BAB II KERANGKA TEORI 2.1 Landasan Teori - Pengaruh Brand Image I-Phone terhadap Keputusan Pembelian pada Mahasiswa FISIP USU

BAB II
KERANGKA TEORI
2.1 Landasan Teori
Landasan teori merupakan dasar-dasar teori dari berbagai penjelasan para
ahli yang mendefinisikan sebagai dasar untuk melakukan kajian terhadap masalah
yang ingin diteliti serta memberikan batasan secara umum, sehingga tidak
menyimpang dari pokok permasalahan. Adapun landasan teori dalam penulisan
ini adalah:

2.1.1 Teori SOR
Teori SOR ( stimulus organism respon) dari De Flure (Sumartono,
2002:43) merupakan teori komunikasi. Teori ini mengemukakan setiap efek yang
menimbulkan tingkah laku dapat dimengerti melalui analasis stimuli yang
diberikan dapat mempengaruhi reaksi yang spesifik dan didukung oleh
penghargaan sesuai reaksi yang terjadi. Karakteristik komunikator akan
menentukan keberhasilan tentang perubahan sikap. Media iklan melalui promosi
dapat menjadi salah satu stimuli yang dapat mempengaruhi reaksi atau efek yang
kemudian akan ditimbulkan. “Seseorang komunikator dapat berbuat apa saja
untuk meramalkan dan mengharapkan timbulnya efek-efek tertentu atas
komunikannya. Namun keputusan terakhir pada komunikan” (Wiranto, 2007:41).
Model SOR merupakan pengembangan dari model sebelumnya, yaitu S-R yang

terdiri dari stimulus dan respon.

12

2.1.2 Pengertian Pemasaran
Pemasaran ada dimana-mana, baik secara formal atau informal, orang dan
organisasi terlibat dalam sejumlah besar aktivitas yang dapat disebut dengan
pemasaran. Pemasaran yang baik telah menjadi elemen yang semakin vital untuk
kesuksesan bisnis. Menurut Hermawan Kertajaya (2009:9), Marketing is a
strategic business discipline that directs the process of creating, offering, and
exchanging value from one initiator to its stakeholders. (Pemasaran adalah sebuah
disiplin bisnis strategi yang mengarahkan proses penciptaan, penawaran, dan
perubahan values dari inisiator kepada stakeholders-nya).
Sedangkan definisi pemasaran menurut Kotler (2009:5) dibedakan menjadi
defenisi sosial yaitu pemasaran adalah sebuah proses kemasyarakatan dimana
individu dan kelompok memperoleh apa yang mereka butuhkan dan inginkan
dengan menciptakan, menawarkan, dan secara bebas mempertukarkan produk dan
jasa yang bernilai bagi orang lain.
Tujuan pemasaran adalah mengetahui dan memahami pelanggan dengan
baik sehingga produk atau jasa bisa sesuai dengan kebutuhannya sehingga terjual

sendiri. Idealnya, pemasaran harus menghasilkan seorang pelanggan yang siap
untuk membeli. Dengan demikian yang dibutuhkan hanyalah memastikan produk
dan jasa tersedia.

2.1.2.1 Bauran Pemasaran
Marketing Mix memiliki peran yang penting bagi perusahaan
sehingga dengan menjalankan bauran pemasaran maka perusahaan akan
memiliki kekuatan yang kokoh dipasar. Mengintegrasikan penawaran

13

perusahaan yang berupa produk barang atau jasa dengan menetapkan
harga menyalurkan penawaran perusahaan kepasar melalui proses logistik
atau distribusi, dan mengkomunikasikan penawaran perusahaan melalui
promosi.
Menurut Hermawan Kertajaya (2009:86) marketing mix adalah
mengintegrasikan tawaran, logistik, dan komunikasi.
Bauran pemasaran memiliki komponen-komponen sebagai berikut:
1. Produk
Produk merupakan segala sesuatu yang dapat ditawarkan, bisa

berupa barang atau jasa yang dapat ditawarkan oleh suatu
perusahaan.
2. Harga
Harga adalah jumlah yang harus disiapkan oleh pelanggan yang
ingin mendapatkan barang atau jasa.
3. Lokasi
Lokasi adalah sebagai kumpulan dari organisasi yang independen,
yang membuat suatu barang atau jasa menjadi tersedia sehingga
pelanggan dapat menggunakan atau mengkonsumsi barang atau
jasa tersebut.
4. Promosi
Promosi dianggap sebagai suatu bentuk pencampuran dari berbagai
unsur kelengkapan yang terkait dalam media promosi. Olahan dari
kelengkapan komunikasi pemasaran yang digunakan untuk
mengkomunikasikan secara meyakinkan nilai-nilai pelanggan.

