BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1. KELELAHAN 1.1. Definisi Kelelahan - Pengaruh Aromaterapi Terhadap Penurunan Kelelahan Kerja di Rumah

TINJAUAN PUSTAKA

1. KELELAHAN

1.1. Definisi Kelelahan

  Kelelahan memiliki definisi yang berbeda-beda menurut beberapa ahli, tetapi semuanya berakibat kepada kehilangan efisiensi dan pengurangan kapasitas kerja serta ketahanan tubuh (Tarwaka, 2004). Suma’mur (1989) mengemukakan, kelelahan secara umum ialah gabungan antara kelelahan mental (psikis) yang mempengaruhi pikiran dan perasaan seperti yang disebabkan oleh pekerjaan yang berulang (repetitive) serta stres, dan kelelahan otot/fisik yang mempengaruhi organ-organ tubuh seperti yang disebabkan oleh kerja berat atau sewaktu bekerja dengan menggunakan otot terus-menerus. Grandjean (1992) menyebutkan kelelahan dapat digolongkan dalam dua jenis, yaitu kelelahan otot yang merupakan tremor pada otot/perasaan nyeri pada otot dan kelelahan umum yang merupakan berkurangnya kemauan untuk bekerja yang disebabkan karena intensitas dan lamanya kerja fisik, keadaan lingkungan, sebab-sebab mental, status kesehatan, dan keadaan gizi. Last (1992) dalam Nasution (1998) mengemukakan bahwa kelelahan adalah proses yang merupakan hasil dari perubahan secara fisiologis, psikologis dan mekanis yang terjadi karena melakukan kerja. Tarwaka, Solichul, dan Sudiajeng.L (2004) menyimpulkan bahwa kelelahan adalah suatu sehingga terjadi pemulihan setelah istirahat.

1.2. Faktor Penyebab Terjadinya Kelelahan Akibat Kerja

  Tarwaka (2004) mengatakan bahwa kelelahan dapat disebabkan oleh berbagai faktor, seperti monotoni, kerja otot statis, alat dan sarana kerja yang tidak sesuai dengan antropometri pemakaiannya, stasiun kerja yang tidak ergonomis, sikap paksa dan pengaturan waktu kerja-istirahat yang tidak tepat yang keseluruhan ini biasa terjadi pada akhir jam kerja.

  Grandjean dalam Tarwaka, Solichul, dan Sudiajeng.L (2004) menjelaskan bahwa faktor penyebab terjadinya kelelahan di industri sangat bervariasi, dan untuk memelihara kesehatan dan efisiensi, proses penyegaran harus dilakukan diluar tekanan. Adapun faktor-faktor penyebab kelelahan tersebut, yaitu: a.

  Intensitas dan lamanya kerja fisik dan mental b. Lingkungan c.

   Circadian rhythm d.

  Problem fisik e. Kenyerian dan kondisi kesehatan, dan f. Nutrisi

  Kondisi kerja yang berulang-ulang (repetitive) dapat menimbulkan suasana monoton yang berakumulasi menjadi rasa bosan, dimana rasa bosan itu sendiri dikategorikan sebagai kelelahan. Pembebanan otot secara statis dalam nyeri otot, tulang, dan tendon yang diakibatkan karena jenis pekerjaan yang bersifat berulang atau repetitive. Suasana kerja dengan otot statis dapat menyebabkan aliran darah menurun, sehingga asam laktat terakumulasi dan merngakibatkan kelelahan otot lokal (Eko Nurmianto, 2004).

  Faktor psikologis juga memainkan peranan besar dalam menimbulkan kelelahan. Seringkali pekerja-pekerja tidak mengerjakan apapun juga, tetapi mereka merasa lelah (Suma’mur P.K., 1996). Sebabnya ialah adanya tanggung jawab, kecemasan dan konflik. Anoraga (2009) mengemukakan bahwa kelelahan pada umumnya ditimbulkan oleh pelaksanaan dan kegiatan yang tidak menarik, monoton dan berulang-ulang (repetitif). Green (1992) menambahkan bahwa kelelahan dapat juga disebabkan oleh faktor psikologis seperti: konflik-konflik mental, monotomi pekerjaan, bekerja karena keadaan terpaksa, dan pekerjaan yang bertumpuk-tumpuk.

1.3. Gejala Kelelahan

  Gambaran mengenai gejala kelelahan (fatigue symptoms) secara subyekif dan obyektif antara lain : perasaan lesu, ngantuk dan pusing, tidak / berkurangnya konsentrasi, berkurangnya tingkat kewaspadaan, persepsi yang buruk dan lambat, tidak ada/berkurangnya gairah untuk bekerja, menurunnya kinerja jasmani dan rohani (A.M. Sugeng Budiono, 2003).

