Produk Breaded Hasil Perikanan. doc
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Dalam rangka menyambut MEA 2015 peningkatan perekonomian Nasional
merupakan tujuan utama, Kondisi sektor kelautan dan perikanan saat ini memiliki
peranan yang sangat penting dalam menudukung perekonomian bangsa. Selain
menyediakan bahan pangan dan bahan baku bagi industri, sektor ini juga berperan
sebagai sumber penerimaan devisa, penyediaan lapangan kerja dan peningkatan
pendapatan masyarakat. Tidak hanya itu, sektor perikanan juga menjadi sumber
bahan pangan yang sehat dan bergizi secara nasional (Iriyanto 2008).
Produksi perikanan Indonesia lebih dari 50% hasil panen dipasarkan dalam
bentuk segar, 30% diolah secara tradisional, 11% diolah secara modern
(pembekuan, pengalengan) dan sekitar 2% dimanfaatkan sebagai produk lain
seperti tepung ikan. Dari angka di atas dapat disimpulkan bahwa industri
pengolahan kita masih perlu ditingkatkan terus sehingga akan lebih banyak
produk perikanan yang beredar di pasar dalam negeri, baik dari segi jumlah
maupun jenis. Dengan tersedianya berbagai produk itu kita dapat mendongkrak
tingkat konsumsi ikan di dalam negeri (KKP 2014).
Breaded food hasil perikanan merupakan makanan camilan ataupun makanan
besar yang berasal dari potongan mapun lumatan daging ikan dan diberi bumbu –
bumbu kemudian dicampur dengan bahan pengikat dan di cetak berdasarkan
ukuran dan bentuk tertentu, selanjutnya dicelupkan kedalam batter dan dilapisi
dengan tepung roti kemudian digoreng atau disimpan dalam ruang pembeku
sebelum digoreng (heng 2003).
Banyak produk breaded hasil perikanan yang sudah beredar dipasaran dengan
konsumen yang berasal dari berbagai jenis umur, disamping itu banyak juga
konsumen yang tertarik dengan produk ini karena kerenyahannya dan umur
simpannya lebih lama. Selain itu produk breaded merupakan salah satu langka
inovatif dalam rangka menambah nilai dari hasil perikanan yang kurang bermutu.
Produk – produk breaded hasil perikanan seperti fish nugget, fish stick,
breaded shrimp, squid shrimp, fish patties dan masih banyak lagi, merupakan
produk yang tergolong modern. Produk –produk ini semakin di gemari
1
masyarakat, hal ini didukung dengan menigkatnya kesadaran masyarakat untuk
hidup sehat dengan merubah pola makanan beralih ke makanan yang sehat dan
bergizi, utamanya produk breaded hasil perikanan. Selain itu produk breaded
dalam pengolahan dan penyajianya lebih mudah dan praktis sehngganya sangat
cocok dengan kehidupan masyarakat modern yang serba sibuk.
Secara Nasional rata-rata konsumsi ikan perkapita penduduk Indonesia
sebesar 29,04 Kg/Kapita/Tahun, jumlah tersebut masih dibawah Pola Pangan
Harapan (PPH) sebesar 30,40 Kg/Kapita setiap tahunnya. Dengan kata lain tingkat
konsumsi ikan di Indonesia masih sangat rendah.(KKP 2014).
Produk breaded
hasil perikanan merupakan salah satu solusi untuk
memenuhi selera konsumen yang semakin beragam, selain itu dengan adanya
produk perikanan modern sepert ini maka ada penyegaran menu dan mampu
menyerap pasar dengan kata lain bisa meningkatkan permintaaan, menambah
pendapatan bagi para pengusaha perikanan dan mampu meningkatkan tingkat
konsumsi ikan pada masyarakat Indonesia sehingga penyerapan protein bisa lebih
banyak. Sehingganya dipandang perlu untuk mengetahui deskripsi dari produk –
produk breded hasil perikanan ini.
1.2. Tujuan
Untuk mengetahui deskripsi dari produk breaded hasil perikanan.
2
BAB II
PRODUK BREADED HASILPERIKANAN
2.1. Karakterisitik Umum Produk Breaded
Produk breaded hasil perikanan adalah bentuk produk olahan daging ikan
yang digiling halus dan diberi bumbu-bumbu serta dicampur dengan bahan
pengikat kemudian ada yang dicetak berdasarkan ukuran dan bentuk tertentu,
selanjutnya dicelupkan ke dalam batter dan dilapisi dengan tepung roti kemudian
digoreng atau disimpan terlebih dahulu dalam ruang pembeku (freezer) sebelum
digoreng (Widrial, 2005).
Produk – produk breaded merupakan produk yang tergolong modern yang
sedang digemari masyarakat. Beberapa produk breaded seperti fish nugget, stick,
breaded shrimp pada prinsipnya sama, perbedaan yang terletak hanya pada
karakteristik bahan baku yang digunakan. Secara garis besar semua produk
breaded merupakan olahan hasil perikanan yang mengalami serangkaian proses
battering (pelapisan) dan breading (penaburan). Produk breaded merupakan
olahan dalam bentuk beku, sehingganya dalam penyajianya harus digoreng
terlebih dahulu sebelum dikonsumsi. (Heng 2003)
Pada dasarnya breaded produk merupakan suatu produk olahan daging
berbentuk emulsi, yaitu emulsi minyak didalam air. Bahan emulsifier yang sering
digunakan adalah tepung tapioka yang berfungsi untuk mengikat air maupun
lemak. (Rospiati 2006).
Pergeseran gaya hidup pada sebagian masyarakat ternyata berpengaruh pada
pola makan dan konsumsi. Hal ini menyebabkan masyarakat lebih memilih
makanan yang praktis dan sehat. Sehingganya setiap produsen dituntut agar
mampu
berinovasi
dan
menyediakan
makanan
yang
siap
saji
tanpa
mengesampingkan aspek kesehatan.
2.2. Bahan Pembuatan Produk Breaded Hasil Perikanan
3
2.2.1. Bahan utama
Bahan baku yang di maksud dalam pengolahan food coated disini sudah
tentu menggunakana bahan dasar hasil perikanan baik berupa ikan, kepiting dan
udang. Karakteristik produk sangat ditentukan oleh bahan baku yang digunakan.
Pada umumnya untuk produk breaded hasil perikanan menggunakan daging yang
sudah dilumatkan (nugget), fillet yang dipotong panjang dan tipis (stick atau
finger) dan potongan yang lebih besar (Breaded shrimp). Daging yang sering di
gunakan terdiri dari dua jenis yakni daging merah dan daging putih.
2.2.2. Bahan Pembantu
Bahan pembantu merupakan bahan yang sengaja ditambahkan kedalam
produk dengan tujuan menigkatkan nilai gizi, serta merupakan bahan yang akan
menetukan cita rasa dari produk beraded.. Bahan – bahan tersebut antara lain
seperti garam, gula, bawang putih ,bawang merah, sering ada yang menggunakan
merica, air dan es serta komponen funsgional lainya disesuaikan dengan
kebutuhan.
2.2.2.1. Bumbu – Bumbu
Bumbu-bumbu adalah bahan yang sengaja ditambahkan dan berguna
untuk meningkatkan konsistensi, nilai gizi, cita rasa, mengendalikan keasaman
dan kebasaan, memantapkan bentuk dan rupa produk (Erawaty,2001). Seperti
halnya penggunaan garam pada produk memiliki fungsi sebagai penegas cita rasa
dan dapat menghambat aktivitas mikroba yang merugikan atau sebagai bahan
pengawet pada produk. Selain itu penambahan garam pada produk dapat
mengekstrak aktimiosin sehingga akan terbentuk produk dengan stabilitas emulsi
yang baik (Aswar, 2005). Penggunaan garam tidak boleh terlalu banyak karena
akan menyebabkan terjadinya penggumpalan (salting out) dan rasa produk
menjadi asin. Konsentrasi garam yang ditambahkan biasanya berkisar 2 sampai
3% dari berat daging yang digunakan (Aswar, 2005).