14

2.1.3 Brand
Inti merek berhasil adalah produk atau jasa yang hebat, didukung oleh

perencanaan yang seksama, sejumlah besar komitmen jangka panjang, dan
pemasaran dirancang dan dijalankan secara efektif. Merek yang kuat
menghasilkan loyalitas konsumen yang tinggi.
Kemampuan

untuk

menciptakan

memelihara,

melindungi

dan

meningkatkan merek merupakan keahlian yang paling unik dari pemasar. Para
pemasar mengatakan bahwa pemberian merek adalah seni dan bagian penting
dalam pemasaran.
America Marketing Association mendefenisikan merek sebagai “nama,
istilah, tanda, simbol, atau desain, atau kombinasinya yang dimaksudkan untuk

mengidentifikasikan barang atau jasa dari salah satu penjual atau kelompok
penjual dan mendiferensiasikan dari pesaing.” Menurut Hermawan Kertajaya
(2004:121), merek adalah aset yang menciptakan value bagi pelanggan dengan
meningkatkan kepuasan dan menghargai kualitas.
Sedangkan menurut Kotler dan Keller (2009:258), merek adalah produk
atau jasa yang dimensinya mendiferensiasikan merek tersebut dengan beberapa
cara dari produk atau jasa lainnya yang dirancang untuk memuaskan kebutuhan
yang sama. Perbedaan ini bisa fungsional, rasional atau nyata berhubungan
dengan kinerja produk dari merek. Perbedaan ini bisa juga lebih bersifat simbolis,
emosional, atau tidak nyata berhubungan dengan apa yang dipresentasikan merek.
Merek dapat memiliki enam level pengertian menurut Kotler (dalam A.B.
Susanto, 2001:575-576) sebagai berikut:

15

1. Atribut: merek mengingatkan pada atribut-atribut tertentu. Perusahaan
dapat menggunakan satu atau lebih atribut-atribut ini untuk meningkatkan
produknya. Selama bertahun-tahun Mercedes mengiklankan “Dirancang
tidak seperti mobil manapun juga di dunia ini.” Ini berfungsi sebagai dasar
untuk meletakkan posisi bagi untuk memproyeksikan atribut lainnya.

2. Manfaat: merek tidak saja serangkaian atribut. Pelanggan tidak membeli
atribut, mereka membeli manfaat. Atribut diperlukan untuk dikembangkan
menjadi manfaat fungsional dan/ atau emosional. Atribut tahan lama dapat
dikembangkan menjadi manfaat fungsional.
3. Nilai: merek juga menyatakan nilai produsen. Mercedes mengatakan
kinerja tinggi, keamanan, prestise, dan lain-lain.
4. Budaya: merek juga mewakili budaya tertentu. Mercedes mewakili budaya
Jerman yaitu terorganisir, efisien, dan bermutu tinggi.
5. Kepribadian: merek juga mencerminkan kepribadian tertentu. Mercedes
mencerminkan seorang pimpinan yang masuk akal (orang), singa yang
memerintah (hewan), atau suatu tempat yang sederhana (objek).
6. Pemakai: merek menunjukkan jenis konsumen yang membeli atau
menggunakan produk tersebut. Kita akan terkejut melihat seorang
sekretaris berumur 20 tahun mengendarai Mercedes. Pemakainya adalah
orang-orang yang menghargai nilai, budaya, dan kepribadian produk
tersebut.
Pada intinya, merek adalah penggunaan nama, logo, trademark, serta
slogan untuk membedakan perusahaan-perusahaan dan individu-individu satu
sama lain dalam hal apa yang mereka tawarkan. Penggunaan konsisten suatu


16

merek, simbol, atau logo membuat merek tersebut segera dapat dikenali oleh
konsumen, sehingga segala sesuatu yang berkaitan dengannya tetap diingat.
Dengan demikian suatu merek dapat mengandung tiga hal, yaitu:
1. Menjelaskan apa yang dijual perusahaan
2. Menjelaskan apa yang dijalankan oleh perusahaan
3. Menjelaskan profil perusahaan itu sendiri.

2.1.3.1 Elemen Brand
Elemen merek (brand element) adalah alat pemberi nama dagang
yang mengidentifikasikan dan mendiferensiasikan merek. Sebagian besar
merek kuat menerapkan berbagai elemen merek yang terdiri dari logo,
lambang dan slogan. Menurut Fandy Tjiptono (2011:10), mengatakan
sebuah merek memiliki beberapa elemen atau identitas, baik yang bersifat
tangible maupun intangible. Secara garis besar, elemen-elemen tersebut
bisa dijabarkan menjadi nama merek (brand names), URL (Uniform
Resource Locators), logo, simbol, karakter, juru bicara (spokespeople),
slogan, jingles, kemasan, dan signage.
Ada enam kriteria utama untuk memilih elemen merek (Kotler dan

keller: 2009) anatara lain:
1. Dapat diingat. Seberapa mudah elemen merek itu diingat dan
dikenali?
2. Berarti. Apakah elemen merek itu kredibel dan mengindikasikan
kategori yang berhubungan dengannya dan apakah elemen merek

17

itu menyiratkan sesuatu tentang bahan produk atau tipe orang yang
menggunakan merek?
3. Dapat ditransfer. Apakah elemen merek dapat digunakan untuk
memperkenalkan produk baru dalam kategori yang sama atau
berebeda ?
4. Dapat disesuaikan. Seberapa mudah elemen merek itu disesuaikan
dan diperbaharui?
5. Dapat dilindungi. Seberapa mudah elemen merek itu dapat
dilindungi secara hukum dan dapat dilindungi secara kompetitif?

