Kebocoran apikal pada irigasi dengan EDTA lebih kecil dibandingkan yang tanpa EDTA

14
Vol. 58, No. 2, Mei 2009, hal. 14-19 | ISSN 0024-9548

Kebocoran apikal pada irigasi dengan EDTA
lebih kecil dibandingkan yang tanpa EDTA
(A comparative study of apical leakage on irrigation using and without EDTA)
Okti Wintarsih *, Moendjaeni Partosoedarmo **, dan Pribadi Santoso **
*
**

Mahasiswa PPDGS Orthodonsia, Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Gadjah Mada Yogyakarta-Indonesia
Departemen Ilmu Konservasi Gigi, Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Gadjah Mada Yogyakarta-Indonesia

Correspondence: Okti Wintarsih, c/o: PPDGS Bagian Ilmu Orthodonsia, Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Airlangga. Jln. Mayjen Prof. Dr. Moestopo
no 47 Surabaya, Indonesia. E-mail: oktiwintarsih @ yahoo.com

Abstract
Background: Lack of proper sealing of canal leads leakage and penetration of smear layer into the canal which is the most
important factor for failure of root canal treatment. Purpose: The objective of the research was to compare the apical leakage
between Glass Ionomer Cement and Endomethasone as a sealer either with or without irrigation of EDTA 15%. Method: Thirty
two lower premolar – root human teeth was divided into 4 groups (n=8). The teeth root length was made similar to 15 mm. The

groups were instrumented to apply K – type files with step back technique. During the preparation, irrigation is done using
NaOCl 5,25% and gutapercha obturated with lateral condensation technique. The first group was irrigated using 10 ml EDTA
15% and then 10 ml NaOCl 5,25%. The second was irrigated using 10 ml NaOCl 5,25%. The first and the second utilized Glas
Ionomer Cement sealers. The third was irrigated using 10 ml EDTA 15% and then 10 ml NaOCl 5,25%. The fourth utilized 10
ml NaOCl 5,25%. The third and fourth groups utilized Endomethasone sealers. All teeth were being rontgen and then kept in
relative humidity during 2 days. The root surfaces were coated with nail varnish and immersed in black ink. The research was
analyzed using Anava and T test. Result: Difference apical leakage occured at 4 groups. The apical leakage of GIC sealers was
smaller than the endomethasone. Conclusion: The irrigations of EDTA shows a smaller apical leakage compared to the one
without EDTA.
Keywords: Apical leakage, Endomethasone, Glass Ionomer cement, EDTA 15%

Pendahuluan
Endodontik merupakan bagian dari ilmu
kedokteran gigi yang menyangkut diagnosis serta
perawatan penyakit atau cedera pada jaringan
pulpa dan jaringan periapikal. Tujuan perawatan
endodontik adalah mengembalikan keadaan gigi
yang sakit agar dapat diterima secara biologik oleh
jaringan sekitarnya. Ini berarti bahwa gigi tersebut
tanpa simtom, dapat berfungsi dan tidak ada tandatanda patologik yang lain. Perawatan endodontik

terdiri dari perawatan kaping pulpa, pulpektomi,
pulpotomi, mumifikasi, perawatan saluran akar
konservatif dan saluran akar yang terinfeksi dan
perawatan endodontik bedah.1,2

Perawatan saluran akar adalah perawatan yang
paling banyak dilakukan dalam kasus perawatan
endodontik. Perawatan saluran akar dapat dibagi
atas tiga tahap utama yaitu : preparasi biomekanis
saluran akar atau pembersihan dan pembentukan
(cleaning and shaping), disinfeksi saluran akar dan
obturasi saluran akar. Obturasi saluran akar yang
hermetis merupakan syarat utama keberhasilan
perawatan saluran akar, hal ini tidak mungkin
dicapai bila saluran akar tidak dipreparasi dan
dipersiapkan untuk menerima bahan pengisi.3
Ada bermacam-macam metode preparasi
saluran akar, pada penelitian ini menggunakan
teknik step back. Preparasi ini mempunyai


