PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP ANAK SEBAGAI PELAKU TINDAK PIDANA YANG IDENTITASNYA DI PUBLIKASIKAN (Jurnal)

  PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP ANAK SEBAGAI PELAKU TINDAK PIDANA YANG IDENTITASNYA DI PUBLIKASIKAN (Jurnal)

Oleh :

SINTHA UTAMI FIRATRIA

  1412011402 FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS LAMPUNG BANDAR LAMPUNG 2018

  

ABSTRAK

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP ANAK SEBAGAI PELAKU

TINDAK PIDANA YANG IDENTITASNYA DI PUBLIKASIKAN

Oleh

Sintha Utami Firatria, Gunawan Jatmiko, Budi Rizki Husin

  

E-mail : firatria14@gmail.com

  Perlindungan hukum bagi anak sebagai pelaku tindak pidanasalah satunya adalah

  • – penghindaran dari publikasi atas identitas dirinya yang diatur dalam Undang Undang No 23 Tahun 2002 jo Undang –Undang No 35 Tahun 2014 Pasal 64 huruf i. Tetapi masih ditemukan beberapa media/pers yang mempublikasikan identitas anak tersebut secara lengkap dan jelas. Permasalahan: Bagaimanakah perlindungan hukum terhadap anak sebagai pelaku tindak pidana yang identitasnya di publikasikan dan apakah faktor yang menghambat perlindungan hukum terhadap anak sebagai pelaku tindak pindana sehingga identitasnya di publikaskan. Pendekatan masalah menggunakan yuridis normatif dan yuridis empiris. Data primer dan sekunder kemudian dianalisis secara kualitatif. Narasumber: Anggota polisi Polda Bandar Lampung, Pemerhati Anak Lembaga Perlindungan Anak Bandar Lampung, Pimpinan Redaksi Radar Lampung, dan Akademisi Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Lampung. Perlindungan hukum terhadap anak sebagai pelaku tindak pidana yang identitasnya di publikasikan adalah pemulihan nama baik bagi anak tersebut juga harus dilakukan agar nantinya anak tersebut tidak merasakan takut jika sudah berhadapan dengan masyarakat disekitarnya. Faktor penghambat yang paling dominan adalah dari sumberdaya manusia yang masih kurang memahami mengenai peraturan hukum yang sudah ada, masih mengedepankan atau mengutamakan urusan pribadi dan mengabaikan kode etik jurnalistik dan peraturan hukum yang sudah ditetapkan. Saran: Diharapkan bagi wartawan media/pers lebih memahami mengenai peraturan hukum yang sudah berlaku sehingga nantinya tidak ada lagi kelalaian seperti mempublikasikan identitas anak yang menjadi pelaku tindak pidana.

  Kata Kunci : Perlindungan. Anak. Identitas. Publikasi

  

ABSTRACT

LEGAL PROTECTION FOR CHILDREN AS PERPETRATORS OF CRIME

WHOSE IDENTITY IS PUBLISHED

By

  

Sintha Utami Firatria, Gunawan Jatmiko, Budi Rizki Husin

E-mail : firatria14@gmail.com

One of the legal protection given to jouvenile delinquents is to avoid their identity

from being publicized. This is regulated in Law number 23 Year 2002 jo Law

number 35 year 2014, article 64 letter i. Some media are, however, still found

publicize the jouvenile delinquents's clear identity. The problems formulated here

are: How is the legal protection given to the jouvenile delinquents whose identity

is publicized? And what factors hinder the legal protection to be given to them?

The approaches used are both normative and empirical judicials. The primary

and secondary data are then analyzed qualitatively. The references are: Bandar

Lamping Police Officer, Child Protection Institution of Bandar Lampung, Head of

Radar Lampung Editor, and Academic Criminal Law Faculty of Law University

of Lampung. The legal protection given to the juvenile delinquents whose identity

is publicized serves as name refinement, so they do not feel afraid to socialize in

the society again. The most hindering factor is the poor human resources in

understanding the existing laws, prioritizing personal affairs, and ignoring the

journalistic codes of ethics and applied regulations. The suggestion is therefore:

It is suggested that the journalists understand more about the existing laws that

there will be no more negligance, like publicizing the identity of the juvenile

delinquents.

