LOMBA PENULISAN ARTIKEL BKPM 2017 JUDUL

KATEGORI PESERTA:

UMUM

LOMBA PENULISAN ARTIKEL BKPM 2017

JUDUL:
KENISCAYAAN INVESTASI ASING: MASYARAKAT PEKA
INDONESIA SEJAHTERA

Nama Penulis

: Husamah, S.Pd., M.Pd.

Alamat

: PERUM IKIP TEGALGONDO ASRI 1C/7, RT. 042, RW. 009,
TEGALGONDO, KARANGPLOSO MALANG, 65152

Pendidikan


: Magister Pendidikan Biologi (S2/M.Pd.)

Pekerjaan

: Pendidik di FKIP UMM dan Peneliti Pusat Studi Lingkungan
dan Kependudukan (PSLK) Universitas Muhammadiyah Malang

Handphone

: 081216183817

Telephone

: 0341-464318 ext 244

Alamat email

: husamahumm@gmail.com

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG

MALANG, APRIL 2016

KENISCAYAAN INVESTASI ASING: MASYARAKAT PEKA
INDONESIA SEJAHTERA
Oleh: Husamah, S.Pd., M.Pd.
(Pendidik di FKIP dan Peneliti PSLK Universitas Muhammadiyah Malang)
Prolog
Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 telah mengamanatkan bahwa tujuan negara adalah
meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Alinea keempat dengan tegas berbunyi, “Pemerintahan
Negara Indonesia dibentuk untuk melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah
Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut
melaksanakan ketertiban dunia, perdamaian abadi dan keadilan sosial”. Kesejahteraan adalah harga
mati, salah satu aspek yang sangat penting untuk menjaga dan membina terjadinya stabilitas
kehidupan (sosial, politik, ekonomi, bahkan budaya). Setiap individu membutuhkan sejahtera
materil dan non materil sehingga tercipta suasana harmonis bermasyarakat. Kondisi sejahtera juga
diperlukan untuk meminimalkan kecemburuan sosial yang tak jarang berujung konflik horizontal.
Semangat mewujudkan peningkatan kesejahteraan masyarakat membutuhkan pembangunan,
untuk tidak mengatakan hanya membutuhkan pembangunan saja. Pembangunan pada dasarnya
adalah proses melakukan perubahan pada indikator sosial maupun ekonomi masyarakat ke arah
lebih baik dan berkesinambungan.1 Pembangunan manusia Indonesia identik dengan pengurangan

kemiskinan.2 Faktanya, kemiskinan merupakan masalah kompleks yang dipengaruhi oleh berbagai
faktor yang saling berkaitan, antara lain tingkat pendapatan masyarakat, pengangguran, kesehatan,
pendidikan, akses terhadap barang dan jasa, lokasi, geografis, gender, dan lokasi.3
Penduduk miskin di Indonesia relatif bertambah besar, dan tentu akan menjadi ancaman
gagalnya pencapaian cita-cita bangsa. Badan Pusat Statistik secara resmi merilis bahwa pada bulan
September 2016 jumlah penduduk miskin di Indonesia mencapai 27,76 juta jiwa (10,70%) dan
Maret 2016 sebesar 28,01 juta jiwa (10,86%).4 Angka kemiskinan hampir tetap antara 2013 hingga
2015, yaitu di atas 11%.5 Angka kemiskinan juga dibarengi adanya disparitas kemiskinan, dimana
penduduk miskin lebih banyak di pedesaan, umumnya terdapat di luar Jawa (yaitu Maluku dan
Papua mencapai 21,98%, Bali dan Nusa Tenggara sebanyak 14,72%, dan Sulawesi 10,97%).6
Berdasarkan rilis BPS, terlihat tren penurunan kemiskinan secara perlahan dan konsisten.
Namun, merujuk Indonesia Invesments,7 pemerintah Indonesia masih menggunakan persyaratan
kurang ketat terkait definisi kemiskinan, sehingga yang tampak adalah gambaran lebih positif dari
kenyataan. Tahun 2016 pemerintah mendefinisikan garis kemiskinan dengan perdapatan per bulan
(per kapita) sebesar Rp. 354,386 (± USD $25), berarti standar hidup sangat rendah. Jika memakai

garis kemiskinan Bank Dunia, yang mengklasifikasi hidup di bawah garis kemiskinan
berpenghasilan kurang dari USD $1.25 per hari, maka kemiskinan semakin besar. Menurut Bank
Dunia, bila menghitung penduduk dengan penghasilan kurang dari USD $2 per hari maka sebagian
besar penduduk Indonesia hidup hampir di bawah garis kemiskinan.