Okti Wintarsih et al : Kebocoran apikal pada irigasi dengan EDTA lebih kecil dibandingkan yang tanpa EDTA

15

Jurnal PDGI 58 (2) hal 14-19 © 2009

keuntungan : lebih efektif dalam membersihkan
saluran akar dibanding dengan yang konvensional,
lebih mudah melakukan obturasi saluran akar
dengan metode kondensasi lateral serta celah antara
gutaperca dan dinding saluran akar juga lebih kecil.4
Pembersihan saluran akar secara menyeluruh
merupakan hal yang penting karena bila masih ada
sisa jaringan yang tertinggal (debris), maka ada
kemungkinan menjadi tempat bagi tumbuhnya
bakteri dan dapat menyebabkan peradangan
periapikal. Debris yang tertinggal dapat pula
mengurangi adaptasi bahan pengisi dengan dinding
saluran akar. Kurang baiknya adaptasi bahan pengisi
dapat menyebabkan kurangnya kerapatan obturasi

sehingga dapat memperbesar kemungkinan
kegagalan perawatan.3
Gesekan alat endodontik dengan dinding
saluran akar akan mengakibatkan terbentuk suatu
lapisan debris yang melekat pada dinding saluran
akar yang dikenal sebagai smear layer (lapisan
smear) dan mengandung jaringan dentin, jaringan
nekrotik, sisa-sisa jaringan odontoblast, sisa jaringan
pulpa dan mikroba. Lapisan smear mempunyai sifat
khas yaitu terdiri dari 2 lapisan, pada lapisan
permukaan dengan ketebalan 1-2 µm dan lapisan
dalam tubulus dentinalis sepanjang 40 µm.3,5
Prinsip utama dan pembersihan saluran akar
yaitu alat harus mencapai seluruh dinding saluran
akar dan melepaskan debris yang kemudian
dikeluarkan dari saluran akar oleh larutan irigasi.
Larutan irigasi selain berfungsi sebagai disinfektan,
pelarut jaringan pulpa, pemutih, juga berfungsi
sebagai pelumas yang akan mengurangi
kemungkinan patahnya alat endodontik. Larutan

irigasi yang sering digunakan dalam endodontik
adalah Sodium hypochiorite (NaOCI), EDTA, Citric acid
dan lain-lain. Sodium hypochiorite merupakan irigan
paling efektif untuk menghilangkan debris lepas.
Irigasi berganti-ganti antara Hidrogen peroksida 3% dan
Sodium hypochlorite 5,2% menghasilkan suatu sifat
berbuih sementara tetapi kuat, yang secara mekanis
memaksa debris dan mikroorganisme keluar dari
saluran akar melalui orifis. Pengambilan lapisan smear
dapat dilakukan dengan mengirigasi saluran akar
menggunakan EDTA diikuti Sodium hypochiorite.6,7
Untuk mendapatkan hasil perawatan
endodontik yang optimal, saluran akar harus
seluruhnya terisi dengan bahan padat, terutama pada
bagian sepertiga apikal. Obturasi saluran akar
menggunakan gutaperca yang dikombinasikan
dengan siler saluran akar dengan teknik kondensasi
lateral akan memberikan penutupan apikal yang

baik. Penggunaan siler bertujuan menyempurnakan

obturasi karena siler berfungsi sebagai perekat dan
pengisi celah antara bahan pengisi dan dinding
saluran akar, serta mengisi saluran-saluran lateral
dan saluran-saluran tambahan.6
Semen dengan bahan ionomer kaca, yang
dikenal sejak 1960-an, berdaya lekat sangat baik
terhadap dentin, serta mampu melepaskan fluor,
tetapi belum banyak digunakan sebagai siler saluran
akar. Blackman dkk. Telah menyelidiki kemungkinan
penggunaan ionomer kaca sebagai siler saluran akar.
Mereka memasukkan perak yang mengandung
Semen Ionomer Kaca ke dalam jaringan lunak dan
tulang tikus. Pada awalnya terlihat adanya
peradangan, sesudah 1 bulan peradangan menjadi
berkurang dan tulang disekitar bahan tersebut
dapat sembuh dengan cepat. Semen Ionomer Kaca
mengeras melalui reaksi pelepasan ion kalsium dan
aluminium dalam bubuk ke permukaan dan
mengadakan reaksi silang dengan cairan poliakrilik
sehingga campuran berubah menjadi gel dan