  Keywords : Protection. Children. Identity. Publication

I. PENDAHULUAN

  pasal 64 huruf i disebutkan bahwa anak nakal harus dilindungi dari publikasi atas identitasnya sendiri. Apabila identitas anak diberitahukan kepada publik, itu akan

  Anak membutuhkan perlindungan dan perawatan khusus termasuk perlindungan hukum yang berbeda dari orang dewasa. Hal ini didasarkan pada alasan fisik dan mental anak-anak yang belum dewasa dan matang. Anak perlu mendapatkan suatu perlindungan yang telah termuat dalam suatu peraturan perundang-undangan yaitu Undang

  • –Undang No 23 Tahun 2002 jo Undang-Undang No 35 Tahun 2014 tentang perlindungan anak.Anak yang berhadapan dengan hukum baik sebagai korban maupun pelaku wajib dilindungi hak - haknnya oleh pemerintah dan tidak boleh di perlakukan secara diskriminatif. Anak yang melakukan tindak pidana atau melakukan perbuatan yang dinyatakan terlarang bagi anak perlu ditangani dengan seksama melalui sistem peradilan pidana anak. Perlindungan hukum terhadap anak merupakan usaha dan kegiatan seluruh lapisan masyarakat dalam berbagai kedudukan dan peranan, yang menyadari betul pentingnya anak bagi nusa dan bangsa di kemudian hari. Anak akan matang pertumbuhan fisik maupun mental dan sosialnya, maka tiba saatnya menggantikan generasi terdahulu. Perlindungan anak merupakan perwujudan adanya keadilan dalam suatu masyarakat, dengan demikian perlindungan anak di usahakan dalam berbagai bidang kehidupan bernegara dan bermasyarakat. Anak dibawah umur sekarang ini banyak yang melakukan tindak pidana dan banyak pula pemberitaan mengenai kasus yang dilakukan oleh anak
  • – anak tersebut. Namun, Pemberitaan di media massa yang diambil oleh wartawan memperlihatkan identitas anak yang menjadi pelaku tindak pidana dengan cara memperlihatkan wajah dengan menutupi matanya, menyebutkan nama tanpa memperlihatkan wajah, atau dengan menyebutkan inisial nama dll melalui media baik media cetak seperti koran dan situs pemberitaan online. Pemberitan tersebut menimbulkan dampak terhadap anak. Pelaku tindak pidana yang sudah dewasa pengenalan terhadap identitas dirinya memang sudah biasa dilakukan. Namun, pada pelaku tindak pidana yang masih dibawah umur / anak – anak pengenalan identitas diri masih menjadi suatu perhatian karena pemberitaan tersebut dapat berdampak bagi anak tersebut dalam berkesempatan yang seluas-luasnya untuk tumbuh dan berkembang secara optimal baik fisik, mental, sosial, berakhlak mulia perlu di dilakukan upaya perlindungan serta untuk mewujudkan kesejahteraan anak dengan memberikan jaminan terhadap pemenuhan hak-haknya serta adanya perlakuan tanpa diskriminatif. Undang –Undang No 23 Tahun 2002 jo Undang –Undang No 35 Tahun 2014 Pasal 64 huruf i disebutkan bahwa perlindungan khusus bagi anak yang berhadapan dengan hukum ialah penghindaran dari publikasi atas identitasnya. Dari
menyebabkan kerugian secara fisik dan mental

  ,

  mengancam kepada masa depannya di bidang pendidikan, mendapatkan labelisasi dari masyarakat dan juga dapat menimbulkan trauma kepada dirinya. Pelaksanaan peraturan perundang- undangan yang berkaitan dengan perlindungan pemberitaan identitas anak nakal belum dapat berjalan sebagaimana mestinya, dikarenakan tidak ada pengaturan yang jelas dan spesifik untuk memberikan perlindungan pemberitaan identitas anak nakal. Berdasarkan dari pengamatan yang dilakukan dengan menggunakan media elektronik maupun media cetak, masih sering kali dijumpai mengenai beberapa pemberitaan yang tidak merahasiakan identitas anak nakal seperti halnya termuat dalamSitus Detik.Com tanggal 16 februari 2017 yang berjudul Diduga Depresi, Remaja di Ciputat Bacok Ibu Kandung hingga Tewas. Dalam berita yang di upload di situs tersebut, nama dan umur anak yang menjadi pelaku tersebut di cantumkan yaitu Dimas (15).

  • –Undang No. 35 Tahun 2014 dan kode etik jurnalistik pasal 5. Namun hingga saat ini masih belum ada sanksi yang tegas bagi para wartawan yang mempublikasikan identitas anak sebagai pelaku tindak pidana. Seharusnya ada sanksi yang diberikan kepada media atau wartawan yang mengungkapkan identitas anak yang berhadapan dengan hukum. Dalam kode etik jurnalistik itu sudah diatur tetapi masih ada saja wartawan yang melanggar. Dalam Undang –Undang No 23 Tahun 2002 jo Undang –
  • – Undang No 35 tahun 2014 jo Undang –

  tersebut tidak boleh dipublikasikan keseluruhan Namun, para wartawan masih minim tentang aturan dalam mempublikasian identitas anak sebagai pelaku tindak pidana yang benar. Karena masih saja ditemukan di beberapa media portal di internet maupun media cetak para wartawan masih mempublikasikan identitas

   akses

  anak tersebut baik menyebutkan nama lengkap dan usianya sebagai bahan tulisan berita yang mereka buat. Dalam hal ini, wartawan secara tidak langsung telah melanggar ketentuan dari Pasal 64 Huruf i Undang

