Pengaruh pH Lama Kontak dan Konsentrasi

Pengaruh pH, Lama Kontak, dan Konsentrasi pada Adsorpsi Ion Logam Cd 2+ Menggunakan

Kitosan-Silika SKRIPSI

oleh:

RANI RISKADITA 135090201111055

JURUSAN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG 2017

Pengaruh pH, Lama Kontak, dan Konsentrasi pada Adsorpsi Ion Logam Cd 2+ Menggunakan

Kitosan-Silika

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains dalam bidang Kimia

oleh:

RANI RISKADITA 135090201111055

JURUSAN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG 2017

LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI

Pengaruh pH, Lama Kontak, dan Konsentrasi pada Adsorpsi Ion Logam Cd 2+ Menggunakan Kitosan- Silika

oleh:

RANI RISKADITA 135090201111055

Setelah dipertahankan di depan Majelis Penguji pada tanggal ……………………….

dan dinyatakan memenuhi syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains dalam bidang Kimia

Pembimbing I Pembimbing II

Darjito, S.Si, M.Si Dr.rer.nat. Rachmat Triandi T., S.Si, M.Si NIP. 197007081995031001

NIP. 197207172000031002

Mengetahui, Ketua Jurusan Kimia Fakultas MIPA Universitas Brawijaya

Dr. Edi Priyo Utomo, MS NIP. 195712271986031 003

LEMBAR PERNYATAAN

Saya yang bertanda tangan di bawah ini: Nama

: Rani Riskadita NIM

: 135090201111055 Jurusan

: Kimia Penulis skripsi berjudul:

Pengaruh pH, Lama Kontak, dan Konsentrasi pada Adsorpsi Ion Logam Cd 2+ Menggunakan Kitosan-Silika

Dengan ini menyatakan bahwa:

1. Isi dari skripsi yang saya buat adalah benar-benar karya sendiri dan tidak menjiplak karya orang lain, selain nama-nama yang termaktub di isi dan tertulis di daftar pustaka dalam tugas akhir ini.

2. Apabila dikemudian hari ternyata skripsi yang saya tulis terbukti hasil jiplakan, maka saya akan bersedia menanggung segala resiko yang akan saya terima.

Demikian pernyataan ini dibuat dengan segala kesadaran.

Malang, Januari 2017 Yang menyatakan,

(Rani Riskadita) NIM. 135090201111055

Pengaruh pH, Lama Kontak, dan Konsentrasi pada Adsorpsi Ion Logam Cd 2+ Menggunakan Kitosan-Silika ABSTRAK

Modifikasi kitosan-silika telah dibuat untuk meningkatkan kemampuan adsorpsi terhadap ion logam Cd 2+ dalam larutan. Penelitian ini mempelajari pengaruh pH dan lama kontak untuk menentukan kondisi optimum, serta penentuan kapasitas adsorpsi kitosan-silika terhadap ion logam Cd 2+ . Kitosan-silika dibuat dengan perbandingan 1:8. Hasil sintesis dikarakterisasi dengan FTIR dan SEM. Kondisi optimum adsorpsi dipelajari dengan variasi pH dan lama kontak menggunakan 0,1 g kitosan-silika, volume larutan ion logam Cd 2+

25 mL dan kecepatan pengadukan 125 rpm. Kapasitas adsorpsi dipelajari pada konsentrasi larutan 25 mg/L; 50 mg/L; 100 mg/L; 200 mg/L; 300 mg/L; 500 mg/L; 800 mg/L; 900 mg/L; dan 1000 mg/L. Konsentrasi larutan setelah adsorpsi ditentukan secara spektroskopi serapan atom (SSA). Hasil penelitian menujukkan bahwa kitosan-silika terindentifikasi memiliki gugus O – H dan N –

H primer (3451,18 cm -1 ), C=O amida (2947,79 cm -1 ), Si – O – Si dan Si

– O – C alifatik (1094,33 cm -1 – OH (972,82 cm ), dan C –O – C (1555,28 cm -1 ). Morfologi permukaan kitosan-silika yang

-1 ), Si

tampak kasar dan tidak beraturan. pH optimum adsorpsi diketahui pada pH 3 dengan lama kontak optimum selama 45 menit. Kapasitas adsorpsi kitosan-silika terhadap ion logam Cd 2+ sebesar 50,31 mg/g.

Kata kunci : kitosan-silika, ion logam Cd 2+ , adsorpsi

Effect of pH, Contacts Time, and Metal Ion Concentration on

Cd 2+ Adsorption using Chitosan-Silica

ABSTRACT

Chitosan –silica modifications have been made to improve the adsorption capability of the Cd 2+ ions in solution. This research studied the influence of pH and duration of contact to determine the optimum conditions, and the determination of the adsorption capacity of chitosan-silica to metal ions Cd 2+ . Chitosan-silica prepared by a ratio of 1:8. The result of the synthesis is characterized by FTIR and SEM. The optimum condition of adsorption studied with variation of pH and duration of contact using 0.1 g of chitosan- silica, volume solution of metal ions Cd 2+ 25 mL and stirring speed of 125 rpm. Adsorption capacity were studied in solution concentration of 25 mg/L; 50 mg/L; 100 mg/L; 200 mg/L; 300 mg/L; 500 mg/L; 800 mg/L; 900 mg/L; and 1000 mg/L. The concentration of the solution after adsorption is determined by Atomic Absorption Spectroscopy (AAS). The results shows chitosan-silica have been identified O – H groups and N – H primer (3451.18 cm -1 ), C = O amide (2947.79 cm -1 ), Si – O – Si and Si – O – C aliphatic (1094.33 cm -1 ), Si

– OH (972.82 cm -1 ), and C – O – C (1555,28 cm -1 ). The surface morphology of chitosan –silica looks rough and irregular. The optimum adsorption of pH is at pH 3 with optimum contact time for

45 minutes. The adsorption capacity of chitosan –silica to metal ions Cd 2+ is 50.31 mg/g.

Keywords: chitosan –silica, metal ion Cd 2+ , and adsorption

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas nikmat, rahmat, hidayah, dan karunia-Nya diberikan pada penulis sehingga dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan skripsi dengan baik, yang berjudul Pengaruh pH, Lama Kontak, dan Konsentrasi pada Adsorpsi Ion Logam Cd 2+ Menggunakan Kitosan-Silika. Skripsi ini ditulis sebagai salah satu syarat mendapatkan gelar Sarjana Sains dalam bidang Kimia Fakultas MIPA Universitas Brawijaya. Penulisan skripsi ini tak lepas dari bimbingan, bantuan, serta dukungan berbagai pihak, maka penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Darjito, S.Si, M.Si selaku dosen pembimbing I atas segala bimbingan, saran, perhatian, dan doa yang telah diberikan.

2. Dr.rer.nat. Rachmat Triandi T., S.Si, M.Si selaku dosen pembimbing II atas segala segala bimbingan, saran, perhatian, dan doa yang telah diberikan.

3. M. Farid Rahman, S.Si, M.Si selaku dosen penasehat akademik atas segala bimbingan, saran, perhatian, dan doa yang telah diberikan.

4. Dr. Edi Priyo Utomo, MS., selaku Ketua Jurusan Kimia, serta segenap staf pengajar Jurusan Kimia untuk bimbingan dan ilmu yang telah diberikan kepada penulis selama studi.

5. Kedua orangtua dan kakak tercinta Dany Satriya Kennedy yang telah mendukung, memberi kasih sayang, dan doa yang diberikan dalam menyelesaikan skripsi ini.

