Representasi Kebertubuhan Perempuan dala doc

Representasi Kebertubuhan Perempuan dalam Lirik Lagu Harley Davidson karya
Serge Gainsbourg
Novia Riani Putri
Program Studi Prancis, Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya, Universitas Indonesia
novia.riani.putri@gmail.com
Airin Miranda
Program Studi Prancis, Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya, Universitas Indonesia
airin_pane@yahoo.com
Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk memaparkan representasi kebertubuhan sekaligus
kebebasan seksual perempuan yang terdapat pada lirik lagu Harley Davidson karya Serge
Gainsbourg. Teori mitos milik Roland Barthes akan digunakan untuk menganalisis makna
denotatif dan konotatif pada lirik lagu. Selain itu, konteks sejarah pada lagu juga akan
dikaitkan dalam penelitian. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kebertubuhan perempuan
direpresentasikan sebagai subjek yang dominan terhadap laki-laki terutama dalam hal
seksual. Hal tersebut juga menandakan bahwa lagu Harley Davidson adalah lagu yang
berusaha untuk memaparkan pergeseran peran perempuan dalam kehidupan di masyarakat.
Kata kunci: Representasi, Perempuan, Lirik Lagu, Harley Davidson, Serge Gainsbourg
Pendahuluan
Pasca Perang Dunia, terutama pada akhir tahun 1950-an hingga awal 1960-an,
kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan oleh Pemerintah Prancis membuat perempuan menjadi

"mesin pembuat bayi" tanpa adanya kebebasan untuk memiliki tubuhnya (Briggs, 2012). Hal
tersebut disebabkan oleh banyaknya kebijakan yang mendorong perempuan untuk
bereproduksi demi meningkatkan jumlah penduduk sekaligus meningkatkan perekonomian
negara tanpa adanya peraturan perlindungan ketertubuhan bagi mereka. Yang ada justru
peraturan yang mendukung keterbatasan perempuan untuk merangkul ketertubuhannya
seperti pelarangan aborsi dan penggunaan alat kontrasepsi yang telah diterapkan sejak tahun
1920. Tidak adanya kebebasan untuk merangkul ketertubuhan menyebabkan hilangnya
kebebasan seksual bagi perempuan di Prancis. Seorang perempuan dapat melahirkan banyak
anak dalam waktu yang singkat bukan atas kemauan dirinya. Dengan adanya tekanan pada
kebebasan pribadi, masyarakat muda Prancis bergerak untuk memperjuangkan kebebasan
1

perempuan terutama dalam hal seksual. Hal tersebut juga menjadi pemicu munculnya masa
transformasi sosial dan seksualitas pada masyarakat Prancis yang terjadi pada tahun 1960-an,
sebuah masa yang sering disebut sebagai Revolusi Seksual (Briggs, 2012).
Secara umum, Revolusi Seksual, adalah sebuah masa transformasi seksualitas serta
pandangan masyarakat terhadapnya. Hal tersebut dapat dilihat dari banyaknya media populer
di Prancis yang menyimbolkan kebudayaan anak muda secara seksual seperti pada film-film
Brigitte Bardot dan novel dari Françoise Sagan (Briggs, 2012) yang muncul pada masa
tersebut. Meskipun media-media pop tersebut menjadi terkenal, seks dan seksualitas masih