kemudian mengeras. Reaksi pengerasan Semen
Ionomer Kaca merupakan reaksi asam basa. Bahan
ini mempunyai waktu kerja 60 detik. Pendinginan
bahan dapat menambah waktu kerja 30 detik.
Pendinginan pelat kaca dan penyimpanan kapsul
Semen Ionomer Kaca dalam lemani es dapat
menambah waktu kerja menjadi 7 menit 30 detik
sehingga sangat memungkinkan sebagai bahan
pengisi. Karakteristik yang dimiliki oleh Semen
Ionomer Kaca adalah daya adhesinya terhadap
struktur hidroksiapatit email dan dentin untuk
jangka waktu yang tidak terbatas. Dianjurkan untuk
menghilangkan lapisan smear dari struktur gigi
terutama bila menggunakan siler Semen Ionomer
Kaca agar terjadi suatu lapisan ikatan ion antara gigi
dan Semen Ionomer Kaca. Dengan adanya ikatan
tersebut perlekatan Semen Ionomer Kaca disebut
sebagai adhesi fisikokimia. Secara radiographic
Semen Ionomer Kaca mempunyai keunggulan
radiopak, terlihat kontras dengan dentin. Gunawan

(1995) membuktikan bahwa nilai biokompatibilitas
Semen Ionomer Kaca tidak berbeda dengan kalsium
hidroksida yang telah terbukti memiliki nilai
biokompatibilitas yang tinggi. Semen Ionomer Kaca
mempunyai pH yang rendah sebelum mengeras,
tetapi pada saat pengerasan efek toksiknya
berkurang. Hal ini disebabkan karena bubuk bahan
ionomer kaca mengandung ion bebas Al3+, Ca2+ dan
Na + yang tidak toksik terhadap jaringan,
membentuk ikatan silang dengan rantai polianionik
dan asam akrilat cairan semen yang bersifat toksik.

16

Okti Wintarsih et al : Kebocoran apikal pada irigasi dengan EDTA lebih kecil dibandingkan yang tanpa EDTA
Jurnal PDGI 58 (2) hal 14-19 © 2009

Penelitian oleh Kawahara dkk. menunjukkan reaksi
pulpa ringan pada pemakaian Semen Ionomer Kaca
yang hampir sama dengan pemakaian semen seng

oksid eugenol, dengan alasan tersebut mereka
menyatakan bahwa Semen Ionomer Kaca dapat
digunakan sebagai kaping pulpa dan pengisi
saluran akar.8,9,10
Pada umumnya bahan siler yang digunakan
dipilih yang mempunyai unsur zinc oxide dan
eugenol. Bahan-bahan yang terkandung di dalam
Endomethasone (Specialites Septodont, France)
adalah Dexamethasone, Hydrocortisone acetate,
Thymol iodide, Paraformaldehyde, Lead oxide,
Barium sulfat, Zinc oxide, Magnesium stearate.
Sedangkan cairannya adalah eugenol. Menurut
beberapa ahli, sebagian besar semen pengisi
terutama yang mengandung eugenol dalam
komposisinya, menunjukkan adanya intasi
terhadap foramen apikal dan jaringan periapikal.
Endomethasone mempunyai beberapa keuntungan
: mempunyai kemampuan antimikroba sebelum
mengeras sehingga dapat digunakan untuk
melengkapi disinfeksi saluran akar, mempunyai