6. Teman-teman seperjuangan Kimia 2013 dan Kimia C 2013 yang telah menemani, memberi dukungan, dan doa dalam menyelesaikan skripsi ini.

7. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah membantu, memberi saran, dukungan, dan doa dalam menyelesaikan skripsi ini.

Akhir kata, semoga skripsi ini bermanfaat bagi para pembaca dan memberikan ilmu pengetahuan baru yang dapat dikembangkan dimasa yang akan datang.

Malang, Januari 2017

Penulis

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL i LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI

ii LEMBAR PERNYATAAN

iii ABSTRAK

iv ABSTRACT

v KATA PENGANTAR

vi DAFTAR ISI

vii DAFTAR TABEL

ix DAFTAR GAMBAR

x DAFTAR LAMPIRAN

xi BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

1.2 Rumusan Masalah

1.3 Batasan Masalah

1.4 Tujuan Penelitian

1.5 Manfaat Penelitian

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Silika

2.2 Kitosan

2.3 Adsorben Kitosan-Silika

2.4 Logam Berat Cd 2+ 10

2.5 Adsorpsi Ion Logam Berat

BAB III METODE PENELITIAN

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian

3.2 Alat dan Bahan Penelitian

3.3 Tahapan Penelitian

3.4 Prosedur Kerja

3.4.1 Pembuatan kitosan-silika

3.4.2 Karakterisasi kitosan-silika menggunakan FTIR

3.4.3 Karakterisasi kitosan-silika menggunakan SEM

3.4.4 Pembuatan kurva baku Cd 2+ 16

3.4.5 Penentuan kondisi pH optimum adsorpsi ion logam Cd 2+ 17

3.4.6 Penentuan lama kontak optimum adsorpsi ion logam Cd 2+ 17

3.4.7 Penentuan kapasitas adsorpsi kitosan-silika terhadap logam Cd 2+ 18

3.4.8 Rumus penentuan %Cd 2+ yang teradsorpsi

3.4.9 Rumus penentuan kapasitas adsorpsi

3.5 Pengolahan Data

19

3.5.1 Penentuan persamaan regresi linier

19

3.5.2 Uji statistik adsorpsi Cd 2+ oleh kitosan-silika

22

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

22

4.1 Adsorben Kitosan-Silika

4.2 Penentuan pH Optimum Adsorpsi Ion Logam Cd 2+ oleh Kitosan-Silika

27

4.3 Penentuan Lama Kontak Optimum Adsorpsi Ion Logam Cd 2+ oleh Kitosan-Silika

28

4.4 Kapasitas Adsorpsi Kitosan-Silika Terhadap Ion Logam Cd 2+ 30

33

BAB V PENUTUP

DAFTAR PUSTAKA

34 LAMPIRAN

40

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1: Tabel analisa data

21 Tabel 4.1: Analisis spektrum kitosan dan kitosan-silika

25 Tabel Lampiran G.1: Penentuan pH optimum

62 Tabel Lampiran G.2: Penentuan lama kontak optimum

63 Tabel Lampiran G.3: Penentuan kapasitas adsorpsi

65 Tabel Lampiran H.1: Uji beda nyata terkecil penentuan pH optimum

67 Tabel Lampiran H.2: Uji beda nyata terkecil penentuan lama kontak optimum

68 Tabel Lampiran H.3: Uji beda nyata terkecil penentuan kapasitas adsorpsi

69

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1: Struktur dari gugus silanol pada silika

5 Gambar 2.2: Struktur senyawa kitosan

6 Gambar 2.3: Pembuatan kelat oleh kitosan dan ion logam

6 Gambar 2.4: Skema ilustrasi dari fleksibilitas kitosan

7 Gambar 2.5: SEM kitosan-silika pada perbesaran 1.000x (A), 10.000x(B,C), dan 50.000x (D)

8 Gambar 2.6: Spektra FTIR kitosan (A) dan kitosan-silika (B)

9 Gambar 2.7: Ilustrasi proses adsorpsi pada permukaan adsorben 12 Gambar 4.1: Reaksi kitosan dalam larutan asam asetat

22 Gambar 4.2: Reaksi pembentukan molekul monomer dan dimer Dari asam ortosilikat

22 Gambar 4.3: Reaksi polimerisasi dimer asam ortosilikat

23 Gambar 4.4: Spektrum FTIR kitosan

23 Gambar 4.5: Spektrum FTIR kitosan-silika

24 Gambar 4.6: Struktur kitosan-silika

26 Gambar 4.7: Hasil SEM kitosan-silika pada perbesaran 7.000x (A) dan 20.000x (B)

26 Gambar 4.8: Kurva hubungan antara pH dengan %adsorpsi Cd 2+ 27 Gambar 4.9: Kurva hubungan antara lama kontak dengan

%adsorpsiCd 2+ 29 Gambar 4.10: Kurva hubungan antara konsentrasi Cd 2+ saat kesetimbangan dengan jumlah ion Cd 2+ teradsorpsi 31

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran A. Preparasi Larutan

A.1 Pembuatan larutan stok Cd 2+ 1000 mg/L

dari CdCl 2 .2H 2 O

A.2 Pembuatan larutan stok Cd 2+ 100 mg/L dari larutan stok 1000 mg/L dalam 500 mL

A.3 Pembuatan larutan HCl 0,1 M

A.4 Pembuatan larutan Na 2 SiO 4 6% (v/v)

A.5 Pembuatan asam asetat 2% (v/v)

A.6 Pembuatan larutan baku Cd 2+ dari larutan stok Cd 2+

100 mg/L dalam 100 mL

41 Lampiran B. Diagram Alur Penelitian

A.7 Pembuatan larutan baku Cd 2+ dari larutan stok 25 mg/L

44 Lampiran C. Diagram Alir

C.1 Pembuatan adsorben kitosan-silika

C.2 Penentuan pH optimum terhadap adsorpsi Cd 2+ oleh adsorben kitosan kitosan-silika 46 C3. Penentuan lama kontak optimum adsorpsi Cd 2+ oleh adsorben kitosan-silika

C.4 Penentuan kapasitas adsorpsi kitosan-silika terhadap

variasi konsentrasi logam Cd 2+ 48

C.5 Penentuan kurva baku Cd 2+ 49 Lampiran D. Perhitungan Perkiraan Kedudukan Spektrum Inframerah dari Gugus Si-O

50 Lampiran E. Perhitungan Data Hasil Penelitian

E.1 Perhitungan konsentrasi dan massa natrium metasilikat

E.2 Perhitungan konsentrasi, %adsorpsi, dan jumlah ion Cd 2+ teradsorpsi pada penentuan pH optimum 51

E.3 Perhitungan konsentrasi, %adsorpsi, dan jumlah ion Cd 2+ teradsorpsi pada penentuan lama kontak optimum

E.4 Perhitungan konsentrasi, %adsorpsi, dan jumlah ion Cd 2+ teradsorpsi pada penentuan kapasitas adsorpsi

E.5 Perhitungan uji statistik adsorpsi Cd 2+ oleh kitosan-silika 55 Lampiran F. Kurva Baku Cd 2+

61 Lampiran G. Data Pengukuran SSA pada Adsorpsi Ion Cd 2+ 62

Lampiran H. Uji Beda Nyata Terkecil

67 Lampiran I. Spektrum FTIR Kitosan dan Kitosan-Silika

I.1 Spektrum FTIR Kitosan

I.2 Spektrum FTIR Kitosan-Silika

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pencemaran lingkungan merupakan salah satu dampak negatif yang ditimbulkan oleh perkembangan teknologi industri yang sangat pesat. Salah satu pencemaran yang berbahaya adalah pencemaran logam berat diperairan. Kontaminasi logam berat di perairan merupakan permasalahan lingkungan yang sangat penting, dan perlu dilakukan berbagai upaya agar tidak membahayakan kehidupan yang ada di sekitar [1].

