur yang berhubungan dengan penelitian. Data-data pendukung yang
meliputi : teknik percontohan, analisis dan proses karbonisasi batubara.
b. Data primer, yaitu data-data penelitian yang diperoleh langsung dari
lapangan, berupa: sampel batubara yang terdiri dari lignit, bituminus dan
antrasit. Serta data-data lainnya menyesuaikan keadaan dilapangan.
VII.4 Pengolahan data
Usaha untuk menyusun data dan diolah kemudian diklasifikasikan
sesuai dengan kegunaanya. Dalam penelitian ini, data berupa sampel
batuabara akan dilakukan analisis di laboratorium, sehingga diperoleh data
perubahan berat sampel batubara (kehilangan berat) setelah dipanaskan
dengan selang suhu 0o - 600oC. Kemudian dilakukan analisis nilai kalori
masing-masing dari sampel batubara setelah dipanaskan.
VII.5 Analisa hasil pengolahan data
Data yang telah diolah kemudian dianalisa untuk dibandingkan dengan
teori yang terdapat dalam literatur. Sehingga diperoleh grafik perbandingan
antara kehilangan berat batubara pada masing-masing rank dengan
pemanasan suhu dalam proses pirolisis. Kemudian dilakukan analisa sehingga
diperoleh pula grafik perbandingan nilai kalori terhadap kehilangan berat
dalam proses pirolisis.
VII.6 Kesimpulan
Proses ini merupakan penyimpulan yang didasarkan atas segala data
yang telah diolah dan dianalisa. Kesimpulan dalam penelitian ini diharapkan
akan diperoleh suhu optimal dalam proses pirolisis.
DAFTAR PUSTAKA
Anriani, T., Mukiat, Handayani, H. E., Analisa Perbandingan Kualitas
Batubara TE-67 Di Front Penambangan Dan Stockpile Di Tambang Air
Laya PT Bukit Asam (Persero), Tbk. Tanjung Enim Sumatera Seltan.
Jurnal Ilmiah Teknik, 2: 2.
Edgar, T. F., 1983. Coal Processing and Pollution Control. Gulf Publishing
Company, Houston, Texas.
Herlina, A., Handayani, H. E., Iskandar, H., 2014. Pengaruh Fly Ash dan
Kapur Tohor Pada Netralisasi Air Asam Tambang Terhadap Kualitas Air
Asam Tambang (pH, Fe, & Mn) Di IUP Tambang Air Laya PT Bukit
Asam (Persero), Tbk. Jurnal Ilmiah Teknik, 2: 2.
Miller, B. G., 2005. Coal Energy System. Elsevier Academic Press,
California, USA.
Speight, J. G., 2005. Handbook of Coal Analysis. Wiley Interscienc,
Hoboken, New Jersey.
Silalahi, S. M., 2002. Kamus Pertambangan, Teknologi dan Pemanfaatan
Batubara, Jakarta.
Bituminus Dan Antrasit Terhadap Nilai Kalori Selama Proses
Pirolisis
NAMA
: DISUSUN OLEH
Rizki pratama
NIM
21117021
TUGAS
PROPOSAL BAHASA
INDONESIA
TEKNIK KIMIA
FAKULTAS TEKNIK KIMIA
UNIVERSITAS SERANG RAYA
2018
BAB 1
PENDAHULUAN
I. LATAR BELAKANG
Batubara adalah salah satu sumber energi yang penting, berupa lapisan
batuan sedimen organik yang padat dan heterogen. Oleh karena sifatnya yang
heterogen ini maka batubara mempunyai kualitas yang berbeda-beda meskipun
tempat terbentuknya terdapat pada satu tempat. Tingkat temperatur dan
penekanan yang dialami dalam suatu lingkungan pengendapan lapisan batubara
tidaklah sama, ini adalah salah satu penyebab berbedanya kulitas batubara yang
dihasilkan. Perbedaan kualitas batubara tersebut diklasifikasikan berdasarkan
perbandingan antara kadar air, mineral metter, karbon tetap dan berdasarkan
nilai kalorinya. Hasil penambangan batubara pada umumnya menunjukkan
peringkat yang berbeda-beda, dari yang paling tinggi hingga paling rendah.