2.1.3.2 Peran Brand
Peran merek menurut Kotler dan Keller (2009) adalah sebagai

berikut:
1. Merek

mengidentifikasi

sumber

atau

pembuat

produk

dan

kemungkinan konsumen (bisa individual atau organisasi) untuk
menuntut tanggung jawab atas kinerjanya kepada pabrikan atau
distributor. Konsumen dapat mengevaluasi produk yang sama secara
berbeda tergantung pada bagaimana pemerekan produk tersebut.
2. Merek juga melaksanakan fungsi yang berharga bagi perusahaan.

Pertama, merek menyederhanakan penanganan atau penelusuran
produk. Merek membantu mengatur catatan persediaan dan catatan
akuntansi. Merek juga menawarkan perlindungan hukum kepada
perusahaan untuk fitur-fitur atau aspek unik produk.

18

3. Merek menandakan tingkat kualitas tertentu sehingga pembeli yang
puas dapat dengan mudah memilih produk kembali.

2.1.3.3 Manfaat Brand
Menurut Fandi Tjiptono (2011:43), merek bermanfaat bagi
produsen dan konsumen. Bagi produsen, merek berperan penting sebagai :
1. Sarana identifikasi untuk memudahkan proses penanganan atau
pelacakan

produk

bagi


perusahaan,

terutama

dalam

pengorganisasian sediaan dan pencetakan akuntansi.
2. Bentuk proteksi hukum terhadap fitur atau aspek produk yang
unik. Merek bisa mendapatkan perlindungan properti intelektual.
Nama merek bisa diproteksi melalui merek dagang terdaftar
(registered trademarks), proses pemanufakturan bisa dilindungi
melalui hak paten, dan kemasan bisa diproteksi melalui hak cipta
(copyrights) dan desain.
3. Signal tingkat kualitas bagi para pelanggan yang puas, sehingga
mereka bisa dengan mudah memilih dan membelinya lagi dilain
waktu. Loyalitas merek seperti ini menghasilkan predictability
dan security permintaan bagi perusahaan dan menciptakan
hambatan masuk yang menyulitkan perusahaan lain untuk
memasuki pasar.
4. Sarana menciptakan asosiasi dan makna unik yang membedakan
produk dari pesaing.

19

5. Sumber keunggulan kompetitif, terutama melalui perlindungan
hukum, loyalitas pelanggan dan citra unik yang terbentuk dalam
benak konsumen.
6. Sumber financial returns, terutama menyangkut pendapatan masa
mendatang.
Bagi konsumen, merek bisa memberikan beraneka macam nilai
melalui sejumlah fungsi dan manfaat potensial. Ada tujuh manfaat pokok
merek bagi konsumen yaitu:
1. Sebagai identifikasi sumber produk.
2. Penetapan tanggung jawab pada pemanufaktur atau distributor
tertentu.
3. Pengurang resiko.
4. Penekan biaya pencarian (search costs) internal dan eksternal.
5. Janji atau ikatan khusus dengan produsen.
6. Alat simbol yang memproyeksikan citra diri dan
7. Signal Kualitas.

2.1.3.4 Tipe-Tipe Brand
Menurut Fandy Tjiptono (2011:45), pemahaman mengenai peran
strategik merek tidak bisa dipisahkan dari tipe-tipe utama merek, karena
masing-masing merek memiliki citra merek yang berbeda. Ketiga tipe
tersebut meliputi:
1. Atribute brands, yakni merek-merek yang memiliki citra yang
mampu

mengkomunikasikan

20

keyakinan/kepercayaan

terhadap

atribut fungsional produk. Kerapkali sangat sukar bagi konsumen
untuk menilai kualitas dan fitur secara objektif atas begitu banyak
tipe produk, sehingga mereka cenderung memilih merek-merek
yang dipersepsikan sesuai dengan kualitasnya.
2. Aspirational brands, yaitu merek-merek yang menyampaikan citra
tentang tipe orang yang membeli merek yang bersangkutan. Citra
tersebut tidak banyak menyangkut produknya, tetapi justru lebih
banyak berkaitan dengan gaya hidup yang didambakan. Keyakinan
yang dipegang konsumen adalah bahwa dengan memiliki merek
semacam ini, akan tercipta asosiasi yang kuat antara dirinya dengan
kelompok aspirasi tertentu (misalnya, golongan kaya, prestisius,
populer).
3. Experience
menyampaikan

brands,

mencerminkan

merek-merek

citra asosiasi dan emosi

yang

bersama (shared

associations and emotions). Tipe ini memiliki citra melebihi
sekedar aspirasi dan lebih berkenan dengan kesamaan filosofi
antara merek dan konsumen individual.

