Peraturan UU yang mengatur tentang Abors
PENDAHULUAN
Pengertian Aborsi
Menurut KUHP
Pengeluaran hasil konsepsi pada setiap stadium perkembangannya
sebelum masa kehamilan yang lengkap tercapai (38-40 minggu)
Pengeluaran hasil konsepsi sebelum janin dapat hidup diluar kandungan
(berat kurang dari 500 gram atau kurang dari 20 minggu). Dari segi
medikolegal maka istilah abortus, keguguran, dan kelahiran prematur
mempunyai arti yang sama dan menunjukan pengeluaran janin sebelum
usia kehamilan yang cukup.
Menurut UU Kesehatan Nomor 23/1992 pasal 15
Disebutkan bahwa dalam keadaan darurat sebagai upaya untuk
menyelamatkan jiwa ibu hamil dan atau janinnya dapat dilakukan tindakan medis
tertentu. Maksud dari kalimat ‘tindakan medis tertentu’ salah satunya adalah
aborsi. Selain pengertian diatas disebutkan pula bahwa aborsi atau pengguguran
kandungan adalah terminasi (penghentian) kehamilan yang disengaja (abortus
provocatus). Yakni, kehamilan yang diprovokasi dengan berbagai macam cara
sehingga terjadi pengguguran. Sedangkan keguguran adalah kehamilan berhebti
karena factor-faktor alamiah (abortus spontaneous).
Dalam dunia kedokteran dikenal 3 macam aborsi, yaitu:
1. Aborsi Spontan/ Alamiah atau Abortus Spontaneus
Aborsi spontan/ alamiah berlangsung tanpa tindakan apapun.
Kebanyakan disebabkan karena kurang baiknya kualitas sel telur dan
sel sperma.
2. Aborsi Buatan/ Sengaja atau Abortus Provocatus Criminalis
Aborsi buatan/ sengaja/ Abortus Provocatus Criminalis adalah
pengakhiran kehamilan sebelum usia kandungan 20 minggu atau berat
janin kurang dari 500 gram sebagai suatu akibat tindakan yang
disengaja dan disadari oleh calon ibu maupun si pelaksana aborsi
(dalam hal ini dokter, bidan atau dukun beranak).
3. Aborsi Terapeutik/ Medis atau Abortus Provocatus Therapeuticum
Aborsi terapeutik / Abortus Provocatus therapeuticum adalah
pengguguran kandungan buatan yang dilakukan atas indikasi medik.
Sebagai contoh, calon ibu yang sedang hamil tetapi mempunyai
penyakit darah tinggi menahun atau penyakit jantung yang parah yang
dapat membahayakan baik calon ibu maupun janin yang dikandungnya.
Tetapi ini semua atas pertimbangan medis yang matang dan tidak
tergesa-gesa.
KUHP
Menurut KUH Pidana menegaskan bahwa segala bentuk tindakan aborsi adalah
dilarang, dan tidak ada pengecualiannya. Berikut pasal yang ada pada KUHP :
Dalam KUHP Bab XIX Pasal 346 s/d 350 dinyatakan sebagai berikut :
Pasal 346 : “Seorang wanita yang sengaja menggugurkan atau mematikan
kandungannya atau menyuruh orang lain untuk itu, diancam dengan pidana
penjara paling lama empat tahun”.
Pasal 347 : (1) Barang siapa dengan sengaja menggugurkan atau
mematikan kandungan seorang wanita tanpa persetujuannya, diancam
dengan pidana penjara paling lama dua belas tahun.(2) Jika perbuatan itu
mengakibatkan matinya wanita tersebut,diancam dengan pidana penjara
paling lama lima belas tahun.
Pasal 348 : (1) Barang siapa dengan sengaja menggunakan atau
mematikan kandungan seorang wanita dengan persetujuannya, diancam
dengan pidana penjara paling lama lima tahun enam bulan.(2) Jika
perbuatan itu mengakibatkan matinya wanita tersebut,diancam dengan
pidana penjara paling lama tujuh tahun.
Pasal 349 : “Jika seorang dokter, bidan atau juru obat membantu
melakukan kejahatan berdasarkan pasal 346, ataupun membantu melakukan
salah satu kejahatan dalam pasal 347 dan 348, maka pidana yang ditentukan
dalam pasal itu dapat dditambah dengan sepertiga dan dapat dicabut hak
untuk menjalankan pencaharian dalam manakejahatan dilakukan”.
