MAKALAH IDENTIFIKASI BAHAYA di tempat (1)

IDENTIFIKASI FAKTOR BAHAYA
DI TEMPAT KERJA
Makalah
Diajukan untuk memenuhi tugas dari
Badan nasonal sertifikasi profesi

Disusun oleh :
NAMA : ARI DANI PUTRA
NIM

: 5101140014

PROGRAM TEKNIK
JURUSAN TEKNIK SIPIL
UNIVERSITAS BUNG KARNO
2016
1

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah puji syukur kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat dan

karunianya sehingga makalah Identifikasi factor bahaya di tempat kerja dapat
diselesaikan sesuai dengan rencana.
Identifikasi factor bahaya di tempat kerja merupakan suatu kegiatan dalam rangka
mengenali factor bahaya seperti bahaya fisik, kima, fisika, fisiologis, psikologis maupun
bahaya biologis. Dengan mengetahu factor bahaya tersebut, maka memungkinkan
dilakukan pencegahan agar tidak terjadi hal yang buruk pada pekerja.
Kami menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini, masih terdapat kekurangan,
oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun sangat kami harapkan demi
kesempurnaannya.

2

DAFTAR ISI
COVER......................................................................................... 1
KATA PENGANTAR.....................................................................................2
DAFTAR ISI..................................................................................................3
1. PENDAHULUAN.....................................................................................4
2. IDENTIFIKASI BAHAYA.......................................................................5
3. FAKTOR BAHAYA DI TEMPAT KERJA................................................8
1. Potensi Bahaya Fisik..........................................................................9

2. Potensi Bahaya Kimia........................................................................18
3. Potensi Bahaya Biologis.....................................................................21
4. Potensi Bahaya Fisiologis..................................................................23
5. Potensi Bahaya Psikososial................................................................23
6. Potensi bahaya Proses Produksi.........................................................24
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................25

3

IDENTIFIKASI FAKTOR BAHAYA DI TEMPAT KERJA

A.

PENDAHULUAN

Setiap tempat kerja selalu mengandung berbagai potensi bahaya yang dapat
mempengaruhi kesehatan tenaga kerja atau dapat menyebabkan timbulnya penyakit
akibat kerja. Potensi bahaya adalah segala sesuatu yang berpotensi menyebabkan
terjadinya kerugian, kerusakan, cidera, sakit, kecelakaan atau bahkan dapat
mengakibatkan kematian yang berhubungan dengan proses dan sistem kerja. UndangUndang No 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja pada Pasal 1 menyatakan bahwa

tempat kerja ialah tiap ruangan atau lapangan, tertutup atau terbuka, bergerak atau tetap,
dimana tenaga kerja, atau yang sering dimasuki tenaga kerja untuk keperluan suatu
usaha dan dimana terdapat sumber-sumber bahaya. Termasuk tempat kerja ialah semua
ruangan, lapangan, halaman dan sekelilingnya yang merupakan bagian-bagian atau yang
berhubungan dengan tempat kerja tersebut. Potensi bahaya mempunyai potensi untuk
mengakibatkan kerusakan dan kerugian kepada : 1) manusia yang bersifat langsung
maupun tidak langsung terhadap pekerjaan, 2) properti termasuk peratan kerja dan
mesin-mesin, 3) lingkungan, baik lingkungan di dalam perusahaan maupun di luar
perusahaan, 4) kualitas produk barang dan jasa, 5) nama baik perusahaan.
fakta mengenai ergonomi dan K3 internasional atau secara global:


ILO memperkirakan bahwa tiap tahun sekitar 24 juta orang meninggal

karena kecelakaan dan penyakit di lingkungan kerja termasuk didalamnya 360.000
kecelakaan fatal dan diperkirakan 1,95 juta disebabkan oleh penyakit fatal yang timbul
di ligkungan kerja.


Hal tersebut berarti bahwa pada akhir tahun hampir 1 juta pekerja akan


mengalami kecelakaan kerja dan sekitar 5.500 pekerja meninggal akibat kecelakaan
atau penyakit di lingkungan kerja.


Dalam sudut pandang ekonomi, 4% atau senilai USD 1,25 Trilyun dari Global

Gross Domestic Prodct (GDP) dialokasikan untuk biaya dari kehilangan waktu kerja
akibat kecelakaan dan penyakit di lingkungan kerja, kompensasi untuk para pekerja,
terhentinya produksi, dan biaya-biaya pengobatan pekerja.

4



Potensi bahaya kecelakaan kerja diperkirakan menyebabkan 651.000 angka

kematian, terutama di negara-negara berkembang. Bahkan angka tersebut mungkin
dapat lebih besar lagi jika sistem pelaporan dan notifikasi nya lebih baik.



Data dari sejumlah negara-negara Industri menunjukkan bahwa para pekerja

konstruksi memiliki potensi meninggal akibat kecelakaan kerja 3 sampai 4 kali lebih
besar.


Penyakit paru paru yang terjangkit pada para pekerja di perusahaan minyak &

gas, pertambangan, dan perusahaan perusahaan sejenis, sebagai akibat paparan asbestos,
batu bara dan silica, masih menjadi perhatian di negara negara maju dan berkembang.
Bahkan kematian akibat kecelakaan kerja dari paparan asbestos saja sudah mencapai
angka 100.000 dan selalu bertambah setiap tahunnya.


Data ILO menyebutkan ada 1 juta orang di Asia yang meninggal karena penyakit

akibat kerja. "Apa yang terjadi di Asia sekarang adalah yang kami sebut pembunuhan
massal sunyi," kata seorang narasumber.


B.

IDENTIFIKASI BAHAYA

Langkah pertama manajemen risiko kesehatan di tempat kerja adalah identifikasi atau
pengenalan bahaya kesehatan. Pada tahap ini dilakukan identifikasi faktor risiko
kesehatan yang dapat tergolong fisik, kimia, biologi, ergonomik, dan psikologi yang
terpajan pada pekerja. Untuk dapat menemukan faktor risiko ini diperlukan pengamatan
terhadap proses dan simpul kegiatan produksi, bahan baku yang digunakan, bahan atau
barang yang dihasilkan termasuk hasil samping proses produksi, serta limbah yang
terbentuk proses produksi. Pada kasus terkait dengan bahan kimia, maka diperlukan:
pemilikan material safety data sheets (MSDS) untuk setiap bahan kimia yang
digunakan, pengelompokan bahan kimia menurut jenis bahan aktif yang terkandung,
mengidentifikasi bahan pelarut yang digunakan, dan bahan inert yang menyertai,
termasuk efek toksiknya. Ketika ditemukan dua atau lebih faktor risiko secara simultan,
sangat mungkin berinteraksi dan menjadi lebih berbahaya atau mungkin juga menjadi
kurang berbahaya. Sebagai contoh, lingkungan kerja yang bising dan secara bersamaan
terdapat pajanan toluen, maka ketulian akibat bising akan lebih mudah terjadi.