Batubara yang memiliki tingkatan paling tinggi dapat dimanfaatkan secara
langsung oleh konsumen, akan tetapi untuk batubara peringkat rendah harus
ditingkatkan melalui suatu proses tertentu agar sesuai dengan permintaan
konsumen.
Pemanfaatan batubara dapat dilakukan secara langsung maupun melalui
metode konversi. Salah satu metode konversi batubara yang dapat dilakukan
adalah dengan cara karbonisasi. Karbonisasi dilakukan untuk meningkatkan
kualitas batubara itu sendiri, dimana dalam proses karbonisasi akan terjadi
pengurangan berat seiring meningkatnya suhu yang diberikan pada batubara
tersebut.
Sehingga perlu dilakukan penelitian untuk menentukan kehilangan berat
maksimum yang dapat dialami suatu rank batubara tertentu dan suhu optimal
yang dibutuhkan dalam proses karbonisasi untuk memperoleh nilai kalori
maksimum pada batubara tersebut.
II. PERUMUSAN MASALAH
Permasalahan yang dibahas adalah bagaimana menentukan suhu
optimal yang dibutuhkan batubara dalam proses karbonisasi sehingga
diperoleh batubara dengan kualitas yang lebih baik.
III. TUJUAN PENELITIAN
Tujuan dari penelitian ini adalah :
1. Menganalisis parameter kualitas batubara yang terdiri dari kandungan air,
volatil meter, total karbon dan nilai kalori.
2. Menentukan pengurangan berat maksimum yang dapat dialami batubara
dalam proses karbonisasi.
3. Menentukan suhu optimal dalam proses karbonisasi untuk memperoleh
batubara dengan nilai kalori yang lebih tinggi.
IV. TINJAUAN PUSTAKA
Batubara adalah suatu benda paat yang kompleks, terdiri dari bermacammacam unsur yang mewakili banyak komponen kimia, dimana hanya sedikit dari
komponen kimia tersebut dapat diketahui. Pada umumnya benda padat tersebut
homogen, tetapi hampir semua berasal dari sisa-sia tanaman. Sisa-sisa tanaman
tanaman tersebut sangat kompleks (Thiessen, 1947).
Genesa batubara berdasarkan tempat terjadinya terdiri dari teori insitu dan
teori drift. Teori insitu, yaitu bahan-bahan pembentuk lapisan batubara terjadinya
ditempat dimana tumbuh-tumbuhan itu berada (terjadi di tempat itu juga) yang
mempunyai ciri-ciri sbb : penyebarannya luas dan kualitasnya baik (karena kadar
abunya rendah). Sedangkan teori drift, yaitu bahan-bahan pembentuk lapisan
batubara, terjadinya ditempat lain dari tumbuh-tumbuhan asal itu berada karena
sudah tertransportasi, yang mempunyai ciri-ciri sebagai berikut : penyebarannya
tidak luas tetapi banyak, kualitasnya kurang baik karena banyak mengandung
pengotor (Silalahi, 2002).
VI.1 Klasifikasi Batubara
Pengklasifikasian batubara bertujuan untuk mengetahui kelas batubara.
Perbedan tumbuhan asal dan proses kualifikasi yang terjadi menyebabkan
batubara yang terbentuk pada suatu tempat belum tentu sama dengan ditempat
lain. Pengelompokan batubara secara umum didasarkan pada usia dan kandungan
karbonnya, yaitu :
VI.1.1 Batubara antrasit
Batubara antarsit mempunyai sifat-sifat, yaitu : warna hitam sangat
mengkilap, kompak, nilai kalor sanagt tinggi, kandungan karbon sangat tinggi,
kandungan air sangat sedikit, kandungan abu sangat sedikit, kandungan sulfur
sangat sedikit. Batubara antrasit digunakan untuk briket batubara, bahan baku
pembuatan karbon, bahan bakar fluidized bed boiler. Penggunaan batubara antrasit
untuk bahan bakar dalam tanur putar kurang disukai, karena akan menghasilkan
nyala yang lebih panjang dan suhu yang relatif lebih rendah (Speight, 2005).
VI.1.2 Batubara Bituminus
Batubara bituminus mempunyai sifat-sifat, yaitu : warna hitam mengkilat,
kurang kompak, nilai kalor tinggi, kandungan kalor relatif tinggi, kandungan air
sedikit, kandungan abu sedikit, kandungan sulfur sedikit. Batubara bituminus
digunakan pada industri baja, bahan bakar pembangkit listrik, karena sifat
kelemlehan (catring property) tinggi. Batubara bituminus adalah jenis batubara
yang lebih disukai pemakaian sebagai bahan bakar dalam tanah putar, karena
mempunyai kandungan voletile matter yang cukup, tetapi nilai kalornya relatif
tinggi (Speight, 2005).