2.1.4 Brand Image
Menurut Ali Hasan (2013:210), Brand Image atau citra merek merupakan
serangkaian sifat tangible dan intangible, seperti ide, keyakinan, nilai-nilai,
kepentingan, dan fitur yang membuatnya menjadi unik. Menurutnya, secara visual
dan kolektif, sebuah brand image harus mewakili semua karakteristik internal dan

21

eksternal yang mampu mempengaruhi bagaimana sebuah merek itu dirasakan oleh
target pasar atau pelanggan.
Image secara keseluruhan (brand, product, dan value) adalah penyatuan
semua persepsi dan perasaan orang-orang yang berpegang pada sebuah
perusahaan. Indikator nilai membuat sebuah merek itu ada berdasarkan evaluasi
pelanggan (positif atau negatif). Evaluasi ini membentuk citra merek dalam
persepsi pelanggan, dan dalam arti faktual mereka memerlukan bukti objektifnyata dalam menciptakan persepsi-persepsi tertentu yang mampu mempengaruhi
keputusan pembelian pelanggan. Jika semua citra merek, produk, dan nilai yang
positif dimata pelanggan secara terus-menerus, merek akan bekerja untuk
perusahaan dalam suatu persaingan yang sangat kompetitif.
Menurut Fandi Tjiptono (2011:21), brand image yakni deskripsi tentang
asosiasi merek tertentu. Istilah “merek” sebenarnya memiliki banyak interpretasi
dan tidaklah mudah membedakannya dengan produk dan market offering. Salah
satunya interpretasi merek adalah sebagai citra merupakan serangkaian asosiasi
yang dipersepsikan oleh individu sepanjang waktu, sebagai hasil pengalaman
langsung maupun tidak langsung atas sebuah merek.
Sedangkan menurut Keller (1993) dalam Erna Ferrinadewi (2008:165)
brand image adalah persepsi tentang merek yang merupakan refleksi memori
konsumen akan asosiasinya pada merek tersebut. Dapat juga dikatakan bahwa
brand image merupakan konsep yang diciptakan oleh konsumen karena alasan
subjektif dan emosi pribadinya. Brand Image terdiri dari dua komponen yaitu
brand associaton atau asosiasi merek dan favorability, strenght & uniqueness of
brand association atau sikap positif, kekuatan dan keunikan merek.

22

Konsumen dapat membuat asosiasi merek berdasarkan atribut produk,
manfaat produk dan evaluasinya atau sikapnya terhadap merek. Konsumen dapat
membuat asosiasi berdasarkan atribut yang berkaitan dengan produk misalkan
harga dan kemasan atau atribut yang berhubungan dengan produk misalkan
warna, ukuran, desain dan fitur lain. Asosiasi juga dapat diciptakan berdasarkan
manfaat.
Sikap positif (favorability) dan keunikan asosiasi merek terdiri dari tiga
hal dibenak konsumen yaitu adanya keinginan, kemudian keyakinan bahwa merek
tertentu dapat memenuhi keyakinannya dan yang terpenting adalah keyakinan
konsumen bahwa merek yang signifikan dibandingkan merek lainnya. Kekuatan
asosiasi merek ditentukan dari pengalaman langsung konsumen dengan merek,
pesan-pesan yang sifatnya non komersial maupun komersial.

2.1.4.1 Manfaat Brand Image
Brand image merupakan hal yang penting dalam pemasaran.
Dengan adanya brand image yang kuat dibenak konsumen, maka akan
dapat membawa perusahaan menuju pada puncak kesuksesannya. Brand
image juga dapat digunakan untuk mengetahui apakah strategi pemasaran
yang dilakukan oleh perusahaan sudah tepat atau belum.
Manfaat brand image atau citra merek menurut Ali Hasan
(2013:215-217) terdiri dari:
1. Manfaat bagi Pelanggan
Ada tiga alasan sekaligus manfaat penting bagi pelanggan dari
sebuah merek yang memiliki citra positif:

23

a. Sebuah merek yang kuat akan memudahkan konsumen untuk
mengevaluasi, menimbang dan membuat keputusan membeli
dari semua rincian nilai-nilai yang terkait dengan kinerja
produk, harga, pengiriman, garansi. Merek dengan image yang
kuat adalah sintesis bagi pembeli dari segala sesuatu yang
ditawarkan oleh pemasok, mengurangi resiko keputusan
pembelian yang rumit.
b. Sebuah merek yang kuat membuat pelanggan merasa percaya
diri dalam pilihan mereka, menyederhanakan pilihan seharihari. Branding yang kuat mampu menciptakan hubungan
kepercayaan jangka panjang, aksesibilitas, kepercayaan, rasa
aman dan kenyamanan.
c. Sebuah merek yang kuat membuat pelanggan merasa lebih puas
dengan pembelian mereka, memberikan manfaat dan ikatan
emosional .
2. Manfaat bagi Perusahaan
a. Harga premium. Sebuah merek dengan citra positif akan
menciptakan margin yang lebih besar walaupun ada tekanan
untuk menjual dengan harga rendah atau menawarkan diskon,
akan tetapi relatif tidak atau kurang rentan terhadap kekuatan
kompetitif.
b. Klaim produk. Sebuah merek yang dengan citra yang kuat akan
menciptakan orang-orang melakukan permintaan secara khusus,
orang akan mencari merek yang diinginkan.