5


Penilaian Pajanan
Proses penilaian pajanan merupakan bentuk evaluasi kualitatif dan kuantitatif terhadap
pola pajanan kelompok pekerja yang bekerja di tempat dan pekerjaan tertentu dengan
jenis pajanan risiko kesehatan yang sama. Kelompok itu dikenal juga dengan similar
exposure group (kelompok pekerja dengan pajanan yang sama). Penilaian pajanan harus
memenuhi tingkat akurasi yang adekuat dengan tidak hanya mengukur konsentrasi atau
intensitas pajanan, tetapi juga faktor lain. Pengukuran dan pemantauan konsentrasi dan
intensitas secara kuantitatif saja tidak cukup, karena pengaruhnya terhadap kesehatan
dipengaruhi oleh faktor lain itu. Faktor tersebut perlu dipertimbangkan untuk menilai
potensial faktor risiko (bahaya/hazards) yang dapat menjadi nyata dalam situasi tertentu.
Risiko adalah probabilitas suatu bahaya menjadi nyata, yang ditentukan oleh frekuensi
dan durasi pajanan, aktivitas kerja, serta upaya yang telah dilakukan untuk pencegahan
dan pengendalian tingkat pajanan. Termasuk yang perlu diperhatikan juga adalah
perilaku bekerja, higiene perorangan, serta kebiasaan selama bekerja yang dapat
meningkatkan risiko gangguan kesehatan.
 Karakterisasi Risiko
Tujuan langkah karakterisasi risiko adalah mengevaluasi besaran (magnitude) risiko
kesehatan pada pekerja. Dalam hal ini adalah perpaduan keparahan gangguan kesehatan
yang mungkin timbul termasuk daya toksisitas bila ada efek toksik, dengan

kemungkinan gangguan kesehatan atau efek toksik dapat terjadi sebagai konsekuensi
pajanan bahaya potensial. Karakterisasi risiko dimulai dengan mengintegrasikan
informasi tentang bahaya yang teridentifikasi (efek gangguan/toksisitas spesifik) dengan
perkiraan atau pengukuran intensitas/konsentrasi pajanan bahaya dan status kesehatan
pekerja.
 Penilaian Risiko
Rincian langkah umum yang biasanya dilaksanakan dalam penilaian risiko meliputi :
1.Menentukan personil penilai
Penilai risiko dapat berasal dari intern perusahaan atau dibantu oleh petugas lain diluar
perusahaan yang berkompeten baik dalam pengetahuan, kewenangan maupun

6

kemampuan lainnya yang berkaitan. Tergantung dari kebutuhan, pada tempat kerja yang
luas, personil penilai dapat merupakan suatu tim yang terdiri dari beberapa orang.
2. Menentukan obyek/bagian yang akan dinilai
Obyek atau bagian yang akan dinilai dapat dibedakan menurut bagian / departemen,
jenis pekerjaan, proses produksi dan sebagainya. Penentuan obyek ini sangat membantu
dalam sistematika kerja penilai.
3. Kunjungan / Inspeksi tempat kerja

Kegiatan ini dapat dimulai melalui suatu “walk through survey / Inspection” yang
bersifat umum sampai kepada inspeksi yang lebih detail. Dalam kegiatan ini prinsip
utamanya adalah melihat, mendengar dan mencatat semua keadaan di tempat kerja baik
mengenai bagian kegiatan, proses, bahan, jumlah pekerja, kondisi lingkungan, cara
kerja, teknologi pengendalian, alat pelindung diri dan hal lain yang terkait.
4. Identifikasi potensi bahaya
Berbagai cara dapat dilakukan guna mengidentifikasi potensi bahaya di tempat kerja,
misalnya melalui : inspeksi / survei tempat kerja rutin, informasi mengenai data
keelakaan kerja dan penyakit, absensi, laporan dari (panitia pengawas Kesehatan dan
Keselamatan Kerja) P2K3, supervisor atau keluhan pekerja, lembar data keselamatan
bahan (material safety data sheet) dan lain sebagainya. Selanjutnya diperlukan analisis
dan penilaian terhadap potensi bahaya tersebut untuk memprediksi langkah atau
tindakan selanjutnya terutama pada kemungkinan potensi bahaya tersebut menjadi suatu
risiko.
5. Mencari informasi / data potensi bahaya
Upaya ini dapat dilakukan misalnya melalui kepustakaan, mempelajari MSDS, petunjuk
teknis, standar, pengalaman atau informasi lain yang relevan.
6. Analisis Risiko
Dalam kegiatan ini, semua jenis resiko, akibat yang bisa terjadi, tingkat keparahan,
frekuensi kejadian, cara pencegahannya, atau rencana tindakan untuk mengatasi risiko

tersebut dibahas secara rinci dan dicatat selengkap mungkin. Ketidaksempurnaan dapat
juga terjadi, namun melalui upaya sitematik, perbaikan senantiasa akan diperoleh.
7. Evaluasi risiko
Memprediksi tingkat risiko melalui evaluasi yang akurat merupakan langkah yang
sangat menentukan dalam rangkaian penilaian risiko. Kualifikasi dan kuantifikasi risiko,

7

dikembangkan dalam proses tersebut. Konsultasi dan nasehat dari para ahli seringkali
dibutuhkan pada tahap analisis dan evaluasi risiko.
8. Menentukan langkah pengendalian
Apabila dari hasil evaluasi menunjukan adanya risiko membahayakan bagi
kelangsungan kerja maupun kesehatan dan keselamatan pekerja perlu ditentukan
langkah pengendalian yang dipilih dari berbagai cara seperti : Apabila dari hasil
evaluasi menunjukan adanya risiko membahayakan bagi kelangsungan kerja maupun
kesehatan dan keselamatan pekerja perlu ditentukan langkah pengendalian yang dipilih
dari berbagai cara seperti :
a. Memilih teknologi pengendalian seperti eliminasi, substitusi, isolasi, engineering
control, pengendalian administratif, pelindung peralatan/mesin atau pelindung diri.
b. Menyusun program pelatihan guna meningkatka pengetahuan dan pemahaman

berkaitan dengan risiko,
c.

Menentukan

upaya

monitoring

terhadap

lingkungan

/

tempat

kerja.

d. Menentukan perlu atau tidaknya survailans kesehatan kerja melalui pengujian
kesehatan

berkala,

pemantauan

biomedik,

audiometri

dan

lain-lain.

e. Menyelenggarakan prosedur tanggap darurat / emergensi dan pertolongan pertama
sesuai dengan kebutuhan.
9.