Kenyataannya, laporan berbagai media menginformasikan bahwa sekitar seperempat jumlah
penduduk Indonesia (± 65 juta jiwa) hidup hanya sedikit saja di atas garis kemiskinan nasional.
Sekitar 50% kota/kabupaten pun melaporkan terjadinya kasus-kasus rawan gizi dan peningkatan
pengangguran. Pada level komunitas, persoalan kemiskinan tercermin dengan lahirnya budaya
merusak kualitas masyarakat dan tata nilai, seperti kejahatan, rendahnya etos kerja, berpikir pendek,
tidak kreatif, dan fatalisme. Imbas kondisi itu adalah peringkat Indeks Pembangunan Manusia
(IPM) Indonesia belum membaik. Menurut UNDP8, IPM Indonesia tahun 2016 bercokol di
peringkat 113 dari 188 negara, sementara tahun 2015 menduduki peringkat 110.
Bagaimanapun Indonesia harus mampu menjadi negara yang sejajar dengan negara lain.
Indonesia memerlukan suatu strategi penanggulangan kemiskinan (lebih berbentuk vicious cyrcle of
poverty9) secara terintegrasi dan sinergi. Berbagai upaya telah dilakukan pemerintah untuk
mendorong masyarakat bebas dari lingkaran kemiskinan, berupaya menyejahterakan masyarakat,
dan menjadi bangsa maju. Pemerintah menggalakkan pembangunan di semua sektor. Namun
demikian, pembangunan tentu membutuhkan dana (modal) besar.
Berdasar fakta di atas, tulisan ini bermaksud menyamakan persepsi kita akan keniscayaan
(harusnya) investasi asing dan mengurai fakta lemahnya kesiapan dan dukungan masyarakat. Tak
lupa, sebagai inti, selanjutnya menggagas strategi dan kebijakan atau langkah akselerasi yang perlu
dilakukan untuk menjemput dan memaksimalkan kebermanfaatan investasi asing.
Keniscayaan Investasi Asing
Sejalan dengan Ilmar10 kita tentu memahami bahwa sebagai negara berkembang Indonesia

tidak memiliki cukup modal untuk melaksanakan pembangunan secara menyeluruh. Indonesia
memiliki berbagai kesulitan, yaitu tingkat tabungan (saving) masyarakat rendah, akumulasi modal
belum efektif dan efisien, skill belum memadai, dan teknologi lemah. Oleh karena itu, keterbukaan
terhadap investasi asing adalah solusi terbaik dan merupakan keniscayaan. Mengamini pendapat itu,
menurut Badu11 investasi asing merupakan prasyarat mutlak yang harus dipenuhi, motor penggerak
utama, dan menjadi faktor pengungkit yang sangat dibutuhkan bagi pembangunan dan pertumbuhan
bangsa berkelanjutan. Dapat dibayangkan bagaimana bangsa ini tanpa adanya investasi asing.
Indonesia juga tidak lepas dari fakta fenomena ekonomi dunia, yang dituntut untuk
mengikuti kencenderungan globalisasi yang mengarah pada perapatan dunia dan semakin tak
berjarak (compression of the world).12 Dinamika kemajuan globalisasi dan perdagangan bebas telah