waktu pengerasan lama yaitu 115 menit untuk
pengerasan awal dan 160 menit pengerasan akhir,
mempunyai toleransi yang bagus dengan jaringan
vital. Dilaporkan tentang kasus paresthesia dan
gingival kanan bawah dan bibir yang terjadi karena
masuknya siler Endomethasone yang mengandung
paraformaldehyde ke dalam inferior mandibular canal
pada waktu perawatan saluran akar gigi molar
kedua bawah. Beberapa kasus yang dilaporkan
mengenai kerusakan yang disebabkan oleh obat
saluran akar yang mengandung paraformaldehyde,
diantaranya menyebabkan reaksi alergi, nekrosis
tulang, kemampuan paraesthesia dan saraf alveolar
bawah.11
Kebocoran apikal adalah kebocoran mikro pada
foramen apikal karena terdapat ruang kosong yang
dapat ditembus oleh rembesan cairan jaringan
periapikal sepanjang interfasial antara bahan pengisi
saluran akar dan dinding saluran akar. Kebocoran
tersebut mempunyai pengaruh merugikan pada

penyembuhan, sehingga dapat menyebabkan
kegagalan perawatan saluran akar. Perbandingan
pengaruh kebocoran apikal antara bahan pengisi
gutaperca dengan hydron, setelah lapisan smear
dihilangkan. Hasil penelitian tersebut menunjukkan
bahwa penggunaan gutaperca dengan teknik
kondensasi lateral sebagai bahan pengisi saluran akar
dengan penghilangan lapisan smear, mempunyai
kebocoran apikal yang lebih kecil bila dibandingkan

tanpa penghilangan lapisan smear. Sedangkan pada
penggunaan hydron, ada atau tidak lapisan smear
tidak berpengaruh pada kebocoran apikal.6,7
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
perbedaan kebocoran apikal antara Semen Ionomer
Kaca dan Endomethasone sebagai siler saluran akar
dengan dan tanpa irigasi EDTA 15%. Setelah
mengetahui perbedaan kebocoran apical antara
Semen Ionomer Kaca dan Endomethasone sebagai
siler saluran akar dengan adanya irigasi dan tanpa
irigasi EDTA 15% untuk menghilangkan lapisan
smear maka dapat diketahui kemampuan kedua
bahan tersebut dalam menutup bagian apical system
saluran akar secara sempurna. Diharapkan hasil
penelitian ini dapat menjadi acuan dalam pemilihan
siler saluran akar dan pembersihan lapisan smear
dalam melakukan perawatan saluran akar agar
didapatkan obturasi yang hermetic.

Bahan dan Metode
Penelitian ini dilakukan terhadap 32 akar gigi
tunggal premolar satu bawah yang telah tumbuh
sempurna dan lurus kemudian dilakukan preparasi
saluran akar dengan cara gigi-gigi yang akan
digunakan disimpan dalam larutan formalin 10%,
kemudian selama 3 hari direndam dalam larutan
NaOCl 5,25% untuk membersihkan jaringan lunak
dari permukaan akar gigi. Gigi-gigi sesudah
dibersihkan, dicuci dan disimpan dalam larutan
salin. Mahkota gigi dihilangkan menggunakan
diamond disc dengan panjang gigi 15 mm diukur dari
apikal dengan jangka sorong.
Ekstirpasi jaringan pulpa menggunakan barbed
broach. K-file nomor 20 digunakan untuk menembus
foramen apikal sampai 3 mm untuk menyamakan
kondisi apikal gigi. Kemudian panjang kerja
ditentukan dengan cara panjang gigi dikurangi 1
mm. Preparasi saluran akar dilakukan dengan
teknik step back. Preparasi pada bagian apikal
menggunakan K-file nomor 20 sampai K-file nomor
40 dengan panjang kerja sama. Setelah saluran akar
dipreparasi sampai K-file nomor 40 sebagai Master
Apical File (MAF), preparasi saluran akar
dilanjutkan menggunakan K-file nomor 45 sampai
K-file nomor 55 dengan melakukan pengurangan
panjang kerja 1 mm untuk tiap kenaikan nomor alat.
Setiap pergantian nomor alat dilakukan rekapitulasi
menggunakan file nomor 40 sesuai panjang kerja
dan dilakukan irigasi saluran akar dengan larutan
NaOCl 5,25%. Kemudian preparasi saluran akar
dilanjutkan dengan menggunakan K-file nomor 60