  Undang No 35 Tahun 2014 peraturan mengenai orang yang menyebarkan identitas anak yang berhadapan dengan hukum belum diatur. Seharusnya dalam Undang

  Undang No 23 Tahun 2002 diatur mengenai sanksi terhadap pelanggar pasal 64 karena itu sama aja dia menghilangkan atau membuat anak yang berhadapan dengan hukum yang seharusnya mendapatkan perlindungan hukum tetapi karena pihak lain (wartawan atau media) yang melanggar ketentuan yang telah di buat maka dirinya pun tidak merasa mendapatkan perlindungan hukum.

1 Seharusnya identitas dari anak nakal

  Permasalahan dalam penulisaan skripsi ini, terdiri dari : a.

  Bagaimanakah perlindungan hukum terhadap anak sebagai pelaku tindak pidana yang identitasnya di publikasikan? b.

  Apakah faktor yang menghambat perlindungan hukum terhadap anak sebagai pelaku tindak pindana sehingga identitasnya di publikasikan?

  Pendekatan masalah menggunakan yuridis normatif dan yuridis empiris. Narasumber: Anggota polisi Polda Bandar Lampung, Pemerhati Anak Lembaga Perlindungan Anak Bandar Lampung, Pimpinan Redaksi Radar Lampung, dan Akademisi Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Lampung.Analisis data dilakukan secara komulatif dan disimpulkan secara induktif dan deduktif.

  Anakyang berhadapan dengan hukum baik sebagai korban maupun pelaku wajib dilindungi hak-haknnya oleh pemerintah dan tidak boleh diskriminasi. Terhadap anak yang melakukan tindak pidana atau melakukan perbuatan yang dinyatakan terlarang bagi anak perlu ditangani dengan seksama. Wujud dari suatu keadilan adalah di mana pelaksanaan hak dan kewajiban seimbang, pelaksanaan hak dan kewajiban bagi anak yang melakukan tindak pidana perlu mendapat bantuan dan perlindungan agar seimbang dan manusiawi. Perlukiranya diperhatikan bahwa kewajiban bagi anak harus diperlukan dengan situasi, kondisi, mental, fisik, keadaan sosial dan kemampuannya pada usia tertentu.salah satu proses perlindungan terhadap anak yang berhadapan hukum, dimana anak sebagai pelaku, maka peran orang tua, penasehat hukum, pembimbing kemasyarakatan, penuntut umum, dan hakim merupakan suatu sistem yang saling relevan untuk terlaksananya dan dilindungi hak-hak anak dalam proses peradilan pidana.

  2 Ada kewajiban pemerintah dan

  masyarakat untuk memberikan perhatian dan pengawasan terhadap kelangsungan hidup yang layak bagi tumbuh kembang anak, sebagai generasi penerus bangsa. Serta peran media massa dalam penyebarluasan informasi dan materi edukasi yang bermanfaat dari aspek sosial, budaya, pendidikan, agama, dan kesehatan anak dengan memperhatikan kepentingan terbaik bagi anak, sebagaimana yang diamanatkan dalam peraturan perundang- undangan

II. PEMBAHASAN A. Perlindungan Hukum Terhadap Anak Sebagai Pelaku Tindak Pidana Yang Identitasnya Di Publikasikan

  3 Pada media koran dan

  elektronika sering memberitakan tentang kejahatan yang dilakukan anak yang dapat merugikan orang lain, bahkan mengganggu ketertiban umum. Berdasarkan hasil wawancara bersama Toni Fisher, beliau menyatakan bahwa melakukan perlindungan anak harus terpadu berbasis masyarakat yang artinya jika masyarakat menemukan ada yang mempublikasikan identitas anak yang berhadap dengan hukum baik pihak media maupun yang lain maka 2 Rehngena Purba, Proses Pengadilan Anak

  (Litmas Sebagai Bahan Pertimbangan Putusan Oleh Hakim Dalam Sidang Pengadilan Anak , (Jakarta: Mahkamah Agung RI, 2008), hlm. 120. diakses pada hari Sabtu, 25 November 2017 kita selaku masyarakat dapat mengadukan hal tersebut kepada pihak yang berwajib. Karena mempublikasikan identitas anak sebagai pelaku tindak pidana merupakan pelanggaran berat yang dapat merugikan anak tersebut. Perlindungan bagi anak bukan saja dari pihak pemerintah dan lembaga khusus anak tetapi dari masyarakat pun anak membutuhkan pelindungan.

