BUdidaya rumput laut di kabupaten lembat

BUDIDAYA RUMPUT LAUT Eucheuma Cottonii
D I K E L O M P O K K U D A L A U T D E S A PA D A
KECAMATAN NUBATUKAN KABUPATEN LEMBATA

ANDREAS ATAKEBELEN

PROGRAM STUDI DILUAR DOMISILI
PROGRAM DIPLOMA INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR

2015
PERNYATAAN MENGENAI LAPORAN AKHIR DAN
SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan laporan akhir Budidaya Rumput Laut Eucheuma
cottonii di Kelompok Kuda Laut Desa Pada Kecamatan Nubatukan Kabupaten
Lembata adalah karya saya dengan arahan dosen pembimbing dan belum diajukan
dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang
berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan
dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir laporan ini.


Lembata,

Juli 2015

Andreas Atakebelen
NIM J2H413039

RINGKASAN
ANDREAS ATAKEBELEN. Budidaya Rumput Laut Eucheuma cottonii di
Kelompok Kuda Laut Desa Pada Kecamatan Nubatukan Kabupaten Lembata.
Dibimbing oleh CECILIA ENY INDRIASTUTI dan MIAN PANJAITAN.
Praktik Kerja Lapangan yang dilakukan di Kelompok Kuda Laut bertujuan
untuk mengetahui Budidaya Rumput laut terutama penanganan hama dan penyakit
rumput laut secara langsung di lokasi PKL, serta mengetahui permasalahan dan
solusi dalam kegiatan budidaya rumput laut di lokasi PKL.
Praktik Kerja Lapangan ini dilaksanakan dengan beberapa metode antara lain
terlibat langsung dalam kegiatan budidaya dan melakukan wawancara atau proses
tanya jawab dengan anggota kelompok Kuda Laut serta pengambilan data tentang
teknik budidaya rumput laut mulai dari persiapan wadah, pembibitan, pencegahan
hama dan penyakit serta pemanenan. Selain itu pengambilan data dilakukan juga

dengan cara mengisi formulir dan catatan yang berkaitan dengan berbagai aspek
dalam budidaya rumput laut khususnya teknik budidaya serta pengendalian hama
dan penyakit dalam budidaya rumput laut.
Fasilitas utama yang terdapat di Kelompok Kuda Laut adalah lahan untuk
budidaya, bibit rumput laut, tali ris, tali pengikat bibit, jangkar, pelampung dari
jerigen, wadah budidaya/kandang jaring. Sedangkan fasilitas pendukungnya adalah
sarana transportasi berupa “ban dalam” sebagai pengganti sampan, pisau dan parang,
gobah, timbangan, terpal, para-para penjemuran, gudang, tempat seleksi dan tempat
pengikatan bibit, alat pengukur kualitas air, serok/seser untuk pengendalian hama,
dan tenaga kerja.
Dalam pelaksanaan kegiatan PKL di kelompok Kuda Laut, metode yang
dipakai adalah metode longline dan metode kandang jaring. Dari kedua metode yang
dipakai, frekuensi hama yang menyerang lebih banyak terdapat pada metode
longline sedangkan pada metode kandang jaring, hama jarang menyerang atau
kurang karena wadah budidaya dikelilingi oleh jaring. Namun demikian, penyakit
untuk kedua metode ini mempunyai frekuensi penyerangan yang sama karena
sumber utama dari datangnya penyakit tersebut adalah kualitas air yang kurang baik
atau tidak sesuai dengan ketentuan, serta pemilihan bibit yang kurang cermat
sehingga ada bibit yang sudah terserang penyakit ditanam dengan bibit yang baik.
Jenis hama yang menyerang rumput laut di Kelompok Kuda laut selama

kegiatan PKL adalah hama mikro micro grazer dan juga hama makro macro grazer.

Hama mikro yang menyerang biasanya berukuran panjang kurang dari dua cm dan

melekat pada thallus tanaman rumput laut, seperti larva bulu babi Tripneustes dan
larva teripang Holoturia sp. Larva bulu babi akan menyebabkan tanaman rumput laut
menjadi berwarna kuning sementara larva teripang akan menetap pada thallus dan
tumbuh membesar dan akan menjadi hama makro. Hama makro adalah hama yang
berukuran lebih besar dari dua cm. Hama makro yang paling ganas dan dapat
menghancurkan tanaman rumput laut adalah ikan baronang Siganus spp dan penyu
hijau Chelonia midas. Hama lainnya yaitu bulu babi Diadema spp, teripang
Holothuria sp, dan bintang laut Protoneostes.
Penyakit yang biasa menyerang tanaman rumput laut adalah ice-ice. Gejala
penyakit ini dapat dilihat dari thallus rumput laut yang pucat dan memutih kemudian
terputus. Penyakit lain yang menyerang adalah whitespoot. Gejala timbulnya
penyakit ini dilihat dari warna sebagian thallus yang memutih kemudian menyebar
keseluruh thallus.
Dengan mengetahui hama dan penyakit yang menyerang pada rumput laut
maka dalam kegiatan membudidayaan komoditas tersebut pembudidaya dapat
meminimalisir hama dan penyakit yang menyerang, agar mencapai hasil produksi

yang sesuai dengan keinginan pembudidaya. Kegiatan meminimalisir hama yang
menyerang adalah dengan cara memasang jaring pada wadah budidaya dan
memodifikasi wadah budidaya dengan metode yang tidak memudahkan hama
menyerang seperti metode kandang; sedangkan untuk meminimalisir penyakit, cara
yang dilakukan adalah dengan menguji dan mempertahankan kualitas air dan
memperhatikan aspek-aspek teknis dalam pemilihan lokasi budidaya dan juga
dengan memodifikasi metode budidaya yang digunakan.

Kata kunci : budiaya rumput laut Eucheuma cottonii, hama dan penyakit

BUDIDAYA RUMPUT LAUT Eucheuma Cottonii
D I K E L O M P O K K U D A L A U T D E S A PA D A
KECAMATAN NUBATUKAN KABUPATEN LEMBATA

ANDREAS ATAKEBELEN

Laporan Tugas Akhir
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Ahli Muda
pada Program Keahlian Teknologi Produksi dan
Manajemen Perikanan Budidaya

Persiapan AKN Kabupaten Lembata

PROGRAM STUDI DILUAR DOMISILI
PROGRAM DIPLOMA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR
2015
Judul Tugas Akhir :Budidaya Rumput Laut Eucheuma cottonii di Kelompok Kuda
LautDesa Pada Kecamatan Nubatukan Kabupaten Lembata.
Nama
: Andreas Atakebelen
NIM
: J2H413039

Disetujui oleh

Ir Cecilia Eny Indriastuti, MSi

Mian Panjaitan,SPi,MSi


Pembimbing I

Pembimbing II

Diketahui oleh

Dr D Iwan Riswandi, SE, MSi

Ir Irzal Effendi, Msi

Koordinator PDD IPB

Koordinator Program Keahlian

Dr Ir Bagus Priyo Purwanto, MAgr
Direktur

Tanggal Lulus :

