TINGKAT ASUPAN ENERGI, PROTEIN, KEBIASAAN MAKAN PAGI DAN PRESTASI BELAJAR SISWA SMP NEGERI 7 KENDARI

TINGKAT ASUPAN ENERGI, PROTEIN, KEBIASAAN
MAKAN PAGI DAN PRESTASI BELAJAR
SISWA SMP NEGERI 7 KENDARI
1)

Laode Muhamad Sety1) Darisman Paeha2)
Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Halu Oleo Kendari
2)
Epid Community FKM- UHO Kendari
Email : setydinkes@yahoo.co.id

Abstract: The Level Of Energy, Protein Intake, Breakfast Habbit And The Studying
Achievement On Student Of Junior High School 7 Kendari. Studying achievement is one of
indicator to asses quality of a child. Based on the percentage of examination passing, in 2012/2013,
junior high school 7 Kendari was the school which had the lowest percentage of examination passing
for 72,73%. The big amount of student who had not required the minimum passing criteria yet of
disciplines was being indicator showed that syudying achievement of student in junior high school 7
Kendari had not maximal yet. This research aimed to understand the relationship of level of energy,
protein intake and habbit of breakfast to the studying achievement on student in junior high school 7
Kendari. This research was analytic survey with cross sectional study design. Population of the study
was student of class VII and class VIII for 290 students. The sampel size of this research was 72

students consist of 39 students of class VII and 33 students of class VIII whon was taken by
proportional stratified random sampling. The result of this research showed that 2 observed variables
had significant relation to the studying achievement of student in junior high school 7 Kendari namely
the level of energy intake (X2counted = 7,957, RØ=0,360) and breakfast habbit (X2counted = 4,860, RØ =
0,289). The level of protein intake didn’t showed a significant relation to the studying achievement
(X2counted = 2,276) of student in junior high school 7 Kendari, Kendari city.
Keywords: The level of energy intake, the level of protein intake, breakfast habbit, studying
achievement
Abstrak: Tingkat Asupan Energi, Protein, Kebiasaan Makan Pagi Dan Prestasi Belajar Siswa
SMP Negeri 7 Kendari. Prestasi belajar merupakan salah satu indikator untuk menilai kualitas
seorang anak. Ditinjau dari persentase kelulusannya, untuk tahun ajaran 2012/2013 SMP Negeri 7
Kendari merupakan Sekolah Menengah Pertama dengan persentase kelulusan terendah hanya sebesar
72,73%. Masih banyaknya siswa yang nilainya tidak memenuhi Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM)
mata pelajaran juga merupakan salah satu indikator yang menunjukkan bahwa prestasi belajar siswa di
SMP Negeri 7 Kendari masih belum maksimal. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui
hubungan tingkat asupan energi, protein dan kebiasaan makan pagi dengan prestasi belajar siswa SMP
Negeri 7 Kendari Kota Kendari. Penelitian ini merupakan penelitian survei analitik dengan desain
cross sectional study. Populasi adalah seluruh siswa kelas VII dan kelas VIII sebanyak 290 siswa.
Besar sampel dalam penelitian ini berjumlah 72 siswa yang terdiri dari 39 siswa kelas VII dan 33
siswa kelas VIII yang diperoleh dengan menggunakan teknik penarikan sampel proportional stratified

random sampling. Hasil penelitian yang diperoleh menunjukkan 2 variabel yang diteliti memiliki
hubungan dengan prestasi belajar siswa SMP Negeri 7 Kendari yaitu tingkat asupan energi
(X2hitung=7,957, RØ=0,360) dan kebiasaan makan pagi (X 2hitung=4,860, RØ=0,289). Tingkat asupan
protein tidak menunjukkan hubungan yang bermakna dengan prestasi belajar (X 2hitung=2,276) siswa
SMP Negeri 7 Kendari Kota Kendari.
Kata Kunci: Tingkat Asupan Energi, Tingkat Asupan Protein, Kebiasaan Makan Pagi, Prestasi
Belajar

Kemajuan dan kemandirian suatu
bangsa terwujud apabila kualitas sumber daya
manusia tumbuh dengan baik. Oleh karena itu
dalam Millenium Development Goals (MDGs),
mewujudkan pendidikan dasar untuk semua

ditetapkan sebagai tujuan kedua dalam rangka
meningkatkan pembangunan bangsa dan
kualitas sumber daya manusia Indonesia yang
masih rendah (Indrawati, 2005). Pendidikan dan
kesehatan dua hal yang saling berhubungan.


333

334 Jurnal Kesehatan, Volume IV, Nomor 2,Oktober 2013, hlm 333-343

Tingkat Pendidikan dapat mempengaruhi perilaku kesehatan seseorang melalui
perubahan pengetahuannya. Pendidikan yang
rendah juga merupakan salah satu penyebab
rendahnya derajat kesehatan masyarakat, serta
menurunnya kualitas sumber daya manusia
Indonesia (Surya, 2003).
Anak sekolah perlu mendapat perhatian
yang sungguh-sungguh karena berada pada
masa pertumbuhan yang cepat dan aktif. Data
Riskesdas tahun 2010, sekitar 70% anak
sekolah kurang mendapat asumsi energi yang
dibutuhkan. Anak sekolah juga mengkonsumsi
protein kurang dari yang dibutuhkan.
Persentase kurang protein kira-kira 80%.
Asupan gizi yang kurang mengakibatkan
penyerapan ilmu selama sekolah tidak

maksimal. susah konsentrasi, cenderung malas,
sering menguap, dan tidak kreatif mencari
pemecahan masalah(Sediaoetama, 2006).
Prestasi belajar merupakan gambaran
keberhasilan murid dalam belajar. Faktor
kesehatan yang dapat mempengaruhi prestasi
belajar anak terkait dengan tingkat konsumsi
pangan dan pola makan anak yang dapat
mempengaruhi kecukupan zat gizinya (energy
dan protein). (Almatsier, 2009).
Pola makan anak yang juga dapat
mempengaruhi prestasi belajarnya antara lain
kebiasaan makan pagi. Sarapan pagi dengan
gizi seimbang, sangat penting dalam hal
pemenuhan kebutuhan energi anak sebelum
melakukan aktivitasnya di sekolah. (Sintha,
2001).
Salah
satu
indikator

untuk
menggambarkan tingkat prestasi siswa atau
keberhasilan suatu lembaga pendidikan adalah
dengan melihat tingkat persentase kelulusan
siswa dalam ujian nasional, (Indrawati, 2005).
Data yang diperoleh dari Dinas
Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Sulawesi
Tenggara menunjukkan bahwa daerah dengan
tingkat kelulusan SMP dan sederajat paling
tinggi untuk tahun ajaran 2011/2012 adalah
Kabupaten Wakatobi dan Kabupaten Buton
Utara yakni masing-masing sebesar 100%, dan
terendah adalah Kota Kendari yang hanya
mencapai 97,40% .
Di Kota Kendari sendiri,
sekolah
dengan persentase kelulusan terendah dalam
tahun ajaran 2012/2013 yaitu SMP Negeri 7
Kendari dengan persentase kelulusan hanya
sebesar 72,73%.


