BAB II KONDISI GEOGRAFIS MASYARAKAT KARO DI DESA SURBAKTI - Dinamika Nazareth Musik Tiup Pada Masyarakat Karo Di Desa Surbakti Kecamatan Simpang IV Kabupaten Karo.

BAB II KONDISI GEOGRAFIS MASYARAKAT KARO DI DESA SURBAKTI Pada bab ini dimulai dengan penjelasan singkat mengenai kondisi

  kesenian masyarakat Karo di desa Surbakti. Pembahasan akan dilanjutkan dengan penggunaan musik tiup dan faktor- faktor yang melatar-belakangi penerimaan dan penggunaan musik tiup dalam masyarakat Karo di desa Surbakti.

2.1 Geografis Desa Surbakti

  Desa Surbakti adalah salah satu desa yang masuk ke dalam wilayah Kecamatan Simpang Empat Kabupaten Karo. Berjarak ± 1 km arah barat dari Kantor Camat Simpang Empat, dan berjarak ± 7 Km ke ibu kota kabupaten yaitu kota Kabanjahe, dengan batas-batas sebagai berikut: sebelah Utara berbatasan dengan Desa Perteguhan Kecamatan Simpang Empat, sebelah Selatan berbatasan dengan Desa Lingga Kecamatan Simpang Empat, sebelah Timur berbatasan dengan Desa Ndokum Siroga Kecamatan Simpang Empat, sebelah Barat berbatasan dengan Desa Beganding Kecamatan Simpang Empat (Tim Penyusun RKPDES Surbakti, 2010-2014). Desa Surbakti termasuk ke dalam wilayah dataran tinggi yaitu berada pada ketinggian antara ± 1.000 m s/d 1.300 m diatas permukaan laut. Curah hujan rata-rata per tahun adalah 2.000 mm s/d 3.000 mm, dan suhu temperaturnya adalah 16ºc s/d 27ºc.

  Luas areal desa Surbakti adalah 825 Ha, dengan perincian sebagai berikut

  1. Pertanian/perladangan 595 Ha

  2. Perumahan/pemukiman 10 Ha

  3. Sawah/perikanan 60 Ha

  4. Jalan umum/jalan dusun 100 Ha Dari data tahun 2009-2010, tercatat jumlah penduduk Desa Surbakti sebanyak 2167 jiwa. Yang terdiri atas 1003 jiwa laki-laki dan 1164 jiwa perempuan. Dihitung berdasarkan jumlah Kepala Keluarga (KK), Desa Surbakti dihuni oleh 632 Kepala Keluarga, dimana 90% penduduk Desa Surbakti merupakan Suku Karo dan 10% nya lagi merupakan suku- suku pendatang seperti Jawa, Simalungun,Nias dan Toba.

  2.2 Penduduk Desa Surbakti

  Desa Surbakti adalah salah satu desa tua di kecamatan Simpang Empat di Kabupaten Karo, awal dibentuknya Desa Surbakti atau dalam istilah Karo disebut simanteken kuta adalah bermarga Karo-Karo yang lebih spesifikasi nya lagi Karo-Karo surbakti. Karo-Karo surbakti yang menempati desa Surbakti ini terbagi menjadi 4 bagian wilayah tempat mereka tinggal dalam istilah Karo disebut kesain, yaitu

  1. Kesain Surbakti Rumah Lige

  2. Kesain Surbakti Rumah Suah

  3. Kesain Surbakti Rumah Jahe 4. Kesain Ginting Rumah page/Suka pengulun.

  2.3 Kondisi Umum Masyarakat di Desa Surbakti

  Seperti pada penjelasan di atas Masyarakat di Desa Surbakti mayoritas bersuku Karo dan yang membentuk atau simanteken kuta juga adalah suku Karo sendiri. Seiring perjalanan waktu dan perkembangan zaman, penduduk di Desa Surbakti juga semakin bertambah dengan datangnya suku-suku lain walaupun dalam jumlah yang tidak terlalu besar.

  Masyarakat Karo dikenal sebagai masyarakat yang menganut sistem kekerabatan Patriliniel, seperti halnya yang dianut suku Batak lainnya (Simalungun, Toba, Mandailing, Pakpak/Dairi). Dalam sistem kekerabatan ini, setiap anak yang lahir dalam sebuah keluarga, baik laki-laki maupun perempuan, dengan sendirinya akan mengikuti garis keturunan atau marga dari ayahnya. Dengan demikian yang dapat meneruskan marga atau silsilah ayahnya adalah anak laki-laki. Sehingga apabila seorang anak perempuan menikah, maka anak- anak yang dilahirkannya akan mengikuti marga suaminya. Hal ini yang membuat kedudukan seorang anak laki-laki sangat penting dalam masyarakat Karo.

  Demikian jugalah masyarakat Karo di Desa Surbakti, menganut paham ini dalam sistem kekerabatannya.

  Sistem kekerabatan ini didukung dengan prinsip rakut sitelu yang terdiri dari tiga dasar. Keterkaitan ketiga pancangan ini mengibaratkan kedudukan orang

  • –orang Karo di dalam kebudayaannya, yaitu: senina, anak beru dan kalimbubu.

