PENGEMBANGAN EKOWISATA BERBASIS MASYARAK (2)

TUGAS MATA KULIAH
PENGELOLAAN SUMBERDAYA ALAM

PENGEMBANGAN EKOWISATA BERBASIS
MASYARAKAT COMMUNITY BASED ECOTOURISM
(CBE) DI TAMAN NASIONAL MERU BETIRI.

OLEH:
SEPTIAN JULIFAR SYAMSUL HUDA
NIM. 1410245993

PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS RIAU
PEKANBARU
2015

Latar Belakang
Kawasan hutan Meru Betiri pada awalnya berstatus sebagai hutan lindung yang
kemudian berubah menjadi Suaka Margasatwa berdasarkan Surat Keputusan
Menteri Pertanian Nomor: 276/Kpts./Um/6/1972 Tanggal 6 Juni 1972 dengan
tujuan utama perlindungan terhadap jenis Harimau Jawa (Panthera tigris

sondaica). Pada perkembangan berikutnya status Meru Betiri berubah menjadi
Taman Nasional berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kehutanan tentang
penunjukan Taman Nasional Meru Betiri (TNMB) Nomor: 277/Kpts-VI/1997
Tanggal 23 Mei 1997 seluas 58.000 Ha yang terletak pada dua wilayah kabupaten
yaitu, Kabupaten Jember seluas 37.585 Ha dan Kabupaten Banyuwangi seluas
20.415 Ha. TNMB menghadapi beberapa permasalahan yang dapat mengganggu
keutuhan dan kelestarian kawasan berupa keberadaan perkebunan di dalam
kawasan TNMB karena orientasi perusahaan yang dominan mengarah kepada
profit (keuntungan) tanpa mempertimbangkan aspek ekologis kawasan serta
adanya buruh perkebunan dengan tingkat pendapatan yang sangat rendah memberi
peluang menjadi perambah/pelaku perusakan hutan (RKT TNMB 2008).
Aktivitas masyarakat sekitar kawasan dalam memanfaatkan sumber daya alam di
kawasan TNMB juga cenderung mengarah pada tindakan merusak dan
mengancam keberadaan kawasan TNMB sulit dicegah dan dikendalikan, serta
cenderung mengalami peningkatan baik kuantitas maupun kualitasnya. Contoh
dari beberapa kasus pelanggaran hutan yang melibatkan masyarakat antara lain
kasus pencurian kayu balok yang terjadi di STPN I Sarongan pada tahun 2007
sebanyak 236 batang, pencurian bambu sebanyak 500 batang, dan perambahan
kawasan seluas 150 ha (Buku Statistik Balai TNMB 2007).


TNMB yang terletak di pantai selatan Jawa Timur merupakan salah satu kawasan
pelestarian alam yang kaya akan keanekaragaman hayati dan keindahan alam
yang menjadi daya tarik wisata. Potensi alam yang dikembangkan menjadi obyek
wisata di TNMB terdapat di dua lokasi (resort) yaitu Bandealit dan Sukamade.
Obyek wisata yang menyajikan keindahan panorama alam di dua lokasi tersebut
meliputi Pantai Rajegwesi, Pantai Sukamade, Teluk Hijau, Pantai Permisan, Teluk
Meru dan Teluk Bandealit. Mackinnon (1990) menjelaskan bahwa keberhasilan
pengelolaan banyak bergantung pada kadar dukungan dan penghargaan yang
diberikan kepada kawasan yang dilindungi oleh masyarakat disekitarnya.
Sejalan dengan hal itu, untuk mengurangi tekanan terhadap hutan oleh
masyarakat, maka masyarakat lokal dapat diberdayakan dalam kegiatan ekowisata
yang berbasis masyarakat mengingat begitu banyak pula potensi sumberdaya alam
di TNMB yang berpotensi menjadi daya tarik wisata. Selain dapat meningkatkan
kualitas kehidupan dalam masyarakat lokal, ekowisata ini juga memberikan
keuntungan di bidang ekonomi bagi taman nasional.
Adanya hubungan yang bersifat ekonomi antara masyarakat sekitar Rajegwesi
dengan kawasan TNMB yaitu adanya ketergantungan masyarakat terhadap
sumberdaya