Pemakaian gula dapat memperbaiki rasa dan aroma produk yang
dihasilkan. Pemberian gula dapat mempengaruhi aroma dan tekstur daging serta
4
mampu menetralisir garam yang berlebihan (Buckle dalam Afrisanti, 2010 ).
Bawang putih (Allium sativum L.) berfungsi sebagai penambah aroma serta untuk
meningkatkan citarasa produk. Bawang putih merupakan bahan alami yang
ditambahkan ke dalam bahan makanan guna meningkatkan selera makan serta
untuk meningkatkan daya awet bahan makanan (bersifat fungistotik dan
fungisidal). Bau yang khas dari bawang putih berasal dari minyak volatil yang
mengandung komponen sulfur (Palungkun et al dalam Afrisanti, 2010).
Merica atau lada (Paperningrum) sering ditambahkan dalam bahan
pangan. Tujuan penambahan merica adalah sebagai penyedap masakan dan
memperpanjang daya awet makanan. Merica sangat digemari karena memiliki
dua sifat penting yaitu rasa pedas dan aroma khas. Rasa pedas merica disebabkan
oleh adanya zat piperin dan piperanin, serta chavicia yang merupakan
persenyawaan dari piperin dengan alkaloida (Rismunandar, 2003).
2.2.2.2. Air dan es
Air digunakan sebagai media pelarut dan media pencampur bahan- bahan
yang digunakan dalam proses produksi food coated . Air selain berfungsi sebagai
fase pendispersi dalam emulsi daging, juga berfungsi untuk melarutkan protein
sarkoplasma dan sebagai pelarut garam yang akan melarutkan protein myofibril.
Kualitas air sangat penting sebagai bahan tambahan fungsional yang efektif dan
untuk produk yang dihasilkan (Owens,2010 dalam Budi, 2012). Air yang
berhubungan dengan hasil-hasil industri pengolahan harus memenuhi standar
mutu yang harus diperlukan untuk air minum dengan nilai pH satu larutan ialah
angka antara 0 sampai dengan 14 yang menunjukan keasaman (acidity) atau
pengaraman (alkality) dalam larutan. Apabila apabila nila pH 7 berarti netral, bila
di bawah 7 larutan asam(acid), semakin rendah pH larutan semakin asam,
sebaliknya semakin tinggi pH berarti larutan bersifat alkali (garam), semakin
tinggi pH semakin tinggi pula alkali (Cauvain Stanley, Linda, Dan Young, 2000)
Penggunaan es dalam proses pengolahan food coated sangat diperlukan
karena, es pada proses pengolahan bertujuan menjaga agar produk tetap dalam
kondisi rantai dingin, selain itu es dapat memudahkan ekstraksi protein serabut
5
otot pada saat penggilingan daging, membantu pembentukan emulsi pada
pemuatan adonan butter
dan menjaga suhu emulsi agar tetap rendah akbiat
pemanasan mekanis sehingga terjadi pembentukan gel yang baik dan mencegah
pecahnya emulsi akibat denaturasi protein.
2.2.3. Bahan Pengisi
Bahan pengisi merupakan sumber pati yang ditambahkan dalam produk
restrukturisasi untuk menambah bobot produk dengan mensubstitusi sebagian
daging sehingga biaya dapat ditekan (Rahayu, 2007). Pati terdiri atas dua fraksi
yakni, fraksi terlarut disebut amilosa dan fraksi yang tidak terlarut disebut
amilopektin. Fraksi amilosa berperan penting dalam stabilitas gel, karena sifat
hidrasi amilosa dalam pati yang dapat mengikat molekul air dan kemudian
membentuk massa yang elastis. Stabilitas ini dapat hilang dengan penambahan air
yang berlebihan. (Afrisanti 2010)
2.2.4. Bahan Pengikat
Bahan pengikat memiliki kandungan protein yang lebih tinggi dan dapat
meningkatkan emulsifikasi lemak dibandingkan dengan bahan pengisi. Bahan
pengikat dalam adonan emulsi dapat berfungsi sebagai bahan pengemulsi. Bahan
pengikat juga berfungsi mengurangi penyusutan pada waktu pengolahan dan
meningkatkan daya ikat air. Protein dalam bentuk tepung dipercaya dapat
memberikan sumbangan terhadap sifat pengikatan. Bahan pengikat berdasarkan
asalanya terdiri dari bahan pengikat yang berasal dari hewan dan tumbuhan
(Afrisanti 2010).
2.3. Pelapis (Coating)
Coating adalah bahan yang digunakan untuk melapisi produk dan berfungsi
untuk melindungi produk dari dehidrasi selama pemasakan dan penyimpangan.
Pelapisan (coating) juga memperbaiki penampakan, flavor dan tekstur produk.
Lapisan coating dapat menambah bobot dari produk., kondisi ini menjamin
bagian luar produk menjadi renyah tetapi bagian dalam tetap kenyal pada saat
dikonsumsi (Fellow 2000).
6
Bahan coating yang sering digunakan pada produk breaded terbagi menjadi
tiga, yaitu predust, batters, dan breadcrumbs.
2.3.1. Predust
Predust merupakan campuran tepung dan bahan fungsional lainya.
Sementara tepung adalah partikel padat yang berbentuk butiran halus tergantung
proses penggilingannya. Tepung bisa berasal dari komponen nabati seperti
umbian, jagung, tapi ada juga yang berasal dari komponen hewani seperti ikan
dan tulang ikan. Predust merupakan lapisan pertama yang berhubungan langsung
dengan bahan baku olahan breaded. Predust berbentuk powder kering dan
merupakan hal penting dalam proses pembuatan food coating (Yuyun 2007).
Predust memiliki fungsi memperhalus tekstur, meningkatkan daya ikat
antara substrat dan coating serta dapat melindungi produk dari dehidrasi. Predust
flour bisa dibeli langsung yang siap pakai tetapi ada juga yang dibuat sendiri
dengan komponen fungsional seperti garam, merica, serta bumbu- bumbu yang
lainya disesuaikan dengan kebutuhan. Ada berbagai macam jenis tepung yang
sering digunakan dalam campuran predust untuk food coating, semua memiliki
karakteristik masing – masing dan akan menentukan hasil dari olahan yang akan
dibuat.
2.3.1.1. Tepung Terigu
Tepung terigu adalah bubuk halus hasil dari penggilingan bulir gandum,
dan digunakan sebagai bahan dasar pembuat kue kering, biskuit, mi, cake, roti,
dan lain-lain. Kata terigu dalam bahasa Indonesia diserap dari bahasa Portugis,
trigo, yang berarti “gandum”. Tepung terigu mengandung banyak zat pati yaitu
karbohidrat kompleks yang tidak larut dalam air. Tepung terigu juga mengandung
protein dalam bentuk gluten, yang berperan dalam menentukan kekenyalan
makanan yang terbuat dari bahan terigu (Syarbini 2013).
Syarat Yang digunakan sebagai pedoman dalam penentuan
mutu tepung terigu adalah Standar Nasional Indonesia (SNI) 01-37512009 tentang syarat mutu tepung terigu sebagai bahan makanan
(Tabel 1).