dianggap tabu dalam lingkungan sosial di Prancis. Seks setelah menikah masih dianggap
sebagai norma sosial dan perilaku yang ideal. Selain itu, tokoh enfant terrible (perempuan
nakal) yang seduktif pada film dan karya sastra seperti novel dianggap sebagai arketipe atau
model dasar akan bahaya yang ditimbulkan oleh kaum muda Prancis pada hal seks dan
seksualitas. Namun, media populer bertemakan seks dan seksualitas terus berkembang di
Prancis seiring dengan masuknya musik rock and roll dari Amerika Serikat mulai akhir 1950an. Musik rock and roll menjadi wadah populer yang sangat berpotensi bagi masyarakat
muda, baik laki-laki dan perempuan, Prancis untuk memisahkan diri dan memberontak dari
norma-norma yang terdapat di Prancis, termasuk perihal seks dan seksualitas.
Perkembangan musik rock and roll begitu pesat di Prancis karena pemuda Prancis
banyak yang menjadi pemain sekaligus konsumen salah satu genre musik populer tersebut.
Bahkan pemuda Prancis menjadi suatu blok ekonomi dengan menjadi konsumen sebanyak
empat juta jiwa pada tahun 1960-an (Sohn, 2001). Dalam hal konsumsi, perempuan muda
Prancis menjadi pangsa konsumen yang besar dengan berbagai macam publikasi dan media
populer yang ditujukan pada perempuan muda tahun 1960-an. Hal tersebut membuat banyak
lagu yang dirilis pada tahun 1960-an yang ditujukan untuk perempuan muda Prancis sebagai
media ekspresi seksual perempuan sekaligus perjuangan seksual bagi perempuan Prancis dan
masyarakat muda Prancis secara keseluruhan.
Lagu adalah salah satu alat komunikasi manusia untuk mengutarakan pendapat dan
menggambarkan situasi masyarakat yang terjadi. Dengan lagu, penutur atau pencipta lagu
dapat berkomunikasi dengan pendengarnya, baik secara langsung maupun tidak langsung.

Untuk mencapai tujuan komunikatif, lagu harus memiliki lirik dengan pemilihan kata yang
menunjang pencipta lagu dalam memformulasikan ide-idenya (Keraf, 1991). Ide-ide yang
terdapat pada lagu dapat merepresentasikan sesuatu yang terdapat di dunia nyata. Lagu

2

adalah representasi logis dari perasaan, sebuah bentuk simbolis (Langer, 1942). Segala
bentuk representasi baik secara sosial, politik, kultural, nasional, maupun individual adalah
tanda, karena tanda dapat menyimbolkan sesuatu yang lain. (Berger, 1989). Dengan
demikian, dapat dikatakan bahwa lagu adalah tanda.
Sebuah tanda menyampaikan suatu informasi serta mampu menggantikan sesuatu
yang lain. Sebuah tanda memiliki berbagai tingkat pemaknaan menurut kebudayaan
negaranya. Keberagaman pemaknaan pada tanda diteliti melalui semiotik. Semiotik adalah
ilmu tanda-tanda. Tanda yang terdapat dalam lirik lagu akan dianalisis melalui teori mitos
milik Roland Barthes dari bukunya yang berjudul Mythologies (1957). Mitos adalah sistem
semiologi yang membahas tanda (ilmu tanda) yang di dalamnya terdapat petanda (signifié)
yang dapat memiliki berbagai penanda (signifiant). Semua hal dapat dikatakan sebagai objek
mitos, karena alam semesta memiliki sifat sugestif. Akan tetapi, tidak ada objek mitos yang
kekal karena sejarah manusia lah yang menentukan muncul dan hilangnya objek mitos.
Signifiant merupakan bunyi yang bermakna (akustik) sementara signifié merupakan

gambaran mental atau konsep. Selain itu ada pula yang disebut sebagai tanda (signe) yang
merupakan hasil manifestasi dari signifié dan signifiant yang dapat berupa bahasa, foto,
lukisan, ritual maupun benda. Ketiganya saling terkait dan harus selalu ada.
Dalam semiologi terdapat dua tingkat, yaitu tingkat linguistik (langue) dan mitos
(meta-langue). Tingkat mitos lebih tinggi dan lebih kompleks daripada tingkat linguistik.
Tingkat linguistik dan mitos memiliki perbedaan pada jenis bahasa yang digunakan. Dalam
tingkat linguistik, bahasa yang digunakan hanya sebatas langue karena memiliki arti yang
tetap dengan acuan yang pasti. Sementara, dalam sistem mitos (meta-langue) terdapat dua
jenis bahasa yakni sistem linguistik (langue) dan mitos (meta-langue).
Langue menyusun sistemnya sendiri dalam mitologi dan berkaitan dengan cara
penyampaian pesan atau bahasa yang diterima oleh P2. Meta-langue adalah pesan yang ingin
disampaikan diketahui secara persis oleh P1, tetapi pesan ini belum tentu dapat terlihat secara
eksplisit oleh P2. Oleh karena itu, terdapat perbedaan dalam definisi signifiant dalam bahasa
dan metabahasa. Signifiant dalam bahasa merupakan sebuah bentuk final, sehingga dapat
disebut juga sebagai arti. Referensi yang ada pada signifiant sudah pasti dan tidak dapat
diubah. Sementara itu, signifiant dalam meta-langue merupakan sebuah bentuk dasar dari
sesuatu (la forme). Signifiant ini tidak hanya memiliki satu arti karena berkaitan dengan
pengetahuan, masa lampau, ingatan, ide, keputusan, dan lain-lain, penggunaannya
3