PP No. 61 Tahun 2014
Peraturan pemerintah yang mengatur aborsi ini menuai kontroversi diberbagai
kalangan masyarakat. Hal ini karena Peraturan Pemerintah No. 61 Tahun 2014 ini
melegalkan tindakan aborsi dengan alasan tertentu.
PP No. 61 Tahun 2014 Pasal 31 tentang Kesehatan Reproduksi ini berisi sebagai
berikut :
Pasal 31 ayat (1), secara lengkap, berbunyi : “Tindakan aborsi hanya dapat
dilakukan berdasarkan: a. indikasi kedaruratan medis; atau b. kehamilan akibat
perkosaan”.
Pasal 31 ayat (2) menyatakan “Tindakan aborsi akibat perkosaan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf b hanya dapat dilakukan apabila usia kehamilan
paling lama berusia 40 (empat puluh) hari dihitung sejak hari pertama haid
terakhir”.
Peraturan ini ditetapkan oleh Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono. Pada saat
itu Menkumham dijabat oleh Amir Syamsudin. Sebagaimana tertera pada
situs hukumonline.com, aborsi di Indonesia sangat sulit untuk “dikasuskan”
karena pasal ini. Walaupun tindakan aborsi tidak sepenuhnya dilegalkan namun
peraturan pemerintah ini memiliki celah yang dapat dijadikan “tameng”.
Undang-Undang Kesehatan No. 23 Tahun 1992
Didalam UU Kesehatan pasal 15 ini tidak dikatakan secara jelas tidak memakai
kata aborsi atau pengguguran kandungan. UU kesehatan ini juga memiliki celah
seperti PP yang melegalkan aborsi dengan syarat seperti diatas.
Pasal 15 ayat (1) mengatakan : Dalam keadaan darurat sebagai upaya
untuk menyelamatkan jiwa ibu hamil dan atau janinnya, dapat dilakukan
tindakan medis tertentu.
Pasal 15 ayat (2) mengatakan : Tindakan medis tertentu sebagaimana
dimaksud dalam Ayat (1) hanya dapat dilakukan:
1.
Berdasarkan indikasi medis yang mengharuskan diambilnya tindakan
tersebut;
2.
Oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan kewenangan untuk
itu dan dilakukan sesuai dengan tanggung jawab profesi serta berdasarkan
pertimbangan tim ahli;
3.
Dengan persetujuan ibu hamil yang bersangkutan atau suami atau
keluarganya;
4.
Pada sarana kesehatan tertentu
Berdasarkan Pasal 75 Ayat 1 UU No.36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (“UU
Kesehatan”), semua orang dilarang melakukan aborsi.
Pengecualian terhadap larangan melakukan aborsi diberikan hanya dalam 2
kondisi berikut:
1.
a) indikasi kedaruratan medis yang dideteksi sejak usia dini kehamilan,
baik yang mengancam nyawa ibu dan/atau janin, yang menderita penyakit
genetik berat dan/atau cacat bawaan, maupun yang tidak dapat diperbaiki
sehingga menyulitkan bayi tersebut hidup di luar kandungan; atau
b) kehamilan akibat perkosaan yang dapat menyebabkan trauma psikologis
bagi korban perkosaan.
Kondisi darurat medis yang dimaksud dalam Pasal 1 itu misalnya kondisi
kesehatan ibu yang tidak memungkinkan seperti menderita penyakit jantung,
gangguan darah tinggi, kanker dan penyakit berat lainnya. Masalah pada janin
seperti hamil anggur atau tidak berkembangnya janin di dalam kandungan juga
termasuk kondisi diperbolehkannya aborsi.
Meskipun dalam kedua kondisi di atas aborsi diperbolehkan, tindakan
aborsi hanya boleh dilakukan setelah melalui rangkaian konseling. Aborsi yang
dilakukan tidak berdasarkan persyaratan dan prosedur yang diatur oleh undangundang adalah aborsi ilegal yang bisa membuat pelakunya dijatuhi sanksi. Hal ini
sudah diatur dalam Pasal 194 UU Kesehatan yang berbunyi:
“Setiap orang yang dengan sengaja melakukan aborsi tidak sesuai dengan
ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 75 ayat (2) dipidana dengan pidana
penjara paling lama 10 tahun dan denda paling banyak Rp1 miliar.”