Okti Wintarsih et al : Kebocoran apikal pada irigasi dengan EDTA lebih kecil dibandingkan yang tanpa EDTA
Jurnal PDGI 58 (2) hal 14-19 © 2009

sampai K-file nomor 70 dengan panjang kerja sama
dengan K-file nomor 55. Rekapitulasi dilakukan
dengan K-file nomor 40 dan selalu dilakukan irigasi
saluran akar pada setiap pergantian alat. Kemudian
gigi-gigi yang telah dipreparasi disimpan dalam
larutan salin sampai saat obturasi.4
Selanjutnya dilakukan obturasi saluran akar
pada gigi-gigi yang telah dipreparasi diambil dari
larutan salin, kemudian dibagi menjadi 4 kelompok
uji masing-masing 8 gigi. Kelompok pertama dan
ketiga gigi diirigasi dengan menginjeksikan 10 ml
EDTA 15% selama 2 menit kemudian saluran akar
diirigasi dengan 10 ml NaOCl 5,25%. Saluran akar
dikeringkan dengan paper points, dilanjutkan
obturasi saluran akar menggunakan konus
gutaperca dengan teknik kondensasi lateral dan
menggunakan siler Semen Ionomer Kaca untuk
kelompok pertama dan Endomethasone untuk
kelompok ketiga. Kelompok kedua dan keempat,
masing-masing 8 gigi diirigasi hanya dengan 10 ml
NaOCl 5,25%. Setelah dikeringkan dengan paper
points kemudian dilakukan obturasi saluran akar
menggunakan siler Semen Ionomer Kaca untuk
kelompok uji kedua dan Endomethasone untuk
kelompok uji keempat.
Obturasi saluran akar pada keempat kelompok
uji menggunakan teknik kondensasi lateral dengan
konus gutaperca utama yang digunakan sesuai
dengan MAF yaitu nomor 40. Semen Ionomer Kaca
yang digunakan sebagai siler saluran akar kelompok
uji I dan II, dicampur diatas plat kaca dengan
perbandingan satu sendok takar serbuk dan dua tetes
cairan dan diaduk selama 20 detik sesuai dengan
petunjuk
pabrik.
Endomethasone
yang
dipergunakan sebagai siler kelompok uji III dan IV
dicampur diatas plat kaca dengan perbandingan satu
bagian cairan dan 7 bagian serbuk dan diaduk selama
40 detik. Kemudian kedua bahan dimasukkan ke
dalam saluran akar menggunakan lentulo yang
diputar searah jarum jam sampai seluruh dinding
saluran akar terlapisi siler. Sepertiga ujung konus
gutaperca utama dilapisi siler, kemudian
dimasukkan ke dalam saluran akar sampai tanda
yang diberikan pada konus gutaperca. Konus
gutaperca ditekan ke arah dinding saluran akar dan
ke arah foramen apikal dengan penguak, sehingga
terbentuk ruangan untuk konus gutaperca tambahan.
Penguak masuk ke dalam saluran akar sampai 2 mm
dari apikal. Konus gutaperca tambahan dimasukkan
ke dalam ruangan yang telah dibentuk oleh penguak
tadi. Pekerjaan ini diulangi sampai seluruh saluran