VI.1.3 Batubara Sub Bituminus
Batubara Sub Bituminus mempunyai sifat-sifat, yaitu : warna hitam
mengkilap, kurang kompak, nilai kalor tinggi, kandungan karbon relatif tinggi,
kandungan air realtif banyak, kandungan abu realtif banyak, kandungan sulfur
realtif banyak. Batubara Sub Bituminus digunakan pada industri baja, dan bahan
bakar pembangkit listrik. Batubara sub Bituminus mempunyai kandungan ASH
yang besar dan kandungan air yang lebih tinggi tidak disukai karena hal tersebut
akan menurunkan suhu nyala dan membutuhkan excess air yang lebih besar
(Speight, 2005).
VI.1.4 Batubara Lignit
Batubara Ligmit mempunyai sifat-sifat, yaitu : warna hitam, sangat rapuh,
nilai kalor rendah, kandungan karbon sedikit, kandungan air tinggi, kandungan
abu
banyak, kandungan sulfur banyak. Batubara Sub Bituminus digunakan
sebagai bahan bakar pembangkit listrik karena banyak mengandung air. Aada
kalanya di dehidrasi terlebih dahulu. Batubara lignit emmpunyai kandungan
volatil matter yang tinggi dan berheating value yang renadah tidak disukai karena
akan menghasilkan suhu nyala yang rendah (Speight, 2005).
VI.2 Parameter Kualitas Batubara
Kualitas dari batubara dapat diketahui dengan menggunakan parameterparameter dari batubara. Parameter-parameter dari batubara adalah sbb :
VI.2.1 Kandungan Air.
Kandungan air dalam batubara secara umum ada dua yaitu air permukaan
(free moisture) dan kandungan air bawaan (inherent moisture). Kandungan air
permukaan secara mekanis terdapat dalam permukaan dan retakan-retakan serta
kapiler-kapiler besar (makro kapiler) batubara dan mempunyai tekanan gas
normal. Jumlah kandungan air bebas secara prinsip tergantung dari kondisi yaitu
dari lembab sampai kering. Hal tersebut juga tergantung dari penambangan,
benefisiasi, transportasi, penanganan dan penyimpanan juga distribusi ukuran
butirnya (Speight, 2005).
Kandungan air bawaan berada pada mikro pori, yang mempunyai tekanan
lebih rendah dari tekanan uap normal. Kandungan air bawaan ini penting
diketahui, karena dapat digunakan untuk mengindikasi peringkat batubara.
Batubara makin tinggi kandungan air bawannnya, peringkatnya makin rendah.
Kadar air total (total moisture) adalah banyaknya air yang terkandung dalam
batubara sesuai kondisi di lapangan (as received), baik yang terikat secara
kimiawi maupun pengaruh kondisi luar. Kadar air total adalah penjumlahan dari
kadar air bebas dan kadar air bawaan, yang merupakan salah satu parameter
penting karena berpengaruh terhadap pengangkutan, penanganan dan penggerusan
terutama dalam proses pembakarannya (Speight, 2005).
Kadar air dalam batubara dapat meningkatkan kehilangan panas, karena
penguapan dan pemanasan berlebih dari uap, membantu pengikatan partikel halus
pada tingkatan tertentu dan membantu radiasi transfer panas. Adanya kandungan
air yang berlebihan maupun terlalu sedikit dapat menimbuikan masalah dari segi
handling. Bila kandungan air berlebih, akan menyebabkan batubara lengket dan
menempel pada berbagai tempat. Bahkan dapat pula menyebabakan penyumbatan
pada screen dan berbagai peraiatan lainnya. Kebalikannya, bila kandungan air
sangat kurang, akan menyebabkan berterbangannya debu batubara.
VI.2.2 Kandungan Abu
Seperti telah diketahui bahwa kandungan batu bara terdiri dari 3 unsur yaitu:
air, material batu bara (coal matter) dan material bukan batu bara (mineral matter).