  Gejala-gejala atau perasaan-perasaan yang ada hubungannya dengan kelelahan yaitu (Suma’mur P.K., 1996): badan merasa lelah, kaki merasa berat, menguap, merasa kacau pikiran, mengantuk, merasa ada beban pada mata, kaku dan canggung dalam gerakan, tidak seimbang dalam berdiri, dan merasa ingin berbaring. 2) Pelemahan motivasi ditandai dengan gejala: lelah berbicara, menjadi gugup, tidak dapat berkonsentrasi, tidak dapat mempunyai perhatian terhadap sesuatu/memusatkan perhatian, cenderung untuk lupa, tidak tekun dalam pekerjaannya, kurang kepercayaan, cemas terhadap sesuatu, tidak dapat mengontrol sikap, dan tidak dapat tekun dalam bekerja. 3) Pelemahan fisik ditandai dengan gejala: sakit kepala, kekakuan di bahu, merasa nyeri di punggung, merasa pernapasan tertekan, tremor pada anggota badan, merasa kurang sehat, haus, suara serak, spasme dari kelopak mata, dan merasa pening.

1.4. Macam Kelelahan

  Menurut Suma’mur P.K. (1996), kelelahan dapat dibedakan menjadi 2 macam:

  1.Kelelahan Umum Gejala utama kelelahan umum adalah perasaan letih yang luar biasa dan terasa aneh. Semua aktivitas menjadi terganggu dan terhambat karena timbulnya gejala kelelahan tersebut. Tidak adanya gairah untuk bekerja baik secara fisik maupun psikis, segalanya terasa berat dan merasa ngantuk (A.M. Sugeng Budiono, 2003). Perasaan adanya kelelahan umum adalah ditandai dengan mental, kelelahan urat saraf, stres, dan perasaan malas bekerja (Eko Nurmianto, 2003). Sebab–sebab kelelahan umum adalah monotoni, intensitas dan lamanya kerja, mental dan fisik, keadaan lingkungan, sebab–sebab mental seperti tanggung jawab, kekhawatiran dan konflik serta penyakit. Pengaruh-pengaruh ini berkumpul di dalam tubuh dan mengakibatkan perasaan lelah (Suma’mur P.K., 1996).

  2.Kelelahan Otot Fenomena berkurangnya kinerja otot setelah terjadinya tekanan melalui fisik untuk suatu waktu disebut kelelahan otot secara fisiologi, dan gejala yang ditunjukan tidak hanya berupa berkurangnya tekanan fisik, namun juga pada makin rendahnya gerakan. Pada akhirnya kelelahan fisik ini dapat menyebabkan sejumlah hal yang kurang menguntungkan seperti: melemahnya kemampuan tenaga kerja dalam melakukan pekerjaannya dan meningkatnya kesalahan dalam melakukan kegiatan kerja, sehingga dapat mempengaruhi produktivitas kerjanya. Gejala Kelelahan otot dapat terlihat pada gejala yang tampak dari luar atau

  external signs (AM Sugeng Budiono, 2003)

  Derajat beratnya beban kerja tidak hanya tergantung pada jumlah kalori yang dikonsumsi, akan tetapi juga bergantung pada jumlah otot yang terlibat pada pembebanan otot statis. Sejumlah konsumsi energi tertentu akan lebih berat jika hanya ditunjang oleh sejumlah kecil otot relative terhadap sejumlah besar otot (Eko Nurmianto, 2003). Dalam suasana kerja statis, aliran darah menurun, samping itu juga dikarenakan beban otot yang tidak merata pada sejumlah jaringan tertentu yang pada akhirnya akan mempengaruhi kinerja seseorang (Eko Nurmianto, 2003).

1.5. Cara Mengurangi Kelelahan

  Kelelahan dapat dikurangi dengan berbagai cara yang ditujukan kepada keadaan umum dan lingkungan fisik di tempat kerja, misalnya dengan pengaturan jam kerja, pemberian kesempatan istirahat yang tepat. Selain itu, penerapan ergonomi juga sangat membantu, monotoni dan tegangan dapat dikurangi dengan penggunaan warna serta dekorasi pada lingkungan kerja. Demikian pula organisasi proses produksi yang tepat, selanjutnya usaha ditujukan kepada kebisingan, tekanan panas, pengudaraan dan penerangan yang baik (Suma’mur P.K., 1996).