yang


berada

di kawasan TNMB

untuk

itulah

penelitian

pengembangan ekowisata berbasis masyarakat dilakukan di Resort Rajegwesi.
Masyarakat Ekowisata (The Ecotourism Society, 1991 dalam Wood, 1996
dalam Lash, 1997) mengartikan ekowisata sebagai perjalanan wisata alam yang
bertanggung jawab dengan cara mengkonservasi lingkungan dan meningkatkan
kesejahteraan masyarakat lokal. Ekowisata dalam definisi ini dapat dilihat dari

tiga perspektif, yakni sebagai: (1) produk, merupakan semua atraksi yang berbasis
pada sumberdaya alam. (2) pasar, merupakan perjalanan yang diarahkan pada
upaya-upaya pelestarian lingkungan dan (3) pendekatan pengembangan,

merupakan metode pemanfaatan dan pengelolaan sumberdaya pariwisata secara
ramah lingkungan (Damanik, 2006). TNMB yang terletak di pantai selatan Jawa
Timur merupakan salah satu kawasan pelestarian alam yang kaya akan
keanekaragaman hayati dan keindahan alam yang menjadi daya tarik wisata. Salah
satu obyek wisata di TNMB yang berpotensi untuk dilakukan pengembangan
ekowisata terdapat di Resort Rajegwesi dengan pantainya yang menjadi daya tarik
wisata. Rajegwesi berlokasi di desa Sarongan, Kecamatan Pesanggaran,
Kabupaten Banyuwangi. Data yang tercatat di Sarongan sampai Agustus 2007,
pemukim Blok Rajegwesi setiap tahunnya bertambah ±8 kepala keluarga.
Pertumbuhan pemukim dusun Rajegwesi setiap tahunnya terus bertambah, apabila
dibiarkan berlarut-larut kemungkinan akan berubah menjadi perkampungan besar
dan akan mengancam keberadaan serta keutuhan kawasan TNMB. Untuk
mengatasinya perlu dilakukan sesegera mungkin upaya pengelolaan pemukim
Blok Rajegwesi dengan menata mereka sehingga menjadi satu kesatuan dalam
pengelolaan kawasan TNMB. Salah satu upaya untuk mengatasi permasalahan
adanya enclave di Rajegwesi adalah adanya pengembangan ekowisata yang
berbasis masyarakat, yaitu dengan melibatkan peran masyarakat Rajegwesi
keseluruhannya dalam pengelolaannya. Harapan ke depan dengan adanya
pengembangan ekowisata berbasis masyarakat di Blok Rajegwesi dapat
memberikan dampak positif bagi kedua belah pihak yaitu pihak TN dan

masyarakat Rejegwesi itu sendiri. Adapun dampak positif tersebut adalah:

a.
b.
c.
d.

Tersedianya lapangan kerja bagi masyarakat
Terciptanya sumber pendapatan masyarakat yang beraneka ragam.
Tertatanya pemukim Rajegwesi dengan rapih
Terkendalinya ketergantungan masyarakat terhadap potensi sumber daya
alam yang berada di kawasan TNMB.

Motivasi dan persepsi pengunjung dapat menentukan keinginan dari pengunjung
untuk melakukan jenis wisata apa yang diiinginkan karena dapat memberikan
pengalaman berharga dan membuat pengunjung memiliki apresiasi terhadap
lingkungan. Masyarakat sebagai bagian dari kawasan memiliki peranan penting
dalam partisipasi dan interaksi terhadap kegiatan wisata sehingga manfaat dari
pelaksanaan kegiatan wisata dapat dirasakan oleh masyarakat.
Masyarakat


Ekowisata

Internasional

(The

Ecotourism

Society)