Mineral matter terdiri atas 2 macam yaitu mineral matter bawaan (inherent
mineral matter) serta material mineral dari luar batu bara (extraneous mineral
matter). Inherent mineral matter berhubungan dengan tumbuh-tumbuhan yang
hidup di rawa-rawa dan sulit dipisahkan dari batu bara, biasanya berjumlah 0,5 –
1,0 %. Extraneous Mineral Matter terjadi saat terambil waktu penambangan
(parting), yang terbawa waktu terjadi banjir ke lapisan batubara pada waktu
pembentukannya. Extraneous Mineral Matter dapat dipisahkan dari batubara
dengan proses pencucian (Speight, 2005).
Jika batubara dipanaskan maka mineral matter tersebut akan mengalami
perubahan secara kimia menjadi abu. Abu merupakan sisa-sisa zat organik yang
terkandung dalam batubara sebagai pengotor, baik dari proses pembentukannya
maupun dari proses penambangannya. Perubahan secara kimia tersebut, yaitu:
kehilangan air dari senyawa-senyawa yang mengandung hidrogen, kehilangan
CO2 dari karbonat, oksidasi FeS2 menjadi besi sulfida dan magnesium oksida,
penguapan dan penguraian dari alkali chloride (Speight, 2005).
Abu merupakan kotoran yang tidak akan terbakar. Kandungannya berkisar
antara 5% hingga 40%. Abu mengurangi kapasitas handling dan pembakaran,
meningkatkan biaya handling, mempengaruhi efisiensi pembakaran dan efisiensi
boiler, menyebabkan penggumpalan dan penyumbatan
VI.2.3 Kandungan Sulfur.
Sulfur merupakan zat pencemar, maka adanya sulfur yang tinggi sangat
tidak dikehendaki. Senyawa sulfur di dalam batubara akan sangat merugikan
antara lain akan menimbulkan korosi, akan menimbulkan polusi SO 2 dari udara,
senyawa sulfur dioksidasi menjadi SO2 dan SO3. Kedua oksida ini di dalam
larutan alkali akan menjadi sulfat, misalnya BaSO4 yang dihasilkan merupakan
persentase sulfur di dalam batubara. Sulfur mempengaruhi kecenderungan
teradinya penggumpalan dan penyumbatan.
Ada 3 macam bentuk sulfur yaitu :
a. Pyritic Sulfur (FeS2) biasanya berjumlah 20 – 80 % dari total sulfur dan
berasosiasi dengan abu batubara. di mana pada pemanasan dalam suasana
oksidasi dan berubah menjadi besi oksida Fe2O3 sambil melepas SO2.
b. Organic Sulfur biasanya berjumlah relatif dan bervariasi antara 20 – 80 % dari
total sulfur. Sulfur Organik terikat secara kimia dengan substansi atau zat-zat
lain.
c. Sulphate sebagaian besar terdiri dari kalsium sulfat (CaSO4) dan besi sulfat.
Secara umum untuk memperkirakan jumlah mineral matter dapat dicari
dengan menggunakan Formula Parr Asli (North America) :
MM = 1,08 A + 0,55 S
Formula diatas didasarkan pada Basis air dried, dimana MM adalah Mineral
Matter, A adalah Abu dan S adalah Sulfur.
VI.2.4 Zat Terbang.
Zat terbang (Volatile Matter) merupakan zat aktif yang menghasilkan energi
atau panas apabila batubara dibakar. Zat terbang terdiri dari Combustible gasses
(gas-gas yang mudah terbakar) seperti gas hidrogen, CO, dan CH 4 serta gas-gas
yang dapat dikondensasikan seperti tar dengan sejumlah kecil gas-gas yang tidak
terbakar seperti CO2 dan air yang terbentuk karena hasil dehidrasi dan kalsinasi.
Zat terbang
juga dapat digunakan sebagai ukuran untuk menentukan
peringkat batubara. Pengaruhnya dalam preparasi batubara adalah jika kandungan
zat terbang tinggi (>24 %) maka batubara akan mudah terbakar. Zat terbang
berbanding lurus dengan peningkatan panjang nyala api, dan membantu dalam
memudahkan penyalaan batubara, mengatur batas minimum pada tinggi dan
volum tungku, mempengaruhi kebutuhan udara sekunder dan aspek-aspek
distribusi, mempengaruhi kebutuhan minyak bakar sekunder (Speight, 2005).