  Winter (1983), Green (1992), Suma’mur (1994), Setyawati (1994), Payne (1995), Silaban (1996), Nasution (1998), Jhonson & Tulin (2001) dalam Laurina (2002) mengemukakan beberapa cara untuk mengatasi kelelahan yaitu: dengan pemberian waktu istirahat, pengaturan shift kerja, memberi waktu libur, rekreasi, penyuluhan cara kerja yang efektif dan efisien, penerapan ergonomi, organisasi proses produksi yang tepat, lingkungan kerja yang tidak membosankan, dekorasi ruangan yang lembut, pencahayaan yang adekuat, suhu ruangan yang nyaman, jauh dari kebisingan, pemberi musik pengiring kerja, olahraga yang teratur, nutri yang tepat, relaksasi, ataupun pemberian insentif/penggajian yang tepat. mengatasi memburuknya kondisi kerja akibat faktor kelelahan pada tenaga kerja disarankan agar: 1) Memperkenalkan perubahan pada rancangan produk 2) Merubah metode kerja menjadi lebih efisien dan efektif 3) Menerapkan penggunaan peralatan dan piranti kerja yang memenuhi standar ergonomi 4) Menjadwalkan waktu istirahat yang cukup bagi seorang tenaga kerja 5) Menciptakan suasana lingkungan kerja yang sehat, aman, dan nyaman bagi tenaga kerja 6) Melakukan pengujian dan evaluasi kinerja tenaga kerja secara periodik 7) Menerapkan sasaran produktivitas kerja berdasarkan pendekatan manusiawi dan fleksibilitas yang tinggi.

  Serta di tambahkan oleh Nurmianto (2004) dengan memberikan waktu istirahat yang cukup.

  Menurut Tarwaka, Solichul, dan Sudiajeng.L (2004), cara mengatasi kelelahan, yaitu: a.

  Menyesuaikan kapasitas kerja fisik b. Menyesuaikan kapasitas kerja mental c. Meredesain stasiun kerja ergonomis d. Sikap kerja alamiah e. Bekerja lebih dinamis Bekerja lebih bervariasi g.

  Meredesain lingkungan kerja h. Mereorganisasi kerja i. Memperhatikan kebutuhan kalori seimbang j. Beristirahat setiap 2 jam kerja dengan sedikit kudapan

1.6. Pengukuran Kelelahan

  Menurut Grandjean (1992) dalam Tarwaka, Solichul, dan Sudiajeng.L (2004), metode pengukuran kelelahan dapat dikelompokkan ke dalam beberapa kelompok sebagai berikut:

  1.6.1. Kualitas dan kuantitas kerja yang dilakukan

  Kualitas output dalam metode ini digambarkan sebagai jumlah proses kerja atau proses operasi yang dilakukan oleh setiap unit. Sedangkan kuantitas

  

output nya ialah frekuensi kecelakaan, kerusakan produk, atau penolakan produk

  dapat menggambarkan terjadinya kelelahan. Namun faktor ini bukanlah merupakan faktor penyebab karena masih banyak faktor yang harus dipertimbangkan kembali seperti, target produksi, faktor sosial, dan perilaku psikologis dalam bekerja.

  1.6.2. Uji psiko-motor ( psychomotor test)

  Metode ini melibatkan fungsi persepsi, interpretasi dan reaksi motor. Salah satu cara yang dapat digunakan adalah dengan pengukuran waktu reaksi. Waktu saat kesadaran atau dilaksanakan kegiatan. Ini dapat dilakukan dengan menggunakan nyala lampu, denting suara, sentuhan kulit atau goyangan badan.

  Terjadinya pemanjangan waktu reaksi merupakan petunjuk adanya perlambatan pada proses faal syaraf dan otot.

  1.6.3. Uji hilangnya kelipan ( flicker-fusion test)

  Kondisi yang lelah, membuat kemampuan tenaga kerja untuk melihat kelipan akan berkurang. Semakin lelah akan semakin panjang waktu yang diperlukan untuk jarak antara dua kelipan. Metode ini juga dapat digunakan untuk menunjukkan keadaan kewaspadaan tenaga kerja.

  

1.6.4. Perasaan kelelahan subjektif ( subjective feelings of fatigue)

  Salah satu cara yang dapat dilakukan untuk mengukur kelelahan adalah dengan cara mengajukan beberapa pertanyaan mengenai gejala-gejala atau perasaan-perasaan yang secara subjektif dirasakan oleh responden. Metode pengukuran kelelahan yang dapat digunakan adalah kuesioner yang dikeluarkan oleh Industrial Fatigue Research Committee (IFRC) Jepang yang disebut dengan

  

Subjective Self Rating Test (SSRT) dimana berisi sejumlah pertanyaan yang

  berhubungan dengan gejala-gejala kelelahan. Ini merupakan salah satu kuisioner yang dapat untuk mengukur kelelahan subjektif yang dibuat tahun 1967.

