BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Status Gizi 2.1.1. Pengertian Status Gizi - Hubungan Status Gizi Dengan Prestasi Akademik di SD Negeri 153030 Kacamatan Barus, Kabupaten Tapanuli Tengah

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Status Gizi

2.1.1. Pengertian Status Gizi

  Istilah gizi dapat diartikan sebagai proses dari organisme dalam menggunakan bahan makanan melalui proses pencernaan, penyerapan, transportasi, penyimpanan, metabolisme dan pembuangan, yang dipergunakan untuk pemeliharaan hidup, pertumbuhan fungsi organ tubuh dan produksi (Jellife, 1989).

  Status gizi adalah tingkat kecukupan dan penggunaan satu nutrien atau lebih yang mempengaruhi kesehatan seseorang (Jahari, 1988). Status gizi optimal adalah keseimbangan antara asupan zat gizi dengan kebutuhan zat gizi yang digunakan untuk aktivitas sehari-hari (Coitinho, 1992). Infeksi juga ikut mempengaruhi status gizi. Masalah kurangnya asupan zat gizi dan adanya penyakit infeksi biasanya merupakan penyebab utama (Mahan, 1998).

  Gizi baik merupakan kondisi dimana nutrisi yang menyuplai tenaga seperti protein, lemak, karbohidrat, vitamin, mineral dan air memenuhi keperluan tubuh seseorang. Nutrisi organik yang diperlukan oleh tubuh sesorang termasuk 9 macam asam amino, asam lemak, glukosa, empat macam vitamin larut lemak, 10 macam vitamin larut air, diet serat dan kolin. Bagi nutrisi non organik, termasuk empat macam mineral, 7 macam trace mineral, 3 elektrolit dan ultra trace elemen juga diperlukan dalam diet. Nutrisi yang dibutuhkan oleh tubuh seseorang berbeda mengikut umur dan kondisi fisiologis (Johanna Dwyer, 2012).

  Gizi kurang merupakan kondisi dimana apabila seseorang tidak boleh lagi mempertahankan natural bodily capacities seperti pertumbuhan, resistan terhadap infeksi, penyembuhan dari penyakit, pembelajaran dan juga aktivitas fisik. Sebab utama dari undernutrition adalah kekurangan asupan makanan sewaktu anak yang mencakupi kekurangan ASI. Antara lain adalah penyakit seperti HIV/AIDS, diare, pnemonia dan malaria (UNICEF, 2006).

  Gizi lebih merupakan konsumsi nutrisi dan makanan ke tahap yang membahayakan kesehatan seperti kondisi obesitas, penyakit jantung, diabetes, hipertensi, dan kanker. (Unite for Sight, 2013).

  2.1.2. Status Gizi Anak Sekolah Dasar

  Pada masa sekolah, anak usia 6 – 12 tahun banyak berhubungan dengan orang-orang di luar keluarganya dan berkenalan dengan suasana serta lingkungan baru dalam kehidupannya. Pada usia ini, anak mempunyai banyak aktivitas diluar rumah sehingga terkadang melupakan waktu makan. Selain itu, anak juga sudah aktif memilih makanan yang disukai sehingga dapat mempengaruhi kebiasaan makan mereka dan akhirnya dapat mempengaruhi status gizinya (Moehji, 1992).

  Dengan meningkatnya kebutuhan akan zat gizi pada usia sekolah, misalnya untuk melaksanakan tugas atau berjalan jauh yang membutuhkan energi lebih besar dari pada anak yang lebih muda, akan membuat anak usia sekolah menjadi beresiko tinggi menderita malnutrisi atau kelaparan dibandingkan anak usia 3 – 5 tahun (Rosner, 1990).