  Erna Dewi berpendapat apablia berita mengenai kasus tindak pidana yang pelakunya adalah anak dibawah umur dan identitasnya sudah dipublikasikan, maka pihak media sendiri harus melakukan permintaan maaf terhadap anak yang menjadi korban kelalaian dari wartawan tersebut. Selain itu harus ada juga pembersihan atau pemulihan nama baik terhadap anak tersebut. Karena secara tidak langsung nama anak tersebut sudah tercemar dan akan merugikan anak tersebut di masa yang akan datang apabila anak tersebut sudah menjalani hukuman yang telah diberikan. Sependapat dengan Erna Dewi, Nyoman Sri Oktarini berpendapat bentuk perlindungan hukum terhadap anak sebagai pelaku tindak pidana yang identitasnya dipublikasikan adalah dengan cara pemulihan nama baik terhadap anak yang menjadi korban publikasikan tersebut. Menurut beliau, dengan memulihkan nama baik dari anak tersebut dapat memberikan dampak yang baik bagi anak tersebut sehingga anak tersebut merasa dilindungi dan mendapatkan hak-nya kembali. Selain itu Nyoman Sri Oktarini menyatakan bahwa pihak wartawan media/pers yang mempublikasikan identitas anak sebagai pelaku tindak pidana ini harus juga mengajukan permintaan maaf. Apabila berita tersebut di cetak di surat kabar maka wartawan yang bersangkutan harus menuliskan permintaan maaf di surat kabar untuk edisi keesokan hari.

  Berdasarkan hasil wawancara diatas penulis menganalisis bahwa pihak dari anak dapat melakukan pengaduan atas pencemaran nama baik dari anak tersebut tetapi bisa juga dilakukan dengan rehabilitasi. Rehabilitasi lebih kepada halyang tidak berhubungan dengan materi melainkan hanya menyangkutnama baik saja karena rehabilitasi adalah pemulihan hak seseorang hakatau kemampuan seseorang dalam posisi semula. Permintaan rehabilitasi bisa diajukan dari pihak keluarga anak yang bersangkutan atau kuasanya. Selain itu anak juga mendapatkan hak jawab yaitu hakseseorang untuk memberikan tanggapan atau sanggahan terhadap pemberitaan berupa fakta yang merugikan nama baiknya.

  Wartawan atau jurnalis yang menyebarkan identitas ana sebagai pelaku tindak pidana merupakan pelanggaran Kode Etik Jurnalistik, maka Dewan kehormatan PWI yang berwenang dalam menetapkan telah terjadinya pelanggaran kode etik jurnalistik dam sanksi terhadap pelakunya. Dean kehormatan PWI merupakan satu-satunya lembaga yang berwenang menetapkan kesalahan dan sanksi bagi pelaku pelanggara kode etik jurnalistik di Indonesia. Keputusan Dewan Kehormatan PWI tidak dapat di ganggu gugat. Hukuman dapat dijatuhkan oleh Dewan Kehormatan PWI kepada pelaku pelanggaran Kode Etik Jurnalis adalah sebagai beriku :

1. Peringatan biasa 2.

  Peringatan keras 3. Skorsing dari keanggotaan

  PWI untuk selama-lamanya dua tahun. Anggota PWI yang terkena hukuman karena pelanggaran kode etik jurnalistik dapat membela diri di kongres. Selain dari Ketetapan Dewan Kehormatan Pwi mengenai sanksi yang di berikan bagi wartawan yang melakukan pelanggaran, dalam Undang-Undang No 11 Tahun 2012 tentang sistem peradilan pidana anak disebutkan ada sanksi yang dapat diberikan kepada penyebar identitas anak yang termuat dalam pasal 97 yang berbunyi :

  “Setiap orang yang melanggar kewajiban sebagimana dimaksud dalam pasal 19 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah)”

  Nyoman Sri Oktarini menyatakan, dalam sebuah kasus yang melibatkan anak sebagai pelaku tindak pidana sudah berbeda dalam penanganannya dengan orang dewasa begitupun dalam hal nya mempublikasikan identitasnya karena anak sebagai pelaku tindak pidana sangat dihindarkan dari pempublikasian identitasnya. Dari semua prosedur mulai pemeriksaan hingga berkas dilimpahkan ke kejaksaan, sangat menjaga anak untuk menghindari dari beban psikis dan moral. Setiap ada kasus yang masuk kepolisian selalu diupayakan untuk kerahasiaan identitas pelaku terutama pelaku yang masih di bawah umur. Jika ada wartawan yang ingin meliput kasus yang dimana anak tersebut menjadi pelaku tindak pidana, pihak polisi selalu mengingatkan bahwa anak tersebut berkonflik dengan hukum sehingga perlu di perhatikan dalam memuat berita tersebut agar tidak terjadi kelalaian seperti mempublikasikan identitas anak tersebut. Humas dari kepolisian juga tidak menyebutkan identitas anak tersebut apabila kasus tersebut tidak boleh diliput oleh wartawan. Namun apabila identitas anak tersebut memang harus dipublikasikan karena suatu hal yang lain, maka dalam mempublikasikan identitas anak tersebut dengan cara : a.