VI.2.5 Karbon Tetap (Fixed Carbon)
Fixed Carbon menunjukkan kandungan karbon batubara, berupa zat padat
dan jumlahnya ditentukan oleh kadar air, abu dan zat terbang. Semakin tinggi nilai
karbon tetap semakin tinggi kandungan karbonnya yang berarti peringkatnya
semakin baik. Kandungan Fixed Carbon dapat dihitung melalui persamaan :
FC = 100 – ( A + VM + IM )
Dimana FC ; Fixed Carbon (Karbon tetap), IM ; Inherent Moisture (Kadar
Air Bawaan), AC ; Ash Content (Kadar Abu), VM ; Volatile Matter (Zat Terbang).
Rasio Fixed carbon dengan Volatile matter (zat terbang) disebut dengan Fuel
Ratio (FR). FR juga dapat digunakan sebagai pegangan untuk menentukan
peringkat batubara (Speight, 2005).
VI.2.6 Nilai Kalor
Nilai kalor dari batubara merupakan jumlah panas dari komponen yang
terbakar seperti karbon, hidrogen, dan sulfur. Nilai kalor yang benar-benar
dimanfaatkan dalam proses pembakaran batubara adalah nilai kalor bersih (net
calorific value) Yaitu nilai kalor pembakaran dimana semua air (H 2O) dihitung
dalam keadaan wujud gas.. Sedangkan nilai kalor yang biasa digunakan sebagai
laporan dari analisa adalah keseluruhan (gross calorific value) Yaitu nilai kalor
pembakaran dimana semua air (H2O dihitung dalam keadaan wujud cair..
VI.3 Sampling Batubara dan Penyiapan Sampel Uji
Tujuan utama dari pemercontohan ialah untuk mengumpulkan secara
terkendali sejumlah material dari mana ia diambil. Material yang diambil tersebut
disebut contoh (sample), merupakan material yang akan dipersiapkan melalui
prosedur tertentu hingga ia memenuhi syarat untuk uji – uji yang dikehendaki,
apakah itu uji fisik atau analisis laboratorium. Tipe uji atau analisis yang akan
dilakukan, tergantung pada karakteristik apa yang ingin diukur. Data- data yang
diperoleh dari contoh akan dimanfaatkan untuk berbagai tujuan seperti :
1. Menentukan karakteristik pencucian dari endapan batubara dengan uji endap
apung. Digunakan untuk merancang pabrik pencucian.
2. Mendapatkan informasi tentang batubara yang ditambang.
3. Memeriksa kondisi batubara pada tempat–tempat tertentu selama material
tersebut bergerak, hingga dapat dibandingkan dengan syarat optimum.
4. Mendapatkan
data-data
perolehan/kehilangan
yang
bertujuan
untuk
memperbaikinya, yaitu dengan meningkatkan perolehan atau sebaliknya
menurunkan kehilangan.
5. Menentukan karakteristik fisik/kimia dari produk yang dihasilkan seperti
kandungan abu, air, sulfur dan nilai kalor.
Data yang diperoleh dari suatu analisis sangat tergantung pada mewakili
(representative) atau tidaknya percontoh (sample) yang dianalisis. Terdapat
berbagai standar pemercontohan agar dapat diperoleh percontoh yang mewakili.
Beberapa faktor penting yang patut diperhatikan pada saat melakukan
pemercontohan batubara adalah : Pemilihan metode pemercontohan, pemilihan
lokasi pemercontohan, pemercontohan dilakukan pada kondisi steady –state.
jumlah percontoh harus cukup untuk semua kebutuhan analisis, pemilihan metode
mereduksi jumlah/berat percontoh dan penomoran. Pengambilan sampel batubara
terdiri dari sampel insitu dan sample eksitu. Sampel insitu diambil langsung pada
lapisan batu bara sebelum dilakukan penambangan.
Sampel eksitu, sampel
batubara yang diambl setelah ditambang (Speight, 2005).