  2.1.3. Faktor-faktor yang mempengaruhi Status Gizi

  Menurut Soekirman (2000), faktor-faktor yang mempengaruhi status gizi terdiri dari penyebab langsung dan tidak langsung

1. Penyebab langsung, yaitu : a.

  Asupan Makanan b. Penyebab infeksi yang mungkin diderita

  Timbulnya gizi kurang tidak hanya dikarenakan makanan yang kurang tetapi juga karena penyakit. Anak yang mendapat makanan cukup baik tetapi sering diserang diare atau demam akhirnya dapat menderita kurang gizi. Sebaliknya, anak yang mendapat makanan yang tidak cukup baik, daya tahan tubuhnya dapat melemah. Dalam keadaan demikian mudah terserang infeksi, kurang nafsu makan, dan akhirnya berakibat kurang gizi.

2. Penyebab tidak langsung, yaitu : a.

  Ketahanan pangan keluarga, yaitu kemampuan keluarga untuk memenuhi kebutuhan pangan seluruh anggota dalam jumlah yang cukup dan baik untuk gizinya. Ketahanan pangan keluarga mencakup ketersediaan pangan baik dari hasil produksi sendiri maupun dari sumber lain atau pasar. Harga pangan dan daya beli keluarga serta pengetahuan tentang gizi dan kesehatan.

  b.

  Pola pengasuhan anak meliputi sikap dan perilaku ibu atau pengaruh lain dalam hal kedekatannya dengan anak, memberikan makan, merawat, menjaga kebersihan, memberi kasih sayang dan sebagainya.

  c.

  Pelayanan kesehatan dan sanitasi lingkungan, yaitu akses dan keterjangkauan anak dan keluarga terhadap air bersih dan pelayanan kesehatan yang baik seperti imunisasi, pemeriksaan kehamilan, pertolongan persalinan, penimbangan anak pendidikan kesehatan dan gizi serta sarana kesehatan yang baik. Semakin baik ketersediaan air bersih yang cukup untuk keluarga serta semakin dekat jangkauan keluarga terhadap pelayanan dan sarana kesehatan, ditambah peningkatan pemahaman ibu tentang kesehatan, semakin kecil resiko anak terkena penyakit dan kekurangan gizi.

2.1.4. Cara Penentuan Status Gizi

  Ada beberapa cara melakukan penilaian status gizi pada kelompok masyarakat, salah satunya adalah dengan pengukuran tubuh manusia yang dikenal dengan Antropometri. Dalam pemakaian untuk penilaian status gizi, antropometri disajikan dalam bentuk indeks yang dikaitkan dengan variable lain. Variabel tersebut adalah sebagai berikut : 1.

  Umur Umur sangat memegang peranan dalam penentuan status gizi. Kesalahan penentuan akan menyebabkan interpretasi status gizi yang salah. Hasil penimbangan BB maupun TB yang akurat, menjadi tidak berarti bila tidak disertai dengan penentuan umur yang tepat. Kesalahan yang sering muncul adalah adanya kecenderungan untuk memilih angka yang mudah seperti 1 tahun; 1,5 tahun; 2 tahun. Oleh sebab itu, penentuan umur anak perlu dihitung dengan cermat. Ketentuan yang dipakai yaitu 1 tahun adalah 12 bulan, 1 bulan adalah 30 hari. Bila jumlah hari kurang dari 15, dibulatkan kebawah dan bila jumlah hari lebih dari 15 dibulatkan ke atas (Depkes RI, 2004).

  2. Berat Badan Berat Badan merupakan salah satu ukuran yang memberikan gambaran massa jaringan, termasuk cairan tubuh. Berat badan sangat peka terhadap perubahan yang mendadak baik karena penyakit infeksi maupun konsumsi makanan yang menurun. Berat badan dinyatakan Indeks BB/U (Berat Badan menurut Umur) atau melakukan penilaian dengan melihat perubahan Berat Badan pada saat pengukuran dilakukan, yang dalam penggunaannya memberikan keadaan kini. Berat badan paling banyak digunakan karena hanya memerlukan satu pengukuran, hanya saja tergantung pada ketepatan umur, sehingga kurang dapat menggambarkan kecendrungan perubahan status gizi dari waktu ke waktu (Abunain, 1990).

