Analisis Hujan Pada Hutan Pinus di Taman Hutan Raya Bukit Barisan Tongkoh Kabupaten Karo Berdasarkan Model Keseimbangan Air

TINJAUAN PUSTAKA

  Hutan

  Hutan merupakan kumpulan pepohonan yang tumbuh rapat beserta tumbuh-tumbuhan memanjat dengan bunga yang beraneka warna yang berperan sangat penting bagi kehidupan di bumi ini. Menurut ahli silvika, hutan merupakan suatu pohon-pohon atau vegetasi berkayu yang menempati areal luas. Sedangkan menurut ahli ekologi, hutan dianggap sebagai suatu masyarakat tumbuh-tumbuhan yang dikuasai oleh pohon-pohon dan mempunyai keadaan lingkungan berbeda dengan keadaan di luar hutan (Arief, 2001).

  Berdasarkan jenis pohon-pohon utamanya, Arief (2001) membagi hutan menjadi beberapa jenis, diantaranya:

1. Hutan jati 2.

  Hutan pinus 3. Hutan damar 4. Hutan rasamala 5. Hutan rimba campuran

  Pinus

  Taman Hutan Raya (Tahura) Bukit Barisan merupakan Tahura ketiga di Indonesia yang ditetapkan oleh Presiden dengan Surat Keputusan Presiden R.I.

  No. 48 Tahun 1988 tanggal 19 Nopember 1988 dengan luas ± 51.600 Ha dengan ketinggian 1.430 sampai 2.200 m dpl. Secara geografis terletak diantara 0 1’16"- 1 9’37" Lintang Utara dan 98 12’16" – 98 41’00" Bujur Timur. Tahura Bukit Barisan memiliki sekitar 7 Ha hutan pinus. Curah hujan rata-rata per tahun 2.000 s/d 2.500 mm. Suhu udara minimum 13°C dan maksimum 25°C dengan kelembaban rata-rata berkisar antara 90-100% (Dephut, 2011).

  Klasifikasi tumbuhan pinus menurut Tjitrosoepomo (1996) dalam

2 Anonimous (2012) adalah sebagai berikut :

  Kerajaan : Plantae Divisi : Spermatophyta Anak Divisi : Gymnospermae Kelas : Coniferae atau Coniferinae Bangsa : Pinales Suku : Pinaceae Marga : Pinus Jenis : Pinus merkussi, Pinus sylvestris, Pinus vigra, Pinus monophylla, Pinus insularis, Pinus roxburghai dsb.

  

Pinus merkussi merupakan satu-satunya jenis pinus yang tumbuh asli di

  Indonesia. Pinus merkussi termasuk jenis pohon serbaguna yang terus menerus dikembangkan dan diperluas penanamannya pada masa mendatang untuk penghasil kayu, produksi getah, dan konservasi lahan (Dahlian dan Hartoyo, 1997).

  Di Indonesia, pinus merkussi dapat tumbuh pada ketinggian antara 200 – 2000 mdpl. Pertumbuhan optimal dicapai pada ketinggian antara 400 – 1500 mdpl. Tinggi Pinus merkussi dapat mencapai 20 – 40 m, dengan diameter 100 cm dan dan batang bebas cabang 2 – 23 m. Pinus tidak berbanir, kulit luar kasar berwarna coklat kelabu sampai coklat tua (Khaerudin, 1999).

  Hutan pinus dibangun untuk merehabilitasi hutan-hutan yang gundul, hutan lindung dan hutan produksi. Menurut Adhitya (2010) pengaruh hutan pinus secara umum dapat dibagi berdasarkan parameter hidrologi, antara lain :

  1. Penyerapan oleh tajuk pohon, air ditembus dari tajuk dan aliran air lewat batang tanaman.

  2. Perubahan kadar air tanah dan penambahan air tanah.

  3. Perubahan sifat fisik tanah

  4. Perubahan watak aliran sungai

  5. Serasah pada hutan pinus dapat menambah bahan organik tanah sehingga menurunkan bulk density tanah dan meningkatkan porositasnya.