  Apabila menggunakan nama, harus menggunakan inisial nama atau menggunakan nama samaran.

  b.

  Umurnya boleh dipublikasikan c. Alamat dari anak tersebut juga tidak boleh secara lengkap.

  Hanya menyebutkan wilayahnya saja d.

  Apabila mempublikasikan dengan bentuk foto, tidak boleh dimunculkan wajahnya harus ditutupi atau mata dari anak tersebut di tutupi. Jika menggunakan video, anak tersebut menggunakan baju tahanan dan mukanya di tutupi oleh zebo.

  e.

  Kronologis kejadian harus di jabarkan secara jelas dan tetap menyebutkan bahwa pelakunya tetap anak.

  Wirahadi Kusuma juga menyatakan, dalam memuat suatu berita yang berisikan mengenai perbuatan tindak pidana yang pelakunya adalah anak di bawah umur, ia sangat menjaga kerahasiaan identitas anak tersebut. Dalam memuat berita tersebut pihak Radar sendiri menggunakan insial nama dari sang pelaku. Namun menggunakan insial nama pun mereka juga mengubah atau menyamarkan agar tidak dapat dikenali seperti contoh apabila pelaku tersebut berinisial SD maka mereka akan mengubahnya menjadi DS. Mengenai alamat pun pihak Radar tidak menunliskannya secara lengkap, hanya sedkit yang di tulis. Sebagai contoh juga alamat pelaku tersebut di perum korpri blok e6 sukarame bandar lampung, mereka akan menuliskan hanya perum korpri atau sukarame saja. Hal ini dilakukan sesuai dengan kode etik jurnalistik sekaligus melindungi anak dari hal- hal yang dapat merugikan anak itu sendiri. Penulis menganalisis pendapat dari Nyoman Sri Oktarini dan Wirahadi Kusuma apabila dalam suatu hal yang lain identitas anak sebagai pelaku tindak pidana harus dipublikasikan, maka pihak media/pers harus mengikuti kode etik dalam melakukan pempublikasian identitas dari anak tersebut. Seperti yang sudah disampaikan di atas, untuk nama harus menggunakan insial nama. Untuk alamat tidak boleh di sebutkan secara lengkap. Karena apabila namanya sudah disamarkan atau menggunakan inisial tetapi alamatnya dicantumkan secara jelas, maka sama saja itu mempublikasikan identitas anak tersebut, dan jika ada warga disekitar rumah anak tersebut membaca berita tersebut otomatis mereka tau dan sampe nanti anak tersebut sudah menyelesaikan hukumannya, anak tersebut kan dicap sebagai pelaku tindak pidana dan akan berpengaruh terhadap diri dari anak tersebut. Berdasarkan uraian dan hasil wawancara dengan para narasumber di atas,Penulis berpendapat bahwa untuk menjaga kerahasiaan identitas anak, diperlukan kerjasama antara penegak hukum dan masyarakat umum. Walaupun penegak hukum sudah menjalankan perintah undang- undang yaitu menjaga kerahasiaan identitas anak, namun bila masyarakat dan pihak keluarga tidak tercipta kerja sama itu juga dapat dikategorikan sebagai kendala. Seperti halnya media yang lalai sehingga identitas anak sebagai pelaku tindak pidana dipublikasikan secara jelas dan lengkap. Tujuan dari perlindungan atas kerahasiaan identitas tersebut adalah agar anak dapat terjaga kondisi psikis dan terhindar dari sanksi sosial masyarakat umum. Perlindungan hukum atas kerahasiaan identitas ini diharuskan pada setiap tahapan pemeriksaan sampai putusan.

  B. Faktor Yang Menghambat Perlindungan Hukum Terhadap Anak Sebagai Pelaku Tindak Pidana yang Identitasnya Di Publikasikan

  Untuk mendapatkan suatu keadilan diperlukan adanya keseimbangan antara hak dan kewajiban. Demikian juga halnya dengan pelaksanaan hak dan kewajiban bagi anak yang melakukan tindak pidana perlu mendapatkan bantuan dan perlindungan hukum agar tercapai suatu keadilan yang diharapkan. Namun perlu untuk digaris bawahi adalah dalam hal memperlakukan anak-anak harus memperhatikan situasi, kondisi fisik dan mental, kedaan sosial serta usia dimana pada tiap tingkatan usia anak mempunyai kemampuan yang berbeda-beda. Kepastian hukum perlu diusahakan demi kelangsungan kegiatan perlindungan anak dan mencegah penyelewengan yang membawa akibat negativ yang tidak diinginkan dalam pelaksanaan perlindungan anak. Adapun faktor-faktor yang menghambat atau mempengaruhi dapat diklasifikasikan menjadi fakor eksternal dan faktor internal. Faktor eksternal ini menyangkut political

  will dari pemerintah untuk menyusun

  dan melaksanakan program pembangunan yang berwawasan kepentingan anak. Sedangkan faktor internal yang menghambat penegakan hak anak dipengaruhi oleh beberapa faktor- faktor, yaitu : a.