Logam berat merupakan istilah yang mengacu pada setiap elemen logam yang memiliki kepadatan atom lebih besar dari 4 g/cm 3 dan bersifat beracun bahkan dalam konsentrasi yang sangat rendah [2]. Logam berat yang termasuk elemen mikro dan tergolong dalam kelompok yang tidak memiliki fungsi biologik, salah satunya kadmium (Cd) [1]. Kadmium merupakan salah satu logam yang paling beracun bahkan dalam konsentrasi yang cukup rendah, secara alami menjadi kontaminan utama yang diproduksi oleh lingkungan. Jumlah yang cukup tinggi dalam tubuh seketika dapat menyebabkan kerusakan hati dan ginjal [3-6]. Upaya dilakukan untuk mencegah terjadinya penurunan kualitas kesehatan manusia oleh pencemaran logam berat Cd.

Metode-metode dikembangkan untuk mengatasi permasalahan tersebut, tetapi metode adsorpsi dianggap lebih menguntungkan dibandingkan dengan beberapa metode lainnya, karena ekonomis, sangat efisien, dan mudah diaplikasikan.

Adsorpsi didefinisikan sebagai proses dimana atom, ion atau molekul dari zat (gas, cairan atau padatan terlarut) atau adsorbat terkonsentrasi ke permukaan berpori dari suatu padatan (adsorben) [7]. Material yang diketahui dapat dimanfaatkan sebagai adsorben logam berat yaitu alumina, zeolit, karbon aktif, biomassa, polimer dan silika gel [8]. Selain itu, terdapat pula adsorben dari kitosan yang banyak dikembangkan.

Kitosan adalah polisakarida alami, turunan dari kitin yang merupakan komponen organik yang menarik sebagai adsorben dalam pengolahan air. Kitosan memiliki sejumlah besar asam amino dan gugus hidroksil, yang menjadikan kitosan bersifat biokompatibel, adhesi tinggi terhadap permukaan, range stabilitas pH yang tinggi, Kitosan adalah polisakarida alami, turunan dari kitin yang merupakan komponen organik yang menarik sebagai adsorben dalam pengolahan air. Kitosan memiliki sejumlah besar asam amino dan gugus hidroksil, yang menjadikan kitosan bersifat biokompatibel, adhesi tinggi terhadap permukaan, range stabilitas pH yang tinggi,

Gugus amino dan kelompok hidroksil dengan reaktivitas tinggi memungkinkan berbagai modifikasi kimia yang dapat dilakukan terhadap kitosan untuk meningkatkan adsorpsi terhadap logam [13]. Kombinasi antara makromolekul organik dengan senyawa anorganik menunjukkan terjadi peningkatan sifat optik, katalitik, termal dan sifat mekanik [14]. Kombinasi polisakarida-mineral oksida telah banyak dilaporakan seperti selulosa-silika [15], selulosa-titania [16], kitosan-zeolite [17], dan kitosan-silika [18,19]. Kitosan-silika diketahui lebih unggul penggunaannya sebagai adsorben dan dapat meningkatkan sifat mekanik dalam proses adsorpsi.

Silika memiliki sifat biokompatibilitas, stabilitas mekanik, dan adsorpsi yang baik. Selain itu, gugus silanol ( –SiOH) dalam silika berperan dalam pertukaran reversible dengan ion Cd 2+ . Namun, silika kurang mampu berinteraksi dengan baik terhadap adsorpsi ion logam

Cd 2+ karena gugus silanol aktif cukup rendah untuk dapat mencapai adsorpsi maksimum [20]. Kitosan bead memiliki kapasitas adsorpsi terhadap ion logam Cd 2+ 4,123 mg/g, sedangkan kitosan-silika bead dapat mencapai 11,761 mg/g [21]. Selanjutnya, silika-kitosan bead 2:2 dapat menyerap ion logam Cd 2+ sebesar 7,5558 x 10 -6 mol/g [22]. Selain itu, kapasitas adsorpsi ion logam Cd 2+ menggunakan silika hanya mencapai 1,95 mg/g, berbeda dengan penggunaan silika-kitosan 85% dapat mencapai 3,14 mg/g [20]. Data tersebut menunjukkan kombinasi silika dengan kitosan yang memiliki gugus amino dan hidroksil memungkinkan untuk membentuk ikatan yang sinergis dengan gugus silanol yang terdapat dalam silika untuk dapat meningkatkan kemampuan adsorben dalam menyerap ion logam

Cd 2+ . Oleh karena itu, dalam penelitian ini dipelajari pengaruh pH dan lama kontak untuk menentukan kondisi optimum kitosan-silika dalam penyerapan ion logam Cd 2+ . Kemudian konsentrasi optimum juga dipelajari untuk menentukan kapasitas adsopsi dari adsorben kitosan-silika terhadap ion logam Cd 2+ .

1.2 Rumusan Masalah

1. Bagaimana pengaruh pH terhadap proses adsorpsi ion logam Cd 2+ dengan menggunakan kitosan-silika

2. Bagaimana pengaruh lama kontak terhadap proses adsorpsi ion logam Cd 2+ dengan menggunakan kitosan-silika

3. Bagaimana pengaruh konsentrasi ion logam Cd 2+ terhadap kapasitas adsorpsi dari kitosan-silika

1.3 Batasan Masalah

1. Pembuatan kitosan-silika menggunakan perbandingan jumlah kitosan dan silika yaitu 1:8.

2. Proses adsorpsi dilakukan pada temperatur ruang.

3. Proses adsorpsi dilakukan dengan kecepatan pengadukan 125 rpm.

1.4 Tujuan Penelitian

1. Mengetahui pengaruh pH terhadap proses adsorpsi ion logam Cd 2+ dengan menggunakan kitosan-silika

2. Mengetahui pengaruh lama kontak terhadap proses adsorpsi ion logam Cd 2+ dengan menggunakan kitosan- silika

3. Mengetahui pengaruh konsentrasi ion logam Cd 2+ terhadap kapasitas adsorpsi dari kitosan-silika

1.5 Manfaat Penelitian

Hasil dari penelitian ini dapat digunakan sebagai pengetahuan atau referensi dalam pengembangan absorben logam berat utamanya untuk logam Cd. Selain itu, hasil penelitian yang dilakukan dapat diaplikasikan untuk mengurangi pencemaran logam Cd, sehingga dapat meningkatkan kualitas hidup manusia.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Silika

Silika adalah kuarsa (quartz) yang terdapat pada sebagian besar batu-batuan sedimen alam dari batuan metamorfik. Pasir juga merupakan bentuk lain dari silika [23]. Silika berbentuk padatan dengan titik leleh sebesar 1600 o

C dan mendidih pada 2230 o C. Modifikasi kristalin silika berupa senyawa polimerik tiga dimensi dengan jaringan ikatan kovalen Si –O membentuk suatu molekul besar, jaringan tersebut mengandung spesies penghubung berbentuk

tetrahedral SiO 4 , dengan tiap atom Si diikat oleh empat atom O dan tiap atom O diikat oleh dua atom Si [12]. Silika mempunyai kelebihan dibandingkan bahan lain, karena secara kimia bersifat inert hidrofobik. Selain itu, silika juga menunjukkan kekuatan mekanik dan stabilitas termal yang tinggi dan tidak mengembang dalam pelarut organik [24]. Oleh karena itu, silika dapat dimanfaatkan dalam berbagai aplikasi. Silika biasanya diaplikasikan dalam industri ban, karet, gelas, semen, beton, keramik, tekstil, kertas, kosmetik, cat, film, dan lain sebagainya. Pemanfaatan lain silika yaitu sebagai adsorben logam berat [22]. Hal tersebut didasarkan pada sifat unggul silika dalam biokompatibel, stabilitas mekanik, dan adsorpsi.