  Kuesioner ini terdiri dari 30 gejala kelelahan yang disusun dalam bentuk daftar pertanyaan. 10 aitem pertama mengindikasikan adanya pelemahan aktifitas, 10 fisik, yang terdiri dari: 1)

  Perasaan berat di kepala 16) Mudah lupa

  10) Ingin berbaring

  Salah satu alat yang dapat digunakan adalah Bourdon Wiersma Test, dimana alat

  Pada metode ini konsentrasi merupakan salah satu pendekatan yang dapat digunakan untuk menguji ketelitian dan kecepatan menyelesaikan pekerjaan.

  Sulit memusatkan perhatian 30) Merasa kurang sehat

  29) Tremor pada anggota badan 15)

  14) Tidak berkonsentrasi

  Gugup 28) Spasme di kelopak mata

  27) Merasa pening 13)

  12) Lelah untuk berbicara

  Susah berfikir 26) Suara serak

  25) Haus 11)

  Berdiri tidak stabil 24) Sesak nafas

  2) Lelah seluruh badan

  23) Nyeri di punggung 9)

  8) Gerakan canggung dan kaku

  Ada beban pada mata 22) Kaku di bahu

  21) Sakit di kepala 7)

  6) Mengantuk

  Pikiran kacau 20) Tidak tekun dalam pekerjaan

  19) Sulit mengontrol sikap 5)

  4) Menguap

  Berat di kaki 18) Merasa cemas

  17) Kepercayaan diri berkurang 3)

1.6.5. Uji mental

  konsentrasi seseorang. Namun demikian, alat tes ini lebih tepat digunakan untuk mengukur kelelahan akibat aktivitas atau pekerjaan yang lebih bersifat mental.

2. AROMATERAPI

2.1. Definisi Aromaterapi

  Aromaterapi berasal dari dua kata, yaitu aroma dan terapi. Aroma berarti bau harum atau bau-bauan dan terapi berarti pengobatan. Jadi aromaterapi adalah salah satu cara pengobatan penyakit dengan menggunakan bau-bauan yang umumnya berasal dari tumbuh-tumbuhan serta berbau harum dan enak yang disebut dengan minyak atsiri (Agusta, 2000). Hal serupa juga diutarakan oleh Watt & Janca (2008) yang menyebutkan bahwa aromaterapi adalah terapi yang menggunakan minyak esensial yang dinilai dapat membantu mengurangi bahkan mengatasi gangguan psikologis dan gangguan rasa nyaman seperti cemas, depresi, dan nyeri. Selain itu, Koensoemardiyah (2009) mengatakan aromaterapi merupakan suatu metode yang menggunakan minyak atsiri sebagai komponen utama untuk meningkatkan kesehatan fisik dan juga mempengaruhi kesehatan emosi seseorang. Aromaterapi adalah terapi yang menggunakan essential oil atau sari minyak murni untuk membantu memperbaiki atau menjaga kesehatan, membangkitkan semangat, menyegarkan serta membangkitkan jiwa raga (Hutasoit, 2002).

  Koensoemardiyah (2009) dan Agusta (2000) mengatakan bahwa ada banyak jenis-jenis tanaman yang dapat dijadikan sebagai minyak atsiri untuk aromaterapi. Beberapa diantaranya yang dapat menurunkan tingkat kelelahan kerja, yaitu:

  1. Akar wangi. Berkhasiat untuk melemaskan dan menyegarkan pikiran dan tubuh, meningkatkan sirkulasi darah, menenangkan, menstabilkan emosi, dan membantu mengatasi stres.

  2. Lavender. Berfungsi untuk meringankan nyeri otot dan sakit kepala, membangkitkan kesehatan, menurunkan ketegangan, stres, kejang otot, serta dapat digunakan untuk meningkatkan imunitas.

  3. Cengkih. Bermanfaat untuk meringankan nyeri, otot dan atritis, mengatasi kegelisahan mental, menyehatkan dan memperkuat ingatan.

  4. Mawar. Bermanfaat untuk memperbaiki kondisi kulit, meringankan stres, serta antidepresan.

  5. Merica hitam. Bermanfaat untuk menyembuhkan infeksi, meningkatkan sirkulasi darah, menghangatkan otot yang kejang dan sendi yang kaku, serta meningkatkan energi.

  6. Clary sage. Bermanfaat untuk melemaskan otot, menurunkan stres, menimbulkan perasaan tenang dan senang, dan salah satu relaksan yang sangat kuat dalam aromaterapi. pada otot.