  Senina adalah orang-orang yang satu kata dalam permusyawaratan adat. Se berarti

  satu, nina berarti kata atau pendapat. Senina juga dapat diartikan sebagai orang yang bersaudara dan memiliki marga yang sama. Anak beru berarti anak perempuan dan dalam kehidupan sehari-hari masyarakat Karo dikenal sebagai kelompok yang mengambil istri dari keluarga(marga) tertentu. Kalimbubu adalah kelompokpemberi dara bagi keluarga(marga)tertentu. Dalam kehidupan sehari- hari sering juga disebut dibata ni idah(Tuhan yang kelihatan), karena kedudukannya sangat dihormati dalam kebudayaan masyarakat Karo.

  Selain itu marga juga adalah suatu dasar penyusunan sistem kekerabatan nya, mereka bisa langsung ertutur(tata cara seseorang berkenalan/berbicara yang berkaitan dengan selsilah dan sistem kekerabatan)diantara mereka. Biasanya apabila seseorang berkenalan dengan pria lain yang ternyata satu marga dengannya, maka diantara kedua orang ini akan terjalin sebuah rasa persaudaraan dengan sendirinya. Marga juga memiliki peranan penting dalam mengatur hubungan kekeluargaan yang di sebabkan perkawinan dan hubungan darah (garis keturunan). Sesuai dengan sistem kekerabatan patriliniel dan prinsip rakut sitelu, maka orang Karo (baik pria maupun wanita) yang se-marga tidak boleh menikah karena mereka memiliki ikatan satu marga. Karena itu seorang pria Karo dianjurkan untuk menikah dengan wanita yang se-beru dengan ibunya ataupun wanita lain dengan beru lain yang tidak sama dengan marga-nya sendiri.

2.3.2 Adat Istiadat

  Dalam kehidupan masyarakat Karo di Desa Surbakti setidaknya ada dua upacara adat yang pasti dilaksanakan oleh sebuah keluarga yaitu, upacara adat pernikahan dan upacara adat kematian. Secara umum orang Karo membagi Upacara kematian ini menjadi 3 yaitu

  1. Cawir metua disebut cawir metua, apabila umur anak yang meninggal sudah lanjut (beranak-cucu, cicit, atau cacah) dan semua anak-anaknya sudah sudah berkeluarga. Inilah kriteria untuk cawir metua. Namun ada kalanya orang yang meninggal itu sudah berusia lanjut, tetapi masih ada anaknya yang belum berkeluarga, maka dalam keadaan demikian bisa dilaksanakan adat cawir metua dengan persetujuan kalimbubu dan anak yang belum kawin tersebut. anak-anaknya sudah berkeluarga(sai utang).

  3. Mate nguda apabila umur yang meninggal dunia masih mud, bisa jadi belum kawin, atau sudah kawin dan anak-anaknya belum semua berkeluarga. Mate

  nguda ini boleh jadi meninggal sebelum berkeluarga atau ketika masih anak-anak.

  Disamping kedua upacara adat tersebut diatas masih ada beberapa upacara-upacara adat lain yang juga dilakukan oleh masyarakat Karo dalam kehidupan mereka yaitu, memasuki rumah baru, adat mereken toktok, ciken

  

,bulang, tudung (upacara penghormatan terhadap orang tua yang usianya sudah

  lanjut usia yang dilakukan oleh sangkep ngeluhnya, adat mesur-mesuri (upacara tujuh bulanan bagi perempuan yang sedang hamil dan mengandung anak pertama) dan acara-acara adat lainnya.

2.3.3. Sistem Religi Sistem religi berarti sistem kepercayaan kepada Tuhan Yang Maha Esa.

  Dalam hal ini masyarakat desa Surbakti uumnya sudah menganut agama tertentu. Walaupun masyarakat Karo biasa diidentikkan dengan agama Kristen akan tetapi ternyata tidak semua masyarakat Karo di desa Surbakti menganut agama Kristen (Protestan atau Katolik). Di antaranya ada juga yang menganut agama lain seperti islam, Hindu dan Buddha meskipun dalam jumlah yang kecil. Selain itu ada juga diantara masyarakat Karo di desa Surbakti ini yang tidak menganut agama tertentu tetapi menganut aliran kepercayan (parmalim) dan aliran kepercayaan lainnya.

  Desa Surbakti saat ini saat ini telah terhubung baik dengan daerah lain melalui jalan desa. Keadaan jalan desa secara umum cukup baik dengan adanya jalan aspal di desa ini. Sarana trasportasi yang paling banyak digunakan warga masyarakat adalah bus umum dan sepeda motor, karena hampir setiap rumah tangga sudah memiliki sepeda motor dan sebagian memiliki mobil.