17

akar terisi dengan padat dan tidak dapat diisi dengan
konus gutaperca lagi. Konus gutaperca yang berlebih
pada bagian korona dipotong menggunakan
ekskavator yang dipanaskan dan dipadatkan dengan
kondensor.
Pada gigi yang telah dilakukan obturasi hasilnya
difoto Rontgen dengan cara gigi yang telah diisi
diletakkan di atas selembar malam merah kemudian
dilakukan pemotretan dari arah bukal. Apabila
obturasi belum hermetis, dilakukan obturasi ulang
sampai didapatkan obturasi saluran akar yang
hermetis.
Keempat kelompok uji kemudian disimpan
dalam kelembaban relatif 100% pada suhu kamar
(37 °C) selama 2 hari. Selanjutnya permukaan gigi
dilapisi dengan sticky wax 1 lapis dan cat kuku 3 lapis
sampai 1 mm dan foramen apikal.11
Pada tahap terakhir dilakukan pengukuran
kebocoran apikal pada gigi-gigi yang telah dilapisi
sticky wax dan cat kuku mengering, tiap kelompok gigi
dimasukkan ke dalam tabung centrifuge kemudian
ditambahkan tinta India hingga seluruh permukaan
gigi terendam larutan. Kemudian dilakukan centrifuge
selama 3 menit dengan kecepatan 800 rpm. Setelah
itu gigi dicuci dengan air mengalir selama 15 menit,
kemudian cat kuku dan sticky wax dihilangkan dengan
crown mess. Selanjutnya dilakukan penipisan bagian
mesial dan distal menggunakan diamond wheel bur
hingga terlihat peresapan warna tinta yang masuk ke
dalam saluran akar, Peresapan warna diamati dan
diukur secara langsung dari apikal ke koronal dalam
satuan milimeter menggunakan mikroskop stereo
dengan perbesaran 60 kali. Kebocoran apikal yang
diukur adalah pada peresapan warna yang terpanjang
pada permukaan mesial atau distal, dengan
pengukuran dilakukan 3 kali kemudian diambil rataratanya.7
Penelitian ini adalah penelitian eksperimental
laboratori, dengan analisa Anava satu jalur dan uji T.12

Hasil
Hasil pengukuran kebocoran apikal dilakukan
dengan mengukur tiap gigi sebanyak 3 kali
kemudian diambil rata-ratanya. Hasil rata-rata
kebocoran apikal paling besar terlihat pada
kelompok obturasi saluran akar menggunakan siler
Endomathasone tanpa irigasi EDTA 15% (1,316 ±
1,304) mm dan rata-rata kebocoran apikal paling
kecil pada obturasi saluran akar menggunakan suer
SIK dengan irigasi EDTA 15% (1,658 ± 0, 493) mm.

Okti Wintarsih et al : Kebocoran apikal pada irigasi dengan EDTA lebih kecil dibandingkan yang tanpa EDTA

18

Jurnal PDGI 58 (2) hal 14-19 © 2009

Tabel 1. Rata-rata hasil pengukuran kebocoran apikal gigi
n

∑X

A1

8

13,260

23,683

A2

8

42,220

233,089

5,278

1,211

A3

8

70,810

642,528

8,851

1,501

A4

8

90,530

1.036,355

11,316

1,304

Total

32

216,820

1.935,655

6,776

3,879

Keterangan: n

∑X

Pembahasan

Sumber

2

Rerata

SB

1,658

0,493

= Jumlah Subyek Penelitian
Jumlah Hasil Pengukuran
= Simpangan Baku
= SIK dengan irigasi EDTA 15%
= SIK tanpa irigasi EDTA 15%
= Endomethasone dengan irigasi EDTA 15%
= Endomethasone tanpa irigasi EDTA 15

∑X =

SB
Al
A2
A3
A4

Tabel 2. Rangkuman Analisis Variansi satu jalur kebocoran apikal
antara SIK dan Endomethasone dengan dan tanpa irigasi
EDTA 15%
Sumber

JK

db

RK

F

R2

p

Antar A

426,921

3

142,307

100,511

0,915

0,00

Dalam

39,643

28

1,416

-

-

-

Total

466,564

31

-

-

-

-

Keterangan: Antar A
JK
db
RK
F
R2
p

=
=
=
=
=
=
=

antar perlakuan
jumlah kuadrat
derajat kebebasan
rerata kuadrat
vanansi
koefisien determinasi
probabilitas

Tabel 3. Hasil analisis uji t perbedaan kebocoran apikal pada
obturasi saluran akar menggunakan siler SIK dan
Endomethasone dengan dan tanpa adanya irigasi EDTA
15%
Sumber

X

A1 – A2
P
A3 – A4
P
A3 – A1
P
A4 – A2P
P

6,085
0,000
-4,143
0,001
12,091
0,000
10,150
0,000

Keterangan: A1 -A2
A1
A2
A3
A4

=
=
=
=
=

antar perlakuan
SIK dengan irigasi EDTA 15%
SIK tanpa irigasi EDTA 15%
Endomethasone dengan irigasi EDTA 15%
Endomethasone tanpa irigasi EDTA 15%