  3. Tinggi Badan Tinggi badan memberikan gambaran fungsi pertumbuhan yang dilihat dari keadaan kurus kering dan kecil pendek. Tinggi badan sangat baik untuk melihat keadaan gizi masa lalu terutama yang berkaitan dengan keadaan Berat Badan Lahir Rendah dan kurang gizi pada masa balita. Tinggi badan dinyatakan dalam bentuk Indeks TB/U (tinggi badan menurut umur), atau juga indeks BB/TB (Berat Badan Menurut Tinggi Badan). Keadaan indeks ini pada umumnya memberikan gambaran keadaan lingkungan yang tidak baik, kemiskinan dan akibat tidak sehat yang menahun. Selain itu, indeks ini dapat menggambarkan kecenderungan perubahan status gizi dari waktu ke waktu (Depkes RI, 2004).

  Berat badan dan Tinggi badan adalah parameter penting untuk menentukan status kesehatan manusia, khususnya yang berhubungan dengan status gizi. Penggunaan indeks BB/U, TB/U dan BB/TB merupakan indikator status gizi untuk melihat adanya gangguan fungsi pertumbuhan dan komposisi tubuh (Khumaidi, 1994). Berdasarkan baku rujukan antropometri menurut Centers for Disease Control (CDC) tahun 2000 untuk menentukan klasifikasi status gizi digunakan z-score sebagai batas ambang. Penilaian gizi anak-anak di Negara- negara yang populasinya relative baik (well nourished), sebaiknya menggunakan persentile, sedangkan untuk gizi anak-anak di Negara yang populasinya relative kurang (under nourished) lebih baik menggunakan skor simpang baku (SSB) sebagai persen terhadap median baku rujukan (Abunain, 1990).

2.1.5. Metode Penilaian Status Gizi

  Secara umum penilaian status gizi dapat dilihat dengan metode langsung dan tidak langsung (Proverawati, 2010).

  1. Secara langsung Penilaian status gizi secara langsung dapat dibagi menjadi empat penilaian yaitu :

  1.1. Antropometri Secara umum antropometri artinya ukuran tubuh manusia. Ditinjau dari sudut pandang gizi, maka antropometri gizi berhubungan dengan berbagai macam pengukuran dimensi tubuh dan komposisi tubuh dari berbagai tingkat umur dan tingkat gizi. Antropometri digunakan untuk melihat ketidakseimbangan asupan protein dan energi. Ketidakseimbangan ini terlihat pada pola pertumbuhan fisik dan jaringan tubuh seperti lemak, otot, dan jumlah air dalam tubuh. Parameter antropometri merupakan dasar dari penilaian status gizi. Kombinasi antara beberapa parameter disebut indeks antropometri. Beberapa indeks antropometri yang sering digunakan yaitu: a.

  Berat Badan Menurut Umur (BB/U) Berat badan adalah parameter antropometri yang sangat labil. indeks

  BB/U lebih menggambarkan status gizi seseorang saat ini (Current Nutritional Status). b. Tinggi Badan Menurut Umur (TB/U) Tinggi badan merupakan antropometri yang menggambarkan keadaan pertumbuhan skeletal. Pada keadaan normal tinggi badan tumbuh seiring dengan pertambahan umur.

  c.