Jenis uji
Satuan
Persyaratan
7
Keadaan
a. Bentuk
b. Bau
c. Warna
Benda asing
Serangga dalam semua bentuk
stadia dan potongannya yang
tampak
Kehalusan, lolo ayakan 212 πm
(mesh NO 70) (b/b)
Kadar air (b/b)
Kadar abu(b/b)
Kadar protein (b/b)
Keasaman
Falling number (atas dasar kadar
air 14 %)
Besi (Fe)
Seng (Zn)
Vitamin B1 (tiamin)
Vitamin B2 (fiboflavin)
Asam folat
Cemaran logam
a. Timbal
b. Raksa
c. Cadmium
Cemaran arsen
Cemara mikroba
a. Angka lempeng total
b. E.Coli
c. Kapang
d. Bacilius cereus
-
-
Serbuk
Normal (tidak berbau asing)
Puith, khas terigu
Tidak ada
Tidak ada
(%)
Minimal 95
(%)
(%)
(%)
mg KOH/100g
Detik
Maksimal 14,5
Maksimal 0,70
Minimal 7,0
Maksimal 50
Minimal 300
mg/kg
mg/kg
mg/kg
mg/kg
mg/kg
Minimal 50
Minimal 30
Minimal 2,5
Minimal4
Minimal 2
mg/kg
mg/kg
mg/kg
mg/kg
Maksimal 1,0
Maksimal 0,05
Maksimal 0,1
Maksimal 0,50
Koloni/g
APM/g
Koloni/g
Koloni/g
Maksimal 1 X 106
Maksimal 10
Maksimal 1 x 104
Maksimal 1 x 104
Tepung terigu memiliki jenis yang beraneka ragam, pembagian dibawah
ini berdasarkan kandungan protein yang ada pada tepung (Syarbini 2013) :
a. Tepung terigu dengan kandungan protein tinggi ( Hard Flour ) . Tepung ini
memiliki kandungan protein antara 12%-14% yang sangat baik untuk
8
pembuatan aneka macam roti dan cocok untuk pembuatan mie karena
memiliki tingkat elastisitas dan kekenyalan yang kuat.
b. Tepung terigu dengan kandungan protein sedang ( Medium Flour ) .
Tepung ini biasanya disebut dengan all purpose flour karena memiliki
kandungan protein antara 10%-11.5% yang cocok digunakan untuk
pembuatan aneka cake, mie basah, pastry, dan bolu.
c. Tepung terigu dengan kandungan protein rendah ( Soft Flour ) . Tepung
terigu dengan kandungan protein 8%-9.5% ini tidak memerlukan tingkat
kekenyalan namun tingkat kerenyahan sehingga cocok untuk pembuatan
cookies, wafer, dan aneka gorengan.
2.3.1.2. Tepung Tapioka
Tepung tapioka adalah salah satu hasil olahan dari ubi kayu. Tepung
tapioka umumnya berbentuk butiran pati yang banyak terdapat dalam sel umbi
singkong. Komposisi zat gizi tepung tapioka lebih baik bila dibandingkan dengan
tepung jagung, kentang, dan gandum atau terigu, tapioka juga dapat digunakan
sebagai bahan bantu pewarna putih (Usman 2010).
Tepung tapioka dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku ataupun campuran
pada berbagai macam produk antara lain kerupuk, dan kue kering lainnya. Selain
itu tepung tapioka dapat dimanfaatkan sebagai bahan pengental (thickener), bahan
pengisi, bahan pengikat pada industri makanan olahan (Astawan, 2003).
Standar mutu tepung tapioka di Indonesia tercantum dalam Standar
Nasional Indonesia SNI 01-3729-1995. Klasifikasi dan standar mutu tepung
tapioca disajikan pada Tabel 2.
Klasifikasi dan standar mutu tepung tapioka
KLASIFIKASI
A. Keadaan
Bau
Warna
Rasa
B. Benda Asing
KETERANGAN
Normal
Normal
Normal
Tidak boleh ada
9
C.
D.
E.
F.
G.
H.
I.
J.
K.
L.
Serangga
Jenis pati lain
Air (%)
Abu (%)
Serat kasar (%)
Derajat asam (MI NaOH 1N/100 gram)
SO2 (Mg/Kg)
Bahan tambahan makanan
Kehalusan, lolos ayakan 100 mesh (%)
Cemaran logam
Timbal (Pb) Mg/Kg
Tembaga (Cu) Mg/Kg
Seng (Zn) Mg/Kg
Raksa (Hg) Mg/Kg
M. Cemaran Arsen (As) Mg/Kg
N. Cemaran mikroba
Angka lempengan total
E. Coli APM/gramk
Kapang koloni
Tidak boleh ada
Tidak boleh ada
Maksimum 13
Maksimum 0,5
Maksimum 0,1
Maksimum 4
Maksimum 30
Sesuai SNI 01-0222-1995
Minimum 95
Maksimum 1,0
Maksimum 10,0
Maksimum 40,0
Maksimum 0,05
Maksimum 0,5
Maksimum 106
Maksimum 10
Maksimum 104
2.3.2. Butter
Menurut Fellow (2000), batter adalah campuran yang terdiri dari air,
tepung pati, dan bumbu-bumbu yang digunakan untuk mencelupkan produk
sebelum dimasak, sehingganya butter merupakan adonan cair dan merupakan
lapisan kedua dari coated product. Komposisi bahan penyusun Batter pada
umumnya terbagi menjadi dua, (1) tepung, telur dan susu sebagai komponen
utama, dan (2) bumbu, gum,dan bahan lain yang ditambahkan dalam jumlah
sedikit. Tepung yang digunakan dalam pembuatan batter harus halus dan berwarna
putih, bersih dan tidak mengandung benda – benda asing. Komponen utama
memberikan karakter dasar bagi fungsi utama batter sedangkan komponen
minor memberikan karakter spesifik seperti viskositas, daya adhesi, tekstur,
flavour dan warna (Afrisanti, 2010). Dalam membuat formulasi adonan butter
tidak menggunakan kuning telur karena mengandung fosfolipid yang dapat
terpisah dari batter dan menyebabkan kerusakan minyak goreng. Berdasarkan
formulasi dan fungsinya butters dikelompokan menjadi beberapa jenis antara lain:
10
2.3.2.1. Adhesion batters
Merupakan adonan butter yang mengandung pati termodifikasi tingkat
tinggi untuk membuat atau mempercepat pengeringan dan memperbaiki daya
adhesi bahan-bahan yang sulit untuk dilapisi sebelum masuk pada tahap akhir
proses breading.
2.3.2.2. All-purpose batters
secara umum terdiri dari tepung gandum, mengering agak lambat,
digunakan untuk malapisi berbagai jenis bahan sebelum proses breading
2.3.2.3. Tempura batters
Biasa dikenal pula sebagai puff batters, terbuat dari tepung gandum yang
mengandung leavening agent relative tinggi untuk memberi karakteristik tekstur
dan penampakan.
2.3.2.4. Oven-ready batters
Merupakan adonan butterFormula spesial yang diciptakan untuk produkproduk yang dapat dipanaskan lagi (reheated) pada conventional atau convection
ovens. Batters ini mengandung moderat leavening level dan sering ditambahkan
ke dalamnya shortening dan emulsifier untuk meningkatkan crispness
(kerenyahan).
2.3.3. Breadcrumbs
Breader adalah campuran tepung, pati dan bumbu, berbentuk sepihan kecil
yang telah dikeringkan , dan diaplikasikan sebelum produk digoreng yang
digunakan untuk melapisi produk-produk coating (Siregar 2008). Pada awalanya
penggunaan tepung roti hanya untuk memanfaatkan sisa – sisa roti, tetapi seiring
berkembangnya pola konsumsi masyarakat sekarang sudah diproduksi sendiri dan
menjadi salah penentu kualitas dari produk breaded.