Hasil penelitian kebocoran apikal menunjukkan
bahwa pada obturasi saluran akar menggunakan
gutaperca
dengan
siler
SIK
maupun
Endomethasone dengan irigasi EDTA maupun
tanpa irigasi EDTA 15% untuk menghilangkan
lapisan smear, semua kelompok menunjukkan
adanya kebocoran apikal. Hal ini menunjukkan
bahwa kedua siler tersebut belum memenuhi syarat
sebagai siler saluran akar yang ideal.
Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa
kebocoran apikal pada obturasi saluran akar dengan
siler SIK dengan dilakukan irigasi atau tidak
dilakukan irigasi EDTA 15% lebih kecil kebocoran
apikalnya dibandingkan penggunaan siler
Endomethasone dengan dan tanpa irigasi EDTA
15%. Perbedaan hasil tersebut disebabkan oleh
adanya ikatan kimiawi antara Semen Ionomer Kaca
dengan dentin saluran akar sehingga dapat
mencegah kebocoran apikal. Hal ini sesuai dengan
pernyataan Ray dan Seltzer (1991) bahwa Semen
Ionomer Kaca dapat berikatan secara kimiawi
dengan dinding saluran akar, yang memberikan
keuntungan dalam perawatan endodontik untuk
mencegah kebocoran dan penetrasi bakteri dalam
ruang antara dentin dan bahan pengisi saluran akar.
Pada penggunaan Semen Ionomer Kaca terjadi
adhesi fisikokimiawi pada dentin dan email. Adhesi
terjadi pada saat Semen Ionomer Kaca diaplikasikan
pada gigi karena adanya ikatan hidrogen gugus
karboksil bebas pada Semen Ionomer Kaca, Sejalan
dengan waktu, ikatan hidrogen digantikan oleh
ikatan ion karena adanya kation baik dari semen
maupun dan hidroksiapatit gigi. Penghilangan
lapisan smear dilakukan terutama pada
penggunaan Semen Ionomer Kaca karena dapat
meningkatkan adhesi Semen Ionomer Kaca dan
struktur gigi. Hal tersebut dapat dilihat dan hasil
penelitian, dimana selisih antara kelompok I dan
kelompok II lebih besar dibandingkan selisih antara
kelompok III dan kelompok IV.10
Pada obturasi saluran akar menggunakan
gutaperca dengan siler Endomethasone dengan dan
tanpa irigasi EDTA 15% terjadi kebocoran apikal
yang lebih besar daripada kebocoran apikal pada
penggunaan siler Semen Ionomer Kaca, karena
ikatan yang terjadi antara Endomethasone dengan
dentin merupakan ikatan fisis.11
Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan
bahwa kebocoran apikal gigi-gigi dengan irigasi
EDTA 15% untuk menghilangkan lapisan smear

Okti Wintarsih et al : Kebocoran apikal pada irigasi dengan EDTA lebih kecil dibandingkan yang tanpa EDTA
Jurnal PDGI 58 (2) hal 14-19 © 2009

lebih kecil daripada kelompok gigi yang tidak
dilakukan irigasi EDTA 15%.
Berdasarkan hasil penelitian ini, perlu
penelitian lanjutan tentang kebocoran apikal
menggunakan siler Endomethasone dan Semen
Ionomer Kaca dan tanpa irigasi EDTA 15% dalam
jangka waktu lebih lama (>5 hari) dan perlu
dilakukan penelitian lain untuk mengetahui
pengaruh aspek-aspek lain bila SIK digunakan
sebagai bahan pengisi saluran akar.

Daftar Pustaka
1. Bence R. Buku pedoman endodontik klinik (Terj).
Jakarta: UI Press; 1990. h. 7- 8, 173-6.