Permukaan dari silika memiliki peranan penting dalam proses adsorpsi. Gugus –OH dapat terbentuk dari permukaan silika melalui ikatan valensi dengan atom Si ( hidroxyl coverage ). Kemudian, pengembangan penelitian menunjukkan bahwa gugus hidroksil (silanol) ≡Si–OH dapat terbentuk dipermukaan silika [25]. Partikel

silika dalam bentuk sferis diperoleh pada rendang pH yang lebar yaitu pada 2 hingga 11. Sedangkan, partikel silika yang terbentuk pada rentang kondisi basa memiliki keseragaman ukuran yang baik.

Namun, luas permukaan yang besar sekitar 350-400 m 2 /g dari partikel silika, hanya dapat dibentuk pada kondisi asam [26]. Pada permukaan silika yang mengandung gugus silanol pada Gambar 2.1 menjelaskan bahwa terdapat 3 macam bentuk struktur dari gugus silanol dalam silika yaitu [27]:

1. Isolated silanol , pada keadaan tersebut atom Si membentuk tiga ikatan dengan struktur bulk, sedangkan satu ikatan terbentuk dengan gugus – OH

2. Vicinal/bridged silanol , dimana dua gugus dari isolated silanol dapat membentuk ikatan dengan dua atom Si yang berbeda dan terjadi pembentukan jembatan oleh adanya iaktan hidrogen.

3. Geminal silanol , dimana dua gugus – OH yang terikat pada satu atom Si dan pembentukan ikatan hidrogen dapat terjadi.

Gambar 2.1 Struktur dari gugus silanol pada silika [27]

Penelitian lain menunjukkan bahwa gugus silanol adalah gugus penentu sifat permukaan dan efektivitas penyerapannya. Silika juga merupakan adsorben anorganik yang cenderung bersifat polar. Gugus silanol dalam silika berperan dalam pertukaran kation reversible antara ion Cd 2+ dan silanol ( –SiOH) [20].

2.2 Kitosan

Kitosan merupakan senyawa polisakarida yang sangat melimpah kedua setelah selulosa, satu-satunya polisakarida basa di alam dan tidak beracun, mudah terbiodegradasi, dan harganya murah. Kitosan adalah biopolimer turunan kitin yang diperoleh melalui proses deasetilasi kitin yang mengandung lebih dari 500 unit glukosamin [28]. Kitosan memiliki derajat deasetilasi 80-90%, tetapi apabila derajat deasetilasi mencapai lebih dari 70% dapat dikatakan sebagai senyawa kitosan [29].

Rumus umum kitosan adalah C 6 H 11 NO 4 atau disebut sebagai (1,4)-2-Amino-2-Deoksi- -D-Glukosa. Adapun struktur dari polimer kitosan dapat dilihat pada Gambar 2.2.

Gambar 2.2 Struktur senyawa kitosan [29]

Sifat fisika dari kitosan yaitu tidak dapat larut dalam basa lemah, air atau pelarut organik, senyawa tersebut dapat larut dalam larutan asam seperti asam asetat (CH 3 COOH), asam nitrat (HNO 3 ), dan asam klorida (HCl) [30]. Keberadaan gugus amina yang menyebabkan kitosan larut dalam media asam.

Kitosan memiliki satu gugus amino utama ( –NH 2 ), dua gugus hidroksil ( –OH) bebas primer dan sekunder. Adanya gugus fungsi tersebut menyebabkan kitosan memiliki reaktivitas yang cukup tinggi [31]. Selain itu, gugus amina bebas juga berperan sebagai penukar ion. Sejumlah besar asam amino dan gugus hidroksil, menjadikan kitosan bersifat polielektrolit. Sifat tersebut sangat penting dalam proses penyerapan logam berat [13].

Gambar 2.3 Pembentukan kelat oleh kitosan dan ion logam [32]

Atom nitrogen pada gugus amina memiliki pasangan elektron bebas yang dapat bereaksi dengan kation logam [31]. Gugus fungsi yang terdapat dalam polimer kitosan juga berfungsi sebagai situs chelation atau agen pembentuk ikatan koordinasi dengan ion logam untuk membentuk kelat [11]. Adsorben ini memiliki selektivitas dan kapasitas yang tinggi dibandingkan resin pengkhelat lainnya [13]. Kitosan dapat menyerap logam seperti Cu 2+ , Pb 2+ , Cr 2+ , Zn 2+ , Co 2+ ,

Fe 2+ , Pt 2+ , Mn 2+ , dan Cd 2+ [11]. Adapun reaksi pengikatan logam berat Cu 2+ terhadap adsorben kitosan membentuk kelat pada Gambar 2.3.

Gambar 2.4 Skema ilustrasi dari fleksibilitas kitosan [33]

Gambar 2.4 menjelaskan bahwa pada pH > 6,5 kitosan menjadi senyawa yang tidak larut, gugus asam amino akan terdeprotonasi dan dapat terjadi interaksi hidrofobik. Sedangkan pada pH antara 6,0 dan 6,5 dalam larutan, asam amino menjadi kurang terprotonasi dan sifat hidrofobik sepanjang rantai menjadi meningkat. Sementara, pada pH < 6,5 kitosan dalam keadaan terlarut membawa muatan positif karena terportonasi dan sebagai molekul polielektrolit kationik, pada pH rendah kitosan akan berinteraksi dengan molekul bermuatan negatif [33,34]. Reaksi kesetimbangan saat terbentuknya polielektrolit pada kitosan dalam pelarut asam menggambarkan keadaan ionisasi [35].

Chitosan

3 – NH + 2 +H 3 O + Chitosan – NH +H 2 O (2.1)

Reaksi tersebut menunjukkan bahwa terdapat persaingan antara ion logam dan proton pada situs adsorpsi yang tersedia ketika kondisi pH rendah, sehingga hal tersebut dapat menurunkan efisiensi adsorpsi. Sedangkan, ketika bekerja pada pH tinggi, hidrolisis ion logam dimungkinkan untuk terjadi [36]. Oleh karena hal tersebut, pH menjadi parameter penting untuk diteliti dalam menentukan efektivitas adsorben.