Tepung roti dapat memberi kenampakan yang baik serta menjadikan
tekstur renyah pada produk breaded. Tepung
roti yang digunakan harus
berwarnah terang, cream pucat, berbau khas roti, tidak berjamur tidak berbau
tengik dan tidak berwarna kecoklatan (BSN, 2002).
11
Breadcrumb dibagi dalam beberapa jenis, Ada beberapa faktor yang dapat
digunakan untuk membedakan jenis-jenis breadcrumb. Hal yang membedakan
jenis breader adalah ukuran, bentuk, tekstur, warna dan flavor. Menurut Owens
(2001), terdapat lima jenis utama breader, yaitu american bread crumbs, japanese
bread crumbs, crackermeal, flour breaders, dan extruded crum. Breader yang
halus menghasilkan tekstur yang lembut sedangkan breader yang kasar akan
menghasilkan tekstur yang renyah (Owens, 2001). Selain itu, breader dapat
digunakan untuk melindungi produk dari dehidrasi selama penyimpanan. Berikut
penjelasan singkat mengenai pembagian breadcrumb :
a. Traditional
breadcrumbs
diproduksi
dari
roti
yang
pembuatannya
menggunakan teknik pembuatan roti tradisional. Tekstur, warna, dan ukuran
dapat disesuaikan dan biasanya crunchy (renyah).
b. Extruded crumbs dibuat menggunakan continous cooking extruder. Tekstur
bervariasi dari dense/hard sampai crunchy.
c. Cracker crumb adonan yang berbasis terigu dicampur dan dipress/ditipiskan
dengan rollers, kmudian dipanggang. Hasil dari crumb jenis ini pendek,
tekstur seperti biscuit dan chungky sampai flaky.
d. Japanese-style breadcrumbs diproduksi dari adonan yang ditambah leavening
agent (yeast) dalam jumlah cukup banyak dan dibaking dengan unique
electrical resistance baking method. Bentuk crumb ini densitinya rendah,
bentuk seperti jarum atau splinter dan sama sekali bebas crust. . Teksturnya
sangat ringan, renyah, dan kualitas lekatannya sangat sempurna setelah
pemasakan.
BAB III
JENIS – JENIS PRODUK BREADED HASIL PERIKANAN
3.1. Fish Nugget
Fish nugget adalah campuran daging ikan tanpa duri dari berbagai jenis ikan
yang dicincang dan dilumatkan dengan tambahan sedikit pati dan bumbu-bumbu.
12
Pada umumnya fish nugget berbentuk empat persegi panjang dimana produk ini
dapat disimpan dengan dibekukan atau bisa langsung digoreng. (Heng, 2003).
Produk ini memiliki rasa gurih, berwarna coklat keemasan dan memiliki
tekstur yang renyah setelah digoreng, sehingga dapat disajikan sebagai lauk
bersama nasi. Nuget yang dibekukan bertujuan untuk mempertahankan mutunya
selama penyimpanan. Hal yang terpenting dari nugget adalah penampakan produk
akhir, warna, tekstur dan aroma. Pada saat pelumuran dengan tepung roti
diusahakan secara merata jangan sampai adonan kelihatan (Widrial, 2005)
3.2. Proses Pembuatan Nugget
Pembuatan nugget mencakup lima tahap, yaitu penggilingan yang disertai
oleh pencampuran bumbu, es dan bahan tambahan, pengukusan dan pencetakan,
pelapisan perekat tepung dan pelumuran tepung roti, penggorengan awal (prefrying) dan pembekuan (Aswar, 2005). Tahapan pembuatan nugget adalah sebagai
berikut :
3.2.1. Penggilingan
pada proses penggilingan ini mencakup beberapa tahap, yakni pelumatan daging,
penambahan garam selama proses penggilingan serta pencampuran adonan
dengan bumbu yang lainya. Selama proses penggilingan rantai dingin harus tetap
dijaga dengan cara menambahkan butiran es atau air dingin kedalam adonan.
Pencampuran dilakukan hingga homogeny, hal itu dapat dilihat dari bentuk daging
yang lembut (Afrisanti, 2010).
3.2.2. Pengukusan
Pengukusan adalah proses pemanasan yang sering diterapkan pada sistem jaringan
sebelum pembekuan, pengeringan ataupun pengalengan. Pengukusan berfungsi
untuk menginaktifkan enzim yang akan menyebabkan perubahan warna, cita rasa
atau nilai gizi yang tidak dikehendaki selama penyimpanan. Tujuan utama
pengukusan adalah mengurangi kadar air dalam bahan baku sehingga tekstur
bahan menjadi kompak (Haris dalam Afrisanti, 2010).
3.2.3. Batter and breading
batter adalah campuran yang terdiri dari air, tepung pati, dan bumbu-bumbu yang
digunakan untuk mencelupkan produk sebelum dimasak. Pelumuran tepung roti
(breading) merupakan bagian yang paling penting dalam proses pembuatan
13
produk karena dapat membuat produk menjadi renyah, enak dan lezat. (Fellow,
2000). Daging yang sudah dikukus dicelupkan kedalam adona batter dan tepung
roti.
3.2.4. Penggorengan
Penggorengan merupakan proses termal yang umum dilakukan orang dengan
menggunakan minyak atau lemak pangan. Setelah proses battered dan breaded
selesai maka langkah
selanjutnya adalah penggorengan. Lama waktu
penggorengan ini beragam, apabila nagget yang dibuat langsung d konsumsi maka
penggorengan bisa berlangsung selama 4 menit. Berbeda dengan produk yang
akan di bekukan, penggorengan hanya berlansung selama 30 detik dengan suhu
180-195 0C atau biasa dikenal dengan Pre-frying (Fellow 2000).
3.3. Standar Mutu dan Karakteristik Organoleptik Nugget Ikan
Standar Nasional Indonesia yang spesifik untuk nugget ikan belum dirilis secara
resmi oleh BSN (Badan Standarisasi Nasional). Oleh karena itu, standar yang
sering digunakan adalah SNI chicken nugget dengan nomor SNI 01-6683-2002
(BSN, 2002). Karakteristik SNI chicken nugget yang menjadi parameter nugget
ikan adalah keadaan dari segi aroma, rasa, dan tekstur, kadar air, protein, lemak,
dan karbohidrat. Mutu chicken nugget berdasarkan SNI dapat dilihat pada Tabel
dibawah ini :
Karakteristik
1. Keadaan
Aroma
Rasa
Tekstur
2. Benda asing
3. Air@
4. Protein@
5. Lemak@
6. Karbohidrat@
7. Kalsium (Ca)
8. Bahan tambahan makanan
Pengawet
Pewarna
9. Cemaran logam
Satuan
Persyaratan Mutu
%, b/b
%, b/b
%, b/b
%, b/b
mg/ 100g
Normal, sesuai label
Normal, sesuai label
Normal
Tidak boleh ada
Maks. 60
Min 12
Maks. 20
Maks. 25
Maks. 30
-
Sesuai dengan
SNI 01-0222-1995
mg/kg
Maks. 2,0
14
mg/kg
Maks. 20,0
Timbal (Pb)
mg/kg
Maks. 40,0
Tembaga
mg/kg
Maks. 40,0
Seng (Zn)
mg/kg
Maks. 0,03
Timah (Sn)
mg/kg
Maks. 1,0
Raksa (Hg)
mg/kg
10. Cemaran Arsen
11. Cemaran mikroba
koloni/g
Maks. 5 x 104
Angka Lempeng Total APM/g
Maks. 10
Coliform
APM/g
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Dalam rangka menyambut MEA 2015 peningkatan perekonomian Nasional
merupakan tujuan utama, Kondisi sektor kelautan dan perikanan saat ini memiliki
peranan yang sangat penting dalam menudukung perekonomian bangsa. Selain
menyediakan bahan pangan dan bahan baku bagi industri, sektor ini juga berperan
sebagai sumber penerimaan devisa, penyediaan lapangan kerja dan peningkatan
pendapatan masyarakat. Tidak hanya itu, sektor perikanan juga menjadi sumber
bahan pangan yang sehat dan bergizi secara nasional (Iriyanto 2008).