Menyusun

pencatatan

/

pelaporan

Seluruh kegiatan yang dilakukan dalam penilaian risiko harus dicatat dan disusun
sebagai bahan pelaporan secara tertulis. Format yang digunakan dapatdisusun sesuai
dengan kondisi yang ada.
10. Mengkaji ulang penelitian
Pengkajian ulang perlu senantiasa dilakukan dalam periode tertentu atau bila terdapat
perubahan dalam proses produksi, kemajuan teknologi, pengembangan informasi
terbaru dan sebagainya, guna perbaikan berkelanjutan penilaian risiko tersebut.
C. FAKTOR/ POTENSI BAHAYA DI TEMPAT KERJA
Untuk menghindari dan meminimalkan kemungkinan terjadinya potensi bahaya di
tempat kerja, Pengenalan potensi bahaya di tempat kerja merupakan dasar untuk
mengetahui pengaruhnya terhadap tenaga kerja, serta dapat dipergunakan untuk
mengadakan upaya-upaya pengendalian dalam rangka pencegahan penyakit akibat kerja

8

yagmungkin terjadi. Secara umum, potensi bahaya lingkungan kerja dapat berasal atau
bersumber dari berbagai faktor, antara lain : 1) faktor teknis, yaitu potensi bahaya yang
berasal atau terdapat pada peralatan kerja yang digunakan atau dari pekerjaan itu
sendiri; 2) faktor lingkungan, yaitu potensi bahaya yang berasal dari atau berada di
dalam lingkungan, yang bisa bersumber dari proses produksi termasuk bahan baku, baik
produk antara maupun hasil akhir; 3) faktor manusia, merupakan potensi bahaya yang
cukup besar terutama apabila manusia yang melakukan pekerjaan tersebut tidak berada
dalam kondisi kesehatan yang prima baik fisik maupun psikis.
Potensi bahaya di tempat kerja yang dapat menyebabkan gangguan kesehatan dapat
dikelompokkan antara lain sebagai berikut :
1. Potensi bahaya fisik, yaitu potensi bahaya yang dapat menyebabkan gangguangangguan kesehatan terhadap tenaga kerja yang terpapar, misalnya: terpapar kebisingan
intensitas tinggi, suhu ekstrim (panas & dingin), intensitas penerangan kurang memadai,
getaran, radiasi.
a) Radiasi
Radiasi adalah pancaran energi melalui suatu materi atau ruang dalam bentuk panas,
partikel atau gelombang elektromagnetik/cahaya (foton) dari sumber radiasi. Ada
beberapa sumber radiasi yang kita kenal di sekitar kehidupan kita, contohnya adalah
televisi, lampu penerangan, alat pemanas makanan (microwave oven), komputer, dan
lain-lain.
Selain benda-benda tersebut ada sumber-sumber radiasi yang bersifat unsur alamiah
dan berada di udara, di dalam air atau berada di dalam lapisan bumi. Beberapa di
antaranya adalah Uranium dan Thorium di dalam lapisan bumi; Karbon dan Radon di
udara serta Tritium dan Deuterium yang ada di dalam air.
Secara garis besar radiasi digolongkan ke dalam radiasi pengion dan radiasi nonpengion.
Radiasi Pengion
Radiasi pengion adalah jenis radiasi yang dapat menyebabkan proses ionisasi
(terbentuknya ion positif dan ion negatif) apabila berinteraksi dengan materi. Yang
termasuk dalam jenis radiasi pengion adalah partikel alpha, partikel beta, sinar gamma,
sinar-X dan neutron. Setiap jenis radiasi memiliki karakteristik khusus. Yang termasuk

9

radiasi pengion adalah partikel alfa (α), partikel beta (β), sinar gamma (γ), sinar-X,
partikel neutron.
Radiasi Non Pengion
Radiasi non-pengion adalah jenis radiasi yang tidak akan menyebabkan efek ionisasi
apabila berinteraksi dengan materi. Radiasi non-pengion tersebut berada di sekeliling
kehidupan kita. Yang termasuk dalam jenis radiasi non-pengion antara lain adalah
gelombang radio (yang membawa informasi dan hiburan melalui radio dan televisi);
gelombang mikro (yang digunakan dalam microwave oven dan transmisi seluler
handphone); sinar inframerah (yang memberikan energi dalam bentuk panas); cahaya
tampak (yang bisa kita lihat); sinar ultraviolet (yang dipancarkan matahari).
Ada dua macam sifat radiasi yang dapat digunakan untuk mengetahui
keberadaan sumber radiasi pada suatu tempat atau bahan, yaitu sebagai berikut :
 Radiasi tidak dapat dideteksi oleh indra manusia, sehingga untuk mengenalinya
diperlukan suatu alat bantu pendeteksi yang disebut dengan detektor radiasi. Ada
beberapa jenis detektor yang secara spesifik mempunyai kemampuan untuk melacak
keberadaan jenis radiasi tertentu yaitu detektor alpha, detektor gamma, detektor neutron,
dll.
 Radiasi dapat berinteraksi dengan materi yang dilaluinya melalui proses ionisasi,
eksitasi dan lain-lain. Dengan menggunakan sifat-sifat tersebut kemudian digunakan
sebagai dasar untuk membuat detektor radiasi.
Pengaruh radiasi terhadap manusia
Sel dalam tubuh manusia terdiri dari sel genetic dan sel somatic. Sel genetic adalah sel
telur pada perempuan dan sel sperma pada laki-laki, sedangkan sel somatic adalah selsel lainnya yang ada dalam tubuh. Berdasarkan jenis sel, maka efek radiasi dapat
dibedakan atas efek genetik dan efek somatik. Efek genetik atau efek pewarisan adalah
efek yang dirasakan oleh keturunan dari individu yang terkena paparan radiasi.
Sebaliknya efek somatik adalah efek radiasi yang dirasakan oleh individu yang terpapar
radiasi.
Waktu yang dibutuhkan sampai terlihatnya gejala efek somatik sangat bervariasi
sehingga dapat dibedakan atas efek segera dan efek tertunda. Efek segera adalah
kerusakan yang secara klinik sudah dapat teramati pada individu dalam waktu singkat
setelah individu tersebut terpapar radiasi, seperti epilasi (rontoknya rambut), eritema