  Peraturan hukumnya ,yakni peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang masalah hukum tertentu. Dalam hal ini masalah peraturan hukum yang mengatur tentang hak- hak anak berkenaan dengan: b. Caturwangsa meliputi kepolisian

  (lembaga penyidik), jaksa (lembaga penuntut), hakim (lembaga peradilan) dan pengacara atau advokat.

  c.

  Budaya hukum masyarakat ,yakni stuktur sosial dan pandangan kultural yang berlangsung dan diyakini masyarakat dalam menegakkan hukum sebagai sebuah pedoman tingkah laku sehari-hari.

  Masalah budaya hukum merupakan masalah penting dalam penegakkan hukum Indonesia yang menyangkut keyakinan masyarakat pada hokum dan para penegak hukum.

  d.

  Masyarakat hukum, yakni tempat bergeraknya hukum dalam kehidupan sehari-hari yang mencakup dengan sejauh mana kepatuhan masyarakat kepada hukum, kepadulian masyarakat untuk menegakkan hukum untuk menuju ketertiban dan kedamaian. Dalam hal penegakkan hak-hak anak dalam praktek kehidupan sehari-hari, hokum anak hanya pedoman yang bisa dijadikan acuan untuk mengarahkan bagaimana masyarakat bertindak jika masalah anak ditemukan.

  4 Erna Dewi berpendapat, bahwa fakor

  hukum bukan menjadi salah satu faktor penghambat dalam melakukan perlindungan hukum terhadap anak sebagai pelaku tindak pidana yang identitasnya di publikasikan. Karena di dalam peraturan hukum yaitu Undang-Undang no 23 tahun 2002 jo Undang-Undang no 35 tahun 2014

  pasal 64 huruf i sudah di jelaskan bahwa anak yang menjadi pelaku tindak pidana harus terhindar dari pempublikasian identitasnya. Selain Undang-Undang No 23 tahun 2002 jo Undang-Undang No 35 tahun 2014, Undang-Undang No. 40 tahun 1999 mengenai pers juga mengatur mengenai larangan dalam publikasi identitas anak. Adapun faktor-faktor lain yang menyebabkan perlindungan tersebut tidak berjalan dengan baik, yaitu : a.

  Sumber daya manusia yang kurang memahami dasar hukum dan peraturan yang sudah ada. Jika dari sumber daya manusia sendiri sudah memahami dasar hukum dan peraturan yang sudah ada, maka tidak ada faktor penghambatnya sehingga perlindungan hukum tersebut berjalan dengan semestinya. 4 Danwan Prinst, Hukum Anak Indonesia, Citra Aditya Bakti : Bandung, 2003. Hal. b.

  Budaya kurang peduli tehadap hak anak. Karena apabila seseorang yang kurang peduli terhadap hak anak dan mengabaikannya maka akan berdampak negatif bagi anak tersebut. Salah satunya terganggunya psikologis seorang anak tersebut. Toni Fisher menyatakan bahwa faktor yang mengambat perlindungan hukum terhadap anak sebagai pelaku tindak pidana yang identitasnya di publikasikan oleh wartawan dari media/pers adalah kurangnya sosialisasi dan pemahaman terhadap hukum dan peraturan termasuk Undang-Undang pelindungan anak maupun Undang-Undang sistem peradilan pidana anak. Selain itu, Toni fisher juga mengatakan bahwa kepetingan pribadi dari seorang media / pers dapat menjadi faktor penghambatnya seperti media atau pers tersebut di kejar deadline untuk menerbitkan berita itu dan berakhir tidak menyerahkan berita tersebut kepada editor lalu ia menerbitkan beritanya tersebut tanpa melalui proses pengeditan.

  Penulis sependapat dengan pendapat yang disampaikan oleh Erna Dewi dan Toni Fisher bahwa faktor penghambat sehingga tidak berjalan dengan baiknya perlindungan hukum terhadap anak sebagai pelaku tindak pidana sehingga identitasnya di publikasikan adalah kurangnya pemahaman wartawan terhadap dasar hukum dan peraturan yang sudah ada termasuk Undang-Undang pelindungan anak maupun Undang- Undang sistem peradilan pidana anak. Karena kita sebagai masyarakat yang dapat memberikan perlindungan terhadap anak yang berhadapan dengan hukum maupun tidak harus memahami hukum dan peraturan tersebut. Seharusnya wartawan sendiri harus memahami peraturan tersebut karena dalam Undang-Undang pelindungan anak, Undang-Undang Pers dan Kode Etik Jurnalistik sudah di jelaskan jika tidak boleh mempublikasikan identitas anak sebagai pelaku tindak pidana.