PRAKATA

Puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa karena atas berkat dan
rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan kegiatan Praktik Kerja Lapangan (PKL)
dengan judul Budidaya Rumput Laut Eucheuma cottonii di Kelompok Kuda Laut
Desa Pada Kecamatan Nubatukan Kabupaten Lembata. Tujuan pelaksanaan kegiatan
PKL ini adalah sebagai salah satu syarat untuk Memperoleh gelar Ahli Muda pada
Program Keahlian Teknologi Produksi dan Manajemen Perikanan Budidaya dan juga
untuk memperoleh pengetahuan, keterampilan dan pengalaman kerja serta wawasan
bagi mahasiswa sesuai dengan bidang kajian masing-masing.
Kegiatan PKL dan Penulisan Laporan Akhir ini tidak akan selesai dengan baik
tanpa adanya bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu pada kesempatan ini,
penulis mengucapkan terima kasih kepada Pemerintah Kabupaten Lembata yang
telah menyetujui berdirinya Akademi Komunitas di Kabupaten Lembata dengan
Institut Pertanian Bogor sebagai Perguruan Tinggi Pembina; Rektor Institut Pertanian
Bogor, Direktur Program Diploma, Koordinator Program Keahlian Teknologi
Produksi dan Manajemen Perikanan Budidaya beserta Civitas Akademika Institut
Pertanian Bogor, Bapak/Ibu dosen Program Keahlian Teknologi Produksi dan
Manajemen Perikanan Budidaya Program Diluar Domisili Institut Pertanian Bogor
Akademi Komunitas Lembata, yang dengan sabar telah memberi bekal ilmu
pengetahuan dan bimbingan selama masa perkuliahan.
Terima kasih juga kepada Ibu Ir Cecilia Eny Indriastuti, MSi selaku dosen

pembimbing I dan Ibu Mian Panjaitan, SPi, MSi selaku dosen pembimbing II yang
telah membantu penulis dalam menyelesaikan penulisan laporan ini; Bapak Kepala
Dinas dan staf Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Lembata yang telah
menerima penulis untuk melaksanakan PKL di kelompok binaan Dinas Kelautan dan
Perikanan Kabupaten Lembata; dan juga Bapak Mathias Idamontanus Tao Banin,
SST.Pi. selaku pembimbing lapangan yang telah membantu penulis selama
menjalankan PKL ini; Bapak Aleks Witak selaku ketua kelompok serta anggota
kelompok Kuda Laut Desa Pada Kecamatan Nubatukan Kabupaten Lembata yang
telah membantu penulis selama menjalankan Kegiatan PKL.
Terima kasih kepada orang tua dan keluarga besar penulis yang senantiasa
memberikan doa serta dukungan dalam menyelesaikan Laporan PKL ini; Fidelis Kia
Sura sahabat yang selalu memberi masukan dan kritik dalam penulisan laporan ini;
rekan-rekan mahasiswa Program Keahlian Teknologi Produksi dan Manajemen
Perikanan Budidaya Angkatan I Program Diluar Domisi Institut Pertanian Bogor

Akademi Komunitas Lembata, serta semua pihak yang telah membantu penulis
dalam penyelesaian laporan PKL ini yang tidak dapat disebutkan satu per satu.
Tak ada gading yang tak retak, oleh karenanya penulis mohon maaf atas segala
kekurangan dan kelemahan dalam penulisan laporan akhir ini.
Semoga laporan Tugas Akhir ini bermanfaat bagi penulis secara khusus dan pembaca

pada umumya.
Lembata,

Juli 2015

Andreas Atakebelen

x

DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR LAMPIRAN
DAFTAR GAMBAR
1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
1.2 Tujuan
1.3 Batasan Masalah
2. METODE KAJIAN

2.1 Waktu dan Tempat
2.2 Komoditas
2.2.1 Taksonomi Rumput Laut
2.2.2 Siklus hidup dan reproduksi
2.2.3 Teknik Budidaya
2.3 Metode Pelaksanaan PKL
3. KEADAAN LOKASI PRAKTIK

4.

5.

6.

3.1 Letak Geografis
3.2 Sejarah
3.3 Organisasi dan Ketenagakerjaan

x
xi

xi
xi
1
3
4
5
5
5
6
6

9
11
11
13

INFRASTRUKTUR DAN SARANA PRODUKSI

4.1 Kegiatan Pembibitan Rumput Laut
4.1.1 Fasilitas Utama
4.1.2 Fasilitas Pendukung
4.2 Kegiatan Pembesaran Rumput Laut
4.2.1 Fasilitas Utama
4.2.2 Fasilitas Pendukung

KEGIATAN PRAKTIK KERJA LAPANG

5.1 Kegiatan Pembibitan Rumput Laut
5.1.1 Persiapan Lokasi Pembibitan
5.1.2 Ketersediaan Bibit
5.1.3 Penentuan Metode Budidaya dan Penanaman
5.1.4 Pemeliharaan Rumput Laut
5.1.5 Hama dan Penyakit
5.1.6 Pemanenan Rumput Laut
5.2 Kegiatan Pembesaran Rumput Laut
5.2.1 Persiapan Lokasi Pembesaran
5.2.2 Ketersediaan Bibit
5.2.3 Pemilihan Metode Budidaya dan Penanaman
5.2.4 Pemeliharaan Rumput Laut
5.2.5 Pengendalian Hama dan Penyakit
5.2.6 Panen dan Pasca Panen Rumput Laut
SIMPULAN DAN SARAN