membawa dampak signifikan terhadap aktivitas bisnis terutama arus investasi. Tidak ada satupun
negara di dunia yang mampu menutup diri dari kerjasama antar negara sehingga ketergantungan
dengan negara lain merupakan conditiosine a qua non. Seluruh negara berkompetisi menarik
investasi. Dalam konteks tersebut, perekonomian Indonesia ditentukan tingkat investasi asing.
Secara garis besar, peranan investasi asing terhadap pembangunan Indonesia, yaitu 13 1)
Dapat dimanfaatkan sebagai dasar untuk mempercepat investasi dan pertumbuhan ekonomi, serta
diikuti dengan perpindahan struktur produksi dan perdagangan; 2) Membantu industrialisasi,
pembangunan modal, menciptakan kesempatan kerja, dan keterampilan teknik. Investasi asing
sangat membantu untuk membangun industry-industri strategis. Transfer teknologi meningkatkan

keterampilan tenaga kerja lokal, sehingga meningkatkan produktivitas dan keseluruhan upah riil; 4)
Risiko dan kerugian tahap perintisan juga tertanggung sehingga mendorong investor domestik
untuk bekerjasama. Selama ini investor domestik enggan melakukan usaha yang berisiko tinggi.
Kehadiran investor asing sangat mendukung perintisan usaha di berbagai bidang.
Pendapat ini sejalan dengan Rajagukguk14 bahwa bagi negara tempat dilakukannya kegiatan
investasi (host country) kehadiran investasi asing tidak saja penting dari segi perolehan pundi-pundi
devisa (melalui pajak-pajak yang dibayar) atau untuk melengkapi keterbatasan biaya pembangunan,
tetapi efek positif lain yang ditimbulkan pada pembangunan ekonomi host country. Efek tersebut
antara lain penyediaan lapangan kerja, penghematan devisa melalui pengembangan industri nonmigas, pembangunan daerah tertinggal, alih teknologi, dan peningkatan sumber daya manusia.
Investasi asing mendorong daerah-daerah menjadi terbuka sehingga sumber-sumber baru
dapat tergarap. Aktivitas investasi asing sangat menentukan lajunya pertumbuhan ekonomi suatu
daerah, bahkan daerah-daerah yang selama ini tertinggal dan tak terjamah. Pada gilirannya akan
mempengaruhi kinerja ekonomi daerah dengan penciptaan lapangan kerja baru, mempertinggi daya
beli masyarakat, mengurangi kesenjangan, dan akhirnya juga menekan angka kemiskinan.
Pendapatan asli daerah dalam bentuk pajak dan retribusi dari kegiatan investasi asing semakin
menggelorakan semangat pemerintah daerah untuk menyejahterakan masyakatnya.
Lemahnya Kesiapan dan Dukungan Masyarakat
Masuknya investasi asing tentu harus dibarengi dengan kesiapan dan dukungan masyarakat,
sehingga mereka benar-benar memperoleh manfaat, bukan malah terasing, menjadi tamu, atau
menjadi budak di negeri sendiri. Kesadaran dan tanggung jawab masyarakat dicerminkan antara

lain dalam bentuk kesediaan, kepedulian, dan keterbukaan untuk bijak menyikapi arus investasi.
Lebih dari itu, masyarakat harus pula melakukan kerja nyata mendukung langkah pemerintah.
Dalam kaitannya dengan masyarakat (bidang sosial), ada dua hal yang menjadi hambatan
investasi. Pertama, rendahnya keamanan investasi akibat merebaknya berbagai konflik sosial