10

(memerahnya kulit), luka bakar dan penurunan jumlah sel darah. Kerusakan tersebut
terlihat dalam waktu hari sampai mingguan pasca iradiasi. Sedangkan efek tertunda
merupakan efek radiasi yang baru timbul setelah waktu yang lama (bulanan/tahunan)
setelah terpapar radiasi, seperti katarak dan kanker.
Bila ditinjau dari dosis radiasi (untuk kepentingan proteksi radiasi), efek radiasi
dibedakan atas efek deterministik dan efek stokastik. Efek deterministik adalah efek
yang disebabkan karena kematian sel akibat paparan radiasi, sedangkan efek stokastik
adalah efek yang terjadi sebagai akibat paparan radiasi dengan dosis yang menyebabkan
terjadinya perubahan pada sel.
Efek Deterministi (efek non stokastik) Efek ini terjadi karena adanya proses kematian
sel akibat paparan radiasi yang mengubah fungsi jaringan yang terkena radiasi. Efek ini
dapat terjadi sebagai akibat dari paparan radiasi pada seluruh tubuh maupun lokal. Efek
deterministik timbul bila dosis yang diterima di atas dosis ambang (threshold dose) dan
umumnya timbul beberapa saat setelah terpapar radiasi. Tingkat keparahan efek
deterministik akan meningkat bila dosis yang diterima lebih besar dari dosis ambang
yang bervariasi bergantung pada jenis efek. Pada dosis lebih rendah dan mendekati
dosis ambang, kemungkinan terjadinya efek deterministik dengan demikian adalah nol.
Sedangkan di atas dosis ambang, peluang terjadinya efek ini menjadi 100%.
Efek Stokastik Dosis radiasi serendah apapun selalu terdapat kemungkinan untuk
menimbulkan perubahan pada sistem biologik, baik pada tingkat molekul maupun sel.
Dengan demikian radiasi dapat pula tidak membunuh sel tetapi mengubah sel Sel yang
mengalami modifikasi atau sel yang berubah ini mempunyai peluang untuk lolos dari
sistem pertahanan tubuh yang berusaha untuk menghilangkan sel seperti ini. Semua
akibat proses modifikasi atau transformasi sel ini disebut efek stokastik yang terjadi
secara acak. Efek stokastik terjadi tanpa ada dosis ambang dan baru akan muncul
setelah masa laten yang lama. Semakin besar dosis paparan, semakin besar peluang
terjadinya efek stokastik, sedangkan tingkat keparahannya tidak ditentukan oleh jumlah
dosis yang diterima. Bila sel yang mengalami perubahan adalah sel genetik, maka sifatsifat sel yang baru tersebut akan diwariskan kepada turunannya sehingga timbul efek
genetik atau pewarisan. Apabila sel ini adalah sel somatik maka sel-sel tersebut dalam
jangka waktu yang relatif lama, ditambah dengan pengaruh dari bahan-bahan yang
bersifat toksik lainnya, akan tumbuh dan berkembang menjadi jaringan ganas atau

11

kanker. Paparan radiasi dosis rendah dapat menigkatkan resiko kanker dan efek
pewarisan yang secara statistik dapat dideteksi pada suatu populasi, namun tidak secara
serta merta terkait dengan paparan individu.


Radiasi infra merah dapat menyebabkan katarak.



Laser berkekuatan besar dapat merusak mata dan kulit.



Medan elektromagnetik tingkat rendah dapat menyebabkan kanker.



Contoh : Radiasi ultraviolet : pengelasan, Radiasi Inframerah : furnacesn/ tungku

pembakaran, Laser : komunikasi, pembedahan .
Prinsip dasar yang harus dipatuhi dalam penggunaan radiasi untuk berbagai
keperluan
Dalam penggunaan radiasi untuk berbagai keperluan ada ketentuan yang harus
dipatuhi untuk mencegah penerimaan dosis yang tidak seharusnya terhadap seseorang.
Ada 3 prinsip yang telah direkomendasikan oleh International Commission Radiological
Protection (ICRP) untuk dipatuhi, yaitu :
1. Justifikasi, Setiap pemakaian zat radioaktif atau sumber lainnya harus didasarkan
pada azaz manfaat. Suatu kegiatan yang mencakup paparan atau potensi paparan hanya
disetujui jika kegiatan itu akan menghasilkan keuntungan yang lebih besar bagi individu
atau masyarakat dibandingkan dengan kerugian atau bahaya yang timbul terhadap
kesehatan.
2. Limitasi, Dosis ekivalen yang diterima pekerja radiasi atau masyarakat tidak boleh
melalmpaui Nilai Batas Dosis (NBD) yang telah ditetapkan. Batas dosis bagi pekerja
radiasi dimaksudkan untuk mencegah munculnya efek deterministik (non stokastik) dan
mengurangi peluang terjadinya efek stokastik.
3. Optimasi, Semua penyinaran harus diusahakan serendah-rendahnya (as low as
reasonably achieveable - ALARA), dengan mempertimbangkan faktor ekonomi dan
sosial. Kegiatan pemanfaatan tenaga nuklir harus direncanakan dan sumber radiasi
harus dirancang dan dioperasikan untuk menjamin agar paparan radiasi yang terjadi
dapat ditekan serendah-rendahnya.
b) Kebisingan
Bising adalah campuran dari berbagai suara yang tidak dikehendaki ataupun yang
merusak kesehatan, saat ini kebisingan merupakan salah satu penyebab penyakit
lingkungan (Slamet, 2006). Sedangkan kebisingan sering digunakan sebagai istilah

12

untuk menyatakan suara yang tidak diinginkan yang disebabkan oleh kegiatan manusia
atau aktifitas- aktifitas alam (Schilling, 1981). Kebisingan dapat diartikan sebagai segala
bunyi yang tidak dikehendaki yang dapat memberi pengaruh negatif terhadap kesehatan
dan kesejahteraan seseorang maupun suatu populasi.
Aspek yang berkaitan dengan kebisingan antara lain : jumlah energi bunyi, distribusi
a. Kebisingan dapat menghasilkan efek akut seperti masalah komunikasi, turunnya
konsentrasi, yang pada akhirnya mengganggu job performance tenaga kerja.
b. Pajanan kebisingan yang tinggi (biasanya >85 dBA) pada jangka waktu tertentu
dapat menyebabkan tuli yang bersifat sementara maupun kronis
c. Tuli permanen adalah penyakit akibat kerja yang paling banyak di klaim .
Contoh : Pengolahan kayu, tekstil, metal, dll.
Kualitas bunyi ditentukan oleh 2 hal yakni frekuensi dan intensitasnya. Frekuensi
dinyatakan dalam jumlah getaran per detik yang disebut hertz (Hz), yaitu jumlah
gelombang-gelombang yang sampai di telinga setiap detiknya. Biasanya suatu
kebisingan terdiri dari campuran sejumlah gelombang dari berbagai macam frekuensi.
Sedangkan intensitas atau arus energi per satuan luas biasanya dinyatakan dalam suatu
logaritmis yang disebut desibel ( DB ).
Berdasarkan frekuensi, tingkat tekanan bunyi, tingkat bunyi dan tenaga bunyi maka
bising dibagi dalam 3 kategori:
a. Occupational noise (bising yang berhubungan dengan pekerjaan) yaitu bising
yang disebabkan oleh bunyi mesin di tempat kerja, misal bising dari mesin ketik.
b.