6.1 Simpulan
6.2 Saran

Daftar pustaka
Lampiran

15
15
15
15
16
17
17
19
19
21
21
23
24
24
24
25
29
29
40
44
44
46
47

xi
DAFTAR TABEL

1 Jumlah karyawan berdasarkan tingkat pendidikan

14

2 Kisaran parameter kualitas air di lokasi kelompok kuda laut

18

3 Hasil pengamatan jenis dan jumlah hama yang menyerang

36

4 Standar mutu beberapa jenis rumput laut kering

43

DAFTAR LAMPIRAN

1

Peta lokasi Kelompok Kuda Laut Desa Pada

48

2 Daftar bantuan Dinas Kelautan dan Perikanan

49

3 Kegiatan pencegahan hama dan penyakit

50

4 Fasilitas pencegahan hama dan penyakit

51

5 Kegiatan dalam gambar

52

DAFTAR GAMBAR

1

Rumput Laut Eucheuma cottonii

5

2

Struktur Organisasi kelompok kuda laut

12

3

Lokasi budidaya kelompok kuda laut

17

4

Penanaman dengaan metode longline

20

5

Penanaman dengan metode kandang jaring

21

6

Lokasi pembesaran rumput laut

24

7

Seleksi bibit

25

8

Design konstruksi longline

26

9

Kegiatan seleksi bibit

26

10 Teknik pengikatan bibit

27

11 Design konstruksi rakit kandang jaring

28

12 Pengikatan bibit pada metode kandang jaring

28

13 Penyu Hijau

30

14 Rumput laut yang terserang penyu hijau

31

15 Hama Ikan Baronang

32

16 Rumput laut yang dimakan baronang

32

17 Hama berupa ikan-ikan kecil

33

18 Rumput laut yang terserang ikan-ikan kecil

xii
34

19 Sargasum

34

20 Rumput laut yang terserang Ballanus sp

35

21 Gelidium

35

22 Rumput laut yang terserang Ballanus sp

36

23 Rumput laut yang terserang ice-ice

38

24 Rumput laut yang tererang penyakit bakterial

39

25 Rumput laut yang terserang penyakit whitespoot

40

26 Teknik pemanenan

42

27 Teknik penjemuran

44

1

1.1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Suatu karunia Tuhan Yang Maha Kuasa yang patut disyukuri bahwa dua per
tiga dari wilayah Indonesia berupa perairan laut dengan berbagai potensi biota laut
terkandung didalamnya, diantaranya ganggang laut algae. Dari berbagai jenis
ganggang laut yang ada, rumput laut adalah salah satu anggota alga yang yang
termasuk tumbuhan berklorofil, dan dilihat dari ukurannya, rumput laut terdiri dari
jenis mikroskopik dan makroskopik. Jenis makroskopik inilah yang kita kenal
sebagai rumput laut .
Kabupaten Lembata memiliki perairan seluas 3.353,895 km2 (72,59 %) dengan
garis pantai 492,80 km2 (Anonymous, 2012) dan berpotensi besar untuk
pengembangan industri perikanan berbasis rumput laut. Pada saat ini pengembangan
industri rumput laut masih menjadi salah satu program revitalisasi Kementrian
Kelautan dan Perikanan, karena komoditas rumput laut memberikan kontribusi dan
penyumbang terbesar untuk daerah ini. Pengembangan industri rumput laut di
Lembata memiliki prospek yang cerah. Hal ini disebabkan karena teknik
pembudidayaan rumput laut yang relatif mudah dikuasai oleh masyarakat, sehingga
usaha tersebut dapat dilakukan secara masal. Disamping itu permintaan terhadap
rumput laut dan produk olahannya baik di pasar domestik maupun internasional
selalu menunjukkan peningkatan setiap tahunnya.
Budidaya rumput laut merupakan salah satu jenis budidaya dibidang perikanan
yang mempunyai peluang untuk dikembangkan di wilayah perairan Lembata, karena
kegiatan ini memiliki peranan penting dalam usaha meningkatkan produksi
perikanan untuk memenuhi kebutuhan pangan dan gizi serta memenuhi kebutuhan
pasar dalam dan luar negeri, memperluas kesempatan kerja, meningkatkan
pendapatan dan kesejahteraan nelayan dan masyarakat pesisir pantai serta menjaga
kelestarian sumber hayati perairan.
Dengan semakin meningkatnya permintaan dunia akan rumput laut,
menyebabkan usaha budidaya rumput laut semakin diminati dan berkembang pesat
sebagai komoditas ekspor. Pemanfaatan rumput laut untuk industri disebabkan oleh
senyawa kimia yang terkandung didalamnya, khususnya Carrageenan, Agar dan
Algin. Carrageenan merupakan bahan kimia yang dapat diperoleh dari berbagai
jenis alga merah seperti Eucheuma, Gelidium, Gracilaria dan Hypnea, sedangkan
algin adalah bahan yang terkandung dalam alga coklat seperti Sargassum. Algin
banyak digunakan sebagai industri kosmetika sebagai bahan pembuat sabun, cream,
lotion, shampho, dan dalam industri farmasi digunakan untuk membuat emulsifier,
stabilizer, tablet, salep, kapsul dan filter.

2

Selain itu Algin juga dipakai dalam industri tekstil, keramik, fotografi dan
pestisida sebagai bahan aditif. Untuk agar-agar merupakan bahan baku pokok
pembuatan tepung agar-agar, baik untuk industri skala besar maupun industri rumah
tangga. Agar-agar juga dipakai dalam industri makanan sebagai thickener dan
stabilizer ; pada industri farmasi dan bidang mikrobiologi untuk kultur bakteri ;
bidang industri kecantikan agar-agar juga dimanfaatkan dalam pembuatan cream,
sabun, lotion. Begitu juga carrageenan dengan kualitas yang jauh lebih baik dari
agar-agar, banyak dimanfaatkan dalam berbagai industri seperti juga algin dan
agar-agar (Tim Selasar Ilmu 2010).
Dengan melihat besarnya potensi pemanfaatan rumput laut, terutama untuk
ekspor, mengakibatkan usaha pengembangan budidaya rumput laut semakin
meningkat. Pengembangan usaha budidaya rumput laut di Kabupaten Lembata
dimulai sejak tahun 1990-an, tetapi hanya bertahan beberapa tahun saja, karena
produksinya sempat menurun sebagai akibat ketidakstabilan harga, dan kemudian
dikembangkan kembali pada tahun 2000, ketika Pemerintah Daerah Kabupaten
Lembata memberikan bantuan bagi petani-nelayan berupa bibit dan sarana budidaya
rumput laut (Panjaitan 2005).
Menurut Panjaitan (2005), pengembangan budidaya rumput laut di
Kabupaten Lembata dilakukan di sepanjang pantai utara Kabupaten Lembata, yang
mencakup perairan pantai Kecamatan Nubatukan, Lebatukan, Ile Ape sampai dengan
Kecamatan Omesuri. Perairan tersebut sangat cocok untuk pengembangan budidaya
rumput laut, karena memiliki teluk yang tenang dan perairan yang jernih serta
kualitas perairan yang cocok untuk pertumbuhan rumput laut.
Rumput Laut yang dikembangkan di Kabupaten Lembata adalah jenis
Eucheuma cottonii yang diekspor dalam bentuk bahan baku, berupa rumput laut
kering, dengan kualitas yang sangat baik. Hal ini dicirikan dengan warna yang putih
dan bebas dari campuran pasir dan kerikil.
Menurut Partosuwiryo dan Hermawan (2008), hama yang sering menyerang
rumput laut dibedakan berdasarkan ukurannya, yaitu hama mikro micro grazer dan
juga hama makro macro grazer. Hama mikro yang menyerang biasanya berukuran
panjang kurang dari dua cm dan melekat pada thallus tanaman rumput laut, seperti
larva bulu babi Tripneustes dan larva teripang Holoturia sp. Larva bulu babi akan
menyebabkan tanaman rumput laut menjadi berwarna kuning; sementara larva
teripang akan menetap pada thallus dan tumbuh membesar dan akan menjadi hama
makro. Hama makro adalah hama yang berukuran lebih besar dari dua cm. Hama
makro yang paling ganas dan dapat menghancurkan tanaman rumput laut adalah
ikan baronang Siganus spp dan penyu hijau Chelonia midas. Hama lainnya yaitu
bulu babi Diadema spp, teripang Holothuria sp, dan bintang laut Protoneostes.

3
Penyakit yang biasa menyerang tanaman rumput laut adalah ice-ice,
whitespoot dan penyakit bakterial. Gejala penyakit ice-ice ditandai dengan timbulnya
bintik / bercak-bercak pada sebagian thallus yang lama kelamaan kehilangan warna
dan berangsur-angsur menjadi putih dan terputus.
Rumput laut dapat terserang penyakit ice-ice terutama disebabkan karena
perubahan lingkungan seperti suhu, arus dan tingkat kecerahan dilokasi budidaya.
Penyakit lain yang menyerang adalah whitespoot dan penyakit bakterial. Gejala
timbulnya penyakit whitespoot dilihat dari warna sebagian thallus yang coklat
kekuning-kuningan menjadi putih kemudian menyebar keseluruh thallus dan pada
akhirnya seluruh bagian tanaman membusuk dan terlepas/rontok dari tali pengikat
bibit. Penyakit ini dapat ditanggulangi dengan cara menurunkan tanaman lebih dalam
dari posisi semula untuk mengurangi penetrasi sinar matahari.
Penyakit whitespoot dan ice-ice biasanya menyerang pada bulan April
sampai bulan Mei di daerah-daerah yang memiliki kecerahan perairan yang tinggi.
Sedangkan untuk penyakit bakterial pada tanaman rumput laut sangat sedikit terjadi.
Gejala dari penyakit ini adalah thallus berwarna hitam dan membusuk. Hal ini
dipengaruhi oleh dekomposisi bakteri dari tanaman yang mati di perairan pantai.
Kelompok Kuda Laut Desa Pada merupakan salah satu kelompok budidaya
binaan Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Kabupaten Lembata yang bergerak
dibidang budidaya rumput laut. Kelompok tersebut beroperasi dengan baik hingga
saat ini serta memiliki fasilitas budidaya yang memadai dan produksi yang
berlangsung secara kontinyu, sehingga penulis dapat melaksanakan PKL di
Kelompok Kuda Laut, Desa Pada, Kecamatan Nubatukan, Kabupaten Lembata.
1.2 Tujuan
Pelaksanaan kegiatan Praktik Kerja Lapangan (PKL) ini memiliki tujuan
sebagai berikut:
1. Mengikuti dan melakukan kegiatan budidaya rumput laut secara langsung di
lokasi PKL;
2. Menambah pengalaman, pengetahuan, dan keterampilan mengenai kegiatan
budidaya rumput laut terutama tentang pengendalian hama dan penyakit yang
menyerang rumput laut di lokasi PKL;
3. Mengetahui permasalahan dan solusi dalam kegiatan budidaya rumput laut di
lokasi PKL;
4. Menerapkan ilmu yang didapat sewaktu kuliah dalam kegiatan budidaya rumput
laut di lokasi PKL, sehingga lebih mengetahui dan dapat mengatasi permasalahan
dalam budidaya rumput laut pada umumnya.