disesuaikan dengan konteks, oleh karena itu dianggap lebih kompleks dan disebut sebagai
forme bukan sebuah arti.
Dalam meta-langue, signifié disebut sebagai konsep, konsep ini tidak bersifat
kompleks. Gabungan bentuk dan konsep ini yang menjadi signe. Hal ini menjadi cara P2
memaknai mitos dan bagaimana mitos tersebut nantinya dianalisis untuk mendapatkan pesan
yang ingin disampaikan.
Lagu terutama lagu-lagu populer menjadi alat yang kerap digunakan untuk
menggambarkan kondisi masyarakat di Prancis pada masa revolusi seksual, salah satunya
penggambaran kondisi seksual. Penggambaran yang diperlihatkan oleh lagu digambarkan
melalui tanda, bukan hal yang sebenarnya. Hal tersebut dilakukan untuk menghindari
kecaman masyarakat karena istilah-istilah maupun penggambaran seksual secara eksplisit
masih dianggap tabu. Salah satu pencipta lagu yang kerap menciptakan lagu dengan tandatanda implisit pada zaman tersebut adalah Serge Gainsbourg. Gainsbourg diakui sebagai
pencipta lagu yang kental dengan unsur seksual serta isu-isu sosial yang berkembang di
Prancis pada masanya. Seperti salah satunya lagu Harley Davidson yang dirilis pertama kali
pada tahun 1967. Lagu yang dinyanyikan oleh Brigitte Bardot ini mengisahkan seorang
perempuan yang tidak peduli dengan apapun dan bersenang-senang saat ia berada di atas
Harley-Davidson. Penggunaan Harley-Davidson sebagai objek utama dalam lagu
memperlihatkan adanya suatu makna lain yang terdapat pada tanda tersebut. Makna lain yang
terdapat pada lagu diduga merupakan penggambaran unsur seksual dan isu sosial pada tahun
1967, yaitu pada saat revolusi seksual atau transformasi masyarakat Prancis secara sosial

maupun seksual.
Berdasarkan permasalahan yang telah dipaparkan di atas, artikel ini akan memaparkan
bagaimana kebebasan seksual direpresentasikan melalui lirik lagu pada lagu Harley
Davidson melalui teori mitos milik Roland Barthes. Oleh karena itu, pada artikel ini penulis
akan melakukan metode deskriptif analitik dengan cara mendeskripsikan fakta-fakta yang
kemudian disusun dengan analisis. Analisis yang didapatkan tidak hanya menguraikan, tetapi
juga memberi pemahaman dan penjelasan secukupnya. (Ratna, 2007).
Makna Denotatif dan Konotatif pada Lirik Lagu Harley Davidson
Judul Harley Davidson merujuk pada sebuah merk motor Amerika Serikat. HarleyDavidson, salah satu merk motor yang paling dikenal di dunia otomotif, terkenal dengan