Pihak yang bisa dijerat dengan pasal ini tidak hanya pelaku namun juga
tenaga kesehatan yang membantu tindakan aborsinya. Undang-undang yang
mengatur aborsi di Indonesia juga menjelaskan masalah ini melalui Pasal 299
yang berbunyi:
Pasal 299
1) Barang siapa dengan sengaja mengobati seorang wanita atau menyuruh supaya
diobati, dengan diberitahukan atau ditimbulkan harapan bahwa karena pengobatan
itu hamilnya dapat digugurkan, diancam dengan pidana penjara paling lama empat
tahun atau pidana denda paling banyak empat puluh lima ribu rupiah.
2) Jika yang bersalah berbuat demikian untuk mencari keuntungan, atau
menjadikan perbuatan tersebut sebagai pencarian atau kebiasaan, atau jika dia
seorang tabib, bidan atau juru-obat, pidananya dapat ditambah sepertiga.
3) Jika yang bersalah melakukan kejahatan tersebut dalam menjalankan pencarian,
maka dapat dicabut haknya untuk melakukan pencarian itu.
Undang – undang yang mengatur mengenai aborsi
Dalam KUHP Bab XIX Pasal 346 s/d 350 dinyatakan sebagai berikut :
–
Pasal 346 : “Seorang wanita yang sengaja menggugurkan atau mematikan
kandungannya atau menyuruh orang lain untuk itu, diancam dengan pidana
penjara paling lama empat tahun”.
–
Pasal 347 : (1) Barang siapa dengan sengaja menggugurkan atau
mematikan kandungan seorang wanita tanpa persetujuannya, diancam dengan
pidana penjara paling lama dua belas tahun.(2) Jika perbuatan itu mengakibatkan
matinya wanita tersebut,diancam dengan pidana penjara paling lama lima belas
tahun.
–
Pasal 348 : (1) Barang siapa dengan sengaja menggunakan atau
mematikan kandungan seorang wanita dengan persetujuannya, diancam dengan
pidana penjara paling lama lima tahun enam bulan.(2) Jika perbuatan itu
mengakibatkan matinya wanita tersebut,diancam dengan pidana penjara paling
lama tujuh tahun.
–
Pasal 349 : “Jika seorang dokter, bidan atau juru obat membantu
melakukankejahatan berdasarkan pasal 346, ataupun membantu melakukan salah
satu kejahatan dalam pasal 347 dan 348, maka pidana yang ditentukan dalam
pasal itu dapat dditambah dengan sepertiga dandapat dicabut hak untuk
menjalankan pencaharian dalam manakejahatan dilakukan”.
Legalitas Aborsi dalam Kondisi Khusus menurut Undang-Undang
Abortus buatan, jika ditinjau dari aspek hukum dapat digolongkan ke dalam dua
golongan yakni :
1. Abortus buatan legal (Abortus provocatus therapcutius)
Yaitu pengguguran kandungan yang dilakukan menurut syarat dan caracara yang dibenarkan oleh undang-undang, karena alasan yang sangat mendasar
untuk melakukannya: menyelamatkan nyawa/menyembuhkan si ibu.
2. Abortus buatan ilegal
Yaitu
pengguguran
kandungan
yang
tujuannya
selain
untuk
menyelamatkan/ menyembuhkan si ibu, dilakukan oleh tenaga yang tidak
kompeten serta tidak memenuhi syarat dan cara-cara yang dibenarkan oleh
undang-undang. Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) tindakan
pengguguran kandungan yang disengaja digolongkan ke dalam kejahatan terhadap
nyawa (Bab XIX pasal 346 s/d 249). Namun dalam undang-undang Nomor 23
Tahun 1992 Tentang kesehatan pada pasal 15ayat (1) dinyatakan bahwa dalam
keadaan darurat sebagai upaya untuk menyelamatkan jiwa ibu hamil atau
janinnya, dapat dilakukan tindakan medis tertentu. Kemudian pada ayat (2)
menyebutkan tindakan medis tertentu dapat dilakukan :
1) Berdasarkan indikasi medis yang mengharuskan diambilnya tindakan
tersebut.
2) Oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan kemampuan untuk
itu dan dilakukan sesuai dengan tanggung jawab profesi serta
pertimbangan tim ahli.
3) Dengan persetujuan ibu hamil yang bersangkutan serta suami dan
keluarga.
Lalu dalam UU No. 1 tahun 1946 tentang KUHP, UU no. 7 thn. 1984 dan UU no
3 thn.1992 aborsi tidak boleh dilakukan kecuali dalam kondisi tertentu.