Sampel batubara perlu diremuk, digerus, dibagi maupun diperkecil
jumlahnya sebelum dilakukan analisis. Proses pekerjaan ini disebut dengan
reduksi sampel. Karena analisis batubara biasanya dilakukan dengan sampel yang
tidak banyak, maka proses reduksi harus dilakukan dengan benar agar didapatkan
hasil analisis yang akurat. Proses ini dilakukan dengan salah satu atau gabungan
dari cara-cara berikut ini: metode reduksi inkremen (increment reduction method),
metode reduksi dengan menggunakan Riffle Divider. metode reduksi dengan
mesin pereduksi (alat pembagi sampel/splitter), metode reduksi berdasarkan
proporsi masing-masing ukuran butir. Metode conical quartering dan alternate
shovel sebenarnya dapat pula dipakai, tetapi karena tingkat kesalahannya besar
sebaiknya dihindari pemakaiannya (Speight, 2005).
VI.4 Analisis Batubara
Terdapat beberapa metode untuk menganalisis batubara diantaranya yaitu :
analisis ultimate dan analisis proximate.
VI.4.1 Analisis Proksimat
Analisis proksimat dilakukan untuk menentukan jumlah air (moisture), zat
terbang (volatile matter), karbon padat (fixed carbon), dan kadar abu (ash).
Kandungan air dinyatakan dalam persen massa yang menunjukkan nilai
berkurangnya massa/berat dari sampel batubara, setelah dikeringkan dengan
pemanasan pada pada suhu 107 ± 2 °C dan diberi penutup. Sampel kemudian
didinginkan hingga suhu kamar dan ditimbang lagi. Kehilangan berat merupakan
kadar airnya (Speight, 2005).
Kadar abu merupakan hal penting dalam perancangan grate tungku, volum
pembakaran, peralatan kendali polusi dan sistem handling abu pada tungku.
Menurut JIS, kandungan abu didefenisikan sebagai berikut : Pada saat awal proses
pengabuan (insenerasi, pembakaran menjadi abu), belerang organik dan belerang
pirit terbakar menjadi oksida belerang. Pemanasan dilakuka terus dan dikontrol
agar jumlah sulfatnya berada pada tingkat minimum selama pengabuan dan
ditambah dengan adanya penguraian sempurna dari karbonat, maka zat sisa
anorganik yang terjadi selama sulfat tidak mengalami penguraian itulah yang
disebut kandungan abu. Pada analisis ini, sampel dibakar pada temperatur 815 ±
10°C di dalam media udara dengan mengikuti pola peningkatan temperatur yang
telah ditetapkan. Jumlah abu yang tertinggal, lalu dihitung sebagai persen massa
dari sampel. Inilah yang kemudian disebut sebagai kandungan abu (ash content)
dalam persen.
Pengukuran bahan yang mudah menguap (volatile matter), sampel
dimasukkan kedalam krusibel tertutup, lalu sambil diupayakan agar tidak terjadi
kontak dengan udara, sampel dipanaskan pada temperatur 900 ± 20°C, dalam
waktu yang cukup singkat. Setelah itu kehilangan massa akibat pemanasan
terhadap sampel dihitung berdasarkan persen massa. Kemudian nilai tersebut
dikurangi dengan nilai kandungan air dari analisa kuantitatif yang dilakukan
bersamaan. Hasilnya inilah yang berupa kandungan zat terbang, yang terdiri dari
unsur-unsur yang mudah menguap di dalam batubara itu sendiri, atau zat-zat yang
terlepas ke udara akibat proses pemanasan.
Jumlah fixed carbon dan bahan yang mudah menguap secara langsung turut
andil terhadap nilai panas batubara. Fixed carbon bertindak sebagai pembangkit
utama panas selama pembakaran. Kandungan bahan yang mudah menguap yang
tinggi menunjukan mudahnya penyalaan bahan bakar. Kandungan karbon tetap
didapatkan dari analisis tak langsung, Fixed Carbon atau FC dihitung dari
pengurangan nilai 100 dengan kadar air, bahan mudah menguap dan abu (Speight,
2005)..
VI.4.2 Analisa Ultimat
Merupakan analisis terhadap unsur-unsur yang terkandung di dalam
batubara, meliputi kadar karbon, hidrogen, nitrogen, belerang dan oksigen yang
berfungsi untuk menentukan kadar zat-zat yang mungkin dapat mengganggu
proses pengolahan ataupun kualitas batubara (Speight, 2005).
VI.4.3 Nilai Kalori
Nilai kalori atau nilai panas atau kadang-kadang disebut energi spesiflk,
ditentukan dengan membakar conto dengan berat tertentu di dalam bomb
calorimeter dengan cara adiabatik. Nilai kalori dihitung dari pengamatan
temperatur yang dilakukan sebelum dan sesudah combustion (Speight, 2005).