2.3 Adsorben Kitosan-Silika

Modifikasi adsorben baik dari senyawa organik maupun anorganik terus berkembang untuk memperoleh senyawa baru Modifikasi adsorben baik dari senyawa organik maupun anorganik terus berkembang untuk memperoleh senyawa baru

Gambar 2.5 SEM kitosan-silika pada perbesaran 1.000x (A), 10.000x (B,C), dan 50.000x (D) [10]

Adsorben kitosan-silika dengan metode Brunauer-Emmett- Teller ( B.E.T ) , memiliki luas permukaan sebesar 359 m 2 /g dan rata- rata diameter pori sebesar 2 nm. Hasil Mikroskop Pemindai Elektron (SEM) (Gambar 2.5) menunjukkan permukaan yang kasar dan tidak teratur [10]. Penelitian lain menyebutkan bahwa partikel padat dalam bentuk bulatan-bulatan berwarna putih tersebar dengan baik dipermukaan. Ukuran rata-rata dari kitosan-silika sebesar 20 hingga

53 nm [37]. Kemudian, perbandingan yang dilakukan antara kitosan 53 nm [37]. Kemudian, perbandingan yang dilakukan antara kitosan

Gambar 2.6 Spektra FTIR dari kitosan (A) dan kitosan-silika

(B) [10]

Kemudian, jika ditinjau dari karakterisasi menggunakan FTIR, kitosan murni memiliki beberapa serapan yaitu pada pita 3429 cm -1 merupakan serapa dari getaran peregangan gugus O – H dari gugus hidroksil yang terikat pada atom karbon, pita penyerapan tajam pada 2800 hingga 3000 cm -1 yang teramati sebagai vibrasi peregangan dari gugus C

– H. Selanjutnya, pita serapan di 1580 cm -1 sesuai dengan getaran deformasi gugus – NH 2 , vibrasi bending dari C – H terlihat

pada 1420 dan 1380 cm -1 , lalu pada pita 1310 cm -1 merupakan asimetris dari gugus C

– O – C, dan 1080 cm -1 untuk C – O vibrasi stretching dari CH – OH dapat teramati pada Gambar 2.6 (A). Sedangkan hasil kitosan-silika dianalisis juga dengan FT-IR

menghasilkan perbedaan spektra yang menghasilkan pergeseran pita pada 1528 cm -1 dari – NH 2 vibrasi deformasi dibandingkan dengan spektra kitosan. Serapan tajam pada 10 cm -1 merupakan vibrasi peregangan dari gugus Si – O (Gambar 2.6 (B)) [10].

Selain itu, pada karakterisasi FT-IR dapat diketahui pula adanya gugus hidroksi dan silanol (Si

– OH) pada 3425,58 cm -1 , pita serapan kuat dan tajam pada 1087,85 cm -1 yang merupakan vibrasi

ulur asimetris dari gugus Si – O dari gugus siloksan (Si – O – Si). Konfirmasi adanya silanol dapat diketahui dari pita serapan 956,69 cm -1 yang merupakan vibrasi ulur, lalu vibrasi tekuk dari – OH silanol ditunjukkan dengan bilangan gelombang 1635,64 cm -1 , dan konfirmasi siloksan pada serapan 470,63 cm -1 [22].

2.4 2+ Logam Berat Cd Kadmium merupakan unsur golongan transisi blok d periode

keempat dalam sistem periodik dengan nomor atom 48, titik didih 767 o

C, densitas sebesar 8,65 g/cm -3 yang tergolong dalam senyawa logam berat dengan bilangan oksida +2. Kadmium merupakan logam ringan, elastis, dan berwarna putih [39]. Sifat kimia dari kadmium yaitu tidak larut dalam basa, kerena jika bereaksi dengan NaOH maka akan terbentuk endapan putih

C, titik leleh 321,1 o

Cd(OH) 2 . Sedangkan dengan air akan membentuk komplek [Cd 2 (OH) 3 ] + [40].

Cd 2+ (aq) + OH - (aq) Cd(OH) (s) (endapan berwarna putih) (2.2)

Lingkungan alami yang bersifat basa menyebabkan kadmium mengalami hidrolisis, teradsorpsi oleh padatan tersuspensi dan membentuk ikatan kompleks dengan bahan organik. Kadmium dalam

bentuk Cd 2+ , Cd(OH) + , CdCl + , CdSO 4 , CdCO 3 , dan Cd organik dapat membentuk ikatan kompleks dengan ligan yang berasal dari senyawa organik maupun anorganik [41].

Keelektonegatifan memiliki peranan penting pada proses adsorpsi yang melibatkan pembentukan ikatan kimia antara logam berat dan gugus aktif pada adsorben. Kadmium memiliki elektronegatifitas sebesar 1,7 dan ukuran ionnya mencapai 0,94 Å [40]. Ikatan kimia yang terbentuk merupakan ikatan kovalen koodinasi dengan pasangan elektron bebas dari ligan yang berasal dari adsorben, ion Cd 2+ dapat membentuk struktur tetrahedral dengan

4 ikatan dengan panjang 92 pm dan oktahedral dengan 6 ikatan dengan panjang 109 pm [39]. Kadmium yang menempati konfigurasi

d 10 menurut teori medan kristal, stereokimia kimia dari senyawa bergantung pada ukuran dan kekuatan polarisasi dari kation M + dan sterik ligan. Dalam hal ini, Cd memiliki kestabilan membentuk kompleks tetrahedral 4-koordinat [40].

Selain itu, jika ditinjau dari kekuatan asam-basa, teori Hard Soft Acid Base (HSAB) oleh Person bahwa ion Cd 2+ digolongkan sebagai asam lunak yang lebih mudah berinteraksi dengan basa lunak seperti gugus aktif tiolat ( –SH) seperti pada merkaptobenzotiazol dibandingkan asam keras Cr 3+ [42]. Sehingga logam tersebut dalam perairan dapat dengan mudah teradsorpsi untuk membentuk ikatan kimia dengan adsorben yang memiliki sifat basa lunak, dengan membentuk kompleks tetrahedral.

Kadmium bervalensi dua (Cd 2+ ) adalah bentuk ion logam terlarut yang stabil dalam lingkungan perairan laut pada pH dibawah 8,0. Kadar Cd di perairan secara alami mencapai 0,29 hingga 0,55 ppb dengan rata-rata sebesar 0,42 ppb [41]. Kadmium merupakan salah satu logam yang paling beracun bahkan dalam konsentrasi yang cukup rendah. Secara alami kadmium merupakan kontaminan utama yang diproduksi oleh lingkungan. Toksisitas yang ditimbulkan oleh kadmium dapat menimbulkan berbagai macam penyakit seperti kanker, jantung, dan diabetes. Jumlah yang cukup tinggi dalam tubuh seketika dapat menyebabkan kerusakan hati dan ginjal [3-6].

2.5 Adsorpsi Ion Logam Berat

Adsorpsi didefinisikan sebagai proses dimana atom, ion atau molekul dari zat (gas, cairan atau padatan terlarut) atau adsorbat terkonsentrasi ke permukaan berpori dari suatu padatan (adsorben) [7].

Proses adsorpsi dapat terjadi karena adanya gaya tarik atom atau molekul pada permukaan padatan yang tidak seimbang. Suatu padatan akan cenderung menarik molekul-molekul lain yang bersentuhan dengan permukaan padatan, baik fasa gas atau fasa larutan kedalam permukaannya. Akibatnya konsentrasi molekul pada permukaan menjadi lebih besar dari pada fasa zat di sekitarnya. Pada adsorpsi interaksi antara adsorben dengan adsorbat hanya terjadi pada permukaan adsorben [43].

Gambar 2.7 Ilustrasi proses adsorpsi pada permukaan adsorben [43]

Adsorpsi dibagi menjadi dua, yaitu adsorpsi secara kimia dan fisika [44].