  Nyoman Sri Oktarini menyatakan, faktor penghambat sendiri adalah dari pihak wartawan media/pers yang terburu-buru dalam melakukan peliputan berita dan dari pihak redaksi dan editor yang kurang teliti dalam melakukan pengeditan berita tersebut.Nyoman Sri Oktarini sendiri juga menambahkan jika ada berita baik akan diberitakan menjadi berita baik dan jika ada berita buruk akan menjadi perkejaan bagi mereka. Saling mendahului agar dia bisa menerbitkan berita tersebut yang pertama sehingga dia akan mengabaikan kode etik karena menurut beliau pada waktu ini media/pers sudah bebas dan tanpa batas. Wirahadi Kusuma berpendapat lain, menurutnya kurangnya pemahaman terhadap undang-undang pelindungan anak maupun undang- undang sistem peradilan pidana anak bukan menjadi salah satu faktor penghambatnya perlindungan hukum terhadap anak sebagai pelaku tindak pidana yang identitasnya di publikasikan oleh media / pers. Beliau mengatakan bahwa sebelum wartawan tersebut menjadi seorang wartawan dan wartawan tersebut masuk ke sebuah redaksi, mereka akan mendapatkan pembekalan mengenai pemahaman isi dari kodek etik jurnalistik dan tentu juga pemahaman terhadap undang

  • – undang perlindungan anak dan undang-undang sistem peradilan anak. Berdasarkan hasil wawancara bersama narasumber mengenai faktor penghambat dalam melakukan perlindungan hukum terhadap anak sebagai pelaku tindak pidana yang indentitasnya dipublikasikanPenulis mengamati, Walaupun sudah melakukan pembekalan atau pendalaman terhadap wartawan baru mengenai Kode Etik Jurnalistik maupun Peratruran Perundang- Undangan yang berkaitan dengan hak-hak anak sebagai pelaku tindak pidana, masih di temukan beberapa yang tidak mengikuti atau mematuhi Kode Etik Jurnalistik maupun peraturan Perundang-Undangan lainnya. Faktor penghambatnya diantara lain : 1)

  Dari sumber daya manusia yang masih kurang akan pemahaman wartawan mengenai peraturan hukum yang melibatkan anak menjadi faktor utama mengapa identitas anak yang menjadi pelaku tindak pidana masih dapat dipublikasikan ke publik. Melihat adanya peraturan di dalam Peundang-Undangan maupun Kode Etik Jurnalistik seharusnya mereka paham akan tidak diperbolehkannya mempublikasikan identitas anak sebagai pelaku tindak pidana ke publik. 2)

  Dari segi budaya, budaya kurang peduli terhadap hak-hak seseorang terlebih hak-hak anak. Masih ditemukan beberapa yang kurang peduli terhadap hak anak sehingga mengabaikan hak anak dan berdampak negatif bagi anak tersebut. 3)

  Mengabaikan Kode Etik demi kepentingan pribadi pun menjadi faktor lain sehingga wartawan tersebut dapat mempublikasikan identitas anak yang menjadi pelaku tindak pidana ke publik. Seperti contoh, apabila ada suatu kasus yang sedang heboh di kalangan publik, agar ia mendapatkan keuntungan ia meliput kasus tersebut dan menerbitkannya dengan mengabaikan Kode Etik yang seharusnya ia ikuti dan tanpa melalui pengeditan lagi. Atau wartawan tersebut sedang dikejar

  deadline agar segera menerbitkan

  berita tersebut. Karena terburu- buru ia tidak sempat untuk mengeditnya sehingga berita tersebut di terbitkan tanpa melalui pengeditan.

  III. PENUTUP A. Simpulan

  Berdasarkan uraian sebelumnya penulis dapat menyimpulkan, bahwa: 1)

  Perlindungan hukum terhadap anak sebagai pelaku tindak pidana yang identitasnya di publikasikan dapat dilakukan pertama kali oleh masyarakat. Peran masyarakat terhadap perlindungan untuk anak sangat besar.Bagi media massa atau pers yang melakukan publikasi identitas anak tersebut harus mengajukan permintaan maaf kepada anak tersebut dan berusaha untuk menghilangkan berita yang berkaitan dengan anak. Selain itu pemulihan nama baik bagi anak tersebut juga harus dilakukan agar nantinya melaporkannya ke pihak yang anak tersebut tidak merasakan berwajib / pihak yang lebih takut jika sudah berhadapan mengerti mengenai kasus ini. dengan masyarakat disekitarnya. Selain itu, adanya kerja sama