4

harga yang di atas rata-rata dalam kendaraan beroda dua, ukurannya yang besar, struktur
motor yang kokoh, serta suara motor yang berdebam ketika dinyalakan. Sebelum dijual untuk
khalayak umum, motor Harley digunakan untuk keperluan militer Amerika Serikat pada PD-1
dan 2. Berdasarkan deskripsi tersebut, motor Harley-Davidson jelas memiliki pangsa pembeli
kaum laki-laki. Namun, lagu ciptaan Serge Gainsbourg ini dinyanyikan oleh seorang
penyanyi perempuan, Brigitte Bardot, seorang simbol seks di dunia hiburan Prancis. Dalam
lagu ini, Brigitte Bardot seakan mengagungkan kebahagiaannya secara individu ketika
menaiki Harley-Davidson yang merupakan sebuah kendaraan yang erat dengan citra

maskulin. Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa terdapat pergeseran fungsi HarleyDavidson yang pada umumnya memiliki citra maskulin dalam lagu Harley Davidson.
Bait 1
Je n'ai besoin de personne (Aku tidak butuh siapa pun)
En Harley Davidson (saat di atas Harley Davidson)
Je n'reconnais plus personne (Aku tidak lagi mengenali siapa pun)
En Harley Davidson (saat di atas Harley Davidson)
J'appuie sur le starter (Kunyalakan starter)
Et voici que je quitte la terre (dan pada saat itu aku keluar dari bumi)
J'irai peut-être au Paradis (Mungkin aku akan pergi ke surga)
Mais dans un train d'enfer (Tetapi dalam kereta kecepatan tinggi)
Pada bait pertama, kalimat yang dikandung dalam bait tersebut tidaklah banyak. Jika
dikelompokkan terdapat kalimat: Je n'ai besoin de personne en Harley Davidson; Je
n'reconnais plus personne en Harley Davidson; J'appuie sur le starter et voici que je quitte
la terre; J'irai peut-être au Paradis mais dans un train d'enfer. Bait di atas mengisahkan
tokoh aku, seorang perempuan, mengacu kepada penyanyi yang berjenis kelamin perempuan,
yang hanya memedulikan dirinya saat ia menaiki motor Harley-Davidson. Kemungkinan
besar perilaku tersebut disebabkan oleh kebahagiaannya saat menaiki atau menduduki motor
Harley-Davidson yang dapat digambarkan sebagai laki-laki dengan citra maskulin yang
melekat padanya. Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa perempuan memiliki kuasa
terhadap laki-laki. Kebahagiaannya begitu berlipat ganda dengan penggunaan deskripsi

seakan aku pergi ke surga, tempat kebahagiaan abadi yang mana ia mempunyai kebebasan
penuh tanpa ada intervensi orang lain sehingga ia akan semakin dapat menikmati
kebahagiaannya. Meskipun begitu, perjalanannya tidak berada dalam kecepatan sedang,
tetapi berada dalam kecepatan yang tinggi. Hal tersebut menggambarkan antusiasme
perempuan yang begitu tinggi, karena dapat menduduki laki-laki yang biasanya
mendominasi.
5

Bait 2
Je n'ai besoin de personne (Aku tidak butuh siapa pun)
En Harley Davidson (saat di atas Harley Davidson)
Je n'reconnais plus personne (Aku tidak lagi mengenali siapa pun)
En Harley Davidson (saat di atas Harley Davidson)
Et si je meurs demain (Jika aku meninggal esok)
C'est que tel était mon destin (Itulah takdirku)
Je tiens bien moins à la vie (Aku lebih menghargai mesin dahsyatku)
Qu'à mon terrible engin (daripada kehidupanku)
Pada bait kedua, kalimat yang dikandung dalam bait, jika dikelompokkan terdapat
kalimat: Je n'ai besoin de personne en Harley Davidson; Je n'reconnais plus personne en
Harley Davidson; Et si je meurs demain c'est que tel était mon destin; Je tiens bien moins à