1. Adsorpsi secara Fisika Adsorpsi terjadi karena adanya ikatan van der waals. Permukaan padatatan memiliki gaya tarik menarik yang kecil dengan molekul larutan dibandingkan dengan gaya tarik menarik antara molekul larutan, sehingga adsorpsi secara fisika relatif lemah antara permukaan adsorben dengan adsorbat. Kesetimbangan akan cepat tercapai dan ikatan bersifat reversible.

2. Adsorpsi secara Kimia Adsorpsi kimia terjadi karena adanya ikatan kimia berupa ikatan kovalen maupun ionik antara adsorbat dengan permukaan adsorben. Ikatan yang terbentuk cukup kuat, dengan diawali proses adsorpsi fisik melalui ikatan van der wall atau ikatan hidrogen, kemudian ikatan kimia terbentuk.

Selama proses adsorpsi berlangsung terdapat mekanisme yang mendasari terjadinya kontak antara adsorben dan adsorbat. Mekanisme proses adsorpsi terbagi menjadi 4 tahapan yaitu [ 45 ]:

1. Transportasi zat terlarut dalam larutan

2. Difusi zat terlarut malalui lapisan film dan mengelilingi bagian adsorben

3. Difusi zat terlarut ke dalam dinding pori adsorben (difusi intrapartikel)

4. Adsorpsi dan desorpsi molekul zat terlarut di atau dari permukaan adsorben

Adsorpsi dipengaruhi oleh parameter kimia dan fisika dari adsorben maupun adsorbat. Berikut merupakan faktor-faktor yang mempengaruhi proses adsorpsi [46,47]:

1. Agitation (Pengadukan) Tingkat adsorpsi dikontrol oleh difusi film maupun difusi pori, tergantung pada tingkat pengadukan pada sistem.

2. Luas permukaan adsorben Luas permukaan adsorben semakin besar makan adsorbat yang diadsorpsi akan semakin banyak, sehingga efektivitas adsorpsi tercapai.

3. Ukuran butir Semakin kecil ukuran butiran, maka semakin besar permukaan sehingga penyerapan adsorbat semakin banyak. Kecepatan adsorpsi ditunjukkan oleh kecepatan difusi zat terlarut ke dalam pori-pori partikel adsorben. Ukuran partikel yang baik untuk proses adsorpsi ± 100/200 mesh.

4. Derajat keasaman (pH larutan) Derajat keasaman menentukan tingkat ionisasi larutan. Keadaan pH rendah, ion H + akan berkompetisi dengan kontaminan yang akan diserap, sehingga efisiensi penjerapan akan menurun. Proses adsorpsi biasanya berjalan baik pada pH larutan yang tinggi.

5. Lama kontak Lama kontak yang lebih lama memungkinkan proses difusi dan penempelan adsorbat berlangsung lebih baik. Konsentrasi adsorbat akan menurun dan pada titik tertentu akan mencapai kesetimbangan hingga konstan. Rata-rata lama kontak yang baik berkisar 10 hingga 15 menit.

6. Temperatur Tingkat adsorpsi akan meningkat dengan kenaikan temperatur dan akan turun ketika terjadi penurunan temperatur.

7. Konsentrasi Ketika konsentrasi larutan rendah, jumlah adsorbat akan sedikit yang teradsorpsi, sedangkan jika konsentrasi tinggi maka adsorbat yang teradsorpsi akan semakin bnayak. Hal tersebut disebabkan frekuensi tumpukan antar partikel semakin besar.

Faktor-faktor tersebut dapat mempengaruhi kapasitas adsorpsi dari suatu adsorben. Semakin efektif penyerapan yang terjadi maka kapasitas adsorpsi yang dicapai akan semakin tinggi. Kapasitas adsorpsi (q), diukur dengan kondisi optimum menggunakan rumus [48]:

dimana, q (mg/g) merupakan jumlah ion logam yang teradsorpsi ke permukaan adsorben; Ci dan Cf (mg/L) masing-masing merupakan konsentrasi ion logam sebelum dan sesudah adsorpsi; V (mL) adalah volume larutan mengandung ion logam yang digunakan; dan W (g) adalah massa adsorben.

BAB III METODOLOGI

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kimia Anorganik dan Kimia Instrumen Jurusan Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Brawijaya Malang. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Oktober hingga Desember 2016.

3.2 Alat dan Bahan Penelitian

Alat-alat yang digunakan pada penelitian ini antara lain pH meter, neraca analitik, pengaduk magnetik, shaker , ayakan ukuran 200 mesh, oven ( Memmert ), FTIR ( Fourier-Transform Infrared Spectroscopy ) 8400S, SEM (Mikroskop Pemindai Elektron) tipe Inspect-S50 , SSA (Spektroskopi Serapan Atom), dan peralatan gelas.

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah kitosan, natirum metasilikat ( Merck ), serbuk KBr, HCl 37% ( Merck ), NaOH ( Merck ), asam asetat glasial 99,9% ( Merck ), dan kadmium(II)

klorida dihidrat (CdCl 2 .2H 2 O) ( Merck ).

3.3 Tahapan Penelitian

Penelitian ini dilakukan melalui beberapa tahapan kegiatan, antara lain:

1. Pembuatan kitosan-silika

2. Karakterisasi kitosan-silika menggunakan FTIR dan SEM

3. Penentuan kondisi optimum pada proses adsorpsi logam Cd 2+ dengan menggunakan kitosan-silika

a. Pengaruh pH terhadap absorpsi logam Cd 2+

b. Pengaruh lama kontak terhadap adsorpsi logam Cd 2+

4. Penentuan kapasitas adsorpsi kitosan-silika terhadap logam Cd 2+

5. Analisis data

3.4 Prosedur Kerja

3.4.1 Pembuatan kitosan-silika

Kitosan sebanyak satu gram dilarutkan dalam 80 mL asam asetat 2% (v/v), diaduk hingga larut. Selanjutnya, larutan natrium metasilikat 6% (v/v) sebanyak 100 mL ditambahkan tetes demi tetes sambil diaduk. Campuran yang diperoleh dikeringkan dalam oven Kitosan sebanyak satu gram dilarutkan dalam 80 mL asam asetat 2% (v/v), diaduk hingga larut. Selanjutnya, larutan natrium metasilikat 6% (v/v) sebanyak 100 mL ditambahkan tetes demi tetes sambil diaduk. Campuran yang diperoleh dikeringkan dalam oven

C selama 60 menit, kemudian dinetralkan dengan aquades. Gel yang diperoleh disaring dengan kertas saring dan dikeringkan kembali dalam oven pada suhu 105 o

C. Setelah itu, padatan digerus hingga halus dan diayak dengan ayakan 200 mesh. Hasil tersebut kemudian dikarakterisasi menggunakan FTIR dan SEM.

3.4.2 Karakterisasi kitosan-silika menggunakan FTIR

Hasil sintesis kitosan-silika dikarakterisasi dengan menggunakan spektrofotometri inframerah. Preparasi untuk karakterisasi dilakukan dengan pembuatan pelet KBr. Pelet KBr dibuat dengan cara mencampurkan 0,5 g padatan hasil sintesis dan 0,07 g KBr. Kemudian campuran digerus, dimasukkan ke dalam pellet press , dan dikompressi. Selanjutnya, pelet KBr yang mengandung sampel hasil sintesis diletakkan diantara dua celah yang dilewati berkas sinar inframerah dan dibuat spektrumnya pada rentang bilangan gelombang 4000-400 cm -1 . Spesifikasi FT-IR antara lain tipe Michelson sistem optik sinar tunggal, sumber inframerah keramik globular, S/N 20000:1 dan medium sampel pelet KBr.