(1991)

mengartikan ekowisata sebagai perjalanan wisata alam yang bertanggung jawab
dengan cara mengonservasi lingkungan dan meningkatkan kesejahteraan
masyarakat lokal (responsible travel to natural areas that conserves the
environment and improves the well-being of local people) (Epler Wood, 1996
dalam Lash, 1997). Dari definisi ini ekowisata dapat dilihat dari tiga perspektif,
yakni sebagai (1) produk, (2) pasar, dan (3) pendekatan pengembangan. Sebagai
produk, ekowisata merupakan semua atraksi yang berbasis pada sumberdaya

alam. Sebagai pasar, ekowisata merupakan perjalanan yang diarahkan pada
upaya-upaya

pelestarian

lingkungan.

Akhirnya

sebagai

pendekatan

pengembangan, ekowisata merupakan metode pemanfaatan dan pengelolaan
sumberdaya pariwisata secara ramah lingkungan. Di sini kegiatan wisata yang
bertanggungjawab terhadap kesejahteraan masyarakat lokal dan pelestarian
lingkungan sangat ditekankan dan merupakan ciri khas ekowisata. Pihak yang

berperan penting dalam ekowisata bukan hanya wisatawan tetapi juga pelaku
wisata lain (tour operatour) yang memfasilitasi wisatawan untuk menunjukkan

tanggungjawab tersebut (Damanik, 2006). TIES (2000) dalam Damanik (2006),
beberapa prinsip ekowisata yang dapat diidentifikasi dari beberapa definisi
ekowisata di atas, yakni sebagai berikut
1. mengurangi

dampak

negatif

berupa

kerusakan

atau

pencemaran

lingkungan dan budaya lokal akibat kegiatan ekowisata;
2. membangun kesadaran dan penghargaan atas lingkungan dan budaya di
destinasi wisata, baik pada diri wisatawan, masyarakat lokal maupun

pelaku wisatawan lainnya;
3. menawarkan pengalaman-pengalaman positif bagi wisatawan maupun
masyarakat lokal melalui kontak budaya yang lebih intensif dan kerjasama
dalam pemeliharaan atau konservasi ODTW;
4. memberikan keuntungan finansial secara langsung bagi keperluan
konservasi melalui kontribusi atau pengeluaran ekstra wisatawan;
5. memberikan keuntungan finansial dan pemberdayaan bagi masyarakat
lokal dengan menciptakan produk wisata yang mengedepankan nilai-nilai
lokal;
6. meningkatkan kepekaan terhadap situasi sosial, lingkungan, dan politik di
daerah tujuan wisata; dan
7. menghormati hak asasi manusia dan perjanjian kerja, dalam arti
memberikan kebebasan kepada wisatawan dan masyarakat lokal untuk
menikmati aktraksi wisata sebagai wujud hak asazi, serta tunduk pada
aturan main yang adil dan disepakati bersama dalam pelaksanaan
transaksi-transaksi wisata.
D. Pengembangan Ekowisata Pengembangan ekowisata di suatu kawasan erat
kaitannya dengan pengembangan obyek dan daya tarik wisata alamnya
(ODTWA). Menurut Departemen Kehutanan (2007) keseluruhan potensi ODTWA
merupakan sumber daya ekonomi yang bernilai tinggi dan sekaligus merupakan

media pendidikan dan pelestarian lingkungan. Lebih rinci Departemen Kehutanan
(2007) menjelaskan pengembangan ODTWA sangat erat kaitannya dengan
peningkatan produktifitas sumber daya hutan dalam konteks pembangunan

interaksi berbagai kepentingan yang melibatkan aspek kawasan hutan,
pemerintah, aspek masyarakat, dan pihak swasta di dalamnya. Contoh kegiatan
pengembangan ekowisata di suatau kawasan dapat dilihat pada Gambar 2 .