  Berat badan Menurut Tinggi Badan (BB/TB) Berat badan memiliki hubungan yang linear dengan tinggi badan. Dalam keadaan normal, perkembangan berat badan akan searah dengan pertumbuhan tinggi badan dengan kecepatan tertentu.

  d. Lingkar Lengan Atas Menurut Umur (LLA/U) Lingkar lengan atas memberikan gambaran tentang keadaan jaringan otot dan lapisan lemak bawah kulit. Lingkar lengan atas berkolerasi dengan indeks

  BB/U maupun BB/TB.

  e. Indeks Massa Tubuh (IMT)

  IMT merupakan alat yang sederhana untuk memantau status gizi orang dewasa yang berumur diatas 18 tahun khususnya yang berkaitan dengan kekurangan dan kelebihan berat badan. IMT tidak dapat diterapkan pada bayi, anak, remaja, ibu hamil dan olahragawan. Disamping itu pula IMT tidak bisa diterapkan pada keadaan khusus (penyakit) lainnya, seperti adanya edema, asites dan hepatomegali.

  Rumus perhitungan IMT adalah sebagai berikut:

  IMT = berat badan (kg) / kuadrat tinggi badan (m) Batas ambang IMT ditentukan dengan merujuk ketentuan FAO/WHO, yang membedakan batas ambang untuk laki-laki dan perempuan. Batas ambang normal laki-laki adalah 20,1-25,0 dan untuk perempuan adalah 18,7-23,8. Batas ambang IMT untuk Indonesia, adalah sebagai berikut:

  1. IMT<17,0: keadaan orang tersebut disebut kurus dengan kekurangan berat badan tingkat berat atau Kurang Energi Kronis (KEK) berat.

  2. IMT 17,0-18,4: keadaan orang tersebut disebut kurus dengan Kekurangan berat badan tingkat ringan atau KEK ringan.

  3. IMT 18,5-25,0: keadaan orang tersebut termasuk kategori normal.

  4. IMT 25,1-27,0: keadaan orang tersebut disebut gemuk dengan kelebihan berat badan tingkat ringan.

  5. IMT > 27,0: keadaan orang tersebut disebut gemuk dengan kelebihan berat badan tingkat berat.

  f. Tebal Lemak Bawah Kulit Menurut Umur Pengukuran lemak tubuh melalui pengukuran ketebalan lemak bawah kulit dilakukan pada beberapa bagian tubuh, misalnya pada bagian lengan atas, lengan bawah, di tengah garis ketiak, sisi dada, perut, paha, tempurung lutut, dan pertengahan tungkai bawah.

  g. Rasio Lingkar Pinggang dengan Pinggul Rasio Lingkar Pinggang dengan Pinggul digunakan untuk melihat perubahan metabolisme yang memberikan gambaran tentang pemeriksaan penyakit yang berhubungan dengan perbedaan distribusi lemak tubuh.

  Dari berbagai jenis indeks tersebut di atas, untuk menginterpretasikannya dibutuhkan ambang batas. Ambang batas dapat disajikan kedalam 3 cara yaitu: 1). Persen terhadap Median

  Median adalah nilai tengah dari suatu populasi. Dalam antropometri gizi, median sama dengan persentil 50. Nilai median dinyatakan sama dengan 100% (untuk standar). Setelah itu dihitung persentase terhadap nilai median untuk mendapatkan ambang batas. Contoh pemakaian cara ini adalah pada penentuan status gizi dengan ketentuan Eid Index dengan menggunakan kurva CDC-NCHS 2000.

  2). Persentil Cara lain untuk menentukan ambang batas selain persen terhadap median adalah persentil. Persentil 50 sama dengan Median atau nilai tengah dari jumlah populasi berada diatasnya dan setengahnya berada dibawahnya. NCHS merekomendasikan persentil ke 5 sebagai batas gizi buruk dan kurang, serta persentil 95 sebagai batas gizi lebih dan gizi baik.

  3). Standar Deviasi Unit (SDU) Standar Deviasi Unit disebut juga Z-skor. WHO menyarankan menggunakan cara ini untuk meneliti dan memantau pertumbuhan. Pengukuran

  Skor Simpang Baku (Z-score) dapat diperoleh dengan mengurangi Nilai Individual Subjek (NIS) dengan Nilai Median Baku Rujukan (NMBR) pada umur yang bersangkutan, hasilnya dibagi dengan Nilai Simpang Baku Rujukan (NSBR).