24

c. Kompetitif parrier. Sebuah merek yang kuat mampu bertindak
sebagai penghalang untuk beralih keproduk pesaing. Brand
adalah pertahanan yang berlangsung secara parmanen.
d. Komunikasi pemasaran lebih mudah diterima. Perasaan positif
tentang suatu merek akan mengakibatkan orang mampu
menerima klaim baru terhadap kinerja produk.
e. Pengembangan merek. Sebuah merek yang terkenal menjadi
platform untuk pengembangan/menambah produk baru karena
beberapa aspek dari citra positif yang berpengaruh dan
membantu dalam peluncuran produk baru.
f. Kepuasan pelanggan. Sebuah citra positif akan memberikan
tingkat kepuasan pelanggan ketika menggunakan produk.
g. Jaringan distribusi. Sebuah merek yang kuat lebih mudah dijual
ke pedagang grosir dan distributor yang sangat responsif
terhadap apa yang diinginkan pelanggannya.
h. Perizinan dan peluang. Dapat mendukung transaksi usaha
patungan

atau

mengizinkan

merek

dilisensikan

untuk

digunakan dalam aplikasi baru atau negara lain.
i. Nilai harga jual lebih tinggi. Sebuah perusahaan dengan nama
merek – goodwill yang baik akan mendapat premi yang lebih
tinggi jika akan dijual.
Sedangkan menurut Sutisna (2001 : 83), ada beberapa manfaat dari
brand image yang positif, yaitu :

25

1. Konsumen dengan image yang positif terhadap suatu brand, lebih
memungkinkan untuk melakukan pembelian.
2. Perusahaan

dapat

mengembangkan

lini

produk

dengan

memanfaatkan image positif yang telah terbentuk terhadap brand
produk lama.
3. Kebijakan family branding dan leverage branding dapat dilakukan
jika brand image produk yang telah ada positif.

2.1.4.2 Variabel Brand Image
Menurut Biel dalam jurnal penelitian Setyaningsih & Didit
Darmawan (2004) brand image memiliki tiga variabel pendukung, antara
lain :
a.

Citra Pembuat (Corporate Image) merupakan sekumpulan asosiasi
yang dipersepsikan konsumen terhadap perusahaan yang membuat
suatu produk atau jasa. Sedangkan menurut Simamora (2004)
adapun cara pengukuran citra pembuat ditentukan oleh nama besar
perusahaan, layanan perusahaan dan jaringan penjualan.

b.

Citra Pemakai (User Image) merupakan sekumpulan asosiasi yang
dipersepsikan konsumen terhadap pemakai yang menggunakan
suatu barang atau jasa. Sedangkan menurut Simamora (2004)
adapun cara pengukuran citra pemakai berdasarkan gaya, percaya
diri dan menarik.

c.

Citra Produk (Product Image) merupakan sekumpulan asosiasi
yang dipersepsikan konsumen terhadap suatu produk. Sedangkan

26

menurut Simamora (2004) adapun citra produk dapat diukur
berdasarkan merek, kualitas, fitur/gaya serta desain.

2.1.4.3 Brand Image dan Strategi Pemasaran
1. Pemasar harus terlebih dahulu mendefenisikan secara jelas brand
personalitynya agar sesuai dengan kepribadian konsumennya.
Adanya

kesesuaian

ini

menandakan

konsumen

telah

mengasosiasikan merek seperti dirinya sendiri. Asosiasi yang kuat
akan mendorong terciptanya citra merek yang positif.
2. Pemasar harus mengupayakan agar tercipta persepsi bahwa merek
yang ditawarkan sesuai dengan nilai-nilai yang diyakini oleh
konsumen dalam keputusan pembeliannya melalui strategi
komunikasinya.
3. Pemasar harus melakukan image analysis yang bertujuan untuk
mengumpulkan informasi bagaimana asosiasi konsumen terhadap
merek. Beberapa langkah yang dapat dilakukan pemasar dalam
melakukan image analysis:
a) Mengidentifikasi segala asosiasi yang mungkin telah
dilakukan konsumen dalam benaknya.
b) Langkah kedua, menghitung seberapa kuat hubungan antara
merek yang diteliti dengan asosiasi konsumen.
c) Selanjutnya, pemasar harus menyimpulkan dari langkah
kedua diatas menjadi sebuah pernyataan yang mencitrakan
merek secara psikologis.

27

2.1.5 Perilaku Konsumen
Menurut Kotler & Keller (2009:166). Perilaku Konsumen adalah studi
tentang bagaimana individu, kelompok dan organisasi memilih, membeli,
menggunakan, dan bagaimana barang, jasa, ide, atau pengalaman untuk
memuaskan kebutuhan dan keinginan mereka. Perilaku pembelian konsumen
dipengaruhi oleh faktor budaya, sosial, dan pribadi. Faktor budaya memberikan
pengaruh yang paling luas dan dalam.
1. Faktor Budaya
Kelas budaya, subbudaya, dan sosial sangat mempengaruhi perilaku
pembelian konsumen. Budaya (culture) adalah determinan dasar keinginan
dan perilaku seseorang. Pemasar harus benar-benar memperhatikan nilainilai budaya disetiap negara untuk memahami cara terbaik untuk
memasarkan produk lama mereka dan mencari peluang untuk mencari
produk baru.
Setiap budaya dari beberapa subbudaya (subculture) yang lebih kecil
yang memberikan identifikasi dan sosialisasi yang lebih spesifik untuk
anggota mereka. Subbudaya meliputi kebangsaan, agama, kelompok ras,
dan wilayah geografis. Hampir seluruh kelompok manusia mengalami
stratifikasi sosial, sering kali dalam bentuk kelas sosial, divisi yang relatif
homogen dan bertahan lama dalam sebuah masyarakat, tersusun secara
hierarki dan mempunyai anggota yang berbagai nilai, minat dan perilaku
yang sama.