Tujuan Umum penelitian ini diketahuinya hubungan tingkat asupan energi,
protein dan kebiasaan makan pagi dengan
prestasi belajar siswa SMP Negeri 7 Kendari
Kota Kendari tahun 2013.
Tujuan khususnya, 1) diketahuinya hubungan tingkat asupan energi dengan prestasi
belajar siswa SMP Negeri 7 Kendari Kota
Kendari tahun 2013, 2) diketahuinya hubungan
tingkat asupan protein dengan prestasi belajar
siswa SMP Negeri 7 Kendari Kota Kendari
tahun 2013 (3) diketahuinya hubungan
kebiasaan makan pagi dengan prestasi belajar
siswa SMP Negeri 7 Kendari Kota Kendari
tahun 2013.
METODE
Jenis penelitian ini adalah survei
analitik dengan desain cross sectional study.
Penelitian dilaksanakan bulan Juni 2013
bertempat di SMP Negeri 7 Kendari Kota
Kendari.

Populasi dalam penelitian ini adalah
siswa kelas VII dan kelas VIII SMP Negeri 7
Kendari sebanyak 290 siswa. Kelas IX tidak
dijadikan populasi karena telah mengikuti ujian
nasional dan dianggap telah lulus dari SMP
Negeri 7 Kendari. Sampel adalah sebagian atau
wakil dari siswa kelas VII dan VIII yang
terpilih sebagai sampel yakni 72 orang Teknik
penarikan sampel dalam penelitian ini
menggunakan proportional stratified random
sampling. Rumus sampel digunakan:

Keterangan:
N
N
Z1-α/2
P
d

: besar sampel minimum

: besar populasi (290)
: nilai sebaran normal baku
yang besarnya tergantung tingkat
kepercayaan (TK 95% = 1,96)
: proporsi pada populasi (0,5)
: besar penyimpangan yang bisa
diterima (0,1) (Riyanto, 2011).

Sety, Tingkat Asupan Energi, Protein, Kebiasaan Makan Pagi dan Prestasi Belajar 335

Tabel 1. Distribusi Sampel
Jenjang
Kelas

VII

Jml
Populasi
Per
Jenjang

Kelas

157

Jumlah
Sampel
Per
Jenjang
Kelas

39

VIII

133

33

Total


290

72

Kelas

VII-A
VII-B
VII-C
VII-D
VII-E
VIII-A
VIII-B
VIII-C
VIII-D
VIII-E

Tabel 2.
Jumlah
Populasi

kelas

Jumlah
sampel
kelas

33
32
31
31
30
30
29
26
24
24
290

8
8
8
8
7
7
7
7
6
6
72

Variabel penelitian terdiri dari variabel
independen yakni tingkat asupan energi, protein
dan kebiasaan makan pagi, dan variabel
dependen yakni prestasi belajar.
Instrumen penelitian yang digunakan
adalah kuesioner untuk mengetahui tingkat
asupan energi, protein dan kebiasaan makan
pagi. Insttrumen lainnya adalah sendok, gelas,
piring dan timbangan untuk mengkonversi
jumlah makanan/minuman yang dikonsumsi ke
dalam ukuran rumah tangga (URT). Selain itu,
digunakan DKBM (Daftar Komposisi Bahan
Makanan) dan tabel AKG (Angka Kecukupan
Gizi) serta kalkulator dan komputer untuk
pengolahan dan analisis datanya. penentuan
tingkat asupan energi dan protein dilakukan
dengan menggunakan metode recall 2x24 jam
Analisis data univariat dan bivariat dengan
uji Chi Square dengan tingkat signifikan
(α=0,05) dan dilanjutkan dengan uji keeratan
hubungan menggunakan koefisien phi (Ø)

Distribusi Responden Menurut
Prestasi Belajar di SMP Negeri 7
Kendari.

Prestasi
Belajar

Jumlah
(n)

Persen
(%)

Baik

40

55,6

Buruk

32

44,4

Total

72

100

Sumber: Data Primer, Juli 2013
Tabel 2, menunjukkan bahwa dari 72
responden, sebagian besar memiliki prestasi
belajar yang baik yakni 40 orang (55,6%), dan
hanya sebagian kecil yang memiliki prestasi
belajar buruk yakni 32 orang (44,4%).
2. Tingkat Asupan Energi
Tingkat
asupan
energi
adalah
banyaknya asupan makanan dan minuman yang
dikonsumsi siswa yang mengandung energi.
Tingkat asupan energi merupakan hasil konversi jumlah makanan dan/atau minuman
sumber energi dengan Daftar Komposisi Bahan
Makanan (DKBM)/Tabel Komposisi Pangan
Indonesia (TKPI) tahun 2009 selanjutnya diban
dingkan dengan jumlah asupan energi harian
yang dianjurkan oleh WKNPG tahun 2004.
Distribusi responden menurut tingkat
asupan energi, dapat dilihat pada tabel 3:
Tabel 3. Distribusi Responden Menurut
Tingkat Asupan Energi di SMP
Negeri 7 Kendari.

HASIL DAN PEMBAHASAN
HASIL
Analisis Univariat
1. Prestasi Belajar
Prestasi belajar adalah penguasaan
pengetahuan
atau
keterampilan
yang
dikembangkan oleh mata pelajaran, lazimnya
ditunjukkan dengan nilai tes atau angka nilai
yang diberikan oleh guru (Hasbullah, 2000).
Distribusi responden menurut prestasi
belajar dapat dilihat pada tabel berikut:

Tingkat Asupan
Energi

Jumlah
(n)

Cukup
37
Kurang
35
Total
72
Sumber: Data Primer, Juli 2013

Persen
(%)
51,4
48,6
100

Tabel 3, menunjukkan dari 72
responden, sebagian besar responden memiliki
tingkat asupan energi cukup yakni 37 orang
(51,4%), dan hanya sebagian kecil yang
memiliki tingkat asupan energi kurang yakni 35
orang (48,6%).