4
1.3

Batasan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas maka yang menjadi permasalahan dalam
kegiatan budidaya adalah serangan hama dan penyakit rumput laut di Kabupaten
Lembata khususnya di kelompok Kuda Laut, yang dapat mempengaruhi produksi
dan produktivitas rumput laut, sehingga dalam penulisan laporan ini penulis
membatasi masalah pada pengendalian hama dan penyakit yang menyerang rumput
laut di kelompok Kuda Laut Desa Pada, Kecamatan Nubatukan, Kabupaten Lembata.

2

METODE KAJIAN

2.1 Waktu danTempat
Kegiatan Praktik Kerja Lapangan Budidaya Rumput Laut Eucheuma cottonii
dilaksanakan dalam jangka waktu 60 hari, dimulai dari tanggal 09 April 2015
sampai dengan 09 Juni 2015. Praktek Kerja Lapangan ini mengambil lokasi di
Kelompok Kuda Laut Desa Pada - Kecamatan Nubatukan Kabupaten Lembata–
Provinsi Nusa Tenggara Timur (Lampiran 1).
2.2 Komoditas
Komoditas yang dipilih oleh penulis dalam kegiatan Praktik Kerja Lapangan
ini adalah Rumput Laut Eucheuma cottonii (Gambar 1).

Sumber : Data Lapangan PKL 2015

Gambar 1 Rumput Laut Eucheuma cottonii

2.2.1 Taksonomi
Menurut Zatnika dan Anggadiredja (2002), taksonomi rumput laut Eucheuma
cottonii adalah sebagai berikut :
Divisio : Rhodophyta
Kelas : Rhodophyceae
Bangsa : Gigartinales
Suku : Solierisceae
Marga : Eucheuma
Jenis
: Eucheuma cottonii

6
2.2.2 Siklus Hidup dan Reproduksi
Menurut Zatnika dan Anggadiredja (2002), rumput laut ini dikenal dengan
nama daerah agar-agar. Dalam dunia perdagangan, rumput laut ini dikenal dengan
istilah spinosium yang berarti duri yang tajam. Rumput laut berkembangbiak dengan
dua cara yaitu secara kawin dan tidak kawin. Seluruh bagian tanaman yang
menyerupai akar, batang, dan daun semuanya disebut thallus.
Karena tidak mempunyai akar sebenarnya, rumput laut menempel pada
substratnya dan seluruh bagian thallus mengambil makanan dari air disekitarnya
dengan cara osmosis. Substrat dapat berupa lumpur, pasir, karang, kulit kerang,
dan batu.
Jenis rumput laut yang bernilai ekonomis tinggi diantaranya adalah Eucheuma,
Glacilaria, Gelidium, dan Hypnea. Dari keempat jenis ini, Eucheuma cottonii telah
berhasil dibudidayakan dan sangat menguntungkan pembudidaya. Rumput laut
jenis ini menghasilkan kappa-keraginan.
Jenis rumput laut Eucheuma cottonii, mulanya ditemukan di perairan Sabah
(Malaysia) dan kepulauan Sulu (Filipina). Kemudian dikembangkan diberbagai
negara sebagai tanaman budidaya. Sedangkan di Indonesia baru dikembangkan
sebagai tanaman budidaya pada tahun 1968 di pulau Pari kepulauan Seribu
(Sudrajat 2008).
2.2.3 Teknik Budidaya
Dalam melakukan usaha budidaya rumput laut, beberapa aspek yang perlu
mendapat perhatian adalah sebagai berikut :
a. Pemilihan lokasi budidaya.
Menurut Mulyono et al 2008, langkah pertama keberhasilan usaha budidaya
rumput laut jenis Eucheuma cottonii adalah pemilihan lokasi budidaya yang tepat.
Pertumbuhan rumput laut ditentukan oleh kondisi perairan sehingga produksi
rumput laut cendrung bervariasi dari lokasi budidaya yang berbeda.
b. Metode budidaya.
Menurut Mulyono et al 2008, berdasarkan posisi tanam rumput laut dan
untuk meminimalisir serangan hama dan penyakit, metode budidaya dapat
dilakukan dengan tiga cara, yaitu metode di dasar (bottom method), metode lepas
dasar (off-bottom method), dan metode apung (floating method). Setiap metode
mempunyai keuntungan dan kerugian. Metode penanaman dipilih berdasarkan
keadaan perairan, tujuan budidaya, dan jenis rumput laut yang dibudidayakan.
1) Metode di dasar( bottom method )
Metode ini merupakan metode lama, yaitu penanaman dilakukan dengan
mengikat bibit rumput laut pada batu-batu karang yang disusun berbaris di

7
dasar perairan. Bibit rumput laut dengan berat 100 gram yang sudah diikat
disusun rapih hingga berjalur-jalur.
2) Metode lepas dasar (off-bottom method )
Metode ini dilakukan di atas dasar perairan yang berpasir atau pasir berlumpur
dan terlindung dari hempasan gelombang yang besar. Hal ini penting untuk
memudahkan pemasangan patok/ pancang. Biasanya lokasi dikelilingi oleh
karang pemecah gelombang (barrier reef). Selain itu, sebaiknya memiliki
kedalaman air sekitar 50 cm pada saat surut terendah dan 3 meter pada saat
pasang tertinggi.
3) Metode apung (floating method)
Metode apung atau floating method ini dibagi lagi menjadi tiga metode yaitu
metode rakit, metode longline, metode jalur/kombinasi.
a) Metode rakit.
Metode ini sering disebut metode rakit kotak, dibentuk dari empat buah
bambu yang dirakit sehingga membentuk persegi panjang dengan ukuran
tertentu sesuai dengan keinginan pembudidaya. Pada rakit tersebut
dipasang tali pengikat rumput laut secara membujur dengan jarak 30 cm
kemudian bibit rumput laut diikat pada tali tersebut.
b) Metode longline / rawai.
Metode rawai atau yang di kenal dengan istilah longline yang menggunakan
tali panjang yang dibentangkan. Metode ini merupakan salah satu metode
permukaan yang paling banyak diminati pembudidaya.
Selain lebih fleksibel dalam pemilihan lokasi, alat dan bahan yang
digunakan dalam metode ini lebih tahan lama, relatif murah, dan mudah
diperoleh.
c) Metode jalur (kombinasi).
Metode jalur merupakan kombinasi antara metode rakit dengan metode
rawai/longline. Kerangka metode ini dibuat dari rakit (bambu) yang
tersusun sejajar.
c. Pemeliharaan
Dalam melakukan usaha budidaya rumput laut, perlu mempertimbangan
aspek hama dan penyakit karena serangan hama dan penyakit dapat
mengakibatkan kegagalan usaha budidaya yang dilakukan.
1) Hama
Menurut Partosuwiryo dan Hermawan (2008), hama yang menyerang
tanaman budidaya rumput laut dikelompokan menjadi dua macam berdasarkan
ukurannya yaitu : hama mikro (micro garzer) dan hama makro (macro grazer).