  Jika hasil pengukuran lebih besar dari nilai median, maka NSBR adalah hasil pengurangan +1 SD dengan median. Namun jika hasil pengukuran lebih rendah dibanding median, maka NSBR adalah hasil pengurangan median dengan -1 SD.

  Z-score = (NIS-NMBR) / NSBR

  Kategori BB/U :

  1. Kategori Gizi Buruk, jika z-score < -3,0

  2. Kategori Gizi Kurang, jika z-score > -3,0 s/d z-score < -2,0

  3. Kategori Gizi Baik, jika z-score > -2,0 s/d z-score < 2,0

  4. Kategori Gizi Lebih, jika z-score >2,0 Kategori TB/U :

  1. Kategori Sangat Pendek, jika z-score < -3,0

  2. Kategori Pendek, jika z-score > -3,0 s/d z-score < -2,0

  3. Kategori Normal, jika z-score > -2,0 Kategori BB/TB:

  1. Kategori Sangat Kurus, jika z-score < -3,0

  2. Kategori Kurus, jika z-score > -3,0 s/d Z-score < -2,0

  3. Kategori Normal, jika z-score > -2,0 s/d Z-score < 2,0

  4. Kategori Gemuk, jika z-score > 2,0 1.2.

  Klinis Pemeriksaan klinis adalah metode yang sangat penting untuk menilai status gizi masyarakat. Metode ini didasarkan atas perubahan-perubahan yang terjadi yang dihubungkan dengan ketidakcukupan gizi. Hal ini dapat dilihat pada jaringan epitel seperti kulit, mata, rambut dan mukosa oral atau pada organ-organ yang dekat dengan permukaan tubuh seperti kelenjar tiroid. Metode ini umumnya digunakan untuk survei klinis secara tepat (rapid clinical surveys). Survei ini dirancang untuk mendeteksi secara cepat tanda-tanda klinis umum dari kekurangan salah satu atau lebih zat gizi. Disamping itu, digunakan untuk mengetahui tingkat gizi seseorang dengan melakukan pemeriksaan fisik yaitu tanda (sign) dan gejala (symptom) atau riwayat penyakit.

  1.3. Biokimia Penilaian status gizi dengan biokimia adalah pemeriksaan spesimen yang diuji secara laboratoris yang dilakukan pada berbagai macam jaringan tubuh.

  Jaringan tubuh yang digunakan antara lain darah, urin, tinja dan juga beberapa jaringan tubuh seperti hati dan otot. Metode ini digunakan untuk suatu peringatan bahwa kemungkinan akan terjadi keadaan malnutrisi yang lebih parah lagi. Banyak gejala klinis yang kurang spesifik, maka penentuan kimia faali dapat menolong untuk menentukan kekurangan gizi yang spesifik.

  1.4. Biofisik Penentuan status gizi secara biofisik adalah metode penentuan status gizi dengan melihat kemampuan fungsi (khususnya jaringan) dan melihat perubahan struktur. Umumnya dapat digunakan dalam situasi tertentu seperti kejadian buta senja epidemik (epidemic of night blindness). Cara yang digunakan adalah tes adaptasi gelap.

2. Secara Tidak Langsung

  Penilaian status gizi secara tidak langsung dapat dibagi menjadi tiga (Proverawati, 2010) yaitu :

  2.1. Survei Konsumsi Makanan Survei konsumsi makanan adalah metode penentuan status gizi secara tidak langsung dengan melihat jumlah dan jenis zat gizi yang dikonsumsi.

  Pengumpulan data konsumsi berbagai zat gizi pada masyarakat, keluarga dan individu. Survei ini dapat mengidentifikasikan kelebihan dan kekurangan gizi.