336 Jurnal Kesehatan, Volume IV, Nomor 2,Oktober 2013, hlm 333-343

3. Tingkat Asupan Protein
Tingkat asupan protein adalah
banyaknya asupan makanan dan minuman yang
dikonsumsi yang mengandung protein. Tingkat
asupan protein merupakan hasil konversi
jumlah makanan dan/atau minuman sumber
protein dengan Daftar Komposisi Bahan
Makanan (DKBM)/Tabel Komposisi Pangan
Indonesia (TKPI) tahun 2009 selanjutnya diban
dingkan dengan jumlah asupan protein harian
yang dianjurkan oleh WKNPG tahun 2004.
Distribusi responden menurut tingkat
asupan protein dapat dilihat pada tabel 4:
Tabel 4. Distribusi Responden Menurut
Tingkat Asupan Protein di SMP
Negeri 7 Kendari.
Tingkat Asupan
Protein

Jumlah
(n)

Persen
(%)

Tabel 5, menunjukkan bahwa dari 72
responden, sebagian besar responden tidak
memiliki kebiasaan makan pagi yakni 45 orang
(62,5%), hanya sebagian kecil yang memiliki
kebiasaan makan pagi yakni 27 orang (37,5%).
Analisis Bivariat
1. Hubungan Tingkat Asupan Energi
dengan Prestasi Belajar Siswa SMP
Negeri 7 Kendari
Tabel 6. Hubungan Tingkat Asupan Energi
dengan Prestasi Belajar Siswa SMP
Negeri 7 Kendari
Prestasi Belajar
Tingkat
Asupan
Energi

Jumlah
Buruk
n

%

Baik
n

%

X2
hit

n

Ρ-V

R
Ø

%

Kurang

22 62,9 13 37,1

35 100

Cukup

10 27 27

37 100

7,95 0,005 0,360

Cukup
Kurang

26
46

36,1
63,9

Total

72

100

Tabel 4, menunjukkan dari 72
responden, sebagian besar responden memiliki
tingkat asupan protein kurang yakni 46 orang
(63,9%), dan hanya sebagian kecil yang
memiliki tingkat asupan protein cukup yakni 26
orang (36,1).
4.

Kebiasaan Makan Pagi

Distribusi responden menurut kebiasaan
makan pagi di SMP Negeri 7 Kendari Kota
Kendari, dapat dilihat pada tabel 5:
Tabel 5. Distribusi Responden Menurut
Kebiasaan Makan Pagi di SMP
Negeri 7 Kendari.

Kebiasaan Makan
Pagi

Jumlah
(n)

Persen
(%)

Ya

27

37,5

Tidak

45

62,5

Total

72

100

Sumber: Data Primer, Juli 2013

Total

32

73

44,4 40 55,6 72

100

Sumber: Data Primer, Juli 2013
Berdasarkan tabel 6, diketahui dari 35
responden (100%) yang memiliki tingkat
asupan energi kurang, terdapat lebih banyak
responden yang memiliki prestasi belajar buruk
dengan jumlah 22 responden (62,9%) daripada
responden yang memiliki prestasi belajar baik
dengan jumlah 13 responden (37,1%). Dari 37
responden (100%) yang memiliki tingkat
asupan energi cukup, terdapat lebih banyak
responden yang memiliki prestasi belajar baik
dengan jumlah 27 responden (73%) daripada
responden yang memiliki prestasi belajar buruk
dengan jumlah 10 responden (27%).
Berdasarkan analisis Chi-Square (X2),
diperoleh hasil X2hitung = 7,957 dan ρValue =
0,005. Dengan menggunakan α = 0,05 dan dk =
1, maka diperoleh X2tabel = 3,841, jadi X2hitung
lebih besar dari pada X2tabel dan ρValue < 0,05,
maka H0 ditolak yaitu ada hubungan tingkat
asupan energi dengan prestasi belajar siswa
SMP negeri 7 Kendari Kota Kendari, dengan
hasil uji keeratan sebesar 0,360 (berhubungan
sedang). Hasil uji analisis ini, menyatakan
bahwa tingkat asupan energi memang memiliki
hubungan yang “sedang” dengan prestasi
belajar.

Sety, Tingkat Asupan Energi, Protein, Kebiasaan Makan Pagi dan Prestasi Belajar 337

2.

Hubungan Tingkat Asupan Protein
dengan Prestasi Belajar Siswa SMP
Negeri 7 Kendari Kota Kendari

Tabel 7. Hubungan Tingkat Asupan Protein
dengan Prestasi Belajar Siswa SMP
Negeri 7 Kendari Kota Kendari.
Prestasi Belajar

Tingkat
Asupan
Protein

Buruk

Baik

Jumlah

X2hi
t

n

Kurang

%

n

24 52,2 22

%
47,8

n

%

46 100
2,276

Cukup
Total

8
32

Ρ-V

0,131

3. Hubungan Kebiasaan Makan Pagi
dengan Prestasi Belajar Siswa SMP
Negeri 7 Kendari Kota Kendari
Tabel 8.

Kebiasaan
Makan
Pagi

Hubungan Kebiasaan Makan Pagi
dengan Prestasi Belajar Siswa
SMP Negeri 7 Kendari Kota
Kendari.
Prestasi Belajar
Buruk
n %

Baik
n

%

Total
n

Tidak

25 55,6 20 44,4 45 100
4,860

69,2

26 100

Ya

7 25,9 20 74,1 27 100

44,4 40

55,6

72 100

Total

32 44,4 40 55,6 72 100

Berdasarkan tabel 7, melalui persentase
baris, dapat diketahui bahwa dari 46 responden
(100%) yang memiliki tingkat asupan protein
kurang, terdapat lebih banyak responden yang
memiliki prestasi belajar buruk dengan jumlah
24 responden (52,2%) daripada responden yang
memiliki prestasi belajar baik dengan jumkah
22 responden (47,8%), dari 26 responden
(100%) yang memiliki tingkat asupan protein
cukup, terdapat lebih banyak responden yang
memiliki prestasi belajar baik dengan jumlah 18
responden (69,2%) daripada responden yang
memiliki prestasi belajar buruk dengan jumlah
8 responden (30,8%).
Berdasarkan analisis Chi-Square (X2),
ternyata diperoleh hasil X2hitung = 2,276 dan
ρValue = 0,131. Dengan menggunakan α = 0,05
dan dk = 1, maka diperoleh X2tabel = 3,841. Oleh
karena X2hitung lebih kecil dari pada X2tabel dan
ρValue > α = 0,05, maka H0 diterima yaitu tidak
ada hubungan antara tingkat asupan protein
dengan prestasi belajar siswa SMP Negeri 7
Kendari Kota Kendari.
Siswa yang memiliki tingkat asupan
protein kurang dan cukup memiliki persebaran
yang hampir sama pada kelompok yang
memiliki prestasi belajar baik dan buruk.
Sehingga secara statistik, tidak ditemukan
hubungan antara tingkat asupan protein dengan
prestasi belajar siswa SMP Negeri 7 Kendari
Kota Kendari.