3.4.3 Karakterisasi kitosan-silika menggunakan SEM

Karakterisasi dengan menggunakan Mikroskop Pemindai Elektron (SEM) dilakukan di Laboratorium Sentral Mineral & Material Maju Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Malang. Spesifikasi SEM antara lain merk FEI, tipe Inspect-S50 , sampel berupa serbuk dan padatan dengan ukuran maksimal 1x1 cm yang tidak mengandung minyak dan air.

3.4.4 2+ Pembuatan kurva baku Cd Larutan baku Cd 2+

25 mg/L sebanyak 0,5 mL kemudian dimasukkan ke dalam labu ukur 25 mL, lalu ditambahkan aquades hingga tanda batas. Selanjutnya dimasukkan ke dalam botol (0,5 mg/L). Perlakuan yang sama diulangi dengan pengambilan larutan baku Cd 2+

25 mg/L sebanyak 1,0; 2,0; 3,0; 5,0 dan 8,0 mL serta dimasukkan dalam botol plastik dengan label 0,5 mg/L; 1,0 mg/L; 2,0 mg/L; 3,0 mg/L; 5,0 mg/L; dan 8 mg/L. Kemudian, seluruh botol plastik diukur adsorbansinya menggunakan SSA.

Hasil absorbansi yang diperoleh dibuat kurva baku, hubungan antara konsentrasi Cd 2+ sebagai X dan absorbansi larutan Hasil absorbansi yang diperoleh dibuat kurva baku, hubungan antara konsentrasi Cd 2+ sebagai X dan absorbansi larutan

3.4.5 Penentuan kondisi pH optimum adsorpsi ion logam Cd 2+ Sebanyak 20 mL larutan Cd 2+ 100 mg/L dimasukkan

kedalam gelas kimia 25 mL dan diatur pH 2 dengan penambahan NaOH 0,1 M atau HCl 0,1 M. Kemudian, dipipet 10 mL dan dimasukkan kedalam labu ukur 25 mL, ditambahakan 1 mL buffer pH, dan tambahkan dengan larutan pH 2 hingga tanda batas. Setelah itu, dimasukkan ke dalam erlenmeyer 100 mL dan ditambah 0,1 g kitosan-silika, lalu dikocok dengan menggunakan shaker pada kecepatan 125 rpm selama 40 menit. Selanjutnya, disaring menggunakan kertas saring. Filtrat yang diperoleh dipipet 5 mL ke

dalam labu ukur 100 mL dan ditambah akuades dan HNO 3 sebanyak

3 tetes, kemudian ditambah akuades kembali hingga tanda batas. Larutan dimasukkan ke dalam botol plastik dan diukur konsentrasi sisa dengan SSA. Prosedur tersebut diulangi secara triplo dan perlakuan yang sama dilakukan pada pH 2,5; 3; 4; 5; 5,5; dan 6.

3.4.6 Penentuan lama kontak optimum adsorpsi ion logam

Cd 2+ Larutan Cd 2+ 100 mg/L sebanyak 20 mL dimasukkan ke dalam gelas kimia 25 mL dan diatur pH optimum yang diperoleh pada perlakuan 3.4.4.1 sebelumnya. Selanjutnya, dipipet sebanyak 10 mL, dimasukkan labu ukur 25 mL, ditambah buffer pH 1 mL, lalu ditambahkan dengan larutan pH yang sama hingga tanda batas. Kemudian, dimasukkan ke dalam erlenmeyer 100 mL dan ditambahkan 0,1 g kitosan-silika, lalu dikocok dengan menggunakan shaker pada kecepatan 125 rpm selama 5 menit. Setelah itu, larutan disaring dengan menggunakan kertas saring, fitrat yang diperoleh dipipet 5 mL ke dalam labu ukur 100 mL, ditambah akuades dan

HNO 3 sebanyak 3 tetes, kemudian ditambah aquades kembali hingga tanda batas. Larutan disimpan dalam botol. Prosedur diulangi sebanyak tiga kali. Perlakuan yang sama dilakukan dengan lama kontak 15, 30, 45, 50, dan 60 menit. Setelah itu, seluruh filtrat dalam botol masing-masing di ukur menggunakan SSA pada panjang gelombang 228,8 nm.

3.4.7 Penentuan kapasitas adsorpsi kitosan-silika terhadap

logam Cd 2+ Larutan ion logam Cd 2+ pH 3 diambil sebanyak 10 mL

masing-masing dengan konsentrasi 25, 50, 100, 150, 200, 300, 500, 800, 900 dan 1000 mg/L. Selanjutnya, dimasukkan kedalam labu ukur 25 mL, ditambah buffer pH 1 mL, lalu ditambah akuades hingga tanda batas. Kemudian, larutan dimasukkan kedalam erlenmeyer 250 mL dan di tambahkan dengan 0,1 g adsorben kitosan-silika. Campuran bahan tersebut diaduk selama lama kontak optimum yang telah ditentukan pada perlakuan 3.4.4.2 menggunakan shaker dengan kecepatan 125 rpm. Larutan disaring menggunakan kertas saring. Filtrat yang diperoleh dipipet 5 mL ke dalam labu

ukur 100 mL, ditambah akuades dan HNO 3 sebanyak 3 tetes, kemudian ditambah aquades kembali hingga tanda batas. Setelah itu, seluruh filtrat dimasukkan kedalam botol dan diukur menggunakan AAS pada panjang gelombang 228,8 nm. Prosedur tersebut dilakukan secara triplo.

3.4.8 Rumus penentuan %Cd 2+ yang teradsorpsi

Penentuan kondisi optimum adsorpsi Fe 2+ disajikan dalam bentuk grafik sebagai berikut:

a. Variasi pH Vs % Cd 2+ teradsorpsi

b. Variasi lama kontak Vs Cd 2+ teradsorpsi

Prosentase % Cd 2+ teradsorpsi dihitung dengan rumus sebagai berikut: % Cd 2+ teradsorpsi = Co – Cs x 100%

Co

Keterangan: Co = konsentrasi Cd 2+ sebelum adsorpsi (mg/L) Cs = konsentrasi Cd 2+ sesudah adsorpsi (mg/L)

3.4.9 Rumus penentuan kapasitas adsorpsi

Penetuan kadar Cd 2+ teradsorpsi disajikan dalam bentuk garfik antara konsentrasi Vs Cd 2+ teradsorpsi. Kadar Cd 2+ teradsorpsi dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut:

Kadar Cd 2+ teradsorpsi = − mg/g (3.2)

Keterangan: Co = Konsentrasi Cd 2+ sebelum adsorpsi (mg/L) Cs = Konsentrasi Cd 2+ sesudah adsorpsi (mg/L)

V = Volume larutan total Cd 2+ (L) W = Massa adsorben (kitosan-silika) (g)

3.5 Pengolahan Data

3.5.1 Penentuan persamaan regresi linier

Penentuan persamaan regresi linier dari grafik kurva baku Cd 2+ menggunakan hubungan antara konsentrasi dengan adsorbansi. Persamaan yang digunakan sebagai berikut:

(3.3) keterangan:

y = ax

y = adsorbansi x = konsentrasi

Nilai a dihitung dengan menggunakan persamaan berikut: �= ∑

∑ (3.4) Koefisien korelasi ditentukan dengan persamaan berikut: = ∑

Persamaan regresi linier dari larutan Cd 2+ yang diperoleh digunakan untuk menentukan konsentrasi Cd 2+ yang telah teradsorpsi kedalam adsorben kitosan-silika