8
a) Hama Mikro (micro garzer)
Hama mikro yang menyerang biasanya berukuran panjang kurang
dari dua cm dan melekat pada thallus tanaman rumput laut, seperti larva
bulu babi Tripneustes dan larva teripang Holoturia sp. Larva bulu babi akan
menyebabkan tanaman rumput laut menjadi berwarna kuning sementara
larva teripang akan menetap pada thallus dan tumbuh membesar dan
kemudian berkembang menjadi hama makro.
b) Hama makro (macro grazer )
Hama makro adalah hama yang berukuran lebih besar dari dua sentimeter.
Hama makro yang paling ganas dan dapat menghancurkan tanaman rumput
laut adalah ikan baronang Siganus spp dan penyu hijau Chelonia midas.
Tidak hanya kedua jenis hama tersebut, ada hama lain yang menyerang
yaitu bulu babi Diadema spp, teripang Holothuria sp, dan bintang laut
Protoneostes. Keberadaan hama makro pada lokasi budidaya rumput laut
sudah dalam bentuk dewasa/besar.
2) Penyakit Rumput laut.
Menurut Partosuwiryo dan Hermawan (2008), penyakit merupakan suatu
gangguan fungsi atau terjadinya perubahan anatomi yang abnormal. Penyakit
rumput laut dapat disebabkan oleh bakterial, jamur, ice-ice, maupun whitespot.
d. Pemanenan
Panen rumput laut baik pada metode lepas dasar, rakit apung, rawai, maupun
pada metode jalur dapat dilakukan sebagai berikut :
1) Rumput laut dibersihkan dari kotoran atau tanaman lain yang melekat sebelum
dipanen,
2) Tali ris yang penuh dengan ikatan rumput laut dilepaskan dari bambu atau tali
utama,
3) Gulungan tali ris yang berisi ikatan rumput laut diletakan didalam sampan atau
wadah transportasi panen lainnya dan dibawah ke darat untuk dijemur.
(Sudradjat 2008)
e. Penanganan pascapanen
Setelah dipanen rumput laut dikeringkan sebagai komoditi perikanan dengan
menjemurnya dibawah sinar matahari secara langsung. Dengan cara seperti ini
akan dihasilkan rumput laut yang bersih dengan warna kekuningan.
Mutu hasil produksi budidaya juga ditentukan oleh cara penanganan
pascapanen yang baik. Menurut Aslan (1998), cara penanganan pascapanen
rumput laut yang baik adalah sebagai berikut:

9
1) Rumput laut dicuci dengan cara mencelupkan keranjang yang berisi rumput
laut kedalam air laut sambil digoyang-goyangkan atau digosok-gosok dengan
tangan. Tujuannya untuk mengurangi kotoran yang menempel pada rumput
laut;
2) Rumput laut yang sudah dicuci selanjutnya dijemur di bawah sinar matahari
selama 2- 3 hari dengan memakai alas daun kelapa atau anyaman bambu.
Penggunaan alas ini bertujuan agar rumput laut terhindar dari kotoran.
Penjemuran langsung di atas pasir tanpa ada alas menyebabkan butiran pasir
menempel pada rumput laut. Keadaan ini mengurangi mutu dan nilai jual
rumput laut itu sendiri;
3) Dianjurkan untuk penjemuran rumput laut menggunakan para-para penjemuran
yang dibuat dari bambu;
4) Rumput laut dikatakan sudah kering jika telah kelihatan mersik atau kaku dan
butiran garam sudah menempel dipermukaan rumput laut;
5) Rumput laut yang sudah kering dikemas dalam karung dan dipadatkan.
Setelah itu bagian atas karung dijahit menggunakan tali dan disimpan dalam
gudang atau dijual;
6) Perbandingan rumput laut basah dengan kering adalah 8: 1 (delapan kilogram
rumput laut basah sama dengan satu kilogram rumput laut kering).

2.3 Metode Pelaksanaan PKL
2.3.1 Jenis data.
Jenis data yang digunakan dalam penulisan Laporan Praktik Kerja Lapangan
ini adalah :
a. Data primer, merupakan data yang diperoleh langsung di lapangan atau langsung
dari sumbernya. Data yang diperoleh merupakan hasil pengamatan langsung di
lapangan dan wawancara penulis dengan ketua dan anggota Kelompok Kuda Laut,
yang meliputi antara lain lokasi usaha, sarana dan prasarana, proses produksi,
produksi, nilai hasil usaha dan lain-lain.
b. Data sekunder, data yang diperoleh dengan menggunakan data yang sudah diolah
sebagai bahan masukan dan informasi yang dibutuhkan. Data yang diperoleh
berupa data yang berasal dari papan informasi yang ada di kantor desa, yang
meliputi antara lain jumlah penduduk, jumlah petani pembudidaya dan lain-lain.
2.3.2 Metode pengumpulan data
Metode yang dipakai dalam pengumpulan data pada Praktek Kerja Lapangan
ini adalah :
a. Observasi.
Metode observasi melalui pengamatan langsung di lapangan terkait budidaya
rumput laut secara umum di lokasi PKL.

10
b. Metode wawancara.
Penulis melakukan wawancara atau tanya jawab dengan ketua dan anggota
kelompok untuk memperoleh gambaran mengenai usaha, produksi, pemasaran,
hasil-hasil produksi dan permasalahan yang dihadapi.
c. Metode kepustakaan.
Metode ini dilakukan dengan mengumpulkan dan mempelajari data dari pustaka
yang berhubungan dengan permasalahan yang akan di bahas dalam PKL ini.

3

KEADAAN LOKASI PRAKTIK

3.1 Letak Geografis
Desa Pada adalah salah satu desa di Kecamatan Nubatukan, dengan jumlah
penduduk 937 jiwa; laki-laki 453 jiwa dan permpuan 484 jiwa. Desa Pada
merupakan desa yang mata pencahariaan penduduknya berupa nelayan, petani,
penyadap getah lontar dan juga buruh bangunan. Luas desa Pada 875 ha yang terdiri
dari empat dusun yaitu; Dusun Bota Semesan, Dusun Baololon, Dusun Uwotaun, dan
Dusun Wule Taun.
Kelompok Kuda Laut berada di wilayah administratif Dusun Baololon Desa
Pada, yang merupakan salah satu desa yang berada di wilayah administrasi
pemerintahan Kecamatan Nubatukan Kabupaten Lembata Propinsi Nusa Tenggara
Timur. Jarak dari Kantor Desa Pada ke lokasi budidaya sekitar ± 1 km, jarak dari
pemerintah Kecamatan ± 3 Km, sedangkan jarak ke pusat Pemerintah Kabupaten
Lembata adalah sama dengan jarak ke kecamatan yaitu ± 3 km. Perjalanan ke pusat
ibu kota kecamatan dan kabupaten ditempuh melalui jalan darat dengan lama
perjalanan 10 – 15 menit menggunakan kendaraan roda dua atau roda empat.
Adapun letak gografis
lokasi budidaya Kelompok Kuda Laut adalah
sebagai berikut :
Sebelah Utara berbatasan dengan perairan Teluk Lewoleba;
Sebelah Selatan berbatasan dengan Desa Pada;
Sebelah Timur berbatasan perairan Teluk lewoleba;
Sebelah Barat berbatasan dengan wilayah pesisir Desa Waijarang.
Perairan di lokasi budidaya cukup bersih dengan ombak yang sedang dan arus
yang cukup dengan dasar perairan lumpur berpasir serta pecahan karang. Selain
dimanfaatkan sebagai lokasi budidaya rumput laut, lokasi ini juga dimafaatkan
sebagai daerah penangkapan ikan oleh masyarakat atau nelayan tradisional. Untuk
jelasnya, lokasi budidaya dapat dilihat pada lampiran 1.