horizontal (komunal), teror, aksi anarkis, premanisme, serta konflik perburuhan di berbagai wilayah
Indonesia yang dilatarbelakangi oleh isu SARA, radikalisme, konflik agraria (pertanahan), dan
kesenjangan.15 Prasyarat ini disebut iklim kondusif perspektif suprastruktur, variabel keamanan dan
ketertiban umum.16 Investasi dihambat adanya gangguan keamanan yang meskipun bersifat lokal
namun dapat mempengaruhi persepsi investor terhadap iklim investasi nasional.
Kedua, kurang kondusifnya pasar tenaga kerja di Indonesia terutama rendahnya tingkat
produktivitas tenaga kerja.17,18 Para investor pada tahapan pertama biasanya mengevaluasi negara
yang dipilih untuk investasi berdasarkan besarnya pasar, akses ke bahan baku, dan ketersediaan
tenaga kerja yang sesuai spesifikasi.19 Rendahnya kualitas dan produktivitas tenaga kerja
menyebabkan upah sulit diperkirakan secara pasti dan cenderung menyebabkan daya tarik investasi
dari sisi ketenagakerjaan menurun drastis. Bahayanya adalah ketidaksiapan dan lemahnya
masyarakat mendorong semakin banyaknya pekerja asing (umumnya lebih terdidik) yang datang.
Akhirnya investasi asing menjadi mubazir dan bisa jadi menimbulkan permasalahan berikutnya. 20
Epilog: Akselerasi Kesiapan
Dua masalah hambatan investasi yang diuraikan di atas ikut menambah deret faktor

penghambat iklim investasi yang telah ada di Indonesia, antara lain lemahnya koordinasi antar
instansi pemerintah, birokrasi tidak efisien, lemahnya hukum investasi, biaya tak berdaya saing, dan
iklim usaha tidak kondusif.21 Tentu saja masalah tersebut harus diselesaikan.
Istilah bijak mengatakan, kemampuan bangsa menjadi causa prima bagi kemajuan bangsa
itu sendiri. Bangsa ini tidak boleh terus terjebak dalam hambatan investasi. Itu berarti, masyarakat
sebagai pilar penting bangsa, harus segera berbenah. Kesiapan masyarakat membutuhkan
penanganan intensif. Bijaknya, kita perlu menyiapkan strategi dan kebijakan jitu. Sebagai transfer
gagasan penulis, dua hal perlu dicermati, yang membutuhkan gerak cepat atau akselerasi agar dapat
mengangkat dari kelemahan menuju kekuatan dan selanjutnya mampu menjemput kesejahteraan.
Pertama, akselerasi variabel keamanan dan ketertiban umum sehingga investor nyaman.
Untuk itulah, peran pemerintah bersama para pemangku kebijakan seperti aparat keamanan, DPRD,
swasta, LSM, dan masyarakat strategis untuk mendengarkan aspirasi dan mengantisipasi konflik.
Masyarakat harus terus memacu kedewasaan berpikir, dan akan maksimal bila pemangku kebijakan
tersebut konsisten mengadvokasi dan komunikasi mencerahkan. Langkah BKPM22 menggandeng
POLRI harus terus digalakkan. Komunikasi dengan ormas keagamaan, ormas kedaerahan, dan
tokoh masyarakat/adat juga sangat penting digalakkan mengingat mereka memiliki massa besar.
Kedua, akselerasi kualitas SDM dan produktivitas. Masyarakat harus menyiapkan
kompetensi diri sebaik-baiknya. Salah satu jalan yang dilakukan adalah meningkatkan kualitas
SDM melalui jalur pendidikan. Pemerintah, swasta, dan manajemen industri mengakselerasi


kesiapan masyarakat dengan menjaring penduduk lokal agar memiliki kemampuan dan
keterampilan yang tepat, sesuai potensi lokal, pendekatan wilayah, dan kebutuhan investasi.
Pemerintah harus terus membangun sarana dan prasarana pendidikan secara memadai dan sesuai
dengan tuntutan lapangan pekerjaan (pendidikan pro-investasi). Semangat memaksimalkan
pendidikan vokasi juga harus diteruskan. Upgrade kualitas tenaga kerja dapat melalui pelatihan on
the spot (jemput bola) berbasis teknologi informasi, teknologi terapan, industri kreatif lokal, dan
kursus-kursus bersertifikasi, pendampingan penggunaan teknologi modern, dan stimulus lainnya
harus terus digalakkan. Pemerintah khususnya daerah, baik melalui Balai Latihan Kerja (BLK)
maupun program-program lintas SKPD harus melahirkan sumberdaya manusia siap kerja.
Akhirnya, gagasan akselerasi yang ditawarkan tersebut, bila dilakukan dengan sungguhsunguh, dilandasi niat baik, dan bersama-sama tentu akan menciptakan iklim investasi yang
kondusif. Iklim kondusif tidak hanya menarik investor, tetapi mampu mempertahankan investasi
yang ada sehingga merasa betah dan feel like home. Mau dan mampukah kita? Semoga.
Endnotes