3.5.2 Uji statistik adsorpsi Cd 2+ oleh kitosan-silika

Data hasil penelitian dapat dibuat grafik hubungan antara pH terhadap % Cd 2+ yang teradsorpsi, lama kontak terhadap % Cd 2+ yang teradsorpsi, dan konsentrasi terhadap jumlah Cd 2+ yang teradsorpsi. Kondisi optimum meliputi pH, lama kontak dan konsentrasi optimum adsorpsi Cd 2+ oleh kitosan-silika dapat diketahui dari grafik. Selain itu, dapat diketahui pula kecenderungan Data hasil penelitian dapat dibuat grafik hubungan antara pH terhadap % Cd 2+ yang teradsorpsi, lama kontak terhadap % Cd 2+ yang teradsorpsi, dan konsentrasi terhadap jumlah Cd 2+ yang teradsorpsi. Kondisi optimum meliputi pH, lama kontak dan konsentrasi optimum adsorpsi Cd 2+ oleh kitosan-silika dapat diketahui dari grafik. Selain itu, dapat diketahui pula kecenderungan

Pengujian ada tidaknya pengaruh pH, lama kontak, dan perbedaan kapasitas adsorpsi Cd 2+ , maka dilakukan uji F dengan mengikuti langkah berikut:

1. Menghitung faktor koreksi (FK)

2. Menghitung jumlah kuadrat (JK)

a. JK total (JKt)

b. JK perlakuan (JKp)

c. JK galat (JKg) = �−

3. Menghitung Kuadrat Tengah (KT) pada setiap sumber keragaman

a. KT perlakuan (KTp)

− (3.11)

4. Menghitung nilah F � �

(3.12)

Tabel 3.1 Tabel analisa data

Perlakuan

Pengulangan

Total

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Adsorben Kitosan-Silika

Adsorben kitosan-silika dibuat dengan mencampurkan 80 mL larutan kitosan dengan 100 mL larutan Na 2 SiO 3 6% (v/v) hingga dihasilkan gel dengan pH 6 dan berat kering seberas 2,89 g. Kitosan dalam larutan CH 3 COOH akan mengalami protonasi karena adanya gugus amin menyebabkan kelarutannya menjadi meningkat seperti Gambar 4.1 berikut:

Gambar 4.1 Reaksi kitosan dalam larutan asam asetat

Natrium metasilikat yang dilarutkan dalam air akan membentuk asam ortosilika yang dapat mengalami reaksi polikondensasi (Gambar 4.2), reaksi tersebut melibatkan dua monomer asam ortosilikat yang akan saling berikatan membentuk

molekul dimer asam ortosilikat dan melepaskan molekul H 2 O. Selanjutnya, terjadi reaksi polimerisasi membentuk struktur polisilikat (Gambar 4.3). Reaksi tersebut menunjukkan bahwa silika dari natrium metasilikat memiliki gugus silanol dan siloksan yang dapat berperan dalam proses adsorpsi ion logam [49].

Na 2 SiO 3(aq) +H 2 O (aq)

H 4 SiO 4(aq) + NaOH (aq)

Gambar 4.2 Reaksi pembentukan molekul monomer dan dimer dari

asam ortosilikat

Gambar 4.3 Reaksi polimerisasi dimer asam ortosilikat

Reaksi pengikatan antara kitosan dan silika dapat ditinjau dari karakterisasi gugus FTIR antara senyawa kitosan dengan senyawa kitosan-silika hasil sintesis. Hasil karakterisasi kedua senyawa seperti sesuai Gambar 4.4 dan 4.5.

Gambar 4.4 Spektrum FTIR kitosan

Hasil karakterisasi tersebut kemudian dianalisis untuk mengetahui gugus-gugus fungsi yang terdapat dalam senyawa kitosan maupun kitosan-silika. Analisis sesuai dengan Tabel 4.1, spektra FTIR pada kitosan menunjukkan adanya vibrasi gugus amina primer dan hidroksi yang merupakan gugus aktif penting dalam senyawa kitosan, kedua gugus tersebut bertindak sebagai ligan penjerap ion logam. Selain itu, terdeteksi juga adanya vibrasi C –H

sp 3 dan C – O – C dari gugus keton dari ikatan polimer kitosan. Gugus C – N dari senyawa amina yang terikat terdeteksi pada bilangan gelombang 1260,19 cm -1 . Sedangkan gugus amida C = O terdeteksi pada 1653,64 cm -1 yang menandakan bahwa gugus amin pada kitosan mengikat gugus asil (asetamida).

Gambar 4.5 Spektrum FTIR kitosan-silika

Spektra FTIR kitosan dan kitosan-silika menunjukkan perbedaan yang cukup signifikan. Gugus – OH, – NH primer, C = O amida serta ikatan C – O – C mengalami pergeseran ke kanan pada spektra kitosan-silika, yang menunjukkan adanya pengaruh ikatan antara kitosan dengan senyawa silika yang terikat. Perbedaan sangat Spektra FTIR kitosan dan kitosan-silika menunjukkan perbedaan yang cukup signifikan. Gugus – OH, – NH primer, C = O amida serta ikatan C – O – C mengalami pergeseran ke kanan pada spektra kitosan-silika, yang menunjukkan adanya pengaruh ikatan antara kitosan dengan senyawa silika yang terikat. Perbedaan sangat

Tabel 4.1 Analisis spektrum kitosan dan kitosan-silika

Rentang Bilangan Vibrasi

Kitosan Kitosan-Silika Gelombang Gugus

(cm -1 ) (cm -1 )

(cm -1 )

O –H 3200 – 3600 3566,90 3451,18 N – H primer

C – H sp 3 2800 – 3000 2878,76 2947,79

C = O amida 1680 – 1630 1653,64 1647,28

C –N 1300 – 1000 1260,19 – Si – O – Si dan

1094,33 Si –O–C alifatik Si – OH

C –O–C 1200 – 1705 1599,14 1555,28

Kitosan-silika yang dibuat sesuai dengan analisis FTIR diperkirakan memiliki struktur seperti pada Gambar 4.6, yang mana terjadi ikatan antara atom O pada gugus polimer silika dengan atom

C pada kitosan, hal tersebut bersesuaian dengan penelitian yang dilakukan oleh Berghuis [50].

Gambar 4.6 Struktur kitosan-silika

Gambar 4.7 Hasil SEM kitosan-silika pada perbesaran 7.000x (A)

dan 20.000x (B)

Selain dilakukan karakterisasi dengan menggunakan FTIR, dilakukan pula karakterisasi menggunakan Mikroskop Pemindai Elektron (SEM) untuk mengetahui secara umum morfologi dari adsorben kitosan-silika yang telah dibuat. Hasil SEM pada Gambar

4.7 menunjukkan morfologi permukaan yang kasar dan tidak teratur.

Pada perbesaran 7000x terlihat bahwa butiran tidak beraturan tersebar di permukaan, begitu pula dengan berbesaran 20.000x yang memperlihatkan partikel-partikel tidak beraturan tersebar. Hal tersebut bersesuaian dengan penelitian lain yaitu pada kitosan-silika tampak adanya partikel padat tidak merata tersebar dengan baik dipermukaan dengan tekstur kasar dan tidak teratur [10, 37].

4.2 2+ Penentuan pH Optimum Adsorpsi Ion Logam Cd oleh Kitosan-Silika