la vie qu'à mon terrible engin. Pengulangan "Je n'ai besoin de personne en Harley Davidson,
Je n'reconnais plus personne en Harley Davidson" mengukuhkan ketidakpedulian tokoh aku
akan orang lain atau masyarakat di sekitarnya. Selain itu, kalimat "Et si je meurs demain c'est
que tel était mon destin" semakin memperlihatkan ketidakpedulian akan pilihan tokoh aku
yang lebih memilih motor yang dikendarai daripada kehidupannya sendiri. Dengan kata lain,
dapat dikatakan bahwa mengendarai atau mendominasi laki-laki merupakan suatu kepuasan
yang bahkan tidak dapat dihentikan oleh kematian. Selanjutnya, lirik "Je tiens bien moins à
la vie qu'à mon terrible engin" memperlihatkan bahwa tokoh aku menganggap laki-laki, yang
ia dominasi, sebagai sebuah engin (mesin) atau sebuah objek. Dengan demikian, dapat
dikatakan bahwa tokoh aku atau perempuan merupakan sebuah subjek yang memiliki suatu
dominasi sehingga membuat oposisi binernya, yaitu laki-laki menjadi pihak yang didominasi
dan menjadi objek.
Bait 3
Je n'ai besoin de personne (Aku tidak butuh siapa pun)
En Harley Davidson (saat di atas Harley Davidson)
Je n'reconnais plus personne (Aku tidak lagi mengenali siapa pun)
En Harley Davidson (saat di atas Harley Davidson)
Quand je sens en chemin (Ketika aku memiliki hasrat berkelana)
Les trépidations de ma machine (getaran mesinku)
Il me monte des désirs (membuatku berhasrat)

Dans le creux de mes reins (di rongga antara kedua pinggulku)
Pada bait ketiga, kalimat yang dikandung dalam bait, jika dikelompokkan terdapat
kalimat: Je n'ai besoin de personne en Harley Davidson; Je n'reconnais plus personne en
Harley Davidson; Quand je sens en chemin, les trépidations de ma machine, il me monte des
6

désirs dans le creux de mes reins. Pengulangan "Je n'ai besoin de personne en Harley
Davidson, Je n'reconnais plus personne en Harley Davidson" untuk ke-3 kalinya dalam
keseluruhan lirik menandakan ada sesuatu yang spesial dari Harley-Davidson atau laki-laki
pada lagu ini. Sesuatu yang khas tersebut diperjelas di kalimat selanjutnya, yaitu "Les
trépidations de ma machine, Il me monte des désirs, Dans le creux de mes reins" yang
memberi informasi bahwa setiap tokoh aku memiliki hasrat untuk berkelana atau
berpetualang, Harley-Davidson akan membuatnya berhasrat di bagian selangkangan atau
pada kemaluannya. Frase Les trépidations menurut Le Robert micro poche (2013) memiliki
makna "être agité de petites secousses fréquentes, d'oscillations rapides" (kocokan yang
terjadi akibat getaran kecil yang sering diproduksi, secara repetitif dan cepat). La trépidations
de ma machine atau getaran dari Harley-Davidson merepresentasikan sesuatu, memberi
kocokan secara sering, repetitif, dan cepat, serta membuat seseorang berhasrat di bagian
selangkangan atau dapat dikatakan sebagai interaksi seksual antara perempuan dan laki-laki.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa lirik tersebut menggambarkan perempuan yang

hasrat seksualnya terpenuhi dengan inisiatifnya sendiri sekaligus menggambarkan
kebertubuhan perempuan. Perempuan tidak dilihat sebagai objek, melainkan suatu makhluk
yang bertubuh, penuh vitalitas, dan mobilitas atau dapat dikatakan sebagai manusia yang
menyeluruh (Montaigne dikutip dalam Sutrisno & Putranto, 2007). Hal tersebut memberi
indikasi bahwa Harley-Davidson atau laki-laki adalah objek yang dapat memuaskan hasrat
seksual tokoh aku sekaligus memperjelas alasan kebahagiaan berlipat dan ketidakpedulian
yang dilakukan tokoh aku dari bait-bait sebelumnya. Dalam lirik juga diperlihatkan bahwa
perempuan mengontrol kebahagiaannya, tidak lagi seperti sebelumnya. Selain itu, lirik lagu
juga memberi pesan bahwa seksualitas juga milik perempuan. Tubuh perempuan bukan lagi
mesin pembuat bayi, melainkan sumber kebahagiaan/kesenangan seksual perempuan.
Bait 4
Je n'ai besoin de personne (Aku tidak butuh siapa pun)
En Harley Davidson (saat di atas Harley Davidson)
Je n'reconnais plus personne (Aku tidak lagi mengenali siapa pun)
En Harley Davidson (saat di atas Harley Davidson)
Je vais à plus de cent (Aku melakukannya lebih dari seratus kali)
Et je me sens à feu et à sang (Aku merasa bersemangat)
Que m'importe de mourir (Bahkan aku tidak peduli jika aku mati)
Les cheveux dans le vent (sementara rambutku melayang bersama angin)
Pada bait ketiga, jika kalimat yang dikandung dalam bait dikelompokkan: Je n'ai
besoin de personne en Harley Davidson; Je n'reconnais plus personne en Harley Davidson;