Audible noise (bising pendengaran) yaitu bising yang disebabkan oleh frekuensi
bunyi antara 31,5 . 8.000 Hz.

3)

Impuls noise (Impact noise = bising impulsif) yaitu bising yang terjadi akibat

adanya bunyi yang menyentak, misal pukulan palu, ledakan meriam, tembakan bedil.
Selanjutnya dengan ukuran intensitas bunyi atau desibel ini dapat ditentukan apakah
bunyi itu bising atau tidak. Dari ukuran-ukuran ini dapat diklasifikasikan seberapa jauh
bunyi-bunyi di sekitar kita dapat diterima / dikehendaki atau tidak dikehendaki / bising.

13

Skala Intensitas Desibel Batas
Jenis Bunyi

Dengar Tertinggi

Halilintar

120 DB

Meriam

110 DB

Mesin uap

100 DB

Jalan yang ramai

90 DB

Pluit

80 DB

Kantor

gaduh

Radio

70 DB
60 Db

Rumah

gaduh

50 DB

umumnya

40 DB

Rumah

tenang

30 DB

Kantor

perorangan

20 DB

Kantor

pada

Sangat tenang , Suara daun jatuh, 10 DB
Tetesan air
Tabel Skala Intensitas Kebisingan
Menurut SK Dirjen P2M dan Penyehatan Lingkungan Pemukiman Departemen
Kesehatan

RI

Nomor

70-1/PD.03.04.Lp,

(Petunjuk

Pelaksanaan

Pengawasan

Kebisingan yang Berhubungan dengan Kesehatan Tahun 1992), tingkat kebisingan
diuraikan sebagai berikut:
1)

Tingkat kebisingan sinambung setara (Equivalent Continuous Noise Level =Leq)

adalah tingkat kebisingan terus menerus (=steady noise) dalam ukuran dBA, berisi
energi yang sama dengan energi kebisingan terputus-putus dalam satu periode atau
interval waktu pengukuran.
2)

Tingkat kebisingan yang dianjurkan dan maksimum yang diperbolehkan adalah

rata-rata nilai modus dari tingkat kebisingan pada siang, petang dan malam hari.
3)

Tingkat ambien kebisingan (=Background noise level) atau tingkat latar belakang

kebisingan adalah rata-rata tingkat suara minimum dalam keadaan tanpa gangguan
kebisingan pada tempat dan saat pengukuran dilakukan, jika diambil nilainya dari
distribusi statistik adalah 95% atau L-95.

14

Kebisingan mempengaruhi kesehatan antara lain dapat menyebabkan kerusakan pada
indera pendengaran sampai kepada ketulian. Dari hasil penelitian diperoleh bukti bahwa
intensitas bunyi yang dikategorikan bising dan yang mempengaruhi kesehatan
(pendengaran) adalah diatas 60 dB. Oleh sebab itu para karyawan yang bekerja di
pabrik dengan intensitas bunyi mesin diatas 60 dB maka harus dilengkapi dengan alat
pelindung (penyumbat) telinga guna mencegah gangguan pendengaran. Disamping itu
kebisingan juga dapat mengganggu komunikasi. Dengan suasana yang bising memaksa
pekerja berteriak didalam berkomunikasi dengan pekerja lain. Kadang-kadang teriakan
atau pembicaraan yang keras ini dapat menimbulkan salah komunikasi (miss
communication) atau salah persepsi terhadap orang lain.
Oleh karena sudah biasa berbicara keras di lingkungan kerja sebagai akibat lingkungan
kerja yang bising ini maka kadang-kadang di tengah-tengah keluarga juga terbiasa
berbicara keras. Bisa jadi timbul salah persepsi di kalangan keluarga karena
dipersepsikan sebagai sikap marah. Lebih jauh kebisingan yang terus-menerus dapat
mengakibatkan gangguan konsentrasi pekerja yang akibatnya pekerja cenderung berbuat
kesalahan dan akhirnya menurunkan produktivitas kerja.
Kebisingan terutama yang berasal dari alat-alat bantu kerja atau mesin dapat
dikendalikan antara lain dengan menempatkan peredam pada sumber getaran atau
memodifikasi mesin untuk mengurangi bising. Penggunaan proteksi dengan sumbatan
telinga

dapat

mengurangi

kebisingan

sekitar

20-25

dB.

Tetapi penggunaan penutup telinga ini pada umumnya tidak disenangi oleh pekerja
karena terasa risih adanya benda asing di telinganya. Untuk itu penyuluhan terhadap
mereka agar menyadari pentingnya tutup telinga bagi kesehatannya dan akhirnya mau
memakainya.
c) Penerangan / Pencahayaan ( Illuminasi )
Penerangan yang kurang di lingkungan kerja bukan saja akan menambah beban kerja
karena mengganggu pelaksanaan pekerjaan tetapi juga menimbulkan kesan kotor. Oleh
karena itu penerangan dalam lingkungan kerja harus cukup untuk menimbulkan kesan
yang higienis. Disamping itu cahaya yang cukup akan memungkinkan pekerja dapat
melihat objek yang dikerjakan dengan jelas dan menghindarkan dari kesalahan kerja.
Berkaitan dengan pencahayaan dalam hubungannya dengan penglihatan orang didalam
suatu lingkungan kerja maka faktor besar-kecilnya objek atau umur pekerja juga
15