Pengertian Aborsi
Menurut KUHP
Pengeluaran hasil konsepsi pada setiap stadium perkembangannya
sebelum masa kehamilan yang lengkap tercapai (38-40 minggu)
Pengeluaran hasil konsepsi sebelum janin dapat hidup diluar kandungan
(berat kurang dari 500 gram atau kurang dari 20 minggu). Dari segi
medikolegal maka istilah abortus, keguguran, dan kelahiran prematur
mempunyai arti yang sama dan menunjukan pengeluaran janin sebelum
usia kehamilan yang cukup.
Menurut UU Kesehatan Nomor 23/1992 pasal 15
Disebutkan bahwa dalam keadaan darurat sebagai upaya untuk
menyelamatkan jiwa ibu hamil dan atau janinnya dapat dilakukan tindakan medis
tertentu. Maksud dari kalimat ‘tindakan medis tertentu’ salah satunya adalah
aborsi. Selain pengertian diatas disebutkan pula bahwa aborsi atau pengguguran
kandungan adalah terminasi (penghentian) kehamilan yang disengaja (abortus
provocatus). Yakni, kehamilan yang diprovokasi dengan berbagai macam cara
sehingga terjadi pengguguran. Sedangkan keguguran adalah kehamilan berhebti
karena factor-faktor alamiah (abortus spontaneous).
Dalam dunia kedokteran dikenal 3 macam aborsi, yaitu:
1. Aborsi Spontan/ Alamiah atau Abortus Spontaneus
Aborsi spontan/ alamiah berlangsung tanpa tindakan apapun.
Kebanyakan disebabkan karena kurang baiknya kualitas sel telur dan
sel sperma.
2. Aborsi Buatan/ Sengaja atau Abortus Provocatus Criminalis
Aborsi buatan/ sengaja/ Abortus Provocatus Criminalis adalah
pengakhiran kehamilan sebelum usia kandungan 20 minggu atau berat
janin kurang dari 500 gram sebagai suatu akibat tindakan yang
disengaja dan disadari oleh calon ibu maupun si pelaksana aborsi
(dalam hal ini dokter, bidan atau dukun beranak).
3. Aborsi Terapeutik/ Medis atau Abortus Provocatus Therapeuticum
Aborsi terapeutik / Abortus Provocatus therapeuticum adalah
pengguguran kandungan buatan yang dilakukan atas indikasi medik.
Sebagai contoh, calon ibu yang sedang hamil tetapi mempunyai
penyakit darah tinggi menahun atau penyakit jantung yang parah yang
dapat membahayakan baik calon ibu maupun janin yang dikandungnya.
Tetapi ini semua atas pertimbangan medis yang matang dan tidak
tergesa-gesa.
KUHP
Menurut KUH Pidana menegaskan bahwa segala bentuk tindakan aborsi adalah
dilarang, dan tidak ada pengecualiannya. Berikut pasal yang ada pada KUHP :
Dalam KUHP Bab XIX Pasal 346 s/d 350 dinyatakan sebagai berikut :
Pasal 346 : “Seorang wanita yang sengaja menggugurkan atau mematikan
kandungannya atau menyuruh orang lain untuk itu, diancam dengan pidana
penjara paling lama empat tahun”.
Pasal 347 : (1) Barang siapa dengan sengaja menggugurkan atau
mematikan kandungan seorang wanita tanpa persetujuannya, diancam
dengan pidana penjara paling lama dua belas tahun.(2) Jika perbuatan itu
mengakibatkan matinya wanita tersebut,diancam dengan pidana penjara
paling lama lima belas tahun.
Pasal 348 : (1) Barang siapa dengan sengaja menggunakan atau
mematikan kandungan seorang wanita dengan persetujuannya, diancam
dengan pidana penjara paling lama lima tahun enam bulan.(2) Jika
perbuatan itu mengakibatkan matinya wanita tersebut,diancam dengan
pidana penjara paling lama tujuh tahun.
Pasal 349 : “Jika seorang dokter, bidan atau juru obat membantu
melakukan kejahatan berdasarkan pasal 346, ataupun membantu melakukan
salah satu kejahatan dalam pasal 347 dan 348, maka pidana yang ditentukan
dalam pasal itu dapat dditambah dengan sepertiga dan dapat dicabut hak
untuk menjalankan pencaharian dalam manakejahatan dilakukan”.