Produksi perikanan Indonesia lebih dari 50% hasil panen dipasarkan dalam
bentuk segar, 30% diolah secara tradisional, 11% diolah secara modern
(pembekuan, pengalengan) dan sekitar 2% dimanfaatkan sebagai produk lain
seperti tepung ikan. Dari angka di atas dapat disimpulkan bahwa industri
pengolahan kita masih perlu ditingkatkan terus sehingga akan lebih banyak
produk perikanan yang beredar di pasar dalam negeri, baik dari segi jumlah
maupun jenis. Dengan tersedianya berbagai produk itu kita dapat mendongkrak
tingkat konsumsi ikan di dalam negeri (KKP 2014).
Breaded food hasil perikanan merupakan makanan camilan ataupun makanan
besar yang berasal dari potongan mapun lumatan daging ikan dan diberi bumbu –
bumbu kemudian dicampur dengan bahan pengikat dan di cetak berdasarkan
ukuran dan bentuk tertentu, selanjutnya dicelupkan kedalam batter dan dilapisi
dengan tepung roti kemudian digoreng atau disimpan dalam ruang pembeku
sebelum digoreng (heng 2003).
Banyak produk breaded hasil perikanan yang sudah beredar dipasaran dengan
konsumen yang berasal dari berbagai jenis umur, disamping itu banyak juga
konsumen yang tertarik dengan produk ini karena kerenyahannya dan umur
simpannya lebih lama. Selain itu produk breaded merupakan salah satu langka
inovatif dalam rangka menambah nilai dari hasil perikanan yang kurang bermutu.
Produk – produk breaded hasil perikanan seperti fish nugget, fish stick,
breaded shrimp, squid shrimp, fish patties dan masih banyak lagi, merupakan
produk yang tergolong modern. Produk –produk ini semakin di gemari
1
masyarakat, hal ini didukung dengan menigkatnya kesadaran masyarakat untuk
hidup sehat dengan merubah pola makanan beralih ke makanan yang sehat dan
bergizi, utamanya produk breaded hasil perikanan. Selain itu produk breaded
dalam pengolahan dan penyajianya lebih mudah dan praktis sehngganya sangat
cocok dengan kehidupan masyarakat modern yang serba sibuk.
Secara Nasional rata-rata konsumsi ikan perkapita penduduk Indonesia
sebesar 29,04 Kg/Kapita/Tahun, jumlah tersebut masih dibawah Pola Pangan
Harapan (PPH) sebesar 30,40 Kg/Kapita setiap tahunnya. Dengan kata lain tingkat
konsumsi ikan di Indonesia masih sangat rendah.(KKP 2014).
Produk breaded
hasil perikanan merupakan salah satu solusi untuk
memenuhi selera konsumen yang semakin beragam, selain itu dengan adanya
produk perikanan modern sepert ini maka ada penyegaran menu dan mampu
menyerap pasar dengan kata lain bisa meningkatkan permintaaan, menambah
pendapatan bagi para pengusaha perikanan dan mampu meningkatkan tingkat
konsumsi ikan pada masyarakat Indonesia sehingga penyerapan protein bisa lebih
banyak. Sehingganya dipandang perlu untuk mengetahui deskripsi dari produk –
produk breded hasil perikanan ini.
1.2. Tujuan
Untuk mengetahui deskripsi dari produk breaded hasil perikanan.
2
BAB II
PRODUK BREADED HASILPERIKANAN
2.1. Karakterisitik Umum Produk Breaded
Produk breaded hasil perikanan adalah bentuk produk olahan daging ikan
yang digiling halus dan diberi bumbu-bumbu serta dicampur dengan bahan
pengikat kemudian ada yang dicetak berdasarkan ukuran dan bentuk tertentu,
selanjutnya dicelupkan ke dalam batter dan dilapisi dengan tepung roti kemudian
digoreng atau disimpan terlebih dahulu dalam ruang pembeku (freezer) sebelum
digoreng (Widrial, 2005).
Produk – produk breaded merupakan produk yang tergolong modern yang
sedang digemari masyarakat. Beberapa produk breaded seperti fish nugget, stick,
breaded shrimp pada prinsipnya sama, perbedaan yang terletak hanya pada
karakteristik bahan baku yang digunakan. Secara garis besar semua produk
breaded merupakan olahan hasil perikanan yang mengalami serangkaian proses
battering (pelapisan) dan breading (penaburan). Produk breaded merupakan
olahan dalam bentuk beku, sehingganya dalam penyajianya harus digoreng
terlebih dahulu sebelum dikonsumsi. (Heng 2003)
Pada dasarnya breaded produk merupakan suatu produk olahan daging
berbentuk emulsi, yaitu emulsi minyak didalam air. Bahan emulsifier yang sering
digunakan adalah tepung tapioka yang berfungsi untuk mengikat air maupun
lemak. (Rospiati 2006).
Pergeseran gaya hidup pada sebagian masyarakat ternyata berpengaruh pada
pola makan dan konsumsi. Hal ini menyebabkan masyarakat lebih memilih
makanan yang praktis dan sehat. Sehingganya setiap produsen dituntut agar
mampu
berinovasi
dan
menyediakan
makanan
yang
siap
saji
tanpa
mengesampingkan aspek kesehatan.
2.2. Bahan Pembuatan Produk Breaded Hasil Perikanan
3
2.2.1. Bahan utama
Bahan baku yang di maksud dalam pengolahan food coated disini sudah
tentu menggunakana bahan dasar hasil perikanan baik berupa ikan, kepiting dan
udang. Karakteristik produk sangat ditentukan oleh bahan baku yang digunakan.
Pada umumnya untuk produk breaded hasil perikanan menggunakan daging yang
sudah dilumatkan (nugget), fillet yang dipotong panjang dan tipis (stick atau
finger) dan potongan yang lebih besar (Breaded shrimp). Daging yang sering di
gunakan terdiri dari dua jenis yakni daging merah dan daging putih.
2.2.2. Bahan Pembantu
Bahan pembantu merupakan bahan yang sengaja ditambahkan kedalam
produk dengan tujuan menigkatkan nilai gizi, serta merupakan bahan yang akan
menetukan cita rasa dari produk beraded.. Bahan – bahan tersebut antara lain
seperti garam, gula, bawang putih ,bawang merah, sering ada yang menggunakan
merica, air dan es serta komponen funsgional lainya disesuaikan dengan
kebutuhan.
2.2.2.1. Bumbu – Bumbu
Bumbu-bumbu adalah bahan yang sengaja ditambahkan dan berguna
untuk meningkatkan konsistensi, nilai gizi, cita rasa, mengendalikan keasaman
dan kebasaan, memantapkan bentuk dan rupa produk (Erawaty,2001). Seperti
halnya penggunaan garam pada produk memiliki fungsi sebagai penegas cita rasa
dan dapat menghambat aktivitas mikroba yang merugikan atau sebagai bahan
pengawet pada produk. Selain itu penambahan garam pada produk dapat
mengekstrak aktimiosin sehingga akan terbentuk produk dengan stabilitas emulsi
yang baik (Aswar, 2005). Penggunaan garam tidak boleh terlalu banyak karena
akan menyebabkan terjadinya penggumpalan (salting out) dan rasa produk
menjadi asin. Konsentrasi garam yang ditambahkan biasanya berkisar 2 sampai
3% dari berat daging yang digunakan (Aswar, 2005).