7

Je vais à plus de cent; Et je me sens à feu et à sang que m'importe de mourir; Les cheveux
dans le vent. Pengulangan "Je n'ai besoin de personne en Harley Davidson, Je n'reconnais
plus personne en Harley Davidson" untuk ke-4 kalinya dalam keseluruhan lirik sekaligus
memperlihatkan bahwa kalimat tersebut adalah pesan inti dari lirik lagu, yaitu kesenangan
berlipat dan kepuasan pribadi ketika mengendarai Harley-Davidson atau mendominasi lakilaki terutama secara seksual. Kesenangan berlipat tersebut diperkuat pada larik "Je vais à
plus de cent" yang memperlihatkan jumlah perjalanan tokoh aku mengendarai HarleyDavidson dengan angka persis, yaitu seratus. Penghargaan atas Harley-Davidson, yang lebih
penting dari kehidupan tokoh aku, kembali diperlihatkan pada kalimat "Et je me sens à feu et
à sang que m'importe de mourir".
Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa Harley-Davidson melambangkan laki-laki
sebagai objek seksual yang memberikan kenikmatan hakiki sehingga tokoh aku lebih
memilih untuk mati daripada kehilangan Harley-Davidson atau laki-laki sebagai objek
seksual miliknya.
Lagu Harley Davidson sebagai representasi kebertubuhan perempuan
Pada lirik lagu, kata Harley Davidson diulang sebanyak 8 kali. Seperti yang telah
dipaparkan pada pembahasan sebelumnya, Harley-Davidson adalah merk motor Amerika
Serikat yang terkenal dengan ukurannya yang besar, struktur motor yang kokoh, serta suara
motor yang unik ketika dinyalakan. Logo Harley-Davidson terdiri atas burung elang dengan
tulisan An American Legend (Legenda Amerika) (Dunleavy, 2014). Harley-Davidson adalah
sinonim dari Amerika. Dengan ciri-ciri tersebut, Harley Davidson kerap dilambangkan
sebagai patriotisme serta simbol kebebasan personal bagi setiap individu atau dapat pula
dikatakan sebagai simbol hasrat akan kebebasan tak terbatas. Selain itu, Harley Davidson
juga kerap dikaitkan sebagai lambang perlawanan dan petualangan dengan berbagai citra
yang dibentuk oleh media (Szymkowska-Bartyzel, 2014).
Orang Amerika, yang biasanya tidak mempunyai ikatan emosional dengan kendaraan
miliknya, memiliki sikap yang berbeda dengan Harley-Davidson. Mereka merawatnya seperti
merawat kuda peliharaan (Yates, 1999). Jika dikaitkan dengan konteks sosial ketika lagu ini
dirilis, yaitu pada saat revolusi seksual yang terjadi pada tahun mulai akhir 1950-an hingga
puncaknya pada tahun 1968, serta melihat makna yang terdapat pada lirik lagu dan juga fakta
bahwa lagu ini pertama kali dinyanyikan oleh penyanyi perempuan, Harley-Davidson dapat
melambangkan penis. Penis adalah organ eksternal laki-laki yang berfungsi sebagai alat
8