  2) yang baik antara Masyarakat,

  Faktor-faktor yang menghambat perlindungan hukum terhadap Pihak Pemerintah, dan Pihak anak sebagai pelaku tindak Media/Pers dalam menjalankan pidana sehingga identitas anak perintah undang-undang yaitu tersebut di publikasikan menjaga kerahasiaan identitas diantaranya adalah dari sumber anak dan dalam melakukan daya manusia yaitu wartawan publikasi identitas anak sebagai sendiri yang masih kurang pelaku tindak pidana. memahami mengenai peraturan hukum yang sudah ada termasuk peraturan hukum mengenai anak DAFTAR PUSTAKA (perlindungan anak) dan hak-hak anak yang menjadi pelaku tindak Prinst, Danwan. 2003. Hukum Anak pidana, budaya kurang peduli Indonesia . Citra Aditya terhadap hak-hak seseorang Bakti. Bandung. terlebih hak-hak anak, dan masih mengedepankan atau Purba, Rehngena. Proses Pengadilan mengutamakan urusan pribadi Anak (Litmas Sebagai Bahan dan mengabaikan kode etik Pertimbangan Putusan Oleh jurnalistik dan peraturan hukum Hakim Dalam Sidang yang sudah ditetapkan Pengadilan Anak . Mahkamah

  Agung RI. Jakarta.

B. Saran

  Undang-Undang Nomor 23 Tahun Berdasarkan hasil simpulan di atas 2002 Jo. Undang-Undang maka dalam hal ini penulis dapat

  Nomor

  35 Tahun 2014 memberikan saran bahwa : tentang Perlindungan Anak.

  1) Diharapkan bagi wartawan media/pers lebih memahami

   mengenai kode etik jurnalistik, perundang-undangan dan peraturan hukum yang sudah berlaku terutama Undang- Undang No 23 tahun 2002 jo Undang-Undang No 35 tahun 2014 tentang perlindungan anak. 2)

  Diharapkan agar masyarakat yang mengetahui adanya pelanggaran hak terhadap anak yang menjadi pelaku tindak pidana salah satunya adalah pempublikasian identitas dari anak tersebut segera

Dokumen yang terkait

ANALISIS PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KORBAN SALAH TANGKAP DALAM PERADILAN PIDANA (Studi Kasus di Wilayah Hukum Jakarta Selatan) (JURNAL)

1 3 16

UPAYA KEPOLISIAN DALAM PENYIDIKAN TINDAK PIDANA PENIPUAN JUAL BELI JABATAN DENGAN MENCATUT NAMA WALIKOTA BANDAR LAMPUNG ( Studi di Kepolisian Daerah Lampung )

0 6 14

ANALISIS IMPLEMENTASI ASAS EQUALITY BEFORE THE LAW DALAM PENEGAKAN HUKUM (Studi Kasus Hate Speech di Wilayah Hukum Pengadilan Negeri Tanjung Karang)

0 0 15

ANALISIS DASAR PERTIMBANGAN HUKUM HAKIM TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA MEMBUJUK ANAK MELAKUKAN PERSETUBUHAN. (Studi Putusan Nomor 57/ PID.SUS/ 2015/ PN.Sdn)

1 1 14

ANALISIS KRIMINOLOGIS TERHADAP KEJAHATAN PENGANIAYAAN YANG DILAKUKAN OLEH APARATUR SIPIL NEGARA (Studi Kasus Di Wilayah Hukum Bandar Lampung)

0 1 13

PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA OLEH DEBT COLLECTOR YANG MELAKUKAN TINDAK PIDANA DALAM MENAGIH KREDIT BERMASALAH

1 4 13

IMPLEMENTASI LEMBAGA PENEMPATAN ANAK SEMENTARA DI PROVINSI LAMPUNG BERDASARKAN UNDANG UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK

0 0 15

PELAKSANAAN PENYITAAN ASET TERPIDANA KORUPSI SEBAGAI UPAYA PENGEMBALIAN KERUGIAN NEGARA (Studi Di Kejaksaan Negeri Bandar Lampung)

0 0 13

KEKUATAN PEMBUKTIAN SAKSI MAHKOTA DALAM PERSIDANGAN TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN BERENCANA DENGAN PENYERTAAN (Studi Putusan Nomor 717/Pid.B/2015/PN.Tjk)

0 0 15

PERAN POLISI MILITER ANGKATAN LAUT DALAM MENANGGULANGI TINDAK PIDANA NARKOTIKA YANG DILAKUKAN OLEH ANGGOTA TENTARA NASIONAL INDONESIA ANGKATAN LAUT (Studi di Denpom Lanal Lampung)

0 0 13