mempengaruhi. Pekerja di suatu pabrik arloji misalnya objek yang dikerjakan sangat
kecil maka intensitas penerangan relatif harus lebih tinggi dibandingkan dengan
intensitas penerangan di pabrik mobil. Demikian juga umur pekerja dimana makin tua
umur seseorang, daya penglihatannya semakin berkurang. Orang yang sudah tua dalam
menangkap objek yang dikerjakan memerlukan penerangan yang lebih tinggi daripada
orang yang lebih muda.
Akibat dari kurangnya penerangan di lingkungan kerja akan menyebabkan kelelahan
fisik dan mental bagi para karyawan atau pekerjanya. Gejala kelelahan fisik dan mental
ini antara lain sakit kepala (pusing-pusing), menurunnya kemampuan intelektual,
menurunnya konsentrasi dan kecepatan berpikir. Disamping itu kurangnya penerangan
memaksa pekerja untuk mendekatkan matanya ke objek guna mmeperbesar ukuran
benda. Hal ini akomodasi mata lebih dipaksa dan mungkin akan terjadi penglihatan
rangkap atau kabur.
Untuk mengurangi kelelahan akibat dari penerangan yang tidak cukup dikaitkan dengan
objek dan umur pekerja ini dapat dilakukan hal-hal sebagai berikut :
a. Perbaikan kontras dimana warna objek yang dikerjakan kontras dengan latar
belakang objek tersebut. Misalnya cat tembok di sekeliling tempat kerja harus
berwarna kontras dengan warna objek yang dikerjakan.
b. Meningkatkan penerangan, sebaiknya 2 kali dari penerangan diluar tempat
kerja.Disamping itu di bagian-bagian tempat kerja perlu ditambah dengan dengan
lampu-lampu tersendiri.
c. Pengaturan tenaga kerja dalam shift sesuai dengan umur masing-masing tenaga
kerja. Misalnya tenaga kerja yang sudah berumur diatas 50 tahun tidak diberikan
tugas di malam hari.Disamping akibat-akibat pencahayaan yang kurang seperti
diuraikan diatas, penerangan / pencahayaan baik kurang maupun cukup kadangkadang juga menimbulkan masalah apabila pengaturannya kurang baik yakni silau.
Silau juga menjadi beban tambahan bagi pekerja maka harus dilakukan pengaturan
atau

dicegah.Pencegahan

silau

dapat

dilakukan

antara

lain

:

a. Pemilihan jenis lampu yang tepat misalnya neon. Lampu neon kurang
menyebabkan silau dibandingkan lampu biasa.

16

b. Menempatkan sumber-sumber cahaya / penerangan sedemikian rupa sehingga
tidak langsung mengenai bidang yang mengkilap.
c. Tidak menempatkan benda-benda yang berbidang mengkilap di muka jendela
yang langsung memasukkan sinar matahari.
d.

Penggunaan

alat-alat

pelapis

bidang

yang

tidak

mengkilap.

e. Mengusahakan agar tempat-tempat kerja tidak terhalang oleh bayangan suatu
benda. Dalam ruangan kerja sebaiknya tidak terjadi bayangan-bayangan.
Penerangan yang silau buruk (kurang maupun silau) di lingkungan kerja akan
menyebabkan hal-hal sebagai berikut :


Kelelahan mata yang akan berakibat berkurangnya daya dan efisiensi kerja.



Kelemahan mental



Kerusakan alat penglihatan (mata).



Keluhan pegal di daerah mata dan sakit kepala di sekitar mata.



Sehubungan dengan hal-hal tersebut diatas maka dalam mendirikan bangunan

tempat kerja (pabrik, kantor, sekolahan, dan sebagainya) sebaiknya mempertimbangkan
ketentuan-ketentuan

antara

lain

sebagai

berikut

:

Jarak antara gedung dan abngunan-bangunan lain tidak mengganggu masuknya cahaya
matahari ke tempat kerja, Jendela-jendela dan lubang angin untuk masuknya cahaya
matahari harus cukup, seluruhnya sekurang-kurangnya 1/6 daripada luas bangunan,
Apabila cahaya matahari tidak mencukupi ruangan tempat kerja, harus diganti
dengan penerangan lampu yang cukup, Penerangan tempat kerja tidak menimbulkan
suhu ruangan panas (tidak melebihi 32 derajat celsius), Sumber penerangan tidak boleh
menimbulkan silau dan bayang-bayang yang mengganggu kerja, Sumber cahaya harus
menghasilkan

daya

penerangan

yang

tetap

dan

menyebar

serta tidak berkedip-kedip .Efek pencahayaan yang buruk: mata tidak nyaman, mata
lelah, sakit kepala, berkurangnya kemampuan melihat, dan menyebabkan kecelakaan.
Keuntungan pencahayaan yang baik : meningkatkan semangat kerja, produktivitas,
mengurangi kesalahan, meningkatkan housekeeping, kenyamanan lingkungan kerja,
mengurangi kecelakaan kerja.

17

d)

Getaran


Getaran mempunyai parameter yang hampir sama dengan bising seperti:
frekuensi, amplitudo, lama pajanan dan apakah sifat getaran terus menerus atau
intermitten



Metode kerja dan ketrampilan memegang peranan penting dalam memberikan
efek yang berbahaya. Pekerjaan manual menggunakan “powered tool”
berasosiasi dengan gejala gangguan peredaran darah yang dikenal sebagai ”
Raynaud’s phenomenon ” atau ” vibration-induced white fingers”(VWF).



Peralatan yang menimbulkan getaran juga dapat memberi efek negatif pada
sistem saraf dan sistem musculo-skeletal dengan mengurangi kekuatan
cengkram dan sakit tulang belakang.
Contoh : Loaders, forklift truck, pneumatic tools, chain saws.

Efek getaran terhadap tubuh tergantung besar kecilnya frekuensi yang mengenai tubuh:


3 . 9 Hz : Akan timbul resonansi pada dada dan perut.



6 . 10 Hz : Dengan intensitas 0,6 gram, tekanan darah, denyut jantung, pemakaian

O2 dan volume perdenyut sedikit berubah. Pada intensitas 1,2 gram terlihat banyak
perubahan sistem peredaran darah.


10 Hz : Leher, kepala, pinggul, kesatuan otot dan tulang akan beresonansi.



13 . 15 Hz : Tenggorokan akan mengalami resonansi.



< 20 Hz : Tonus otot akan meningkat, akibat kontraksi statis ini otot menjadi

lemah, rasa tidak enak dan kurang ada perhatian.

2.

Potensi bahaya kimia, yaitu potensi bahaya yang berasal dari bahan-bahan

kimia yang digunakan dalam proses produksi. Potensi bahaya ini dapat memasuki atau
mempengaruhi

tubuh

tenga

kerja

melalui

:inhalation (melalui

pernafasan), ingestion (melalui mulut ke saluran pencernaan), skin contact (melalui
kulit). Terjadinya pengaruh potensi kimia terhadap tubuh tenaga kerja sangat tergantung
dari jenis bahan kimia atau kontaminan, bentuk potensi bahaya debu, gas, uap. asap;

18

daya acun bahan (toksisitas); cara masuk ke dalam tubuh. Jalan masuk bahan kimia ke
dalam tubuh dapat melalui:
1. Pernapasan ( inhalation )
2. Kulit (skin absorption )
3. Tertelan ( ingestion )


Racun dapat menyebabkan efek yang bersifat akut,kronis atau kedua-duanya.
Adapun potensi bahaya yang bisa ditimbulkan oleh bahan kimia adalah

a)