seksual dan reproduksi laki-laki. Persamaan makna denotatif dari Harley-Davidson dan penis
adalah fungsinya sebagai alat seksual sekaligus reproduksi yang memproduksi getaran dan
memberikan sensasi tersendiri pada selangkangan perempuan ketika penis berinteraksi
dengan vagina.
"Les trépidations de ma machine
Il me monte des désirs
Dans le creux de mes reins"
BAIT 3
(Ketika aku memiliki hasrat berkelana)
(getaran mesinku)
(membuatku berhasrat)
BAIT 3
Kebijakan pemerintah Prancis akan pelarangan kontrasepsi dan aborsi sejak tahun
1920 hingga pada saat lagu ini dirilis disertai dorongan untuk meningkatkan jumlah kelahiran
penduduk, membuat perempuan tidak lagi memiliki kebebasan dalam hal seksual atau dapat
dikatakan tidak lagi memiliki kebebasan akan tubuhnya. Dengan demikian, lagu Harley
Davidson yang melambangkan penis atau laki-laki secara keseluruhan sebagai HarleyDavidson, berusaha untuk menggambarkan bahwa perempuan berhak akan tubuhnya
sekaligus memiliki kebebasan dalam hal seksual dan dapat mendominasi kaum laki-laki
Pengulangan "Je n'ai besoin de personne en Harley Davidson, Je n'reconnais plus
personne en Harley Davidson" di setiap bait pada lagu Harley Davidson merupakan
gambaran akan dominasi perempuan dalam interaksi seksual dengan laki-laki. Tokoh aku,
atau perempuan, bisa meraih kepuasan dan kebahagiaan seksual tanpa bergantung kepada
orang lain. Ia meraih kebebasan seksualnya dengan usahanya sendiri sekaligus merangkul
ketertubuhannya. Selain itu, digambarkan pula bahwa ia tidak lagi peduli dengan norma
sosial yang berlaku. Ia tidak takut dengan penilaian orang lain.
Selain ketidakpedulian dengan orang lain, ia juga memperlihatkan ketidakpedulian
pada hidup dan matinya. Ia tidak peduli dengan hukuman yang mungkin ia dapatkan atas
perilakunya selama ia dapat bebas dengan tubuhnya dan bebas untuk meraih kesenangan
yang ia mau tanpa merugikan ataupun menguntungkan orang lain, apa yang ia lakukan hanya
untuk dirinya sendiri.

9

Kesimpulan
Kebebasan seksual pada perempuan Prancis pasca Perang Dunia sampai saat lagu ini
dirilis adalah hal yang langka dan jika didapatkan akan memberikan kebahagiaan yang tak
terbatas. Hal tersebut disebabkan oleh kebijakan Pemerintah Prancis yang merugikan
perempuan karena hanya menjadikan mereka sebagai mesin reproduksi hanya untuk uang dan
demografi Prancis. Perempuan tidak mendapatkan kebebasan seksual yang ia mau, sekaligus
kebebasan untuk merangkul ketertubuhannya secara utuh.
Oleh karena itu, banyak karya sastra atau karya populer yang memperjuangkan
kebebasan bagi perempuan salah satunya pada lagu Harley Davidson karya Serge Gainsbourg
yang dinyanyikan oleh Brigitte Bardot. Dalam lagu ini, Harley-Davidson melambangkan
penis atau laki-laki secara keseluruhan yang pada umumnya menjadi pihak yang dominan
pada oposisi binernya, yaitu perempuan. Akan tetapi, peran laki-laki yang dominan
diputarbalikkan pada lagu dengan menjadikan perempuan sebagai sosok yang dominan,
independen, dan tidak peduli pada penilaian orang lain atau norma sosial yang berlaku
dengan menjadikan laki-laki sebagai objek seksual untuk memuaskan hasrat seksualnya. Hal
tersebut memperlihatkan pergeseran nilai atau pergeseran peran perempuan dalam kehidupan
di masyarakat.

Daftar Referensi
Aditya. (2010). Penggambaran rasisme dalam lagu Malik dan C'Facile karya Akli D. Depok:
Universitas Indonesia. Skripsi.
Barthes, R. (1957). Mythologies. Paris: Éditions du Seuil.
Berger, A. (1989). Signs in Contemporary Culture. Salem: Sheffield.
Bourderionnet, O. (2005). La France en 33 tours: Vian, Brassens, Gainsbourg. Un
regard sur la culture française contemporaine à travers la chanson. New Orleans:
Tulane University. Disertasi.
Briggs, J. (2012). Sex and the Girl’s Single: French Popular Music and the Long Sexual
Revolution of the 1960s. Journal of the History of Sexuality 21(3), 523-547.
Texas: University of Texas Press.
Frumkin, G. (1951). Population Changes in Europe Since 1939. Geneva.
10