  8. Jasmin. Bermanfaat untuk menghilangkan ketegangan, kegelisahan, dan dapat membentuk perasaan optimis, senang dan bahagia, serta menghilangkan kelesuan.

  9. Jeruk nipis. Bersifat sebagai pembangkit tenaga dan dapat menjernihkan pikiran.

  10. Jinten manis. Bermanfaat untuk menimbulkan perasaan senang dan gembira sehingga cocok digunakan untuk relaksasi atau melemaskan dan menyeimbangkan emosi.

  11. Kayu manis. Bermanfaat untuk menghangatkan dan menyembuhkan otot yang kejang dan juga mengurangi nyeri sendi.

  12. Kenanga. Bermanfaat sangat kuat untuk merelaksasi badan dan pikiran serta menurunkan tekanan darah.

2.3. Manfaat Aromaterapi

  Aroma yang terkandung dalam minyak esensial dapat menimbulkan rasa tenang akan merangsang daerah di otak untuk memulihkan daya ingat, mengurangi kecemasan, depresi, dan stres (Buckle, 2003). Kelebihan nyata dari emosional, intelektual, spiritual, dan estetika hidup (Primadiati, 2002).

  Jaelani (2009) juga menegaskan bahwa salah satu efektivitas kandungan kimia dalam minyak esensial dapat mempengaruhi aktivitas fungsi kerja otak melalui sistem saraf yang berhubungan dengan indera penciuman. Respon ini akan merangsang peningkatan aktivitas neutrotransmiter, yaitu berkaitan dengan pemulihan kondisi psikologis (seperti emosi, perasaan, pikiran, dan keinginan).

  Salah satu manfaat dari pemberian aromaterapi adalah untuk menurunkan kadar stres dan kelelahan pada seseorang. Perpaduan jenis minyak atsiri berupa minyak lavender, minyak bergamot, dan minyak geraminium rose dapat menimbulkan suasana relaks dan keseimbangan emosional sehingga tercipta suasana tenteram dan bahagia (Koensoemardiyah, 2009).

  Agusta (2000) menyebutkan bahwa aromaterapi dapat bermanfaat untuk mengatasi berbagai masalah fisik seperti pegal, sakit kepala, diabetes, kelelahan, rematik, migrain, radang sendi, dan sebagainya. Selain itu, masalah mental dan psikologis seperti aprodisiak, depresi, stres, dan insomnia juga dapat di atasi dengan pemberian aromaterapi.

  Menurut Schilcher (dalam Price.S & Price.L, 1997), minyak esensial memiliki kemampuan antiinflamasi, antiseptik, perangsang selera makan, karminatif, koleretik, perangsang sirkulasi, deodoran, ekspektoran, hiperemik, insektisida, sedatif, pengatur keseimbangan, dan penghasil energi. Benson (dalam Price.S & Price. L, 1997) mengatakan bahwa respon relaksasi dapat dipicu lewat saja, aromaterapi.

  Manfaat Aromaterapi yang menggunakan minyak lavender dipercaya dapat memberikan efek relaksasi bagi saraf dan otot-otot yang tegang (carminative) setelah lelah beraktivitas. Bau-bauan dapat memberikan peringatan pada kita akan adanya bahaya dan juga dapat memberikan efek relaksasi. Tubuh dikatakan dalam keadaan relaksasi apabila otot-otot di tubuh kita dalam keadaan tidak tegang. Bagi orang yang sehari-harinya melaksanakan berbagai kesibukan dengan tingkat kelelahan dan stres yang tinggi serta kurangnya waktu yang dapat digunakan untuk beristirahat dan berwisata, aromaterapi dengan menggunakan teknik inhalasi aroma minyak lavender dapat diterapkan selain karena manfaat- manfaat aromaterapi lavender yang sangat sesuai dengan kebutuhan, waktu yang diperlukan untuk melakukan teknik tersebut juga tidak banyak (Dewi dalam penelitian Aromaterapi Lavender sebagai Media Relaksasi).

2.4. Cara Penggunaan Aromaterapi

  Terapi aroma dapat digunakan dalam beberapa cara yaitu melalui:

a. Inhalasi

  Inhalasi merupakan salah satu cara yang diperkenalkan dalam penggunaan metode terapi aroma yang paling simpel dan cepat. Inhalasi juga merupakan metode yang paling tua dalam penggunaan aromaterapi. Aromaterapi masuk dari dialirkan ke pembuluh darah melalui alveoli (Buckle, 2003).