Pemakaian gula dapat memperbaiki rasa dan aroma produk yang
dihasilkan. Pemberian gula dapat mempengaruhi aroma dan tekstur daging serta
4
mampu menetralisir garam yang berlebihan (Buckle dalam Afrisanti, 2010 ).
Bawang putih (Allium sativum L.) berfungsi sebagai penambah aroma serta untuk
meningkatkan citarasa produk. Bawang putih merupakan bahan alami yang
ditambahkan ke dalam bahan makanan guna meningkatkan selera makan serta
untuk meningkatkan daya awet bahan makanan (bersifat fungistotik dan
fungisidal). Bau yang khas dari bawang putih berasal dari minyak volatil yang
mengandung komponen sulfur (Palungkun et al dalam Afrisanti, 2010).
Merica atau lada (Paperningrum) sering ditambahkan dalam bahan
pangan. Tujuan penambahan merica adalah sebagai penyedap masakan dan
memperpanjang daya awet makanan. Merica sangat digemari karena memiliki
dua sifat penting yaitu rasa pedas dan aroma khas. Rasa pedas merica disebabkan
oleh adanya zat piperin dan piperanin, serta chavicia yang merupakan
persenyawaan dari piperin dengan alkaloida (Rismunandar, 2003).
2.2.2.2. Air dan es
Air digunakan sebagai media pelarut dan media pencampur bahan- bahan
yang digunakan dalam proses produksi food coated . Air selain berfungsi sebagai
fase pendispersi dalam emulsi daging, juga berfungsi untuk melarutkan protein
sarkoplasma dan sebagai pelarut garam yang akan melarutkan protein myofibril.
Kualitas air sangat penting sebagai bahan tambahan fungsional yang efektif dan
untuk produk yang dihasilkan (Owens,2010 dalam Budi, 2012). Air yang
berhubungan dengan hasil-hasil industri pengolahan harus memenuhi standar
mutu yang harus diperlukan untuk air minum dengan nilai pH satu larutan ialah
angka antara 0 sampai dengan 14 yang menunjukan keasaman (acidity) atau
pengaraman (alkality) dalam larutan. Apabila apabila nila pH 7 berarti netral, bila
di bawah 7 larutan asam(acid), semakin rendah pH larutan semakin asam,
sebaliknya semakin tinggi pH berarti larutan bersifat alkali (garam), semakin
tinggi pH semakin tinggi pula alkali (Cauvain Stanley, Linda, Dan Young, 2000)
Penggunaan es dalam proses pengolahan food coated sangat diperlukan
karena, es pada proses pengolahan bertujuan menjaga agar produk tetap dalam
kondisi rantai dingin, selain itu es dapat memudahkan ekstraksi protein serabut
5
otot pada saat penggilingan daging, membantu pembentukan emulsi pada
pemuatan adonan butter
dan menjaga suhu emulsi agar tetap rendah akbiat
pemanasan mekanis sehingga terjadi pembentukan gel yang baik dan mencegah
pecahnya emulsi akibat denaturasi protein.
2.2.3. Bahan Pengisi
Bahan pengisi merupakan sumber pati yang ditambahkan dalam produk
restrukturisasi untuk menambah bobot produk dengan mensubstitusi sebagian
daging sehingga biaya dapat ditekan (Rahayu, 2007). Pati terdiri atas dua fraksi
yakni, fraksi terlarut disebut amilosa dan fraksi yang tidak terlarut disebut
amilopektin. Fraksi amilosa berperan penting dalam stabilitas gel, karena sifat
hidrasi amilosa dalam pati yang dapat mengikat molekul air dan kemudian
membentuk massa yang elastis. Stabilitas ini dapat hilang dengan penambahan air
yang berlebihan. (Afrisanti 2010)
2.2.4. Bahan Pengikat
Bahan pengikat memiliki kandungan protein yang lebih tinggi dan dapat
meningkatkan emulsifikasi lemak dibandingkan dengan bahan pengisi. Bahan
pengikat dalam adonan emulsi dapat berfungsi sebagai bahan pengemulsi. Bahan
pengikat juga berfungsi mengurangi penyusutan pada waktu pengolahan dan
meningkatkan daya ikat air. Protein dalam bentuk tepung dipercaya dapat
memberikan sumbangan terhadap sifat pengikatan. Bahan pengikat berdasarkan
asalanya terdiri dari bahan pengikat yang berasal dari hewan dan tumbuhan
(Afrisanti 2010).
2.3. Pelapis (Coating)
Coating adalah bahan yang digunakan untuk melapisi produk dan berfungsi
untuk melindungi produk dari dehidrasi selama pemasakan dan penyimpangan.
Pelapisan (coating) juga memperbaiki penampakan, flavor dan tekstur produk.
Lapisan coating dapat menambah bobot dari produk., kondisi ini menjamin
bagian luar produk menjadi renyah tetapi bagian dalam tetap kenyal pada saat
dikonsumsi (Fellow 2000).
6
Bahan coating yang sering digunakan pada produk breaded terbagi menjadi
tiga, yaitu predust, batters, dan breadcrumbs.
2.3.1. Predust
Predust merupakan campuran tepung dan bahan fungsional lainya.
Sementara tepung adalah partikel padat yang berbentuk butiran halus tergantung
proses penggilingannya. Tepung bisa berasal dari komponen nabati seperti
umbian, jagung, tapi ada juga yang berasal dari komponen hewani seperti ikan
dan tulang ikan. Predust merupakan lapisan pertama yang berhubungan langsung
dengan bahan baku olahan breaded. Predust berbentuk powder kering dan
merupakan hal penting dalam proses pembuatan food coating (Yuyun 2007).
Predust memiliki fungsi memperhalus tekstur, meningkatkan daya ikat
antara substrat dan coating serta dapat melindungi produk dari dehidrasi. Predust
flour bisa dibeli langsung yang siap pakai tetapi ada juga yang dibuat sendiri
dengan komponen fungsional seperti garam, merica, serta bumbu- bumbu yang
lainya disesuaikan dengan kebutuhan. Ada berbagai macam jenis tepung yang
sering digunakan dalam campuran predust untuk food coating, semua memiliki
karakteristik masing – masing dan akan menentukan hasil dari olahan yang akan
dibuat.
2.3.1.1. Tepung Terigu
Tepung terigu adalah bubuk halus hasil dari penggilingan bulir gandum,
dan digunakan sebagai bahan dasar pembuat kue kering, biskuit, mi, cake, roti,
dan lain-lain. Kata terigu dalam bahasa Indonesia diserap dari bahasa Portugis,
trigo, yang berarti “gandum”. Tepung terigu mengandung banyak zat pati yaitu
karbohidrat kompleks yang tidak larut dalam air. Tepung terigu juga mengandung
protein dalam bentuk gluten, yang berperan dalam menentukan kekenyalan
makanan yang terbuat dari bahan terigu (Syarbini 2013).
Syarat Yang digunakan sebagai pedoman dalam penentuan
mutu tepung terigu adalah Standar Nasional Indonesia (SNI) 01-37512009 tentang syarat mutu tepung terigu sebagai bahan makanan
(Tabel 1).