Gorys Keraf. (1991). Diksi dan Gaya Bahasa. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
Hanley, D. L., Kerr, A. P., Waites, R. H. (1984). Contemporary France: Politics and Society
Since 1945 (2 ed.). Abingdon: Routledge & Kegan Paul.
Hersch, L. (1927). La mortalité causée par la guerre mondiale. Metron: The International
Review of Statistics, 7, 59–62,
Kreisel, C. S. (2008). Between war and revolution: French women and the sexual practices
of
everyday life, 1952-1967. New Jersey: Graduate School-New Brunswick Rutgers, The
State University of New Jersey.
Langer, S. (1942). Philoshophy in a New Key. New York: Mentor.
Matusitz, J. (2010). Semiotics of Music: Analysis of Cui Jian's “Nothing to My Name,” the
Anthem for the Chinese Youths in the Post-Cultural Revolution Era. The Journal of
Popular Culture, 43: 156–175.
Nyoman Kutha Ratna (2007). Teori, Metode, dan Teknik Penelitian Sastra. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar.
Simon, P. (1966). Le Contrôle des naissances, Histoire, Philosophie, Morale. Petite
Bibliothèque Payot, vol. 91. Paris : Éditions Payot
Sutrisno, M., & Putranto, H. (2007). Teori-teori kebudayaan: Editor: Mudji Sutrisno dan
Hendar Putranto. Penerbit Kanisius.
Szymkowska-Bartyzel, J. (2014). Harley-davidson on polish roads: The mythical aspects of
automotive fascination. Ad Americam, 15, 129-140,199. Diakses melalui
http://search.proquest.com/docview/1639369794?accountid=25704.
Tinker, C. (2002). Serge Gainsbourg and le defi american. Modern & Contemporary France,
10:2, 187-196.
Yates, B. (1999). Outlaw Machine: Harley-Davidson and the Search for the American Soul.
New York: Little, Brown.

11

Lampiran
Harley Davidson
(Album, Brigitte Bardot Show 67 oleh Brigitte Bardot - 1967)
Je n'ai besoin de personne
En Harley Davidson
Je n'reconnais plus personne
En Harley Davidson
J'appuie sur le starter
Et voici que je quitte la terre
J'irai peut-être au Paradis
Mais dans un train d'enfer
Je n'ai besoin de personne
En Harley Davidson
Je ne reconnais plus personne
En Harley Davidson
Et si je meurs demain
C'est que tel était mon destin
Je tiens bien moins à la vie
Qu'à mon terrible engin
Je n'ai besoin de personne
En Harley Davidson
Je ne reconnais plus personne
En Harley Davidson
Quand je sens en chemin
Les trépidations de ma machine
Il me monte des désirs
Dans le creux de mes reins
Je n'ai besoin de personne
En Harley Davidson
Je ne reconnais plus personne
En Harley Davidson
Je vais à plus de cent
Et je me sens à feu et à sang
Que m'importe de mourir
Les cheveux dans le vent

12

Biografi Penulis

Novia Riani Putri lahir di Jakarta pada tanggal 29 November 1995. Meskipun lahir di Jakarta,
penulis tumbuh besar dan tinggal di kota Depok. Di kota Depok pula, penulis mengenyam
pendidikan SD, SMP, SMA, hingga pendidikan sarjana S1. Pada saat ini, penulis tercatat
sebagai mahasiswa aktif semester 7 program sarjana strata satu pada Program Studi Prancis,
Universitas Indonesia, Depok, Jawa Barat.
Airin Miranda adalah pengajar program studi Prancis, FIB UI dan merupakan anggota
Departemen Kewilayahan. Minat penelitiannya adalah hubungan antar etnis dan masalah
imigran di Prancis dan Eropa, yang sesuai dengan pengutamaan yang diambilnya saat
menyelesaikan jenjang pendidikan S2 di Prancis di Universitas Paris 7, Denis Diderot.
Sebelumnya, ia menyelesaikan jenjang S1 di Program Studi Prancis Fakultas Sastra UI pada
tahun 2001.

13