3.3 Sejarah
Kelompok merupakan wadah bagi masyarakat luas dalam merencanakan
kegiatan usahanya, disisi lain kelompok merupakan wadah belajar dan mengajar,
wahana musyawarah, wahana tukar informasi dan pengalaman baik antara anggota
kelompok maupun dengan pihak lain.

12
Kelompok Kuda Laut merupakan kelompok yang bergerak dibidang budidaya
perikanan, khususnya budidaya rumput laut. Kelompok ini secara administrasi
terletak di Desa Pada Kecamatan Nubatukan Kabupaten Lembata. Anggota
kelompok merupakan warga Desa Pada dengan latar belakang warga asli dan warga
pengungsian dari daerah Kabupaten Lembata maupun luar Lembata seperti Adonara,
Alor, jawa, Makasar dan Ambon, tetapi juga ada warga asli desa tersebut. Sekalipun
mempunyai latar belakang yang berbeda-beda dan banyak suku. Masyarakat desa
Pada hidup sangat rukun dan mengerjakan semua kegiatan dalam bentuk kelompok
atau secara gotong-royong. Aspek ekonomi merupakan alasan awal terbentuknya
kelompok ini.
Kelompok Kuda Laut terbentuk pada tahun 2007 dengan anggota berjumlah
sepuluh orang dengan, ketua kelompok Bapak Aleks Witak. Jenis usaha yang dipilih
adalah usaha budidaya dengan komoditas rumput laut jenis Eucheuma cottonii. Luas
lahan budidaya kelompok kuda laut adalah ± 5 ha.
Awal memulai usaha, bibit rumput laut didapat dari bibir pantai yang dihempas
ombak yang merupakan sisa dari budidaya rumput laut milik perorangan
sebelumnya. Hasil produksi yang baik dan harga yang cukup menjanjikan membuat
kelompok ini terus bertahan. Pada tahun 2009 hama dan penyakit yang menyerang
rumput laut membuat kelompok ini sempat berhenti aktifitasnya. Semangat untuk
memperbaiki kehidupan ekonomi angota kelompoknya membuat kelompok ini
kembali beraktifitas untuk memelihara rumput laut pada tahun 2010.
Proses pembentukan kelompok memang terdapat kendala, namun bukan
penghalang bagi kelompok Kuda Laut. Seiring dengan semakin berkembangnya
kelompok, begitu pula dengan keberhasilan dalam mengembangkan komoditi rumput
laut menyebabkan banyak petani yang bergabung menjadi anggota kelompok.
Dari berbagai jerih payah yang telah dilakukan, akhirnya Kelompok Kuda Laut
mampu mendapatkan apresiasi baik dari masyarakat tani lainnya maupun dari
pemerintah khususnya dari Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Lembata. Hal
ini terbukti pada tahun 2014 kelompok tersebut mendapat bantuan dari Pemerintah
Kabupaten Lembata melalui Dinas Kelautan dan Perikanan berupa sarana budidaya
(Lampiran 2) dan sampai saat ini terus beraktifitas dalam pemeliharaan rumput laut.
Namun demikian, kelompok ini masih menemui satu kendala klasik yaitu masalah
permodalan usaha dan pembangunan balai yang berfungsi sebagai tempat melakukan
berbagai pertemuan dalam kelompok, karena selama ini hanya memanfaatkan rumah
warga.

13
3.4 Organisasi dan Ketenagakerjaan
Adapun organisasi dan ketenagakerjaan Kelompok Kuda Laut adalah
sebagai berikut :
Ketua
: Alex Witak
Wakil Ketua : Karolus Laga
Sekretaris
: Rosmini Bulu
Bendahara
: Hendrikus Ola
Anggota
:
1. Elias Payong
2. Donatus Geli
3. Matheus Matang
4. Martinus Lelangayang
5. Hironimus Laga
6. Nurhaini
Struktur organisasi kelompok Kuda Laut Desa Pada Kecamatan Nubatukan
Kabupaten Lembata dapat dilihat pada Gambar 2.
KETUA

ALEX WITAK

WAKILKETUA

KAROLUS LAGA

SEKRETARIS
ROSMINI BULU

BENDAHARA
HENDRIKUS OLA

ANGGOTA
1.
2.
3.
4.
5.
6.

Elias Payong
Donatus Geli
Matheus Matang
Martinus Lelangayang
Hironimus Laga
Nurhaini

Sumber : Data kelompok Kuda Laut

Gambar 2 Bagan Struktur organisasi kelompok Kuda Laut.

14
Sedangkan tenaga kerja dan tingkat pendidikan anggota Kelompok Kuda Laut
dapat dilihat pada tabel 1.
Tabel 1 Anggota kelompok berdasarkan tingkat pendidikan.
Nama

Pendidikan
SD

SMP

SMA

PT

Alex Witak



-

-

-

Karolus Laga



-

-

-

Hendrikus Ola



-

-

-

Rosmini Bulu



-

-

-

Elias Payong



-

-

-

Donatus Geli



-

-

-

Matheus Matang



-

-

-

Martinus Lelangayang



-

-

-

Hironimus Laga



-

-

-

Nurhaini



-

-

-

Sumber : Data Kelompok Kuda Laut 2015.

4 INFRASTRUKTUR DAN SARANA PRODUKSI

4.1

Kegiatan Pembibitan Rumput laut

4.1.1 Fasilitas utama
Fasilitas utama kegiatan pembibitan rumput laut sangat berperan penting
dalam kelangsungan proses budidaya. Fasilitas utama dalam proses budidaya adalah
sebagai berikut :
a. Lahan untuk budidaya;
b. Bibit rumput laut;
c. Tali ris;
d. Tali pengikat bibit;
e. Jangkar;
f. Pelampung;
g. Wadah budidaya/kandang jaring.
4.1.2 Fasilitas pendukung
Fasilitas pendukung juga berperan penting untuk mendukung fasilitas utama
dalam memperlancar proses buddidaya. Adapun fasilitas pendukung kegiatan
budidaya rumput laut di kelompok Kuda laut adalah sebagai berikut :
a. Sarana transportasi berupa “ban dalam” sebagai pengganti sampan
b. Pisau dan parang
c. Gobah
d. Timbangan
e. Terpal
f. Tempat seleksi bibit
g. Tempat pengikat bibit
h. Alat pengukur kualitas air
i. Serok/seser untuk pengendalian hama.
4.2
4.2.1

Kegiatan Pembesaran Rumput laut

Fasilitas utama
Sama halnya dengan fasilitas yang digunakan pada kegiatan pembibitan, pada
kegiatan pembesaran rumput laut fasilitas utama yang digunakan adalah sebagai
berikut :
a. Lahan untuk budidaya
b. Bibit rumput laut
c. Tali ris
d. Tali pengikat bibit
e. Tali kaplingan

16
f.
g.
h.
i.

Jangkar
Jerigen sebagai pelampung
Wadah budidaya/kandang jaring
Para-para penjemuran.

4.2.2

Fasilitas pendukung
Tidak hanya fasilitas utama saja yang dibutuhkan dalam kegiatan ini tetapi
juga dibutuhkan fasilitas pendukung untuk kelancaran proses pembesaran rumput
laut. Fasilitas-fasilitas pendukung tersebut antara lain :
a. Sarana transportasi berupa “ban dalam” sebagai pengganti sampan;
b. Pisau dan parang;
c. Gobah;
d. Timbangan;
e. Terpal;
f. Para-para penjemuran;
g. Gudang;
h. Tempat seleksi bibit;
i. Tempat pengikat bibit;
j. Alat pengukur kualitas air;
k. Serok/seser untuk pengendalian hama.