Ρ-V



%

30,8 18

Sumber: Data Primer, Juli 2013

X2hit

0,027 0,289

Sumber: Data Primer, Juli 2013
Berdasarkan tabel 8, diketahui bahwa
dari 45 responden yang tidak memiliki
kebiasaan makan pagi, terdapat lebih banyak
responden yang memiliki prestasi belajar buruk
dengan jumlah 25 responden (55,6%) daripada
responden yang memiliki prestasi belajar baik
dengan jumlah 20 responden (44,4%). Dari 27
responden (100%) yang memiliki kebiasaan
makan pagi, terdapat lebih banyak responden
yang memiliki prestasi belajar baik dengan
jumlah 20 responden (74,1%) daripada
responden yang memiliki prestasi belajar buruk
dengan jumlah 7 responden (25,9%).
Berdasarkan analisis Chi-Square (X2),
diperoleh hasil X2hitung = 4,860 dan ρValue = 0.
Dengan menggunakan α = 0,05 dan dk = 1,
maka diperoleh X2tabel = 3,841. Oleh karena
X2hitung lebih besar dari pada X2tabel dan ρValue <
0,05, maka H0 ditolak yaitu ada hubungan
antara kebiasaan makan pagi dengan prestasi
belajar siswa SMP Negeri 7 Kendari Kota
Kendari, dengan hasil uji keeratan sebesar
0,289 (berhubungan sedang). Dari hasil uji
analisis ini, menyatakan bahwa kebiasaan
makan pagi memang memiliki hubungan yang
“sedang” dengan prestasi belajar.
PEMBAHASAN
1. Hubungan Tingkat Asupan Energi
dengan Prestasi Belajar Siswa SMP
Negeri 7 Kendari Kota Kendari
Status gizi yang buruk pada masa anakanak, terutama ketika perkembangan otak

338 Jurnal Kesehatan, Volume IV, Nomor 2,Oktober 2013, hlm 333-343

sedang berlangsung dengan cepat dapat
menyebabkan cacat menetap antara lain
gangguan pada perkembangan intelektualitas.
Keadaan gizi, terutama kekurangan tingkat
asupan energi merupakan salah satu faktor yang
mempengaruhi
perkembangan
anak
(Djokomoeljanto, 2002).
Energi diperlukan untuk kelangsungan
proses-proses di dalam tubuh seperti proses
peredaran dan sirkulasi darah, denyut jantung,
pernafasan, pencernaan, proses fisiologis
lainnya, untuk bergerak atau melakukan
pekerjaan fisik. Energi dalam tubuh dapat
timbul karena adanya pembakaran di dalam
tubuh. Oleh karena itu, agar energi tercukupi
perlu pemasukan makanan yang cukup dengan
mengkonsumsi makanan yang cukup dan
seimbang (Sediaoetama, 2006).
Kekurangan energi yang berasal dari
makanan menyebabkan seseorang kekurangan
tenaga untuk bergerak, bekerja dan melakukan
aktivitas, orang menjadi malas, merasa lemah,
produktivitas kerja dan prestasi belajar
menurun. Kurang gizi pada usia muda dapat
berpengaruh terhadap perkembangan mental,
dengan demikian kemampuan berpikir menurun
(Almatsier, 2009).
Banyaknya siswa yang memiliki tingkat
asupan energi yang kurang dapat disebabkan
oleh berbagai hal seperti pengetahuan gizi
orang tua mereka yang rendah, sehingga orang
tua terkadang memberikan makanan yang salah
terhadap anaknya. Selain itu faktor ekonomi
dan ketersediaan bahan pangan di dalam
keluarga juga dapat menyebabkan hal ini,
dimana berdasarkan jawaban yang diberikan
oleh responden menyatakan bahwa sebagian
besar status ekonomi orang tua responden
tergolong rendah. Sebagian besar dari orang tua
responden berprofesi sebagai nelayan, buruh
bangunan, petani dan lain sebagainya, sehingga
daerah ini dapat menjadi daerah dengan tingkat
kerawanan gizi yang cukup tinggi. Menurut
Riyadi (2006), dengan kekurangan gizi anak
dapat
mengalami
keterlambatan
dalam
pertumbuhan fisik dan perkembangan motorik,
juga akan mengganggu perkembangan kognitif
yang
menyebabkan
berkurangnya
IQ
(intelligence quotient) hingga 15 poin.
Beberapa siswa yang memiliki prestasi
belajar baik tetapi memiliki tingkat asupan
energi yang kurang, dapat dikarenakan siswa
tersebut memang memiliki kondisi psikologis
yang baik sewaktu ujian, atau memiliki

kecerdasan secara genetik, minat, bakat,
motivasi serta kemampuan kognitif yang baik
terhadap mata pelajaran tersebut. Faktor
lingkungan juga ikut berperan, seperti program
pendidikan yang dirancang oleh sekolah, sarana
dan fasilitas, kurikulum yang berlaku,
kemampuan mengajar guru atau bahkan siswa
tersebut mendapat pelajaran tambahan di rumah
oleh orang tua atau guru pribadi.
Siswa yang memiliki prestasi belajar
buruk tetapi memiliki asupan energi yang
cukup dapat dikarenakan oleh daya serap tubuh
anak tersebut terhadap zat gizi penghasil energi
tidak optimal, atau juga disebabkan proses
pembakaran zat gizi penghasil energi didalam
tubuh siswa tersebut tidak maksimal. Selain itu,
dapat juga disebabkan karena siswa tersebut
memang kurang menyukai suatu mata pelajaran
tertentu dengan alasan sulit atau membosankan.
Penelitian di Bogor, menyimpulkan
bahwa anak-anak berbadan tinggi mendapat
nilai yang lebih tinggi di dalam uji Wechsler
Intelegensi Scale dibandingkan anak-anak yang
berbadan pendek yang diketahui menderita
KEP pada waktu kecilnya. Nilai IQ terendah
didapatkan pada anak yang menderita KEP
terberat pada umur sebelumnya (Petrus, 2003).
Penelitian di Garut Jawa Barat,
menunjukkan bahwa ada hubungan yang
signifikan antara tingkat asupan energi dengan
prestasi belajar santri di Pesantren Persatuan
Islam Taragong Garut Jawa Barat.
Berdasarkan penelitian ini, diketahui
bahwa siswa yang memiliki tingkat asupan
energi yang cukup relatif memiliki prestasi
belajar yang baik dan sebaliknya siswa yang
memiliki tingkat asupan energi yang kurang
relatif memiliki prestasi belajar yang buruk.
Dengan demikian, sangat diperlukan peran
berbagai pihak untuk memantau status gizi,
terutama tingkat asupan energi siswa agar dapat
menjadi sumber daya manusia yang memiliki
kapabilitas di berbagai bidang dan sebagai
generasi penerus Bangsa Indonesia yang
berkualitas.
2. Hubungan Tingkat Asupan Protein
dengan Prestasi Belajar Siswa SMP
Negeri 7 Kendari Kota Kendari
Zat-zat gizi yang terdapat pada
makanan
sangat
penting
dalam
hal
pertumbuhan volume otak dan intelegensi
seseorang. Otak memerlukan 50% dari seluruh