  2.2. Statistik Vital Pengukuran status gizi dengan statistik vital adalah dengan menganalisis data beberapa statistik kesehatan seperti angka kematian berdasarkan umur, angka kesakitan, dan kematian akibat penyebab tertentu dan data lainnya yang berhubungan dengan gizi. Penggunaannya dipertimbangkan sebagai bagian dari indikator tidak langsung pengukuran status gizi masyarakat.

  2.3. Faktor Ekologi Malnutrisi merupakan masalah ekologi sebagai hasil interaksi beberapa faktor fisik, biologis, dan lingkungan budaya. Jumlah makanan yang tersedia sangat tergantung dari keadaan ekologi seperti iklim, tanah, irigasi, dan lain-lain. Pengukuran faktor ekologi dipandang sangat penting untuk mengetahui penyebab malnutrisi.

2.2. Prestasi Belajar

2.2.1. Definisi

  Prestasi belajar adalah merupakan penguasaan pengetahuan dan ketrampilan yang dikembangkan dalam mata pelajaran, lazimnya ditunjukkan dengan nilai tes yang diberikan oleh guru (KBBI, 1993).

2.2.2. Faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi belajar

  Menurut Soematri (1978), Secara garis besar, faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan belajar dapat dibagi menjadi dua bagian besar yaitu faktor internal dan eksternal. Faktor internal merupakan faktor yang berasal dari dalam diri individu itu sendiri terdiri dari faktor biologis dan faktor psikologis sebagai contoh : faktor kesehatan jasmani dan rohani, kecerdasan, daya ingat, kemauan, bakat.

  1. Faktor internal :

  1.1. Faktor biologis a.

  Kandungan sampai lahir, sesudah lahir sudah tentu merupakan hal yang sangat menentukan keberhasilan seseorang.

  b. Kondisi kesehatan fisik yang sehat dan segar sangat mempengaruhi keberhasilan belajar seseorang. Namun demikian didalam menjaga kesehatan fisik ada beberapa hal yang sangat diperlukan diantaranya makan dan minum harus teratur serta memenuhi persyaratan kesehatan, olahraga dan istirahat yang cukup.

  1.2. Faktor psikologis a.

  Intelegensi Intelegensi atau tingkat kecerdasan dasar memang berpengaruh besar terhadap keberhasilan belajar seseorang. Seseorang yang mempunyai intelegensi jauh dibawah normal akan sulit diharapkan untuk mencapai prestasi yang tinggi dalam proses belajar. Sangat perlu dipahami bahwa intelegensi itu bukan merupakan satu-satunya faktor penentu keberhasilan seseorang. Intelegensi itu hanya merupakan salah satu faktor dari sekian banyak faktor. Sebaliknya, seseorang yang intelegensinya tidak seberapa tinggi atau sedang, mungkin saja mencapai prestasi belajar tinggi jika proses belajarnya ditunjang dengan berbagai faktor lain yang memungkinkan untuk mencapai prestasi belajar yang maksimal. b. Kemauan Kemauan dapat dikatakan sebagai faktor utama penentu keberhasilan belajar seseorang. Lebih dari itu, dapat dikatakan kemauan merupakan motor penggerak utama yang menentukan keberhasilan seseorang dalam setiap segi kehidupannya. Bagiamanapun baiknya proses belajar yang dilakukan seseorang hasilnya akan kurang memuaskan jika orang orang tersebut tidak mempunyai kemauan yang keras.

  c. Bakat Bakat memang merupakan salah satu faktor yang dapat menunjang keberhasilan belajar seseorang dalam suatu bidang tertentu. Kegagalan dalam belajar yang sering terjadi sehubungan dengan bakat justru disebabkan seseorang terlalu cepat merasa dirinya tidak berbakat dalam suatu bidang.

  d. Daya ingat Daya ingat sangat mempengaruhi keberhasilan belajar seseorang. Daya ingat dapat didefinisikan sebagai daya jiwa untuk memasukan, menyimpan dan mengeluarkan kembali suatu kesan. Sesuai dengan tahap-tahapnya, daya ingat mempunyai sifat-sifat sebagai berikut :