19

5. Taylor JK, Jeansonne BG, Lemon RR. Coronal leakage:
effects of smear layer, obturation technique and sealer.
J Endod 1997; 23(8):508-12.
6. Grossman LL, Oliet S, Rio CED. Ilmu endodontik
dalam praktek (Terj). Jakarta: EGC; 1995. p. 205-8, 2445.
7. Ingle JI, Luebke RG, Zidell JD, Walton RE, Taintor JF.
Obturation of the radicular space. Dalam Ingle, JI and
Taintor IF, eds. Endodontics. 3th ed. Philadelphia: Lea
and Febiger; 1985. p. 237-9, 242-3.
8. Gunawan JA. Pcnggunaan ionomer gelas sebagai
scaler pada pengisian saluran akar dengan basung
gutaperca. Kumpulan Makalah Ilmiah Kongres PDGI
XIX. 1995. p. 149-153.
9. Ray H, Seltzer S. A new glass ionomer root canal
sealer. J Endod 1991; 17(2):598-603.

2. Harty FJ. Endodonti klinis (Terj.). Edisi 3. Jakarta:
Hipocrates; 1990. p. 1, 5, 125, 137-8, 189-93.

10. Gunawan JA. Evaluasi biologik semen ionomer gelas
memakai kultur jaringan. Majalah Ilmiah Kedokteran
Gigi FKG Usakti 1996; 2:989-95.

3. Siswadi YLS. Pengaruh preparasi saluran akar
terhadap banyaknya debris yang terdorong keluar
apeks dan kebersihan dinding saluran akar. Majalah
Ilmiah Kedokteran Gigi FKG Usakti 1996; 2:776-84.

11. Lucena C, Martin C. A comparative study of apical
leakage of endomethasone, top seal, and roeko seal
sealer cements. J Endod 2005; 28(6):423-6.

4. Tarigan R. Perawalan pulpa gigi (Endodonti). Jakarta:
Penerbit Widya Medika; 1994. h. 85- 101.

12. Luknis S, Sutanto PH. Statistik kesehatan. Edisi Revisi.
Jakarta: Rajagrafindo; 2008.

Dokumen yang terkait

Analisis komparatif rasio finansial ditinjau dari aturan depkop dengan standar akuntansi Indonesia pada laporan keuanagn tahun 1999 pusat koperasi pegawai

15 355 84

FREKWENSI PESAN PEMELIHARAAN KESEHATAN DALAM IKLAN LAYANAN MASYARAKAT Analisis Isi pada Empat Versi ILM Televisi Tanggap Flu Burung Milik Komnas FBPI

10 189 3

SENSUALITAS DALAM FILM HOROR DI INDONESIA(Analisis Isi pada Film Tali Pocong Perawan karya Arie Azis)

33 290 2

Analisis Sistem Pengendalian Mutu dan Perencanaan Penugasan Audit pada Kantor Akuntan Publik. (Suatu Studi Kasus pada Kantor Akuntan Publik Jamaludin, Aria, Sukimto dan Rekan)

136 695 18

DOMESTIFIKASI PEREMPUAN DALAM IKLAN Studi Semiotika pada Iklan "Mama Suka", "Mama Lemon", dan "BuKrim"

133 700 21

Representasi Nasionalisme Melalui Karya Fotografi (Analisis Semiotik pada Buku "Ketika Indonesia Dipertanyakan")

53 338 50

PENERAPAN MEDIA LITERASI DI KALANGAN JURNALIS KAMPUS (Studi pada Jurnalis Unit Aktivitas Pers Kampus Mahasiswa (UKPM) Kavling 10, Koran Bestari, dan Unit Kegitan Pers Mahasiswa (UKPM) Civitas)

105 442 24

Berburu dengan anjing terlatih_1

0 46 1

DAMPAK INVESTASI ASET TEKNOLOGI INFORMASI TERHADAP INOVASI DENGAN LINGKUNGAN INDUSTRI SEBAGAI VARIABEL PEMODERASI (Studi Empiris pada perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) Tahun 2006-2012)

12 142 22

Hubungan antara Kondisi Psikologis dengan Hasil Belajar Bahasa Indonesia Kelas IX Kelompok Belajar Paket B Rukun Sentosa Kabupaten Lamongan Tahun Pelajaran 2012-2013

12 269 5