Gambar 2. Contoh kegiatan pengembangan ekowisata di KTD-Sebangau
Suprana (1997), dalam pengembangan pariwisata alam di kawasan pelestarian
alam memiliki strategi pengembangan dan program pengembangan Obyek Daya
Tarik Wisata (ODTW) di kawasan hutan, antara lain
1. Strategi pengembangan ODTW Pengembangan potensi ODTW untuk
menunjang tujuan pembangunan khususnya pengembangan pariwisata mencakup
aspek-aspek perencanaan pembangunan, kelembagaan, sarana prasarana dan
infrastruktur, pengusahaan pariwisata alam, promosi dan pemasaran, pengelolaan
kawasan, sosial budaya dan sosial ekonomi, penelitian pengembangan, dan
pendanaan.
2.


Program

pengembangan

ODTW

Pembangunan

ODTW

khususnya

pengembangan ODTW dapat diwujudkan dengan melaksanakan kegiatankegiatan: (a) Inventarisasi potensi, pengembangan dan pemetaan ODTW, (b)
Evaluasi dan penyempurnaan kelembagaan pengelola ODTW, (c) Pengembangan
dan pemantapan sistem pengelolaan ODTW, (d) Pengembangan sistem
perencanaan, (e) Penelitian dan pengembangan manfaat, (f) Pengembangan sarana
prasarana dan infrastruktur, (g) Perencanaan dan penataan, (h) Pengembangan
pengusahaan pariwisata alam dan (i) Pengembangan sumber daya manusia.
pengembangan wisata di suatu tempat akan memberikan berbagai keuntungan
baik bagi masyarakat dan lingkungan sekitarnya. Mackinnon et al (1990)
menyatakan bahwa pengembangan pariwisata di dalam dan disekitar kawasan
yang dilindungi merupakan salah satu cara terbaik untuk mendatangkan

keuntungan ekonomi kawasan terpencil, dengan cara menyediakan kesempatan
kerja masyarakat setempat, merangsang pasar setempat, memperbaiki sarana
angkutan, dan komunikasi. Muntasib et al. (2004) menyatakan beberapa prinsip
dasar pengembangan ekowisata, yaitu
1) berhubungan/kontak langsung dengan alam (Touch with nature);
2) bengalaman yang bermanfaat secara pribadi dan sosial;
3) bukan wisata massal;
4) program-programnya membuat tantangan fisik dan mental bagi wisatawan;
5) interaksi dengan masyarakat dan belajar budaya setempat
6) adaptif (menyesuaikan) terhadap kondisi akomodasi pedesaan; dan
7) pengalaman lebih utama dibanding kenyamanan.
Usman (1999) mengemukakan bahwa pengembangan ekowisata Indonesia, hal
yang penting dan perlu diperhatikan adalah keikutsertaan masyarakat setempat
dalam setiap kegiatan kepariwisataan. Konsep pengembangan wisata dengan
melibatkan atau mendasarkan kepada peran serta masyarakat (community based
ecotourism), pada dasarnya adalah memberikan kesempatan kepada masyarakat
yang tinggal di daerah-daerah yang menjadi obyek dan daya tarik wisata untuk
mengelola jasa-jasa pelayanan bagi wisatawan.
Peran Pemerintah Kabupaten Jember dan Banyuwangi dalam membantu
pengelolaan kawasan ekowisata di Taman Nasional Meru Betiri sangat penting.
Beberapa kebijakan Pemerintah Daerah khususnya PEMDA Jember telah
dituangkan dalam Peraturan Daerah. Seperti misalnya, Peraturan Daerah
Kabupaten Jember Nomor 4 Tahun 2002 tentang pengawasan dan pengendalian
pengelolaan hutan. Dalam konsideran menimbang huruf b Peraturan Daerah
Kabupaten Jember Nomor 4 Tahun 2002 tersirat adanya pengakuan dari
Pemerintah Daerah Kabupaten Jember bahwa hutan saat ini telah mengalami
penurunan kualitas.
Analisis dan Saran

1.