Sety, Tingkat Asupan Energi, Protein, Kebiasaan Makan Pagi dan Prestasi Belajar 339

kebutuhan energi atau tenaga dalam tubuh.
Kurangnya nutrisi otak, seperti multivitamin,
asam amino dan mineral, sangat mempengaruhi
daya maksimal otak, yang akhirnya juga
mempengaruhi stamina tubuh dan kecerdasan
seseorang. Saat pikiran atau otak lelah, tubuh
juga akan merasakan lelah, sehingga tidak bisa
produktif. Untuk itu diperlukan pola makan
yang baik dan teratur agar otak tidak
kekurangan nutrisi sehingga seseorang dapat
bekerja produktif (Hardinsyah, 2009).
Hasil penelitian ini menunjukkan, tidak
terdapat hubungan tingkat asupan protein
dengan prestasi belajar siswa SMP Negeri 7
Kendari. Hasil penelitian ini sesuai dengan
penelitian yang dilakukan oleh Ratnawati, dkk
(2008) dengan salah satu tujuan khususnya
ingin mengetahui hubungan tingkat konsumsi
protein dengan prestasi belajar siswa SMP
Negeri 5 Kebumen. Hasil dari penelitian
tersebut menunjukkan bahwa tidak terdapat
hubungan antara tingkat konsumsi protein
dengan prestasi belajar siswa SMP Negeri 5
Kebumen (p value 0,072 > α 0,05).
Fungsi
utama
protein
adalah
pertumbuhan dan pemeliharaan, pembentukan
ikatan esensial tubuh, mengatur keseimbangan
air, memelihara netralitas tubuh, pembentukan
antibodi, mengangkut za-zat gizi dan pada
keadaan tertentu protein dapat menjadi sumber
energi. Tiap gram protein menghasilkan 4 kkal.
Protein juga sebagai regulator pH darah
(Irianto, 2008).
Terdapat begitu banyak faktor lain yang
mempengaruhi prestasi belajar diantaranya
faktor psikologis siswa, dimana terdiri dari
kecerdasan dan motivasi dalam diri siswa itu
sendiri. Kecerdasan, taraf kecerdasan meliputi
beberapa aspek salah satunya diantaranya yang
berpengaruh terhadap prestasi belajar adalah
daya ingat. Sedangkan motivasi, hanya apabila
siswa-siswa menyadari kepentingan, keperluan
baginya sendiri yang dia peroleh dari pelajaran
yang akan dihadapi, maka barulah uraian
tersebut akan lebih berkesan dan oleh
karenanya lebih mudah diingat-ingat, minat,
dan emosi. Selain itu faktor dari luar juga
sangat berpengaruh seperti cara mengajar
seorang guru, bimbingan orang tua dan
temannya bergaul (Kartono, 2002).
Beberapa siswa yang memiliki prestasi
belajar yang buruk tetapi memiliki tingkat
asupan protein yang baik, hal ini dapat
diakibatkan daya serap tubuhnya terhadap zat

gizi protein yang terkandung dalam makanan
tidak optimal. Bisa saja diakibatkan oleh
interaksi antar zat gizi dalam makanan. Jika
makanan itu mengandung berbagai zat gizi
sekaligus atau kadarnya sangat tinggi,
diperlukan kehati-hatian dalam mengkon-sumsi
karena proses metabolisme di dalam tubuh akan
terjadi interaksi di antara zat-zat gizi itu.
Sekalipun siswa memiliki kemampuan
menyerap makanan yang baik, tapi kualitas dari
makanan yang dimakan sudah menurun akan
mengakibatkan berkurangnya zat gizi yang
diserap oleh tubuh. Menurunnya kualitas
makanan yang dimakan dapat diakibatkan oleh
kurangnya pengetahuan ibu dalam mengolah
bahan makanan, Misalnya, garam beryodium
yang disimpan pada keadaan terbuka,
menyebabkan
menguapnya
kandungan
yodium,memotong
sayuran
kemudian
mencucinya, makanan akan kehilangan mineral
dan vitamin penting dalam proses pencucian
tersebut. Memasak telur dengan waktu yang
terlalu lama, menyebabkan protein dalam telur
menjadi rusak. Kurangnya zat gizi yang
diperoleh tubuh dari makanan, menyebabkan
produktifitas siswa menjadi menurun, begitu
pula dengan prestasi belajarnya.
Beberapa siswa yang memiliki prestasi
belajar yang baik tetapi memiliki asupan
protein yang kurang dapat dikarenakan siswa
tersebut memang memiliki kondisi psikologis
yang baik sewaktu ujian, atau memiliki
kecerdasan secara genetik, minat, bakat,
motivasi serta kemampuan kognitif yang baik
terhadap mata pelajaran tertentu atau memang
menyenangi mempelajari suatu mata pelajaran
tertentu.
Siswa yang memiliki tingkat asupan
protein yang kurang dapat disebabkan oleh
kebiasaan jajan anak tersebut. Sebagian besar
jajanan yang mereka konsumsi umumnya hanya
lebih banyak mengandung karbohidrat dan
lemak, seperti nasi kuning, pisang goreng,
kandoang, ubi goreng, mie siram dan lain-lain.
Selain itu juga, umumnya mereka juga
mengkonsumsi makanan atau minuman yang
mengandung gula atau makanan yang manis
seperti cokelat, permen, teh gelas dan lain
sebagainya, sehingga dapat menyebabkan tubuh
mereka kurang mendapatkan asupan protein
yang cukup dari makanan-makanan tersebut.
Moehji (2003), bahwa faktor yang
mempengaruhi keadaan gizi anak sekolah
adalah:

340 Jurnal Kesehatan, Volume IV, Nomor 2,Oktober 2013, hlm 333-343

1.

2.
3.

Anak dalam usia ini sudah dapat memilih
dan menentukan makanan apa yang
disukai dan tidak disukai, sehingga
seringkali anak-anak salah memilih.
Terlebih jika orangtua tidak memberikan
informasi mengenai makanan sehat dan
bergizi.
Kebiasaan jajan, anak seusia ini gemar
jajan. Hal ini lebih dipengaruhi oleh teman
meskipun keluarga juga ikut berpengaruh.
Anak tiba di rumah dalam keadaan letih
karena belajar dan bermain di sekolah,
sehingga sampai di rumah kurang nafsu
makan.
Pilihan
terhadap
makanan
kesukaan anak sangat dipengaruhi oleh
teman, orangtua, dan juga media massa
melalui iklan/reklame.