  1. Sifat cepat atau lambat : menunjukkan lamanya waktu untuk memasukan kesan kedalam pikiran

  2. Sifat setia : kesan-kesan yang masuk dapat disimpan sama persis dengan objek yang sebenarnya

  3. Sifat tahan lama : sifat ini juga dimiliki oleh daya menyimpan yang berarti kesan-kesan yang masuk dapat disimpan dalam waktu yang lama atau tidak mudah lupa 4. Sifat luas : sifat inipun dimiliki oleh daya menyimpan, yang berarti dapat menyimpan kesan dalam jumlah yang benyak

  5. Sifat siap : sifat ini dimiliki oleh daya reproduksi, yang berarti dapat mengeluarkan kembali kesan-kesan yang telah tersimpan didalam pikiran, baik secara lisan maupun secara tertulis, kemampuan mengingat ini dipengaruhi pula oleh daya jiwa yang lain diantaranya adalah kemauan dan daya konsentrasi.

  6. Daya konsentrasi merupakan suatu kemampuan untuk memfokuskan pikiran, perasaan, kemauan dan segenap panca indra ke satu objek didalam satu aktivitas.

  2. Faktor Eksternal Adalah merupakan faktor yang bersumber dari luar individu itu sendiri. Faktor meliputi faktor lingkungan keluarga, faktor lingkungan sekolah, faktor lingkungan masyarakat dan faktor waktu.

  2.1. Faktor lingkungan keluarga Faktor lingkungan rumah atau keluarga ini merupakan lingkungan pertama dan utama dalam menentukan perkembangan pendidikan seseorang.

  Kondisi lingkungan keluarga sangat menentukan keberhasilan belajar seseorang diantaranya ialah adanya hubungan yang harmonis diantara sesama anggota keluarga, tersedianya tempat dan peralatan belajar yang cukup memadai, keadaan ekonomi keluarga yang cukup suasana lingkungan rumah yang cukup tenang, adanya perhatian yang besar dari orang tua terhadap perkembangan proses belajar dan pendidikan anak-anaknya.

  2.2. Faktor lingkungan sekolah Hal mutlak yang harus ada di sekolah untuk menunjang keberhasilan belajar adalah tata tertib dan disiplin yang ditegakkan secara konsekuen dan konsisten. Kondisi lingkungan sekolah yang juga mempengaruhi kondisi belajar antara lain adanya guru yang baik dalam jumlah yang cukup dan memadai sesuai dengan jumlah bidang studi yang ditentukan, peralatan belajar yang cukup lengkap, gedung sekolah yang memenuhi persyaratan bagi berlangsungnya proses belajar yang baik, adanya teman yang baik, adanya keharmonisan hubungan diantara semua personil sekolah.

  2.3. Faktor lingkungan masyarakat Didalam masyarakat ada lingkungan atau tempat tertentu yang dapat menunjang keberhasilan belajar,ada pula lingkungan atau tempat tertentu yang menghambat keberhasilan belajar. Lingkungan atau tempat tertentu yang dapat menunjang keberhasilan belajar diantaranya adalah lembaga-lembaga pendidikan non formal yang melaksanakan kursus-kursus tertentu seperti kursus bahasa inggris dan lain-lain. Lingkungan atau tempat tertentu yang dapat menghambat keberhasilan belajar antara lain adalah tempat hiburan tertentu yang banyak dikunjungi yang mengutamakan kesenangan atau hura-hura seperti diskotik, bioskop dan lain-lain.

  2.4. Faktor waktu Adanya keseimbangan antara kegiatan belajar dan kegiatan yang bersifat hiburan atau rekreasi. Tujuannya agar selain dapat meraih prestasi belajar yang maksimal, siswa dan mahasiswa tidak dihinggapi kejenuhan dan kelelahan pikiran yang berlebihan serta merugikan.