28

2. Faktor Sosial
Selain faktor budaya, faktor sosial seperti kelompok referensi,
keluarga, serta peran sosial dan status mempengaruhi perilaku pembelian.
Kelompok Referensi (reference group) seseorang adalah semua
kelompok yang mempunyai pengaruh langsung (tatap muka) atau tidak
langsung terhadap sikap atau perilaku orang tersebut. Kelompok yang
mempunyai

pengaruh

langsung

disebut

kelompok

keanggotaan

(membership group). Beberapa dari kelompok ini merupakan kelompok
primer (primary group), dengan siapa seseorang berinteraksi dengan apa
adanya secara terus-menerus dan tidak resmi, seperti keluarga, teman,
tetangga, dan rekan kerja. Masyarakat juga menjadi kelompok sekunder
(secondary group), seperti agama, profesional, dan kelompok persatuan
perdagangan, yang cenderung lebih resmi dan memerlukan interaksi yang
kurang berkelanjutan.
Keluarga adalah organisasi pembelian konsumen yang paling penting
dalam masyarakat, dan anggota keluarga mempersentasikan kelompok
referensi utama yang paling berpengaruh.
Peran dan Status. Orang berpartisipasi dalam banyak kelompokkeluarga, klub, organisasi. Kelompok sering menjadi sumber informasi
penting dan membantu mendefenisikan norma perilaku. Peran (role) terdiri
dari kegiatan yang diharapkan dapat dilakukan seseorang. Setiap peran
menyandang status.

29

3. Faktor Pribadi
Keputusan pembeli juga dipengaruhi oleh karakteristik pribadi
meliputi :
a. Usia dan Tahap Siklus Hidup
Konsumsi juga dibentuk oleh siklus hidup keluarga dan jumlah,
usia serta jenis kelamin orang dalam rumah tangga pada satu waktu
tertentu.
b. Pekerjaan dan Keadaan Ekonomi
Pekerjaan juga mempengaruhi pola konsumsi. Pilihan produk
sangat dipengaruhi oleh keadaan ekonomi. Penghasilan yang dapat
dibelanjakan (tingkat, stabilitas, dan pola waktu), tabungan dan
aset, utang, kekuatan pinjaman dan sikap terhadap pengeluaran dan
tabungan.
c. Kepribadian dan Konsep Diri
Setiap orang mempunyai karakteristik pribadi yang mempengaruhi
perilaku pembelian. Yang dimaksudkan dengan kepribadian
(personality) adalah sekumpulan sifat psikologis manusia yang
menyebabkan respon yang relatif konsisten dan tahan lama
terhadap rangsangan lingkungan (termasuk perilaku pembelian).
d. Gaya Hidup dan Nilai
Orang-orang dari subbudaya, kelas sosial, dan pekerjaan yang sama
mungkin mempunyai gaya hidup yang cukup berbeda.

30

2.1.6 Keputusan Pembelian
Proses pengambilan keputusan yang rumit sering melibatkan beberapa
keputusan. Suatu keputusan (decision) melibatkan pilihan diantara dua atau lebih
alternatif tindakan. Keputusan selalu selalu mengisyaratkan pilihan diantara
beberapa perilaku yang berbeda.
Menurut Peter Jerry C. Olson (2013:162-164), Suatu keputusan (decision)
mencakup suatu pilihan diantara dua atau lebih tindakan atau perilaku alternatif.
Pemasar secara khusus tertarik pada perilaku pembelian, terutama pilihan
konsumen mengenai merek-merek yang akan dibeli. Proses inti dalam
pengambilan keputusan konsumen (consumer decision making) adalah proses
integrasi

yang

digunakan

untuk

mengkombinasikan

pengetahuan

untuk

mengevaluasi dua atau lebih perilaku alternatif dan memilih satu diantaranya.
Hasil proses integrasi tersebut adalah suatu pilihan (choice), secara kognitif
menunjukkan intensi perilaku.
2.1.6.1 Pihak-Pihak yang berperan dalam Keputusan Pembelian
Peran seseorang (bukan pembeli utama) dalam proses pengambilan
keputusan pembelian produk perlu diketahui oleh marketer, karena
diantara mereka ini terkadang justru menjadi faktor yang sangat kuat
dalam keputusan pembelian (Ali Hasan, 2008), adalah sebagai berikut:
a. Initiator adalah orang yang pertama kali menyadari adanya
kebutuhan yang belum terpenuhi dan berinisiatif mengusulkan
untuk membeli produk tertentu.

31

b. Influencer adalah orang yang sering berperan sebagai pemberi
pengaruh yang karena pandangan, nasihat atau pendapatnya
mempengaruhi keputusan pembelian konsumen.
c. Decider adalah orang yang berperan sebagai pengambil keputusan
dalam menentukan apakah produk jadi dibeli, produk apa yang
akan dibeli, bagaimana cara membeli dan dimana produk itu
dibeli.
d. Buyer adalah orang yang melakukan pembelian aktual.
e. User adalah orang yang mengonsumsi atau menggunakan produk
yang dibeli.