Selain itu, siswa yang memiliki tingkat
asupan protein kurang juga dapat disebabkan
karena mereka memang kurang mengkonsumsi
makanan sumber protein yang bernilai tinggi.
Hasil penelitian ini menunjukkan, sebagian
besar responden menyatakan lebih senang
mengkon-sumsi mie instant dengan alasan gurih
dan terkadang memang hanya mie instant yang
tersedia dirumah mereka. Sedangkan yang
sering mengkonsumsi ikan dan daging hanya
sebagian kecil, penyebabnya antara lain
ketidakmampuan ekonomi orang tua, serta
ketidaksukaan anak pada jenis ikan karena
berbau amis.
Penelitian
Maharani
(2012),
menunjukkan ada hubungan tingkat asupan
protein dengan prestasi belajar siswa SMA
Negeri 6 Bogor (ρValue 0,019 < 0,05). Perbedaan
hasil penelitian ini dapat dikarenakan perbedaan
karakteristik objek pene-litian yang dipakai,
perbedaan jumlah sampel serta pengendalian
variabel pengganggu yang dilakukan.
3. Hubungan Kebiasaan Makan Pagi
dengan Prestasi Belajar Siswa SMP
Negeri 7 Kendari Kota Kendari
Banyak faktor yang mempengaruhi
prestasi belajar dimana salah satunya masalah
gizi. Masalah gizi saat ini bukan hanya masalah
gizi kurang tetapi juga muncul masalah gizi
lebih. Jalan untuk menempuh untuk perbaikan
gizi siswa agar prestasi belajar tidak terganggu
salah satunya adalah dengan perbaikan
kebiasaan makan siswa dikeluarga dengan

menekankan pentingnya makan pagi sebelum
berangkat sekolah.
Sarapan atau makan pagi adalah
makanan yang disantap pada pagi hari. Waktu
ideal sarapan dimulai dari pukul 06.00 pagi
sampai dengan pukul 08.00 pagi. Sarapan
merupakan waktu makan yang paling penting
dan sangat dianjurkan untuk dipenuhi karena
alasan kesehatan .
Berdasarkan jawaban dari beberapa
siswa yang terbiasa makan pagi, bahwa ibu
yang terus-menerus memaksa mereka untuk
tetap makan pagi meskipun terlambat. Karena
takut terlambat, dihukum pada saat apel,
sehingga
mereka
harus
menyelesaikan
makannya secepat mungkin. Pada akhirnya
mereka terbiasa untuk makan pagi sebelum ke
sekolah.,bahkan beberapa dari mereka mengaku
pernah mencoba tidak makan pagi kembali tapi
kemudian mereka pingsan ketika apel atau
merasa sangat loyo ketika jam pelajaran kedua
dimulai (8.30 am).
Menurut para ahli gizi, sedikitnya 2030% total zat gizi tubuh harus di penuhi saat
makan pagi. Karena itu, sebaiknya anak-anak
dibujuk untuk membiasakan diri untuk makan
pagi. Penelitian tersebut menunjukkan, bahwa
makan pagi bukanlah sekedar untuk
mengenyangkan perut selama belajar di
sekolah, tetapi lebih dari yaitu agar anak-anak
dapat berkonsentrasi dengan baik agar
mendukung prestasi belajarnya. Makan pagi
berpengaruh terhadap kecerdasan otak,
terutama daya ingat siswa. Kebiasaan makan
pagi ini sangat perlu untuk dilakukan. Tidak
adanya rasa lapar yang siswa miliki ini akan
membuat siswa lebih fokus terhadap materi
yang diberikan oleh guru-guru, dapat memiliki
pengetahuan dan pemahaman yang baik tentang
pelajaran. Lebih lanjut siswa juga memiliki
nilai yang baik ketika ujian karena melakukan
aktifitas makan pagi setiap harinya (Sintha,
2001).
Adapun konsep makan pagi yang
mengacu pada gizi seimbang dapat dipenuhi
dengan pemberian makanan sebagai berikut:
a. Sumber karbohidrat seperti nasi, roti,
makaroni, kentang, tepung beras, tepung
maizena, tepung kacang hijau, jagung,
singkong dan ubi
b. Sumber protein yaitu susu, daging, ikan,
ayam, hati, tahu, tempe, keju, kacang
hijau, dan lain-lain.

Sety, Tingkat Asupan Energi, Protein, Kebiasaan Makan Pagi dan Prestasi Belajar 341

c. Sumber vitamin dan mineral yaitu dari
sayuran seperti wortel, bayam, kangkung,
labu siam, buncis, buah-buahan misalnya
pepaya, jambu biji, air jeruk, melon,
alpukat, dan lain-lain. (Depkes RI, 2001).
Berdasarkan jawaban siswa yang tidak
terbiasa makan pagi mengatakan bahwa pada
umumnya mereka tidak makan sebelum
berangkat ke sekolah disebabkan karena mereka
sering terlambat bangun pagi, sehingga tidak
sempat sarapan karena takut terlambat ke
sekolah. Selain itu, ada juga siswa yang tidak
makan disebabkan oleh ibunya yang memang
tidak menyiapkan makanan di pagi hari yang
disebabkan oleh kebiasaan keluarga tersebut
yang memang tidak biasa makan pagi. Ada juga
ibu dari siswa yang telah menyiapkan sarapan
pagi, tetapi siswanya sendiri yang malas atau
tidak suka makan pagi. Beberapa siswa juga
yang tidak melakukan aktifitas makan pagi
tetap tidak diberikan uang untuk jajan di
sekolah karena alasan ekonomi, orang tua
mereka tidak memiliki tambahan uang untuk
memberikan uang jajan pada anaknya.
Siswa yang tidak makan pagi justru
lebih sering mengkonsumsi jajanan yang
bersifat manis seperti permen, coklat dan lainlain. Hal ini membuat siswa dapat menunda
lapar untuk sementara dan bahkan dapat
menjadi alasan untuk menunda jadwal makan
berikutnya (makan siang). Akibatnya anak
justru menjadi lebih mudah loyo. Kondisi yang
tidak optimal menyebabkan anak menjadi malas
untuk memperhatikan pelajaran yang diberikan
oleh guru mereka (Sintha, 2001).
Selain itu, hasil penelitian ini
menunjuk-kan bahwa siswa yang tidak terbiasa
makan pagi juga tidak membawa bekal ke
sekolah sebagai pengganti makan pagi mereka
sebelum berangkat ke sekolah. Berdasarkan
jawaban beberapa siswa tersebut, mengatakan
bahwa sebenarnya ibu mereka menyiapkan
bekal untuk dibawa ke sekolah, namun mereka
menolaknya dengan alasan malu untuk
membawa bekal ke sekolah. Padahal, bekal
yang dibawa tentu akan jauh lebih aman untuk
dikonsumsi dan lebih bergizi.
Dua unsur yang utama dalam bekal
makanan yaitu energi dan protein. Kekurangan
akan unsur lain dapat diberikan dalam makanan
di rumah. Pada dasarnya, menu bekal makanan
yang ideal adalah makanan yang dapat
memberikan semua unsur gizi yang diperlukan.