Jenis uji
Satuan
Persyaratan
7
Keadaan
a. Bentuk
b. Bau
c. Warna
Benda asing
Serangga dalam semua bentuk
stadia dan potongannya yang
tampak
Kehalusan, lolo ayakan 212 πm
(mesh NO 70) (b/b)
Kadar air (b/b)
Kadar abu(b/b)
Kadar protein (b/b)
Keasaman
Falling number (atas dasar kadar
air 14 %)
Besi (Fe)
Seng (Zn)
Vitamin B1 (tiamin)
Vitamin B2 (fiboflavin)
Asam folat
Cemaran logam
a. Timbal
b. Raksa
c. Cadmium
Cemaran arsen
Cemara mikroba
a. Angka lempeng total
b. E.Coli
c. Kapang
d. Bacilius cereus
-
-
Serbuk
Normal (tidak berbau asing)
Puith, khas terigu
Tidak ada
Tidak ada
(%)
Minimal 95
(%)
(%)
(%)
mg KOH/100g
Detik
Maksimal 14,5
Maksimal 0,70
Minimal 7,0
Maksimal 50
Minimal 300
mg/kg
mg/kg
mg/kg
mg/kg
mg/kg
Minimal 50
Minimal 30
Minimal 2,5
Minimal4
Minimal 2
mg/kg
mg/kg
mg/kg
mg/kg
Maksimal 1,0
Maksimal 0,05
Maksimal 0,1
Maksimal 0,50
Koloni/g
APM/g
Koloni/g
Koloni/g
Maksimal 1 X 106
Maksimal 10
Maksimal 1 x 104
Maksimal 1 x 104
Tepung terigu memiliki jenis yang beraneka ragam, pembagian dibawah
ini berdasarkan kandungan protein yang ada pada tepung (Syarbini 2013) :
a. Tepung terigu dengan kandungan protein tinggi ( Hard Flour ) . Tepung ini
memiliki kandungan protein antara 12%-14% yang sangat baik untuk
8
pembuatan aneka macam roti dan cocok untuk pembuatan mie karena
memiliki tingkat elastisitas dan kekenyalan yang kuat.
b. Tepung terigu dengan kandungan protein sedang ( Medium Flour ) .
Tepung ini biasanya disebut dengan all purpose flour karena memiliki
kandungan protein antara 10%-11.5% yang cocok digunakan untuk
pembuatan aneka cake, mie basah, pastry, dan bolu.
c. Tepung terigu dengan kandungan protein rendah ( Soft Flour ) . Tepung
terigu dengan kandungan protein 8%-9.5% ini tidak memerlukan tingkat
kekenyalan namun tingkat kerenyahan sehingga cocok untuk pembuatan
cookies, wafer, dan aneka gorengan.
2.3.1.2. Tepung Tapioka
Tepung tapioka adalah salah satu hasil olahan dari ubi kayu. Tepung
tapioka umumnya berbentuk butiran pati yang banyak terdapat dalam sel umbi
singkong. Komposisi zat gizi tepung tapioka lebih baik bila dibandingkan dengan
tepung jagung, kentang, dan gandum atau terigu, tapioka juga dapat digunakan
sebagai bahan bantu pewarna putih (Usman 2010).
Tepung tapioka dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku ataupun campuran
pada berbagai macam produk antara lain kerupuk, dan kue kering lainnya. Selain
itu tepung tapioka dapat dimanfaatkan sebagai bahan pengental (thickener), bahan
pengisi, bahan pengikat pada industri makanan olahan (Astawan, 2003).
Standar mutu tepung tapioka di Indonesia tercantum dalam Standar
Nasional Indonesia SNI 01-3729-1995. Klasifikasi dan standar mutu tepung
tapioca disajikan pada Tabel 2.
Klasifikasi dan standar mutu tepung tapioka
KLASIFIKASI
A. Keadaan
Bau
Warna
Rasa
B. Benda Asing
KETERANGAN
Normal
Normal
Normal
Tidak boleh ada
9
C.
D.
E.
F.
G.
H.
I.
J.
K.
L.
Serangga
Jenis pati lain
Air (%)
Abu (%)
Serat kasar (%)
Derajat asam (MI NaOH 1N/100 gram)
SO2 (Mg/Kg)
Bahan tambahan makanan
Kehalusan, lolos ayakan 100 mesh (%)
Cemaran logam
Timbal (Pb) Mg/Kg
Tembaga (Cu) Mg/Kg
Seng (Zn) Mg/Kg
Raksa (Hg) Mg/Kg
M. Cemaran Arsen (As) Mg/Kg
N. Cemaran mikroba
Angka lempengan total
E. Coli APM/gramk
Kapang koloni
Tidak boleh ada
Tidak boleh ada
Maksimum 13
Maksimum 0,5
Maksimum 0,1
Maksimum 4
Maksimum 30
Sesuai SNI 01-0222-1995
Minimum 95
Maksimum 1,0
Maksimum 10,0
Maksimum 40,0
Maksimum 0,05
Maksimum 0,5
Maksimum 106
Maksimum 10
Maksimum 104
2.3.2. Butter
Menurut Fellow (2000), batter adalah campuran yang terdiri dari air,
tepung pati, dan bumbu-bumbu yang digunakan untuk mencelupkan produk
sebelum dimasak, sehingganya butter merupakan adonan cair dan merupakan
lapisan kedua dari coated product. Komposisi bahan penyusun Batter pada
umumnya terbagi menjadi dua, (1) tepung, telur dan susu sebagai komponen
utama, dan (2) bumbu, gum,dan bahan lain yang ditambahkan dalam jumlah
sedikit. Tepung yang digunakan dalam pembuatan batter harus halus dan berwarna
putih, bersih dan tidak mengandung benda – benda asing. Komponen utama
memberikan karakter dasar bagi fungsi utama batter sedangkan komponen
minor memberikan karakter spesifik seperti viskositas, daya adhesi, tekstur,
flavour dan warna (Afrisanti, 2010). Dalam membuat formulasi adonan butter
tidak menggunakan kuning telur karena mengandung fosfolipid yang dapat
terpisah dari batter dan menyebabkan kerusakan minyak goreng. Berdasarkan
formulasi dan fungsinya butters dikelompokan menjadi beberapa jenis antara lain:
10
2.3.2.1. Adhesion batters
Merupakan adonan butter yang mengandung pati termodifikasi tingkat
tinggi untuk membuat atau mempercepat pengeringan dan memperbaiki daya
adhesi bahan-bahan yang sulit untuk dilapisi sebelum masuk pada tahap akhir
proses breading.
2.3.2.2. All-purpose batters
secara umum terdiri dari tepung gandum, mengering agak lambat,
digunakan untuk malapisi berbagai jenis bahan sebelum proses breading
2.3.2.3. Tempura batters
Biasa dikenal pula sebagai puff batters, terbuat dari tepung gandum yang
mengandung leavening agent relative tinggi untuk memberi karakteristik tekstur
dan penampakan.
2.3.2.4. Oven-ready batters
Merupakan adonan butterFormula spesial yang diciptakan untuk produkproduk yang dapat dipanaskan lagi (reheated) pada conventional atau convection
ovens. Batters ini mengandung moderat leavening level dan sering ditambahkan
ke dalamnya shortening dan emulsifier untuk meningkatkan crispness
(kerenyahan).
2.3.3. Breadcrumbs
Breader adalah campuran tepung, pati dan bumbu, berbentuk sepihan kecil
yang telah dikeringkan , dan diaplikasikan sebelum produk digoreng yang
digunakan untuk melapisi produk-produk coating (Siregar 2008). Pada awalanya
penggunaan tepung roti hanya untuk memanfaatkan sisa – sisa roti, tetapi seiring
berkembangnya pola konsumsi masyarakat sekarang sudah diproduksi sendiri dan
menjadi salah penentu kualitas dari produk breaded.