Korosi

Bahan kimia yang bersifat korosif menyebabkan kerusakan pada permukaan tempat
dimana terjadi kontak. Kulit, mata dan sistem pencernaan adalah bagain tubuh yang
paling umum terkena.
Contoh : konsentrat asam dan basa , fosfor.
b) Iritasi
Iritasi menyebabkan peradangan pada permukaan di tempat kontak. Iritasi kulit bisa
menyebabkan reaksi seperti eksim atau dermatitis. Iritasi pada alat-alat pernapasan yang
hebat dapat menyebabkan sesak napas, peradangan dan oedema ( bengkak )
Contoh :
1. Kulit : asam, basa,pelarut, minyak
2. Pernapasan : aldehydes, alkaline dusts, amonia, nitrogen dioxide, phosgene,
chlorine ,bromine, ozone.
c)

Reaksi Alergi

Bahan kimia alergen atau sensitizers dapat menyebabkan reaksi alergi pada kulit atau
organ pernapasan
Contoh :
1. Kulit : colophony ( rosin), formaldehyde, logam seperti chromium atau nickel,
epoxy hardeners, turpentine.
2. Pernapasan : isocyanates, fibre-reactive dyes, formaldehyde, nickel.
d)

Asfiksiasi

Asfiksian yang sederhana adalah inert gas yang mengencerkan atmosfer yang ada,
misalnya pada kapal, silo, atau tambang bawah tanah. Konsentrasi oksigen pada udara
normal tidak boleh kurang dari 19,5% volume udara

19

Asfiksian kimia mencegah transport oksigen dan oksigenasi normal pada darah atau
mencegah oksigenasi normal pada kulit.
Contoh :
1. Asfiksian sederhana : methane, ethane, hydrogen, helium
2. Asfiksian kimia : carbon monoxide, nitrobenzene, hydrogen cyanide, hidrogen
sulphide
e)

Kanker

Karsinogen pada manusia adalah bahan kimia yang secara jelas telah terbukti pada
manusia. Kemungkinan karsinogen pada manusia adalah bahan kimia yang secara jelas
sudah terbukti menyebabkan kanker pada hewan .
Contoh :
1. Terbukti karsinogen pada manusia : benzene ( leukaemia); vinylchloride ( liver
angiosarcoma) ; 2-naphthylamine, benzidine (kanker kandung kemih ); asbestos
(kanker paru-paru , mesothelioma);
2. Kemungkinan karsinogen pada manusia : formaldehyde, carbon tetrachloride,
dichromates, beryllium
f) Efek Reproduksi
Bahan-bahan beracun mempengaruhi fungsi reproduksi dan seksual dari seorang
manusia. Perkembangan bahan-bahan racun adalah faktor yang dapat memberikan
pengaruh negatif pada keturunan orang yang terpapar, sebagai contoh :aborsi spontan.
Contoh :
Manganese, carbondisulphide, monomethyl dan ethyl ethers dari ethylene glycol,
mercury. Organic mercury compounds, carbonmonoxide, lead, thalidomide, pelarut.
g)

Racun Sistemik

Racun sistemik adalah agen-agen yang menyebabkan luka pada organ atau sistem
tubuh.
Contoh :


Otak : pelarut, lead, mercury, manganese



Sistem syaraf peripheral : n-hexane, lead, arsenic, carbon disulphide



Sistem pembentukan darah : benzene, ethylene glycol ethers



Ginjal : cadmium, lead, mercury, chlorinated hydrocarbons



Paru-paru : silica, asbestos, debu batubara ( pneumoconiosis )
20

3.

Potensi bahaya biologis, yaitu potensi bahaya yang berasal atau ditimbulkan

oleh kuman-kuman penyakit yang terdapat di udara yang berasal dari atau bersumber
pada tenaga kerja yang menderita penyakit-penyakit tertentu, misalnya : TBC, Hepatitis
A/B, Aids,dll maupun yang berasal dari bahan-bahan yang digunakan dalam proses
produksi. Dimana pun Anda bekerja dan apa pun bidang pekerjaan Anda, faktor biologi
merupakan salah satu bahaya yang kemungkinan ditemukan ditempat kerja. Maksudnya
faktor biologi eksternal yang mengancam kesehatan diri kita saat bekerja. Namun
demikian seringkali luput dari perhatian, sehingga bahaya dari faktor ini tidak dikenal,
dikontrol, diantisipasi dan cenderung diabaikan sampai suatu ketika menjadi keadaan
yang sulit diperbaiki. Faktor biologi ditempat kerja umumnya dalam bentuk mikro
organisma sebagai berikut :
a)

Bakteri

Bakteri mempunyai tiga bentuk dasar yaitu bulat (kokus), lengkung dan batang (basil).
Banyak bakteri penyebab penyakit timbul akibat kesehatan dan sanitasi yang buruk,
makanan yang tidak dimasak dan dipersiapkan dengan baik dan kontak dengan hewan
atau orang yang terinfeksi. Contoh penyakit yang diakibatkan oleh bakteri : anthrax, tbc,
lepra, tetanus, thypoid, cholera, dan sebagainya.
b)

Virus

Virus mempunyai ukuran yang sangat kecil antara 16 - 300 nano meter. Virus tidak
mampu bereplikasi, untuk itu virus harus menginfeksi sel inangnya yang khas. Contoh
penyakit yang diakibatkan oleh virus : influenza, varicella, hepatitis, HIV, dan
sebagainya.
c)

Jamur

Jamur dapat berupa sel tunggal atau koloni, tetapi berbentuk lebih komplek karena
berupa multi sel. Mengambil makanan dan nutrisi dari jaringan yang mati dan hidup
dari organisme atau hewan lain.
d)

Mikroorganisme penyebab penyakit di tempat kerja

Beberapa literatur telah menguraikan infeksi akibat organisme yang mungkin ditemukan
di tempat kerja, diantaranya :
Daerah pertanian
Llingkungan pertanian yang cenderung berupa tanah membuat pekerja dapat terinfeksi
oleh mikroorganisme seperti : Tetanus, Leptospirosis, cacing, Asma bronkhiale atau

21

keracunan

Mycotoxins

yang

merupakan

hasil

metabolisme

jamur.

Di lingkungan berdebu (Pertambangan atau pabrik)
Di tempat kerja seperti ini, mikroorganisme yang mungkin ditemukan adalah bakteri
penyebab penyakit saluran napas, seperti : Tbc, Bronchitis dan Infeksi saluran
pernapasan lainnya seperti Pneumonia.
Daerah peternakan terutama yang mengolah kulit hewan serta produk-produk
dari hewan
Penyakit-penyakit yang mungkin ditemukan di peternakan seperti ini misalnya :
Anthrax yang penularannya melalui bakteri yang tertelan atau terhirup, Brucellosis,
Infeksi Salmonella.
Di Laboratorium
Para pekerja di laboratorium mempunyai risiko yang besar terinfeksi, terutama untuk
laboratorium yang menangani organisme atau bahan-bahan yang megandung organisme
pathogen
Di Perkantoran : terutama yang menggunakan pendingin tanpa ventilasi alami
Para pekerja di perkantoran seperti itu dapat berisiko mengidap penyakit seperti :
Humidifier fever yaitu suatu penyakit pada saluran pernapasan dan alergi yang
disebabkan organisme yang hidup pada air yang terdapat pada system pendingin,
Legionnaire disease penyakit yang juga berhubungan dengan sistem pendingin dan akan
lebih

berbahaya

pada

pekerja

dengan

usia

lanjut.