PP No. 61 Tahun 2014
Peraturan pemerintah yang mengatur aborsi ini menuai kontroversi diberbagai
kalangan masyarakat. Hal ini karena Peraturan Pemerintah No. 61 Tahun 2014 ini
melegalkan tindakan aborsi dengan alasan tertentu.
PP No. 61 Tahun 2014 Pasal 31 tentang Kesehatan Reproduksi ini berisi sebagai
berikut :
Pasal 31 ayat (1), secara lengkap, berbunyi : “Tindakan aborsi hanya dapat
dilakukan berdasarkan: a. indikasi kedaruratan medis; atau b. kehamilan akibat
perkosaan”.
Pasal 31 ayat (2) menyatakan “Tindakan aborsi akibat perkosaan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf b hanya dapat dilakukan apabila usia kehamilan
paling lama berusia 40 (empat puluh) hari dihitung sejak hari pertama haid
terakhir”.
Peraturan ini ditetapkan oleh Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono. Pada saat
itu Menkumham dijabat oleh Amir Syamsudin. Sebagaimana tertera pada
situs hukumonline.com, aborsi di Indonesia sangat sulit untuk “dikasuskan”
karena pasal ini. Walaupun tindakan aborsi tidak sepenuhnya dilegalkan namun
peraturan pemerintah ini memiliki celah yang dapat dijadikan “tameng”.
Undang-Undang Kesehatan No. 23 Tahun 1992
Didalam UU Kesehatan pasal 15 ini tidak dikatakan secara jelas tidak memakai
kata aborsi atau pengguguran kandungan. UU kesehatan ini juga memiliki celah
seperti PP yang melegalkan aborsi dengan syarat seperti diatas.
Pasal 15 ayat (1) mengatakan : Dalam keadaan darurat sebagai upaya
untuk menyelamatkan jiwa ibu hamil dan atau janinnya, dapat dilakukan
tindakan medis tertentu.
Pasal 15 ayat (2) mengatakan : Tindakan medis tertentu sebagaimana
dimaksud dalam Ayat (1) hanya dapat dilakukan:
1.
Berdasarkan indikasi medis yang mengharuskan diambilnya tindakan
tersebut;
2.
Oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan kewenangan untuk
itu dan dilakukan sesuai dengan tanggung jawab profesi serta berdasarkan
pertimbangan tim ahli;
3.
Dengan persetujuan ibu hamil yang bersangkutan atau suami atau
keluarganya;
4.
Pada sarana kesehatan tertentu
Berdasarkan Pasal 75 Ayat 1 UU No.36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (“UU
Kesehatan”), semua orang dilarang melakukan aborsi.
Pengecualian terhadap larangan melakukan aborsi diberikan hanya dalam 2
kondisi berikut:
1.
a) indikasi kedaruratan medis yang dideteksi sejak usia dini kehamilan,
baik yang mengancam nyawa ibu dan/atau janin, yang menderita penyakit
genetik berat dan/atau cacat bawaan, maupun yang tidak dapat diperbaiki
sehingga menyulitkan bayi tersebut hidup di luar kandungan; atau
b) kehamilan akibat perkosaan yang dapat menyebabkan trauma psikologis
bagi korban perkosaan.
Kondisi darurat medis yang dimaksud dalam Pasal 1 itu misalnya kondisi
kesehatan ibu yang tidak memungkinkan seperti menderita penyakit jantung,
gangguan darah tinggi, kanker dan penyakit berat lainnya. Masalah pada janin
seperti hamil anggur atau tidak berkembangnya janin di dalam kandungan juga
termasuk kondisi diperbolehkannya aborsi.
Meskipun dalam kedua kondisi di atas aborsi diperbolehkan, tindakan
aborsi hanya boleh dilakukan setelah melalui rangkaian konseling. Aborsi yang
dilakukan tidak berdasarkan persyaratan dan prosedur yang diatur oleh undangundang adalah aborsi ilegal yang bisa membuat pelakunya dijatuhi sanksi. Hal ini
sudah diatur dalam Pasal 194 UU Kesehatan yang berbunyi:
“Setiap orang yang dengan sengaja melakukan aborsi tidak sesuai dengan
ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 75 ayat (2) dipidana dengan pidana
penjara paling lama 10 tahun dan denda paling banyak Rp1 miliar.”