  Inhalasi sama dengan penciuman, dimana dapat dengan mudah merangsang olfactory setiap kali bernafas dan tidak akan mengganggu pernafasan normal apabila mencium bau yang berbeda dari minyak esensial (Alexander,2001). Aroma dapat memberikan efek yang cepat dan kadang hanya dengan memikirkan baunya dapat memberikan bau yang nyata. Bau cepat memberikan efek terhadap fisik maupun psikologis (Buckle, 2003).

  Cara inhalasi biasanya diperuntukkan untuk individu, yaitu dengan menggunakan cara inhalasi langsung. Namun, cara inhalasi juga dapat digunakan secara bersamaan. Metode ini disebut inhalasi tidak langsung. Adapun cara penggunaan aromaterapi secara langsung menurut Buckle (2003), yaitu:

  1) Tissue, dengan meneteskan 1-5 tetes minyak esensial kemudian dihirup 5- 10 menit oleh individu.

  2) Steam, dengan menambahkan1-5 tetes minyak esensial kedalam alat steam atau penguapan yang telah diisi air dan digunakan selama sekitar 10 menit.

  Selain penggunaan aromaterapi secara langsung, pemberian aromaterapi secara tidak langsung juga dapat dilakukan menurut Departement of Health (2007), yaitu dengan cara:

  1) Menambahkan 1-5 tetes minyak esensial ke dalam alat pemanas yang telah berisi air, kemudian letakkan di tempat yang aman. Ini dapat berfungsi sebagai pengharum ruangan atau penyegar ruangan.

  Menambahkan 2-5 tetes minyak aromaterapi dalam vaporizer dengan 20mL air untuk dapat menghasilkan uap air yang ditempatkan diatas peralatan listrik sebagai alat penguap.

  b. Pijat

  Teknik pijat merupakan teknik yang paling umum. Melalui pemijatan, daya penyembuhan yang terkandung oleh minyak esensial bisa menembus melalui kulit dan dibawa ke dalam tubuh, mempengaruhi jaringan internal dan organ- organ tubuh. Minyak esensial baru dapat digunakan setelah dilarutkan dengan minyak dasar karena minyak esensial sangat berbahaya bila diaplikasikan langsung ke kulit dalam bentuk minyak yang murni (Departement of Health, 2007). Terapi aroma yang digunakan dengan cara pijat, merupakan cara yang digemari. Dalam penggunaannya dibutuhkan 2 tetes minyak esensial ditambah 1mL minyak pijat (Hutasoit, 2002).

  c. Kompres

  Penggunaan terapi aroma melalui kompres hanya memerlukan sedikit minyak aromaterapi. Kompres hangat dengan minyak terapi aroma dapat digunakan untuk menurunkan nyeri punggung dan nyeri perut (Depratement of Health , 2007).

  Berendam merupakan cara lain yang dapat digunakan dengan aromaterapi. Dengan cara ini, efek minyak esensial yang diteteskan ke dalam air hangat akan membuai perasaan, menghilangkan pegal-pegal, dan juga memberikan efek merangsang (Hadibroto & Alam, 2001). Minyak esensial yang dibutuhkan untuk berendam ialah sekitar 5-8 tetes minyak esensial yang telah dipilih (Hutasoid, 2002).

  Dari berbagai cara tersebut, cara yang tertua, termudah, dan tercepat yang dapat diaplikasikan adalah aromaterapi inhalasi (Bharkatiya dkk, 2008).

2.5. Cara Kerja Aromaterapi Melalui Inhalasi

  Menurut Dr. Alan Huck, bau berpengaruh langsung terhadap otak manusia, mirip narkotika. Ternyata hidung kita memiliki kemampuan untuk membedakan lebih dari 100.000 bau yang berbeda yang mempengaruhi kita dan itu terjadi tanpa kita sadari. Bau-bauan tersebut masuk ke hidung dan berhubungan dengan silia. Reseptor di silia mengubah bau tersebut menjadi impuls listrik yang dipancarkan ke otak dan mempengaruhi bagian otak yang berkaitan dengan mood (suasana hati), emosi, ingatan, dan pembelajaran (Tara, 2005).

  Buckle (2003) menjelaskan bahwa saat minyak esensial dihirup, molekul bau yang terkandung dalam minyak esensial lavender diterima oleh olfactory

  

ephitelium . Setelah diterima di olfactory ephitelium, molekul bau ditransmisikan sebagai suatu pesan ke pusat penghirup yang terletak di bagian belakang hidung. menghantarkannya ke susunan saraf pusat (SSP) yang selanjutnya dihantarkan menuju sistem limbik otak.