1

Mudrajad Kuncoro, Ekonomi Pembangunan: Teori, Masalah dan Kebijakan (Edisi IV, Yogyakarta: UPP STIM YKPN,
2006).
2
P. Lanjouw, M. Pradhan, F. Saadah, H. Sayed, & R Sparrow, “Poverty, Educationand Health in Indonesia: Who Benefits

from Public Spending?”, World Bank Working Paper No. 2739.
3
Prima Sukmaraga, Analisis Pengaruh Indeks Pembangunan Manusia, PDRB Per Kapita, dan Jumlah Pengangguran
Terhadap Jumlah Penduduk Miskin di Provinsi Jawa Tengah. (Skripsi, Semarang: FE UNDIP, 2011).
4
Badan Pusat Statistik, Profil Kemiskinan di Indonesia September 2016, 3 Januari 2017,
https://www.bps.go.id/index.php/brs/index
5
Opininews.com, Angka Kemiskinan di Indonesia Turun 0,4 Persen, Edisi 23 Februari 2017.
6
Yuliyanna Fauzie, “Jumlah Penduduk Miskin Berkurang, Tapi Kesenjangan Tinggi”, CNN Indonesia, 3 Januari 2017.
7
Indonesia Investments, Kemiskinan di Indonesia, 12 Januari 2017, dapat dilihat di http://www.indonesiainvestments.com/id/keuangan/angka-ekonomi-makro/kemiskinan
8
UNDP, Laporan Pembangunan Manusia 2016, http://www.id.undp.org/content/dam/indonesia/2017/doc/INS2016_human_development_report.pdf
9
Prima Sukmaraga, loc.cit.
10
Aminuddin Ilmar, Hukum Penanaman Modal di Indonesia (Jakarta: Prenada Media, 2004), h. 4.
11

Muhammad Nasir Badu, “Internasionalisasi Potensi Sulawesi Barat (Studi Kasus: Investasi Asing di Sulawesi Barat),
(Jurnal Politik Profetik, Vol 3, No. 1), H. 1-30.
12
Ramlan, “Eksistensi Hukum Investasi dalam Menghadapi Ekonomi Global” (Jurnal Ilmiah Manajemen dan Bisnis, Vol. 3,
No. 2, 2003), h. 37.
13
Maria Magdalena Minarsih, “Investasi Asing, Perlukah?”, Makalah Jurusan Manajemen FE Universitas Pandanaran,
2013.
14
Erman Rajagukguk, Hukum Investasi di Indonesia (Cet. 1, Jakarta: Fakultas Hukum Indonesia, 2005), h. 20-39.
15
Aditya Artha Febiyanto, Kesiapan Indonesia dalam Menarik Investasi Asing Menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN
2015 (Skripsi, Jember: FISIP UNEJ), h. viii.
16
Agung Kurniawan, “Ciptakan Iklim Kondusif, Masyarakat Jangan Jadi Penonton”, Majalah Binangun Nomor 45, 28
Januari 2013.
17
Aditya Artha Febiyanto, loc.cit.
18
Muhammad Nasir Badu, op. cit.
19
M. Edi Hartono & Milla Sepliana Setyowati, “Hubungan Insentif Pajak dengan Iklim Investasi bagi Perusahaan
Penanaman Modal Asing di Sektor Industri Tekstil di Indonesia” (Jurnal Ilmu Administrasi dan Organisasi, Vol. 16, No. 1,
2011), h. 8-12,
20
Edy Purwo Saputro, Problem Kemiskinan 2017, Media Indonesia, 5 Januari 2017.
21
Undang-undang No. 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal.
22

Metrotvnews.com, BKPM Gandeng Polri Beri Jaminan Keamanan Investasi, 19 September 2016.