  Serasah pinus akan terdekomposisi secara alami dalam waktu 8 – 9 tahun. Serasah pinus merupakan serasah daun jarum yang mempunyai kandungan lignin dan ekstraktif tinggi yang bersifat asam, sehingga sulit untuk dirombak oleh mikroorganisme (Mindawati, dkk., 1998).

  Hidrologi dan Model Keseimbangan Air

  Siklus hidrologi adalah konsep dasar dalam kajian hidrologi dan merupakan konsep keseimbangan atau neraca air. Konsep ini mengenal empat fase perubahan zat cair, yaitu penguapan, pencairan, pembekuan, dan penyubliman atau dalam istilah hidrologi mencakup evaporasi dan transpirasi, presipitasi, salju, dan lelehan salju atau kristal es. Tenaga yang digunakan untuk berubah dari fase cair ke gas (evaporasi) dan menggerakkannya ke atmosfer adalah energi radiasi surya. Proses berikutnya adalah pendinginan, kondensasi dan presipitasi, selanjutnya akan diikuti oleh infiltrasi, limpasan permukaan, perkolasi dan kembali ke laut atau badan air yang lain. Proses sirkulasi dan perubahan fase zat cair tersebut dikenal sebagai Siklus Hidrologi (Leosejati, 2009).

  Selama berlangsungnya siklus hidrologi, yakni sepanjang air dari permukaan laut ke atmosfer kemudian ke permukaan tanah dan kembali lagi ke laut yang terus-menerus bersirkulasi, penguapan, presipitasi, dan pengaliran ke luar. Air menguap ke udara dari permukaan tanah dan laut, berubah menjadi awan sesudah melalui beberapa proses dan kemudian jatuh sebagai hujan atau salju ke permukaan laut, sungai atau daratan. Sebelum tiba ke permukaan bumi, tidak semua bagian hujan yang jatuh ke permukaan bumi mencapai permukaan tanah. Sebagian akan tertahan oleh tumbuh-tumbuhan dimana sebagian akan menguap (intersepsi) dan sebagian lagi akan jatuh atau mengalir melalui dahan-dahan (Onrizal, 2005).

  Model diartikan sebagai suatu kerangka analisis yang disederhanakan dari masalah nyata yang umumnya sangat rumit. Sebuah model hanya memusatkan perhatian pada faktor-faktor utama dan hubungan-hubungan yang relevan dari fenomena yang sedang dipelajari. Ada beberapa jenis model, seperti model phisik, diagramatik, dan matematika. Sebuah model matematik akan tersusun atas sebuah atau seperangkat persamaan yang menghubungkan sejumlah variabel yang menjelaskan struktur model. Bentuk persamaan yang dipakai biasanya yang sederhana sehingga relatif mudah mencari solusinya (Mulyono, 1996).

  Menurut Darmadi, dkk., (2004), pemodelan keseimbangan air secara sederhana dapat dituliskan ke dalam persamaan matematik, yaitu: P = ETc + RO + Sm ............................................(1)

  P = curah hujan yang masuk ke dalam tegakan hutan pinus (mm) ETc = evapotranspirasi yang terjadi di dalam tegakan hutan pinus (mm) RO = aliran permukaan tanah yang terjadi di lantai tegakan hutan pinus

  (mm) Sm = simpanan air tanah yang berada di bawah tegakan hutan pinus (mm) Hujan yang masuk ke dalam tegakan hutan pinus tidak semuanya ke lantai hutan di atas permukaan tanah, karena sebagian akan tertahan sebagai air intersepsi. Air hujan yang sampai ke lantai hutan dapat masuk melalui proses

  

throughfall (hujan lolos tajuk) dan stemflow (aliran batang). Air yang lolos dan

  aliran batang yang sampai ke lantai tegakan pinus disebut juga sebagai curah hujan efektif. Penggambaran secara matematik dari proses hujan yang masuk ke dalam tegakan hutan pinus adalah :

  Pe = P – Ic ...........................................................(2) Pe = Tf + Sf .........................................................(3)

  Dimana : P = curah hujan yang masuk ke dalam tegakan hutan pinus (mm) Pe = curah hujan efektif yang jatuh ke dalam tegakan hutan pinus (mm) Ic = intersepsi yang terjadi di tajuk tegakan hutan pinus (mm) Tf = Throughfall (hujan lolos) yang terjadi di dalam tegakan hutan pinus

  (mm) Sf = Stemflow (aliran batang) yang terjadi di dalam tegakan hutan pinus

  (mm)

  Presipitasi

  Presipitasi adalah istilah umum untuk produk-produk kondensasi atmosfer yang mencapai permukaan, misalnya hujan, salju, hujan es batu, dan lapisan es.