Tepung roti dapat memberi kenampakan yang baik serta menjadikan
tekstur renyah pada produk breaded. Tepung
roti yang digunakan harus
berwarnah terang, cream pucat, berbau khas roti, tidak berjamur tidak berbau
tengik dan tidak berwarna kecoklatan (BSN, 2002).
11
Breadcrumb dibagi dalam beberapa jenis, Ada beberapa faktor yang dapat
digunakan untuk membedakan jenis-jenis breadcrumb. Hal yang membedakan
jenis breader adalah ukuran, bentuk, tekstur, warna dan flavor. Menurut Owens
(2001), terdapat lima jenis utama breader, yaitu american bread crumbs, japanese
bread crumbs, crackermeal, flour breaders, dan extruded crum. Breader yang
halus menghasilkan tekstur yang lembut sedangkan breader yang kasar akan
menghasilkan tekstur yang renyah (Owens, 2001). Selain itu, breader dapat
digunakan untuk melindungi produk dari dehidrasi selama penyimpanan. Berikut
penjelasan singkat mengenai pembagian breadcrumb :
a. Traditional
breadcrumbs
diproduksi
dari
roti
yang
pembuatannya
menggunakan teknik pembuatan roti tradisional. Tekstur, warna, dan ukuran
dapat disesuaikan dan biasanya crunchy (renyah).
b. Extruded crumbs dibuat menggunakan continous cooking extruder. Tekstur
bervariasi dari dense/hard sampai crunchy.
c. Cracker crumb adonan yang berbasis terigu dicampur dan dipress/ditipiskan
dengan rollers, kmudian dipanggang. Hasil dari crumb jenis ini pendek,
tekstur seperti biscuit dan chungky sampai flaky.
d. Japanese-style breadcrumbs diproduksi dari adonan yang ditambah leavening
agent (yeast) dalam jumlah cukup banyak dan dibaking dengan unique
electrical resistance baking method. Bentuk crumb ini densitinya rendah,
bentuk seperti jarum atau splinter dan sama sekali bebas crust. . Teksturnya
sangat ringan, renyah, dan kualitas lekatannya sangat sempurna setelah
pemasakan.
BAB III
JENIS – JENIS PRODUK BREADED HASIL PERIKANAN
3.1. Fish Nugget
Fish nugget adalah campuran daging ikan tanpa duri dari berbagai jenis ikan
yang dicincang dan dilumatkan dengan tambahan sedikit pati dan bumbu-bumbu.
12
Pada umumnya fish nugget berbentuk empat persegi panjang dimana produk ini
dapat disimpan dengan dibekukan atau bisa langsung digoreng. (Heng, 2003).
Produk ini memiliki rasa gurih, berwarna coklat keemasan dan memiliki
tekstur yang renyah setelah digoreng, sehingga dapat disajikan sebagai lauk
bersama nasi. Nuget yang dibekukan bertujuan untuk mempertahankan mutunya
selama penyimpanan. Hal yang terpenting dari nugget adalah penampakan produk
akhir, warna, tekstur dan aroma. Pada saat pelumuran dengan tepung roti
diusahakan secara merata jangan sampai adonan kelihatan (Widrial, 2005)
3.2. Proses Pembuatan Nugget
Pembuatan nugget mencakup lima tahap, yaitu penggilingan yang disertai
oleh pencampuran bumbu, es dan bahan tambahan, pengukusan dan pencetakan,
pelapisan perekat tepung dan pelumuran tepung roti, penggorengan awal (prefrying) dan pembekuan (Aswar, 2005). Tahapan pembuatan nugget adalah sebagai
berikut :
3.2.1. Penggilingan
pada proses penggilingan ini mencakup beberapa tahap, yakni pelumatan daging,
penambahan garam selama proses penggilingan serta pencampuran adonan
dengan bumbu yang lainya. Selama proses penggilingan rantai dingin harus tetap
dijaga dengan cara menambahkan butiran es atau air dingin kedalam adonan.
Pencampuran dilakukan hingga homogeny, hal itu dapat dilihat dari bentuk daging
yang lembut (Afrisanti, 2010).
3.2.2. Pengukusan
Pengukusan adalah proses pemanasan yang sering diterapkan pada sistem jaringan
sebelum pembekuan, pengeringan ataupun pengalengan. Pengukusan berfungsi
untuk menginaktifkan enzim yang akan menyebabkan perubahan warna, cita rasa
atau nilai gizi yang tidak dikehendaki selama penyimpanan. Tujuan utama
pengukusan adalah mengurangi kadar air dalam bahan baku sehingga tekstur
bahan menjadi kompak (Haris dalam Afrisanti, 2010).
3.2.3. Batter and breading
batter adalah campuran yang terdiri dari air, tepung pati, dan bumbu-bumbu yang
digunakan untuk mencelupkan produk sebelum dimasak. Pelumuran tepung roti
(breading) merupakan bagian yang paling penting dalam proses pembuatan
13
produk karena dapat membuat produk menjadi renyah, enak dan lezat. (Fellow,
2000). Daging yang sudah dikukus dicelupkan kedalam adona batter dan tepung
roti.
3.2.4. Penggorengan
Penggorengan merupakan proses termal yang umum dilakukan orang dengan
menggunakan minyak atau lemak pangan. Setelah proses battered dan breaded
selesai maka langkah
selanjutnya adalah penggorengan. Lama waktu
penggorengan ini beragam, apabila nagget yang dibuat langsung d konsumsi maka
penggorengan bisa berlangsung selama 4 menit. Berbeda dengan produk yang
akan di bekukan, penggorengan hanya berlansung selama 30 detik dengan suhu
180-195 0C atau biasa dikenal dengan Pre-frying (Fellow 2000).
3.3. Standar Mutu dan Karakteristik Organoleptik Nugget Ikan
Standar Nasional Indonesia yang spesifik untuk nugget ikan belum dirilis secara
resmi oleh BSN (Badan Standarisasi Nasional). Oleh karena itu, standar yang
sering digunakan adalah SNI chicken nugget dengan nomor SNI 01-6683-2002
(BSN, 2002). Karakteristik SNI chicken nugget yang menjadi parameter nugget
ikan adalah keadaan dari segi aroma, rasa, dan tekstur, kadar air, protein, lemak,
dan karbohidrat. Mutu chicken nugget berdasarkan SNI dapat dilihat pada Tabel
dibawah ini :
Karakteristik
1. Keadaan
Aroma
Rasa
Tekstur
2. Benda asing
3. Air@
4. Protein@
5. Lemak@
6. Karbohidrat@
7. Kalsium (Ca)
8. Bahan tambahan makanan
Pengawet
Pewarna
9. Cemaran logam
Satuan
Persyaratan Mutu
%, b/b
%, b/b
%, b/b
%, b/b
mg/ 100g
Normal, sesuai label
Normal, sesuai label
Normal
Tidak boleh ada
Maks. 60
Min 12
Maks. 20
Maks. 25
Maks. 30
-
Sesuai dengan
SNI 01-0222-1995
mg/kg
Maks. 2,0
14
mg/kg
Maks. 20,0
Timbal (Pb)
mg/kg
Maks. 40,0
Tembaga
mg/kg
Maks. 40,0
Seng (Zn)
mg/kg
Maks. 0,03
Timah (Sn)
mg/kg
Maks. 1,0
Raksa (Hg)
mg/kg
10. Cemaran Arsen
11. Cemaran mikroba
koloni/g
Maks. 5 x 104
Angka Lempeng Total APM/g
Maks. 10
Coliform
APM/g