5 KEGIATAN PRAKTIK KERJA LAPANG

5.1 Kegiatan Pembibitan Rumput Laut
5.1.1 Persiapan Lokasi Pembibitan
Langkah awal dalam kegiatan pembibitan adalah persiapan lokasi untuk
pembibitan. Lokasi budidaya rumput laut kelompok Kuda Laut sangat strategis
karena letaknya pada teluk dengan kecepatan arus berkisar antara 22-24 cm/detik.
Lokasi budidaya
budidaya rumput laut
angin yang kencang.
dengan kegiatan lainya
budidaya (Gambar 3).

yang berada pada teluk ini menyebabkan semua kegiatan
terhindar dari kerusakan yang diakibatkan oleh ombak atau
Disamping itu lokasi budidaya tersebut tidak berbenturan
seperti penangkapan ikan yang dapat menghambat kegiatan

Sumber : Data Lapangan PKL 2015

Gambar 3 Lokasi budidaya kelompok Kuda Laut

Selain faktor lokasi, faktor ekologis juga merupakan faktor yang sangat penting
dalam kegiatan budidaya. Parameter ekologis suatu lokasi budidaya meliputi dasar
perairan, arus, kedalaman, salinitas, kecerahan, pencemaran, pH, suhu, ketersediaan
18
bibit, dan tenaga kerja.
Dari pengamatan yang dilakukan di lokasi budidaya kelompok Kuda Laut
maka kisaran parameter kualitas air di lokasi tersebut sebagaiman ditunjukkan pada
Tabel 2.
Tabel 2. Kisaran Parameter kualitas air di lokasi kelompok kuda laut
Parameter

Satuan

Kisaran

Kecepatan arus

cm/detik

22-24

Kecerahan

Meter

3- 5

Suhu

°C

24-27

Salinitas

ppt.

27- 34

pH

-

6,5- 8,5

DO

Ppm

6,15 - 7,18

Sumber : Data Kelompok Kuda Laut

Berdasarkan data tabel 2 di atas, maka dapat ditarik beberapa kesimpulan
sebagai berikut :
a. Kecepatan arus di lokasi budidaya kelompok Kuda Laut berkisar antara
22-24 cm / detik, sehingga dengan kecepatan arus ini dapat membawa makanan
yang cukup bagi rumput laut dan juga dapat menghindarkan berkumpulnya
kotoran pada thallus rumput laut.
b. Dari bentuk dasar perairan, lokasi ini memiliki dasar perairan yang berbentuk
pecahan karang dan pasir halus. Kedalaman air di lokasi budidaya adalah ± 6
meter dan memiliki perairan yang sangat cerah yaitu 3- 5 meter.
c. Kisaran suhu 24-27 °C, pH 6,5- 8,5, salinitas 27- 34 ppt.
Parameter tersebut di atas sesuai dengan pendapat Mulyono et al (2008),
bahwa penentu keberhasilan usaha budidaya rumput laut didasarkan pada beberapa
parameter tersebut dibawah ini :
a. Arus
Rumput laut Eucheuma cottonii merupakan tanaman yang memperoleh makanan
melalui aliran air yang melewatinya. Untuk itu kecepatan arus yang baik untuk
budidaya rumput laut adalah 20–40 cm / detik.
b. Suhu air laut yang optimal untuk budidaya rumput laut Eucheuma cottonii adalah
23°-26°C.
c. pH air yang sesuai untuk budidaya rumput laut jenis Eucheuma cottonii adalah
pH dengan kisaran 7,3 – 8,2.

d. Kadar garam.
Rumput laut Eucheuma cottonii adalah jenis rumput laut yang tidak tahan
terhadap kisaran kadar garam yang tinggi (stenohaline). Kadar garam yang sesuai
untuk budidaya rumput laut jenis ini adalah adalah 28–35 %0
19
a. Kecerahan
Lokasi budidaya rumput laut Eucheuma cottonii sebaiknya berada pada perairan
yang jernih dengan tingkat kecerahan yang tinggi pula. Jarak pandang
kedalaman dengan menggunakan alat sechidisk dapat mencapai 2- 5 meter.
b. Kedalaman perairan.
Kedalaman periaran sangat tergantung dari metode budidaya yang diterapkan.
Metode lepas dasar sebaiknya dilakukan pada kedalaman sekitar 30 – 60 cm pada
waktu surut terendah. Sementara itu untuk metode rakit apung, rawai dan jalur
sebaiknya pada perairan dengan kedalaman sekitar 2–15 m. Pemilihan kedalaman
perairan yang tepat dilakukan untuk menghindari kekeringan dan meminimalkan
pencapaian sinar matahari secara langsung.
c. Dasar perairan.
Dasar perairanyang berupa pecahan karang dan pasir kasar merupakan kondisi
dasar perairan yang sesuai untuk budidaya rumput laut jenis Eucheuma cottonii.
Kondisi perairan tersebut juga mempengaruhi indikator adanya gerakan air yang
baik.
5.1.2 Ketersediaan Bibit
Bibit rumput laut yang berkualitas sebaiknya tersedia di sekitar lokasi
budidaya yang dipilih. Apabila di lokasi tersebut tidak tersedia bibit, sebaiknya
didatangkan dari luar dengan memperhatikan kaidah-kaidah penanganan bibit,
pengangkutan yang baik, serta memperhatikan syarat-syarat bibit yang baik.
Ketersediaan bibit di kelompok Kuda Laut ternyata menjadi salah satu kendala.
Untuk menjawab kekurangan ketersediaan bibit tersebut para pembudidaya
mendatangkan bibit dari luar lokasi budidaya yaitu dari Desa Mahal II, Kecamatan
Omesuri dengan tetap memperhatikan syarat-syarat bibit yang baik. Hal ini sejalan
dengan pendapat Zatnika dan Anggadiredja (2002), bahwa syarat bibit yang baik
adalah:
a. Umur bibit 25- 35 hari pemeliharaan;
b. Bibit yang digunakan merupakan thallus muda yag bercabang banyak, rimbun
dan berujung runcing;
c. Bibit harus sehat dan tidak terdapat bercak, luka atau terkelupas akibat terserang
penyakit atau terkena bahan cemaran;
d. Bibit rumput laut harus terlihat segar dan berwaran cerah;

e. Bibit harus seragam dan tidak boleh bercampur dengan jenis lain;
f. Berat bibit diupayakan seragam sekitar 100 gram perikatan atau rumpun.
5.1.3

Penetuan Metode Budidaya dan Penanaman.
Selama proses budidaya yang dilakukan di lokasi PKL, metode longline
20
digunakan sebagai metode untuk pembibitan/mempertahankan bibit dan pembesaran
seperti ditunjukkan pada Gambar 4.

Sumber : Data Lapangan PKL 2015

Gambar 4 Penanaman dengan metode longline
Akan tetapi masih ditemukan banyak hama yang menyerang, baik itu hama
makro maupun hama mikro. Dampak yang timbul akibat serangan hama ini adalah
bibit rumput laut tidak dapat dipanen untuk dibudidayakan kembali karena thallus
muda rumput laut terserang hama dan ini tidak sesuai dengan syarat bibit yang baik.
Menurut Zatnika dan Anggadiredja (2002), tidak hanya hama yang menyerang
tetapi penyakit juga menjadi penyebab kegagalan budidaya rumput laut dengan
metode ini, baik untuk penyediaan bibit maupun untuk pembesarannya. Hal ini
disebabkan terjadi perubahan lingkungan yang drastis.
Untuk menghindari serangan hama dan penyakit, kelompok Kuda Laut
menggantikan metode budidaya dari metode longline dengan metode kandang jaring.
Metode ini termasuk metode apung atau floating method, hanya saja metode ini

dimodifikasi mengunakan kandang yang dikelilingi jaring. Metode ini juga praktis
digunakan bila dilihat dari efisiensi penggunaan lahan, karena dalam satu kandang
budidaya terdapat empat susun/trap tali yang berisi bibit rumput laut. Ukuran
kandang jaring 460 cm x 300 cm x 150 cm. Metode kandang jaring ini seperti
ditunjukkan pada Gambar 5.
22