  Soemarto (1995) juga menmbahkan bahwa frekwensi pengukuran atau pengamatan curah hujan dapat dilakukan sebanyak: a.

  Sekali dalam sehari, misalnya pada setiap jam 7.00 atau jam 8.00 pagi hari.

  Banyaknya penangkapan hujan diukur dengan gelas pengukur. Air hujan yang terkumpul dalam penampung diukur dengan gelas pengukur. Tinggi hujan dapat dihitung dengan rumus V/A, dimana V adalah volume air tertampung dan A adalah luas permukaan penampung.

  b.

  Sekali dalam seminggu atau sebulan, dilakukan dengan alat pencatat otomatis dengan penggantian kertas setiap miggu atau setiap bulan. Meskipun hanya dilakukan sekali dalam seminggu atau sebulan, tetapi hasil pencatatannya dapat membaca tinggi hujan setiap saat. Jika alat pencatatnya berupa punched

  tape yang dihubungkan dengan komputer di pusat komputer, maka setiap

  selang waktu pendek, data curah hujan dapat disimpan dalam memori komputer.

  Di sekitar alat pengukur hujan sebaiknya ditanami rumput atau kerikil, akan tetapi tidak dianjurkan bila dipasang lantai beton atau sejenisnya karena kemungkina percikan lebih besar. Tinggi penakar hujan hendaknya tidak terlalu tinggi dan juga tidak terlalu rendah yang akan menimbulkan kemungkinan percikan air ke dalam. Ketinggian 1 m dapat dianjurkan untuk digunakan sebagai pedoman (Harto, 1993).

  Proses terjadinya presipitasi diawali ketika sejumlah uap air di atmosfer bergerak ke tempat yang lebih tinggi oleh adanya beda tekanan uap air. Uap air bergerak dari tempat dengan tekanan uap air lebih besar ke tempat dengan tekanan uap air lebih kecil. Uap air yang bergerak ke tempat yang lebih tinggi tersebut pada ketinggian tertentu akan mengalami penjenuhan dan apabila hal ini diikuti dengan terjadinya kondensasi, maka uap air tersebut akan berubah bentuk menjadi butiran-butiran air hujan (Asdak, 2007).

  Tujuan utama setiap metode pengukuran presipitasi adalah untuk mendapatkan contoh yang benar-benar mewakili curah hujan di seluruh kawasan tempat pengukuran dilakukan. Karena itu di dalam memasang suatu penakar presipitasi menurut Seyhan (1990) haruslah dijamin bahwa:

  Percikan tetesan hujan ke dalam dan keluar penampung harus dicegah

  • Kehilangan air dari resevoir oleh penguapan haruslah seminimal mungkin
  • Jika ada, salju haruslah melebur
  • Presipitasi cair, terutama curah hujan biasanya merupakan perhatian yang paling penting bagi pakar hidrologi karena ia bergerak secara cepat melalui hutan dan tanah yang mengawali atau memodifikasi proses-proses hidrologi lainnya, dan menimbulkan aliran sungai. Presipitasi di atas suatu hutan akan berkurang sebelum menyentuh tanah (Lee, 1990).

  Intersepsi

  Penakar-penakar presipitasi biasanya ditempatkan pada tempat terbuka dan dengan demikian tidak mengukur presipitasi yang sampai di tanah di bawah suatu tajuk vegetasi. Bagian presipitasi yang tetap pada permukaan vegetasi disebut intersepsi. Air ini diuapkan kembali dan tidak memberikan pengaruh terhadap kelembaban (Seyhan, 1990).