  Sistem limbik otak merupakan tempat penyimpanan memori, pengaturan suasana hati, emosi senang, marah, kepribadian, orientasi seksual, dan tingkah laku. Pada sistem limbik, molekul bau akan dihantarkan menuju hipothalamus untuk diterjemahkan. Di hipothalamus, seluruh unsur pada minyak esensial merangsang hipothalamus untuk menghasilkan Corticotropin Releasing Factor (CRF). Proses selanjutnya yaitu CRF merangsang kelenjar pituitary untuk meningkatkan produksi Proopioidmelanocortin (POMC) sehingga produksi

  enkephalin oleh medulla adrenal meningkat. Kelenjar pituitary juga menghasilkan

endorphin sebagai neurotransmiter yang mempengaruhi suasana hati menjadi

  rileks (Buckle, 2003).

  Selain itu, kandungan linalool asetat sebagai komposisi utama dalam minyak esensial lavender dinilai mampu mengendurkan dan melemaskan sistem kerja saraf dan otot-otot yang tegang dengan cara menurunkan kerja dari saraf simpatis saat seseorang mengalami kecemasan (Rahayu dkk, 2007). Saraf simpatis yang membawa serabut saraf vasokonstriksor akan mengalami penurunan kinerja saat linalool asetat masuk ke dalam tubuh melalui inhalasi. Kondisi ini juga mengakibatkan menurunnya produksi epinefrin yang dikeluarkan oleh ujung- ujung saraf vasokonstriksor sehingga gejala kecemasan mengalami penurunan bahkan tidak dirasakan lagi.

  Kelelahan merupakan proses yang terakumulasi dari berbagai faktor penyebab yang mendatangkan ketegangan (stres) yang dialami oleh tubuh manusia. Kelelahan akibat kerja sering kali diartikan sebagai menurunnya efisiensi, performansi kerja dan berkurangnya kekuatan / ketahanan fisik tubuh untuk terus melanjutkan yang harus dilakukan (Wignjosoebroto,2000). Kelelahan kerja ditandai oleh adanya perasaan lelah, output menurun, dan kondisi fisiologis yang dihasilkan dari aktivitas terus menerus (Anastesi, 1993). Perasaan adanya kelelahan juga ditandai dengan berbagai kondisi antara lain kelelahan visual, kelelahan seluruh tubuh, kelelahan mental, kelelahan urat saraf, perasaan malas bekerja, dan stres (Eko Nurmianto, 2003). Stres cukup berpengaruh terhadap kelelahan individu yang dapat dilihat dari reaksi emosional (mudah marah dan emosi tidak terkontrol), reaksi perubahan kebiasaan (merokok atau menggunakan obat-obatan terlarang), dan perubahan fisiologis. Perubahan fisiologis akibat stres seperti menegangnya otot dibagian kepala dan leher, susah tidur (insomnia), menurunnya daya tahan tubuh, jantung, dan gangguan fisiologis lainnya (Tarwaka, 2004). Kelelahan menunjukkan kondisi yang berbeda-beda dari setiap individu, tetapi semuanya bermuara pada kehilangan efisiensi dan penurunan kapasitas kerja serta ketahanan tubuh (Tarwaka, 2004).

  Salah satu cara yang dapat dilakukan untuk mengatasi kelelahan adalah dengan relaksasi. Relaksasi juga merupakan salah satu strategi yang dapat digunakan untuk mengurangi dampak stres terhadap kelelahan (Lahey, 2007). Menurut pendapat Cormier dan Cormier, 1985 (Abimanyu dan Manrihu, 1996) menjadikan orang itu sadar tentang perasaan-perasaan tegang. Salah satu cara relaksasi yang dapat dilakukan ialah dengan pemberian aromaterapi. Benson (dalam Price.S & Price. L, 1997) mengatakan bahwa respon relaksasi dapat dipicu lewat banyak cara, salah satunya dengan aromaterapi. Senada dengan itu, Mackinnon (2004) mengatakan bahwa manfaat aromaterapi adalah untuk meningkatkan keadaan fisik dan psikologis sehingga menjadi lebih baik dengan menggunakan minyak esensial. Selain itu, manfaat Aromaterapi dipercaya dapat memberikan efek relaksasi bagi saraf dan otot-otot yang tegang (carminative) setelah lelah beraktivitas (Dewi dalam penelitian Aromaterapi Lavender sebagai Media Relaksasi ).

  Koensoemardiyah (2009) mengatakan, aromaterapi merupakan suatu metode yang menggunakan minyak atsiri sebagai komponen utama untuk meningkatkan kesehatan fisik dan juga mempengaruhi kesehatan emosi seseorang. Sejalan dengan ini, penelitian Matsumoto yang berjudul “Does lavender

  

aromatherapy alleviate premenstrual emotional symptoms?” didapat hasil bahwa

  ternyata aromaterapi lavender terbukti menunjukkan adanya potensi sebagai terapi untuk menurunkan symptom emosi.