Sumber : Data Lapangan PKL 2015

Gambar 5 Penanaman dengan metode kandang jaring
Bibit rumput laut yang akan dibudidayakan dengan metode ini diikat terlebih
dahulu pada tali ris kemudian tali ris tersebut diikat pada wadah budidaya di pesisir
pantai/darat sebelum wadah tersebut dibawa ke lokasi budidaya yang sudah
ditentukan untuk melakukan proses pemeliharaan bibit.
5.1.4

Pemeliharaan Rumput Laut
Memelihara rumput laut berarti mengawasi secara kontinyu konstruksi
budidaya dan tanamannya. Pemeliharaan dilakukan pada saat ombak besar maupun
saat laut tenang. Rusak dan menurunnya daya tahan konstrukusi budidaya harus
menjadi perhatian pembudidaya saat melakukan kontrol. Tidak hanya itu,
pembudidaya juga harus menggoyangkan tali ris pengikat tanaman rumput laut agar
kotoran dan lumpur yang menempel pada thallus yang menjadi penghambat
pertumbuhan dapat jatuh/lepas sehingga tanaman selalu bersih dan berkembang
biak dengan baik. Tindakan ini sejalan dengan pendapat Tim Penulis Penebar
Swadaya (2004), bahwa kotoran yang melekat pada thallus rumput laut akan

menggangu proses metabolisme sehingga laju pertumbuhan pada tanaman rumput
laut menjadi menurun dan berakibat pada kerugian.
5.1.5

Hama dan Penyakit
Serangan hama dan penyakit bila dibiarkan dapat berakibat menurunnya
produksi. Oleh karena itu perlu diketahui jenis hama dan penyakit yang menyerang
23
rumput laut sehingga dapat diambil langkah-langkah penanggulangannya atau paling
tidak dapat memperkecil kerugian.
a. Hama
Selama kegiatan PKL di lokasi kelompok Kuda Laut, hama yang menyerang
tanaman rumput laut umumnya merupakan organisme laut yang memangsa
tanaman rumput laut. Organisme ini hidup dengan rumput laut sebagai makanan
utamanya atau sebagian masa hidupnya memakan rumput laut. Hama dapat
menimbulkan kerusakan secara fisik pada tanaman budidaya, seperti tanaman
terkelupas, patah atau habis dimakan sama sekali. Beberapa hama yang sering
ditemui menyerang rumput laut antara lain ikan beronang Siganus spp, bulu babi
Diadema spp, dan penyu hijau Chelonia midas.
1) Ikan baronang Siganus spp.
Ikan baronang merupakan hama perusak terbesar dalam budidaya rumput
laut. Cara penanggulangan hama ini relatif sulit. Ikan beronang mempunyai
sifat bergerombol dan merupakan hama yang paling serius serangannya. Ikan
ini memakan seluruh thallus bagian luar. Akibatnya tanaman rumput laut hanya
tertinggal kerangkanya saja. Rumput laut akan mati dalam dalam beberapa hari.
Serangan ikan baronang sifatnya musiman. Cara melindungi tanaman rumput
laut dari serangan ikan baronang dapat dilakukan dengan mengatur
waktu penanaman. Awal penanaman rumput laut sebaiknya diluar musim ikan
baronang. Dengan cara tersebut diharapkan kerugian dapat diperkecil.
Penanaman rumput laut secara serentak atau bersamaan juga dapat mengurangi
serangan hama ikan baronang.
2) Bulu babi Diadema spp.
Bulu babi merupakan hama yang merusak bagian tengah thallus. Serangan
bulu babi dapat mengakibatkan bagian cabang-cabang utama thallus terlepas
dari tanaman induk. Serangan bulu babi pengaruhnya relatif kecil dan tidak
terasa, terutama pada areal budidaya yang cukup luas. Hama bulu babi tidak
dapat menyerang rumput laut yang jauh dari dasar perairan. Oleh karena itu
penamanan rumput laut dengan metode kandang jaring yang dilakukan oleh
kelompok Kuda Laut selama kegiatan PKL dapat mencegah serangan hama ini.
3) Penyu hijau Chelonia midas.

Penyu hijau merupakan hama yang merusak tanaman budidaya paling
ganas. Penyu hijau biasanya menyerang pada malam hari. Hama ini dapat
memangsa habis tanaman budidaya pada areal yang tidak terlalu luas. Tandatanda tanaman rumput laut terserang penyu hijau adalah tanaman hanya
tertinggal pada pengikat bibit saja dan tampak bekas-bekas seperti dipotong
benda tajam atau pisau. Cara menanggulangi serangan penyu hijau terhadap
tanaman rumput laut adalah dengan melindungi areal budidaya dengan
memasang pagar dari jaring. Akan tetapi selama proses budidaya yang
24
dilaksanakan di kelompok Kuda Laut, metode kandang jaring yang digunakan
dapat mencegah serangan hama penyu hijau. Hama ini tidak menyerang
tanaman rumput laut tetapi merusak jaring yang dipakai sebagai pengaman.
b. Penyakit.
Menurut Partosuwiryo dan Hermawan (2008), penyakit merupakan suatu
gangguan fungsi atau terjadinya perubahan anatomi dari yang normal menjadi
abnormal. Penyakit yang ditemukan selama kegiatan pembibitan rumput laut di
lokasi budidaya rumput laut kelompok Kuda Laut adalah penyakit ice-ice, dan
whitespot. Munculnya penyakit rumput laut ini ditandai dengan perubahan
anatomi dan lambannya pertumbuhan, serta dipengaruhi oleh perubahan
lingkungan yang drastis.
1) Penyakit ice-ice
Hasil pengamatan menunjukkan bahwa ice-ice tidak menyerang seluruh
rumput laut yang dibudidayakan dengan metode kandang jaring. Penyakit ini
biasanya menyerang setelah 15 hari penanaman. Tidak hanya perubahan
lingkungan yang menjadi penyebab penyakit ini tetapi juga seleksi bibit yang
kurang tepat juga menjadi penyebab penyakit ini, karena bibit yang ditanam
ada yang sudah terserang penyakit dan tidak diseleksi dengan baik. Penyakit
ini dapat dicegah dengan cara memotong ujung thallus yang terserang penyakit
ice-ice agar tidak menyebar.
2) Penyakit whitespoot
Sesuai dengan hasil pengamatan di lokasi PKL, gejala timbulnya penyakit
whitespoot selama kegitan pembibitan terlihat dari warna sebagian thallus yang
coklat kekuning-kuningan menjadi putih kemudian menyebar ke seluruh
thallus dan pada akhirnya seluruh bagian tanaman membusuk dan
terlepas/rontok dari tali pengikat bibit. Penyakit ini diduga berkaitan dengan
adanya perubahan kondisi yang cukup lama dan tidak sesuai untuk
pertumbuhan rumput laut. Penanggulangan penyakit ini dilakukan dengan cara
menurunkan posisi tanaman lebih dalam untuk mengurangi penetrasi cahaya
sinar matahari dan juga memantau adanya perubahan lingkungan.
5.1.6

Pemanenan Rumput Laut

Pemanenan sebaiknya dilakukan pada saat air surut dan sebelum pemanenan,
segala peralatan harus disiapkan terlebih dahulu agar memudahkan pembudidaya
dalam melakukan kegiatan pemanenan tersebut. Persiapan yang harus dilakukan
sebelum proses pemanenan rumput laut adalah :
a. Tenaga kerja;
b. Keranjang untuk tempat hasil panen/goba;
c. Perahu untuk meng