Basis pelaporan kualitas batubara yang dipakai adalah sebagai berikut :
a. Air dried basic (adb) atau as analysed basic, hasil ini diperoleh dari analisis
batubara setelah pengeringan. Kebanyakan analisis mula-mula dilaporkan atas
dasar ini, dan dapat diubah dengan perhitungan pada dasar lain (Miller, 2005).
b. As sampled basic (asb) atau As Received (ar), dihitung atas dasar lokasi
dimana sample diambil (Miller, 2005).
c. Dry basic (db), analisis didasarkan atas dasar persen bebas air untuk
menghindari variasi pada analisis proksimat yang disebabkan oleh perbedaan
kandungan air (Miller, 2005).
d. Dry, ash free basic (daf), dasar yang dipakai untuk menunjukkan kondisi
hipotesis dimana batubara tersebut bebas dari air dan abu. Biasanya digunakan
untuk zat terbang, nilai kalor, carbon dan hydrogen (Miller, 2005).
e. Dry, mineral matter free basic (dmmf), dasar ini juga untuk menunjukkan
kondisi hipotesis dimana batubara bebas dari semua air dan mineral matter.
Dasar ini biasa dipakai pada analisis ultimat, zat terbang dan nilai kalori
(Miller, 2005).
VI.5 Karbonisasi
Karbonisasi adalah salah satu proses alternatif untuk konversi batubara
dalam bentuk bahan bakar lain. Karbonisasi dilakukan dengan memanaskan
batubara tanpa kontak dengan udara pada temperatur beberapa ratus derajat untuk
menghasilkan material-material, seperti: padatan yang mengalami pengayaan
karbon yang disebut char/semicoke, larutan yang merupakan campuran
hidrokarbon disebut tar, aqueous liquor, dan hidrokarbon lain dalam bentuk gas
(Edgar, 1983).
Karbonisasi batubara pada umumnya diklasifikan menjadi dua, yaitu
karboisasi temperatur rendah dan karbonisasi temperatur tinggi. Karbonisasi
temperatur rendah dilakukan pada suhu kurang dari 1300oF (704,4oC) untuk
menghasilkan bahan bakar lagi . Sedangkan karbonisasi temperatur tinggi dilakukan
pada suhu 1650oF (898,9oC), secara langsung dapat menghasilkan menghasilkan
coke bahan bakar untuk industri peleburan besi dan baja (Edgar, 1983).
Karbonisasi disebut juga pirolisis, dimana proses pembakaran diharapkan
dapat memperkaya unsur karbon material organik pada batubara. Proses pirolisis
dapat dilakukan melalui dua metode, yaitu : Gray-King dan Fischer (Edgar, 1983).
1. Tes karbonisasi Gray-King
Tes Gray-King menentukan jumlah padatan, larutan dan gas yang
diproduksikan akibat karbonisasi. Tes dilakukan dengan memenaskan sampel
didalam tabung tertutup dari temperatur 300°C menjadi 600°C selama 1 jam
untuk karbonisasi temperatur rendah atau dari 300°C menjadi 900°C selama 2
jam untuk karbonisasi temperatur tinggi (Edgar, 1983).
2.
Tes Karbonisasi Fischer atau Fischer-Schroder
Prinsipnya sama dengan metode Gray-King, perbedaan terletak pada
peralatan dan kecepatan pemanasan. Pemanasan dilakukan di dalam tabung
alumunium selama 80 menit. Tar dan liquor dikondensasikan ke dalam air
dingin. Akhirnya didapatkan persentase coke, tar dan, air sedangkan jumlah
gas didapat dengan cara mengurangkannya. Tes Fischer umum digunakan
untuk batubara rank rendah (brown coal dan lignit) untuk karbonisasi
temperatur rendah (Edgar, 1983).
Karbonisasi pada batubara akan mengakibatkan perubahan sifat fisik dan
kimia pada batubara tersebut, dimana batubara yang dipanaskan akan mengalami
perubahan yang berbeda tergantung pada peringkat/jenis batubara tersebut. Faktor
signifikan yang menentukan hasil pirolisis salah satunya zat mudah terbang
sehingga dalam proses pirolisis dimana semakin besar suhu yang diberikan akan
semakin banyak berat sampel yang akan berkurang (Gambar 6.1), hingga sampai
pada pengurangan berat maksimum pada sampel tersebut (Edgar, 1983).