2.1.6.2 Proses Keputusan Pembelian Konsumen
Peran psikologis dasar memainkan peranan penting dalam
memahami bagaimana konsumen benar-benar membuat keputusan
pembelian. Perusahaan berusaha untuk memahami proses keputusan
pembelian pelanggan secara penuh-semua pengalaman mereka dalam
pembelajaran, memilih, menggunakan, dan bahkan menyingkirkan produk.
Menurut Kotler dan Keller (2009), Periset pemasaran telah
mengembangkan “model tingkat” proses keputusan pembelian, antara lain:

Gambar 2.1 Model Lima Tahap Proses Pembelian Keputusan
Pengenalan

Pencarian

Masalah

Informasi

Evaluasi
Alternatif

Keputusan

Perilaku

Pembelian

Pascapembelian

Sumber : Kotler dan Keller (2009)
32

1. Pengenalan Masalah
Proses pembelian dimulai ketika pembeli menyadari suatu masalah
atau kebutuhan yang dipicu oleh rangsangan internal atau eksternal.
Dengan rangsangan internal, salah satu dari kebutuhan normal seseorang –
rasa lapar, haus, seks-naik ketingkat maksimum dan menjadi dorongan;
atau kebutuhan bisa timbul akibat rangsangan eksternal. Seseorang
mungkin mengagumi mobil baru tetangga atau melihat iklan di televisi
yang memicu pemikiran tentang kemungkinan melakukan pembelian.
Pemasar harus mengidentifikasi keadaan yang memicu keadaan kebutuhan
tertentu dengan mengumpulkan informasi dari sejumlah konsumen.
2. Pencarian Informasi
Ada dua yang dapat membedakan antara dua tingkat keterlibatan
dengan pencarian. Keadaan pencarian yang lebih rendah disebut perhatian
tajam. Pada tingkat ini seseorang hanya menjadi lebih respektif terhadap
informasi tentang sebuah produk. Pada tingkat berikutnya, seseorang dapat
memasuki pencarian informasi aktif: mencari bahan bacaan, menelepon
teman, melakukan kegiatan online, dan mengunjungi toko untuk
mempelajari produk tersebut.
Sumber informasi utama dimana konsumen dibagi menjadi empat
kelompok:
a. Pribadi. Keluarga, teman, tetangga, rekan.
b. Komersial. Iklan, situs web, wiraniaga, penyalur, kemasan,
tampilan.
c. Publik. Media masa, organisasi pemeringkat konsumen.

33

d. Eksperimental. Penangan, pemeriksaan, penggunaan produk.
Jumlah dan pengaruh relatif dan sumber-sumber ini bervariasi dengan
kategori produk dan karakteristik pembeli. Secara umum, konsumen
menerima informasi terpenting tentang sebuah produk dari komersial-yaitu
sumber yang didominasi pasar. Meskipun demikian, informasi yang paling
efektif sering berasal dari sumber pribadi atau sumber publik yang
merupakan otoritas independen. Setiap sumber informasi melaksanakan
fungsi yang berbeda dalam mempengaruhi keputusan pembelian.
3. Evaluasi Alternatif
Pada tahap ini, konsumen memproses informasi merek kompetitif dan
melakukan penilaian nilai akhir. Bahwa, tidak ada proses tunggal yang
digunakan oleh semua konsumen, atau oleh seorang konsumen dalam
semua situasi pembelian. Ada beberapa proses, dan sebagian besar model
terbaru melihat konsumen membentuk sebagian besar penilaian secara
sadar dan rasional.
Beberapa konsep dasar yang akan membantu dalam memahami proses
evaluasi. Pertama, konsumen berusaha memuaskan sebuah kebutuhan.
Kedua, konsumen mencari manfaat tertentu dari solusi produk. Ketiga,
konsumen mellihat masing-masing produk sebagai sekelompok atribut
dengan berbagai kemampuan untuk menghantarkan manfaat yang
diperluan untuk memuaskan kebutuhan ini. Konsumen akan memberikan
perhatian terbesar pada atribut yang menghantarkan manfaat yang
memenuhi kebutuhan.

34

4. Keputusan Pembelian
Dalam tahap evaluasi, konsumen membentuk preferensi antar merek
dalam kumpulan pilihan. Konsumen mungkin juga membentuk maksud
untuk membeli merek yang paling disukai. Dalam melaksanakan maksud
pembelian, konsumen dapat membentuk lima subkeputusan yaitu merek,
penyalur, kuantitas, waktu, dan metode pembayaran (kartu kredit).
5. Perilaku Pasca pembelian
Setelah pembelian, konsumen mungkin akan mengalami konflik
dikarenakan melihat fitur mengkhawatirkan tertentu atau mendengar halhal menyenangkan tentang merek lain dan waspada terhadap informasi
yang mendukung keputusannya. Komunikasi pemasaran seharusnya
memasok keyakinan dan evaluasi yang memperkuat pilihan konsumen dan
membantunya merasa nyaman tentang merek tersebut. Karena tugas
pemasar tidak berakhir dengan pembelian. Pemasar harus mengamati
kepuasan pascapembelian, tindakan pasca pembelian, dan penggunaan
produk pascapembelian.
a. Kepuasan Pasca pembelian
Kepuasan merupakan fungsi kedekatan antar harapan dan
kinerja anggapan produk. Jika kinerja tidak memenuhi harapan,
konsumen kecewa, jika memenuhi harapan, konsumen puas jika
melebihi harapan, konsumen sangat puas. Semakin besar
kesenjangan

antara

harapan

ketidakpuasan yang terjadi.