  Intersepsi air hujan adalah proses ketika air hujan jatuh pada permukaan vegetasi, tertahan beberapa saat, untuk kemudian diuapkan kembali ke atmosfer.

  Proses intersepsi terjadi selama berlangsungnya curah hujan dan setelah hujan berhenti sampai permukaan tajuk vegetasi menjadi kering kembali. Setiap kali hujan jatuh di daerah bervegetasi, ada sebagian air yang tak pernah mencapai permukaan tanah. Air tersebut akan kembali lagi ke udara sebagai air intersepsi tajuk, seresah dan tumbuhan bawah (Asdak, 2007).

  Presipitasi yang jatuh pada suatu tajuk hutan didistribusikan kembali dan berkurang kuantitasnya jika presipitasi bergerak menuju lantai hutan. Jumlah pengurangan (intersepsi tajuk) ditentukan oleh jumlah dan frekwensi presipitasi, dan oleh kapasitas cadangan tajuk dan laju pengeringan. Pengkajian-pengkajian empiris telah menunjukkan bahwa hal tersebut sangat bervariasi, tidak hanya di antara wilayah-wilayah klimatologi dan tipe-tipe hutan, dan dengan kerapatan dan umur tegakan, tetapi juga dengan posisi relatif terhadap batang-batang pohon pada suatu tegakan tertentu. Air yang diintersepsi oleh tajuk-tajuk pohon juga penting secara hidrologi karena menyebabkan pembasahan tanah hutan yang tidak merata, menghambat transpirasi dan mengurangi pengambilan air tanah, berevaporasi secara lebih cepat daripada transpirasi dalam iklim mikro yang sama dan menambah kehilangan penguapan total secara nyata (Lee, 1990).

  Throughfall dan Stemflow Throughfall adalah bagian presipitasi yang jatuh di sela-sela daun tanaman yang tertahan pohon, akan tetapi telah melebihi kapasitas tampungan (interception

  

storage ). Stemflow merupakan bagian air yang mengalir melalui ranting, dahan

dan selanjutnya ke batang pohon dan jatuh ke tanah (Harto, 1993).

  Presipitasi di atas suatu tajuk hutan dapat mencapai lantai hutan dengan dua jalan; langsung jatuh (throughfall) yaitu bagian dari presipitasi yang mencapai lantai secara langsung atau dengan penetesan dari daun dan cabang, dan suatu volume yang kurang nyata, yaitu aliran batang (stemflow), yang menurun sepanjang permukaan-permukaan batang-batang pohon. Kedalaman throughfall bervariasi secara terbalik dengan kerapatan tegakan-tegakan hutan, dan umumnya semakin jarang tegakan hutan maka throughfall akan semakin besar (Lee, 1990).

  Throughfall adalah bagian presipitasi yang mencapai lantai hutan secara

  langsung atau dengan penetesan dari daun, ranting dan cabang; secara kuantitatif

  

throughfall merupakan perbedaan antara presipitasi dan penjumlahan intersepsi

tajuk dan aliran batang (Lee, 1990).

  Aliran batang (stemflow) diperoleh dengan cara langsung dengan cara memasang lempengan seng atau plastik melingkar atau melilit batang pohon agar aliran yang melalui penebangan dan batang tersebut keseluruhannya dapat dialirkan dan ditampung ke dalam bak penampung. Ukuran lebar plastik atau seng yang digunakan adalah 20-30 cm. Pada salah satu sisi plastik atau seng ini dibuat saluran yang akan mengalirkan air yang tertampung tersebut ke bak penampungan. Cara lain yang bisa dilakukan untuk mengukur besarnya aliran batang adalah dengan menggunakan pipa plastik yang dibelah menjadi dua. Salah satu belahan pipa plastik tersebut kemudian dililitkan pada batang pohon. Salah kemudian dilapisi bahan perekat agar aliran air tersebut yakni dari batang bagian atas dapat masuk ke dalam belahan pipa plastik yang dipasang melingkar batang tersebut (Asdak, 2007).