Potensi sumberdaya ekowisata yang terdapat di blok Rajegwesi yang dapat
dijadikan daya tarik wisata berupa bentang alamnya dan budaya dari
masyarakat Rajegwesi itu sendiri. Budaya tersebut antara lain kehidupan dan

2.

aktivitas nelayan Rajegwesi serta perayaan Petik Laut tiap awal tahun hijriah.
Persepsi masyarakat terhadap kawasan yaitu mereka menganggap kawasan
hutan TNMB adalah milik negara yang dikelola oleh PHPA. Namun masih
ada yang menganggap kawasan hutan TNMB adalah milik masyarakat, hal ini

3.

menjadi potensi timbulnya konflik dalam pengelolaan kawasan TNMB.
Sebagian besar masyarakat mendukung adanya pengembangan wisata di
Rajegwesi, hal ini dilatarbelakangi oleh motivasi masyarakat untuk dapat
meningkatkan taraf hidupnya. Sedangkan bentuk partisipasi yang diinginkan
masyarakat dalam kegiatan pengembangan ekowisata di Rajegwesi adalah
masyarakat ingin secara langsung terlibat dalam setiap proses pelaksanaan
kegiatan ekowisata dan menginginkan adanya sharing profit. Hal ini
disebabkan masyarakat menyadari akan keterbatasan keterampilan dan

4.

pengetahuan yang dimiliki.
Pengunjung yang mengunjungi TNMB

rata-rata

berprofesi

sebagai

pelajar/mahasiswa berusia sekitar 15-25 tahun dengan motivasi pengunjung
sebagian besar didominasi untuk melihat penyu di Sukamade dan menikmati
keindahan alam di TNMB. Hal ini menunjukkan bahwa wisata yang bisa
dikembangkan di Rajegwesi berdasarkan minat pengunjung dan potensi
5.

yamng dimiliki Rajegwesi adalah wisata edukatif.
Program kegiatan ekowisata berbasis masyarakat yang dapat ditawarkan di
Rajegwesi yaitu Adventure at Rajegwesi dan Rajegwesi Beach Tour. Peran
masyarakat dalam program kegiatan tersebut terlihat dengan adanya bentuk
partisipasi masyarakat dalam proses perencanaan, pembuatan keputusan,

6.

pelaksanaan dan pembagian keuntungan ekonomi.
Pengembangan ekowisata di Rajegwesi memungkinkan

terjadinya

permasalahan baru bagi TNMB yaitu membesarnya enclave di Rajegwesi
akibat animo pendatang yang ingin meningkatkan taraf hidup dari adanya
pengembangan ekowisata tersebut.
B. Saran

1.

Merealisasikan pengembangan ekowisata berbasis masyarakat di Rajegwesi
dengan menerapkan strategi pengembangan ekowisata berdasarkan analisis
SWOT, yaitu
a. mengembangkan program kegiatan ekowisata berbasis masyarakat
yang menggabungkan potensi alam dan budaya yang dimiliki

2.

b.

Rajegwesi untuk menarik pengunjung
mengenalkan atau mempromosikan program kegiatan ekowisata yang

c.

ada di Rajegwesi
peningkatan kemampuan SDM masyarakat melalui pengadaan

d.

berbagai macam pelatihan teknis dan manajerial
pengadaan perbaikan sarana dan prasarana wisata untuk memenuhi

e.

kepuasan pengunjung
pengadaan perbaikan jalan menuju dan di Rajegwesi agar arus

transportasi menjadi lancar
f. menarik investor untuk kelancaran pengelolaan wisata di Rajegwesi
Perlu adanya penyuluhan secara intensif tentang awasan TNMB kepada
masyarakat Rajegwesi mengingat masih adanya persepsi masyarakat yang

3.

masih menganggap kawasan hutan TNMB adalah milik masyarakat.
Perlu adanya penelitian lebih lanjut mengenai kelembagaan bila terjadi
ancaman atau dampak negatif terhadap masyarakat Rajegwesi yaitu enclave
makin membesar di kawasan TNMB.