Tetapi dalam praktek, membuat bekal yang
memenuhi syarat demikian itu agak sukar
(Moehji, 2003).
Memberikan bekal makanan kepada
anak ini membawa beberapa keuntungan, antara
lain:
1. Anak-anak dapat dihindarkan dari
gangguan rasa lapar. Begitu banyaknya
aktifitas anak menyebabkan begitu
cepatnya anak akan merasa lapar kembali,
maka dari itu bekal yang disediakan ibu
sangat penting untuk kembali memberikan
pasokan energi.
2. Karena makan pagi sering dilakukan
dengan
terburu-buru,
kemungkinan
makanan itu tidak dapat memberikan
kalori yang diperlukan selama di sekolah.
Bermain saat istirahat, akan banyak
mengambil
energi
anak-anak
itu.
Pemberian bekal dapat menghindarkan
anak dari kekurangan kalori.
3. Pemberian bekal dapat menghindarkan
anak dari kebiasaan jajan yang sekaligus
berarti menghindarkan anak–anak itu dari
gangguan penyakit akibat makanan yang
tidak bersih.
4. Anak dapat lebih berkonsentrasi dalam
belajar karena terhindar dari rasa lapar.
Terdapat dua manfaat yang bisa diambil
dari kebiasaan makan pagi. Pertama, sarapan
pagi dapat menyediakan karbohidrat yang siap
digunakan untuk meningkatkan kadar gula
darah. Kadar gula darah yang terjamin normal,
maka gairah dan konsentrasi belajar bisa lebih
baik sehingga berdampak positif untuk
meningkatkan produktifitas dalam hal ini
adalah prestasi belajar. Kedua, pada dasarnya
makan pagi akan memberikan kontribusi
penting akan beberapa zat gizi yang diperlukan
tubuh seperti protein, lemak, vitamin dan
mineral (Sintha, 2001).
Ketersediaan zat gizi ini bermanfaat
untuk berfungsinya proses fisiologis tubuh.
Melewatkan makan pagi akan menyebabkan
tubuh kekurangan glukosa dan hal ini
menyebabkan tubuh lemah dan kurang
konsentrasi karena tidak adanya suplai energi.
Keadaan tubuh yang tidak siap saat menerima
pelajaran maka kemampuan siswa untuk
memahami seluruh materi yang disajikan akan
menurun juga dan sebagai dampak dari semua
itu adalah menurunnya prestasi belajar siswa
(Sintha, 2001).

342 Jurnal Kesehatan, Volume IV, Nomor 2,Oktober 2013, hlm 333-343

Siswa yang tetap memiliki prestasi
belajar buruk meski sudah memiliki kebiasaan
makan pagi dapat diakibatkan oleh banyaknya
faktor lain yang mempengaruhi prestasi siswa
tersebut. Selain kebiasaan makan pagi, prestasi
belajar dipengaruhi oleh faktor status gizi,
kebiasaan belajar, kesehatan siswa, intelegensi,
kualitas pengajaran yang dia peroleh dan lain
sebagainya.
Siswa yang memiliki prestasi belajar
baik meskipun tidak memiliki kebiasaan makan
pagi dapat dikarenakan siswa tersebut memang
memiliki kondisi psikologis yang baik sewaktu
ujian, atau memiliki kecerdasan secara genetik,
minat, bakat, motivasi serta kemampuan
kognitif yang baik terhadap mata pelajaran
tertentu. Selain itu, berdasarkan jawaban
beberapa siswa tersebut menyatakan bahwa
mereka memang tidak biasa sarapan pagi
sebelum berangkat ke sekolah, tetapi mereka
biasa menyempatkan diri untuk makan di kantin
sebelum pelajaran pertama di mulai sehingga
dengan demikian dapat memberikan energi
tambahan untuk menerima pelajaran.
Hasil penelitian ini seiring dengan
penelitian yang dilakukan oleh Nachum, dari
Univesitas
Hebrew,
Jerusalem,
yang
mengepalai tim penelitian tersebut menguji
lebih dari 550 anak sekolah laki-laki dan
perempuan berumur antara 11 sampai 13 tahun.
Anak yang makan pagi di sekolah 30 menit
sebelum tes, nilai tes nya lebih baik
dibandingkan anak yang tidak makan pagi
(Sintha, 2001).
Berdasarkan penelitian “Breakfast
Reduces Declines in Attention and Memory
Over The Morning in School Children” yang
dilakukan oleh K.A. Wesnes. C. Pincock, D.
Richardson, G Helm, Shails ahli Gizi Inggris
tahun 2003 dengan Metode Random pada 29
anak, tentang tingkat perhatian dan kemampuan
daya ingat pada 30, 90, 150, 210 menit setelah
sarapan dalam empat hari didapatkan hasil anak
yang tidak sarapan dan hanya memperoleh
minuman
glukosa
menunjukkan
daya
konsentrasi atau tingkat perhatian dan
kemampuan mengingat yang menurun secara
signifikan seiring dengan pertambahan waktu.
Di sisi lain, anak yang mendapat cereal meski

mengalami penurunan daya konsentrasi namun
tidak signifikan. Berdasarkan penelitian dapat
disimpulkan bahwa menu sarapan pagi yang
mengandung karbohidrat kompleks memberikan pengaruh positif bagi anak dalam
mempertahankan kemampuan konsentrasi
belajar dan mengingat di sekolah.
Penelitian lain yang dilakukan oleh
Annas (2011) tentang hubungan antara
kesegaran jasmani, hemoglobin, status gizi dan
makan pagi terhadap prestasi belajar siswa
kelas VIII MTs Al Asror Kota Semarang. Total
sampel dalam penelitian ini sebanyak 65 siswa.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada
hubungan yang signifikan antara kebiasaan
makan pagi dengan prestasi belajar siswa kelas
VIII MTS Al Asror Kota Semarang (p value
0,000 < α 0,05).
Anak sekolah yang sedang dalam masa
pertumbuhan, perkembangan fisik dan mental
membutuhkan stamina fit selama mengikuti
kegiatan yang dilakukan setiap harinya. Dengan
stamina yang selalu fit tersebut maka mereka
akan memperoleh prestasi belajar yang baik.
Untuk mewujudkan tujuan tersebut diperlukan
usaha untuk mencukupi kebutuhan pangan dan
gizi yang seimbang dan berkualitas yaitu
dengan pengaturan makanan yang baik salah
satunya adalah membiasakan anak untuk makan
pagi sebelum mengikuti aktifitasnya pada pagi
hari (Sintha, 2001).
SIMPULAN
Simpulan dari penelitian ini: 1) Ada
hubungan antara tingkat asupan energi dengan
prestasi belajar siswa SMP Negeri 7 Kendari
Kota Kendari dengan kategori sedang 2) Tidak
ada hubungan antara tingkat asupan protein
dengan prestasi belajar siswa SMP Negeri 7
Kendari Kota Kendari 3) Ada hubungan antara
kebiasaan makan pagi dengan prestasi belajar
siswa SMP Negeri 7 Kendari Kota Kendari
dengan kategori sedang
Perlunya kolaborasi program Dinas
Kesehatan
dan
Dinas
DIkbud
guna
mengingatkan pentingnya gizi seimbang
khususnya energi dan protein serta kebiasaan
makan pagi guna meningkatkan prestasi belajar
siswa.