  Evapotranspirasi aktual

  Kehilangan air melalui permukaan teras atau penguapan (evaporasi) dan melalui permukaan tanaman (tranpirasi) disebut evapotranspirasi atau kadang- kadang disebut penggunaan air tanaman (water use). Evapotranspirasi merupakan salah satu komponen keseimbangan air atau menjadi dua komponen bila dipisah menjadi evaporasi dan transpirasi (Guslim, 2009). Raghunath (1983) juga menyatakan bahwa evapotranspirasi atau kebutuhan air tanaman adalah total kehilangan air dari suatu area tanaman yang dikarenakan evaporasi dari tanah dan transpirasi dari tanaman.

  Evaporasi adalah penguapan air dari permukaan air, tanah, dan bentuk permukaan bukan vegetasi lainnya. Sedangkan transpirasi adalah penguapan air dari daun dan dari cabang tanaman melalui pori-pori daun (Asdak, 2007), atau dengan kata lain evaporasi dari permukaan tanaman disebut juga transpirasi.

  Evapotranspirasi akan terjadi jika terpenuhi adanya dua kondisi utama, yaitu faktor energi yang menyebabkan terjadinya evapotranspirasi dan faktor air yang dapat dievapotranspirasikan. Faktor-faktor tersebut ialah radiasi matahari, angin, kelembaban relatif, dan temperatur (Kustamar dan Yulianti, 2009).

  Menurut Kartasapoetra dkk (1994), nilai evapotranspirasi aktual dapat dihitung dengan menggunakan metode Blaney-Criddle yang telah mendapat perubahan dengan rumus sebagai berikut :

  K = Kt x Kc ........................................................ (5) Kt = 0,0311t + 0,240 ........................................... (6)

  Dimana : U = Evapotranspirasi bulanan (mm) P = persentase jam siang bulanan t = suhu rata-rata bulanan (

  C) Kc = koefisien tanaman Daerah-daerah yang bervegetasi seperti hutan, mekanisme kehilangan air yang paling besar bukanlah melalui evaporasi tanah, tetapi melalui transpirasi. Hal ini disebabkan karena penutup vegetasi mengurangi radiasi yang masuk ke dalam hutan sehingga memperendah suhu-suhu udara dan tanah (Seyhan, 1990).

  Infiltrasi Infiltrasi dimaksudkan sebagai proses masuknya air ke permukaan tanah.

  Proses ini merupakan bagian yang sangat penting dalam daur hidrologi maupun dalam proses pengalihragaman hujan menjadi aliran di sungai. Setiap jenis tanah mempunyai laju infiltrasi yang berbeda, yang bervariasi dari yang sangat tinggi sampai sangat rendah. Jenis tanah berpasir umumnya mempunyai laju infiltrasi tinggi, akan tetapi tanah liat sebaliknya, cenderung mempunyai laju infiltrasi rendah (Harto, 1993).

  Sebagian air yang berinfiltrasi ke dalam tanah akan tertahan dalam pori- pori tanah, sebagian akan berperkolasi ke bawah permukaan tanah dan mengalir ke sungai, dan sebagian lagi bergerak ke lapisan yang lebih dalam yang akan menambah simpanan air tanah (Armson, 1977).

  Laju infiltrasi berbeda-beda karena banyak faktor, termasuk kedalaman air pada permukaan, temperatur air dan tanah, susunan dan tekstur tanah dan kadar kelembaban serta kadar garam tanah. Laju infiltrasi berbeda-beda dari suatu tempat ke tempat lain pada suatu lapangan dan juga berbeda menurut waktu (Hansen, dkk., 1979).

  Air berinfiltrasi pada suatu tanah hutan karena pengaruh-pengaruh gravitasi dan gaya tarik kapiler, atau dalam beberapa hal sebagai akibat tekanan yang diciptakan oleh pukulan air pada permukaan. Lahan yang bervegetasi seperti hutan pada umumnya lebih menyerap karena seresah permukaan mengurangi pengaruh-pengaruh pukulan tetesan hujan, dan bahan organik, mikroorganisme serta akar-akar tanaman cenderung meningkatkan porositas tanah dan memantapkan struktur tanah. Laju infiltrasi yang tinggi akan mengurangi besarnya limpasan permukaan (Lee, 1990).