Cara penularan kedalam tubuh manusia
Banyak dari mikroorganisme ini dapat menyebabkan penyakit hanya setelah masuk
kedalam tubuh manusia dan cara masuknya kedalam tubuh, yaitu :
1.

Melalui saluran pernapasan

2.

Melalui mulut (makanan dan minuman)

3.

Melalui kulit apabila terluka

Mengontrol bahaya dari faktor biologi
Faktor biologi dan juga bahaya-bahaya lainnya di tempat kerja dapat dihindari dengan
pencegahan antara lain dengan :

22

1.

Penggunaan masker yang baik untuk pekerja yang berisiko tertular lewat debu

yang mengandung organism patogen
2.

Mengkarantina hewan yang terinfeksi dan vaksinasi

3.

Imunisasi bagi pekerja yang berisiko tertular penyakit di tempat kerja

4.

Membersihkan semua debu yang ada di sistem pendingin paling tidak datu kali

setiap bulan
5.

Membuat sistem pembersihan yang memungkinkan terbunuhnya mikroorganisme

yang patogen pada system pendingin.
Dengan mengenal bahaya dari faktor biologi dan bagaimana mengotrol dan mencegah
penularannya diharapkan efek yang merugikan dapat dihindari.
4.

Potensi bahaya fisiologis, yaitu potensi bahaya yang berasal atau yang

disebabkan oleh penerapan ergonomi yang tidak baik atau tidak sesuai dengan normanorma ergonomi yang berlaku, dalam melakukan pekerjaan serta peralatan kerja,
termasuk : sikap dan cara kerja yang tidak sesuai, pengaturan kerja yang tidak tepat,
beban kerja yang tidak sesuai dengan kemampuan pekerja ataupun ketidakserasian
antara manusia dan mesin.

Pembebanan Kerja Fisik


Beban kerja fisik bagi pekerja kasar perlu memperhatikan kondisi iklim, sosial
ekonomi dan derajat kesehatan.



Pembebanan tidak melebihi 30 – 40% dari kemampuan kerja maksimum tenaga
kerja dalam jangka waktu 8 jam sehari.



Berdasarkan hasil beberapa observasi, beban untuk tenaga Indonesia adalah 40
kg. Bila mengangkat dan mengangkut dikerjakan lebih dari sekali maka beban
maksimum tersebut harus disesuaikan.



Oleh karena penetapan kemampuan kerja maksimum sangat sulit, parameter
praktis yang digunakan adalah pengukuran denyut nadi yang diusahakan tidak
melebihi 30-40 permenit di atas denyut nadi sebelum bekerja.

5.

Potensi bahaya Psiko-sosial, yaitu potensi bahaya yang berasal atau

ditimbulkan oleh kondisi aspek-aspek psikologis keenagakerjaan yang kurang baik atau

23

kurang mendapatkan perhatian seperti : penempatan tenaga kerja yang tidak sesuai
dengan bakat, minat, kepribadian, motivasi, temperamen atau pendidikannya, sistem
seleksi dan klasifikasi tenaga kerja yang tidak sesuai, kurangnya keterampilan tenaga
kerja dalam melakukan pekerjaannya sebagai akibat kurangnya latihan kerja yang
diperoleh, serta hubungan antara individu yang tidak harmoni dan tidak serasi dalam
organisasi kerja. Kesemuanya tersebut akan menyebabkan terjadinya stress akibat kerja.
Stress


Stress adalah tanggapan tubuh (respon) yang sifatnya non-spesifik terhadap
setiap tuntutan atasnya. Manakala tuntutan terhadap tubuh itu berlebihan, maka
hal ini dinamakan stress.



Gangguan emosional yang di timbulkan : cemas, gelisah, gangguan kepribadian,
penyimpangan seksual, ketagihan alkohol dan psikotropika.



Penyakit-penyakit psikosomatis antara lain : jantung koroner, tekanan darah
tinggi, gangguan pencernaan, luka usus besar, gangguan pernapasan, asma
bronkial, penyakit kulit seperti eksim,dll.

6.

Potensi bahaya dari proses produksi, yaitu potensi bahaya yang berasal atau

ditimbulkan oleh bebarapa kegiatan yang dilakukan dalam proses produksi, yang sangat
bergantung dari: bahan dan peralatan yang dipakai, kegiatan serta jenis kegiatan yang
dilakukan. Potensi bahaya keselamatan terdapat pada alat/mesin, serta bahan yang
digunakan dalam proses produksi, seperti forklift (tertabrak), gancu (tertusuk), pallet
(tertimpa), dan bahan baku (tertimpa, terjatuh dari tumpukan bahan baku), feed additive
(kerusakan mata akibat terkena debu feed additive), cutter, mesin bubut/las (kerusakan
mata akibat terpercik geram, lecet akibat terkena part panas, dan kerusakan paru-paru
akibat terhirup debu las), luka bakar akibat kebocoran gas, terjepit part, semburan panas
dari blow down otomatis, kebakaran, dan peledakan.

24

DAFTAR PUSTAKA
Bung ‘okles. 2008. Pengenalan Bahaya Di Lingkungan Kerja
http://okleqs.wordpress.com/2008/05/23/pengenalan-bahaya-di-lingkungan-kerja/.
Diakses 08 November 2011
Rusli Mustar.2008. Pengaruh Kebisingan Dan Getaran Terhadap Perubahan Tekanan
Darah Masyarakat Yang Tinggal Di Pinggiran Rel Kereta Api Lingkungan Xiv
Kelurahan Tegal Sari Kecamatan Medan Denai Tahun 2008.Managemen Kesehatan
Lingkungan Industri.USU. Sumatera Utara.
Aria

Gusti. 7

Januari

2011 Manajemen

Risiko

dalam

Keselamatan

dan

Kesehatan Kerja.http://ariagusti.wordpress.com/2011/01/07/manajemen-risiko-dalamkeselamatan-dan-kesehatan-kerja/Diakses 17 Desember 2011
http://id.shvoong.com/exact-sciences/physics/2016489-radiasi-pengertian-jenis-jenisdan/#ixzz1fpWSbEW8

25