Gambar 6.1 Pengaruh rank batubara terhadap kehilangan berat selama proses
pirolisis (Edgar, 1983).
V. METODE PENELITIAN
Penyusunan Tugas Akhir ini dilakukan dengan menggabungkan antara
teori dan kenyataan dilapangan, sehingga dari keduanya didapatkan
pendekatan masalah yang paling baik. Urutan penelitian yang digunakan
sebagai berikut :
VII.1 Studi literatur
Mempelajari literatur berupa teori-teori, rumusan-rumusan dan datadata yang berhubungan dengan percontohan, analisis dan proses karbonisasi
batubara, agar pembaca dapat memahami laporan tugas akhir yang dibuat.
VII.2 Pengamatan lapangan
Pengamatan dilakukan tujuannya untuk menentukan batas-batas tempat
atau lokasi yang nantinya akan dilakukan pengambilan data, dimana lokasi
pengambilan sampel di area kerja PT Bukit Asam (Persero), Tanjung Enim.
VII.3 Pengumpulan data
Pengumpulan data dilakukan untuk mendapatkan data-data yang
diperlukan dalam rangka penyusunan tugas akhir ini, yang terdiri dari :
a. Data sekunder, yaitu data-data mendukung yang diambil dari literaturliteratur yang berhubungan dengan penelitian. Data-data pendukung yang
meliputi : teknik percontohan, analisis dan proses karbonisasi batubara.
b. Data primer, yaitu data-data penelitian yang diperoleh langsung dari
lapangan, berupa: sampel batubara yang terdiri dari lignit, bituminus dan
antrasit. Serta data-data lainnya menyesuaikan keadaan dilapangan.
VII.4 Pengolahan data
Usaha untuk menyusun data dan diolah kemudian diklasifikasikan
sesuai dengan kegunaanya. Dalam penelitian ini, data berupa sampel
batuabara akan dilakukan analisis di laboratorium, sehingga diperoleh data
perubahan berat sampel batubara (kehilangan berat) setelah dipanaskan
dengan selang suhu 0o - 600oC. Kemudian dilakukan analisis nilai kalori
masing-masing dari sampel batubara setelah dipanaskan.
VII.5 Analisa hasil pengolahan data
Data yang telah diolah kemudian dianalisa untuk dibandingkan dengan
teori yang terdapat dalam literatur. Sehingga diperoleh grafik perbandingan
antara kehilangan berat batubara pada masing-masing rank dengan
pemanasan suhu dalam proses pirolisis. Kemudian dilakukan analisa sehingga
diperoleh pula grafik perbandingan nilai kalori terhadap kehilangan berat
dalam proses pirolisis.
VII.6 Kesimpulan
Proses ini merupakan penyimpulan yang didasarkan atas segala data
yang telah diolah dan dianalisa. Kesimpulan dalam penelitian ini diharapkan
akan diperoleh suhu optimal dalam proses pirolisis.
DAFTAR PUSTAKA
Anriani, T., Mukiat, Handayani, H. E., Analisa Perbandingan Kualitas
Batubara TE-67 Di Front Penambangan Dan Stockpile Di Tambang Air
Laya PT Bukit Asam (Persero), Tbk. Tanjung Enim Sumatera Seltan.
Jurnal Ilmiah Teknik, 2: 2.
Edgar, T. F., 1983. Coal Processing and Pollution Control. Gulf Publishing
Company, Houston, Texas.
Herlina, A., Handayani, H. E., Iskandar, H., 2014. Pengaruh Fly Ash dan
Kapur Tohor Pada Netralisasi Air Asam Tambang Terhadap Kualitas Air
Asam Tambang (pH, Fe, & Mn) Di IUP Tambang Air Laya PT Bukit
Asam (Persero), Tbk. Jurnal Ilmiah Teknik, 2: 2.
Miller, B. G., 2005. Coal Energy System. Elsevier Academic Press,
California, USA.
Speight, J. G., 2005. Handbook of Coal Analysis. Wiley Interscienc,
Hoboken, New Jersey.
Silalahi, S. M., 2002. Kamus Pertambangan, Teknologi dan Pemanfaatan
Batubara, Jakarta.