Sety, Tingkat Asupan Energi, Protein, Kebiasaan Makan Pagi dan Prestasi Belajar 343

DAFTAR RUJUKAN
Almatsier, Sunita. 2009. Prinsip Dasar Ilmu
Gizi. EGC. Jakarta
Annas, Mohamad. 2011. Hubungan Kesegaran
Jasmani, Hemoglobin, Status Gizi, dan
Makan Pagi Terhadap Prestasi Belajar
Siswa MTs Al Asror Kota Semarang.
Semarang.
http://journal.unnes.ac.id
/nju/index.php/miki/article/download/2
034/2148. Diakses 19 Juli 2013
Djokomoeljanto. 2002. Perkembangan Upaya
Pencegahan GAKY. Jakarta: Persagi.
Hasbullah, L. 2000. Penerapan Pengajaran
Pemecahan
Masalah
Untuk
Meningkatkan
Hasil
Belajar
Matematika Siswa Madrasah Aliyah.
Thesis PPS Universitas Pendidikan
Indonesia. Bandung.
Hardinsyah. 2009. Penilaian dan Perencanaan
Konsumsi Pangan. Diktat Jurusan Gizi
Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga
IPB. Bogor
Indrawati, S.M. 2005. Draf Ringkasan Laporan Perkembangan Pencapaian
Tujuan
Pembangunan
Milenium
Indonesia.
Badan
Perencanaan
Pembangunan Nasional. Jakarta.
Irianto, Kus. 2008. Struktur dan Fungsi Tubuh
Manusia Paramedis. Yrama Widya.
Bandung

Kartono. 2002. Psikologi Belajar. Rajawali
Pers. Jakarta
Maharani.
2012.
Hubungan
Tingkat
Kecerdasar, Asupan Energi dan Protein,
dan Aktivitas Fisik Terhadap Prestasi
Belajar Siswa SMA Negeri 6 Bogor.
IPB. Bogor. http:// repository.ipb.ac.id
/ bitstream/ handle / 123456789/ 60802
Abstract.pdf.sequence=2. Diakses 7 Juli
2013.

Petrus. 2003. Status Gizi, Intelegensi dalam
Prestasi Belajar Murid Sekolah
Dasar Suku Bajo di Kecamatan
Tinanggea Kabupaten, Konawe
Selatan.
Yokya-karta:
Tesis
Universitas Gadjah Mada.
Moehji, S. 2003. Ilmu Gizi. Jakarta:
Bhatara Karya.
Riyadi. 2006. Materi Pokok Gizi dan
Kesehatan
Keluarga.
Jakarta:
Universitas Terbuka.
Sediaoetama. 2006. Ilmu Gizi Untuk Profesi
dan Mahasiswa. Jakarta: Dian
Rakyat.
Surya, M. 2003. Psikologi Pembelajaran
dan Pengajaran. Cetakan 3.
Bandung: Yayasan Bhakti Winaya.
Sintha, R. 2001. Sehat Pangkal Cerdas.
Kompas. Jakarta.

Dokumen yang terkait

HUBUNGAN KEBIASAAN BELAJAR DENGAN PERBEDAAN PRESTASI BELAJAR ANTARA SISWA LAKI-LAKI DAN SISWA PEREMPUAN DI SMP A. WAHID HASYIM TEBUIRENG JOMBANG

1 6 1

HUBUNGAN ASUPAN ENERGI, ASUPAN PROTEIN, STATUS GIZI TERHADAP TINGKAT PRESTASI AKADEMIK SISWA AKSELERASI DAN NON AKSELERASI DI SMA N 2 BANDAR LAMPUNG TAHUN AJARAN 2011/2012

1 12 75

PERBEDAAN PENINGKATAN PRESTASI BELAJAR PESERTA DIDIK PADA PEMBELAJARAN IPA DENGAN REFLEKSI DAN KEBIASAAN BELAJAR DI SMP NEGERI 6 TERBANGGI BESAR

0 9 13

HUBUNGAN ANTARA KEBIASAAN BELAJAR DAN LINGKUNGAN BELAJAR DI RUMAH DENGAN PRESTASI BELAJAR ILMU PENGETAHUAN SOSIAL SISWA KELAS VIII SMP NEGERI 3 JATI AGUNG TAHUN PELAJARAN 2011-2012

0 7 53

HUBUNGAN ANTARA STATUS GIZI DAN INTELEGENSI DENGAN PRESTASI BELAJAR PADA SISWA SMP NEGERI 2 BANDAR LAMPUNG

1 13 48

HUBUNGAN ANTARA MOTIVASI BELAJAR DAN KEBIASAAN MEMBACA SISWA DENGAN PRESTASI BELAJAR IPS PADA SISWA KELAS V SD NEGERI DI KECAMATAN LABUHAN RATU BANDAR LAMPUNG TAHUN PELAJARAN 2013/2014

2 17 67

PENGARUH KEBIASAAN BELAJAR DAN LINGKUNGAN SEKOLAH TERHADAP PRESTASI BELAJAR SISWA KELAS V SD NEGERI DAERAH BINAAN II KECAMATAN MARGASARI KABUPATEN TEGAL

0 20 294

34 HUBUNGAN KEBIASAAN SARAPAN PAGI DENGAN TINGKAT KONSENTRASI BELAJAR PADA ANAK

0 3 6

HUBUNGAN ANTARA ADVERSITY QUOTIENT, SELF EFFICACY DAN KEBIASAAN BELAJAR DENGAN PRESTASI BELAJAR MATEMATIKA SISWA KELAS X KECANTIKAN SMK NEGERI SE-KECAMATAN UMBULHARJO

0 0 12

HUBUNGAN ANTARA ASUPAN ZAT GIZI ENERGI, PROTEIN, ZAT BESI DAN POLA MENSTRUASI DENGAN KEJADIAN ANEMIA PADA REMAJA PUTRI BERDASARKAN JENJANG PENDIDIKAN DI KABUPATEN KEBUMEN

0 1 10