Pihak yang bisa dijerat dengan pasal ini tidak hanya pelaku namun juga
tenaga kesehatan yang membantu tindakan aborsinya. Undang-undang yang
mengatur aborsi di Indonesia juga menjelaskan masalah ini melalui Pasal 299
yang berbunyi:
Pasal 299
1) Barang siapa dengan sengaja mengobati seorang wanita atau menyuruh supaya
diobati, dengan diberitahukan atau ditimbulkan harapan bahwa karena pengobatan
itu hamilnya dapat digugurkan, diancam dengan pidana penjara paling lama empat
tahun atau pidana denda paling banyak empat puluh lima ribu rupiah.
2) Jika yang bersalah berbuat demikian untuk mencari keuntungan, atau
menjadikan perbuatan tersebut sebagai pencarian atau kebiasaan, atau jika dia
seorang tabib, bidan atau juru-obat, pidananya dapat ditambah sepertiga.
3) Jika yang bersalah melakukan kejahatan tersebut dalam menjalankan pencarian,
maka dapat dicabut haknya untuk melakukan pencarian itu.
Undang – undang yang mengatur mengenai aborsi
Dalam KUHP Bab XIX Pasal 346 s/d 350 dinyatakan sebagai berikut :
–
Pasal 346 : “Seorang wanita yang sengaja menggugurkan atau mematikan
kandungannya atau menyuruh orang lain untuk itu, diancam dengan pidana
penjara paling lama empat tahun”.
–
Pasal 347 : (1) Barang siapa dengan sengaja menggugurkan atau
mematikan kandungan seorang wanita tanpa persetujuannya, diancam dengan
pidana penjara paling lama dua belas tahun.(2) Jika perbuatan itu mengakibatkan
matinya wanita tersebut,diancam dengan pidana penjara paling lama lima belas
tahun.
–
Pasal 348 : (1) Barang siapa dengan sengaja menggunakan atau
mematikan kandungan seorang wanita dengan persetujuannya, diancam dengan
pidana penjara paling lama lima tahun enam bulan.(2) Jika perbuatan itu
mengakibatkan matinya wanita tersebut,diancam dengan pidana penjara paling
lama tujuh tahun.
–
Pasal 349 : “Jika seorang dokter, bidan atau juru obat membantu
melakukankejahatan berdasarkan pasal 346, ataupun membantu melakukan salah
satu kejahatan dalam pasal 347 dan 348, maka pidana yang ditentukan dalam
pasal itu dapat dditambah dengan sepertiga dandapat dicabut hak untuk
menjalankan pencaharian dalam manakejahatan dilakukan”.
Legalitas Aborsi dalam Kondisi Khusus menurut Undang-Undang
Abortus buatan, jika ditinjau dari aspek hukum dapat digolongkan ke dalam dua
golongan yakni :
1. Abortus buatan legal (Abortus provocatus therapcutius)
Yaitu pengguguran kandungan yang dilakukan menurut syarat dan caracara yang dibenarkan oleh undang-undang, karena alasan yang sangat mendasar
untuk melakukannya: menyelamatkan nyawa/menyembuhkan si ibu.
2. Abortus buatan ilegal
Yaitu
pengguguran
kandungan
yang
tujuannya
selain
untuk
menyelamatkan/ menyembuhkan si ibu, dilakukan oleh tenaga yang tidak
kompeten serta tidak memenuhi syarat dan cara-cara yang dibenarkan oleh
undang-undang. Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) tindakan
pengguguran kandungan yang disengaja digolongkan ke dalam kejahatan terhadap
nyawa (Bab XIX pasal 346 s/d 249). Namun dalam undang-undang Nomor 23
Tahun 1992 Tentang kesehatan pada pasal 15ayat (1) dinyatakan bahwa dalam
keadaan darurat sebagai upaya untuk menyelamatkan jiwa ibu hamil atau
janinnya, dapat dilakukan tindakan medis tertentu. Kemudian pada ayat (2)
menyebutkan tindakan medis tertentu dapat dilakukan :
1) Berdasarkan indikasi medis yang mengharuskan diambilnya tindakan
tersebut.
2) Oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan kemampuan untuk
itu dan dilakukan sesuai dengan tanggung jawab profesi serta
pertimbangan tim ahli.
3) Dengan persetujuan ibu hamil yang bersangkutan serta suami dan
keluarga.
Lalu dalam UU No. 1 tahun 1946 tentang KUHP, UU no. 7 thn. 1984 dan UU no
3 thn.1992 aborsi tidak boleh dilakukan kecuali dalam kondisi tertentu.