  Kemudahan akses untuk keluar dari desa merupakan salah satu penunjang bagi masyarakat di desa Surbakti untuk mendapatkan sarana pendidikan yang mereka ingingkan sesuai dengan potensi dan kemampuan secara ekonomi. Berdasarkan pengamatan penulis tingkat pendidikan masyarakat Karo di desa Surbakti sudah tergolong baik. Umunya mereka sudah menikmati Pendidikan sampai tingkat menengah ke atas. Bahkan bagi masyarakat dengan tingkat perekonomian menengah ke atas sudah menganyam pendidikan di perguruan tinggi baik di perguruan tinggi negeri maupun swasta. Selain itu ada juga yang menganyam pendidikan setara diploma (diploma satu atau diploma tiga) di berbagai bidang, seperti misalnya ekonomi atau managemen, komputer, bahasa inggris dan lainnya. Bagi yang tidak melanjutkan pendidikannya ke jenjang perguruan tinggi biasanya akan mencari pekrjaan atau merantau ke luar kota seperti Jakarta, Batam, Pakanbaru dan kota-kota lainnya. Jika dilihat dari jumlah penduduknya maka dapat dituliskan sebagai berikut: tidak tamat SD 150 jiwa, tamat SD 500 jiwa, tamat SMP 475 jiwa, Sarjana 200 jiwa (Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa Surbakti)

2.3.5 Mata Pencarian dan Kondisi Perekonomian

  sudah memiliki akses keluar dengan beberapa kota seperti Berastagi, Kabanjahe, Medan dan juga kota-kota besar lainnya masyarakat desa Surbakti berpeluang untuk mengembangkan usaha di berbagai bidang baik dalam bidang perdagangan, perndidikan, kesehatan dan terutama dalam bidang pertanian. Keadaan ini membuat sistem mata pencarian mereka juga beragam, akan tetapi masyarakat desa surbakti umumnya bematapencaharian sebagai petani. Hal ini didukung oleh keadaan alam dan lahan yang subur dan juga tersedianya lahan yang cukup untuk bercocok tanam, baik itu tanaman muda dan juga tanaman tua. Contoh Tanaman muda yang biasa ditanam oleh para petani di desa surbakti adalah tomat, kol, buncis, kentang, jagung, padi dan lain sebagainya, dan untuk tanaman tuanya para petani di desa Surbakti umumnya menanam tanaman kopi dan jeruk di ladang mereka, dan desa surbakti terkenal dengan tanaman jeruknya yang berbuah manis dan besar. Hasil dari tanaman muda dan tanaman tua ini biasanya dikirim ke kota- kota besar seperti Batam, Bandung, Medan, Jakarta dan kota-kota lainnya.

  Selebihnya ada juga yang bekerja sebagai pedagang yang berjualan di pasar-pasar tradisional dengan berbagai dagangan untuk keperluan sehari-hari.

  Ada yang berjualan kain di pusat-pusat perbelanjaan. Ada jugayang membuka warung atau kede kelontong di rumah mereka. Disamping itu ada juga yang berkerja sebagai karyawan di perusahaan-perusahaan swasta atau pabrik dan sebagian kecil ada juga yang menduduki jabatan-jabatan penting di kantor-kantor pemerintahan walaupun dalam jumlah yang sedikit. Berikut adalah data mata pencaharian masyarakat di desa Surbakti: 870 jiwa adalah petani, 55 jiwa PNS TNI/POLRI, 125 jiwa wiraswasta(pedagang, karyawan dan lain-lain). masyarakat desa Surbakti masih pada tahan menengah ke bawah. Walaupun ada juga kalangan dengan kemampuan ekonomi yang cukup tinggi belum bisa dikatakan tingkat perekonomian di desa surbakti pada tahan menengah ke atas karena jika dilihat dari jumlah keseluruhan kalangan dengan kemampuan ekonomi dilihat dari data statistik maka dapat dituliskan dari 632 Kepala keluarga(KK) sebanyak 150 KK adalah golongan kaya/sejahtera, 305 adalah golongan menengah, dan 177 KK adalah golongan kurang mampu(Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa Surbakti 2010-2014).

2.4 Sistem Kesenian Masyarakat Desa Surbakti

  Kesenian yang paling disukai oleh warga Surbakti dulunya adalah tari- tarian khas adat Karo seperti tari lima serangkai, dikkar(tari pencak silat Karo), namun belakangan ini para pemuda cenderung lebih menyukai musik keyboard dan musik-musik modern lainnya. Kelompok- kelompok kesenian tradisional tampak mulai hilang kegiatannya.

  Dari wawancara penulis dengan bapak Pt.Iswanta Sembiring(pimpinan Nazareth Musik Tiup) sekitar pada tahun 1965 alat-alat musik brash sudah masuk ke desa Surbakti yang dibawa oleh misionaris berkebangsaan Jerman. awalnya alat musik ini digunakan sebagai pengiring ibadah khususnya dalam lembaga gereja GBKP, dan dimainkan oleh para misionaris itu sendiri, yang seiring waktu mereka mengajari warga desa yang sekaligus adalah anggota gereja untuk memainkan alat-alat musik brash tersebut yang terdiri dari terompet, horn, tuba, sopran, alto. Dari sinilah awal cikal bakalnya terbentuk Nazareth Musik Tiup instumentnya dan juga fungsinya.