  Penelitian lainnya adalah dari Ferguson, dkk (2012) yang berjudul “effect

  

of lavender aromatherapy on acute stressed horses” . Hasil dari penelitian ini

  adalah bahwa secara signifikan aromaterapi lavender dapat menurunkan HR (detak jantung) setelah adanya respon stres pada seseorang. Hal ini sesuai dengan salah satu manfaat dari pemberian aromaterapi yaitu untuk menurunkan kadar tubuh yang mencapai kapasitas maksimum dapat menimbulkan kelelahan pada otot maupun mental. Untuk mengembalikan kesegaran tersebut diperlukan minyak asiri yang dapat melemaskan otot, menyegarkan pikiran, dan meningkatkan energi dalam tubuh. Chien, dkk (2012) melakukan penelitian yang berjudul “the effect of

  

lavender aromatherapy on autonomic nervous system in midlife women with

insomnia” dan mendapatkan hasil bahwa aromaterapi lavender dapat

  meningkatkan kualitas tidur. Dimana tidur merupakan cara untuk dapat memulihkan kondisi setelah lelah beraktivitas.

  Dalam penggunaannya, aromaterapi dapat diberikan melalui beberapa cara, antara lain inhalasi, berendam, pijat, dan kompres. Dari keempat cara tersebut, cara yang tertua, termudah, dan tercepat diaplikasikan adalah aromaterapi inhalasi (Bharkatiya, 2008). Inhalasi merupakan salah satu cara yang diperkenalkan dalam penggunaan metode terapi aroma yang paling simpel, cepat, serta merupakan metode yang paling tua dalam penggunaan aromaterapi (Buckle, 2003). Bau-bauan dari aromaterapi yang dilakukan dengan cara inhalasi akan masuk ke hidung dan berhubungan dengan silia. Reseptor di silia mengubah bau tersebut menjadi impuls listrik yang dipancarkan ke otak dan mempengaruhi bagian otak yang berkaitan dengan mood (suasana hati), emosi, ingatan, dan pembelajaran (Tara, 2005).

  Hipotesa dalam penelitian ini adalah ada pengaruh aromaterapi terhadap penurunan kelelahan kerja di Rumah Mode Widuri.

Dokumen yang terkait

Pengaruh Aromaterapi Terhadap Penurunan Kelelahan Kerja di Rumah

10 81 94

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kelelahan Kerja 2.1.1 Pengertian Kelelahan Kerja - Perbedaan Tingkat Kelelahan Kerja Berdasarkan Kebiasaan Sarapan pada Pekerja Kurir Pengiriman Barang JNE di Kota Medan Tahun 2015

0 0 21

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kualitas Kehidupan Kerja 1. Pengertian Kualitas Kehidupan Kerja - Pengaruh Bullying di Tempat Kerja Terhadap Kualitas Kehidupan Kerja

0 1 18

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Persepsi 1. Definisi persepsi - Gambaran Persepsi Mahasiswa USU Terhadap Pola-Pola E-Learning

0 0 16

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kinerja 2.1.1 Definisi Kinerja - Pengaruh Motivasi dan Lingkungan Kerja Terhadap Kinerja Perawat Pelaksana di Rumah Sakit Bhayangkara Tingkat II Medan

0 1 37

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Waktu Kerja - Hubungan Shift Kerja Dengan Terjadinya Kelelahan Pada Security Sun Plaza Medan Tahun 2015

0 0 19

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kelelahan Kerja 2.1.1. Pengertian Kelelahan - Pengaruh Fasilitas Kerja Terhadap Sikap Kerja dan Kelelahan pada Pekerja Bagian Penggorengan Industri Rumah Tangga Keripik Singkong di Kabupaten Aceh Besar

0 0 22

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang - Pengaruh Fasilitas Kerja Terhadap Sikap Kerja dan Kelelahan pada Pekerja Bagian Penggorengan Industri Rumah Tangga Keripik Singkong di Kabupaten Aceh Besar

0 2 8

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Rumah Sakit - Laporan Praktik Kerja Profesi Apoteker Farmasi Rumah Sakit di Rumah Sakit Umum Daerah dr. Pirngadi Kota Medan

0 0 25

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Aromaterapi 1. Pengertian Aromaterapi - Manfaat Aromaterapi Lavender Terhadap Pengendalian Nyeri Persalinan Kala I di Klinik Sumiariani Kecamatan Medan Johor Tahun 2014

0 5 19