35

dan

kinerja,

semakin

besar

b. Tindakan Pasca pembelian
Jika konsumen puas, ia mungkin ingin embeli produk itu
kembali. Pelanggan yang puas juga cenderung mengatakan hal-hal
baik tentang merek kepada orang lain. Dipihak lain, konsumen
yang kecewa mungkin mengabaikan atau mengembalikan produk.
c. Penggunaan dan Penyingkiran Pasca pembelian
Pemasar

juga

harus

mengamati

bagaimana

pembeli

menggunakan dan menyingkirkan produk. Pendorong kunci
frekuensi penjualan adalah tingkat konsumsi produk-semakin cepat
pembeli mengkonsumsi sebuah produk, semakin cepat mereka
kembali kepasar untuk membelinya lagi.

2.2 Hubungan antara Brand Image dan Keputusan Pembelian
Hubungan antara brand image dengan keputusan pembelian terletak pada
keinginan-keinginan dan pilihan konsumen terhadap suatu merek yang akan
dibeli. Sebelum melakukan pembelian, konsumen akan terlebih dahulu memberi
penilaian terhadap produk yang memiliki merek yang berbeda. Suatu produk yang
memiliki brand image yang dipersepsikan konsumen memiliki kualitas tinggi
maka konsumen akan melakukan pembelian pada merek tersebut. Teori
penghubung antara brand image dengan keputusan pembelian di kutip dari
keputusan konsumen membeli atau menyewa barang atau jasa sangat dipengaruhi
oleh citra merek (Siswanto Sutojo, 2004).

36

2.3 Kerangka Berpikir
Kerangka berpikir merupakan penjelasan ilmiah mengenai preposisi
antarkonsep/antarkonstruk atau pertautan/hubungan antarvariabel penelitian.
Pertautan atau hubungan antarvariabel ini penting dikemukakan sebagai landasan
untuk merumuskan hipotesis. Juliandi dan Irfan (2014:114).
Kerangka berpikir dalam penelitian ini dapat dilihat pada gambar sebagai
berikut:
Gambar 2.2
Kerangka Berpikir

Keputusan pembelian

Brand Image

Dikembangkan dalam penelitian ini, 2014

37

Dokumen yang terkait

1 BAB I PENDAHULUAN - Pengaruh Pemberian Kompensasi Dan Lingkungan Kerja Terhadap Kinerja Karyawan (Studi Pada Pt Indonesia Asahan Aluminium Kuala Tanjung Kecamatan Sei Suka)

0 0 10

Pengaruh Pemberian Kompensasi Dan Lingkungan Kerja Terhadap Kinerja Karyawan (Studi Pada Pt Indonesia Asahan Aluminium Kuala Tanjung Kecamatan Sei Suka)

0 0 15

BAB II KERANGKA TEORI 2.1. Strategi 2.1.1 Pengertian Strategi - Analisis Strategi Pengembangan Usaha Pada Kopi Bubuk Cap Nona Nantampuk Mas Sidikalang

0 1 16

BAB II KERANGKA TEORI 2.1. Motivasi 2.1.1. Pengertian Motivasi - Pengaruh Motivasi Terhadap Produktivitas Kerja Karyawan pada PT. Perusahaan Gas Negara (Persero), Tbk SBU Distribusi Wilayah III Sumatera Utara

0 4 19

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang - Pengaruh Motivasi Terhadap Produktivitas Kerja Karyawan pada PT. Perusahaan Gas Negara (Persero), Tbk SBU Distribusi Wilayah III Sumatera Utara

0 0 8

Pengaruh Motivasi Terhadap Produktivitas Kerja Karyawan pada PT. Perusahaan Gas Negara (Persero), Tbk SBU Distribusi Wilayah III Sumatera Utara

0 2 13

Pengaruh Country Of Origin Terhadap Perceived Value dengan Consumer Ethnocentrism sebagai Variabel Moderator (Studi pada Konsumen Televisi Merek Samsung di Kota Medan)

0 0 33

BAB II KERANGKA TEORI - Pengaruh Country Of Origin Terhadap Perceived Value dengan Consumer Ethnocentrism sebagai Variabel Moderator (Studi pada Konsumen Televisi Merek Samsung di Kota Medan)

0 1 11

BAB I PENDAHULUAN - Pengaruh Country Of Origin Terhadap Perceived Value dengan Consumer Ethnocentrism sebagai Variabel Moderator (Studi pada Konsumen Televisi Merek Samsung di Kota Medan)

0 0 10

Pengaruh Country Of Origin Terhadap Perceived Value dengan Consumer Ethnocentrism sebagai Variabel Moderator (Studi pada Konsumen Televisi Merek Samsung di Kota Medan)

0 0 13