  Seyhan (1990) menyatakan bahwa pada umumnya, tanah-tanah hutan cenderung memiliki laju infiltrasi yang tinggi karena timbunan seresah pada lantai hutan, penetrasi akar ke dalam sistem tanah, dan aktivitas organisme tanah yang lebih tinggi (seperti cacing tanah).

  Suhu

  Suhu adalah derajat panas atau dingin yang diukur berdasarkan skala tertentu. Pada umumnya temperatur udara permukaan cenderung paling tinggi pada garis lintang rendah. Namun kecenderungan ini terganggu oleh adanya pengaruh-pengaruh dari massa air dan tanah, topografi, dan tumbuh-tumbuhan (Linsley, dkk., 1989).

  Menurut Guslim (2009), beberapa faktor yang mempengaruhi penyebaran suhu antara lain:

1. Jumlah radiasi yang diterima per hari, per musim, dan per tahun 2.

  Pengaruh daratan dan lautan 3. Pengaruh altitude 4. Pengaruh dari arah kemiringan 5. Pengaruh angin

  Di dalam hutan, karena adanya tajuk pohon-pohon, persentase terbesar radiasi matahari dipantulkan kembali. Pada kondisi yang ekstrim, hanya 1 % radiasi matahari yang mampu masuk ke dalam hutan. Akibatnya, suhu di dalam hutan tetap lebih rendah daripada di luar hutan. Hal ini menyebabkan evaporasi dari tanah di luar tegakan hutan selalu lebih besar daripada evaporasi dari tanah di dalam tegakan hutan (Seyhan, 1990).

  Air Tanah

  Presipitasi yang masuk ke dalam tanah dan meresap ke lapisan yang di bawahnya disebut air tanah. Banyaknya air yang dapat tertampung di bawah permukaan bergantung pada kesarangan lapisan di bawah tanah. Air tanah adalah air yang menempati rongga-rongga dalam lapisa geologi. Lapisan tanah yang terletak di bawah permukaan air tanah dinamakan daerah jenuh (saturated zone), sedangkan daerah tidak jenuh terletak di atas daerah jenuh sampai ke permukaan tanah, yang rongga-rongganya berisi air dan udara. Karena air tersebut meliputi lengas tanah (soil moisture) dalam daerah perakaran (root zone), maka air mempunyai arti yang sangat penting bagi pertanian, botani dan ilmu tanah

  Pada umumnya hutan menggunakan lebih banyak air (untuk evaporasi dan transpirasi), dan kurang memberikan hasil bagi aliran sungai, dibandingkan tipe- tipe penutup lainnya pada iklim kawasan yang sama. Bila penggunaan air melebihi presipitasi, maka simpanan kadar air tanah menjadi suatu bagian yang negatif pada persamaan keseimbangan air, dan pengeringan tanah yang lebih besar (berkurangnya simpanan) berkaitan dengan penggunaan air yang lebih besar (Lee, 1990).

  Run off (Limpasan)

  Limpasan permukaan (surface flow) adalah bagian dari air hujan yang mengalir dalam bentuk lapisan tipis di atas permukaan tanah. Aliran permukaan disebut juga aliran langsung (direct runoff). Limpasan permukaan dapat terkonsentrasi menuju sungai dalam waktu singkat, sehingga aliran permukaan merupakan penyebab utama terjadinya banjir (Dwi, 2011).

  Menurut Harto (1993) hutan mempunyai peranan sangat penting dalam pengendalian besar limpasan permukaan. Gerakan air tampungan di dalam tanah dipengaruhi oleh ukuran butiran tanah, bahan-bahan organik, serta flora dan fauna tanah. Dengan demikian, maka peran hutan dapat dijelaskan sebagai berikut: a.

  Dalam tanah hutan pertumbuhan fauna tanah baik, serta terdapat lapisan bahan organik sehingga meningkatkan laju infiltrasi b.

  Lapisan sampah hutan (seresah), berfungsi untuk memperkecil kecepatan aliran permukaan c.

  Sistem perakaran yang terjadi karena tumbuh-tumbuhan menyebabkan retak-retak di dalam tanah. Hal ini menyebabkan tanah menjadi gembur,